Pendekatan Dan Metodologi Eks Parkir [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Bandar udara memiliki peranan penting sebagai salah satu gerbang utama kegiatan perekonomian berupa mobilisasi pergerakan barang dan jasa, pembuka isolasi daerah, pengembangan daerah perbatasan, dan prasarana yang dapat memperkukuh wawasan nusantara dan kedaulatan negara. Bandara Adi Sutjipto merupakan salah satu bandara terpadat di Indonesia yang beroperasi hampir 24 jam. Bandara ini untuk melayani keberangkatan dan kedatangan hampir seluruh wilayah di Indonesia yang dalam perkembangannya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan baik dari sisi fasillitas maupun pengguna bandara. Hal ini menyebabkan semakin diperlukannya ruang parkir yang mencukupi pada saat waktu puncak kedatangan atau keberangkatan. Oleh sebab itu untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi perlu dilakukan suatu penelitian yang berkaitan dengan karakteristik ruang parkir sehingga akan diperoleh hasil atau rekomendasi penanganan permasalahan parkir.



B. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dilaksanakannya pekerjaan ini, antara lain: 1. Mengetahui karakteristik parkir, 2. Mengoptimalisasi potensi parkir, 3. Mengetahui permasalahan perparkiran. Sedangkan tujuan nya adalah: 1. Mendapatkan gambaran karakteristik perparkiran,



1



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



1



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



2. Mendapatkan gambaran potensi parkir, 3. Mendapatkan gambaran solusi permasalahan parkir.



C. SASARAN Sasaran yang diharapkan adalah tersusunnya rekomendasi optimalisasi parkir baik dari sisi kapasitas maupun pendapatan retribusi parkir.



2



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



2



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. PROFIL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian selatan Pulau Jawa, dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah serta Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kotamadya, dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan, dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki populasi 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404 laki-laki, dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km2. Penyebutan nomenklatur Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlalu panjang menimbulkan penyingkatan nomenklatur menjadi DI Yogyakarta atau DIY. Daerah Istimewa Yogyakarta sering dihubungkan dengan Kota Yogyakarta sehingga secara kurang tepat sering disebut dengan Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta. Walau secara geografis merupakan daerah setingkat provinsi terkecil kedua setelah DKI Jakarta, Daerah Istimewa ini terkenal di tingkat nasional, dan internasional, terutama sebagai tempat tujuan wisata andalan setelah Provinsi Bali. Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami beberapa bencana alam besar termasuk bencana gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006, erupsi Gunung Merapi selama Oktober-November 2010, serta erupsi Gunung Kelud, Jawa Timur pada tanggal 13 Februari 2014.



3



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



3



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Gambar 2.1. Peta Provinsi DIY Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri atau disebut Zelfbestuurlandschappen/Daerah Swapraja, yaitu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1755, sedangkan Kadipaten Pakualaman didirikan oleh Pangeran Notokusumo (saudara Sultan Hamengku Buwono II) yang bergelar Adipati Paku Alam I pada tahun 1813. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan, dan Pakualaman sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangganya sendiri yang dinyatakan dalam kontrak politik. Kontrak politik yang terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblaad 1942 Nomor 47, sedangkan kontrak politik Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 Nomor 577. Eksistensi kedua kerajaan tersebut telah mendapat pengakuan dari dunia internasional, baik pada masa penjajahan Belanda, Inggris, maupun Jepang. Ketika Jepang meninggalkan Indonesia, kedua kerajaan tersebut telah siap menjadi sebuah negara sendiri yang merdeka, lengkap dengan sistem pemerintahannya (susunan asli), wilayah, dan penduduknya.



4



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



4



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan kepada Presiden RI, bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta, dan Daerah Pakualaman menjadi wilayah Negara RI, bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah, dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Hal tersebut dinyatakan dalam: 1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI. 2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945 (dibuat secara terpisah). 3. Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 (dibuat dalam satu naskah). Dalam perjalanan sejarah selanjutnya kedudukan DIY sebagai Daerah Otonom setingkat Provinsi sesuai dengan maksud pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 (sebelum perubahan) diatur dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah. Sebagai tindak lanjutnya kemudian Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah, dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini masih berlaku. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan DIY meliputi Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Daerah Kadipaten Pakualaman. Pada setiap undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah, dinyatakan keistimewaan DIY tetap diakui, sebagaimana dinyatakan terakhir dalam Undangundang Nomor 32 Tahun 2004. Dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), DIY mempunyai peranan yang penting. Terbukti pada tanggal 4 Januari 1946 sampai dengan tanggal 27 Desember 1949[7] pernah dijadikan sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Tanggal 4 Januari inilah



5



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



5



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



yang kemudian ditetapkan menjadi hari Yogyakarta Kota Republik pada tahun 2010. Pada saat ini Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwana X dan Kadipaten Pakualaman dipimpin oleh Sri Paku Alam X yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur, dan Wakil Gubernur DIY. Keduanya memainkan peran yang menentukan dalam memelihara nilai-nilai budaya, dan adat istiadat Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta. Geografi DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara geografis terletak pada 8º 30' - 7º 20' Lintang Selatan, dan 109º 40' - 111º 0' Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi Gunungapi Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Sewu atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah.



Gambar 2.2. Rupa bumi yang berbentuk gunung api Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut, dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai objek penelitian, pendidikan, dan pariwisata.



6



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



6



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Gambar 2.3. Karts mendominasi struktur rupa bumi di wilayah Gunungkidul bagian selatan Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping dan bentang alam karst yang tandus, dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan), dengan bahan induk batu gamping, dan mempunyai karakteristik lapisan tanah dangkal, dan vegetasi penutup sangat jarang. Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam, dan potensi air tanah kecil. Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulon Progo sampai Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul. Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang



7



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



7



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam pantai.



Gambar 2.4. Dataran Pantai Parangtritis Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana, dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antarwilayah yang timpang. Daerahdaerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga merupakan wilayah yang lebih maju, dan berkembang. Dua daerah aliran sungai (DAS) yang cukup besar di DIY adalah DAS Progo di barat, dan DAS Opak-Oya di timur. Sungai-sungai yang cukup terkenal di DIY antara lain adalah Sungai Serang, Sungai Progo, Sungai Bedog, Sungai Winongo, Sungai Boyong-Code, Sungai Gajah Wong, Sungai Opak, dan Sungai Oya. Ekonomi



8



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



8



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Gambar 2.5. Pasar tradisional sebagai pusat perekonomian yang berbasis kerakyatan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain meliputi sektor Investasi; Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM; Pertanian; Ketahanan Pangan; Kehutanan, dan Perkebunan; Perikanan, dan Kelautan; Energi, dan Sumber Daya Mineral; serta Pariwisata. 



Penanaman modal dan industri



Penanaman modal di DIY dilaksanakan melalui program peningkatan promosi, dan kerja sama investasi serta program peningkatan iklim investasi, dan realisasi investasi.



Capaian



investasi



total



pada



tahun



2010



mencapai



Rp



4.580.972.827.244,00 dengan rincian PMDN sebesar Rp 1.884.925.869.797,00, dan PMA sebesar 2.696.046.957.447,00. Unit usaha di DIY pada tahun 2010 ada sekitar 78.122 unit dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 292.625 orang, dan nilai investasi sebesar Rp. 878.063.496.000,00 



Perdagangan dan UKM



Varian produk ekspor DIY andalan meliputi produk olahan kulit, tekstil, dan kayu. Pakaian jadi tekstil dan mebel kayu merupakan produk yang mempunyai nilai ekspor tertinggi. Namun secara umum ekspor ke mancanegara didominasi oleh produk-produk yang dihasilkan dengan nilai seni, dan kreatif tinggi yang padat karya (labor intensive). Program pembangunan dalam mengembangkan koperasi dan UKM di DIY, salah satunya adalah memberdayakan usaha mikro, dan kecil, dan menengah yang disinergikan dengan kebijakan program dari



9



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



9



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



pemerintah pusat. Salah satu upaya pembinaan UKM adalah melalui kelompok (sentra) karena upaya ini lebih efektif, dan efisien, di samping itu dengan sentra akan banyak melibatkan usaha mikro, dan kecil. Pada 2010 tercatat koperasi aktif sebanyak 1.926 koperasi, dan UKM tercatat 13.998 unit usaha 



Pertanian dan kehutanan



Gambar 2.6. Pertanian tetap menjadi andalan Tingkat kesejahteraan petani dalam bidang pertanian di DIY yang diukur dengan Nilai Tukar Petani (NTP) NTP dapat menjadi salah satu indikator yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani di suatu wilayah. Pada 2010 NTP sebesar 112,74%. Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak asasi manusia. Secara umum ketersediaan pangan di DIY cukup karena berkaitan dengan musim panen sehingga diperlukan pengaturan distribusi oleh pemerintah. Pemenuhan kebutuhan ikan di DIY dapat dipenuhi dari perikanan tangkap maupun budidaya. Untuk perikanan tangkap dilakukan melalui pengembangan pelabuhan perikanan Sadeng dan Glagah. Produksi perikanan budidaya tahun 2010 mencapai 39.032 ton, dan perikanan tangkap mencapai 4.906 ton, dengan konsumsi ikan sebesar 22,06 kg/kap/tahun. Hutan di DIY didominasi oleh hutan produksi, yang sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Persentase luas hutan di DIY pada tahun 2010 sebesar 5,87% dengan rehabilitasi lahan kritis sebesar 9,93% dan kerusakan kawasan hutan sebesar 4,94%. Sektor perkebunan, dari segi produksi tanaman perkebunan yang potensial di DIY adalah kelapa, dan tebu. Kegiatan perkebunan diprioritaskan dalam rangka pengutuhan tanaman memenuhi skala ekonomi serta



10



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



10



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu produk tanaman untuk meningkatkan pendapatan petani. 



ESDM



Sumber daya mineral atau tambang yang ada di DIY adalah Bahan Galian C yang meliputi, pasir, kerikil, batu gamping, kalsit, kaolin, dan zeolin serta breksi batu apung. Selain bahan galian Golongan C tersebut, terdapat bahan galian Golongan A yang berupa Batu Bara. Batu bara ini sangat terbatas jumlahnya, begitu pula untuk bahan galian golongan B berupa Pasir Besi (Fe), Mangan (Mn), Barit (Ba), dan Emas (Au) yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo. Dalam bidang ketenagalistrikan, khususnya listrik, minyak, dan gas di DIY dipasok oleh PT PLN dan PT Pertamina. 



Pariwisata



Gambar 2.7. Museum Hamengku Buwono IX di dalam kompleks Kraton Yogyakarta, sebuah tujuan wisata Pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya objek, dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Pada 2010 tercatat kunjungan wisatawan sebanyak 1.456.980 orang, dengan rincian 152.843 dari mancanegara, dan 1.304.137 orang dari nusantara. Bentuk wisata di DIY meliputi wisata MICE



11



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



11



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



(Meeting, Incentive, Convention and Exhibition), wisata budaya, wisata alam, wisata minat khusus, dan berbagai fasilitas wisata lainnya, seperti resort, hotel, dan restoran. Tercatat ada 37 hotel berbintang, dan 1.011 hotel melati di seluruh DIY pada 2010. Adapun penyelenggaraan MICE sebanyak 4.509 kali per tahun atau sekitar 12 kali per hari. Keanekaragaman upacara keagamaan, dan budaya dari berbagai agama serta didukung oleh kreativitas seni, dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY mampu menciptakan produk-produk budaya, dan pariwisata yang menjanjikan. Pada tahun 2010 tedapat 91 desa wisata dengan 51 di antaranya yang layak dikunjungi. Tiga desa wisata di kabupaten Sleman hancur terkena erupsi gunung Merapi sedang 14 lainnya rusak ringan. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Yogyakarta pada September 2014, angka kunjungan mencapai 2,4 juta wisatawan domestik dan 1,8 juta wisatawan manca negara. Secara geografis, DIY juga diuntungkan oleh jarak antara lokasi objek wisata yang terjangkau, dan mudah ditempuh. Sektor pariwisata sangat signifikan menjadi motor kegiatan perekonomian DIY yang secara umum bertumpu pada tiga sektor andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan, hotel, dan restoran; serta pertanian. Dalam hal ini pariwisata memberi efek pengganda (multiplier effect) yang nyata bagi sektor perdagangan disebabkan meningkatnya kunjungan wisatawan. Selain itu, penyerapan tenaga kerja, dan sumbangan terhadap perekonomian daerah sangat signifikan. Sosial budaya Kondisi sosial budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain meliputi Kependudukan; Tenaga Kerja, dan Transmigrasi; Kesejahteraan Sosial; Kesehatan; Pendidikan; Kebudayaan; dan Keagamaan 



Kependudukan dan tenaga kerja



Laju pertumbuhan penduduk di DIY antara 2003-2007 sebanyak 135.915 jiwa atau kenaikan rata-rata pertahun sebesar 1,1%. Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk di DIY menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari 72,4 tahun pada tahun 2002 menjadi 72,9 tahun pada tahun 2005. Ditinjau dari sisi distribusi penduduk menurut usia, terlihat kecenderungan yang semakin meningkat pada penduduk usia di atas 60 tahun.



12



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



12



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Proporsi distribusi peduduk berdasarkan usia produktif memiliki akibat pada sektor tenaga kerja. Angkatan kerja di DIY pada 2010 sebesar 71,41%. Di sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja paling besar adalah sektor pertanian kemudian disusul sektor jasa-jasa lainnya. Sektor yang potensial dikembangkan yaitu sektor pariwisata, sektor perdagangan, dan industri terutama industri kecil menengah serta kerajinan. Pengangguran di DIY menjadi problematika sosial yang cukup serius karena karakter pengangguran DIY menyangkut sebagian tenaga-tenaga profesional dengan tingkat pendidikan tinggi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah kependudukan, dan ketenagakerjaan adalah dengan mengadakan program transmigrasi. Pelaksanaan pemberangkatan transmigran asal DIY sampai pada tahun 2008 melalui program transmigrasi sejumlah 76.495 KK atau 274.926 jiwa. Ditinjau dari pola transmigrasi sudah mencerminkan partisipasi, dan keswadayaan masyarakat, melalui Transmigrasi Umum (TU), Transmigrasi Swakarsa Berbantuan (TSB) dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM). Untuk pensebarannya sudah mencakup hampir seluruh provinsi. Rasio jumlah tansmigran swakarsa mandiri pada 2010 mencapai 20% dari total transmigran yang diberangkatkan 



Kesejahteraan dan kesehatan



Sebagai salah satu aspek yang penting dalam kehidupan, pembangunan kesehatan menjadi salah satu instrumen di dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tahun 2007 jumlah keluarga miskin sebanyak 275.110 RTM dan menerima bantuan raskin dari pemerintah pusat (meningkat 27 persen dibanding periode tahun 2006 sebanyak 216.536 RTM). Penduduk DIY menurut tahapan kesejahteraan tercatat bahwa pada tahun 2007 kelompok pra sejahtera 21,12%; Sejahtera I 22,70%; Sejahtera II 23,69%; Sejahtera III 26,83%; dan Sejahtera III plus 5,66%. Tingkat kesejahteraan pada tahun 2010 meningkat dengan penurunan persentase penduduk miskin menjadi 16,83%. Arah pembangunan kesehatan di DIY secara umum adalah untuk mewujudkan DIY yang memiliki status kesehatan masyarakat yang tinggi tidak hanya dalam batas nasional tetapi memiliki kesetaraan di tataran internasional khususnya Asia Tenggara dengan mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup



13



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



13



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



sehat, peningkatan jangkauan, dan kualitas pelayanan kesehatan serta menjadikan DIY sebagai pusat mutu dalam pelayanan kesehatan, pendidikan pelatihan kesehatan serta konsultasi kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2010 menempatkan DIY sebagai daerah setingkat provinsi dengan indikator kesehatan terbaik, dan paling siap dalam mencapai MDG’s. Pada tahun 2010 capaian indikator kesehatan untuk umur harapan hidup berada pada level usia 74,20 tahun. Angka kematian balita sebesar 18/1000 KH, angka kematian bayi sebesar 17/1000 KH, dan angka kematian ibu melahirkan sebesar 103/100.000 KH. Prevalensi gizi buruk sebesar 0.70%, Cakupan Rawat Jalan Puskesmas 16% sedangkan Cakupan Rawat Inap Rumah Sakit sebesar 1,32%. Dari 118 Puskesmas, 20% puskesmas telah menerapkan sistem manajemen mutu melalui pendekatan ISO 9001:200; 7% rumah sakit telah menerapkan ISO 9001:200; 25% rumah sakit di DIY telah terakreditasi dengan 5 standar; 17% RS terakreditasi dengan 12 standar; dan 5% RS telah terakreditasi dengan 16 standar pelayanan. Sarana pelayanan kesehatan yang memiliki unit pelayanan gawat darurat meningkat menjadi 40% dan RS dengan pelayanan kesehatan jiwa meningkat menjadi 9%. Meskipun demikian cakupan rawat jalan tahun 2006 baru mencapai 10% (nasional 15%) sementara untuk rawat inap 1,2% (nasional 1,5%). Rasio pelayanan kesehatan dasar bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan DIY maupun Kabupaten/Kota telah mencapai 100%. Rasio dokter umum per 100.000 penduduk menunjukkan tren meningkat sebesar 39,64 pada tahun 2006. Adapun program jamkesos tahun 2010 dianggarkan Rp. 34.978.592.000,00. Penyakit jantung dan stroke telah menjadi pembunuh nomor satu di DIY sementara faktor risiko penyakit jantung penduduk DIY ternyata cukup tinggi. Rumah tangga di DIY yang tidak bebas asap rokok sebesar 56%, sedangkan remaja yang perokok aktif sebesar 9,3%. Sebanyak 52% penduduk DIY kurang melakukan aktivitas olahraga, dan hanya 19,8% penduduk DIY yang mengkonsumsi serat mencukupi. Dalam tiga tahun terakhir angka obesitas pada anak-anak di DIY meningkat hampir 7%. 



14



Pendidikan



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



14



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Penyebaran sekolah untuk jenjang SD/MI sampai Sekolah Menengah sudah merata, dan menjangkau seluruh wilayah sampai ke pelosok desa. Jumlah SD/MI yang ada di DIY pada tahun 2008 adalah sejumlah 2.035, SMP/MTs/SMP Terbuka sejumlah 529, dan SMA/MA/SMK sejumlah 381 sekolah negeri maupun swasta. Ketersediaan ruang belajar dapat dikatakan sudah memadai dengan rasio siswa per kelas untuk SD/MI: 22, SMP/MTs: 33, SMA/MA/SMK: 31. Sedangkan tingkat ketersediaan guru di DIY juga cukup memadai dengan rasio siswa per guru untuk SD/MI: 13, SMP/MTs: 11, SMA/MA/SMK: 9. Untuk tahun 2010 pembinaan guru jenjang SD/MI sebanyak 3.900 guru telah memenuhi kualifikasi dari total 24.093 guru. Jenjang SMP/MTs sebanyak 3.939 guru telah memenuhi kualifikasi dari total 12.971 guru. Dan untuk SMA/MA sebanyak 4.826 guru telah memenuhi kualifikasi dari total 15.067 guru. Para lulusan jenjang SD/MI pada umumnya dapat melanjutkan ke SMP/MTs, sejalan kebijakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang dicanangkan pemerintah. Pada tahun 2010, angka kelulusan SD/MI mencapai 96,47%, SMP/MTs mencapai 81,84% dan SMA/MA/SMK sebesar 88,98%. Sedangkan angka putus sekolah pada tahun yang sama sebesar 0,07% untuk SD/MI; 0,17% untuk SMP/MTs; dan 0,44% untuk SMA/MA/SMK[5]. Sementara itu jumlah perguruan tinggi di DIY baik negeri, swasta maupun kedinasan seluruhnya sebanyak 136 institusi dengan rincian 21 universitas, 5 institut, 41 sekolah tinggi, 8 politeknik dan 61 akademi yang diasuh oleh 9.736 dosen. 



15



Kebudayaan



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



15



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Gambar 2.8. Wujud cagar budaya yang msih dipergunakan sebagai tempat ibadah umat Hindu Indonesia DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible (fisik) maupun yang intangible (non fisik). Potensi budaya yang tangible antara lain kawasan cagar budaya, dan benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang intangible seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat. DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang tersebar di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset-aset budaya peninggalan peradaban tinggi masa lampau tersebut, dengan Kraton sebagai institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya, merupakan embrio, dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat dalam berkehidupan kebudayaan terutama dalam berseni budaya, dan beradat tradisi. Selain itu, DIY juga mempunyai 30 museum, yang dua di antaranya yaitu Museum Ullen Sentalu, dan Museum Sonobudoyo diproyeksikan menjadi museum internasional. Pada 2010, persentase benda cagar budaya tidak bergeak dalam kategori baik sebesar 41,55%, seangkan kunjungan ke museum mencapai 6,42%. 



16



Keagamaan



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



16



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Penduduk DIY mayoritas beragama Islam yaitu sebesar 90,96%, selebihnya beragama Kristen, Katholik, Hindu, Budha. Sarana ibadah terus mengalami perkembangan, pada tahun 2007 terdiri dari 6214 masjid, 3413 langgar, 1877 musholla, 218 gereja, 139 kapel, 25 kuil/pura dan 24 vihara/klenteng. Jumlah pondok pesantren pada tahun 2006 sebanyak 260, dengan 260 kyai, dan 2.694 ustaz serta 38.103 santri. Sedangkan jumlah madrasah baik negeri maupun swasta terdiri dari 148 madrasah ibtidaiyah, 84 madrasah tsanawiyah dan 35 madrasah aliyah. Aktivitas keagamaan juga dapat dilihat dari meningkatnya jumlah jamaah haji dari tahun ke tahun, dan pada tahun 2007 terdapat 3.064 jamaah haji. 



Suku bangsa



Persebaran Suku Bangsa di DIY dapat dilihat seperti pada tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1. Daftar suku bangsa di Daerah Istimewa Yogyakarta



Sumber: Wikipedia, April 2018 Tata ruang dan infrastruktur



17



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



17



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Gambar 2.9. Tugu Pal Putih, salah satu landmark tertua yang menandai tata ruang DIY, Gunung Merapi-Tugu-Keraton-Panggung Krapyak-Laut selatan Kondisi bentang alam DIY yang beragam, dan aspek filosofi kebudayaan memengaruhi pengembangan tata ruang/wilayah, dan pembangunan infrastruktur di DIY. 



Tata ruang



Model yang digunakan dalam tata ruang wilayah DIY adalah corridor development atau disebut dengan “pemusatan intensitas kegiatan manusia pada suatu koridor tertentu” yang berfokus pada Kota Yogyakarta, dan jalan koridor sekitarnya. Dalam konteks ini, aspek pengendalian, dan pengarahan pembangunan dilakukan lebih menonjol dalam koridor prioritas, terhadap kegiatan investasi swasta, dibandingkan dengan investasi pembangunan oleh pemerintah yang dengan sendirinya harus terkendali. Untuk mendukung aksesibilitas global wilayah DIY, maka diarahkan pengembangan pusat-pusat pelayanan antara lain Pusat Kegiatan Nasional (PKN)/Kota Yogyakarta, Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Sleman, PKW Bantul, dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang RTRW Prov DIY 2009-2029 mengatur



18



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



18



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



pengembangan tata ruang di DIY. Penataan ruang ini juga memiliki keterkaitan dengan mitigasi bencana di DIY. 



Prasarana



Prasarana jalan yang tersedia di DIY tahun 2007 meliputi Jalan Nasional (168,81 Km), Jalan Provinsi (690,25 Km), dan Jalan Kabupaten (3.968,88 Km), dengan jumlah jembatan yang tersedia sebanyak 114 buah dengan total panjang 4.664,13 meter untuk jembatan nasional, dan 215 buah dengan total panjang 4.991,3 meter untuk jembatan provinsi. Di wilayah perkotaan, dengan kondisi kendaraan bermotor yang semakin meningkat (rata-rata tumbuh 13% per tahun), sedangkan kondisi jalan terbatas, maka telah mengakibatkan terjadinya kesemrawutan, dan kemacetan lalu lintas, dan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang terus meningkat setiap tahun. 



Transportasi



Gambar 2.10. Salah satu transportasi yang dikembangkan DIY



Pelayanan angkutan kereta api pemberangkatan, dan kedatangan berpusat di Stasiun Kereta Api Tugu untuk kelas eksekutif, dan bisnis, sedangkan Stasiun Lempuyangan untuk melayani angkutan penumpang kelas ekonomi, dan barang. Saat ini untuk meningkatkan layanan jalur Timur-Barat sudah dibangun jalur ganda (double track) dari Stasiun Solo Balapan sampai Stasiun Kutoarjo. Berkaitan dengan keselamatan lalulintas, permasalahan yang berkaitan dengan layanan angkutan kereta api antara lain masih banyak perlintasan yang tidak



19



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



19



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



dijaga. Selain kereta api, Pemda DIY mengembangkan layanan Bus Trans Jogja yang menjadi prototipe layanan angkutan massal pada masa mendatang. Untuk angkutan sungai, danau dan penyeberangan, Waduk Sermo yang terletak di Kabupaten Kulon Progo yang memiliki luas areal 1,57 km² dan mempunyai keliling ± 20 km menyebabkan terpisahnya hubungan lintas darat antara desa di sisi waduk dengan desa lain di seberangnya. Di sektor transportasi laut dI DIY terdapat Tempat Pendaratan Kapal (TPK) yang berfungsi sebagai pendaratan kapal pendaratan pencari ikan, dan tempat wisata pantai. Terdapat 19 titik TPK yang dilayani oleh ± 450 kapal nelayan. Di sektor transportasi udara, Bandara Adisutjipto yang telah menjadi bandara internasional sejak 2004 menjadi pintu masuk transportasi udara bagi Daerah Istimewa Yogyakarta, baik domestik maupun internasional. Keterbatasan fasilitas sisi udara, dan darat yang berada di Bandara Adisutjipto menyebabkan fungsi Bandara Adisutjipto sebagai gerbang wilayah selatan Pulau Jawa tidak dapat optimal. Status bandara yang “enclave civil” menyebabkan landas pacu yang ada dimanfaatkan untuk dua kepentingan yakni penerbangan sipil, dan latihan terbang militer. Mitigasi bencana



Gambar 2.11. Korban harta benda di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi Terkait dengan potensi bencana alam, penanggulangan bencana memegang peranan yang sangat penting, baik pada saat sebelum, saat, dan sesudah terjadinya bencana. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi, bencana



20



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



20



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



dapat dilihat sebagai interaksi antara ancaman bahaya dengan kerentanan masyarakat, dan kurangnya kapasitas untuk menangkalnya. Penanggulangan bencana diarahkan pada bagaimana mengelola risiko bencana sehingga dampak bencana dapat dikurangi atau dihilangkan sama sekali. Secara geologis DIY merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terhadap bencana alam. Potensi bencana alam yang berkaitan dengan bahaya geologi yang meliputi: 1. Bahaya alam Gunung Merapi, mengancam wilayah Kabupaten Sleman bagian utara, dan wilayah-wilayah sekitar sungai yang berhulu di puncak Merapi; 2. Bahaya gerakan tanah/batuan, dan erosi, berpotensi terjadi pada lereng Pegunungan Kulon Progo yang mengancam di wilayah Kulon Progo bagian utara, dan barat, serta pada lereng Pengunungan Selatan (Baturagung) yang mengancam wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian utara, dan bagian timur wilayah Kabupaten Bantul. 3. Bahaya banjir, terutama berpotensi mengancam daerah pantai selatan Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Bantul; 4. Bahaya kekeringan berpotensi terjadi di wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian selatan, khususnya pada kawasan bentang alam karst; 5. Bahaya tsunami, berpotensi terjadi di daerah pantai selatan Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunungkidul, khususnya pada pantai dengan elevasi (ketinggian) kurang dari 30m dari permukaan air laut. 6. Bahaya alam akibat angin berpotensi terjadi di wilayah pantai selatan Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, dan daerah-daerah Kabupaten Sleman bagian utara, serta wilayah perkotaan Yogyakarta; 7. Bahaya gempa bumi, berpotensi terjadi di wilayah DIY, baik gempa bumi tektonik maupun vulkanik. Gempa bumi tektonik berpotensi terjadi karena wilayah DIY berdekatan dengan kawasan tumbukan lempeng (subduction zone) di dasar Samudra Indonesia yang berada di sebelah selatan DIY.



21



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



21



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Selain itu secara geologi di wilayah DIY terdapat beberapa patahan yang diduga aktif. Wilayah dataran rendah yang tersusun oleh sedimen lepas, terutama hasil endapan sungai, merupakan wilayah yang rentan mengalami goncangan akibat gempa bumi. Pemerintahan Daerah Istimewa Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan metamorfosis dari Pemerintahan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Pemerintahan Negara Kadipaten Pakualaman, khususnya bagian Parentah Jawi yang semula dipimpin oleh Pepatih Dalem untuk Negara Kesultanan Yogyakarta, dan Pepatih Pakualaman untuk Negara Kadipaten Pakualaman. Oleh karena itu Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki hubungan yang kuat dengan Keraton Yogyakarta maupun Puro Paku Alaman. Sehingga tidak mengherankan banyak pegawai negeri sipil daerah yang juga menjadi Abdidalem Keprajan Keraton maupun Puro. Walau demikian mekanisme perekrutan calon pegawai negeri sipil daerah tetap dilakukan sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut UU Nomor 22 Tahun 1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai pembentukan DIY), Kepala, dan Wakil Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu[13], pada zaman sebelum Republik Indonesia, dan yang masih menguasai daerahnya; dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, dan kesetiaan, dan dengan mengingat adat istiadat di daerah itu. Dengan demikian Kepala Daerah Istimewa, sampai tahun 1988, dijabat secara otomatis oleh Sultan Yogyakarta yang bertahta, dan Wakil Kepala Daerah Istimewa, sampai tahun 1998, dijabat secara otomatis oleh Pangeran Paku Alam yang bertahta. Nomenklatur Gubernur, dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa baru digunakan mulai tahun 1999 dengan adanya UU Nomor 22 Tahun 1999. Saat ini mekanisme pengisian jabatan Gubernur, dan Wakil Gubernur DIY diatur dengan UU 13/2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.



22



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



22



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Di bidang pengembangan kelembagaan Pemerintah DIY telah menetap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2008 tentang Organisasi, dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, dan Sekretariat DPRD DIY, Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi, dan Tata Kerja Dinas Daerah DIY, Perda Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi, dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah, dan Satuan Polisi Pamong Praja DIY; serta menerapkannya mulai tahun 2009. Perangkat daerah di DIY antara lain terdiri atas:



23







Sekretariat Daerah







Sekretariat DPRD







Dinas Kebudayaan







Dinas Kehutanan, dan Perkebunan







Dinas Kelautan dan Perikanan







Dinas Kesehatan







Dinas Pariwisata







Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral







Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset







Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga







Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika







Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah







Dinas Pertanian







Dinas Sosial







Dinas Tenaga Kerja, dan Transmigrasi







Inspektorat







Badan Perencanaan Pembangunan Daerah







Badan Kepegawaian Daerah







Badan Kerja Sama, dan Penanaman Modal







Badan Kesatuan Bangsa, dan Perlindungan Masyarakat







Badan Ketahanan Pangan, dan Penyuluhan







Badan Lingkungan Hidup



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



23



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD







Badan Pemberdayaan Perempuan, dan Masyarakat







Badan Pendidikan, dan Pelatihan







Badan Perpustakaan, dan Arsip Daerah







Sekretariat Komisi Pemilihan Umum DIY







Rumah Sakit Grhasia







Satuan Polisi Pamong Praja



Selain itu di DIY dibentuk Ombudsman Daerah sejak tahun 2004 dengan keputusan Gubernur. Lembaga Perwakilan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta dirintis dengan pembentukan KNI Daerah Yogyakarta pada tahun 1945. Pada Mei 1946 KNI Daerah Yogyakarta dibubarkan, dan dibentuk Parlemen Lokal pertama di Indonesia dengan nama Dewan Daerah. Walaupun anggotanya tidak dipilih melalui pemilihan umum, parlemen ini tetap bekerja mewakili rakyat sampai tahun 1948 saat Invasi Belanda ke Kota Yogyakarta. Pada 1951, setelah melalui pemilihan umum bertingkat terbentuklah parlemen lokal yang lebih permanen dengan nama "Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta". Susunan anggota DPRD DI Yogyakarta hasil Pemilihan Umum Legislatif 2014 berasal dari sepuluh partai dari 12 partai yang ikut serta, dan dilantik pada tanggal 2 September 2014. Setelah periode sebelumnya (2009-2014) didominasi oleh anggota dari Partai Demokrat, DPRD DI Yogyakarta didominasi oleh PDI-P dengan perincian sebagai tercantum dalam tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2. Susunan DPRD Provinsi DIY masa jabatan 2014 - 2019



24



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



24



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Sumber: Wikipedia, April 2018 Dalam menjalankan tugas sehari-hari, DPRD DIY memiliki empat komisi (disebut Komisi A sampai Komisi D), dengan dilengkapi Sekretariat, Badan Kehormatan, dan Badan Anggaran. Keistimewaan DIY Menurut UU Nomor 3 tahun 1950 yang dikeluarkan oleh negara bagian Republik Indonesia yang beribukota di Yogyakarta pada maret 1950, keistimewan DIY mengacu pada keistimewaan yang diberikan oleh UU Nomor 22 Tahun 1948 yaitu Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu pada zaman sebelum Republik Indonesia, dan yang masih menguasai daerahnya, dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, dan kesetiaan, dan dengan mengingat adat istiadat di daerah itu. Selain itu, untuk Daerah Istimewa yang berasal dari gabungan daerah kerajaan dapat diangkat seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa dengan mengingat syarat-syarat sama seperti kepala daerah istimewa. Sebab pada saat itu daerah biasa tidak dapat memiliki



25



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



25



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



wakil kepala daerah. Adapun alasan keistimewaan Yogyakarta diakui oleh pemerintahan RI menurut UU Nomor 22 Tahun 1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai pembentukan DIY), adalah Yogyakarta mempunyai hak-hak asal usul, dan pada zaman sebelum Republik Indonesia sudah mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat Istimewa (zelfbestuure landschappen). Saat ini Keistimewaan DIY diatur dengan UU Nomor 13 tahun 2012 yang meliputi: 1. tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur, dan Wakil Gubernur; 2. kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; 3. kebudayaan; 4. pertanahan; dan 5. tata ruang. Kewenangan istimewa ini terletak di tingkatan Provinsi. Dalam tata cara pengisian jabatan gubernur, dan wakil gubernur salah satu syarat yang harus dipenuhi calon gubernur, dan wakil gubernur adalah bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur, dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur. Kewenangan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY diselenggarakan untuk mencapai efektivitas, dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, dan pelayanan masyarakat berdasarkan prinsip responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan bentuk, dan susunan pemerintahan asli yang selanjutnya diatur dalam Perdais. Kewenangan



kebudayaan



diselenggarakan



untuk



memelihara,



dan



mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY yang selanjutnya diatur dalam Perdais. Dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan Kasultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Pakualamanan dinyatakan sebagai badan hukum. Kasultanan, dan Kadipaten berwenang mengelola, dan memanfaatkan tanah Kasultanan, dan tanah



26



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



26



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Kadipaten



ditujukan



untuk sebesar-besarnya pengembangan



kebudayaan,



kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Kewenangan Kasultanan, dan Kadipaten dalam tata ruang terbatas pada pengelolaan, dan pemanfaatan tanah Kasultanan, dan tanah Kadipaten yang selanjutnya diatur dalam Perdais. Perdais adalah peraturan daerah istimewa yang dibentuk oleh DPRD DIY dan Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan Kewenangan Istimewa. Selain itu, pemerintah menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Keistimewaan DIY dalam Anggaran Pendapatan, dan Belanja Negara sesuai dengan kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara. Pemerintahan Kabupaten dan Kota Kabupaten dan Kota yang berada di wilayah DIY sekarang ini dibentuk pada kurun waktu 1950-1951 dan 1957-1958. Tidak ada perbedaan antara pemerintahan kabupaten, dan kota yang berada di wilayah DIY dengan di Indonesia pada umumnya. Adapun daftar kabupaten, dan kota di wilayah DIY sebagai berikut. Tabel 2.3. Pembagian Wilayah Administratif Daerah Istimewa Yogyakarta



Sumber: Wikipedia, April 2018 Kerjasama



27



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



27



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Gambar 2.12. Prefektur Kyoto, sebuah kerja sama sister province yang telah berjalan lebih dari 25 tahun Sampai tahun 2010, Pemda DIY memiliki kerja sama dengan daerah lain yang dituangkan dalam tiga puluh perjanjian kerja sama yang masih berlaku. Dua puluh satu buah kerja sama dengan daerah lain di dalam negeri, dan sembilan sisanya dengan daerah lain di luar negeri, seperti program Sister Province dengan prefektur Kyoto Jepang dan Negara Bagian California Amerika Serikat. Perjanjian kerja sama yang baru mulai 2010 dilakukan dengan delapan daerah di dalam negeri, dan dua kesepakatan dengan daerah lain di luar negeri. Sedangkan kerja sama dengan pihak ke tiga (swasta), Pemda DIY memiliki lima puluh satu perjanjian kerja sama yang masih berlaku. Empat puluh enam dengan pihak ke tiga dalam negeri, dan lima sisanya dengan pihak ke tiga luar negeri. Sementara itu pada tahun 2010 ini Pemda membuat empat perjanjian kerja sama dengan pihak ke tiga dalam negeri, dan satu perjanjian dengan pihak ke tiga luar negeri.



28



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



28



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



B. BANDAR UDARA ADI SUTJIPTO



Gambar 2.13 Bandara Adisutjipto Bandar Udara Internasional Adisutjipto (atau Adisucipto) adalah bandar udara yang melayani daerah Yogyakarta di Jawa, Indonesia. Bandar udara ini berjarak sekitar 9 km dari Stasiun Yogyakarta, dan dapat dicapai dalam kurang lebih 20 30 menit menggunakan kendaraan bermotor. Sejarah Bandar Udara Internasional Adisutjipto dulu dinamakan Maguwo, sesuai dengan nama desa tempatnya berada Maguwoharjo. Pangkalan udara Maguwo dibangun sejak tahun 1940 lalu dipergunakan oleh Militaire Luchtvaart pada tahun 1942. Pada tahun 1942 kota Yogyakarta diduduki oleh Tentara Jepang dan pangkalan udara Maguwo di ambil alih Tentara Jepang dari Pemerintah Hindia Belanda. Bulan November 1945 lapangan terbang beserta fasilitasnya dapat di kuasai oleh Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jogjakarta Timur yang di pimpin oleh Bapak Umar Slamet. Pada Tahun 1945 Pangkalan Udara Maguwo di ambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan dijadikan Pangkalan Angkatan Udara untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Lapangan terbang ini digunakan untuk operasional pesawat-pesawat AURI, serta untuk latihan terbang



29



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



29



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



bagi Kadet sekolah penerbang di Maguwo yang di pimpin oleh Agustinus Adisutjipto. Pada tanggal 29 Juli 1947 pesawat Dakota VT-CLA yang dikemudikan oleh Marsekal Muda Anumerta Agustinus Adisutjipto ditembak jatuh oleh pesawat Belanda. Pada tahun 1950 lapangan terbang Maguwo beserta fasilitas pendukungnya seperti pembekalan diserahkan kepada AURI. Dengan adanya pertumbuhan dan perubahan pemerintahan pangkalan udara Maguwo mengalami perubahan nama yang di sesuaikan dengan dinamika fungsi dan peranan TNI AU. Berdasarkan keputusan kepala staff Angkatan Udara No.76 Tahun 1952. Tanggal 17 Agustus 1952 nama pangkalan udara Maguwo diubah menjadi pangkalan udara Adisutjipto. Semenjak tahun 1959 Bandara Adisutjipto dijadikan untuk Akademi Angkatan Udara (AAU) Republik Indonesia .Tahun 1964 Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dengan keputusannya dan atas persetujuan Angkatan Udara Indonesia, Pelabuhan Udara AdiSutjipto Jogjakarta menjadi pelabuhan udara Gabungan Sipil dan Militer. Pada tahun 1972 dilakukan perluasan Terminal Sipil yang pertama. Selanjutnya pada tahun 1977 dilakukan perluasan terminal lagi karena volume penerbangan makin meningkat. Pada tanggal 1 April 1992, sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 1992, Bandar Udara Adisutjipto secara resmi masuk ke dalam pengelolaan Perum Angkasa Pura I. Tanggal 2 Januari 1993 statusnya diubah menjadi PT (PERSERO) Angkasa Pura I. Bandar Udara Adisutjipto menjelma menjadi bandar udara internasional pada tanggal 21 Februari 2004. Pada saat itu, Garuda Indonesia mengoperasikan rute Yogyakarta - Kuala Lumpur. Sebulan selanjutnya, giliran Singapura yang dikunjungi oleh Garuda Indonesia. Sekitar bulan November 2006, Garuda Indonesia menghentikan rute - rute internasional. Tetapi pada tanggal 30 Januari 2008, penerbangan internasional dilanjutkan kembali dengan menghadirkan AirAsia yang mengoperasikan Airbus A320



30



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



30



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



dengan rute Yogyakarta - Kuala Lumpur. Sejak 1 Februari 2008, Malaysia Airlines turut datang ke Yogyakarta dengan mengoperasikan Boeing 737-400. Bulan April 2008, AirAsia membuat rute Yogyakarta - Kuala Lumpur menjadi setiap hari. Dan tanggal 16 Desember 2008, Garuda Indonesia kembali melayani rute Yogyakarta - Singapore mulai pukul 18.00 WIB, setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu. Jumlah penumpang pesawat terbang yang naik maupun turun di Bandar Udara Internasional Adisutjipto, Yogyakarta, sepanjang 2016 meningkat sekitar 13 persen dibanding 2015. Penumpang yang tercatat pada penghujung tahun 2016 berjumlah 7.208.557 orang. Sedangkan tahun 2015, tercatat 6.380.336 orang. Berikut ini adalah maskapai yang melakukan penerbangan langsung dari Yogyakarta:



Maskapa



Tujuan



i



AirAsia



Batik Air



Kuala Lumpur—Internasional



Jakarta—Halim Perdanakusuma, Jakarta—Soekarno— Hatta, Pontianak



Balikpapan, Denpasar/Bali, Jakarta—Halim Citilink



Perdanakusuma, Jakarta—Soekarno—Hatta, Makassar, Medan, Pek anbaru



Garuda Indonesia



31



Denpasar/Bali, Jakarta—Soekarno—Hatta, Makassar



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



31



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Maskapa



Tujuan



i



Garuda Indonesia dioperasika n



Balikpapan, Makassar, Malang, Surabaya



oleh Explor e dan Explore Jet



Indonesia



Denpasar/Bali, Jakarta—Soekarno—Hatta, Kuala Lumpur—



AirAsia



Internasional, Medan, Singapura



Balikpapan, Bandar Lion Air



Lampung, Yogyakarta, Banjarmasin, Batam, Denpasar/Bali, Jakarta —Soekarno—Hatta, Kupang, Makassar, Mataram—Lombok, Meda n, Padang, Palembang, Pekanbaru



NAM Air



32



Denpasar/Bali, Jakarta—Soekarno—Hatta, Palangkaraya, Palemban g, Pangkal Pinang, Pontianak, Tanjung Pinang



SilkAir



Singapura



Sriwijaya



Balikpapan, Bandar Lampung, Jakarta—Soekarno—



Air



Hatta, Makassar, Malang, Surabaya



Wings Air



Yogyakarta, Jakarta—Halim Perdanakusuma, Malang, Surabaya



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



32



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Maskapa



Tujuan



i



XpressAir



Palembang, Pontianak, Samarinda, Tanjung Pinang



Spesifikasi Bandara Adisutjipto Alamat



:



Jl. Solo Km 9 Jogjakarta. 55282



Telepon



:



62.274.484261



Facsimile



:



62.274.488155



E-mail



:



[email protected]



Jam Operasi



:



23.00 – 14.00 UTC (05.00 – 21.00 WIB)



ICAO – IATA Code



:



WARJ – JOG



Location – Wide



:



07,47 LS/110,26 BT – 88.690 m2 Name : R09 / R27 Magnetic Angle : 08,6 – 25,8



RUNWAY



:



Dimension : 2.250 X 45 Strengths : PCN 40 F/B/X/T Surface : ASPHALT Concrete



APRON



:



Strengths : 110.000 LBS Surface : ASPHALT Concrete Capacity : Type B-737 = 8 Airplane ; Max



33



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



33



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



a/c = B-737 Wide : Concrete Asphalt = 14.749 M2 Concrete Cement = 12.341 M2



Bandar udara Adi Sucipto terletak dalam satu kawasan dengan komplek TNI-AU. Dalam kegiatan penerbangan landasan pacu digunakan secara bergantian dengan pihak TNI-AU. Letakuya yang berdampingan dengan komplek militer mengakibatkan bandar udara Adi Sucipto sulit berkembang karena banyaknya batasan peraturan dari pihak militer. Terminal bandar udara Adi Sucipto memiliki luas 4480 m2 yang terbagi dalam terminal domestik kedatangan dan keberangkatan. Dalam terminal terdapat fasilitas penunjang berupa fasilitas pelayanan umum (money changer, restaurant, telepon umum, waving galery) Sistem Pelayanan Terminal Bandar Udara Adi Sucipto Terminal bandar udara Adi Sucipto menggunakan konsep terminal pola linier, dengan landasan pacu menggunakan sistem single runway. Melihat konsep terminal Bandara Adi Sucipto, maka sistem muatan penumpang dari terminal ke pesawat berjalan melalui apron dan untuk bagasi menggunakan kendaraan khusus. Bandar Udara Adi sucipto termasuk jenis bandar udara kalsifikasi kelas IB, dengan panjang runway (± 2200 m) yang pendek saat ini pesawat yang dapat mendarat di bandar udara antara lain Garuda jenis B-737/300 berkapasitas 108 seat, Garuda jenis B-737/400 berkapasitas 124 atau 132 seat, Garuda jenis B737/500 berkapasitas 92 seat, serta Garuda jenis F-28/1000 berkapasitas 65 seat. Kenyamanan Bandar Udara Adi Sucipto terletak pada ketinggian 350 ft atau 106.6 meter di atas permukaan air laut, dengan temperatur rata-rata :



34



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



34



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



-



Pagi hari : 24,8° C



-



Siang hari : 29,9° C



-



Malam hari : 26,1° C



Orientasi bangunan menyangkut pencahayaan dan penghawaan yang menghadap ke timur dan barat lebih merugikan, karena kesilauannya yang diakibatkan matahari rendah. Pada bandara Adi Sucipto untuk gedung terminal, gedung operasional dan komersial dan gedung teknik letaknya melintang dengan akses matahari kecuali pada gedung administrasi dan personalia. Demikian pula bentuk bangunan dengan atap joglo atau limasan dapat memberikan masukan angin maksimum. Kenyamanan visual bandar udara Adi Sucipto sebagai pintu gerbang kota Yogyakarta kurang dapat dijadikan sebagai point of interest, karena komplek bandar udara yang menjadi satu dengan komplek militer TNI-AU yang berkesan kaku dan tertutup. View dari dan ke bandar udara Adi Sucipto terhalang oleh komplek pemukiman penduduk yang padat dan jalur kereta api. Melihat kondisi kenyamanan pada bandar udara Adi Sucipto, secara kenyaman termal sudah cukup terpenuhi, termasuk masalah kebisingan dengan memberikan material khusus pada ruang-ruang publik (dengan dinding kedap suara, misal pada ruang tunggu), sedangkan untuk kenyamanan visual pada bandar udara Adi Sucipto masih kurang. Untuk masalah radiasi matahari, letak bangunan ini sudah sesuai dengan faktor iklim lokalnya agar memperoleh keuntungan sebanyaknya. Sedang untuk memantulkan dan menyebarkan radiasi dapat ditambahkan tumbuhan sebagai pelindung.



C. KONDISI TERKINI RUANG BANDAR UDARA ADI SUTJIPTO Jumlah penumpang di Bandara Adisutjipto terus meningkat setiap tahunnya. Selama 6 tahun terakhir, setidaknya terjadi lonjakan lebih dari 2 juta penumpang. Di tahun 2013, jumlah penumpang sekitar 5,7 juta dan di tahun 2017 tercatat ada



35



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



35



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



7,8 juta penumpang di bandara Adisutjipto yang terletak di Sleman, Yogyakarta ini. Padahal bandara Adisutjipto yang berdiri di tanah milik TNI Angkatan Udara ini hanya memiliki kapasitas 1,8 juta penumpang per tahun. Jadi, jangan heran kalau setiap harinya kepadatan penumpang di bandara ini tak terelakkan. Mulai dari antrian check in hingga boarding, termasuk juga antri landing hingga bagasi. Pengunjung akan merasakan kepadatan di Bandara Adi Sucipto dan menemukan beberapa jadwal penerbangan yang delay. Menurut pihak AP I yang sering kali terjadi adalah antrian pesawat untuk landing karena memang Adi Sutjipto hanya memiliki 1 runway dengan panjang 2.200 meter dan terbatasnya parking stands pesawat. Bandara Sutjipto saat ini memiliki 11 parking stands, namun yang aktif digunakan hanya 10. Direktur Pemasaran dan Pelayanan AP I, Devy Suradji mengatakan pada jam sibuk sekitar pukul 07.00 WIB dan pada pukul 17.00-18.00 WIB jumlah penumpang di ruang tunggu akan membludak. Termasuk perjalanan umroh dan haji, perjalanan dialihkan ke Solo (Bandara Internasional Adi Sumarmo) karena tidak akan muat di Bandara Adi Sucipto, mengingat fakta yang umroh 1 yang mengantar hingga 20 orang, lobi dan parkir tidak memadai. Peningkatan rata-rata pergerakan penumpang 8,41 persen. Karena peningkatan yang signifikan ini membuat manajemen bandara pada tahun 2017 melakukan perubahan jadwal penerbangan dari tahun 2016 pukul 06.00 - 21.00 Wib menjadi pukul 05.00 - 24.00 Wib di tahun 2017. Rata-rata perhari ada 176 penerbangan ditambah 90 penerbangan militer dan kegiatan sekolah penerbangan, Adisutjipto menjadi bandara paling crowded dengan kapasitas terbatas dibandingkan bandara Surabaya. Saat ini ada 10 maskapai penerbangan yang beroperasi di bandara Adisutjipto. Terdapat 16 rute penerbangan yang terdiri dari 14 rute domestik dan 2 rute internasional yakni Kuala Lumpur dan Singapura. Pergerakkan pesawat terus



36



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



36



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



menunjukkan tren peningkatan, dari tahun 2015 sebanyak 49.395, tahun 2016 sebanyak 53.752, dan di tahun 2017 mencapai 57.677 dengan rata-rata persentase kenaikan 7,30 persen. Kenaikan



yang terlalu tinggi dari standar ini pun membuat ruang gerak



penumpang jadi terbatas di bandara Adisutjipto. Padahal sesuai standar Kementerian Perhubungan setiap 1 orang penumpang idealnya berhak mendapatkan ruang 8 meter persegi di ruang tunggu, namun saat ini hanya mendapat ruang 1,2 meter persegi. Ruang tunggu bandara Adisutjipto terdiri dari terminal A dan B, dimana terminal A khusus penerbangan domestik, sementara terminal B untuk penerbangan domestik dan internasional. Terlalu minimnya lahan, untuk penerbangan internasional ruang tunggunya menyatu dengan ruang tunggu domestik. Tak hanya ruang tunggu, ruang pemeriksaan bandara ini juga nampak minim untuk menampung jumlah penumpang yang banyak.



D. PENGERTIAN PARKIR DAN DASAR HUKUM PERPARKIRAN Setiap perjalanan yang menggunakan kendaraan diawali dan diakhiri ditempat parkir, oleh karena itu ruang parkir tersebar di tempat asal perjalanan bisa di garasi mobil, di halaman, dan di tujuan perjalanan, di pelataran parkir, gedung parkir ataupun di tepi jalan. Karena konsentrasi tujuan perjalanan lebih tinggi daripada tempat asal perjalanan, maka biasanya menjadi permasalahan di tempat tujuan permasalahan. Namun sebelum lebih jauh kita harus mengetahui terlebih dahulu definisi parkir dan stop/berhenti, parkir adalah Suatu keadaan dimana kendaraan tidak bergerak dalam jangka waktu tertentu (tidak bersifat sementara) PP No. 43 Tahun 1993. Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan menginginkan kendaraannya diparkir di tempat, di mana di temoat mudah untuk dicapai. Kemudahan yang diinginkan tersebut salah satunya adalah parkir di badan jalan.



37



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



37



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Dengan demikian untuk mendesain suatu area parkir di badan jalan ada 2 pilihan yakni pola pararel dan menyudut. Dalam kaitannya antara hukum dengan perparkiran, maka pada saat pemilik kendaraan memutuskan untuk memarkirkan kendaraannya di areal parkir baik itu on street parking maupun off street parking, sudah terjadi hubungan hukum antara pemilik kendaraan dan pengelola parkir. Parkir on street sepenuhnya dikelola oleh BP (Badan Pengelola) Parkir sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah daerah, dengan demikian hubungan hukum yang berlaku antara BP parkir dan konsumen parkir on street didasarkan pada hukum obyektif. Para konsumen yang memakai tempat parkir on street ini akan membayar biaya parkir yang disebut dengan retribusi parkir. Retribusi adalah pungutan yang dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat atau daerah sehubungan dengan penggunaan fasilitas negara. Dapat dikatakan pembayaran tersebut memang ditujuan semata-mata oleh si pembayar untuk mendapatkan suatu prestasi yang tertentu dari pemerintah. Selain parkir on street juga dikenal parkir diluar bahu jalan yaitu off street. Yang dimaksud dengan diluar bahu jalan antara lain pada kawasan tertentu seperti pusat perbelanjaan, bisnis maupun perkantoran yang menyediakan fasilitas parkir untuk umum. Parkir off street dapat diselenggarakan oleh Badan Hukum maupun Warga Negara Indonesia dengan mendapatkan izin penyelenggaraan parkir baik murni maupun perpanjangan yang diberikan oleh gubernur (BP Parkir) dengan suatu kerja sama bagi hasil. Pada parkir off streetterdapat beberapa hubungan selain hubungan hukum antara pengelola parkir dengan BP parkir. Pada umumnya pengelola parkir tidak memiliki areal atau gedung sendiri melainkan menjalin kerja sama dengan pemilik atau pengelola gedung/areal parkir tertentu. Pada umunya konstruksi hukum yang berlaku dalam perparkiran adalah perjanjian penitipan barang. Perjanjian penitipan barang sendiri diatur dalam pasal 1694 KUHPerdata. Menurut kata-kata pasal itu, penitipan  adalah suatu perjanjian “riil” yang berarti bahwa baru terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang nyata,



38



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



38



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



yaitu diserahkan barang yang dititipkan, jadi tidak seperti perjanjian lainnya yang umunya adalah kosensual, yaitu sudah dilahirkan pada saat tercapainya sepakat tentang halhal pokok dari perjanjian itu. Dalam pasal 1706 KUHPerdata diwajibkan bagi si penerima titipan mengenai perawatan barang yang dipercayakan kepadanya, memelihara dengan minat yang seperti ia memelihara barang miliknya sendiri dengan demikian tanggungjawab terhadap barang yang dititipkan berada pada si penerima titipan. Hal ini sudah sesuai dengan isi pasal 1714 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa si penerima titipan diwajibakan mengembalikan barang yang sama dengan barang yang telah diterimanya. Berdasarkan uraian di atas, tanggungjawab pengelola parkir, terhadap konsumen parkir adalah utuk mengembalikan kendaraan konsumen seperti keadaan semula, atau dengan  kata lain apabila terjadi kerusakan dan bahkan kehilangan kendaraan di areal parkir merupakan tanggung jawab pengelola parkir.



E. PERMASALAHAN PERPARKIRAN Ada banyak sekali permasalahan mengenai perparkiran. Sebelum lebih jauh membahas



mengenai



permasalahan



dalam



perparkiran,



ada



baiknya



mengidentifikasimasalah parkir, yaitu : A.     Berdasarkan jenis moda angkutan −        Parkir Kendaraan Bermotor 



roda 2







Kendaraan roda 4 (mobil penumpang)







Bus/ Truk



−        Parkir Kendaraan Tidak Bermotor 



39



Becak



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



39



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



B.     Berdasarkan lokasi parkir −        Parkir di badan jalan (On-street Parking) −        Parkir di luar badan jalan (Off-street Parking) Aktifitas suatu pusat kegiatan akan menimbulkan aktifitas parkir kendaraan yang berpotensi menimbulkan masalah antara lain: 1.



Bangkitan tidak tertampung oleh fasilitas parkir di luar badan jalan yang tersedia, sehingga meluap ke badan jalan. Luapan parkir di badan jalan akan mengakibatkan gangguan kelancaran arus lalulintas.



2.



Tidak tersedianya fasilitas parkir di luar badan jalan sehingga bangkitan parkir secara otomatis memanfaatkan badan jalan untuk parkir.



Perparkiran menimbulkan permasalahan mulai dari masyarakat, pengelola parkir, bahkan pemerintah daerah. Gaung dari jeritan konsumen terhadap permasalahan parkir sering di dengar di media massa baik elektronik maupun cetak, berbagai pengaduan di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan bahkan sampai di bawa ke pengadilan dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen[6]. Permasalahan tersebut antara lain : masalah penerapan tarif  yang semena-mena, kerusakan kendaraan di tempat parkir, kehilangan kendaraan, bahkan ketidak becusan Pemerintah daerah sebagai pengelola parkir. Hubungan Hukum yang timbul antara pengelola parkir dan konsumen serta berbagai permasalahan di atas memunculkan kepekaan masyarakat dalam fenomena sosial yang membuat sikrap kritis dalam masalah perparkiran.



F. SATUAN RUANG PARKIR (SRP) Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996) satuan Ruang Parkir (SRP) adalah luas efektif untuk



40



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



40



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



memarkir satu kendaraan (mobil penumpang, truk, motor) termasuk ruang bebas dan lebar bukaan pintu. Untuk menentukan SRP didasarkan pada hal berikut: a. Dimensi Kendaraan Standar Dimensi Kendaraan Standar untuk mobil penumpang adalah 5,0 m x 2,5 m sedangkan untuk sepeda motor adalah 0,7 m x 1,75 m. b. Ruang Bebas Kendaraan Parkir Ruang bebas kendaraan parkir diberikan pada arah lateral dan longitudinal atau memanjang kendaraan. Ruang arah lateral diterapkan pada saat posisi pintu kendaraan dibuka, yang diukur dari ujung paling luar ke badan kendaraan parkir yang ada di sampingnya. Ruang bebas ini diberikan agar tidak terjadi benturan antara pintu kendaraan dan kendaraan yang parkir di sampingnya pada saat penumpang turun dari kendaraan. Ruang bebas arah memanjang diberikan di depan kendaraan untuk menghindari benturan dengan dinding atau kendaraan yang lewat jalur gang (aisle). Jarak bebas arah lateral diambil sebesar 5 cm dan jarak bebas arah memanjang sebesar 30 cm. Penentuan satuan ruang parkir (SRP) dibagi atas tiga jenis kendaraan seperti pada tabel berikut : Tabel Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP) (sumber Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996)



41



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



41



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Table Ukuran Satuan Ruang Parkir Mobil Penumpang (dalam meter) (sumber Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996)



Tabel Ukuran Satuan Ruang Parkir Bus dan Truck (dalam meter) (sumber Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996)



42



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



42



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



G. KARAKTERISTIK PARKIR Analisis karakteristik parkir dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat dasar yang memberikan penilaian terhadap pelayana parkir dan permasalahan parkir yang terdapat pada lokasi studi. Analisis karakteristik parkir yang dilakukan mencakup volume parkir, akumulasi parkir, lama waktu parkir, tingkat pergantian parkir, kapasitas parkir, penyediaan ruang parkir dan indeks parkir. Selain itu akan dilakukan analisis mengenai prediksi kebutuhan parkir selama 10 tahun mendatang. Volume Parkir Volume parkir adalah jumlah kendaraan pada periode waktu tertentu, biasanya perhari (Hobbs, 1979). Rumus yang digunakan untuk menghitung adalah:



Keterangan :



43



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



43



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Nin = Jumlah kendaraan yang masuk (kendaraan) X = Kendaraan yang sudah ada sebelum waktu survai (kendaraan) Akumulasi Parkir Akumulasi parkir adalah jumlah kendaraan parkir dalam satuan jam per periode waktu tertentu (Hobbs, 1979). pada periode waktu tertentu, biasanya perhari (Hobbs, 1979). Durasi Parkir (Lama waktu parkir) Durasi parkir adalah lama waktu yang dihabiskan oleh pemarkir pada ruang parkir yang dinyatakan dalam jam. Rumus yang digunakan dalam menghitung durasi parkir adalah :



Keterangan: D : Rata-rata lama parkir atau durasi (jam/kendaraan) Nx : Jumlah kendaraan yang parkir selama interval waktu survai (kendaraan) X : Jumlah dari interval I : Interval waktu survai (jam) Nt : Jumlah total kendaraan selama waktu survai (kendaraan) Tingkat Pergantian Parkir (Parking Turn Over) Tingkat pergantian parkir menunjukan tingkat penggunaan ruang parkir yang diperoleh dari pembagian antara jumlah total kendaraan yang parkir dengan yang diperoleh dari pembagian antara jumlah total kendaraan yang parkir dengan



44



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



44



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



jumlah petak parkir yang tersedia selama waktu pengamatan (oppenlander,1976). Rumus yang digunakan dalam menghitung tingkat pergantian parkir adalah :



Keterangan: T R : Angka pergantian parkir (kendaraan/petak/jam) S : Jumlah total stall/petak resmi (petak) Ts : Lamanya periode survai (jam) Nt : Jumlah total kendaraan pada saat dilaksanakan survai (kendaraan) Kapasitas Parkir Tingkat pergantian parkir menunjukan tingkat penggunaan ruang parkir yang diperoleh dari pembagian antara jumlah total kendaraan yang parkir dengan yang diperoleh dari pembagian antara jumlah total kendaraan yang digunakan dalam menghitung tingkat pergantian parkir adalah :



Keterangan: KP : Kapasitas Parkir (kendaraan /jam) S : Jumlah total stall/petak resmi (petak) D : Waktu rata-rata lama parkir (jam/kendaraan) Penyediaan Parkir



45



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



45



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Kemampuan penyedian parkir adalah batas ukuran banyaknya kendaraan yang dapat ditampung selama periode waktu tertentu (oppenlander,1976). Rumus yang digunakan dalam menghitung penyediaan parkir adalah:



Keterangan: Ps : Banyak kendaraan yang dapat diparkir (kendaraan) S : Jumlah total stall/petak resmi (petak) Ts : Lama survai (jam) D : Waktu rata-rata lama parkir (jam/kendaraan) F : Insufficiency factor (0,85-0,90) Indeks Parkir Indeks parkir adalah perbandingan antara akumulasi parkir dengan kapasitas parkir. Indeks parkir menunjukan kapasitas parkir yang terisi pada sebuah areal. Besarnya indeks parkir ini akan menunjukan kapasitas dari area parkir tersebut (Warpani, 1990). Nilai IP > 1, artinya kebutuhan parkir melebihi daya tampung/kapasitas normal. Nilai IP = 1, artinya kebutuhan parkir seimbang dengan daya tampung/kapasitas normalnya. Nilai IP < 1, artinya kebutuhan parkir dibawah daya tampung/kapasitas normalnya. Peramalan Kebutuhan Parkir Untuk menghitung prediksi kebutuhan parkir dapat digunakan analisis factor pertumbuhan.



46



Analisis



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



ini



menggunakan



analisis



data



sekunder



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



yang



46



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



memperkirakan jumlah masing-masing data pada tahun x mendatang dengan persamaan berikut :



dimana: P0 = data pada tahun terakhir yang diketahui Pn = data pada tahun ke – n dari tahun terakhir n = tahun ke n dari tahun terakhir r = tingkat pertumbuhan rata-rata



47



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



47



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



BAB III METODOLOGI



A. RUANG LINGKUP Lingkup kegiatan pekerjaan ini adalah melakukan kajian optimalisasi tempat parkir di Bandara Adisutjipto secara komprehensif dengan tahapan-tahapan berikut ini: 1) Melakukan pengumpulan data-data sekunder berupa: lay out bandara saat ini, rencana pengembangan bandara, data pertumbuhan penumpang dan barang yang melalui Bandara Adisutjipto, dan data kendaraan parkir (kapasitas, jenis kendaraan, akumulasi, durasi, dll) minimal selama lima tahun terakhir. 2) Melakukan pengumpulan data primer berupa pola parkir, luasan lahan parkir eksisting, dan perilaku pengemudi saat parkir. 3) Melakukan analisis kebutuhan ruang parkir untuk setiap jenis kendaraan, baik untuk angkutan penumpang maupun angkutan barang. 4) Membuat detail desain ruang parkir dengan mempertimbangkan pertumbuhan penumpang, rencana pengembangan Bandara Adisutjipto, rencana pemindahan beberapa penerbangan ke Bandara NYIA, serta akses keluar masuk dari dan ke jalan utama. 5) Melakukan rekomendasi secara komprehensif.



B. PENDEKATAN PENELITIAN Menurut Sugiyono (2008, hlm. 1) penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian yang akan di



48



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



48



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



bahas adalah mengenai kebutuhan ruang parkir kendaraan di bandar udara Yogyakarta sehingga diketahui jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif. Menurut Sugiyono (2003, hlm. 11) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. Berikut adalah ciri dari penelitian deskriptif. 1. Memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena 2. Menerapkan hubungan (korelasi) 3. Menguji hipotesis yang diajukan 4. Membuat prediksi 5. Membuat arti atau makna atau implikasi pada suatu masalah yang diteliti. Jadi penelitian deskripsi punya cakupan yang lebih luas (Masyhuri dan Zainudin, 2008, hlm. 34). C. VARIABEL PENELITIAN Sugiyono (2011. hlm. 38) mengemukakan bahwa variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Untuk mengetahui kapasitas parkir yang dibutuhkan di bandar udara Adi Sutcipto maka variabel yang digunakan diantaranya : 1. Jumlah kendaraan yang masuk area parkir kendaraan bandar udara berdasarkan



jam



puncak



dan



hari



puncak



kedatangan



dan



keberangkatan pesawat. 2. Jumlah ruang parkir kendaraan yang tersedia 3. Hubungan antara Air Side Bandara dan Land Side Bandara 4. Jenis kendaraan parkir 5. Jumlah penumpang pesawat



49



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



49



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



6. Model analisis regresi peramalan pertumbuhan kendaraan 7. Persentase peningkatan jumlah kendaraan 8. Akumulasi parkir kendaraan, volume kendaraan parkir, pergantian parkir kendaraan, indeks parkir kendaraan, durasi parkir kendaraan, rerata durasi parkir kendaraan, kapasitas parkir kendaraan. Dalam perencanaan kebutuhan parkir kendaraan di bandar udara Yogyakarta perlu diketahui hal-hal yang berpengaruh terhadap pergerakan kendaraan. Dengan model analisis regresi linier sederhana y = a + bx dengan nilai x merupakan jumlah penumpang maupun waktu yang dilihat dari sisi Air Side bandar udara yang merupakan angka jumlah penumpang maka dapat diketahui bagaimana jumlah penumpang berpengaruh terhadap pergerakan kendaraan dan juga x merupakan variabel waktu yang dilihat dari sisi Land Side bandar udara sehingga dapat diketahui bagaimana pengaruh waktu terhadap pergerakan kendaraan pada masa yang akan datang. Sehingga dengan menggunakan model regresi linier y = a + bx dapat diketahui bagaimana hubungan antara pergerakan kendaraan baik dilihat dari sisi Air Side maupun Land Side di bandar udara Adi Sucipto. Setelah diketahui bagaimana hasil model analisis regresi y = a + bx terhadap Land Side dan Air Side bandar udara kemudian dilanjutkan dengan menghitung akumulasi parkir kendaraan, durasi parkir kendaraan, volume parkir kendaraan, pergantian parkir kendaraan , indeks parkir kendaraan, rata-rata durasi parkir kendaraan dan kapasitas parkir kendaraan. Perhitungan parkir tersebut dimaksudkan untuk mencari kapasitas parkir yang tersedia sehingga diketahui kondisi kapasitas parkir dan bagaimana perilaku parkir kendaraan yang ada di bandar udara Adi Sucipto.



D. DIAGRAM ALUR PIKIR PENELITIAN



50



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



50



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Bagan alir penelitian mendeskripsikan urutan-urutan ataupun tahapan dari sebuah penelitian dari awal penelitian termasuk permasalahan yang timbul dari suatu objek yang akan diteliti. Adapun didalam bagan alir penelitian juga terdapat berbagai macam proses baik itu proses pengumpulan data, kemudian perhitungan kapasitas area parkir kendaraan saat ini dan dilanjutkan dengan perhitungan kapasitas ruang parkir yang memadai. Dengan menganalisa kapasitas parkir yang ada terhadap jumlah kendaraan yang melakukan parkir maka akan diketahui kebutuhan akan kapasitas parkir yang dibutuhkan.



51



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



51



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Gambar Kerangka Alur Pikir Penelitian



52



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



52



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



E. PERHITUNGAN DAN ANALISIS Analisis karakteristik parkir dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat dasar yang memberikan penilaian terhadap pelayana parkir dan permasalahan parkir yang terdapat pada lokasi studi. Analisis karakteristik parkir yang dilakukan mencakup volume parkir, akumulasi parkir, lama waktu parkir, tingkat pergantian parkir, kapasitas parkir, penyediaan ruang parkir dan indeks parkir. Selain itu akan dilakukan analisis mengenai prediksi kebutuhan parkir selama 10 tahun mendatang. Volume Parkir Volume parkir adalah jumlah kendaraan pada periode waktu tertentu, biasanya perhari (Hobbs, 1979). Rumus yang digunakan untuk menghitung adalah:



Keterangan : Nin = Jumlah kendaraan yang masuk (kendaraan) X = Kendaraan yang sudah ada sebelum waktu survai (kendaraan) Akumulasi Parkir Akumulasi parkir adalah jumlah kendaraan parkir dalam satuan jam per periode waktu tertentu (Hobbs, 1979). pada periode waktu tertentu, biasanya perhari (Hobbs, 1979). Durasi Parkir (Lama waktu parkir) Durasi parkir adalah lama waktu yang dihabiskan oleh pemarkir pada ruang parkir yang dinyatakan dalam jam. Rumus yang digunakan dalam menghitung durasi parkir adalah :



53



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



53



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Keterangan: D : Rata-rata lama parkir atau durasi (jam/kendaraan) Nx : Jumlah kendaraan yang parkir selama interval waktu survai (kendaraan) X : Jumlah dari interval I : Interval waktu survai (jam) Nt : Jumlah total kendaraan selama waktu survai (kendaraan) Tingkat Pergantian Parkir (Parking Turn Over) Tingkat pergantian parkir menunjukan tingkat penggunaan ruang parkir yang diperoleh dari pembagian antara jumlah total kendaraan yang parkir dengan yang diperoleh dari pembagian antara jumlah total kendaraan yang parkir dengan jumlah petak parkir yang tersedia selama waktu pengamatan (oppenlander,1976). Rumus yang digunakan dalam menghitung tingkat pergantian parkir adalah :



Keterangan: T R : Angka pergantian parkir (kendaraan/petak/jam) S : Jumlah total stall/petak resmi (petak) Ts : Lamanya periode survai (jam) Nt : Jumlah total kendaraan pada saat dilaksanakan survai (kendaraan) Kapasitas Parkir



54



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



54



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Tingkat pergantian parkir menunjukan tingkat penggunaan ruang parkir yang diperoleh dari pembagian antara jumlah total kendaraan yang parkir dengan yang diperoleh dari pembagian antara jumlah total kendaraan yang digunakan dalam menghitung tingkat pergantian parkir adalah :



Keterangan: KP : Kapasitas Parkir (kendaraan /jam) S : Jumlah total stall/petak resmi (petak) D : Waktu rata-rata lama parkir (jam/kendaraan) Penyediaan Parkir Kemampuan penyedian parkir adalah batas ukuran banyaknya kendaraan yang dapat ditampung selama periode waktu tertentu (oppenlander,1976). Rumus yang digunakan dalam menghitung penyediaan parkir adalah:



Keterangan: Ps : Banyak kendaraan yang dapat diparkir (kendaraan) S : Jumlah total stall/petak resmi (petak) Ts : Lama survai (jam) D : Waktu rata-rata lama parkir (jam/kendaraan) F : Insufficiency factor (0,85-0,90) Indeks Parkir



55



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



55



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



Indeks parkir adalah perbandingan antara akumulasi parkir dengan kapasitas parkir. Indeks parkir menunjukan kapasitas parkir yang terisi pada sebuah areal. Besarnya indeks parkir ini akan menunjukan kapasitas dari area parkir tersebut (Warpani, 1990). Nilai IP > 1, artinya kebutuhan parkir melebihi daya tampung/kapasitas normal. Nilai IP = 1, artinya kebutuhan parkir seimbang dengan daya tampung/kapasitas normalnya. Nilai IP < 1, artinya kebutuhan parkir dibawah daya tampung/kapasitas normalnya. Peramalan Kebutuhan Parkir Untuk menghitung prediksi kebutuhan parkir dapat digunakan analisis factor pertumbuhan.



Analisis



ini



menggunakan



analisis



data



sekunder



yang



memperkirakan jumlah masing-masing data pada tahun x mendatang dengan persamaan berikut :



dimana: P0 = data pada tahun terakhir yang diketahui Pn = data pada tahun ke – n dari tahun terakhir n = tahun ke n dari tahun terakhir r = tingkat pertumbuhan rata-rata



F. KELUARAN Tersusunnya Dokumen Kajian Pemanfaatan Lahan Eks Tempat Parkir Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta yang memuat:



56



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



56



LEGAL DRAFTING: PENYUSUNAN PERD



1.



Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan memuat: pendekatan studi,



2.



Laporan Antara



metodologi, alat analisis yang akan digunakan. Laporan Antara memuat sekurang-kurangnya: hasil temuan data-data primer dan sekunder yang nantinya akan di analisis.



3.



Laporan Draft Akhir



Draft Laporan Akhir memuat seluruh hasil pekerjaan, kompilasi data dan analisis yang telah dilakukan secara komprehensif, serta penyusunan dokumen perencanaan sementara.



4.



Laporan Akhir



Laporan Akhir memuat seluruh hasil pekerjaan, kompilasi data dan analisis yang telah dilakukan secara komprehensif, serta penyusunan dokumen perencanaan.



5.



Laporan Ringkas



Laporan Ringkas



memuat ringkasan seluruh



hasil pekerjaan, 6



Hardisk eksternal



Semua bahan materi dan dokumentasi Studi disimpan dalam harddisk eksternal sebanyak 2 buah



57



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



LANGKAH PENYUSUAN PERDA



57