Pengaruh Interleukin 6 Terhadap Nyeri Neuropati [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Nyeri merupakan salah satu keluhan yang membuat pasien memutuskan untuk berobat. Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dapat terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata, berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.1,2 Nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptif dan neuropatik. Nyeri nosiseptif terjadi bila ujung saraf sensorik pada kulit atau organ menerima rangsangan yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan akibat stimulus mekanis, termal, kekurangan oksigen, dan bahan kimia. Nyeri neuropati merupakan nyeri akibat kerusakan jaringan saraf dapat karena; operasi, trauma, keganasan dan penyakit metabolik (mis. diabetic neuropathy). Nyeri jenis ini dapat menimbulkan gejala nyeri spontan, rasa terbakar atau mati rasa pada daerah tertentu. Nyeri neuropati merupakan nyeri kronik yang bisa menetap selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Sehingga dalam karya tulis ini akan dibahas lebih lanjut mengenai nyeri neuropati tersebut.1,2,3 Estimasi saat ini, nyeri neuropati menyerang 3% dari populasi umum. Salah satu penelitian di Inggris menyatakan bahwa prevalensi nyeri kronik adalah 48% dan prevalensi nyeri neuropati adalah 8%. Responden nyeri neuropati kronik kebanyakan berjenis kelamin perempuan , dengan usia yang cukup tua, belum menikah, tidak memiliki kualifikasi pendidikan dan merupakan perokok.1,2 Nyeri merupakan masalah yang sering terjadi pada orang yang selalu melakukan aktivitas, contohnya pada pekerja industri, pekerja yang melakukan gerakan tubuh,seperti tangan, kaki, dan yang lainnya secara berulang tanpa istirahat, serta penyakit yang timbul akibat proses penuaan atau degenerasi. Nyeri sangat mengganggu aktivitas seseorang yang melibatkan gerakan tersebut, sehingga mengalami hambatan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Pada dasarnya nyeri neuropati yang persisten memiliki hubungan yang bermakna dengan gangguan tidur, fungsi emosional, suasana perasaan, fungsi fisik, dan fungsi peran sosial. Dampak



1



negatif nyeri neuropati terhadap berbagai aspek tersebut pada akhirnya akan menimbulkan kondisi depresi dan gangguan kualitas hidup pada penderitanya.1,4,5,6 Bukti menunjukkan bahwa interaksi neural-imun ikut terlibat dalam perkembangan nyeri neuropati. IL-6 secara khusus terlihat memainkan peran yang besar dalam proses inflamasi yang terjadi setelah adanya cedera pada saraf dan terlibat dalam nyeri neuropati.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Nyeri Neuropati



2.1.1 Definisi Pengertian nyeri neuropatik menurut International Association for The Study of Pain (IASP) adalah “nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer atau disfungsi dari sistem saraf” dan dapat disebabkan oleh kompresi atau infiltrasi dari nervus oleh suatu tumor, tergantung di mana lesi atau disfungsi terjadi.Nyeri neuropatik pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan asalnya yaitu perifer dan sentral, juga berdasarkan waktunya, yakni nyeri neuropatik akut dan kronik. Ada beberapa masalah dalam bidang kedokteran paliatif yang menyulitkan dalam mendiagnosis dan menangani nyeri neuropatik, dan tak ada satupun hasil yang memuaskan yang dapat menyebabkan hilangnya nyeri. Dalam membuat suatu diagnosa adanya nyeri neuropatik diperlukan anamnesis yang tepat tentang apa yang sedang dirasakan pasien, baik tipenya maupun derajat dari nyeri tersebut. 1,10,11 2.1.2 Epidemiologi Epidemiologi nyeri neuropati belum cukup banyak dipelajari , sebagian besar karena keragaman dari kondisi nyeri ini. Estimasi saat ini, nyeri neuropati menyerang 3% dari populasi umum.



Salah satu penelitian di Inggris menyatakan bahwa



prevalensi nyeri kronik adalah 48% dan prevalensi nyeri neuropati adalah 8%. Responden nyeri neuropati kronik kebanyakan berjenis kelamin perempuan , dengan usia yang cukup tua, belum menikah, tidak memiliki kualifikasi pendidikan dan merupakan perokok.1,2 2.1.3 Klasifikasi Klasifikasi nyeri neuropati terbagi menjadi dua:1,2,3,7 1. Berdasarkan penyakit yang mendahului dan letak anatomisnya: a) Perifer, dapat diakibatkan oleh neuropati, neuralgia pasca herpes zoster, trauma susunan saraf pusat, radikulopati, neoplasma, dan lain-lain. b) Medulla spinalis, dapat diakibatkan oleh multipel sklerosis, trauma medulla spinalis, neoplasma, arakhnoiditis, dan lain-lain. c) Otak, dapat diakibatkan oleh stroke, siringomielia, neoplasma, dan lain-lain. 3



2. Berdasarkan gejala : a) Nyeri spontan (independent pain) b) Nyeri oleh karena stimulus (evoked pain) c) Gabungan antara keduanya 2.1.4 Etiologi Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat lesi di susunan saraf pusat (nyeri sentral) atau kerusakan saraf perifer (nyeri perifer). Nyeri neuropatik berasal dari saraf perifer di sepanjang perjalanannya atau dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa melibatkan eksitasi reseptor nyeri spesifik (nosiseptor). Gangguan ini dapat disebabkan oleh kompresi, transeksi, infiltrasi, iskemik, dan gangguan metabolik pada badan sel neuron.12,13 Nyeri sentral neuropatik adalah suatu konsep yang berkembang akibat bertambahnya bukti bahwa kerusakan ujung-ujung saraf nosiseptif perifer di jaringan lunak, pleksus saraf, dan saraf itu sendiri juga dapat menyebabkan nyeri sentral nosiseptif melalui proses sensitasi. Sindrom nyeri thalamus adalah salah satu nyeri neuropatik sentral. Nyeri sentral neuropatik juga dapat ditemukan pada pasien poststrok, multiple sklerosis,spinal cord injury, dan penyakit Parkinson. 12,13,14 Nyeri neuropatik perifer terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan yang berasal dari perifer menyebabkan tidak saja pelepasan muatan spontan serat saraf perifer yang terkena tetapi juga lepasnya muatan spontan sel-sel ganglion akar dorsal saraf yang rusak. Contoh-contoh sindrom yang mungkin dijumpai adalah neuralgia pascaherpes, neuropati diabetes, neuralgia trigeminus, kausalgi, phantom-limb pain, kompresi akibat tumor, dan post operasi.12,14



Penyebab Tersering Nyeri Neuropatik Nyeri Neuropatik Sentral Mielopati kompresif dengan



Nyeri Neuropatik Perifer Poliradikuloneuropati demielinasi inflamasi



stenosis spinalis



akut dan kronik



Mielopati HIV



Polineuropati alkoholik



Multiple sclerosis



Polineuropati oleh karena kemoterapi



Penyakit Parkinson



Sindrom nyeri regional kompleks (complex



4



Mielopati post iskemik



regional pain syndrome)



Mielopati post radiasi



Neuropati jebakan (misalnya, carpal tunnel



Nyeri post stroke



syndrome)



Nyeri post trauma korda spinalis



Neuropati sensoris oleh karena HIV



Siringomielia



Neuralgia iatrogenik (misalnya, nyeri post mastektomi atau nyeri post thorakotomi) Neuropati sensoris idiopatik Kompresi atau infiltrasi saraf oleh tumor Neuropati oleh karena defisiensi nutrisional Neuropati diabetik Phantom limb pain Neuralgia post herpetic Pleksopati post radiasi Radikulopati



(servikal,



thorakal,



atau



lumbosakral) Neuropatik oleh karena paparan toksik Neuralgia trigeminus (Tic Doulorex) Neuralgia post trauma



Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit infeksi, yang paling sering adalah HIV. Cytomegalovirus, yang sering ada pada penderita HIV, juga dapat menyebabkan low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri neuropatik adalah hal yang paling sering dan penting dalam morbiditas pasien kanker. Nyeri pada pasien kanker dapat timbul dari kompresi tumor pada jaringan saraf atau kerusakan sistem saraf karena radiasi atau kemoterapi.2 2.1.5 Patofisiologi Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor disebut nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf baik serabut saraf pusat maupun perifer yang disebut nyeri neuropati. Trauma atau lesi



5



dijaringan akan direspon oleh nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin, histamine, dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktifasi nosiseptor yang dapat menimbulkan munculnya nyeri spontan, atau membuat nosiseptor lebih sensitif (sensitasi) secara langsung maupun tidak langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan munculnya hiperalgesia. Trauma atau lesi serabut saraf di perifer atau sentral dapat memacu terjadinya remodeling atau hipereksibilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi yang masih berhubungan dengan badan sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru (sprouting). Tunas-tunas baru ini ada yang tumbuh dan mencapai organ target, sedangkan sebagian lainnya tidak mencapai organ target dan membentuk semacam pentolan yang disebut neuroma. Pada neuroma terjadi akumulasi berbagai kanal ion, terutama kanal Na+ . Akumulasi kanal Na+ menyebabkan munculnya ectopic pace maker. Disamping kanal ion juga terlihat adanya molekul-molekul tranduser dan rseptor baru yang semuanya dapat menyebabkan terjadinya ectopic discharge, mekanisme senstifitas abnormal, termosensitifitas dan kemosensitifitas. Ectopic discharge dan sensitisasi dari berbagai reseptor (mekanik, termal, kimiawi) dapat menyebabkan timbulnya nyeri spontan dan evoked pain.1,2,7 Lesi jaringan mungkin berlangsung singkat, dan biula lesi sembuh maka nyeri akan hilang. Akan tetapi lesi yang berlanjut menyebabkan neuron-neuron di kornu dorsalis dibanjiri potensial aksi yang mungkin mengakibatkan terjadinya sensitisasi neuron-neuron tersebut. sensitisasi neuron di kornu dorsalis menjadi penyebab timbulnya alodinia dan hiperalgesia sekunder. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa nyeri timbul karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif baik perifer maupun sentral.1,2,7 Baik nyeri neuropati perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron sebagai stimulus noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini dimulai dari kornu dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolumna dorsalis (untuk visceral), sampai thalamus sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan korteks insula. Karakteristik sensitisasi neuron bergantung pada : meningkatnya aktivitas neuron, rendahnya ambang batas stimulus terhadap aktivitas neuron itu



6



sendiri misalnyaterhadap aktivitas stimulus yang nonnoksious, dan luasnya penyebaran areal yang mengandung reseptor yang mengakibatkan peningkatan letupan-letupan dari berbagai neuron. Sensitisasi ini pada umumnya berasosiasi dengan terjadinya denervasi jaringan saraf akibat lesi ditambah dengan stimulasi yang terus menerus dan impuls aferen baik yang berasal dari perifer maupun sentral dan juga bergantung pada aktivasi kanal ion di akson yang berkaitan dengan reseptor AMPA/kainat dan NMDA. Nyeri neuropati muncul akibat proses patologik yang berlangsung berupa perubahan sensitisasi baik perifer maupun sentral yang berdampak pada fungsi sistem inhibitorik dan gangguan interaksi antara somatik dan simpatetik. Keadaan ini memberikan gambaran umum berupa alodinia dan hiperalgesia. Permasalahan pada nyeri neuropati adalah menyangkut terapi yang berkaitan dengan kerusakan neuron dan sifatnya ireversibel. Pada umumnya hal ini terjadi akibat proses apoptosis yang dipicu baik melalui modulasi intrinsik kalsium di neuron sendiri maupun akibat proses inflamasi sebagai proses ekstrinsik. Kejadian inilah yang mendasari sebagai konsep nyeri kronik yang ireversibel pada sistem saraf.1,2,7 Rasa nyeri akibat sentuhan ringan pada pasien nyeri neuropati disebabkan oleh karena respon sentral abnormal serabut sensorik nonnoksious. Reaksi sentral yang abnormal ini dapat disebabkan oleh faktor sensitisasi sentral, reorganisasi struktural, dan hilangnya inhibisi.1,2,7 2.1.6 Penatalaksanaan 1. Anti Depresan Anti depresan yang paling sering digunakan untuk terapi nyeri neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitripilin, imipramin, maprotilin, desipramin. Mekanisme kerja dari anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu memodulasi transmisi dari serotonin dan norepinepfrine (NE). Anti depresan trisiklik menghambat pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor presinaptik. Disamping itu, anti depresan trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT (autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT di celah sinaptik. Hambatan reuptake



7



norepinefrine juga meningkatkan konsentrasi norepinefrine dicelah sinaptik menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi aktivitas adenilsiklase. Penurunan aktivitas adenilsiklase ini akan mengurangi siklik adenosum monofosfat dan mengurangi pembukaan Si-Na. penurunan Si-Na yang membuka berarti depolarisasi menurun dan nyeri berkurang.3,7,8 2. Anti Konvulsan Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang dimasukkan kedalam satu golongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan kepekaan abnormal dari neuron-neuron di sistem saraf sentral. Seperti diketahui bahwa nyeri neuropati timbul karena adanya aktifitas abnormal dari sistem saraf. Nyeri neuropati dipicu oleh hipereksitabilitas sistem saraf sentral yang dapat menyebabkan nyeri spontan dan paroksimal. Reseptor NMDA dalam influks Ca2+ sangat berperan dalam proses kejadian wind-up pada nyeri neuropati. Prinsip pengobatan nyeri neuropati adalah penghentian proses hiperaktivitas terutama dengan blok Si-Na atau pencegahan sensitisasi sentral dan peningkatan inhibisi.3,7,8 3. Karbamazepin dan Okskarbazepin Mekanisme kerja utama adalah memblok voltage-sensitive sodiumchannels (VSSC). Efek ini mampu mengurangi cetusan dengan frekuensi tinggi dari neuron. Okskarbazepin merupakan anti konvulsan yang struktur kimianya mirip karbamazepin



maupun



amitripilin.



Pengobatan



denga



okskarbazepin



menunjukkan hasil yang memuaskan, sama atau sedikit diatas karbamazepin, hanya saja okskarbazepin memiliki efek samping yang minimal.3,7,8 4. Lamotrigin Merupakan anti konvulsan baru untuk stabilisasi membrane melalui VSSC, merubah atau mengurangi pelepasan glutamat maupun aspartat dari neuron presinaptik, meningkatkan konsentrasi GABA di otak. Khusus untuk nyeri neuropati penderita HIV, digunakan lamotrigin dengan dosis hingga 300 mg per hari. Efek samping utama lamotrigin adalah skin rash, terutama bila dosis ditingkatkan dengan cepat.3,7,8 5. Gabapentin



8



Pengguanaan gabapentin untuk nyeri neuropati cukup popular, karena memiliki efek yang cukup baik dengan efek samping minimal. Gabapentin dapat digunakan sebagai terapi ,berabagai jenis neuropati. Hal ini sesuai dengan kemampuan gabapentin yang dapat masuk kedalam sel untuk berinteraksi dengan reseptor α2β yang merupakan subunit dari kanal Ca2+.3,7,8 2.1.7 Prognosis Hasil akhir dari nyeri neuropati sangat tergantung pada penyebabnya. Neuropati perifer sangat bervariasi mulai dari gangguan yang reversibel sampai komplikasi yang dapat berakibat fatal. Beberapa neuropati perifer tidak bisa disembuhkan atau membutuhkan waktu untuk penyembuhan. Pada kasus yang paling baik, saraf yang rusak akan ber-regenerasi. Sel saraf tidak bisa digantikan jika mati namun mempunyai kemampuan untuk pulih dari kerusakan. Kemampuan pemulihan bergantung pada kerusakan dan umur seseorang dan keadaan kesehatan orang tersebut. Pemulihan bisa berlangsung dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun karena pertumbuhan sel saraf sangat lambat. Pemulihan sepenuhnya mungkin tidak bisa terjadi dan mungkin juga tidak bisa ditentukan prognosis hasil akhirnya.6,9 Jika neuropati disebabkan oleh keadaan degeneratif seperti penyakit CharcotMarie-Tooth, kondisi seseorang akan bertambah buruk. Mungkin terdapat periode dimana penyakit tersebut mencapai kondisi statis namun belum ada pengobatan yang telah ditemukan untuk penyakit-penyakit degeneratif ini. Sehingga gejala-gejala akan terus berlangsung dan mempunyai kemungkinan untuk memburuk. Beberapa neuropati perifer dapat berakibat fatal. Keadaan yang fatal ini telah dikaitkan dengan kasus difteri, keracunan botulisme dan lain-lain. Beberapa penyakit dengan neuropati juga bisa berakibat fatal namun penyebab kematian tidak selalu berkaitan dengan neuropati, seperti halnya pada kanker.6,9 2.2



Interleukin 6 Sitokin anti-inflamasi adalah serangkaian molekul immuno regulator yang mengontrol respon sitokin proinflamasi. Sitokin bekerja inhibitor sitokin spesifik



dan reseptor sitokin



9



dalam



yang larut untuk



kaitan



dengan



mengatur respon



kekebalan



tubuh



manusia. Peran fisiologisnya dalam



peradangan dan



peran



patologis pada kondisi inflamasi sistemik semakin diketahui. Sitokin anti-inflamasi mayor termasuk antagonis



reseptor interleukin (IL)-1, IL-4, IL-6, IL-10, IL-11, dan



IL-13. Reseptor sitokin spesifik untuk IL-1, Tumor Necrosis Factor-α, dan IL-18 juga berfungsi



sebagai inhibitor sitokin proinflamasi. Sifat anti-inflamasi sitokin dan



reseptor sitokin yang larut adalah fokus dari kajian ini. Penggunaan terapi saat ini dan masa depan dari anti-inflamasi sitokin juga dikaji. respon imun manusia diatur oleh jaringan yang sangat kompleks dan rumit dari elemen kontrol. Yang menonjol diantara komponen-komponen regulasi ini adalah sitokin anti-inflamasi dan inhibitor sitokin spesifiik. Dalam kondisi fisiologis, sitokin inhibitor ini berfungsi sebagai elemen imunomodulator yang membatasi efek yang berpotensi menjadi injuri dari reaksi inflamasi berkelanjutan atau yang berlebihan, Dalam kondisi patologis, mediator anti-inflamasi ini dapat baik, memberikan kontrol yang kurang atas aktivitas proinflamasi dalam penyakit yang dimediasi imun atau kompensasi berlebihan dan menghambat respon imun, menjadikan host beresiko terhadap infeksi sitemik.15 IL-6 merupakan sitokin yang berfungsi pada imunitas bawaan dan adaptif. IL-6 disintesis oleh fagosis mononuclear, sel endotel vaskuler, fibroblast dan sel lainnya dalam respon terhadap mikroba dan sitokin lainnya, seperti IL-1 dan TNF. Sebagian juga dibentuk oleh sel-sel T yang teraktivasi. Bentuk fungsional dari IL-6 merupakan homodimer, dengan setiap subunit membentuk suatu empat-α-heliks globular domain. Reseptor dari IL-6 terdiri dari sitokin yang terikat protein dan suatu subunit yang mentransduksi sinyal, keduanya berasal dari keluarga resepto rsitokin tipe I. Subunit yang mentransduksi sinyal 130kD dikenal dengan gpl30; yang mengaktivasi jalur yang memberikan sinyal JAK/STAT dan juga memberikan sinyal komponin terhadap reseptor sitokin lainnya. IL-6 memiliki beberapa aksi yang berlawanan.



Pada



imunitas bawaan, menstimulasi sintesis dari protein pada fase akut dari hepatosit sehingga memberikan kontribusi terhadap efek sistemik dan inflamasi, hal ini disebut dengan respons fase akut. IL-6 menstimulasi produksi dari netrofil dari progenitor sumsum tulang, biasanya berperan dalam konser dengan faktor yang menstimulasi koloni. Pada imunitas yang didapat, IL-6 menstimulasi pertumbuhan dari limfosit B



10



yang berdiferensiasi menjadi penghasil-penghasil antibodi. IL-6 berperan sebagai faktor pertumbuhan dari sel plasma neoplastik (mieloma), dan banyak sel-sel mieloma yang berkembang secara otonom dan mensekresikan IL-6 sebagai faktor pertumbuhan autokrin.



Lebih dari itu, IL-6 dapat menyebabkan pertumbuhan



antibodi monoklonal yang memproduksi hibridoma, yang berasal dari mieloma.18,19,20 IL-6 telah lama dianggap sebagai sitokin proinflamasi yang diinduksi oleh LPS bersama dengan TNF-a dan IL-1. IL-6 sering digunakan sebagai penanda untuk aktivasi sistemik dari sitokin proinflamasi.16 Seperti banyak sitokin lainnya, IL6 memiliki



dua sifat,



baik proinflamasi,



maupun anti-inflamasi. Meskipun IL-6



adalah penginduksi kuat dari respon protein faseakut, ia juga memiliki sifat antiinflamasi.17 Bukti terbaru yang dihasilkan dari tikus yang dihilangkan IL-6 telah menunjukkan bahwa IL-6, seperti anggota lain dari keluarga ligan reseptor gp130, terutama bertindak sebagai suatu sitokin anti-inflamasi. Setelah terikat ke reseptor αspesifik, kompleks IL-6 dengan sinyal ubiquitin unit transduksi sinyal gp130. IL-6 termasuk dalam inhibisi



keluarga dari ligan reseptor gp130 yang



leukemia, ciliaryneurotrophic



meliputi IL-11, faktor



factor, oncostatin M,



dan cardiotrophin-



1. Karena molekul-molekul peptida menggunakan reseptor seluler umum, mereka berbagi



banyak



gambaran fisiologis



6 menurunkan sintesis IL-1



yang



diakibatkan



oleh IL-6. IL-



dan TNF-α.18,19 IL-6 melemahkan sintesis



dari



sitokin proinflamasi ketika memiliki sedikit efek pada sintesis dari sitokin antiinflamasi seperti



IL-10 dan Transforming



Growth



Factor-β (TGF-β). IL-



6 menginduksi sintesis dari glukokortikoid dan meningkatkan sintesis IL-1ra dan mengeluarkan reseptor TNF larut pada



sukarelawan



manusia. Pada



saat



yang



sama, IL-6 menghambat produksi dari sitokin proinflamasi seperti GM-CSF, IFN-γ, dan MIP-2. Hasil dari efek imunologi ini menempatkan IL-6 diantara kelompok sitokin anti-inflamasi.20 Peran IL-6 dalam inflamasi akut



11



Respon fase akut termasuk perubahan dalam konsentrasi protein plasma yang dikenal sebagai protein fase akut serta berbagai perilaku, fisiologis, biokimia dan perubahan gizi. Protein fase akut telah didefisikan sebagai satu set protein plasma dengan konsentrasi yang meningkat (protein fase akut positif) atau penurunan ( protein fase akut negatif) yang diganggu sedikitnya 25% pada gangguan inflamasi. Sitokin yag dihasilkan selama proses inflamasi dan yang berpartisipasi di dalamnya merupakan stimulator dari produksi protein fase akut. Peradangan, tumor necrosis factor dan sitokin terkait termasuk IL-6, IL-1 dan mungkin IL-8 yang dapat mengubah faktor pertumbuhan. Mereka diproduksi oleh berbagai jenis sel namun sumber paling penting adalah makrofag dan monosit pada situs inflamasi. IL-6 adalah stimulator protein pada fase yang paling akut. Peran yang dimainkan oleh IL-6 dalam merangsang produksi protein fase akut tergantung pada sifat atau situs dari inflamasi. Beberapa sitokin terutamanya IL-6, merangsang produksi protein fase akut dalam menanggapi rangsangan yang bervariasi.15,16 Peran IL-6 dalam inflamasi kronis Pada penyakit kronis, biasanya dicontohkan oleh stres kekebalan seperti infeksi intraseluler kronis dan tumor, IL-6 tidak hanya berfungsi sebagai inducer reaksi fase akut tetapi juga adalah pemain penting dalam memunculkan respon imun seluler pada sel-sel yang terkena dampak dan respon humoral mukosa ditujukan terhadap reinfeksi. IL-6 memunculkan tidak hanya reaksi fase akut tetapi juga pengembangan respon imun seluler dan humoral spesifik, termasuk diferensiasi stadium akhir sel B, sekresi immunoglobulin dan aktivasi sel T. Sinyal IL-6 melalui sIL-6Rα mengontrol infiltrasi leukosit. IL-6 muncul untuk mempengaruhi secara dramatis sifat dari respon kekebalan tubuh dengan mempengaruhi perekrutan, aktivasi dan apoptosis leukosit. Sebuah transisi dari neutrofil menjadi monosit di lokasi inflamasi menunjukkan bahwa ada perkembangan peristiwa yang mengarah tidak hanya untuk perekrutan monosit tetapi juga untuk hilangnya neutrofil. Neutrofil adalah sel utama dalam pertahanan dari suatu organisme terhadap cedera, terutama infeksi, melalui kapasitas mereka untuk mensintesis metabolit oksigen dan membebaskan berbagai enzim.



12



Namun, hal ini juga dapat menjadi racun bagi jaringan sekitarnya yang normal dan berpotensi menimbulkan penyakit inflamasi. Akibatnya, ada regulasi negatif yang cepat.19,20



2.3



Peran Interleukin 6 (IL-6) pada Nyeri Neuropati Bukti menunjukkan bahwa interaksi neural-imun ikut terlibat dalam perkembangan nyeri neuropati. Nyeri neuropati termasuk perubahan pada fungsi sensorik, motorik, dan/atau otonomik.21 Perubahan sensorik dapat termasuk mati rasa, perasaan gatal, hiperestesia, kehilangan persepsi getaran, dan nyeri seperti terbakar. Bukti yang terkumpul menunjukkan bahwa aktivasi inflamasi termodulasi melalui peningkatan



pelepasan



sitokin



proinflamasi



merupakan



mekanisme



yang



berhubungan dengan nyeri neuropati.22-24 Saat kerusakan saraf periferal terjadi, sel-sel imun yang ada di sirkulasi, demikian juga sel-sel imun residen dari serat-serat saraf mulai melepaskan sitokinsitokin proinflamasi ke dalam area yang rusak.25 Saat sel-sel imun menginfiltrasi ke dalam bagian yang rusak, terjadi perubahan-perubahan fungsional seperti pembengkakan endoneural dan rusaknya batas darah dan saraf, menyebabkan jaringan saraf terpapar secara langsung oleh mediator-mediator inflamasi. 26 Peningkatan level dari sitokin-sitokin proinflamasi seperti interleukin (IL)-6, IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF)-alpha ditemukan setelah jejas saraf, dan nyeri neuropati dapat dapat berkurang jika pelepasan molekul-molekul ini ditekan.27-29 IL-6 secara khusus terlihat memainkan peran yang besar dalam proses inflamasi yang terjadi setelah adanya cedera pada saraf dan terlibat dalam nyeri neuropati. 30-32 Namun, aktivitas IL-6 tergantung terhadap distribusi dari reseptor-reseptor pada tipetipe sel spesifik tempatnya bergabung. Distribusi dari reseptor terikat membran (IL6R) tempat IL-6 dapat terikat secara langsung sesungguhnya terbatas di dalam tubuh. IL-6R hanya terdapat pada hepatosit dan beberapa subset dari leukosit. Sedangkan,



13



IL-6 dapat membentuk kompleks dengan soluble receptor IL-6R (sIL-6R) untuk mengaktivasi signal transducing receptor, gp130, yang diekspresikan hampir pada semua tipe sel.33,34 sIL-6R memperpanjang waktu paruh dari IL-6 dan memperbesar aksi-aksi inflamasi dengan memperbolehkan gp130 untuk berespon terhadap IL-6. 35,36 Soluble gp130 (sgp130) dapat menghambat aktivitas IL-6 dengan cara berikatan pada kompleks sIL-6R/IL-6 sehingga mencegah penempelannya dengan gp130 dalam membran sel. Jumlah reseptor sIL-6R yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas IL-6 sehingga meningkatkan inflamasi dan sensitisasi dari saraf perifer, sedangkan level sgp130 yang tinggi dapat mengganggu aktivitas IL-6. Interleukin 6 memiliki beberapa peran penting dalam patofisiologi nyeri. Pertama, IL-6, reseptornya gp80, dan sinyal tranduser trans membran gp130 meningkat dalam saraf perifer, dorsal root ganglia dan spinal cord dalam sebuah penelitian terhadap nyeri. Kedua, IL-6 memodulasi keluarnya beberapa mediator ekstraseluler dan intraseluler yang diketahui aktif pada nyeri. Ketiga, pemberian IL-6 mengubah respon terhadap rangsangan suhu atau mekanis dan nyeri pada percobaan yang dilakukan terhadap hewan. Keempat, menetralisir IL-6 atau merubah jalurnya turut merubah persepsi nyeri. Meskipun IL-6 merupakan faktor penting dalam diferensiasi, kelangsungan hidup neuron dan regenerasi saraf, perannya dalam kaskade nyeri kronis dapat memberi dampak yang merugikan kualitas hidup pasien.39 Pada nyeri neuropati, IL-6 berperan pada proses di perifer. Setelah kerusakan neuron, terjadi respon inflamasi lokal yang nyata. Di sekitar lokasi kerusakan, neuron-neuron aferen nocisponsive primer, jaringan yang rusak, sel-sel inflamasi (sel mast, makrofag, dan sel-sel imunokompeten lainnya), pembuluh darah, dan organ simpatis terminal melepaskan mediator-mediator inflamasi termasuk diantaranya IL6. 40 Setelah terjadi kerusakan neuronal, IL-6 akan memulai reaksi cytotrophic, yang dapat mengaktivasi respon jaringan terhadap kerusakan sel sehingga terjadi proses regenerasi. Di samping efek fisiologisnya dalam regenerasi, sitokin ini juga terlibat



14



dalam proses terjadinya nyeri neuropatik dengan modulasi secara langsung terhadap aktivitas dorsal horn neuron. IL-6 tidak hanya mengeksitasi neuron sensorik primer secara akut, tetapi juga menyebabkan peningkatan eksitabilitas secara terus menerus. IL-6 dapat meningkatkan konduktivitas dari receptor a-amino-3-hydroxy-5-methyl-4isoxaz-olepropionic acid (AMPA) dan receptor N-methyl-D-aspartate (NMDA), dan juga dapat meningkatkan jumlah reseptor tersebut pada permukaan neuron. Hal ini menyebabkan peningkatan input elektrikal aferen ke dorsal horn yang menyebabkan meningkatnya proses “central sensitization”. IL-6 juga memiliki efek tidak langsung pada hipereksitabilitas neuron yang mentransmisi sensasi nyeri dengan meningkatkan pelepasan substansi P dan neuropeptida lain dari presinap aferen primer terminal. Dimana substansi P dapat menyebabkan eksitasi terhadap neuron nosiseptif sehingga terjadi eksitasi post sinap berkepanjangan. 41 Di antara sitokin-sitokin proinflamasi prototipikal, IL-6 memiliki peran sebagai pengirim pesan dalam menyampaikan sinyal imun perifer ke sistem saraf pusat. Dalam waktu 3 jam setelah inflamasi yang diinduksi menggunakan karagenan pada tikus, kadar IL-6 meningkat, namun sitokin lain seperti IL-1β atau TNF-α tidak. Peningkatan kadar IL-6 dalam sirkulasi dihubungkan dengan induksi dari aktifitas COX-2 dan pelepasan PGE2 oleh sel endotel vaskular pada otak. Respon tersebut dapat ditangani dengan pengobatan menggunakan antibodi terhadap IL-6 dan netralisasi terhadap IL-6 dapat mengurangi hiperalgesia.42 Selain itu, IL-6 juga dikatakan dapat mengurangi atau mencegah proses inhibisi sinyal.43 Aktivasi jalur Janus kinase-signal transducer and activator of transcription-3 (JAK-STAT3) pada microglia oleh IL-6 juga memperlihatkan peran penting pada allodynia setelah kerusakan saraf. Namun, efek dari IL-6 pada mikroglia mungkin dimediasi oleh neuron karena terdapat banyak reseptor IL-6 diekspresikan pada neuron.44 IL-6 dan sIL-6R merupakan target terapi potensial dalam nyeri neuropati. uji klinis menggunakan neutralizing anti-IL-6R antibody pada pasien dengan artritis



15



reumatoid dan nyeri inflamasi telah menjanjikan, dengan penurunan yang signifikan dalam persepsi nyeri dan gejala-gejala lainnya yang berhubungan dengan inflamasi pada pasien yang menerima antibodi anti-IL-6R.37,38



Gambar 1. Peran Sistem Imun pada Nyeri Neuropati.47 Pada nyeri neuropati, mikroglia teraktivasi, dikarenakan pelepasan transmitertransmiter atau modulator-modulator dari aferen-aferen primer. Mikroglia yang teraktivasi melepaskan beberapa sitokin-sitokin proinflamasi, kemokin, dan agenagen lainnya yang memodulasi proses nyeri dengan mempengaruhi pelepasan presinaptik dari neurotransmiter dan/atau eksitabilitas postsinaptik. Pelepasan mediator-mediator inflamasi (seperti tumour necrosis factor-α (TNFα), interleukin-1β (IL-1β), interleukin-6 (IL-6), nitric oxide (NO), ATP dan prostaglandin (PGs))



16



meningkatkan ekspresi sitokin oleh sel-sel mikroglia. Hal ini menyebabkan peningkatan kalsium intraselular dan aktivasi dari jalur p38 dan MAPK/ERK.47



2.4



Obat yang Bekerja pada Interleukin 6 (IL-6)



Pada nyeri neuropati interleukin-6 (IL-6) merupakan target terapi potensial. IL6 adalah sitokin proinflamasi pleiotropik yang menghasilkan berbagai macam sel yaitu limfosit, monosit, dan fibroblast. IL-6 terlibat dalam banyak proses-proses imunologis seperti aktivasi sel T, proliferasi sel B, inisiasi protein fase akut, dan menstimulasi pertumbuhan sel prekursor hematopoesis.45 Tocilizumab merupakan antibodi monoklonal anti-IL-6 receptor yang mengikat baik reseptor terikat membran maupun reseptor yang soluble, sehingga menghambat aktivitas proinflamasinya.46



17



BAB III SIMPULAN Nyeri neuropatik adalah nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer atau disfungsi dari sistem saraf” dan dapat disebabkan oleh kompresi atau infiltrasi dari nervus oleh suatu tumor, tergantung di mana lesi atau disfungsi terjadi. Nyeri neuropatik pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan asalnya yaitu perifer dan sentral, juga berdasarkan waktunya, yakni nyeri neuropatik akut dan kronik. IL-6 secara khusus terlihat memainkan peran yang besar dalam proses inflamasi yang terjadi setelah adanya cedera pada saraf dan terlibat dalam nyeri neuropati. Namun, aktivitas IL-6 tergantung terhadap distribusi dari reseptor-reseptor pada tipe-tipe sel spesifik tempatnya bergabung. Jumlah reseptor sIL-6R yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas IL-6 sehingga meningkatkan inflamasi dan sensitisasi dari saraf perifer, sedangkan level sgp130 yang tinggi dapat mengganggu aktivitas IL6. IL-6 dan sIL-6R merupakan target terapi potensial dalam nyeri neuropati. uji klinis menggunakan neutralizing anti-IL-6R antibody pada pasien dengan artritis reumatoid dan nyeri inflamasi telah menjanjikan, dengan penurunan yang signifikan dalam persepsi nyeri dan gejala-gejala lainnya yang berhubungan dengan inflamasi pada pasien yang menerima antibodi anti-IL-6R.



18



DAFTAR PUSTAKA 1. Borda AP, Charnay F, Sonnek V. Guidelines on Pain Management and Palliative Care. European Association.2013 2. Nicholson B. Differntial Diagnosis: Nociceptive and Neurophatic Pain . The American Journal of Managed Care. Juni 2006. P256-61 3. Argoff CE. Managing Neuropathic Pain: New Approaches for Today’s Clinical Practice. 2002. Tersedia pada http://www.medscape.com/viewprogram/2361.htm 4. Lustosa, AV., Nogueira, LT., Pedrosa, JI., Teles, JBM., Campelo, V.,. The Impact of Leprosy on Health-related Quality of Life. Revista daSociedade Brasileira de Medecina Tropical, 44 (5). 2011: 621-626 5. Mirani, E. Pengaruh Konseling Genetika pada Tingkat Kecemasan dan Depresi terhadap Penentuan Gender Ambigus Genitalia (tesis). Magister Ilmu Biomedik. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. 2009 6. Blair H. Smith , Nicola Torrance ; Epidemiology of Neuropathic Pain and Its Impact on Quality of Life ; Springer Science Business Media; 2012 ; 10.1007/s11916-012-0256-0 7. Romanoff ME. Neurophatic Pain. In: Ramamurthy S, Alanmanou E, Rogers JN. Decision Making in Pain Management. 2nd ed. Philadelphia: Mosby, 2006. p8689 8. Beydoun A. Symptomatic Treatment of Neurophatic Pain: a focus on the role of anticonvulsants. Tersedia pada http://www.medscape.com/viewprogram/220.htm 9. Robert HD. Advances in Neuropathic Pain. Arcl Neurol. 2003. 60: 1524-1534 10. Lovel and Hassan. Clinicians Guide to Pain.New York: Oxford University; 1996. 11. Dwordkin RH. An Overview of Neuropathic Pain:Syndrom, Symptom, Sign and Several Mechanism. The Clinical Jornal of Pain 2002; 18: p343-349. 12. Mary SH, Lorraine MW. Nyeri. In: Sylvia AP, Lorraine MW, editors. Patofisiologi Volume 2. 6th edition. Jakarta: EGC; 2003. p.1063-1101. 13. Galuzzi KE. Management of Neuropathic Pain. JAOA September 2005; 105: 1219. 14. Dupere D. Neuropathic Pain: An Option Overview. The Canadian Journal of CME February 2006; 79: 90-92. 15. Dinarello CA. Biologic basis for interleukin-1 in disease. Blood 1996; 87:2095– 2147



19



16. Barton BE. IL-6: insights into novel biological activities. Clin Immunol Immunopathol 1997; 85:16–20 17. Barton BE, Shortall J, Jackson JV. Interleukins 6 and 11 protect mice from mortality in a staphylococcal enterotoxin induced toxic shock model. Infect Immun 1996; 64:714–71 18. Libert C, Takahashi N, Cauwels A, et al. Response of interleukin-6-deficient mice to tumor necrosis factor-induced metabolic changes and lethality. Eur J Immunol 1994; 24:2237–2242 19. Xing Z, Gauldie J, Cox G, et al. IL-6 is an anti-inflammatory cytokine required for controlling local or systemic acute inflammatory responses. J Clin Invest 1998; 101:311–320 20. Tilg H, Trehu E, Atkins MB, et al. Interleukin-6 as an anti-inflammatory cytokine: induction of circulating IL-1 receptor antagonist and soluble tumor necrosis factor receptor p55. Blood 1994; 83:113–118 21. R. Wickham, “Chemotherapy-induced peripheral neuropathy: a review and implications for oncology nursing practice,” Clinical Journal of Oncology Nursing, vol. 11, no. 3, pp. 361-376, 2007. 22. C. S. Cleeland, G. J. Bennett, R. Dantzer et al., “Are the symptoms of cancer and cancer treatment due to a shared biologic mechanism?” Cancer, vol. 97, no. 11, pp. 2919-2925, 2003. 23. J. Scheller, N. Ohnesorge, and S. Rose-John, “Interleukin-6 trans-signalling in chronic inflammation and cancer,” Scandinavian Journal of Immunology, vol. 63, no. 5, pp. 321-329, 2006. 24. N. Uceyler, J.P. Rogausch, K. V. Toyka, and C. Sommer, “Differential expression of cytokines in painful and nonpainful neuropathies,” Neurology, vol. 69, no. 1, pp.42-49, 2008 25. L. R. Watkins, M. R. Hutchinson, E. D. Milligan, and S. F. Maier, “”Listening” and “talking” to neurons: implications of immune activation for pain control and increasing the efficacy of opioids,” Brain Research Reviews, vol. 56, no. 1, pp. 148-169, 2007. 26. K. Okamoto, D. P. Martinn, J. D. Schmelzer, Y. Mitsui, and P. A. Low, “Pro- and anti-inflammatory cytokine gene expression in rat sciatic nerve chronic



20



constriction injury model of neuropathic pain,” Experimental Neurology, vol. 169, no. 2, pp. 386-391, 2001. 27. W. Gou, H. Wang, M. Watanabe et al., “Glial-cytokine-neuronal interactions underlying the mechanism of persistent pain,” Journal of Neuroscience, vol. 27, no. 22, pp. 6006-6018, 2007. 28. C. Sommer, T. Lindenlaub, P. Teuteberg, M. Schafers, T. Hartung, and K. V. Toyka, “Anti-TNF-neutralizing antibodies reduce pain-related behavior in two different mouse models of painful mononeuropathy,” Brain Research, vol. 913, no. 1, pp. 86-89, 2001. 29. J.-M. Zhang and J. an, “Cytokines, inflammation, and pain,’ International Anesthesiology Clinics, vol. 45, no. 2, pp. 27-37, 2007. 30. R. F. DeJongh, K. C. Vissers, T. F. Meert, L. H. D. J. Booij, C. S. De Deyne, and R. J. Heylen, “ The role of interleukin-6 in nociception and pain,” Anesthesia Analgesia, vol. 96, no. 4, pp. 1096-1103, 2003. 31. H.-L. Lee, K.-M. Lee, S.-J. Son, S.-H. Hwang, and H.-J. Cho, “Temporal expression of cytokines and their receptors mRNAs in a neuropathic pain model,” Neuroreport, vol. 15, no. 18, pp. 2807-2811, 2004. 32. O. Obreja, M. Schmelz, S. Poole, and M. Kress, “Interleukin-6 in combination with its soluble IL-6 receptor sensitises rat skin nociceptors to heat, in vivo,” Pain, vol. 96, no. 1-2, pp. 57-62, 2002. 33. G. Kaplanski, V. Marin, F. Montero-Julian, A. Mantovani, and C. Farnarier, “IL-6: a regulator of the transition from neutrophil to monocyte recruitment during inflammation,” Trends in Immunology, vol. 24, no. 1, pp. 25-29, 2003. 34. P. C. Heinrich, I. Behrmann, S. Haan, H. M. Hermanns, G. Muller-Newen, and F. Schaper, “Principles of interleukim (IL)-6-type sytokine signalling and its regulation, “ Biochemical Journal, vol. 374, no. 1, pp. 1-20, 2003. 35. R. M. McLoughlin, J. Witowski, R. L. Robson et al., “Interplay between IFN-ƴ and IL-6 signaling governs neutrophil traficking and apoptosis during acute inflammation,” Journal of Clinical Investigation, vol. 112, no. 4, pp. 598-607, 2003. 36. M. Ernst and B. J. Jenkins, “Acquiring signalling specificity from the cytokine receptor gp130,” Trends in Genetics, vol. 20, no. 1, pp. 23-32, 2004.



21



37. M. Hashizume and M. Mihara, “Influence of humanized anti-IL-6R antibody, tocilizumab on the activity of soluble gp130, natural inhibitor of IL-6 signaling,” Rheumatology International, vol. 29, no.4, pp. 397-401, 2009. 38. J. S. Smolen, A. Beaulieu, A. Rubbert-Roth et al., “Effect of interleukin-6 receptor inhibition with tocilizumab in patients with rheumatoid arthritis (OPTION study): a double-blind, placebo-contolled, randomised trial,” The Lancet, vol. 371, no. 9617, pp. 987-997, 2008. 39. Murakami, T., Kanchiku, T., Suzuki, H., dkk.”Anti-interleukin-6 receptor antibody reduces neuropathic pain following spinal cord injury in mice” Experimental and Therapeutic Medicine, vol. 6, 1194-1198, 2013 40. Vranken, J.H. “Mechanisms and Treatment of Neuropathic Pain” Central Nervous System Agents in Medicinal Chemistry. vol. 9, 71-78, 2009 41. Schmidt, M.J., Roth, J., Ondreka, N., dkk. “A Potential Role for Substance P and Interleukin-6 in the Cerebrospinal Fluid of Cavalier King Charles Spaniels with Neuropathic Pain” J Vet Intern Med. 27:530-535, 2013 42. Ren, K. &Dubner, R. “Interaction between the immune and nervous systems in pain” Nature Medicine, vol. 16. no. 11, 1267-1276, 2010 43. Ellis, A. & Bennett, L.H. “Neuroinflammation and the generation of neuropathic pain” British Journal of Anaesthesia 111(1):26-37, 2013 44. Ren, K. &Dubner, R. “Interaction between the immune and nervous systems in pain” Nature Medicine, vol. 16. no. 11, 1267-1276, 2010 45. Kishimoto T. Interleukin-6: discovery of a pleiotropic cytokine. Arthritis Res Ther 2006;8 Suppl 2:S2. 46. Hirano T. Interleukin 6 and its receptor: ten years later [review]. Int Rev Immunol 1998;16:249–84. 47. Marchand, F., Perretti, M. and McMahon, S.B . Role of the immune system in chronic pain. Nature reviews neuroscience. [cited 2015 March]. Available from : http://www.nature.com/nrn/journal/v6/n7/fig_tab/nrn17



22