Pengamalan Sila Pertama [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGAMALAN SILA PERTAMA PANCASILA PENDIDIKAN PANCASILA Dosen Pengampu : Sigit Handoko, MH



Disusun Oleh : Kelompok I DEWI NUNINGSIH



12111100006



ARFIAN



12111100043



ASRORI



12111100102 KELAS : 12-B



PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA 2012



1



PENGAMALAN SILA PERTAMA PANCASILA A. Arti dan makna Sila Ketuhanan yang Maha ESA a) Arti Sila Ketuhanan yang Maha ESA Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, ialah Allah, pencipta segala yang ada dan semua mahluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha tunggal, tiada sekutu, Esa dalam zat-Nya, Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam Perbuatan-Nya, artinya bahwa zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu, bahwa sifat Tuhan adalah sempurna, bahwa perbuatan Tuhan tidak dapat disamai oleh siapapun. Jadi ke-Tuhanan yang maha Esa, mengandung pengertian dan keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa, pencipta alam semesta, beserta isinya. Keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika. Atas keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa, dan Negara memberi jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Bagi dan didalam Negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal ketuhanan yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti keagamaan serta tidak boleh ada paksaan agama dengan kata lain dinegara Indonesia tidak ada paham yang meniadakan Tuhan yang Maha Esa (ataisme). Sebagai sila pertama Pancasila ketuhanan yang Maha Esa menjadi sumber pokok kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah membentuk Negara



republik Indonesia yang berdaulat penuh, bersifat kerakyatan yang dipimpin



oleh



hikmat



kebijaksanaan



dalam



permusyawaratan



perwakilan guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakekat pengertian itu sesuai dengan: a. Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi antara lain ”atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa….” b. Pasal 29 UUD 1945: 1. Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya. b) Makna sila Ketahuan Yang Maha Esa Makna sila ini adalah 1) Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama



dan



kepercayaannya



masing-maisng



menurut



dasar



kemanusiaan yang adil dan beradab. 2) Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup. 3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing 4) Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain. 5) Frasa Ketahuan Yang Maha Esa bukan berarti warga Indonesia harus memiliki agama monoteis namun frasa ini menekankankeesaan dalam beragama. 6) Mengandung makna adanya Causa Prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa. 7) Menjamin peenduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya. 8) Negara memberi fasilitas bagi tumbuh kembangnya agama dan dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.



9) Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agama masing-masing. Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya makhluk lain diciptakan oleh penciptaannya. Pencipta itu adalah Causa Prima yang mempunyai hubungan dengan yang diciptakannya. Manusia sebagai makhluk yang dicipta wajib menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya. Dalam konteks bernegara, maka dalam masyarakat yang berdasarkan Pancasila, dengan sendirinya dijamin kebebasan memeluk agama masing-masing. Sehubungan dengan agama itu perintah dari Tuhan dan merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, maka untuk menjamin kebebasan tersebut di dalam alam Pancasila seperti kita alami sekarang ini tidak ada pemaksaan beragama, atau orang memeluk agama dalam suasana yang bebas, yang mandiri. Oleh karena itu dalam masyarakat Pancasila dengan sendirinya agama dijamin berkembang dan tumbuh subur dan konsekuensinya diwajibkan adanya toleransi beragama. Jika ditilik secara historis, memang pemahaman kekuatan yang ada di luar diri manusia dan di luar alam yang ada ini atau adanya sesuatu yang bersifat adikodrati (di atas / di luar yang kodrat) dan yang transeden (yang mengatasi segala sesuatu) sudah dipahami oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejak zaman nenek moyang sudah dikenal paham animisme, dinamisme, sampai paham politheisme. Kekuatan ini terus saja berkembang di dunia sampai masuknya agama-agama Hindu, Budha, Islam, Nasrani ke Indonesia, sehingga kesadaran akan monotheisme di masyarakat Indonesia semakin kuat. Oleh karena itu tepatlah jika rumusan sila pertama Pancasila adalah Ketahuan Yang Maha Esa Keberadaan Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaban daripada makhluk hidup dan siapapun, sedangkan sebaliknya keberadaan dari



makhluk dan siapapun justru disebabkan oleh adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan adalah Prima Causa yaitu sebagai penyebab pertama dan utama atas timbulnya sebab-sebab yang lain. Dengan demikian Ketahuan Yang Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan diantara makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini adalah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selainNya adalah terbatas. Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketahuan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertiannya trkandung dalam: 1. Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga, yang antara lain berbunyi: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa….” dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia bukan negara agama, yaitu negara yang didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila. 2. Pasal 29 UUD 1945 (1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh



toleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntutan agama masing-masing, agar terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama . Untuk senantiasa memelihara dan mewujudkan 3 model hidup yang meliputi: 1. Kerukunan hidup antar umat seagama 2. Kerukunan hidup antar umat beragama 3. Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa. Di dalam memahami sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang dianutnya. Sila ke 1 Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi sumber utama nilainilai kehidupan bangsa Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan dan Sila II sampai dengan Sila V. B. Pokok-pokok Yang Terkandung Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa 1. Pernyataan pengakuan bangsa Indonesia pada adanya dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Pernyataan ini tidak saja dapat terbaca dalam Pembukaan UUD 1945 dimana perumusan Pancasila itu terdapat tetapi dijabarkan lagi dalam tubuh UUD 1945 itu sendiri pasal 29 ayat 1, yang berbunyi sebagai berikut : “ Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa ” Adanya pernyataan pengakuan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa secara yuridis constitutional ini, mewajibkan pemerintah/aparat Negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Dengan demikian dasar ini merupakan kunci dari keberhasilan bangsa Indonesia untuk menuju pada apa yang benarm baik dan adil. Dasar ini



merupakan pengikat moril bagi pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas Negara, seperti memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya (pasal 29 ayat 2 UUD 1945). Jaminan kemerdekaan beragama yang secara yuridis constitutional ini membawa konsekuensi pemerintah sebagai berikut: 1. Pemerintah wajib memberi dorongan dan kesempatan terhadap kehidupan keagamaan yang sehat. 2. Pemerintah memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-usaha penyebaran agama, baik penyebaran agama dalam arti kwalitatif maupun kwantitatif. 3. Pemerintah melarang adanya paksaan memeluk/meninggalkan suatu agama. 4. Pemerintah melarang kebebasan untuk tidak memilih agama. Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan beragama bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan sila-sila yang lain. Oleh karena itu kehidupan beragama harus dapat membawa persatuan dan kesatuan bangsa, harus dapat mewujudkan nilainilai kemanusiaan yang adil dan beradap, harus dapat menyehatkan pertumbuhan demokrasi, sehingga membawa seluruh rakyat Indonesia menuju terwujudnya keadilan dan kemakmuran lahir dan batin. Dalam hal ini berarti bahwa sila pertama memberi pancaran keagamaan, memberi bimbingan pada pelaksanaan sila-sila yang lain. 3. Sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa, maka asas kebebasan memelu agama ini harus diikuti dengan asas toleransi antar pemeluk agama, saling menghargai dan menghormati antara



pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lain dalam menjalankan ibadah menurut agama mereka masing-masing. 4. Kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kehidupan duniawi/kemasyarakatan.



Dua-duanya



merupakan



satu



system



sebagaimana satunya jiwa dan raga dalam kehidupan manusia. Agama sebagai alat untuk mengatur kehidupan di dunia, sehingga dapat mencapai kehidupan akhirat yang baik. Kehidupan beragama tidak bias lepas dari pembangunan masyarakat itu sendiri, bangsa dan Negara demi terwujudnya keadilan dan kemakmuran materiil maupun spiritual bagi rakyat Indonesia. Semakin kuat keyakinan dalam agama, semakin besar kesadaran tanggungjawabnya kepada Tuhan bangsa dan Negara, semakin



besar



pula



kemungkinan



terwujudnya



kesejahteraan,



kemakmuran dan keadilan bagi bangsa itu sendiri. C. Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa 1. Kita percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. 2. Kita melaksanakan kepercayaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap. 3. Kita harus membina adanya saling menghormati antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 4. Kita harus membina adanya saling kerjasama dan toleransi antara sesame pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 5. Kita mengakui bahwa hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa sebagai hak pribadi yang paling hakiki. 6. Kita mengakui tiap warga Negara bebas menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. 7. Kita tidak memaksakan agama dan kepercayaan kita kepada orang lain. D. Konflik dan Kekerasan Agama yang terjadi di Indonesia



Lemahnya   pengamalan   Pancasila,   khususnya   dalam   pengamalan   sila Ketuhanan Yang Maha Esa, secara jelas dapat dilihat dari maraknya konflik dan kekerasan agama yang terjadi di Indonesia. Berikut beberapa peristiwa konflik  dan  kekerasan  yang  terjadi  di Indonesia  dalam  kurun  waktu dua tahun terakhir. 1. Pada bulan Mei 2011, massa yang terdiri dari 600 orang kelompok Islam garis   keras   melemparkan   kantung   plastik   berisi   air   kencing   ke   arah jemaat   Gereja   di   Bekasi   yang   sedang   melakukan   perayaan   Ekaristi memperingati kenaikan Yesus Kristus. 2. Pada   bulan   Agustus   2011   terjadi   ”Tragedi   Cikeusik”,   dimana   sekitar seribuan   orang   dengan   brutal   menganiaya   dan   menyiksa   pengikut Ahmadiyah.  Dalam peristiwa tersebut tiga orang pengikut Ahmadiyah tewas. 3. Pada bulan yang sama, massa kelompok Sunni yang kurang lebih terdiri dari 500 orang membawa parang dan clurit untuk menyerang komunitas Syiah,   serta   membunuh   2   orang   sambil   membakar   puluhan   rumah   di Jawa Timur. 4. Pada tahun 2010, sebuah Gereja dibom di Solo. 5. Di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam yang menerapkan Syariat Islam, tercatat terdapat tujuh Gereja dipaksa tutup. 6. Kasus penutupan gereja dan kekerasan yang dialami oleh jemaat GKI Taman Yasmin di Bogor.