Pengaruh Globalisasi Terhadap Industri Otomotif Di Indonesia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Ekonomi dunia dewasa ini mengalami perubahan cukup pesat dan pergeseran peta kekuatan ekonomi yang diwarnai dengan semakin kompleksnya persoalan serta persaingan yang semakin tajam. Persoalan demi persoalan mi dihadapi oleh sebagian besar negara-negara di berba gal kawasan, terutama negara-negara



sedang



berkembang.



Segala



upaya



dalam



meningkatkan



pembangunan nasional melalui berbagai kegiatan, khususnya pembangunan ekonomi, perdagangan dan bisnis internasional terasa semakin rumit menjelang era globalisasi ekonomi yang penuh tantangan. Beberapa kekuatan mikro dan makro ekonomi telah dan sedang menggerakkan globalisasi yang merambat ke segala penjuru dunia saat mi dan masa datang. Kekuatan pertama adalah kekuatan yang menggelinding melalui deregulasi internasional, yang bergerak dan kekuatan pasar negara maju ke segala penjuru dunia, sejak awal tahun l970 an hingga saat ini. Kekuatan kedua adalah kekuatan globalisasi financial markets yang mempermulus deregulasi pasar barang dan jasa yang diikuti dengan lompatan teknologi komunikasi dan informasi yang secara pninsip melemahkan kedaulatan nasional dalam pengembangan kebijakan ekonomi yang berbasis nasional. Kekua tan ketiga adalah semakin terbukanya perekonomian negara-negara non OECD di Asia, Amerika Latin, dan Eropa Timur yang menuju pasar bebas dunia. Kekuatan terakhir adalah penyebaran yang sangat luar biasa dan teknologi komunikasi dan informasi yang berbasis mikroelektronik yang memacu dan mempolakan sumber daya dan produksi global pada penajaman daya saing. Kekuatan terakhir inilah yang membeni warna kuat dalam menggerakkan gelombang ketiga menuju gelombang keempat dan globalisasi (the present fourth wave of globalization).



2



Situasi yang demikian mengantarkan pemenintah negara-negara dunia ketiga, khususnya Indonesia, pada sisi yang rentan terhadap tekanan globalisasi karena kecepatan pergerakan modal yang sama sekali tidak berimbang dengan keterbatasan ruang gerak kualitas tenaga kerja dan sumber daya lamnnya. Hal mi dilengkapi dengan ketegaran MNC/TNC dengan senjata relokasi investasi telah memincangkan perimbangan kekuatan negosiasi antarnegara. Era globalisasi kini telah mulai melingkari Indonesia, di mana ditandai dengan hal-hal berikut. 1.



Perkembangan mazhab/aliran/paham pemikiran pembangunan yang berubah secara adaptif dan bergerak secara dinamis.



2.



Perubahan realitas peta kekuatan global, pelaku, instrumen, variable pembangunan ekonomi dan kelembagaan yang bergeser secara progfesif, dinamis dan konstektual.



3.



Perkembangan dan perubahan keterbukaan ruang lingkup, cakupan wilayah ekonomi, dan ruang gerak terbatas (limited) menuju ruang gerak tanpa batas (global).



4.



Semakin terpinggir dan rentannya kebijakan-kebijakan pembangunan dan penekanan pemikiran pembangunan ekonomi yang terlalu berbasis nasional. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang memasuki era sebagai



negara industri baru, tidak bisa lepas dan putaran roda kegiatan ekonomi internasional yang penuh dengan berbagai dinamika. Kesiapan dalam menghadapi era globalisasi dan liberalisasi ekonomi untuk kawasan AFTA (Asean Free Trade Area), APEC (Asia Pacific Economic Coo poration) dan era perdagangan bebas secara total dan WTO (World Trade Organisation), ke depan, merupakan suatu tantangan berat dan keharusan yang tidak bisa dihindari. Bagi Indonesia, hal mi merupakan masalah serius karena pada saat yang sama kita sedang dihadapkan pada berbagai himpitan serta kemelut ekonomi dan politik yang berkepanjangan.



Dalam industri otomotif nasional, pemerintah sebagai operator utama negara, harus memiliki konsep yang jelas dalam pentahapan kemandirian industri otomotif nasional. Tak pelak lompatan katak teknologi energi merupakan satu



3



pilihan logis, yaitu Pada tahap awal, pemerintah perlu mendorong kalangan swasta nasional untuk menjadi pelaku utama penguasaan teknologi otomotif. Sebenarnya saat ini kalangan swasta Indonesia telah melakukan lompatan katak pertama berupa kerjasama dan lisensi. Texmaco merupakan satu contoh swasta nasional yang serius dalam penguasaan teknologi otomotif (truk). Pendayagunaan dan kerjasama yang terprogram antar sumber daya yang ada di berbagai lembaga riset pemerintah ataupun antara lembaga riset dengan kalangan swasta nasional guna penguasaan teknologi otomotif mutakhir. Hasil lain dari tahap ini diharapkan munculnya pemain-pemain baru-lokal yang berkualifikasi sebagai supplier otomotif nasional dan global. Ketiga berhasilnya penguasaan teknologi serta bermunculannya qualified local supplier akan memudahkan swasta nasional Indonesia mendirikan industri otomotif dalam negeri. Selanjutnya dalam makalah ini penulis mencoba menelaah masalah seputar perkembangan industri otomotif yang dikaitkan dengan ekonomi global.



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep globalisasi ekonomi ? 2. Apa dampak krisis ekonomi global ? 3. Bagaimana latar belakang dan perkembangan industri otomotif di Indonesia ? 4. Bagaimana Analisis SWOT pada perusahaan Toyota Indonesia ? 5. Bagaimana prospek industri otomotif indonesia ?



C. Prosedur Pemecahan Masalah Untuk memudahkan penulis dalam menjawab permasalahan yang dikemukakan di atas, maka ditempuh proses pemecahan masalah sebagai berikut.



4



1.



Mengidentifikasi masalah



2.



Mencari sumber bacaan



3.



Melakukan diskusi dengan dosen pembimbing



4.



Menguraikan hasil kajian penulis secara utuh dan sistematis.



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui konsep globalisasi ekonomi 2. Untuk mengetahui dampak krisis ekonomi global 3. Untuk mengetahui latar belakang dan perkembangan industri otomotif di Indonesia 4. Untuk mengetahui Analisis SWOT pada perusahaan Toyota Indonesia 5. Untuk mengetahui prospek industri otomotif indonesia



5



BAB II PEMBAHASAN A. Globalisasi Ekonomi 1. Konsep Globalisasi Ekonomi Perkembangan



ekonomi



dunia



yang



begitu



pesat



telah



meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan mempertajam persaingan yang menambah semakin rumitnya strategi pembangunan yang mengandalkan ekspor di satu pihak, hal ini merupakan tantangan dan kendala yang membatasi. Di pihak lain hal tersebut merupakan peluang baru



yang



dapat



dimanfaatkan



untuk



keberhasilan



pelaksanaan



pembangunan nasional (Hendra Halwani, 2002). Perekonomian dunia mengalami perubahan sejak dasawarsa tujuh puluh hingga tahun 2000-an yang bersifat mendasar atau struktural dan mempunyai



kecenderungan



jangka



panjang



atau



konjungtural.



Perkembangannya menarik, yang istilahnya sangat populer belakangan ini adalah “globalisasi”. Secara historis globalisasi berarti meluasnya pengaruh suatu kebudayaan atau agama ke seluruh penjuru dunia. Gejala globalisasi terjadi dalam kegiatan finansial, produksi, investasi, dan perdagangan yang kemudian mempengaruhi tata hubungan ekonomi antarbangsa Proses globalisasi itu telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antarnegara, bahkan menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia, sehingga



“batas-batas



antarnegara



dalam



berbagai



praktik



dunia



usaha/bisnis seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi. Selain globalisasi, perubahan yang cukup menonjol adalah kecenderungan terpisahnya kegiatan ekonomi primer dan ekonomi industri, yang berarti bahwa penggunaan material dalam industri makin sedikit. Dan perkembangan itu terlihat bahwa proses kegiatan ekonomi produksi industri pengolahan dalam perkembangannya tampak makin



6



melemah kaitannya ke belakang. Sehingga perkembangannya tidak banyak menimbulkan pengaruh yang serupa pada produksi barang primer. Dampak yang terjadi adalah merosotnya harga komoditi primer yang disebabkan oleh permintaan yang lesu, merosotnya nilai tukar perdagangan (term of trade) dan sektor pertanian, sejalan dengan produksi yang terus-menerus meningkatkan karena teknologi baru. Kaitan yang melemah juga tampak pada perkembangan industri dengan penciptaan kesempatan kerja sebagai akibat robotisasi dan melemahkan kaitan ekonomi moneter perbankan dengan ekonomi riil (sektor produksi dan perdagangan). Pada umumnya, negara di dunia menghadapi perkembangan tersebut dengan melakukan berbagai langkah penyesuaian yang sebagian cenderung bersifat proteksionistis. Timbulnya berbagai blok perdagangan yang pada dasarnya melanggar ketentuan General Agrecment On Tariffs and Trade (GATT)/ World Trade Organization (WTO) atau diterapkannya peraturan perundang-undangan yang jelasjelas proteksionistis, semuanya menunjukkan gejala tersebut. Dalam kerangka hubungan perdagangan internasional, berbagai upaya masih dijalankan agar usaha memperbaiki sistem perdagangan dunia melalui perundingan perdangangan multilateral dalam kerangka, yaitu perundangan dalam Putaran Urugay, dapat segera memberi hasil positif, yaitu terciptanya perdagangan dunia yang bebas, adil, dan terbuka. Globalisasi ekonomi ditandai dengan makin menipisnya batas-batas investasi atau pasar secara nasional, regional, ataupun internasional. Hal itu disebabkan oleh adanya hal-hal berikut. 1. Komunikasi dan transportasi yang semakin canggih. 2. Lalu lintas devisa yang semakin bebas. 3. Ekonomi negara yang makin terbuka. 4. Penggunaan secara penuh keunggulan kompartif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap negara. 5. Metode produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang makin efisien,



7



6. Semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional di hampir seantero dunia. (Hendra Halwani, 2002) 2. Organisasi-organisasi Internasional Telah terjadi peningkatan “pengalihan kekuasaan” (ceding sovereignity) pemerintah kepada organisasi-organisasi internasional yang bertindak demi kepentingan perusahaan-perusahaan transnasional seperti IMF, Bank Dunia dan Organisasi Perdagangan Dunia. Lagi-lagi kita perlu membedakan antara negara-negara semikolonial



dan



negara-bangsa



imperialis.



Pemerintah



negara-negara



imperialis tidak lain adalah merupakan sebuah komite eksekutif untuk mengelola kepentingan bersama para kapitalis nasional mereka, fraksi yang dominan diorganisir di dalam perusahaan-perusahaan transnasional. Dan adalah pemerintah negara-negara imperialis yang mengontrol IMF, Bank Dunia dan WTO, sebagaimana mereka juga mengontrol Dewan Keamanan PBB. Di dalam IMF, misalnya, proporsi suara berdasarkan besarnya setoran saham mereka atas sumber keuangan. Pada tahun 1990, ke 23 negara-negara imperialis memiliki 62,7% suara sebagai tandingan 35,2% suara yang dimiliki 123 anggota lainnya. Lima pimpinan Dewan Eksekutif Permanen IMF dicalonkan oleh lima besar pemilik saham --AS, Inggris, Perancis, Jerman dan Jepang. Fungsi pokok IMF, Bank Dunia dan WTO adalah untuk menyetir seluruh negara dalam hal kebijakan ekonomi dunia yang telah disepakati oleh negara-negara imperialis utama. Kebijakan tersebut diputuskan dalam pertemuan tahunan pemerintah 7 negara imperialis utama (atau kelompok G7,pentj). Dalam pertemuan tahun 1976 mereka, misalnya, pemimpinpemimpin negara G7 menyetujui rencana reorganisasi ekonomi negaranegara Dunia Ketiga melalui : pembukaan pasar dunia (dalam hal ini, untuk



mengimpor



barang-barang



dari



negara-negara



imperialis),



memprioritaskan ekspor daripada pasar dalam negeri, privatisasi BUMNBUMN serta pemfungsian dan membukanya bagi investasi asing (dalam hal ini : imperialis), dan pemotongan pos-pos anggaran yang “tidak produktif” seperti pendidikan dan kesehatan. Setelah tahun 1976,



8



keputusan itu menjadi kebijakan yang dipaksakan bagi negara-negara pengutang yang berasal dari Dunia Ketiga oleh IMF dan Bank Dunia. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menancapkan pengaruh guna mendapatkan konsesi politik dan ekonomi bagi negara-negara imperialis



dan



perusahaan-perusahaan



transnasional



yang



mana



dekolonisasi dan kemerdekaan politik formal yang diberikan kepada borjuasi di negara-negara tersebut. Dus, penerapan beberapa resep proexport bagi semua nagara-negara debitur (pengutang—pentj)Dunia Ketiga berarti adalah intensifikasi persaingan diantara mereka, dengan efek yang menghancurkan harga komoditi ekspor mereka, yang terdiri dari sebagian besar bahan mentah. Menjelang tahun 1989, harga rata-rata produk-produk ini, diluar minyak, adalah dibawah 33% harganya di tahun 1980. Penaklukan kembali pasar dalam negeri negara-negara semikolonial adalah juga merupakan tujuan mendasar dibalik tekanan kekuatan negara-negara imperialis terhadap asosiasi-asosiasi “pasar bebas” seperti NAFTA dan APEC. Penghapusan tarif impor terhadap seluruh anggota asosiasi-asosiasi ini menghapus satu-satunya bentuk proteksi yang tersisa oleh negara-negara semi-kolonial terhadap penetrasi pasar dalam negeri mereka



oleh



kekuatan-kekuatan



imperialis.



Tetapi



negara-negara



imperialis dapat membatasi penetrasi terhadap pasar dalam negeri mereka terhadap ekspor dari negara-negara semi-kolonial melalui menerapkan serangkaian hambatan-hambatan non-tarif yang kokoh. 3. Dampak Krisis Ekonomi Global Berbicara krisis ekonomi adalah bukan berbicara tentang nasib 1 (satu) orang bahkan lebih dari itu semua karena ini menyangkut nasib sebuah bangsa. Berbagai argument dan komentar pun dilontarkan di berbagai media yang selalu memojokkan pemerintahan Yudhoyono dan BI (Bank Indonesia) Di salah satu media menyatakan bahwa Presiden Yudhoyono menyampaikan 10 langkah untuk menghadapi masalah tersebut. Empat di antaranya: 1. Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri



9



2. Memanfaatkan peluang perdagangan internasional 3. Menyatukan langkah strategis Pemerintah dengan Bank Indonesia (BI) 4. Menghindari politik non partisan untuk menghadapi krisis. Kedengarannya memang masuk akal tapi untuk menghadapi krisis itu bukanlah semata adalah tugas pemerintah dan Bank Indonesia tapi badai krisis ini perlu dihadapi bersama jangan sampai kejadian Krisis Ekonomi Global Part II ini lebih dahsyat meluluh-lantakkan Perekonomian Indonesia seperti yang telah terladi pada Badai Krisis Moneter Part I di Era Soeharto. Sadar atau pun tidak sadar Akibat Krisis Ekonomi Global kali in sudah sangat jauh merambah dalam berbagai strata masyarakat. Dimanamana pengangguran semakin bertambah Income perkapita drastis menurun karena beberapa industri mulai merampingkan tenaga-kerja atau mulai meliburkan tenaga kerja tanpa batas waktu. Senada dengan hal itu investor-investor lokal dan Asing pun mulai menarik saham dalam industri-industri di Indonesia. Dari kejadian kejadian itu akan menjadikan peluang untuk Angka Kriminalitas akan melonjak naik Grafiknya di tanah air belum lagi kasus-kasus korupsi terbaikan karena bangsa ini telah disibukkan dengan masalah yang lebih di prioritaskan sehingga dengan bebasnya para koruptor meneruskan aksinya ditiap jenjang. “Selamat buat para koruptor Anda bisa keluar dari persembunyain untuk sementara Waktu. How pity a Country !” Memang sangat Ironis di satu sisi Indonesia yang dikenal sebagai negara Agraris tapi disisi lain beberapa item bahan pokok masih mengandalkan hasil import dari negara tetangga. Yah ini mungkin salah satu kelemahan dari bangsa kita bahkan diri kita yang sebagai rakyat yang kurang berusaha secara profesional dalam mengelola asset-asset yang ada dalam lahan-lahan indonesia. Lihat saja kekayaan Alam Indonesia mulai dari hasil laut belum dapat dikelola dengan baik karena Fasilitas-fasilitas nelayan kurang memadai sehingga negara-negara lain meraup keuntungan dari hasil menangkap hasil laut dengan cara yang tidak fair. Belum lagi



10



persediaan minyak yang semakin lama semakin menipis serta Tambangtambang Emas yang masih dikuasai negara asing. Jadi sangat disayangkan Punya Harta yang sangat berlimpah ruah tapi tidak dapat dinikmati secara maksimal oleh bangsa ini. Dan kesimpulannya Indonesia belum siap menghadapi Dampak Krisis Ekonomi Global yang di motori oleh Negara Super itu. Mungkin dari beberapa uraian diatas dapat memberi gambaran bahwa kita punya potensi menghadapi krisis ini jika kita meningkatkan kesadaran sebagai masyarakat indonesia termasuk element pemerintah berikut departement terkait untuk meningkat pengelolaan sumber daya secara profesional sehingga bangsa ini menjadi produktif dalam penyediaan hasil bumi dan dapat mandiri serta terbebas sebagai negara importir bahan pangan dan minyak bumi terbesar yang akan membalikkan keadaan menjadi negara “Pengekspor Terbesar”.1 B. Latar Belakang dan Perkembangan Industri Otomotif di Indonesia Ancaman ketersediaan minyak bumi serta isu pemanasan global merupakan dua hal terpenting yang mempengaruhi kebijakan industri otomotif dunia saat ini. Hemat energi dan ramah lingkungan menjadi standard utama bagi kendaraan, terutama di negara maju. Guna mengantisipasi tuntutan tersebut, raksasa otomotif seperti Toyota memilih strategi diversifikasi produk (Coup, 1999). Strategi semacam ini cukup tepat mengingat belum matangnya sumber energi selain minyak bumi yang berkorelasi pada masih mahalnya sumber-sumber energi baru tersebut. Strategi industri otomotif dunia dalam mengantisipasi tuntutan mutakhir tersebut umumnya bermuara pada tiga hal: (1) Perbaikan efisiensi dan karakteristik mesin pembakaran dalam (Internal Combustion Engine-ICE) yang sudah ada saat ini, (2) Kombinasi, baik antar berbagai sumber energi, seperti bensin-bioethanol, solar-biofuel, dan sebagainya, maupun antar teknologi energi,



1



Dampak Krisis Ekonomi Global, (http://metris-community.com/dampak-krisis-ekonomi-global/), diakses tanggal 20 Desember 2009



11



seperti ICE konvensional dengan motor elektrik, (3) Penggunaan sumber dan teknologi energi baru, seperti fuel cell vehicleberbahan bakar hidrogen. Kecenderungan lain sektor otomotif dunia adalah penyebaran divisi manufaktur dan perakitan di berbagai negara yang besar jumlah penduduknya serta memiliki pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Langkah ini awalnya muncul karena regulasi negara-negara yang menjadi sasaran industri otomotif dunia (seperti ketentuan Local Content Requirements-LCRs, dan sebagainya), namun belakangan, usaha untuk menekan biaya produksi menjadi motif utama pendirian divisi manufaktur dan perakitan tersebut (Ivarsson, 2005). Namun demikian, divisi riset dan pengembangan (R&D) yang merupakan jantung pertumbuhan industri otomotif umumnya masih dikendalikan dan berposisi di negara prinsipal. Selain memudahkan strategi pengembangan industri dalam menghadapi perubahan global yang saling kait-mengkait, pemosisian divisi R&D di negara prinsipal bisa juga dipahami sebagai usaha proteksi terhadap eksistensi prinsipal otomotif. Bila ukuran kemandirian industri otomotif diukur dari keberadaan pabrik manufaktur atau perakitan kendaraan bermotor, Indonesia boleh berbangga karena berbagai merek kendaraan ternama dunia telah mendirikan pabrik manufaktur dan atau perakitan di tanah air. Namun bila ukuran kemandirian tersebut dilihat dari sisi penguasaan teknologi beserta keleluasaan dalam pengembangannya, kenyataan menunjukkan bahwa berbagai industri otomotif yang ada saat ini secara mayoritas masih dikendalikan oleh tiga pemain utama otomotif dunia yaitu Jepang, Eropa, dan Amerika. Raksasa otomotif dari Negeri Sakura, yakni Toyota, Mitsubishi, Suzuki, Isuzu, dan Daihatsu, adalah lima besar industri otomotif Indonesia saat ini. Saat ini jelas tidak mudah untuk mendirikan industri otomotif dalam negeri di tengah persaingan ketat antar raksasa otomotif dunia. Belum lagi, regulasi perdagangan internasional saat ini yang semakin mengarah ke perdagangan bebas (free-trade), sudah barang tentu mempengaruhi ruang gerak pemerintah dalam memberikan proteksi, terhadap bibit industri otomotif dalam negeri.



12



Namun jelas pula, bahwa tidak mudah bukan berarti tidak mungkin. Pilihan ke arah kemandirian industri otomotif nasional harus menjadi cita-cita seluruh komponen bangsa. Setidaknya ada tiga alasan yang melatarbelakanginya yaitu (1) Secara alamiah, prinsipal lebih mengutamakan kepentingan bisnis globalnya dibandingkan dengan kepentingan bangsa Indonesia. Hal ini berimplikasi pada tidak mudahnya aspirasi lokal menembus desain otomotif di negara principal, (2) Tidak berjalannya mekanisme kemitraan bisnis dan teknologi yang sungguh-sungguh dan sistematis dari prinsipal ke supplier lokal. Globalisasi otomotif yang berimplikasi pada mobilitas produk trans-nasional menuntut kualitas



komponen



yang



tinggi.



Logis



bahwa



prinsipal



lebih



memilihsupplier trans-nasional yang memenuhi standar prinsipal dibandingkan harus membimbing supplier lokal untuk mencapai standar tertentu. Belum lagi bila kepentingan nasional prinsipal turut berperan dalam pengambilan keputusan pemilihan supplier komponen. Dalam bisnis, ini hal yang biasa. Namun dalam kerangka kepentingan nasional, ini tidak menguntungkan karena menyebabkan tidak terbangunnya industri pendukung otomotif. (3) Ketergantungan penuh dengan prinsipal asing akan menyulitkan Indonesia untuk catch-up dengan teknologi otomotif mutakhir yang hemat energi dan ramah lingkungan dalam rangka memenuhi kepentingan nasional. Pemerintah, sebagai operator utama negara, harus memiliki konsep yang jelas dalam pentahapan kemandirian industri otomotif nasional. Tak pelak lompatan katak teknologi energi merupakan satu pilihan logis, yatiu (1) Pada tahap awal, pemerintah perlu mendorong kalangan swasta nasional untuk menjadi pelaku utama penguasaan teknologi otomotif. Sebenarnya saat ini kalangan swasta Indonesia telah melakukan lompatan katak pertama berupa kerjasama dan lisensi. Texmaco merupakan satu contoh swasta nasional yang serius dalam penguasaan teknologi otomotif (truk). (2) Pendayagunaan dan kerjasama yang terprogram antar sumber daya yang ada di berbagai lembaga riset pemerintah ataupun antara lembaga riset dengan kalangan swasta nasional guna penguasaan teknologi otomotif mutakhir. Hasil lain dari tahap ini diharapkan munculnya pemain-pemain baru-lokal yang berkualifikasi sebagai supplier otomotif nasional dan global. (3) Berhasilnya



penguasaan



teknologi



serta



bermunculannyaqualified



local



13



supplier akan memudahkan swasta nasional Indonesia mendirikan industri otomotif dalam negeri. Menilik fasilitas dan kemampuan sumber daya di bidang teknologi yang dimiliki Indonesia saat ini, lompatan katak otomotif ini (seharusnya) tidaklah sesulit usaha putra-putri bangsa menguasai teknologi dirgantara. Kemauan yang kuat, sinergi, dan konsistensi dari seluruh komponen bangsa, merupakan kata kunci untuk mewujudkannya.2 Pada tahun 1950-an, pemerintah Indonesia memberikan kebijakan mengenai program pinjaman terhadap para pengusaha nasional. Program ini bertujuan agar pengusaha nasional dapat membeli perusahaan yang semula dimiliki oleh perusahaan asing di Indonesia.Kondisi ini juga diharapkan terjadi pada industri otomotif. Pemeritah berharap perusahaan-perusahaan otomotif asing dapat diambil alih oleh pengusaha nasional dan dapat berkembang. Keinginan tersebut ternyata tidak berjalan mulus sesuai dengan harapan karena PT Gaya Motor yang merupakan salah satu pabrik perakitan tidak dapat diambil alih karena keterbatasan modal dan ahli teknik yang dimiliki. Kondisi dunia otomotif Indonesia memburuk saat tahun 1960-an terjadi kekacauan ekonomi dan politik yang menyebabkan perusahaan otomotif asing enggan untuk memasuki pasar Indonesia. Situasi ini mengakibatkan produk yang beredar di Indonesia semakain langka. Disisi lain permintaan menunjukkan angka yang positif. Seiring berjalannya waktu kondisi ekonomi dan politik pun membaik. Pada tahun 1970-an pemerintah mengeluarkan kebijakan baru lagi tentang penanaman modal,baik asing maupun domestik. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Sjamoebi untuk melakukan kerjasama dengan Mitsubishi Corporation. Mulai saat itu PT Marwa Baru merupakan distributor tunggal resmi kendaraan Mitsubishi di Indonesia. Dalam waktu yang tidak berselang lama, tepatnya 12 April 1971 berdiri PT Toyota Astra Motor yang merupakan kerjasama antara PT Astra International Tbk dengan Toyota Motor Corporation Jepang. Kepemilikan sahamnya yaitu 51% untuk PT Astra Internasional Tbk dan 49% untuk Toyota Motor Corporation. 2



industri-otomotif-nasional , http://www.kamusilmiah.com/mesin/industri-otomotif-nasional/, diakses tanggal 20 Desember 2009.



14



Mulai saat itu persaingan mulai terlihat dan dunia otomotif Indonesia semakin semarak. Pada tahun 1973, PT Marwa Baru berubah nama menjadi PT Krama Yudha Tiga Motor Berlian (KTB). Pada tahun yang sama perusahaan ini juga mendirikan PT Mitsubishi Krama Yudha Pabrikasi dan Motor yang berfungsi sebagai pabrik produksi pengecapan komponen. PT Toyota Astra Motor juga tidak mau kalah, sehingga perusahaan ini juga mendirikan pabrik perakitan sendiri. tiga tahun berikutnya, Pada tahun 1976 PT Toyota Astra Motor juga mendirikan pabrik komponen bodi yang dalam pengerjaannya dibawah PT Toyota Mobilindo. Dunia otomotif semakin lama semakin semarak dan mengalami kemajuan, hal ini dapat terlihat dengan bermunculannya inovasi-inovasi baru untuk menarik dan memenuhi kebutuhan konsumen. Salah satunya adalah Indomobil Internasional Tbk,yang merupakan salah satu perusahaan perseroan yang terbesar dan terkemuka di Indonesia. Perseroan dan anak perusahaan merupakan Agen Tunggal Pemegang Merk(ATPM) dan distributor dari sembilan merk kendaraan terkenal yaitu Audi,Hino,Mazda,Nissan, Renault,Suzuki,Ssangyong,Volkswagen dan Volvo. Pada tanggal 31 Desember 1998 PT Toyota Astra Motor melakukan merger dengan PT Multi Astra, PT Toyota Engine Indonesia, dan PT Mobilindo. Dengan ini posisi PT Toyota Astra Motor semakin kuat karena didukung komponen yang bagus. Pada tahun 2000, dari bulan januari sampai november,angka penjualan mobil di Indonesia mencapai 274.864 unit.Angka penjualan ini menempatkan Indonesia di urutan kedua setelah Malaysia.Namun pada tahun 2001 penjualan mulai menurun karena jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan adanya pengenaan pajak penjualan barang mewah dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) untuk industri. Pada tahun 2001 penjualan mobil selama bulan januari mencapai 21.117 unit, dan bulan februari 22.744 unit. Angka tersebut lebih baik daripada angka penjualan pada periode yang sama tahun 2000,yangmencapai 11.032 unit dan 18.066 unit. Penjualan mobil tertinggi dipegang oleh Toyota,urutan kedua



15



Honda,urutan ketiga Suzuki,urutan keempat BMW,urutan kelima Hyundai,urutan keenam Mitsubishi,dan urutan ketujuh Marcedes Benz. Pada tahun 2003 PT Dirgantara yang dikenal sebagai pabrik pesawat terbang memperkenalkan produk pertama mobil buatannya yang diberi nama ”Gang Car” dengan berat 260 kg,berkapasitas penumpang 2 orang,dan berkekuatan 125 cc dan 250 cc. Meskipun mungil PT DI mentargetkan untuk bisa menguasai 10% pasar di Indonesia. Pada akhir Oktober 2004,produksi Honda secara keseluruhan telah menembus posisi keempat pasar mobil di Indonesia.Angka penjualan telah mencapai 39.317 unit atau meraup total pangsa pasar mobil nasional sebesar 9,8% dari total penjualan keseluruhan. Kenaikan penjualan mobil Honda di Indonesia ini menunjukkan bahwa Honda semakin memposisikan dirinya sebagai salah satu mobil yang paling diminati masyarakat Indonesia. Persaingan dan inovasi dari masing-masing perusahaan semakin hari semakin terlihat. Hal tersebut merupakan indikasi positif untuk perkembangan kedepan dalam dunia otomotif Indonesia. Pada tahun 2005 jumlah produksi mobil baru yang berhasil dijual mencapai 533.000 unit yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah industri otomotif di Indonesia.



16



C. Analisis SWOT Pada Perusahaan Toyota Indonesia Dalam makalah ini penulis mencoba Mengidentifikasikan masalah dampak ekonomi global terhadap dunia otomotif di indonesia yang selanjutnya kaan dianalisis dengan analisis SWOT. Identifikasi Masalah •



Masalah-masalah internal yang dihadapi: 1. Bagaimana menghadapi kondisi pasar yang berubah dari waktu ke waktu? 2. Bagaimana mengatasi harga jual yang cukup tinggi?







Masalah-masalah eksternal yang dihadapi: 3. Bagaimana mengatasi berbagai ganjalan yang menghambat perkembangan pasar otomotif seperti tingginya tingkat suku bunga kredit kendaraan bermotor dan inflasi yang masih tinggi? 4. Apakah ketersediaan minyak bumi dan isu pemanasan global merupakan dua hal terpenting dalam industri otomotif?







Strategi dan Solusi Permasalahan 1. Kondisi persaingan pasar pasti selalu berubah dari waktu ke waktu, langkah-langkah strategis yang dapat diambil perusahaan agar dapat eksis dalam persaingan antara lain: 1) Melakukan riset-riset terhadap permintaan konsumen 2) Melakukan inovasi-inovasi produk 3) Meningkatkan promosi penjualan 4) Memberikan layanan terbaik kepada konsumen,dengan cara: a) membuka dealer-dealer pada setiap kota pada tempat yang tepat b) membuka layanan costumer voice 5) Memberikan garansi produk 6) Bekerjasama dengan pihak jasa perkreditan



17



2. Dalam mengatasi harga jual yang cukup tinggi, perusahaan memberikan kredit kepada masyarakat dalam jangka yang panjang serta pemberian bunga yang relatif rendah 3.



Langkah-langkah yang dapt dilakukan untuk mengatasi



hambatan kurang kondusifnya makro ekonomi tersebut,yakni: a) Meminimalisasi biaya produksi,sehingga produk yang dijual ke pasartidak ikut naik b) Peningkatan pendapatan masyarakat c) Merubah paradigma masyarakat bahwa kendaraan bukan lagi merupakan kebutuhan tersier melainkan kebutuhan primer 4. Sangatlah penting, karena hemat energi dan ramah lingkungan menjadi standar utama bagi kendaraan. Contohnya:Toyota yang memilih strategi diversifikasi produk,yaitu: a). Perbaikan efisiensi dan karakteristik mesin pembakaran dalam Internal Combustion Engine (ICE) yang sudah ada saat ini b). Kombinasi baik antar berbagai sumber energi, seperti bensin-bio ethanol,solar-biofuel dan sebagainya,maupun antar teknologi energi, seperti ICE konvensial dengan motor elektrik. c). Penggunaan sumber dan teknologi energi baru, seperti fuel cell vehicie berbahan bakar hidrogen. Analisis SWOT •



Strenght (Kekuatan) 1. Industri otomotif dapat meningkatkan devisa negara. 2. Membantu masyarakat dalam bidang transportasi darat 3. Dengan munculnya industri otomotif di Indonesia, dapat mengurangi jumlah pengangguran karena menciptakan lapangan pekerjaan.







Weakness (Kelemahan) 1. Harga jual yang cukup tinggi. 2. Adanya kebijakan industri otomotif.



18



3. Indonesia masih tergantung pada suku cadang dan komponen buatan luar negeri,meskipun investasi utamanya di dalam produksi komponen. •



Opportunity (Peluang) 1. Industri-industri otomotif mulai membangun pabrik perakitan sendiri. 2. Dapat meningkatkan kualitas produk karena ada persaingan yang ketat.







Threat (Ancaman) 1. Penjualan dapat menurun karena adanya pengenaan pajak penjualan barang mewah dan tingginya harga bahan bakar minyak (BBM). Posisi kompetitif persaingan beberapa perusahaan yang bergerak di bidang



industri otomotif di Indonesia: 1. PT Toyota Astra Motor 2. PT Krama Yudha Tiga Motor Berlian (KTB) 3. Indomobil Sukses Internasional Tbk 4. PT Dirgantara Indonesia (PTDI) 5. PT Nissan Motor Indonesia D. Prospek Industri Otomotif Indonesia Dampak dari krisis ekonomi global terhadap kemerosotan industri otomotif termasuk yang paling luar biasa. Ini antara lain ditandai kasus kebangkrutan sejumlah perusahaan otomotif besar, seperti General Motor (GM), Ford, dan Chrysler atau yang lebih dikenal The Big Three. Kemerosotan The Big Three telah diidentifikasi sejak tahun 2000. Ini setidaknya dapat dilihat dari semakin menurunnya pangsa pasar mereka di Amerika Serikat (AS). Tiga perusahaan otomotif raksasa itu telah menderita penurunan penjualan mobil (light vehicles) hampir 20 persen di pasar AS sejak 2000 hingga 2008. Pada 2008, pangsa penjualan The Big Three di AS untuk pertama kalinya akan berada di bawah 50 persen. Kurangnya inovasi di bidang teknologi, desain, biaya, imaji, dan unsur lainnya menjadi penyebab penurunan penjualan mobil keluaran The Big Three.



19



1. Rontoknya pabrikan raksasa dunia Seiring dengan penurunan penjualan The Big Three, tingkat penjualan mobil pabrikan Jepang justru mengalami kemajuan pesat. Jika pada 2000 pangsa penjualan mobil Jepang di AS sekitar 25 persen, pada 2008 diperkirakan mencapai 40 persen. Tingginya penjualan mobil Jepang tidak terlepas dari keunggulan yang dimiliki mobil keluaran Jepang, seperti harga yang lebih murah, efisiensi bahan bakar, dan unsur lainnya yang tidak ditemukan pada mobil produksi The Big Three. Seiring dengan pelemahan kinerja tiga perusahaan raksasa itu, pangsa pasar mereka pun kini semakin menurun. Dan sebaliknya, pangsa pasar pabrikan otomotif dari Jepang mengalami peningkatan. Pada 2008, tingkat penjualan mobil di AS mengalami kemerosotan yang drastis. Berdasarkan laporan AutoObserver, selama tahun 2008, seluruh The Big Six (The Big Three plus Honda, Nissan, dan Toyota) melaporkan penurunan penjualan. Selama 2008, industri otomotif AS hanya mampu menjual mobil sebanyak 13,2 juta unit atau menurun 18 persen dibandingkan 2007 yang mampu menjual sebanyak 16,1 juta unit mobil. Menurunnya kinerja penjualan industri otomotif di AS telah menyebabkan kondisi keuangan mereka juga dalam kondisi kritis dan terancam



bangkrut.



The Big Three, misalnya, kini dalam kondisi sangat kritis. GM mengalami kondisi yang paling parah. Sepanjang 2007, GM menderita kerugian sebesar 38,7 miliar dolar AS. Sedangkan pada 2008 kerugiannya diperkirakan akan lebih besar lagi. Chrysler sepanjang 2008 diprediksi mengalami kerugian sebesar delapan miliar dolar AS. Adapun Ford mengalami kerugian 14,6 miliar dolar AS. Kinerja industri otomotif di Eropa juga mengalami hal yang sama dengan di AS. Berdasarkan data dari European Automobile Manufacturers



20



Association (EACA), selama 2008, permintaan terhadap mobil komersial baru mengalami penurunan sekitar sembilan persen di seluruh Eropa. Sedangkan permintaan mobil sedan turun hingga 7,8 persen. Ini menggambarkan



bahwa dampak



krisis ekonomi telah



memberikan dampak pada kinerja industri otomotif, khususnya paruh kedua tahun 2008. Penurunan kinerja tersebut merupakan yang paling tajam sejak 1993. Secara keseluruhan, selama 2008, sebanyak 18,4 juta unit mobil baru telah diproduksi atau turun tujuh persen dibandingkan produksi 2007 sebesar 19,7 juta unit. Salah satu dari lima negara produsen mobil terbesar di Eropa, Italia, dilaporkan mengalami penurunan produksi mobil hingga 20,3 persen. Disusul kemudian oleh Prancis turun 14,9 persen, Spanyol turun 12 persen, Inggris turun 5,8 persen, dan Jerman turun 2,8 persen. Sementara itu, untuk kategori mobil penumpang, selama 2008 registrasi barunya mengalami penurunan sebesar 7,8 persen dan menjadi sebanyak 14.712.158 unit. Kinerja ini merupakan penurunan terburuk sejak 1993. Permintaan mobil penumpang baru turun sebesar 8,4 persen di Eropa Barat. Sedangkan registrasi baru untuk kategori mobil penumpang di negara-negara Uni Eropa turun 0,7 persen selama 2008. Industri otomotif di Jepang juga mengalami penurunan kinerja selama 2008. Kendati, penurunan kinerja industri otomotif di Jepang tidak seburuk yang dialami AS dan Eropa. Berdasarkan



data



dari



Japan



Automobile



Manufacturers



Association (JAMA), selama 2008, produksi mobil di Jepang tercatat sebanyak 11.563.629 unit, atau 99,7 persen-nya dibandingkan total produksi mobil selama 2007. 2. Peluang Bagi Industri Otomotif Indonesia Seperti sudah disebutkan bahwa perkiraan pajak dan pungutan pemerintah pada sektor otomotif masih penyumbang besar bagi



21



pemerintah. Dari penjualan yang diperkirakan tahun 2003 sebesar Rp 30 Trilyun, pemerintah menerima Rp 20 Trilyun, suatu penerimaan yang sangat besar dan untuk mengurangi tentu saja sulit sekali. Di Harian Media Indonesia, hari Sabtu 6 September 2003 disebutkan pernyataan usulan Gaikindo agar ada penurunan Bea Masuk, karena terlalu tingginya bea masuk untuk kendaraan bermotor akan menyebabkan kurangnya daya saing. Maksud semula dengan tingginya bea masuk untuk "proteksi" bagi investasi dan tumbuhnya industri otomotif. Justru Globalisasi akan memaksa pemerintah untuk memikirkan bagaimana kelanjutan Bea Masuk dan Pajak-pajak lainnya yang menyebabkan mahalnya harga mobil dinegara ini. Seandainya pemerintah mau menurunkan pajak serta bea masuk, tentu harga mobil di Indonesia bisa diturunkan. Sekali lagi ditegaskan bahwa harga mobil mahal disebabkan pajak-pajak, bea masuk yang meliputi kisaran 60 % dari harga mobil itu sendiri. Bagaimana Thailand bisa memajukan industri otomotifnya ?Adanya Free Trade dengan AFTA, perjanjian perdagangan bebas dengan Cina dan Australia.-Policy pemerintah mengenai (ownership-regulationtax).-Memajukan industri lokal melalui International Manufacturer.-Skill dari tenaga kerja yang lebih baik diantara negara-negara Asean menyebabkan : low cost dan kapabilitas-Basis supply komponen lokal yang kuat.-Infra structure yang bagus dan kawasan industri yang berkembang baik-Detroit of Asia-Pasaran truk global serta Pick Up yang sesuai untuk AFTA (mencapai Critical Mass). Fakta-fakta mengenai Industri Autoparts Thailand.-Delphi Asia Pacific menetapkan basis produksinya untuk pasaran Asean di Thailand dan sampai tahun 2005 akan membuat 340 komponen baru.-Autoparts Industry di Thailand ialah 50 % manufacturer sendiri, 40 % asing sebagai mayoritas dan 10 % Joint Venture dengan pihak Thai sebagai mayoritas.-Investasi Pemerintah, ARTC-Automotive Research & Testing Center.-Pemilihan OEM dan REM. Bagaimana dengan Cina sebagai negara baru bidang otomotif ?Cina mengandalkan basis produksi untuk sedan, jenis Pick Up belum ada.



22



Produksi mobil di Cina 2,4 juta unit, sedangkan gabungan negara Asean 1,2 unit dalam tahun 2002. -. Cina merupakan pasaran mobil nomor 2 di Asia dan kemungkina besar tahun 2011 pasaran mobil di Cina akan melewati Jepang dan penjualan diramalkan mencapai 7,2 juta mobil pertahun.-Untuk pasaran mobil, Cina masih mengandalkan pada domestik yang tumbuh sangat pesat. Dalam menghadapi AFTA, apa yang terjadi di industri otomotif ?Arah industri otomotif ialah Global Free Trade-Asean Automotive Industry yang mampu bersaing dipasaran internasional-Investasi langsung dari luar negeri ke Asean-Export CBU-Completely Built Up. Apakah yang terjadi saat ini ?-Industri otomotif dari Asia, USAEuropa memutuskan untuk produksi di Thailand.-Untuk Indonesia hanya Toyota-MPV, Nissan-Trail, Honda : Stream dan CRV.-Mobil BMW seri 3,5 dan 7 juga produksi di Thailand dengan target 10.000 unit/tahun.-CBU export dari Thailand 30 % dari National output, nomor 3 setelah Jepang dan Korea.-Target Thailand 2003, export mobil 730.000 unit-Thailand juga menetapkan manufacturing based untuk Truk dan Pick Up. Fakta dan data diatas bisa dijadikan sumber memikirkan policy pemerintah dibidang otomotif, misalnya arah basis model, industri komponen, bentuk investasi asing dan lokal, persaingan antar negara Asean terutama majunya Thailand setelah tahun krisis finansial dunia dan jebloknya kondisi keamanan Indonesia pasca 1998 dan hal-hal lain yang menyebabkan kaburnya investor asing dan ambruknya investor domestik. Malaysia baru akan mengikuti AFTA tahun 2008, untuk melindungi Mobil Nasionalnya.3 Berdasarkan fakta-fakta di atas, terlihat bahwa kecil kemungkinan industri otomotif global akan mengalami kebangkrutan massal, meskipun industri otomotif AS mengalami keruntuhan.



3



Industri Otomotif yang diyakini sebagai industri masih mempunyai masa depan.



http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?f=1&t=10238&start=0,



23



Kemungkinan yang paling masuk akal adalah terjadinya pergeseran pemasok kebutuhan otomotif yang akhirnya harus ditinggalkan The Big Three. Bila upaya penyelamatan industri otomotif AS betul-betul gagal, kemungkinan besar pangsa pasar mereka akan diambil alih oleh pabrikan dari Jepang, yang memang telah menyiapkan diri, selain pabrikan dari Eropa. Meski demikian, pabrikan otomotif di luar AS tampaknya tidak akan memaksakan diri melakukan penetrasi di AS. Hal ini terutama didasari oleh realitas bahwa daya beli konsumen AS yang jatuh pada 2009. Prediksinya,



pabrikan



otomotif



Jepang



dan



Eropa



justru



akan



meningkatkan investasinya di pasar-pasar baru yang memiliki potensi untuk tumbuh pesat, seperti di BRIC. Di antara negara BRIC, Cina merupakan negara yang memiliki potensi menjadi pasar otomotif yang paling diincar. Ini mengingat, tingkat pertumbuhan ekonomi Cina yang tinggi dan jumlah penduduknya yang sangat besar. Indikasi bahwa pasar otomotif Cina akan mengalami booming, sudah terlihat sejak 2002. Berdasarkan Annual Report 2008 yang dikeluarkan VDA, aosiasi otomotif Jerman, disebutkan bahwa pada 2007 Cina mengalami peningkatan produksi mobil (untuk seluruh jenis) hingga 175 persen dibandingkan produksinya pada 2002. Indonesia sesungguhnya memiliki peluang untuk menjadi tempat investasi (relokasi) bagi industri otomotif besar karena karakteristiknya yang sama dengan BRIC. Hal ini terutama didasari oleh fakta bahwa kekuatan ekonomi Indonesia selama ini sesungguhnya ditopang oleh sisi domestik kita memiliki daya beli yang cukup tinggi. Terlihat bahwa meskipun krisis global mengancam prospek ekonomi kita, namun hal itu tampaknya tidak berlaku bagi produk otomotif di Indonesia. Pada 2008, volume penjualan mobil mencapai 607.805 unit, atau naik 39,89 persen dibandingkan 2007 yang mencapai 434.473 unit.



24



Pada 2007, pertumbuhan penjualan mobil di Indonesia mencapai 35,9 persen dibandingkan 2006 yang merupakan pertumbuhan tertinggi di Asia, lebih tinggi sekalipun dengan Cina dan India. Membaiknya penjualan sektor otomotif di pasar domestik, khususnya pada 2008, setidaknya sangat dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, tingkat suku bunga perbankan yang relatif rendah. Kedua, tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Ketiga, nilai tukar rupiah yang cukup stabil, terutama terhadap yen dan dolar AS. Prestasi yang diraih pada 2008 memang mustahil diraih lagi pada 2009. Namun, penurunan penjualan mobil di Indonesia tidak akan separah dibanding negara-negara lain yang terkena resesi. Hingga April 2009, penjualan mobil domestik mencapai 134.868 unit, atau turun 39 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai 187.246 unit. Namun demikian, tren tingkat penjualan mobil setiap bulannya mengalami peningkatan. Pada Januari 2009, volume penjualan mobil mencapai sekitar 31 ribu unit, pada April 2009 sudah 34.610 unit. Setelah pemilu, penjualan diperkirakan akan naik lebih besar. Sentimen lain yang mendorong penjualan mobil adalah bunga kredit yang cenderung turun dan makroekonomi sudah baik. Dengan kata lain, di balik kebangkrutan industri otomotif global, sesungguhnya terdapat blessing bagi peningkatan aktivitas investasi, khususnya sektor otomotif di Indonesia. Kita sesungguhnya dapat memainkan peran yang lebih aktif guna menarik kegiatan relokasi industri otomotif agar diarahkan ke Indonesia. Namun semuanya sangat tergantung pada aspek tawar menawar yang dimiliki kedua belah pihak: investor dan pemerintah Indonesia.4



4



Prospek Industri Otomotif Global 2, (http://jakarta45.wordpress.com/2009/06/03/prospekindustri-otomotif-global-2/), diakses tanggal 21 Desember 2009.



25



BAB III KESIMPULAN 1.



Persaingan dunia otomotif pada era globalisasi ekonomi semakin



ketat, situasi ini terlihat dengan adanya inovasi-inovasi baru yang semakin berkembang. 2.



Bagian R&D perusahaan harus peka dan respek terhadap setiap



fenomena yang terjadi di dalam masyarakat serta setiap kebijakankebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terutama yang berhubungan dengan otomotif. 3.



Perubahan yang ada di lingkungan masyarakat menuntut



perusahaan untuk mengimbanginya dengan mengeluarkan produk-produk yang nyaman dan aman bagi masyarakat dan lingkungan, sehingga perusahaan harus melakukan langkah-langkah strategis yang dapat menguntungkan perusahaan tapi tidak merugikan masyarakat.



26



DAFTAR PUSTAKA



Dampak Krisis Ekonomi Global, (http://metris-community.com/dampak-krisisekonomi-global/), diakses tanggal 20 Desember 2009 Hendra Halwani, Ekonomi internasional dan Globalisasi Ekonomi, Jakarta, Ghalia Indonesia : 2002. Industri Otomotif yang diyakini sebagai industri masih mempunyai masa depan, http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?f=1&t=10238&start=0, diakses tanggal 20 Desember 2009. Industri



Otomotif



Nasional,



http://www.kamusilmiah.com/mesin/industri-



otomotif-nasional/, diakses tanggal 20 Desember 2009. Prospek Industri Otomotif Global 2, (http://jakarta45.wordpress.com/2009/06/03/ prospek-industri-otomotif-global-2/), diakses tanggal 21 Desember 2009.



27



PENGARUH EKONOMI GLOBAL TERHADAP INDUSTRI OTOMOTIF (ANALISIS PADA PERUSAHAAN TOYOTA INDONESIA)



Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Dalam mata kuliah: Manajemen pemasaran



Disusun oleh :



Ahmad Subhan



28



DAFTAR ISI



Daftar isi ..........................................................................................................



i



BAB I PENDAHULUAN ................................................................................



1



A. Latar Belakang .....................................................................................



1



B. Rumusan Masalah ................................................................................



3



C. Prosedur Pemecahan Masalah .............................................................



4



D. Tujuan ..................................................................................................



4



BAB II PEMBAHASAN .................................................................................



5



A. Globalisasi Ekonomi ............................................................................



5



B. Latar belakang dan perkembangan industri otomotif di Indonesia .....



10



C. Analisis SWOT pada perusahaan Toyota Indonesia ............................



16



D. Prospek industri otomotif Indonesia ...................................................



18



BAB III KESIMPULAN..................................................................................



25



DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................



26



i