4 0 161 KB
MAKALAH PENATALAKSANAAN STROKE
OLEH: Wahyu Ezterina A.P
2019012215
Wahyu Ismayanti
2019012215
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS 2021/2022 S1 KEPERAWATAN
DAFTAR ISI
Halaman Cover .......................................................................................................i Kata Pengantar .......................................................................................................ii Daftar isi ...............................................................................................................iii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang .............................................................................3
C.
Tujuan Penulisan ..........................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA A.
BAB V
Penatalaksanaan ...........................................................................4
PENUTUP 5.1
Kesimpulan..................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologik yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat dan bentukbentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. Di seluruh dunia, angka kejadian rata-rata stroke sekitar 180 per 100.000 per tahun (0,2 %) dengan angka prevalensi 500-600 per 100.000 (0,5 %). Stroke merupakan penyakit system saraf yang paling sering dijumpai dan merupakan peringkat ke-3 penyebab kematian di USA. Kira-kira 200.000 kematian dan 200.000 orang dengan gejala sisa akibat stroke pada setiap tingkat umur, tapi yang paling sering pada usia 75 – 85 Tahun. Pada bagian ini terminologi CVA akan dipakai sebagai istilah umum.
CVA dapat didahului oleh banyak faktor pencetus dan
seringkali berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabakan masalah penyakit vascular, termasuk sakit jantung, hipertensi, DM, Obesitas, Kolesterol, merokok, stress, cara hidup. Perawatan umum klien terdiri dari perawatan 6 B dan perawatan fungsi luhur. Mengetahui keadaan tersebut diatas maka peran perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain sangat dibutuhkan baik masa akut atau sesudahnya. Usaha yang dapat dilaksanakan mencakup pelayanan kesehatan secara menyeluruh, mulai promotif, preventif, kuratif sampai dengan rehabilitasi. B. Tujuan penulisan Tujuan dari perawatan pasca stroke sendiri yaitu untuk meningkatkan kemapampuan fungsional pasien yang dapat membantu pasien manjadi mandiri secepat mungkin, untuk mencegah terjadinya komplikasi, untuk mencegah terjadinya stroke berulang, meningkatkan kualitas hidup
BAB II PENATALAKSANAAN UMUM STROKE AKUT A. PENATALAKSANAAN DI UGD 1. Evaluasi dan diagnosis cepat Karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka harus dilakukan evaluasi dan diagnosis klinik yang cepat, sistematis dan cermat, meliputi: 1. Anamnesa, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan, gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor2 resiko stroke (hipertensi, hiperkolesterol, diabetes, dll). 2. Pemeriksaan Fisik, meliputi penilaian ABC, nadi, oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misal cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda2 distensi vena jugularis pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan dada (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas. 3. Pemeriksaan Neurologi dan Skala Stroke, Pemeriksaan neurologi terutama pemeriksaan saraf kraniales, rangsang meningeal, sistem motorik, sikap dan cara jalan, refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang disarankan saat ini adalah NIHSS (NATIONAL Institutes of Health Stroke Scale). Skala Stroke Institut Kesehatan Nasional Barang 1A
yang
Judul
Tanggapan dan Skor
Tingkat kesadaran
0—waspada
Diuji
1—mengantuk 2—diperoleh 3—koma/tidak responsive 1B
Pertanyaan orientasi (2) 0—menjawab keduanya dengan benar 1—menjawab
satu
dengan benar 2—tidak
menjawab
dengan benar 1C
Tanggapan perintah (2)
terhadap0—melakukan
kedua
tugas dengan benar 1—melakukan satu tugas dengan benar 2—tidak
melakukan
keduanya 2
Tatapan
0—gerakan
horizontal
normal 1—kelumpuhan pandangan sebagian 2—kelumpuhan tatapan total 3
Bidang visual
0—tidak
ada
cacat
bidang visual 1—hemianopia parsial 2—hemianopia total 3—hemianopia bilateral 4
Gerakan wajah
0—normal 1—kelemahan
wajah
ringan 2—kelemahan
wajah
sebagian 3—kelumpuhan unilateral lengkap 5
Fungsi motorik (lengan) 0—tidak
ada
penyimpangan A. Kiri
1—melayang sebelum 5 detik
B. Benar
2—jatuh
sebelum
10
detik 3—tidak
ada
upaya
melawan gravitasi 4—tidak ada gerakan 6
Fungsi motorik (kaki)
0—tidak
ada
penyimpangan A. Kiri
1—melayang sebelum 5 detik
B. Benar
2—jatuh sebelum 5 detik 3—tidak
ada
upaya
melawan gravitasi 4—tidak ada gerakan 7
Ataksia tungkai
0—tidak ada ataksia 1—ataksia
pada
1
pada
2
anggota badan 2—ataksia anggota badan 8
Indrawi
0—tidak ada gangguan sensorik 1—kehilangan sensorik ringan 2—kehilangan sensorik yang parah
9
Bahasa
0—normal 1—afasia ringan 2—afasia berat 3—afasia
bisu
atau
global 10
Artikulasi
0—normal 1—disartria ringan 2—disartria parah
11
Kepunahan
atau0—tidak ada
kurangnya perhatian 1—ringan (kehilangan 1 modalitas sensorik) 2—berat (kehilangan 2
modalitas)
4. Studi diagnostik, meliputi: Studi Diagnostik Segera: Evaluasi Pasien Dengan Dugaan Stroke Iskemik Akut Semua pasien CT otak nonkontras atau MRI otak Gula darah Elektrolit serum/tes fungsi ginjal EKG Penanda iskemia jantung Hitung darah lengkap, termasuk jumlah trombosit* Waktu protrombin/rasio normalisasi internasional (INR)* Waktu tromboplastin parsial teraktivasi* Saturasi oksigen Pasien terpilih Tes fungsi hati Layar toksikologi Tingkat alkohol darah Tes kehamilan Tes gas darah arteri (jika dicurigai hipoksia) Radiografi dada (jika dicurigai penyakit paru-paru) Pungsi lumbal (jika dicurigai perdarahan subarachnoid dan CT scan negatif untuk darah) Elektroensefalogram (jika dicurigai kejang) *Meskipun hasil tes ini perlu diketahui sebelum memberikan rtPA, terapi trombolitik tidak boleh ditunda sambil menunggu hasil kecuali (1) ada kecurigaan klinis kelainan perdarahan atau trombositopenia, (2) pasien telah menerima heparin atau warfarin, atau (3) penggunaan antikoagulan tidak diketahui. Dicetak ulang dari Christensen et al dengan izin dari Journal of Neurological Science.
2. Terapi Umum (suportif) A. stabilisasi jalan nafas dan pernafasan - Pemasangan ETT pada pasien tidak sadar, bantuan ventilasi pada pasien dengan penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar denganh gangguan jalan nafas.
Berikan bantuan oksigen pada pasien hipoksia, pasien stroke yang tidak hipoksia tidak memerlukan suplemen oksigen
Intubasi ET atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pasien dengan resiko aspirasi. Usahakan pipa ET tidak terpasang lebih dari 2 minggu, kalau lebih disarankan untuk dilakukan trakeostomi.
B. Stabilisasi hemodinamik (sirkulasi)
Berikan cairan kristaloid atau koloid iv (hindari pemberian cairan hipotonik seperti glukosa).
dan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), untuk melimpahkan cairan dan sarana memasukkan cairan dan nutrisi. Usahakan CVC antara 5 – 12 mmHg.
Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik di bawah 120 mmHg, dan cairan sudah mencukupi dapat diberikan obat-obatan vasopresor secara titrasi seperti dopamin atau norepinefrin/epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg.
Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke iskemik.
Bila terdapat penyakit jantung kongestif, konsul kardiologi.
Hipotensi arteri harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang menyebabkan penurunan curah jantung harus dikoreksi.
C. Pemeriksaan awal fisik umum
tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal : derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan okulomotor, keparahan hemiparesis.
D. Pengendalian peninggian TIK
Pemantauan ketat penderita dengan risiko edema serebral dengan memperhatikan gejala dan tanda neurologi pada hari-hari pertama setelah serangan stroke.
Monitor tekanan intra kranial harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan penderita yangmengalami penurunan kesadaran karena kenaikkan TIK.
Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg.
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK meliputi : ~ Tinggikan posisi kepala 20 – 30° ~ penekanan pada vena jugulare ~ pemakaian cairan glukosa atau cairan hipoik. ~ mengatasi hipertermia ~ Jaga normovolemia ~ Osmoterapi atas indikasi :
manitol 0,25 – 0,50 gr/kgBB selama > 20 menit, diulangi setiap 4 – 6 jam dengan target 310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi.
Jika perlu diberikan furosemide dengan dosis awal 1 mg/kgBB iv.
~ Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 – 40 mmHg) ~ Paralisis neuromuskular dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat mengurangi naiknya ICP dengan cara mengurangi naiknya TIK dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator. Pasien dengan peningkatan kritis TIK sebaiknya diberikan relaksan otot sebelum tindakan suction atau lidokain sebagai alternatif.
~ Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi udem otak dantekanan TIK yang tinggi pada stroke iskemik, pemberiannya diperbolehkan bila yakin tidak ada kontraindikasi. ~ Drainase ventrikuler lebih dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar. ~ Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan efek massa dapat menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik. C. Penanganan transformasi hemoragik D. Tidak ada rekomendasi khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimtomatik, sedang untuk terapi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan. E. pengendalian
Bila diberikan diazepam bolus lambat iv 5 – 10 mg diikuti pemberian phenitoin loading dose 15 – 20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
Bila belum teratasi maka perlu rawat di ICU.
Tidak disarankan memberikan profilaktik antikonvulsan pada penderita stroke iskemik tanpa kejang.
Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaktik selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak ada selang waktu pengobatan.
F. Pengendalian suhu tubuh
Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diberikan antipiretika dan penyebabnya.
Berikan acetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5°C.
Pada pasien demam atau bahaya terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotika. Jika memakai kateter ventrikuler, Analisis CSS harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis. Jika didapatkanmeningitis harus diikuti terapi antibiotik.
G. Pemeriksaan Penunjang EKG
Laboratorium : kimia darh, fungsi ginjal, hematologi, dan faal hemostasis, kadar gula darah, Analisis urin, Analisis gas darah dan elektrolit.
Bila ada kecurigaan PSA lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan CSS.
Pemeriksaan radiologi : rontgen dada, CT scan
B. PENATALAKSANAAN UMUM DI RUANG RAWAT 1. KAIRAN A. Berikan ciran isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5 – 12 mmHg. B. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral) C. Keseimbangan cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (urin sehari + 500 ml + 300 ml per kenaikan panas 1 derajat celcius). D. Elektrolit (sodium, potasium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai mencapai nilai normal. E. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai hasil analisa gas darah. F. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa yang harus dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia. 2. NUTRISI A. Nutrisi enteral paling lambat harus sudah diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes berfungsi baik. B. Bila terdapat gangguan atau kesadaran menurun, makanan tidak diberikan melalui pipa nasogastrik. C. Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
Karbohidrat 30-40% dari total kalori
Lemak 20-35% (pada gangguan nafas lebih tinggi, 35-55%)
Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1,4-2,0
g/kgBB/hari; pada gangguan fungsi ginjal < 0,8 g/kgBB/hari)
Jika kemungkinan penggunaan pipa nasogastrik diperkirakan > 6 minggu, pertimbangkan untuk gastrotomi.
D. pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak mendukung, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
E.
Perhatikaan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang diberikan (misal: menghindari makanan yang banyak mengandung vit K pada pasien yang mendapat warfarin).
3. PENCEGAHAN DAN MENGATASI KOMPLIKASI A. Mobilisasi kontrak penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedi dan perlu dilakukan) B. Berikana antibiotik atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan sensitivitas kuman atau terapi minimal empiris sesuai dengan pola kuman. C. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan/atau memakai kasur antidekubitus. D. Pencegahan DVT dan emboli paru. E. Pada pasien tertentu yang berbahaya menderita DVT perlu diberikan heparin subkutan 5000 iu dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid. Perlu diperhatikan terjadinya perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral. Pada pasien yang tidak bisa menerima antikoagulan, untuk mencegah DVT pada pasien imobilisasi pasti penggunaan stocking eksternal atau Aspirin. 4. PENATALAKSANAAN MEDIK YANG LAIN A. Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. B. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, jika perlu diberikan minor dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepin short acting atau propofol. C. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi. D. Berikan antagonis H2 apabila ada indikasi (perdarahan lambung). E. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir atau memandikan pasien dapat mempengaruhi TIK. F. Mobilisasi bertahapbila hemodinamik dan pernafasan stabil. G. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten.
H. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, MRI, Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE dan lain-lain sesuai indikasi. I. Edukasi keluarga. J. Perencanaan pulang (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit). KEDARURATAN MEDIK STROKE AKUT 1. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA STROKE AKUT I.
Pedoman pada Stroke Iskemik Akut
1. Penatalaksanaan Peningkatan Tekanan Darah
Pada penderita dengan tekanan diastolik > 140 mmHg (atau > 110 mmHg bila akan dilakukan terapi trombolisis) darah sebagai penderita hipertensi emergensi berupa infus kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dan lain-lain.
Jika tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg, berikan labetolol iv selama 1-2 menit. Dosis labetolol dapat diulang atau digandakan setiap 10 – 20 menit sampai penurunan tekanan darah yang dapat dicapai atau tercapai dosis 300 mg yang diberikan melalui teknikbolus mini. Setelah dosis awal, labetolol dapat diberikan setiap 6 – 8jam bila diperlukan.
Jika tekanan darah sistolik < 220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik < 120 mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali ada bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi dan sebagainya . Jika peninggian tekanan darah tersebut menetap pada dua kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan 200 – 300 mg labetolol 2-3 kali sehari sesuai kebutuhan. Pengobatan alternatif yang memuaskan selain labetolol adalah nifedipine oral 10 mg setiap 6 jam atau 6,25 – 25 mg kaptopril setiap 8 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil, atau jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan labetolol iv seperti cara di atas atau obat pilihan lainnya (urgensi).
Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya sampai 20-25% dari tekanan darah arteri rerata pada jam pertama, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per kasus.
2. Penatalaksanaan Penurunan Tekanan Darah
pastikan tekanan darah penderita rendah, yaitu sistolik < 120 mmHg (pada pengukuran tekanan darah brakhial kiri yang digunakan adalah tekanan darah yang tinggi)
Penggunaan obat-obat vasoaktif dapat diberikan dalam bantuk infus dan disesuaikan dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti takikardia.
Pemberian dopamin yang dimulai dengan dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah optimal, yaitu berkisar 140 sistolik pada kondisi akut stroke. II.
Pedoman pada Stroke Intraserebral
Pedoman Penatalaksanaan :
Hilangkan faktor-faktor yang berisiko meningkatkan tekanan darah, seperti retensi urin, nyeri, demam, peningkatan tekanan intrakranial, stres emosional dan sebagainya.
Bila tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg atau tekanan darah rata-rata arteri > 145 mmHg, berikan nikardipin, diltiazem atau nimodipin (dosis pada tabel).
Bila tekanan sistolik 180 – 220 mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg, atau tekanan darah rata-rata arteri 130 mmHg, berikan: 1. Labetolol 10-20 mg iv selama 1-2 menit. atau gandakan setiao 10 menit sampai maksimum 300 mg atau pemberian dosis awal bolus diikuti oleh labetolol drip 2-8 mg/menit atau; 2. Nicardipin, diltiazem 3. Nimodipin
Pada fase akut, tekanan darah tidak boleh diturunkan > 20-25% dari tekanan darah arteri rata-rata dalam 1 jam pertama.
Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg, tangguhkan pemberian obat anti hipertensi.
Bila terdapat fasilitas pemantauan tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak harus dipertahankan > 70 mmHg.
Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah harus dipertahankan di bawah tekanan rata-rata arteri 130 mmHg.
tekanan darah rata-rata arteri lebih dari 110 mmHg harus segera dilakukan pasca operasi dekompresi.
Bila tekanan darah arterial sistolik turun < 90 mmHg harus diberikan obat menaikkan tekanan darah (vasopresor) PERHATIAN:
1. tekanan darah dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan darah, kandung kemih penuh, nyeri, respons fisiologis dari hipoksia atau peningkatan tekanan intrakranial. 2. Dengan memperhatikan dan melakukan penanganan pada keadaan tersebut di atas akan banyak berpengaruh pada tekanan darah sistemik pada fase menunggu 5-20 menit pengukuran berikutnya. III.
Obat Parenteral untuk Terapi Emergensi Hipertensi pada Stroke Akut
Mula Lama Efek
Obat
Dosis
labetolol
20-80 mg 5-10 iv
kerja kerja 3-6
bolus menit jam
setiap
10
Keterangan
samping Mual,
Terutama untuk
muntah,
kegawatdarurata
hipotensi,
n
menit atau
blok
2
gagal jantung, gagal
mg/menit
kerusakan
infus
hati,
kontinyu
bronkospasm
hipertensi,
atau kecuali
pada jantung
akut
e Nikardipi
5-15
5-15
n
mg/jam
menit
infus
Sepan takikardi jang
Larut
dalam
udara,
tidak
sensitif terhadap
kontinyu
cahaya, infus
vasodilatasi
berja
perifer
dengan
menurunkan
lan
aktivitas pompa jantung Diltiazem
5-40
5-10
g/kg/meni
menit
t
4 jam
infus
Blok
nodus Krisis hipertensi
AV,
denyut
atrium
kontinyu
prematur, terutama usia lanjut
IV.
Obat Oral untuk Terapi Urgensi Hipertensi pada Stroke Akut
Jenis Obat
Nifedipin
Rute
Lisan
Mula
Lama
Dosis
Frekuensi
kerja
kerja
dewasa
Pemberian
15-20
3-6
10 mg
6 jam
menit
jam
Efek samping
Hipotensi, nyeri
kepala,
takikardia, pusing, muka Bukal
5-10
3-6
menit
jam
merah 10 mg
20-30 menit
kaptopril
Lisan
15-30
4-6
6,25-25 30 menit
Hiperkalemia,
menit
jam
mg
insufisiensi ginjal, hipotensi dosis
TL
Klonidin
Prazosin
Lisan
Lisan
5
2-3
6,26-25 30 menit
menit
jam
mg
30
8-12
0,1-0,2
menit
jam
mg
15-30
8 jam
1-2 mg
menit
12 jam
awal
Obat penenang
8 jam
Sakit
kepala,
lelah, mengantuk, lemas
V.
Flowchart Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Akut
BAB III PENUTUP Kesimpulan Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak yang menyebabkan deficit neurologis tiba-tiba yang bertahan selama paling tidak 24 jam. Penatalaksanaan stroke dilihat berdasarkan stadium yang dialami pasien. Stadium terdiri dari stadium hiperakuat diberikan 25 jam pertama setelah gejala stroke. Umumnya terapi yang diberikan adalah tromobolitik dengan activator plasminogen rekombinan jaringan (rt-PA) intervena.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber : - Pedoman Stroke 2007, PERDOSSI Stroke, Jurnal Asosiasi Stroke Amerika 2007