Pendidik Sebagai Pembimbing [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Za HA
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDIDIK SEBAGAI PEMBIMBING Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “BIMBINGAN DAN KONSERLING”



Dosen Pengampu: Suci Habibah, M.Pd.



Disusun Oleh : Alya Mardatillah



( 11910123196 )



Auli Wardian Azhar



( 11910113198 )



Wahyuni



( 11910120253 )



Zaidan Hanif



( 11910112794 )



SLTP/SLTA MODEL IV/A JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik, dan ilhamnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun dalam rangka untuk menyelesaikan tugas dari dosen kami Ibu Suci Habibah M. Pd selaku dosen pengampu Bimbingan dan Konseling. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun  isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



Pekanbaru, 12 April 2021



Penulis



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.........................................................................................i DAFTAR ISI........................................................................................................ii



BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1 A. Latar Belakang...........................................................................................1 B. Rumusan Masalah......................................................................................1 C. Tujuan Pembahasan...................................................................................2



BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................2 A. Pemikiran perlunya Bimbingan.................................................................2 B. Pembelajaran Berbasis Bimbingan Konseling..........................................10 C. Peran Guru sebagai Pembimbing..............................................................22



BAB III PENUTUP.............................................................................................25 A. Kesimpulan................................................................................................25 B. Saran..........................................................................................................26



DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru berkembang sesuai dengan fungsinya, membina untuk mencapai tujuan pendidikan. Lebih-lebih dalam sistem sekolah sekarang ini, masalah pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan tenaga pengajar perlu mendapat perhatian yang serius. Bagaimanapun baiknya kurikulum, administrasi, dan fasilitas perlengkapan, kalau tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas guru-gurunya tidak akan membawa hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, peningkatan mutu tenaga-tenaga pengajar untuk membina tenaga-tenaga guru yang profesional adalah unsur yang penting bagi pembaruan dunia pendidikan. Salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh guru di sekolah adalah memberikan pelayanan kepada para siswa agar mereka menjadi siswa atau anak didik yang selaras dengan tujuan sekolah. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang miliki peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini, guru perlu memperhatikan peserta didik secara individu, karena antara satu peserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan mendasar. Oleh karena itu melalui bidang pendidikan, guru mempengaruhi aspek kehidupan, baik sosial, budaya maupun ekonomi. Dalam keseluruhan proses pendidikan, guru merupakan faktor utama yang bertugas sebagai pendidik. Guru memegang berbagai jenis peranan yang mau tidak mau harus dilaksanakannya sebagai guru. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pemikiran perlunya bimbingan? 2. Bagaimanakah pembelajaran berbasis bimbingan itu? 3. Apa saja peran guru sebagai pembimbing? C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui pemikiran perlunya bimbingan 2. Untuk mengetahui pembelajaran yang berbasis bimbingan 3. Untuk mengetahui peran guru sebagai pembimbing



1



BAB II PEMBAHASAN A. Pemikiran Perlunya Bimbingan Dalam pendidikan formal (pendidikan sekolah), terutama alasan pemberian bimbingan dan konseling bagi guru mata pelajaran, tidak hanya ada atau tidak adanya dasar hukum (peraturan perundang-undangan) atau dasar di atas. Lebih penting lagi, hal ini terkait dengan upaya pembinaan peserta didik, yang selanjutnya disebut konseli untuk mengembangkan potensinya atau menyelesaikan tugas-tugas pembinaan fisik, emosional, intelektual, dan moralspiritual.1 Manusia



dituntut



untuk



mampu



memperkembangkan



dan



menyesuaikan diri terhadap masyarakat, dan untuk itu memang manusia telah diperlengkapi dengan berbagai potensi, baik potensi yang berkenaan dengan keindahan dan ketinggian derajat kemanusiaannya maupun berkenaan dengan keempat dimensi kemanusiaannya itu, yang memungkinkannya untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut. Pemenuhan terhadap tuntutan perkembangan masyarakat sekaligus memerlukan pengembangan individu warga masyarakat secara serasi, selaras, dan seimbang. Sebagaimana



telah



dikemukakan,



pengembangan



kemanusiaan



seutuhnya hendaknya mencapai pribadi-pribadi yang kediriannya matang, dengan kemampuan sosial yang menyejukkan, kesusilaan yang tinggi, dan keimanan serta ketakwaan yang dalam. Tetapi, kenyataan yang sering dijumpai adatah keadaan pribadi yang kurang berkembang dan rapuh, kesosialan yang panas dan sangar, kesusilaan yang rendah, dan keimanan serta ketakwaan yang dangkal. Sehubungan dengan hal itu, dalam proses pendidikan banyak dijumpai permasalahan yang dialami oleh anak-anak, para remaja, dan pemuda yang menyangkut keempat dimensi kemanusiaan mereka. Potensi-potensi yang ada pada diri mereka tidak dapat berkembang secara optimal; mereka yang berbakat tidak dapat mengembangkan bakatnya, mereka yang berkecerdasan tinggi kurang mendapatkan rangsangan dan fasilitas pendidikan sehingga bakat dan kecerdasan yang merupakan karunia Tuhan yang tidak ternilai harganya itu 1 Sutirna,Bimbingan dan Konseling, (Bandung: CV. Andi, 2012), hal. 53



2



menjadi terbuang sia-sia. Anak-anak yang kurang beruntung tidak memiliki bakat tertentu dan yang berkecerdasan tidak cukup tinggi lebih tersia-sia lagi perkembangannya; pelayanan khusus pada mereka kurang diberikan sehingga mereka makin tidak mampu mengejar tuntutan pelajaran pada tingkat yang lebih rendah sekalipun. Tingkat kenakalan remaja dan perkelahian pelajar yang semakin meningkat menunjukkan gejala kurang berkembangnya dimensi kesosialan dan kesusilaan mereka. Demikian juga kurangnya penghayatan terhadap nilai-nilai Ketuhanan dan praktek-praktek kehidupan yang tidak didasarkan atas kaidahkaidah agama menggambarkan kurang mantapnya pengembangan dimensi keberagamaan. Permasalahan yang banyak terjadi di masyarakat, seperti pertengkaran antarwarga masyarakat, rendahnya disiplin kerja, pengangguran, pencurian, perjudian, perceraian, pemerkosaan, pelacuran, kumpul kebo, penculikan, dan sebagainya merupakan gejala rendahnya pengembangan keempat dimensi kemanusiaan tersebut. Banyak penulis sejak tahun 1970-an telah mengungkapkan bahwa sumber permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak, remaja dan pemuda itu terutama sekali berada di luar diri mereka sendiri. Sikap orang tua dan anggota keluarga, keadaan keluarga secara keseluruhan, pengaruh film - televisi video, iklim kekerasan dan kekurangdisiplinan yang berlangsung di masyarakat, kelompok-kelompok sebaya yang bertindak menyimpang dan berbagai faktor negatif lainnya dalam kehidupan sosial di luar sekolah semuanya menunjang timbulnya masalah-masalah pada anak-anak, remaja dan pemuda tersebut (Barr-Johnson & Hiett, 1978; Nelken & Gallo, 1978; Feldhausen, 1978). Telah lama pula disadari bahwa suasana kelas dan sekolah secara keseluruhan yang kering dan mandul, hubungan murid murid dan gurumurid yang rapuh dan keras, merajalelanya ketidakacuhan, tuntutan akan kepatuhan yang mutlak dan peniruan yang membabi buta, persaingan yang tidak sehat, pola tingkah laku yang serba tunggal dan tidak demokratis, dan lain sebagainya, semuanya menjegal kesehatan men tal anak-anak (Weimberg, 1972). Meskipun gejala-gejala negatif tersebut ditemukan oleh penulis-penulis Barat hampir sekitar 20 tahun yang lalu, namun agaknya makna yang mereka



3



kemukakan itu seluruhnya terjadi juga di masyarakat dan sekolah-sekolah kita di Indonesia dewasa ini. Apabila gejala-gejala negatif itu dikaitkan dengan butir-butir perwujudan pengamalan Pancasila, dapatlah dikatakan betapa banyaknya permasalahan di masyarakat dan di sekolah-sekolah kita yang masih jauh jangkauannya dari pelaksanaan pengamalan Pancasila itu. Telah lama pula diketahui kenyataan bahwa makin derasnya perubahan sosial yang terjadi dan makin kompleksnya keadaan masyarakat akan makin meningkatkan derajat rasa tidak aman bagi para remaja dan pemuda (William, 1977). Perubahan-perubahan bersejarah yang terjadi pada bebe rapa dasawarsa terakhir ini, yang telah mengubah kondisi kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan psikologis setiap orang, membawa pengaruh besar terhadap perikehidupan dan perkembangan anak-anak, remaja dan pemuda Dalam kaitan ini dirasakan bahwa sekolah terlebih-lebih lagi menanggung akibat dari berbagai perubahan besar tersebut. Bahkan dapat ditegaskan bahwa kehidupan anak-anak, remaja dan pemuda dewasa ini adalah hasil dari perubahan-perubahan yang terjadi itu. Dikaitkan dengan era globalisasi dan informasi yang digambarkan di atas, perubahan-perubahan yang dibawa oleh semangat globalisasi dan arus informasi akan lebih deras lagi menggoncang masyarakat dan sekolah, kampus dan tatanan kehidupan dalam segenap seginya. Akibat yang akan timbul ialah semakin banyaknya individu, anak-anak dan remaja peserta didik di sekolah, para pemuda serta warga masyarakat lainnya yang dihimpit oleh berbagai tantangan dan tidakpastian, terlempar dan terhempas oleh berbagai harapan dan keingi, an yang tidak dapat terpenuhi. Kehendak akan pengembangan secara opt mal individualitas, sosialitas, moralitas, dan religiusitas dalam rangka pembentukan manusia seutuhnya semakin mendapat tantangan. Selama masa orde baru pemerintah Indonesia telah melaksanakan pembangunan pendidikan dengan hasil yang cukup banyak. Gedung-gedung, ruangan belajar dan prasarana serta sarana fisik untuk penyelenggaraan pendidikan dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi telah dikembangkan dalam jumlah yang cukup besar. Sampai akhir Pelita V jumlah murid SD yang dapat ditampung sudah hampir mendekati 100% dari jumlah



4



anak usia SD. Demikian juga, jumlah siswa SLTP dan SLTA serta mahasiswa yang dapat ditampung mengalami peningkatan yang sangat berarti Pelita ke Pelita. Menilik hasil-hasil tersebut, tampaknya pembangunan pendidikan sampai dengan tahapnya pada tahun 1980-an pertama-tama diarahkan untuk terpenuhirya sasaran pemerataan pendidikan. Upaya



pembangunan



pendidikan



dengan



sasaran



pemerataan



pendidikan sudah berjalan dengan sukses. Dalam kaitan itu, perlu dikaji lebih lanjut apakah pencapaian pemerataan pendidikan itu telah disertai dengan kadar yang seimbang dengan peningkatan mutu pendidikan? Hal itu perlu dikemukakan berhubung dengan adanya kekhawatiran yang dilontarkan bahwa "upaya peningkatan kuantitas yang dipacu dengan demikian pesat justru akan mengorbankan kualitas”. Upaya pemecahan masalah kuantitas dalam bidang pendidikan (yaitu pemerataan pendidikan) agaknya memang menjadi primadona sejak awal era pembangunan nasional Baru pada tahun-tahun terakhir ini tekad untuk mengupayakan peningkatan mutu pendidikan mulai lebih nyaring dicanangkan. Kekhawatiran bahwa mutu pendidikan di sekolah-sekolah kita masih perlu mendapatkan perhatian yang utama dan saksama memang sering disuarakan. Sebagai contoh, Sartono Kartodirdjo pada akhir tahun 1991 mengemukakan bahwa pendidikan sekolah dasar di Indonesia telah menyapu semua kreativitas dan daya kritis anak; sementara itu verbalisme semakin merajalela". Lebih jauh dikatakan bahwa, "pendidikan di SD sangat mencekam dan mencekik, serta memprihatinkan, karena memompa otak dan memori, menimbuni otak dengan kata, bukan dengan pengertian". Sinyalemen Sartono Kartodirdjo itu tidak terbatas pada pendidikan di SD saja, tetapi bahkan sampai ke pendidikan di perguruan tinggi. Pendidikan di universitas sama dengan upaya menghafal ensiklopedi". Apabila sinyalemen seperti dikemukakan oleh Sartono Kartodirdjo itu benar, hal itu perlu menjadi perhatian yang amat serius, khususnya berkenaan dengan kualitas pendidikan di tanah air. Sinyalemen tersebut senada dengan peringatan yang dilontarkan oleh Sudjatmoko pada tahun 1984 mengenai fungsi pendidikan dalam menyiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan-tantangan abad ke-21: Sudah tidak memadai lagi



5



berpikir tentang penambahan pengetahuan sebagai titik akhir proses belajar. Padahal tantangannya adalah pengembangan, baik dalam diri individu maupun di dalam masyarakat, kemampuan untuk belajar terus menerus, untuk jawaban yang kreatif, dan untuk penilaian yang kritis. Memperhatikan semua hal tersebut, didasari bahwa sejelek-jeleknya tampang sekolah yang dapat kita lihat, sekolah tetap merupakan sarana yang dapat berarti amat besar dalam penyelenggaraan pendidikan. Meskipun di sanasini sekolah mungkin merupakan tempat yang kurang menguntungkan bagi anak-anak, remaja dan pemuda, namun sekolah tidak boleh gagal menjalankan misinya. Sejak lama telah dicanangkan gerakan "sekolah tanpa kegagalan" untuk memperteguh misi sekolah itu. Gambaran tersebut memperlihatkan sekolah-sekolah kita masih menderita berbagai kekurangan, khususnya yang menyangkut permasalahan siswa. Dalam kaitan ini, ahli-ahli kita mengesampingkan permasalahan tersebut, kita harus menanganinya secara menyeluruh dan tuntas. Sebenarnya hal ini telah lama menjadi perhatian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (1977) yang mengharapkan agar sekolah menjalankan fungsinya secara penuh untuk lebih memungkinkan para siswa mampu menghadapi tantangan masa depan. Namun perwujudan dari harapan ini sering kali mengalami hambatan yang tidak kecil. Dalam memenuhi misinya itu sekolah perlu menyelenggarakan kegiatan pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pengajaran saja, apalagi kalau pengajaran itu diartikan secara sempit, di khawatirkan di satu segi menjurus kepada pengembangan kemampuan kognitif yang tidak seimbang di segi lain tidak banyak menyentuh pengem bangan keempat dimensi kemanusiaan secara serasi, selaras dan seimbang. Sekolah dengan sekuat tenaga perlu menciptakan suasana pengajaran dan suasana kelas yang menyejukkan, bersemangat, luwes dan subur. Isi pengajaran dalam arti yang luas itu secara langsung mengait materi-materi yang relevan dengan keempat dimensi dan pengembangan manusia seutuhnya itu. Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat dihindari, meski dengan pengajaran yang baik sekalipun. Hal ini telebih



6



lagi disebabkan karena sumber-sumber permasalahan siswa banyak yang terletak di luar sekolah. Dalam kaitan itu, permasalahan siswa tidak boleh dibiarkan begitu saja. Apabila misi sekolah adalah menyediakan pelayanan yang luas untuk secara efektif membantu siswa mencapai tujuan tujuan perkembangannya dan mengatasi permasalahannya, maka segenap kegiatan dan kemudahan yang diselenggarakan sekolah perlu diarahkan ke sana. Di sinilah dirasakan perlunya pelayanan bimbingan dan konseling di samping kegiatan pengajaran. Dalam tugas pelayanan yang luas, bimbingan dan konseling di sekolah adalah pelayanan untuk semua murid yang mengacu pada keseluruhan



perkembangan



mereka,



yang



meliputi



keempat



dimensi



kemanusiaannya dalam rangka mewujudkan manusia seutuhnya.2 Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sangat diperlukan karena setiap siswa di sekolah dapat dipastikan memiliki masalah, baik masalah pribadi maupun masalah dalam belajarnya, dan setiap masalah yangdihadapi masing-masing siswa sudah pastilah berbeda. Bimbingan dan konseling sesuai dengan Undang-Undang “PP No. 28 dan 29 tahun 1990 dan PP No. 72 tahun 1991 pada dasarnya mengemukakan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan. Secara lebih spesifik, Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 025/0/1995 mengemukakan: bahwa Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku. Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Nomor 026 Tahun 1989 menyebutkan secara eksplisit pekerjaan bimbingan dan penyuluhan (konseling) dan pekerjaan mengajar yang satu sama lain berkedudukan seimbang dan sejajar. Dalam SK tersebut disebutkan bahwa seorang guru di sekolah dapat mengerjakan kegiatan mengajar atau kegiatan 2 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), Cet. 1, hal. 25-29



7



pelayanan bimbingan dan penyuluhan. Keberadaan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah dipertegas lagi oleh Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990 (tentang Pendidikan Dasar) dan No. 29 tahun 1990 (tentang Pendidikan Menengah). Dalam kedua peraturan pemerintah itu disebutkan dalam Bab X, bahwa: 1. bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka



upaya



menemukan



pribadi,



mengenal



lingkungan,



dan



merencanakan masa depan; 2. bimbingan diberikan oleh guru pembimbing. Dalam penjelasannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 menyebutkan bahwa: 1. bimbingan dalam rangka menemukan pribadi siswa, dimaksudkan untuk membantu siswa mengenal kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya; 2. bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan, dimaksudkan untuk membantu siswa menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, ekonomi, budaya serta alam yang ada; 3. bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan, mempersiapkan diri untuk langkah yang dipilihnya setelah tamat belajar pada sekolah menengah serta kariernya di masa depan. 4. Peraturan perundangan tersebut di atas memberikan legalisasi yang cukup mantap tentang keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Boleh dikatakan pekerjaan bimbingan dan konseling tidak dap diganggu gugat lagi keberadaannya. Uraian di atas menegaskan, bahkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah telah diterima dan menjadi suatu pekerjaan yang tugas dan ruang lingkupnya jelas. Lebih jauh, mengingat bahwa sumber permasalahan anak-anak, remaja dan pemuda sebagian besar berada di luar sekolah, dan mengingat pula bahwa permasalahan yang dialami manusia tidak hanya terdapat di sekolah, maka pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau daerah-daerah yang lebih luas di luar sekolah. Anak anak, para remaja, dan pemuda, bahkan orang-orang dewasa di dalam keluarga, di dalam



8



lembaga-lembaga kerja, dan di dalam organisasi serta lembaga-lembaga kemasyarakatan pada umumnya menghadapi kemung kinan untuk menghadapi masalah dalam kehidupan dan perkembangannya (Ivey & Goncalves, 1987). Hal itu semua memberikan peluang bagi diselenggarakannya pelayanan bimbingan dan konseling kepada mereka yang berada di luar lingkungan sekolah, di masyarakat luas pada umumnya.3 Abin Syamsuddin (2003) menyebutkan bahwa guru sebagai pembimbing dituntut untuk mampu mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).  Berkenaan dengan upaya membantu mengatasi kesulitan atau masalah siswa, peran guru tentu berbeda dengan peran yang dijalankan oleh konselor profesional. Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah siswa yang mungkin bisa dibimbing oleh guru yaitu masalah yang termasuk kategori ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Sebagaimana juga sudah terdapat dalam Q.S Al- Asr (1-3 ) yang mana pada terjemahannya terdapat kalimat “dan saling menasehati untuk kebenaran “ itulah sebuah kata kunci bahwa tuhan (Allah) telah lebih dahulu memerintahkan agar umat ciptaannya saling membimbing. Nah



ayat tersebut juga merupakan dasar pemikiran



perlunya bimbingan. Urgensi Bimbingan dan konseling di sekolah mengacu pada UU No.23 tentang sisdiknas, yakni UU No.20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” Urgensi Bimbingan dan konseling di sekolah akan semakin dirasa perlu jika pelayanan bimbingan dan konseling tersebut mampu memberikan 3 Ibid, hal. 30-31



9



kontribusi yang berarti terhadap upaya memperkuat fungsi-fungsi pendidikan. Bimbingan dan konseling adalah upaya pedagogis untuk memfasilitasi perkembangan individu dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Bimbingan dan konseling turut bertanggung jawab dalam merealisasikan ketiga fungsi pendidikan yaitu pengembangan, diferensiasi dan integrasi. Bimbingan dan konseling sebagai salah satu sub-bidang dari bidang pembinaan di sekolah mempunyai fungsi yang khas bila dibandingkan dengan sub-bidang lainnya meskipun semua subbidang tersebut merupakan pelayanan khusus kepada klien. Fungsinya yang khas bersumber dari corak pelayanan yang bersifat psikis. Urgensi bimbingan dan konseling mengingat hal-hal tersebut di atas jelaslah bahwa bimbingan dan konseling mempunyai arti yang sangat penting.4 B. Pembelajaran Berbasis Bimbingan Konseling Terdapat banyak upaya para pendidikan dalam mengoptimalkan cara mengajarnya demi tercapainya tujuan pendidikan dan meningkatkan akhlak serta kompetensi siswanya mulai dari model, metode, dan pendekatan pembelajaran yang digunakan. Konsep pembelajaran berbasis bimbingan konseling, dilatarbelakangi oleh pentingnya pembelajar berbasis bimbingan untuk diterapkan. Karena pembelajaran yang baik, tidak hanya berorientasi pada pencapaian. Maka dari itu, pembelajaran sebaiknya berlandaskan pada prinsip-prinsip bimbingan. Pembelajaran berbasis BK ini tidak dimaksudkan untuk menghapus teori-teori belajar secara mendalam tetapi lebih pada cara efektif yang bersifat praktis sesuai dengan situasi yang dihadapi. Masalah belajar merupakan masalah penting bagi para siswa maupun mahasiswa, maka dari itu guru atay pembimbing perlu memberikan bimbingan cara belajar yang sebaik-baiknya. 1. Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan Konseling Secara filosofis, manusia memiliki potensi untuk dikembangkan seoptimal mungkin. Potensi itu sendiri adalah laten power, yakni kekuatan, kemampuan, keunggulan, keunikan yang belum tampak, belum menjadi



4 Tohirin, Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 2-3



10



prestasi, belum mewujud dalam bentuk perilaku. Sedangkan perkembangan optimal adalah perkembangan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Secara psikologis manusia itu bersifat unik, memiliki kebebasan, kemerdekaan untuk mengembangkan keunikannya. Dilihat dari segi manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan sosial budaya akan terjadi perubahan sistem nilai dalam kehidupan sosial budaya. Nilai menjadi hal yang penting. Oleh karenanya bimbingan dan konseling membantu individu memelihara, menginternalisasikan, memperhalus, dan memaknai nilai sebagai landasan dan arah mengembangkan diri.5 Pembelajaran berbasis bimbingan itu sangatlah penting untuk diterapkan karena pembelajaran yang baik, tidak hanya berorientasi pada pencapaian kognitif saja akan tetapi dapat menghasilkan sebuah output berupa lahirnya perubahan perilaku siswa atau peserta didik yang positif dan normatif. Mengajar dapat berarti: a. Mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran b. Mengajar sebagai proses mengatur lingkungan c. Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan.6 Pembelajaran perlu disesuaikan dengan empat pilar pendidikan universal seperti yang dirumuskan UNESCO, yaitu: a. Learning to know: belajar untuk mengetahui b.  Learning to do: belajar untuk berbuat c. Learning to be: belajar untuk menjadi diri sendiri d.  Learning to live together: belajar untuk bekerja sama.7 Bimbingan tidak hanya dilakukan kepada anak yang bermasalah saja. Pandangan bimbingan dewasa ini yaitu menyediakan suasana atau situasi perkembangan yang baik sehingga setiap anak disekolah dapat terdorong semangat belajarnya dan dapat mengembangkan pribadinya sebaik mungkin dan terhindar dari praktik-praktik yang merusak perkembangan anak itu sendiri.8 5 Ibid. Hal. 8686 6Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2016), hal. 95 7Ibid, hal. 110-111. 8Deni Febrini, Bimbingan Konseling (Yogyakarta: Teras, 2011), hal. 2.



11



Guru tidak hanya memberikan mata pelajaran tertentu saja, tetapi juga mengajarkan sikap di kelas. Seorang guru juga perlu mengamati setiap muridnya. Guru perlu menyadari bahwa setiap anak mempunyai kepribadian,



kelebihan



dan



kelemahannya



sendiri.



Apabila



guru



mengharapkan muridnya dapat menyelesaikan pekerjaannya sebaik-baiknya, maka dia juga memberikan bantuan apapun kepada murid apabila diperlukan. Demikian juga, guru harus bertanggung jawab untuk membimbing murid-murid dalam perkembangannya semaksimal mungkin.9 2. Karakteristik   Pembelajaran  berbasis  bimbingan konseling Setiap anak pasti memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai umur dan latar belakang mereka. Setiap jenjang sekolah, anak memiliki karakteristik yang berbeda dan seharusnya  guru perlu memperhatikan hal tersebut. Dengan adanya perbedaan karakter pada setiap peserta didik maka pembelajaran berbasis bimbingan dan konseling perlu dilakukan dalam membantu peserta didik mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya dan mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Menurut Kartadinata dan Dantes, pembelajaran berbasis bimbingan memiliki ciri-ciri berikut: a. Diperuntukkan bagi semua siswa. b. Memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang. c. Mengakui siswa sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan. d. Terarah ke pengembangan segenap aspek perkembangan anak secara menyeluruh dan optimal. e. Disertai dengan berbagai sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai minat, potensi, dan kapabilitas siswa sesuai dengan norma-norma kehidupan yang dianut. f. sangat memperhatikan keamanan psiokologis peserta didik g. penuh penghargaan h. tidak menggunakan hukuman fisik dalam pembelajaran i. pemberian reward untuk semua prestasi peserta didik. 9 Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya:Teknik Bimbingan Praktis (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), hal. 76-78



12



j. Demokrasi bahwa setiap pembelajaran yang berbau bimbingan pembimbingan wajib mendengarkan suara peserta didik terlebih dahulu. 10



3. Model Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan Konseling Untuk mempelajari siswa sesuai dengan cara gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam prakteknya, guru harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dalam kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajaran, fasilitas media yang terjadi, dan kondisi guru itu sendiri. Berikut ini  disajikan beberapa model pembelajaran, untuk dipilih dan dijadikan alternatif sehingga cocok untuk situasi dan kondisi yang dihadapi. Akan tetapi sajikan yang dikemukakan pengantarnya berupa pengertian dan rasional serta sintaks (prosedur) yang sifatnya prinsip, modifikasinya diserahkan kepada guru untuk melakukan penyesuaikan, penulis yakin kreativikasi para guru sangat tinggi . a. Koperatif ( CL, Cooperativ Learning) Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk



sosial



yang



penuh ketergantungan



dengan



orang



lain,



mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyataan itu, belajar berkelompok secara koperaktif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas tanggung jawan. Saling membantu dan barlatih berinteraksi, komunikasi, sosialisai karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing. Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan 10 Rita Mariyana, “Implementasi Program Pembelajaran Berbasis Bimbingan” dalam http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/197803082001122RITA_MARIYANA/ARTIKEL_KOMPETITIF_INDONESIA.pdf diakses pada tanggal 16 September 2017, hal. 2.



13



pengalaman agar kelompok kohesif (kampak, partisifasi), tiap anggota kelompok terdiri 4-5 orang siswa heterogen (kemampuan, gender, karakte), dan control dan fasilitas, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok



berupa



laporan



atau



presentasi.. Sintaks



pembelajaran



koperatif adalah informasi, pengarahan strategi, membentuk kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan. b. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning) Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terukan, negoisasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (dailay life medeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif  dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontrekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tindakan menonton dan mencatat, dan pengembangan kemmampuan soaial. Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga model lainya, yaitu,modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi tujuan, pengarahan, petunjuk, rambu-rambu ). Questioning (eksplorasi membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan evaluasi, inkuiri,generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individu, minds on, handson, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi hipotensi,konjektur, generalisasi, menemukan), constructivisim (membangun pemahamn sendiri mengkonstruksi konsep aturan analisis sintesis), reflection (reviu,rangkuman,tindak lanjut). Authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktivitas usaga siswa penilaian prtopolio, penilaian seobjektif dari berbagai aspek dengan bebagai cara). c. Pembelajaran langsung (DL Direct Learning) Pengetahuan yang bersifat informasi dan procedural yang menjurus pada keterampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajikan



14



informasi dan prosedur, latihan terbimbing refleksi, latihan mandiri,dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositor (ceramah bevariasai) d. pembelajaran berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)  Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kamampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dan kehidupan actual siswa, untuk merangsang kemampuan befikir tingakt tinggi. Kondisi yang tepat harus dipelihara adalah suasana kondusif, tebuka, negoisasi,demokrasi,suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat perfikir normal Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induktif, identitikasi, investigasi,eksplorasi,kojuktur,sintensis,generalisasi dan inkuiri e. Problem Solving Dalam hal ini masalah dedifinisikan sebagai suatu persoalan yang rutin, belum dikenal cara penyelesainya (menemukan pola aturan, atau algoritma). Singtaknya adalah : sajikan permasalahan yang memenuhi kriteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau



aturan



yang



disajikan,



siswa



mengidentifikasi



,



mengeksplorasi,menginvestigasi,menduga dan akhirnya menemukan solusi. f. Problem posing Bentuk lain dari problem posing adalah problem posing, yaitu pemecahan maalah dengan melalui elaborasi, Yitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dapat dipahami. Sintaknya adalah : Memahami jalur keluar, identifikasi kekeliruan,menimalisi kekeliruan,menimalisi tulisan hitungan, cara alternative, menyusun soal pernyataan. g. Problem Terbuka (OE,Open,Ended) Pembelajaran



dengan



problem



(masalah)



terbuka



artinya



pembelajaran yang menyajikan permasalahan engan pemecahan berbagai



15



cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komonikasi interaksi, sharing, keterbukaan dan sosialisasi. Siswa dituntut untuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjutnya siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentuk



pola



piker,keterpasuan,keterbukaan,



dan



ragam



berpikir. Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik(gunakan gambar,diagram,table), kembangkan permasalahna sesuai dengan kemampuan berfikir siswa, kaitkan dengan materi selanjutnya, siapkan rencana bimbingan( sedikit demi sedikit lepas mandiri). Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatiakan dan catat respon,pembimbing dan pengarahan, membuat kesimpulan. h. Probing-prompting Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berfikir yang mengaitkan pengetauan setiap siswa dan pengalamanya dengan pengetahuan setiap siswa dan pengalamanya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya



siswa



pengetahuan



baru,



mengkonstruksi dengan



konsep,prinsip



demikikan



aturan



pengetahuan



mejadi



baru



tidak



diberitahuakan. 4. Prinsip-Prinsip



Model



Pembelajaran



Berbasis



Bimbingan



dan



Konseling Dalam



memberikan



bimbingan,



beberapa hal berikut ini:



16



hendaknya



memperhatikan



a. Bimbingan belajar diberikan kepada semua siswa. Semua siswa yang pandai, cukup, ataupun kurang membutuhkan bimbingan dari guru, sebab secara potensional semua siswa bisa mempunyai masalah. b. Sebelum memberikan bantuan, guru terlebih dahulu harus berusaha memahami kesulitan yang dihadapi siswa, meneliti factor-faktor yang melatar belakangi kesulitan tersebut. c. Bimbingan belajar yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan jenis masalah serta tingkat  kerumitan masalah. d. Bimbingan belajar hendaknya menggunakan teknik yang bervariasi. Karena perbedaan jenis dan kerumitan masalah yang dihadapi siswa, perbedaan individual guru serta kondisi sesaat, maka dalam memberikan bimbingan belajar hendaknya menggunakan teknik bimbingan yang berfariasi. e. Orang tua aadalah pembimbing belajar siswa dirumah. Penaggung jawab utama siswa adalah orang tuanya. Karena keterbatasan kemampuanya, orang tua melimpahkan sebagian dari tanggung jawab.  Secara umum, bimbingan yang dapat diberikan oleh guru BK dalam kegiatan mengajar dikelas adalah: a. Mengenal dan memahami individu secara mendalam b. Memberikan perlakuan dengan memerhatikan perbedaan individual c. Memperlakukan individu secara manusiawi d. Memberikan kemudahan untuk mengembangkan diri secara optimal e. Menciptkan suasana kelas yang menyengkan 5. Teknik-Teknik Model



Pembelajaran



Berbasis



Bimbingan



dan



Konseling. Ada beberapa macam teknik bimbingan yang dapat digunakan untuk membantu perkembangan individu, yaitu konseling, nasihat, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan mengajar bernuansa bimbingan. a. Konseling Konseling merupakan bantuan yang diarahkan untuk mengubah sikap dan perilaku individu. Konseling dilaksanakan melalui wawancara



17



(konseling) langsung dengan individu. Konseling ditujukan kepada individu yang normal, bukan yang mengalami kesulitan jiwa, melainkan hanya mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Dalam konseling terdapat hubungan yang akrab dan dinamis. Individu merasa diterima dan dimengerti oleh konselor. Dalam hubungan tersebut, konselor menerima individu secara pribadi dan tidak memberikan penilaian. Individu (konseli) merasakan ada orang yang mengerti masalah pribadinya, mau mendengarkan keluhan dan curahan perasaannya. Dalam konseling berisi proses belajar yang ditujukan agar konseli (individu) dapat mengenal diri, menerima, mengarahkan,



dan



menyesuaikan



diri



secara



realistis



dalam



kehidupannya di kampus ataupun luar kampus. Dalam konseling tercipta hubungan pribadi yang unik dank has, dengan hubungan tersebut individu diarahkan agar dapat membuat keputusan, pemilhan, dan rencana yang bijaksana, serta dapat berkembang dan berperan lebih baik di lingkungannya. Konseling membantu individu agar lebih mengerti dirinya sendiri, mampu mengeksplorasi dan memimpin diri sendiri, serta menyelesaikan tugas-tugas kehidupannya. Proses konseling lebih bersifat emosional diarahkan pada perubahan sikap, perubahan pola-pola hidup sebab hanya dengan perubahan-perubahan tersebut memungkinkan terjadi perubahan perilaku dan penyelesaian masalah. b. Nasihat Nasihat merupakan salah satu teknik bimbingan yang dapat diberikan oleh konselor ataupun pembimbing. Pemberian nasihat hendaknya memerhatikan hal-hal sebagai berikut. a. Berdasarkan masalah atau kesulitan yang dihadapi oleh klien (individu) b. Diawali dengan menghimpun data yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi c. Nasihat yang diberikan bersifat alternatif yang dapat dipilih oleh individu, disertai kemungkinan keberhasilan dan kegagalan



18



d. Penentuan keputusan diserahkan kepada individu, alternatif mana yang akan diambil, serta e. Hendaknya, individu mau dan mampu mempertanggungjawabkan keputusan yang diambilnya c. Bimbingan Kelompok Bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial. Bimbingan kelompok dilaksanakan dalam tiga kelompok, yaitu kelompok kecil (2-6 orang), kelompok sedang (7-12 orang), dan kelompok besar (13-20 orang) ataupun kelas (20-40 orang). Pemberian informasi dalam bimbingan kelompok terutama dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang kenyataan, aturan-aturan dalam kehidupan, dan caracara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan tugas , serta meraih masa depan dalam studi, karier, ataupun kehidupan. Aktivitas kelompok diarahkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman lingkungan, penyesuaian diri, serta pengembangan diri. Pemberian informasi banyak menggunakan alat-alat dan media pendidikan seperti, OHP, kaset audio-video, film, bulletin, brosur, majalah, buku, dan lain-lain. Kadang-kadang konselor mendatangkan ahli tertentu untuk memberikan ceramah (informasi) tentang hal-hal tertentu. Pada umumnya aktivutas kelompok menggunakan prinsip dan proses dinamika kelompok seperti dalam kegiatan diskusi, sosiodrama, bermain peran, simulasi dan lainnya. Bimbingan melalui aktivitas kelompok lebih efektif karena selain peran individu lebih aktif, juga memungkinkan terjadinya pertukaran pemikiran, pengalaman, rencana, dan penyelesaian masalah. d. Konseling Kelompok Koseling kelompok merupakan bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang bersifat penvegahan dan penyembuhan, serta diarahkan pada pemberian kemudahan dalam perkembangan dan



19



pertumbuhannya. Konseling kelompok merupakan bersifat pencegahan dalam arti, bahwa individu yang bersangkutan mempunyai kemampuan normal atau berfungsi secara wajar dalam masyarakat, tetapi, memiliki beberapa kelemahan dalam kehidupannya sehingga mengganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang lain. Konseling kelompok bersifat memberi kemudahan bagi pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti memberikan kesempatan, dorongan, juga pengarahan kepada individu-individu yang bersangkutan untuk mengubah sikap dan perilakunya selaras dengan lingkungannya. Konseling kelompok merupakan proses antarpribadi yang dinamis, terpusat pada pemikiran dan perilaku yang sadar, serta melibatkan fungsi-fungsi terapi, sperti permisif, orientasi pada kenyataan, katarsis, saling mempercayai, saling memperlakukan dengan hangat, saling pengertian, saling menerima dan mendukung. Fungsi-fungsi terapi itu diciptakan dan dikembangkan dalam suatu kelompok kecil melalui cara saling mempedulikan diantara para peserta konseling kelompok. Individu dalam konseling kelompok pada dasarnya adalah individu normal yang memiliki berbagai kepedulian dan kemampuan, serta persoalan yang dihadapi bukanlah gangguan kejiwaan yang tergolong sakit, hanya kekeliruan dalam penyesuaian diri. Individu dalam konseling kelompok menggunakan interaksi kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan tertentu untuk mempelajari atau menghilangkan sikap-sikap dan perilaku yang tidak tepat. e. Belajar Bernuansa Bimbingan Individu akan lebih berhasil dalam belajar apabila guru/dosen menerapkan prinsip-prinsip dan memberikan bimbingan waktu belajar. Secara umum bimbingan yang dapat diberikan guru/dosen sambil mengajar adalah: mengenal dan memahami individu secara mendalam, memberikan perlakuan dengan memerhatikan perbedaan individual, memperlakukan individu secara manusiawi, memberi kemudahan untuk mengembangkan diri secara optimal, dan menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Suasana kelas dan proses belajar-mengajar yang



20



menerapkan prinsip-prinsip bernuansa bernuansa bimbingan tampak sebagai berikut: 1) Tercipta iklim kelas yang permisif, bebas dari ketegangan dan menempatkan individu sebagai subjek pengajaran. 2) Adanya arahan/orientasi agar terselenggaranya belajar yang efektif, baik dalam bidang studi yang diajarkannya, maupun dalam keseluruhan perkuliahan. 3) Menerima dan memperlakukan individu sebagai individu yang mempunyai harga diri dengan memahami kekurangan, kelebihan, dan masalah-masalahnya. 4) Mempersiapkan serta menyelenggarakan perkuliahan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan individu. 5) Membina hubungan yang dekat dengan individu, menerima individu yang akan berkonsultasi dan meminta bantuan 6) Dosen/guru berusaha mempelajari dan memahami individu untuk menemukan kekuatan, kelamahan, kebiasaan, dan kesulitan yang dihadapinya, terutama dalam hubungannya dengan bidang studi yang diajarkannya. 7) Memberikan bentuan kepada individu yang menghadapi kesulitan, terutama yang berhubungan dengan bidang studi yang diajarkannya. 8) Pemberian informasi tentang masalah pendidikan, pengajaran, dan jabatan/karier 9) Memberikan bimbingan kelompok di kelas 10) Membimbing individu agar mengembangkan kebiasaan belajar yang baik 11) Memberikan



layanan



perbaikan



bagi



individu



yang



memerlukannya 12) Bekerja sama dengan dosen, wali kelas,konselor, dan tenaga pendidik lainnya dalam memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh individu. 13) Memberikan umpan balik atas hasil evaluasi



21



14) Memberikan pelayanan rujukan (referal)bagi individu yang memiliki kesulitan yang tidak dapat diselesaikan oleh dosen sendiri. C. Peranan Guru Sebagai Pembimbing Peran guru sebagai pembimbing adalah guru melakukan kegiatan membimbing yaitu membantu siswa yang mengalami kesulitan (belajar, pribadi, dan sosial), mengembangkan potensi siswa melalui kegiatan-kegiatan kreatif di berbagai bidang (ilmu, seni, budaya, olah raga).11 Guru mempunyai peranan dan kedudukan instrumen kunci dalam keseluruhan proses pendidikan terutama pendidikan formal bahkan dalam keseluruhan pembangunan masyarakat pada umumnya. peranan guru juga artinya keseluruhan perilaku yang harus dilakukan dalam melaksanakan tugasnya. Guru mempunyai peranan yang sangat luas, baik di sekolah, didalam keluarga, maupun dilingkungan masyarakat. guru juga merupakan faktor utama dalam keseluruhan proses pendidikan. dalam tugasnya sebagai pendidik, guru banyak memegang berbagai jenis peranan yang harus dilaksanakan. Dengan demikian, peran guru sebagai pembimbing sangat lah luas. Bukan hanya dalam mengajar sebagai guru mata pelajaran tertentu saja. Disisi lain, juga bagaimana sikap dan profesionalisme dalam mengajar akan menjadi sebuah peranan yang sangat menentukan bagi pengembangannya kearah yang lebih baik.oleh karena itu guru adalah pemberi kemudahan dalam belajar, bukan sebaliknya menjadi pemersulit dalam belajar siswa. Maka dalam hal ini, guru sekaligus berperan sebagai pembimbing dalam proses belajar siswanya. Yang harus dilakukan guru ialah: 1. Mengenal dan memahami setiap siswa, baik secara individu maupun kelompok 2. Memberikan informasi-informasi yang diperlukan dalam proses belajar 3. Memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan karakteristiknya 4. Membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya. 5. Menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukan. 11 Sofyan, dkk. Peran guru sebagai pembimbing, No.1/XXII/2003, hal.27



22



Dari uraian diatas, dijelaskan pentingnya guru mata pelajaran memahami tentang layanan bimbingan dan konseling, bukan berarti guru mata pelajaran merebut tugas BK, melainkan dia berperan dalam proses pembelajaranmata pelajaran yang diampunya. Dengan demikian, bimbingan dan konseling dapat berjalan dengan sistematis. Guru mata pelajaran juga dapat bekerja sama dengan guru BK dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling dipandang perlu di sekolah.12 Dapat diketahui bahwa guru merupakan pembimbing bagi peserta didik. Oleh karena itu, guru harus selalu dekat dengan peserta didiknya. Kedekatan ini dapat dibangun dengan komunikasi yang baik.jika peserta didik sudah merasa dekat dengan gurunya, maka ia tidak akan sungkan dan ragu meminta tolong saat sedang menghadapi masalah. Peran guru sebagai pembimbing bukan hanya dikelas, tapi juga diluar kelas. contohnya, saat bekerja dilaboratorium, seorang guru harus ikut serta dalam memberikan bimbingan agar tidak berbahaya, selain itu, bimbingan guru di luar kelas, bisa juga mencontohnya kepada peserta didiknya tentang sikap yang baik. nah ini lah yang sangat penting untuk dibimbing oleh seorang guru. Maka dalam hal ini, apabila seorang guru hanya mengajar akademiknya saja, tanpa membimbing sikap yang baik kepada muridnya, maka peran guru sebagai pembimbing itu belum terpenuhi seutuhnya. Guru berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan



tugas-tugas



perkembangan



mereka,



sehingga



dengan



ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai individu yang mandiri dan produktif. Hubungan guru dan siswa seperti halnya seorang petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah dengan menarik batang atau daunnya. Agar guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai pembimbing, berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan:



12 Maliki, bimbingan konseling, Ed.1, (Jakarta:kencana, 2016), hal.4



23



1. Guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Misalnya pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta pemahaman tentang potensi dan bakat yang dimiliki anak, dan latar belakang kehidupannya. Pemahaman ini sangat penting, sebab akan menentukan teknik dan jenis bimbingan yang harus diberikan kepada mereka. 2. Guru dapat memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan keunikan yang dimilikinya. 3. Guru seyogyanya dapat menjalin hubungan yang akrab, penuh kehangatan dan saling percaya, termasuk di dalamnya berusaha menjaga kerahasiaan data siswa yang dibimbingnya, apabila data itu bersifat pribadi. 4. Guru



senantiasa



memberikan



kesempatan



kepada



siswanya



untuk



mengkonsultasikan berbagi kesulitan yang dihadapi siswanya, baik ketika sedang berada di kelas maupun di luar kelas. 5. Guru sebaiknya dapat memahami prinsip-prinsup umum konseling dan menguasai teknik-tenik dasar konseling untuk kepentingan pembimbingan siswanya, khususnya ketika siswa mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam belajarnya.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:



24



1. Bimbingan di sekolah akan semakin perlu jika bimbingan tersebut mampu memberikan perhatian yang berarti terhadap pendidikan. bimbingan dan konseling merupakan upaya seorang guru untuk memfasilitasi dari suatu kondisi yang seharusnya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.bimbingan juga sebagai salah satu sub-bidang dari bidang pembinaan di sekolah yang mempunyai fungsi khas bila dibandingkan dengan bidang lainnya. Yang dikatakan fungsi khas nya adalah bersumber dari corak pelayanan yang bersifat psikis. Maka dalam hal ini, bimbingan yang diberikan oleh seorang pendidik itu sangat perlu dan penting. 2. Bahwasannya Guru tidak hanya memberikan mata pelajaran tertentu saja, tetapi juga mengajarkan sikap di kelas. Seorang guru juga perlu mengamati setiap muridnya. Guru perlu menyadari bahwa setiap anak mempunyai kepribadian,



kelebihan



dan



kelemahannya



sendiri.



Apabila



guru



mengharapkan muridnya dapat menyelesaikan pekerjaannya sebaik-baiknya, maka dia juga memberikan bantuan apapun kepada murid apabila diperlukan. Demikian juga, guru harus bertanggung jawab untuk membimbing murid-murid dalam perkembangannya semaksimal mungkin. 3. Guru mempunyai peranan dan kedudukan instrumen kunci dalam keseluruhan proses pendidikan terutama pendidikan formal bahkan dalam keseluruhan pembangunan masyarakat pada umumnya. peranan guru juga artinya keseluruhan perilaku yang harus dilakukan dalam melaksanakan tugasnya. Guru mempunyai peranan yang sangat luas, baik di sekolah, didalam keluarga, maupun dilingkungan masyarakat. guru juga merupakan faktor utama dalam keseluruhan proses pendidikan. dalam tugasnya sebagai pendidik, guru banyak memegang berbagai jenis peranan yang harus dilaksanakan. Dengan demikian, peran guru sebagai pembimbing sangat lah luas. Bukan hanya dalam mengajar sebagai guru mata pelajaran tertentu saja. B. Saran Demikianlah pembahasan mengenai pendidik sebagai pembimbing. Akan tetapi Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan jauh dari



25



kesempurnaan dalam makalah yang kami buat karena keterbatasan kemampuan pemakalah dalam menulisnya. Maka dalam hal ini, penulis berharap kepada para pembaca agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun, demi kesempurnaan makalah ini. semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



DAFTAR PUSTAKA Deni Febrini. 2011. Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Teras



26



Kartini Kartono.1985. Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya:Teknik Bimbingan Praktis. Jakarta: CV. Rajawali Maliki. 2016. bimbingan konseling, Ed.1. Jakarta:kencana Prayitno dan Erman Amti. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta Rita Mariyana. “Implementasi Program Pembelajaran Berbasis Bimbingan” dalam http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/197803082001122RITA_MARIYANA/ARTIKEL_KOMPETITIF_INDONESIA.pdf diaks es pada tanggal 16 September 2017 Sofyan, dkk. 2003. Peran guru sebagai pembimbing, No.1/XXII Sutirna. 2012. Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV. Andi Tohirin. 2008. Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah (Berbasis Integrasi), Jakarta: Raja Grafindo Persada Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana



27