Penatalaksanaan Diet Pada Penderita Penyakit Hati [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENATALAKSANAAN DIET PENDERITA PENYAKIT HATI DI RUMAH SAKIT PROF DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO



ANDINI MAULIDA RIZKY



PROGRAM KEAHLIAN MANAJEMEN INDUSTRI JASA MAKANAN DAN GIZI



PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015



PENATALAKSANAAN DIET PENDERITA GANGGUAN HATI DI RUMAH SAKIT PROF DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO



ANDINI MAULIDA RIZKY



Laporan Praktik Manajemen Asuhan Gizi Klinik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Diploma Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi



PROGRAM KEAHLIAN MANAJEMEN INDUSTRI JASA MAKANAN DAN GIZI



PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015



Judul Laporan



: Penatalaksanaan Diet Penderita Gangguan Hati di Rumah Sakit Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto : Andini Maulida Rizky : J3F213133 : Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi



Nama NIM Program Keahlian



Disetujui oleh :



Dr Agus Prastowo, SST Mkes Pembimbing Lapangan



Diketahui oleh :



dr Vera Uripi, SKed Koordinator Program Keahlian



Tanggal disetujui



:



Dr Agus Prastowo, SST MKes Kepala Instalasi Gizi Rumah Sakit



PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga laporan praktik kerja lapang dengan judul Penatalaksanaan Diet Penderita Penyakit Fraktur di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo ini berhasil diselesaikan. Laporan praktik lapangan Penatalaksanaan Diet Penderita Penyakit Fraktur di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo yang dilaksanakan sejak tanggal 1 September 2015 sampai dengan tanggal 27 September 2015 disusun oleh Marina Dwina Adwinda. Bab dengan judul ***** ditulis oleh Marina Dwina Adwinda. Terima kasih penulis ucapkan kepada ******* yang telah member saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada ******* yang telah membantu selama praktik lapangan. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun untuk perbaikan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat.



Bogor, Oktober 2015



Andini Maulida Rizky



1.



PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Hati atau hepar adalah suatu organ yang terletak dibagian atas rongga abdomen dibawah diafragma. Hati dapat dikatakan sebagai organ utama tubuh dan sangat berperan penting dalam proses metabolisme tubuh. Sebagian besar hasil pencernaan setelah diabsorbsi, langsung dibawa ke hati untuk disimpan atau diubah menjadi bentuk lain dan diangkut ke bagian tubuh yang membutuhkan. Hati merupakan tempat penyimpanan mineral berupa zat besi dan tembaga yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah serta vitamin-vitamin larut lemak yaitu A, D, E, K. Hati mengatur volume dan sirkulasi darah serta berperan dalam detoksifikasi obat-obatan dan racun. Dengan demikian, kelainan atau kerusakan pada hati berpengaruh terhadap fungsi saluran cerna dan penggunaan makanan dalam tubuh sehingga sering menyebabkan gangguan gizi (Almatsier, 2013). Gangguan fungsi hati atau penyakit hati masih menjadi masalah kesehatan besar di negara maju maupun negara berkembang. Indonesia merupakan negara dalam peringkat endemik tinggi mengenai penyakit hati (Depkes RI, 2007). Angka kejadian kerusakan hati sangat tinggi, dimulai dari kerusakan yang tidak tetap namun dapat berlangsung lama (Setiabudy, 1979). Terdapat tiga jenis penyakit hati yang sering ditemukan yaitu Hepatitis, Sirosis Hati dan Kanker Hati. Hepatitis adalah peradangan pada hati. Kerusakan sel hati pada hepatitis masih dapat pulih kembali jika pasien beristirahat dan mendapat gizi yang baik. Sebaliknya, sirosis mencakup semua bentuk penyakit hati yang memasuki stadium terminal dengan ditandai oleh kerusakan sel-sel hati, fibrosis dan infiltrasi lemak pada hati. Apabila hati sudah tidak berfungsi sama sekali akan menyebabkan menurunnya kesadaran yaitu koma hepatikum (Hartono, 2006). Pada stadium akhir, terjadinya gangguan hati yang berawal dari hepatitis tetapi tidak ditangani secara baik dan tuntas serta didukung dengan pola hidup tidak sehat maka akan mengakibatkan terjadinya gangguan hati yang lebih parah hingga ganas seperti kanker hati atau hepatoma. Gejala klinis penyakit pada gangguan hati biasanya disertai dengan anoreksia, demam, rasa mual, muntah, serta jaundice (kekuningan). Kemudian urin berwarna gelap, nyeri tekan dan pemberasan hati. Penyebab penyakit hati bervariasi, sebagian besar disebabkan oleh virus yang menular secara oral, parenteral, seksual, dan lain sebagainya. Penyebab lain dari penyakit hati adalah akibat efek toksik dari obat-obatan, alkohol, racun, serta dapat terjadi karena kebiasaan konsumsi makanan yang tidak sehat. Gaya hidup dan pola makan yang tidak baik dan tidak sehat mengakibatkan seseorang mudah terserang penyakit. Penyakit gangguan hati sering akibatkan oleh virus hepatitis yang pada umumnya merupakan virus hepatitis A dan virus hepatitis B. Virus hepatitis dapat menular melalui makanan sedangkan virus hepatitis B menular melalui jarum suntik dan transfusi darah.



1.2 Tujuan Tujuan umum dari praktik kerja ini adalah mempelajari penatalaksanaan diet penderita penyakit hati yang dirawat inap di rumah sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo. Tujuan khusus praktik kerja adalah : 1. Memperlajari proses assesmen gizi awal pasien baru yang dirawat inap dirumah sakit. 2. Mengamati alur pemesanan dan penyajian diet bagi penderita rawat inap. 3. Mengkaji masalah gizi penderita penyakit hati melalui identifikasi riwayat penyakit dan riwayat gizi, tanda dan gejala penyakit, baik yang bersifat subyektif maupun obyektif. 4. Mempelajari etiologi penyakit dan patofisiologi penyakit hati, sehingga dapat ditentukan tjuan dan jenis diet. 5. Mengidentifikasi syarat diet yang diberikan bagi penderita penyakit hati. 6. Menghiung kebutuhan energi dan zat gizi penderita penyakit hati. 7. Mengidentifikasi jenis bahan, teknik pengolahan, serta menu diet bagi penderita penyakit hati. 8. Memorsikan diet serta mengamati sisa makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, hidangan sayur, buah, dan makanan selingan, sehingga dapat dihitung konsumsi masing-masing hidangan. 9. Mengidentifikasi konsumsi makanan dari luar rumah sakit melalui recall konsumsi makanan, serta gizi parenteral dan formula enteral yang diberika kepada penderita. 10. Menghitung tingkat kecukupan energi dan protein. 11. Memperkirakan kontribusi karbohidrat, lemak, protein terhadap kebutuhan energi sehari. 12. Mengkaji metode konseling gizi kepada pasien dan keluarganya.



2. ASSESMEN GIZI AWAL DAN FREKUENSI MAKANAN PASIEN SEBELUM MASUK KE RUMAH SAKIT



2.1 Assesmen Gizi Awal Penderita Rawat Inap Proses pelayanan gizi rawat inap terdiri dari assesmen atau pengkajian gizi awal bagi pasien rawat inap di rumah sakit. Assesmen gizi awal dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien yang membutuhkan asuhan gizi secara khusus atau tidak. Assesmen gizi awal atau skirining gizi dilakukan sekali dalam 1 sampai 2 minggu untuk mencegah terjadinya keadaan gizi yang salah (Almatsier, 2013). Dalam proses skrining gizi hal yang biasanya ditanyakan langsung pada pasien rawat inap adalah kebiasaan makan atau frekuensi makan sebelum masuk ke rumah sakit. Karena apabila pasien memiliki kebiasaan makan yang tidak sehat dapat menjadi faktor timbulnya penyakit yang dideritanya. Assesmen gizi awal penderita rawat inap dapat dilakukan dengan cepat dan sederhana oleh perawat atau dietisien. Hal yang perlu diperhatikan adalah



adanya riwayat perubahan berat badan yang berarti. Perubahan berat badan lebih dari ± 10% dalam waktu singkat maka perlu adanya asuhuan gizi lanjutan. Informasi yang perlu dikumpulkan dalam assesmen gizi awal yaitu data identitas, data antropometri, data laboratorium, masalah saluran cerna pada pasien dan riwayat makan, penggunaan obat atau terapi, serta masalah yang dialami oleh pasien yang berkaitan dengan gizi. Data assesmen awal dapat diambil dari rekam medik dan/atau dari wawancara langsung dengan pasien. Assesmen gizi awal dilakukan kepada 8 pasien diruang Mawar, Asoka, Dahlia, dan Pavilliun Soeparjo Rustam di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. 2.1.1 Data Identitas Pasien Data identitas pasien sangat diperlukan dalam melakukan assesmen gizi awal sebagai bahan informasi perawat atau dietisien yang bertugas untuk melakukan assesmen tersebut. Data identitas pasien meliputi nama, no rekam medik, jenis kelamin, umur, pekerjaan, aktivitas, dan diagnosa. Data tersebut dapat diperoleh dari hasil membaca rekam medik pasien atau dengan menanyakan langsung kepada pasien. Data identias pasien assesmen gizi awal dapat dilihat pada Tabel 1.



Nama



Gender



Tn. TW



Laki-laki



Umur (tahun) 37



Nn. N Tn. WR Tn. WP Tn. ED



Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki



18 61 56 57



Ny. NG Ny. RK



Tabel 1 Data Identitas Pekerjaan Aktifitas Wiraswasta Ringan Pelajar Petani Pensiun Pedagang



Ringan Berat Ringan Ringan



Perempuan 52



IRT



Ringan



Perempuan 39



IRT



Ringan



Diagnosa Medik HepB + Kolelithiasis Hepatoma + Asites Hepatoma Hep B + Sirosis Hati Hep B, sups Hepatoma Hep B kronik + Bronkopeuneumoni Sirosis Hati + Asites



Tabel 1 menunjukan data identitas dari ketujuh pasien yang telah dilakukan assesmen gizi awal. Dari kelima pasien terdapat tiga pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan empat pasien dengan jenis kelamin perempuan. Rata-rata aktifitas ketujuh pasien tersebut adalah ringan dengan jenis pekerjaan yang berbeda. Terdapat satu pasien berusia 30th dengan diagnosa Hepatitis B, Sirosis Hati dan Hepatoma. 2.1.2 Data Antropometri Data antropometri merupakan data selanjutnya yang diperlukan saat melakukan assesmen gizi awal pasien. Data antropometri terdiri dari berat badan, tinggi badan, indeks masa tubuh, berat badan ideal, dan persentase berat badan ideal. Indeks masa tubuh didapat dari berat badan dalam kg dibagi dengan tinggi



badan dalam meter kuadrat. Indeks masa tubuh tersebut di hitung untuk mengetahui status gizi pasien. Jika terdapat pasien dengan keadaan tidak dapat berdiri atau tidak mengetahui berat badan dan tinggi badan maka dilakukan pengkuran LLA (lingkar lengan) untuk mengetahui berat badan dan pengkuran TL (tinggi lutut) atau ULNA untuk mengetahui tinggi badan pasien. Data antropometri pasien dapat dilihat pada Tabel 2.



Tabel 2 Data Antopometri dan Status Gizi Nama



BB (kg)



TB (cm)



IMT Status Gizi (kg/m²



BBI (kg)



Tn. TW Nn. NN Tn. WR Tn. WP Tn. ED Ny. NG Ny. RK



55 36 49 49 38 49 40



160 153 161 168 158 150 152



21,5 18,9 16,7 15,2 -



50 48 59 61 52 57 47



Normal Kurang Normal Kurang Kurang Kurang Kurang



Perubahan berat badan 6 bulan terakhir Turun 5 kg Turun 15 kg Turun 8 kg Turun 2 kg Turun 5 kg Turun 5 kg Turun 3 kg



Berdasarkan tabel diatas didapat data bahwa dari ketujuh pasien terdapat dua pasien dengan status gizi normal sementara kelima pasien lainnya memiliki status gizi underweight. Tiga pasien diantaranya tidak dapat ditentukan indeks masa tubuh (IMT) karena adanya asites atau edema pada pasien di bagian perut dan kaki. Terjadinya penurunan berat badan yang dialami oleh semua pasien selama dalam kurun waktu enam bulan. Rata-rata penurunan berat badan tersebut terjadi sekitar dua hingga lima kg, tetapi terdapat dua pasien yang mengalami penurunan berat badan yang berarti yaitu Tn. WR 8 kg dan Nn. NN 15 kg. Penurunan berat badan yang dialami pasien terjadi karena adanya penurunan nafsu makan saat pasien mulai merasakan keluhan mengenai penyakit yang dideritanya. 2.1.3 Data Laboratorium Data laboratorium merupakan data hasil pemeriksaan laboratorium berupa suatu informasi untuk menentukan diagnosa dan keadaan klinis pasien. Setiap pasien yang datang ke rumah sakit harus melakukan cek laboratorium agar dapat memastikan diagnosa pasien tersebut. Pada umumnya hasil pemeriksaan laboratorium tersebut meliputi kadar albumin, hemoglobin, hematokrit, limfosit, dan leukosit. Namun data yang dihasilkan disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan, misal pada pasien dengan gejala ikterik (kekuningan) dan diagnosa gangguan hati maka perlu pengecekan kadar SGOT dan SGPT nya. Data laboratorium yang terdapat pada rekam medik menunjukan keadaan pasien saat masuk ke rumah sakit dan pemeriksaan laboratorium tersebut dilakukan secara berkala guna memantau keadaan pasien tiap harinya. Nilai laboratorium pasien dapat dilihat pada Tabel 3.



Nama Tn. TW Nn. NN Tn. WR Tn. WP Ny. KS Ny. NG Ny. RK



Albumin (mg/dl) 5,76 2,96 2,17 1,3 2,24



Tabel 3 Data Laboratorium Hemoglobin Hematokrit (mg/dl) (%) 13,7 36 8,7 26 12,9 36 10,1 27 12,5 37 10 27 6,6 20



Limfosit (%) 8,8 7,2 5,4 17,3



Leukosit (ribu/ml) 10.200 16340 7240 9900 12500 15150 9330



Tabel 2 menunjukan data laboratorium ketujuh pasien yang telah dilakukan assesmen gizi awal. Data laboratorium tersebut didapat dari rekam medik atau status pasien diruang masing-masing ruang perawatan. Kadar albumin pada kelima pasien berada dibawah batas normal normal yaitu 3,4 – 5 g/dl, sehingga dikatakan pasien terjadi hipoalbuminemia. Adanya hipoalbumin tersebut menunjukan bahwa pasien beresiko asites atau edema. Sementara dari kelima pasien tersebut dua diantaranya telah diketahui bahwa adanya asites atau edema pada pasien. Dilihat dari kadar hemoglobin pada data laboratorium, rata-rata pasien mengalami anemia. Hanya terdapat satu pasien dengan kadar hemoglobin normal yaitu Tn. TW. Kadar hematokrit menunjukan proporsi volume darah dalam persen, pasien dengan anemia kadar hematokritnya akan rendah. Sementara untuk kadar limfosit terjadi penurunan atau kadar limfosit rendah pada semua pasien. Dan pada kadar leukosit rata-rata pasien mengalai leukositosis atau peningkatankadar leukosit darah. 2.1.4 Masalah Saluran Cerna Pada umumnya, kebanyakan pasien di rumah sakit mengalami masalah saluran cerna akibat efek samping obat dan penurunan fungsi saluran pencernaan pada saat terinfeksi suatu penyakit. Masalah saluran cerna yang dialami pasien yaitu mual, muntah, diare, sembelit, kesulitan mengunyah, dan kesulitan menelan. Masalah saluran cerna yang paling sering dialami pasien yaitu mual (nausea) dan muntah (vomitus) terutama pada pasien yang menderita penyakit dalam. Masalah saluran cerna ini harus ditanyakan langsung kepada pasien karena hal tersebut berkaitan dengan cara makan pasien atau jenis diet yang diberikan.



Masalah Saluran Cerna Mual Muntah Diare Sembelit Kesulitan Mengunyah Kesulitan Menelan



Tabel 4 Tn. TW    -



Masalah Saluran Cerna Pasien Nn. Tn. Tn. Tn. NN WR WP ED              -



Ny. NG    



Ny. RK   



Berdasarkan tabel diatas masalah saluran cerna yang dialami oleh semua pasien adalah mual. Terdapat empat pasien dengan mual yang disertai muntah. Terdapat empat dari ketujuh pasien mengalami diare atau konsistensi feses yang lebih cair, sementara ketiga pasien mengalami konstipasi atau sembelit. Kesulitan mengunyah dan menelan makanan dialami oleh Tn. WP dan Ny. NG sehingga makanan yang diberikan berkonsistensi saring dan cair. Selain kedua pasien tersebut, kesulitan menelan makanan pun dialami oleh Ny. RK. 2.1.5 Riwayat Makanan dan Penggunaan Obat Riwayat makanan pasien merupakan jenis makan pasien sebelum dilakukannya assesmen/skrining gizi awal. Riwayat makanan pada pasien meliputi makanan parenteral total, makanan enteral, dengan atau tanpa suplemen gizi, serta tidak ada asupan makanan selama > 3 hari. Data riwayat makanan pasien dapat diperoleh dengan melihat langsung keadaan pasien. Pasien dengan keadaan koma biasanya hanya mendapat asupan makanan berupa parenteral total, atau mendapat formula enteral melalui sonde. Assesmen gizi awal yang dilakukan dengan mencatat riwayat makanan pasien ini berguna untuk menentukan jenis diet yang akan diberikan kepada pasien. Apabila pasien yang sebelumnya mendapat riwayat makanan parenteral total sudah mampu menerima makanan enteral, maka perawat atau ahli gizi ruangan dapat mengganti jenis diet pasien tersebut. Selain riwayat makanan, penggunaan obat pun perlu diperhatikan karena terdapat beberapa obat yang dapat mengganggu dalam proses penyerapan zat gizi. Dengan demikian ahli gizi perlu mengkaji lebih mendalam mengenai jenis diet yang akan diberikan. Riwayat makanan dan pengggunaan obat dapat dilihat pada Tabel 5.



Nama Tn. TW Nn. NN Tn. WR Tn. WP Tn. ED Ny. NG Ny. RK



Tabel 5 Riwayat Makanan dan Penggunaan Obat Gender Umur Riwayat Makanan Penggunaan Obat L 37 Tanpa suplemen gizi Curcuma P 18 Tanpa suplemen gizi Curcuma L 61 Tanpa suplemen gizi Curcuma L 56 Tanpa suplemen gizi Curcuma. Vit K L 57 Tanpa suplemen gizi Curcuma P 52 Makanan enteral Curcuma, Vit K P 39 Puasa > 3 hari Curcuma, Vit K



Tabel diatas menjelaskan mengenai riwayat makan dan penggunaan obat pasien pada saat dilakukannya assesmen gizi awal. Berdasarkan data tersebut bahwa lima dari tujuh pasien memiliki riwayat makan tanpa suplemen gizi. Sementara satu pasien dengan riwayat makanan enteral karena keadaan pasien yang tidak mampu menerima makanan secara peroral, oleh karena itu diberikan makanan enteral melalui sonde. Kemudian satu pasien lain memiliki riwayat makanan yaitu puasa >3 hari, karena pasien tersebut dalam proses pembersihan lambung dengan menggunakan NGT sehingga pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi makanan untuk beberapa hari. Dalam penggunaan obat, semua pasien diberikan jenis vitamin berupa curcuma untuk membantu dalam meningkatkan nafsu makan pasien. Selain itu, terdapat tiga pasien yang diberikan



berupas suplemen vitamin yaitu vitamin K. Pasien yang diberikan vitamin tersebut mengalami kondisi tinja disertai dengan darah (melena), sehingga diberikan vitamin K untuk menghentikan perdarahan.



2.2 Frekuensi Makanan Sebelum Masuk Rumah Sakit



Frekuensi makan merupakan jumlah waktu makan dalam sehari meliputi makanan lengkap (full meal) dan makanan selingan (snack). Jumlah frekuensi makan seseorang bergantung pada ketersediaan biaya dan jenis makanan yang disukai. Makanan yang disukai seseorang akan lebih banyak dikonsumsi dibandingkan dengan makanan lainnya, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi frekuensi makanan muncul lebih sering dalam sehari. Data mengenai frekuensi makanan pasien sebelum masuk rumah sakit didapat dengan menggunakan metode recall, yaitu pasien mengingat kembali makanan yang sering dikonsumsi di rumah setiap harinya. Metode ini dilakukan agar mengetahui makanan apa saja yang dikonsumsi oleh pasien sehingga dapat diberikan konsultasi gizi mengenai jenis makanan yang tidak seharusnya dikonsumsi pasien yang berkaitan dengan penyakit yang dideritanya. Frekuensi makanan pasien sebelum masuk ke rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Frekuensi Makanan Sebelum Masuk Rumah Sakit Frekuensi Makan / mg Nama Bahan Nama Pasien Tn TW Nn NN Tn WR Tn WP Beras >14x >14x >14x >14x Mie