Pendalaman Materi: A. Judul Modul: Gender, Cadar Serta LGBT B. Kegiatan Belajar: (KB 3) C. Refleksi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDALAMAN MATERI (Lembar Kerja Resume Modul)



A. Judul Modul



: GENDER, CADAR SERTA LGBT



B. Kegiatan Belajar



: (KB 3)



C. Refleksi NO



BUTIR REFLEKS I



RESPON/JAWABAN



1. PETA KONSEP



GENDER, CADAR SERTA LGBT



KONSEP DASAR GENDER GENDER



GENDER, CADAR SERTA LGBT



CADAR BAGI WANITA



GENDER DALAM PANDANGAN ISLAM



LGBT (LEBIAN, GAY, BISEKSUAL DAN TRANSGENDER



1



Konsep (Beberapa istilah dan definisi) di KB



2. ISTILAH DAN DEFENISI A. GENDER 1) Konsep Dasar Gender



Gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibangun dari interaksi sosial dan budaya. Sebagai



contoh bahwa



perempuan lebih dipahami sebagai seseorang yang feminim, lemah lembut, serta memiliki sifat-sifat keibuan. Sementara laki-laki lebih dipahami sebagai sosok seseorang yang maskulin, rasionalis, serta memiliki kekuatan yang lebih dari perempuan. Selain itu, dalam pemahaman gender, dikenal juga dengan sifat gender, peran gender, dan ranah gender. Sifat gender merupakan sifat dan tingkah laku yang terdapat pada laki-laki dan perempuan. Peran



gender merupakan hal-hal atau perilaku yang wajar atau tidak dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang berlandaskan pada value (nilai), kultur, serta norma masyarakat yang berlangsung pada waktu tertentu. Sedangkan ranah gender yaitu ruang bagi laki-laki dan perempuan untuk memainkan perannya masing-masing. Ranah dalam hal ini terbagi dua yaitu ranah domestik dan publik Ranah domestik yaitu ruang atau wilayah sekitar kehidupan rumah tangga seperti sumur, dapur dan kasur, sementara wilayah publik yaitu ruang atau wilayah pekerjaan umum seperti pekerjaan di kantor, pasar dan pusat- pusat perbelanjaan. Praktik ketimpangan gender terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu: -



Marginalisasi



atau



proses



peminggiran/pemiskinan,



yang



mengakibatkan kemiskinan secara ekonomi. - Subordinasi, yaitu pemahaman yang meyakini salah satu jenis kelamin dianggap lebih unggul dan urgen dibanding jenis kelamin lain. - Stereotipe, yaitu labeling (pelabelan) terhadap seseorang atau kelompok yang tidak sesuai dengan realita yang terjadi. - Violence yaitu suatu bentuk serangan terhadap fisik maupun psikologis seseorang. - Beban ganda yaitu tanggung jawab yang dipikul satu jenis kelamin tertentu secara berlebihan. 2) Gender dalam Pandangan Islam Salah satu tema pokok ajaran Islam adalah persamaan derajat di antara manusia, baik laki-laki atau perempuan, antar suku bangsa atau keturunan. Al-Qur’an tidak membeda-bedakan derajat kemuliaan manusia atas dasar itu semua, melainkan tinggi rendahnya derajat kemuliaan manusia itu diukur dengan tinggi rendahnya tingkat ketakwaan dan nilai-nilai pengabdian terhadap Allah Swt. Mengenai kedudukan perempuan dalam pandangan



Islam tidak seperti yang diduga dan dipraktikkan oleh sebagian anggota masyarakat, tidak pula seperti yang dituduhkan oleh orang-orang yang tidak menyukai Islam. Ajaran Islam (Al-Qur’an), sangat memuliakan dan memberikan perhatian serta penghormatan yang besar kepada perempuan tidak ubahnya seperti halnya kepada laki-laki. Islam (al-Qur’an) menolak pandangan-pandangan yang membedabedakan laki-laki dan perempuan. Keduanya (laki-laki maupun perempuan) berasal dari jenis yang sama (jenis manusia), memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kebahagiaan dan kemuliaan. Menurut Nurmila bahwa dalam Islam adalah agama anti-patriarki, yang menjunjung tinggi keadilan dan menghargai manusia bukan atas dasar jenis kelaminnya, melainkan usahanya. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman baru terhadap agama dengan menggunakan perspektif keadilan gender, yang lebih bisa membuka mata masyarakat Muslim akan pesan keadilan gender dalam al-Qur’an. Allah menjadikan mereka (manusia) beraneka ragam suku dan bangsa agar saling mengenal satu sama lain untuk berkasih sayang dan saling memuliakan, bukan untuk saling menghinakan



dan saling



merendahkan. Tanpa membedakan jenis kelamin, suku, bangsa, warna kulit dan sebagainya, Allah menjanjikan kehidupan yang baik (kebahagiaan/kemuliaan) bagi siapa saja yang beriman dan bertakwa kepada-Nya. Jenis kelamin laki-laki atau perempuan tidaklah menjadi ukuran kemuliaan, akan tetapi iman dan takwa itulah yang menjadi ukuran kemuliaan yang sebenarnya. Sesuai dengan kodratnya, laki-laki dan perempuan dilahirkan dengan struktur anatomi tubuh dan kekuatan yang berbeda. Ada jenis pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh perempuan, ada pula yang hanya sesuai untuk laki-laki. Pekerjaan hamil, menyusui,



melahirkan, tentu hanya bisa dilakukan oleh perempuan, sementara itu pekerjaan berat yang membutuhkan kekuatan fisik (otot) tentu tidak sesuai jika harus dibebankan kepada perempuan. Seandainya pun ada pekerjaan fisik yang dapat dikerjakan oleh perempuan, tentu harus disesuaikan dengan kemampuannya. Pada dasarnya, perempuan juga boleh melakukan pekerjaan apa saja selama mereka sanggup mengerjakannya, namun jika perempuan bahkan juga laki-laki harus dibebani dengan pekerjaan diluar batas kesanggupannya, maka hal ini tentu melanggar prinsip keadilan. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan ditakdirkan untuk berpasangan atas dasar persamaan derajat, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, saling melengkapi dan saling memuliakan antara yang satu dengan yang lain yang dibangun di atas dasar prinsip keadilan, bukan untuk saling berhadapan dan saling merendahkan. Tidak ada kelebihan derajat lakilaki atas perempuan dan sebaliknya kecuali karena ketakwaannya kepada Allah Swt. Kesalahpahaman di dalam memahami ajaran Islam tentang gender antara lain disebabkan karena orang tersebut tidak meletakkan masalah gender itu dalam Islam sebagai suatu sistem, melainkan ia melihat persoalan gender itu sebagai suatu aspek ajaran Islam yang terpisah dari aspek-aspek ajaran Islam yang lainnya. Jika hendak menilai ajaran Islam, seseorang harus melihat Islam sebagai suatu sistem. Orang tidak boleh menilai Islam pada aspek tertentu saja yang terpisah dari sistemnya. Secara akademis hal demikian tidak dapat dibenarkan. Misalnya tentang pembagian warisan yang dinyatakan secara shahih (jelas) di dalam al-Qur’an, bahwa anak laki-laki mendapat bagian lebih besar, yakni dua kali dari anak perempuan. Melihat hal ini, orang segera mengambil kesimpulan bahwa ajaran Islam tidak adil. Kesimpulan semacam ini



tidak sah karena ada kesalahan pada segi epistemologi. B. CADAR BAGI WANITA



Cadar bagi wanita, menurut Imam Asy Syafi’i r.a. menegaskan dalam al-Umm (1/109):



‫ووجهها كريها إال َورة الموأة وكل‬ “Dan setiap wanita adalah aurat kecuali kedua telapak tangan dan wajahnya” Pendapat ini yang masyhur dari pendapat ulama Syafi’iyah yang ada. Imam Nawawi r.a. dalam al-Majmu’ (3/169) mengatakan,



‫ أ َورة الوجل ما بين سوته وركبته وكذل االمة و َورة الحوة جميع بدنها‬Q‫مذمب َا‬ ‫اال الوجه والكرين وبهذا كله قال مال وطائرة ومي رواية َن احمد‬ “Pendapat yang masyhur di mazhab kami (Syafi’iyah) bahwa aurat pria adalah antara pusar hingga lutut, begitu pula budak wanita. Sedangkan aurat wanita merdeka adalah seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Demikian pula pendapat yang dianut oleh Imam Malik dan sekelompok ulama serta menjadi salah satu pendapat Imam Ahmad.” Ibnu Mundzir menyandarkan pendapat ini kepada Imam Asy Syafi’i dalam al-Awsath (5/70), beliau katakan dalam kitab yang sama (5/75),



Q‫ريها‬Q‫َلى الموأة أ تخمو اي الصالة جميع بدنها سوى وجهها وك‬ kecuali shalat dalam badannya seluruh menutup wanita bagi “Wajib tangannya”. telapak kedua dan wajah Syaikh ‘Amru bin ‘Abdil Mun’im Salim mengatakan, “Sungguh sangat aneh sebagian orang yang menukil dari ulama Syafi’iyah dalam masalah ini, tidak bisa membedakan antara dua hal: a. Melihat wajah dan telapak tangan, itu boleh selama aman dari fitnah (godaan). Hal ini disepakati oleh ulama Syafi’iyah. b. Hukum menyingkap wajah dan kedua telapak tangan, telah terbukti di atas bahwa ulama Syafi’iyah membolehkan tanpa syarat.



Ada beda pendapat antara ulama Syafi’iyah terdahulu dan belakangan. Ulama Syafi’iyah membedakan bahwa aurat wanita adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, ini berlaku dalam shalat. Sedangkan aurat di luar shalat adalah seluruh badan termasuk wajah dan telapak tangan. Namun yang dipahami Syafi’iyah



terdahulu



(Imam



oleh Syaikh ‘Amru di atas, ulama Asy Syafi’i dan Imam Nawawi)



memutlakkan aurat wanita adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan. Jika diperhatikan beda antara hukum memandang wajah wanita dan hukum menyingkap wajah, ini dua hal yang berbeda. C. LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, DAN TRANSGENDER)



Ada empat istilah yang terangkum dalam singkatan LGBT ini yaitu: a. Lesbian artinya wanita yang mencintai atau merasakan rangsangan seksual dengan sesama wanita. b. Gay adalah istilah yang digunakan bagi lelaki penyuka sesama lelaki. c. Biseksual adalah orang yang memiliki ketertarikan kepada lelaki sekaligus kepada perempuan. d. Transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk saat lahir (waria/wadam). Secara umum, empat istilah di atas disebut homoseksual, yaitu keadaan tertarik kepada orang lain dari jenis kelamin yang sama. Wahbah AzZuhaili mengidentifikasikan tiga istilah yang relevan dengan LGBT yaitu zina, liwath dan sihaq. a. Pertama, zina, yaitu hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan yang bukan pasangan suami istri yang sah. b. Kedua, liwath (gay), yaitu hubungan homoseksual antara lelaki dengan lelaki. c. Ketiga, sihaq (lesbi), yaitu hubungan homoseksual antara wanita dan



wanita. Para ulama sepakat bahwa liwath (gay) dan sihaq (lesbi) statusnya lebih buruk dibandingkan zina. Abdul Hamid Al-Qudah, spesialis penyakit kelamin menular dan AIDS di Asosiasi Kedokteran Islam Dunia menjelaskan



dampak-dampak yang



ditimbulkan LGBT sebagai berikut: a. Dampak kesehatan 78 % pelaku homoseksual terjangkit penyakit-penyakit menular dan rentan terhadap kematian. Rata-rata usia laki-laki yang menikah adalah 75 tahun, sedangkan rata-rata usia gay adalah 42 tahun, dan menurun menjadi 39 tahun jika menjadi korban AIDS. Rata-rata usia wanita yang bersuami dan normal adalah 79 tahun, sedangkan rata-rata usia lesbian adalah 45 tahun. b. Dampak sosial Seorang gay akan sulit mendapatkan ketenangan hidup karena selalu berganti-ganti pasangan. c. Dampak pendidikan Penelitian



membuktikan



bahwa



pasangan



homo



menghadapi



permasalahan putus sekolah lima kali lebih besar dari pada siswa normal karena mereka merasakan ketidakamanan dan 28 persen dari mereka dipaksa meninggalkan sekolah. d. Dampak keamanan Kaum homoseksual menyebabkan 33 persen pelecehan seksual pada anak-anak di Amerika Serikat (AS), padahal populasi mereka hanyalah 2 persen dari keseluruhan penduduk negara itu.



Menurut para ahli tarikh (sejarah), kehancuran kaumnya Nabi Luth a.s. yang bergelimang maksiat itu terjadi 4,000 tahun yang lalu. Tidak ada petunjuk lokasi di mana peristiwa itu terjadi hingga pada tahun 1924, seorang ahli purbakala bernama Wiliam Albert berangkat menuju Laut Mati untuk melakukan penelitihan di sana. Akhirnya, dia dan tim



menemukan sisa-sisa kehancuran kaum Sodom dan Gemorah di sekitar Laut Mati tersebut. Sodom dan Gemora terletak di atas sesar Moab dan pembinasaan dua kaumnya Nabi Luth a.s. ini diinterpretasikan terjadi melalui serangkaian bencana geologi dengan urutan: a. Pergerakan sesar Moab b. Gempa dengan magnitude 7,0 + SR yang menghancurkan kota-kota dan sekitarnya serta likuifaksi yang menenggelamkan sebagian wilayah kota-kota. c. Erupsi gunung garam dan gunung lumpur yang meletuskan halit, anhirdit, batu-batuan, aspal, lumpur, bitumen dan belerang. d. Kebakaran kota-kota di sekitarnya karena material hidrokarbon yang diletuskan terbakar sehingga menjadi hujan api dan belerang. Bencana katastropik ini telah meratakan Sodom dan Gemorah dan menewaskan seluruh penduduk kecuali Nabi Luth Alaihissalam dua putrinya dan seorang yang beriman kepadanya. Seluruh ulama sepakat (ijma’) atas keharaman homoseksual. Ibnu Qudamah berkata: “Ulama sepakat atas keharaman liwath (sodomi). Allah telah mencelanya dalam kitab-Nya dan mencela



pelakunya, demikian



pula



Rasulullah Saw juga mencelanya. Beliau bersabda: “Allah mengutuk orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah mengutus orang yang berbuat seperti perbuatan Nabi Luth. Beliau bersabda sampai tiga kali”. (H.R. Ahmad). Beliau juga telah menetapkan hukuman bagi pelaku homoseksual ini dalam sabdanya: “Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth Alaihissalam maka bunuhlah pelaku dan pasangannya”. (H.R. AtTirmidzi).



Beliau mengatakan perbuatan homoseksual adalah sama dengan Zina, sebagaimana sabdanya: “Apakah seorang lelaki mendatangi lelaki maka keduaduanya telah berzina dan apabila seorang dan apabila wanita mendatangi wanita maka maka kedua-duanya telah berzina”. (H.R. Al-



Baihaqi). Menurut ulama Syafi’iyah, hukuman hadd bagi pelaku homoseksual adalah sama dengan hukuman hadd zina. Jika pelakunya muhshan (sudah beristri atau bersuami) wajib dirajam sampai mati. Sedangkan jika pelakunya (belum beristri atau belum bersuami) di cambuk 100 kali dan diasingkan.ghairu muhshan Sementara itu, menurut Amir Abdul Aziz, Guru Besar Fiqh Perbandingan di Universitas dan Najah Al-Wathaniyah, Nablus, Palestina, pelaku homoseksual baik muhshan maupun ghairu Muhson hukuman haddnya adalah rajam. Pendapat ini sama dengan pendapat ulama Malikiyah dan pendapat ulama Hanafiah dalam salah satu versi riwayat yang paling kuat dari Imam Ahmad. Ketika menjelaskan hadist riwayat Imam At-Tirmidzi di atas, Imam Ash-Shan’ani (1059-1182 H) dalam “Subulus salam” mengatakan ada 4 pendapat tentang hukuman bagi pelaku homoseksual: a. Dihukum dengan had zina yaitu dirajam bagi yang muhshan dan dijilid bagi yang ghairu muhshan. b. Dibunuh baik pelaku maupun obyeknya baik muhshan maupun ghairu muhshan. c. Dibakar dengan api, baik pelaku maupun obyeknya. Ini adalah pendapat para sahabat Rasulullah Saw. d. Dilempar dari tempat yang tinggi dengan kepala di bawah kemudian dilempari batu. ini adalah pendapat Abdulllah Bin Abbas ra. Adapun menurut Imam Abu Hanifah, pelaku homoseksual hanya dihukum ta’zir



karena



tindakan



homoseksual



tidak



sampai



menyebabkan



percampuran nasab. Sedang ta’zirnya adalah dimasukkan ke penjara



sampai bertaubat atau sampai mati. Untuk mencegah kejahatan yang sangat membahayakan ini, Islam memberikan beberapa ketentuan, antara lain: a. Merendahkan pandangan/menundukan pandangan.



b. Berpakaian yang menutup aurat. c. Memperbanyak puasa sunnah. d. Memisahkan tempat tidur anak ketika ketika sudah berumur 10 tahun. e. Menghindari perilaku wanita menyerupai pria dan sebaliknya. Sikap tomboy wanita dan lemah gemulai seorang pria dilarang dalam Islam f.



Memilih teman pergaulan dan menghindari pergaulan bebas.



g. Mewujudkan keluarga harmonis yang penuh ketenangan dan diliputi kasih sayang. h. Rajin dalam beribadah terutama shalat dan membaca Al-Quran.



2



Daftar materi pada KB yang sulit dipahami



Secara umum materi sudah bisa saya pahami



Materi yang sering mengalami miskonsepsi pada materi ini adalah masalah Cadar/Niqob. Dimana pada permasalahan ini sering sekali menjadi perdebatan



3



Daftar materi yang sering mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran



diantara umat muslim. Pasalnya ada sebagaian dari umat muslim yang mengangggap bahwa cadar adalah kewajiban bagi wanita, artinya yang tidak mengenakan cadar dihukumi dosa. Sedangkan sebagaian lagi berpendat bahwa cadar adalah sebuah tradisi yang terdapat di Jazirah arab, dia bukanlah termasuk dari syariat islam. Hal ini karena muka bukanlah aurat yang wajib di tutup bagi setiap wanita.