Penatalaksanaan Peritonitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Penatalaksanaan Peritonitis 1. Konservatif Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan : - Memuasakan pasien - Dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal - Pengganti cairan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena - Pemberian antibiotik yang sesuai - Pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya Pengobatan yang pertama diberikan ialah tindakan yang suportif dengan segera yaitu infus darah plasma atau whole blood dan albumin, larutan, ringer, dekstrosa 5%, atau NaCl fisiologi. Kortikosteroid dianjurkan oleh beberapa ahli untuk mengatasi renyatan dan perlu diberikan dengan dosis tinggi. Misalnya metilprednison 30 mg/kg BB/hari. Akan tetapi ada yang mendapatkan hasil yang memuaskan dengan kortikosteroid, tetapi dapat mengaburkan paremeter untuk memantau hasil pengobatan. Naloxono sutu antagonis reseptor opium dapat mengatasi renyatan pada binatang percobaan akan tetapi pada manusia hasilnya mengecewakan. Bila ada hipoksia diberikan oksigen. Parameter yang penting untuk membimbing pemberian cairan ialah tanda-tanda vital, diuresis, dan CVP. Juga perlu diperiksa apakah ada tanda-tanda DIC. Pada pasien dengan peritonitis umum biasanya terjadi ileus paralitik, maka perlu di pasang pipa nasogastrik (nasogastric tube) untuk di kompresi. Analgetik dan obat sedaktif jangan sering di berikan kecuali bila diagnosis sudah ditegakkan. a. Pemberian oksigen Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi di perlukan. b. Resusitasi cairan Biasanya dengan kristaloid, volumenya berdasarkan derajat syok dan dehidrasi. Penggantian elektrolit (biasanya potassium) biasanya dibutuhkan. Pasien harus dikateterisasi untuk memonitor output urine tiap jam. Monitoring tekanan vena sentral dan penggunaan inotropik sebaiknya digunakan pada pasien dengan sepsis atau pasien dengan komorbid. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran ke dalam ruang vaskuler.



c. Analgetik Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intu basi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dalam meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspensi paru dan menyebabkan distress pernapasan. d. Antibiotik Terapi antibiotik massif biasanya dimulai di awal pengobatan peritonitis. Dosis besar dari antibiotik spectrum luas di berikan secara intravena sampai organisme penyebab infeksi diidentifikasi dan terapi antibiotic khusus yang tepat dapat dimulai. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (apendiks) reaksi dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki (perforasi) dan drainase (abses). Pada sepsis yang luas,perlu di buat di versi fekal. Harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob, diberikan intravena. Cefalosporin generasi III dan metronidazole adalah strategi primer. Bagi pasien yang mendapatkan peritonitis di RS (misalnya oleh karena kebocoran anastomose) atau yang sedang mendapatkan perawatan intensif, dianjurkan terapi lini kedua diberikan meropenem atau kombinasi dari piperacillin dan tazobactam. Terapi antifungal juga harus dipikirkan untuk melindungi dari kemungkinan terpapar spesies Candida. Ada yang menganjurkan pemberian antibiotik intraperitoneal setelah rongga peritoneum bersih, misalnya 100cc- 200cc kanamisin 0,5% dengan hasil yang baik. Akan tetapi banyak ahli yang memandang antibiotik intraperitoneal tidak diperlukan karena kemungkinan rangsangan toksis dan antibiotik parenteral sudah mencapai kadar yang memuakan dimperitoneum. Pengobatan pilihan terhadap infeksi aktif adalah sebagai berikut : - Cefotaxim i.v minimal 2 gram tiap 12 jam selama 5 hari i.v - Kombinasi 1 gram amoxillin dan 0,2 gram asam klavulanat i.v - Ofloxacin oral 400 mg setiap 12 jam. Pemberian ofloxacin peroral ini menguntungkan bagi pasien PSB tanpa komplikasi yang tidak perlu dirawat Profilaksis :



Norfloxacin 400 mg tiap 12 jam selama 7 hari. Pada pasien yang baru sembuh sampai dari PSB maka Norfloxacin diberikan paling sedikit selama 6 bulan. Akhir-akhir ini drainase dengan panduan CT-scan dan USG merupakan pilihan tindakan nonoperatif yang mulai gencar dilakukan karena tidak terlalu invasif, namun terapi ini lebih bersifat komplementer, bukan kompetitf dibanding laparoskopi, karena seringkali letak luka atau abses tidak terlalu jelas sehingga hasilnya tidak optimal. 2. Definitif a. Laparatomi Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung dari lokasi yang ditentukan, tujuannya untuk : - Menghilangkan kausa peritonitis - Mengkontrol origin sepsis dengan membuang organ yang mengalami inflamasi atau ischemic (atau penutupan viscus yang mengalami perforasi) - Peritoneal lavage, Mengkontrol sumber primer dari sepsis adalah sangat penting. Relaparotomi mempunyai peran yang penting pada penanganan pasien dengan peritonitis sekunder, dimana setelah laparotomi primer berefek memburuk atau timbul sepsis. Re-operasi dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Relaparotomi yang terencana biasanya dibuat dengan membuka dinding abdomen dengan pisau bedah sintetik untuk mencegah eviserasi b. Laparaskopi Teori bahwa resiko keganasan pada hiperkapnea dan syok septik dalam absorbsi karbondioksida dan endotoksin melalui peritoneum yang mengalami inflamasi, belum dapat dibuktikan. Tetapi, laparoskopi efektif pada penanganan appendicitis akut dan perforasi ulkus duodenum. Laparoskopi dapat digunakan pada kasus perforasi kolon, tetapi angka konversi ke laparotomi lebih besar. Syok dan ileus adalah kontraindikasi pada laparoskopi. c. Drain Efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi cepat melekat pada dinding sehingga seringkali gagal untuk menjangkau rongga peritoneum. Ada banyak kejadian yang memungkinkan penggunaan drain sebagai profilaksis setelah laparotomi.



Prognosis Peritonitis Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen. Lebih cepat diambil tindakan lebih baik prognosisnya. The prognosis for peritonitis depends on the type of the condition. The outlook for people with secondary peritonitis tends to be poor, especially among the elderly, people with weakened immune systems, and those who have had symptoms for longer than 48 hours before treatment. The long-term outlook for people with primary peritonitis due to liver disease also tends to be poor. However, the prognosis for primary peritonitis among children is usually very good after treatment with antibiotics.



Referensi : Wim de jong, Sjamsuhidayat R. 2011. Buku ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S. 2000. Bedah Digestif dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. Rotstein, O. D, Simmins. R. L. 1997. Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam Terapi Bedah Mutakhir Edisi 4 Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara.