Pengeluaran Pemerintah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Pengeluaran Pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini kehidupan ekonomi dunia sedang mengalami keterpurukan. Dalam menyikapi hal tersebut, Negara-negara di Dunia mengeluarakan berbagai macam kebijakan ekonomi untuk keluar dari masa krisis yang bebeda-beda. Kebijakan ekonomi yang diambil sangagtlah berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat suatu Negara tersebut. Salah satu elemen kebijakan pemerintah adalah kebijakan dalam hal pengeluaran pemerintah. Untuk itu kita perlu memahami tentang pengeluaran pemerintah. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana Intervensi (campur tangan) dan fungsi ekonomi pemerintah? 2. Apa dasar teori pengeluaran pemerintah? 3. Bagaimana pengeluaran pemerintah Indonesia? 4. Apa faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah? C. TUJUAN 1. Menjelaskan Intervensi (campur tangan) dan fungsi ekonomi pemerintah. 2. Memahami dasar teori pengeluaran pemerintah. 3. Menguraikan pengeluaran pemerintah Indonesia. 4. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah.



BAB II PEMBAHASAN A. Intervensi (campur tangan) dan Fungsi Ekonomi pemerintah Sebagai sebuah organisasi atau rumah tangga, pemerintah melakukan banyak pengeluaran untuk membiyai kegiatan-kegiatannya. Pengeluaran tersebut berfungsi untuk menjalankan roda pemerintahan sehari-hari dan membiyai kegiatan ekonomi. Pada negara-negara berkembang



1. 2. 3. 4.



pemerintah harus menggerakkan dan merangsang kegiatan ekonomi secara umum. Pemerintah harus merintis dan menjalankan kegiatan ekonomi yang masyarakat atau kalangan swasta tidak tertarik untuk menjalankanya. Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dipilah dan ditelaah menjadi empat macam kelompok peran, yaitu : Peran alokatif, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi produksi. Peran distribusi, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya, kesempatan dan hasil-hasil ekonomi secara adil dan wajar. Peran stabilisatif, yakni peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam keadaan disequilibrium. Peran dinamisatif, yakni peranan pemerintah dalam menggerakkan proses pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan maju.



1) Peran Alokasi Pemerintah Setiap orang atau masyarakat selalu mempunyai prefensi tertentu terhadap barang-barang atau jasa yang ingin dikonsumsi atau hendak diproduksinya. Barang ekonomi berdasarkan perutukannya, dapat dibedakan menjadi barang pribadi dan barang sosial. Barang pribadi adalah barang yang dapat dimiliki atau dinikmati secara pribadi, oleh perorangan atau sekelompok orang, mempunyai harga yang jelas dan diperoleh melalui proses transaksi jual-beli. Barang sosial adalah barang yang mengandung sifat-sifat sebaliknya, tidak dapat dimiliki oleh pribadi dan tidak dinikmati secara pribadi. Contoh barang atau jasa sosial misalnya adalah jalan umum, jembatan, pertahanan, dan keamanan negeri. Barang-barang semacam ini tidak menarik bagi masyarakat atau kalangan swasta untuk memproduksi atau menyediakannya karena tidak bisa dijual dan biaya awal yang cukup tinggi. Pemerintah harus turun tangan sendiri untuk menyediakan barang atau jasa sosial. Biasanya ditangani oleh instansi teknis pemerintah seperti departemen atau lembaga nondepartemen atau melalui perusahaan negara. Atau pengadaannya dipercayakan kepada perusahaan swasta, namun biasanya pemerintah harus memberi subsidi untuk itu. Barangbarang tadi begitu tersedia, pada umumnya dapat dinikmati oleh setiap orang secara Cuma-Cuma tanpa harus membayar. Pemerintah sendiri sebagai pemasok tidak dapat menjualnya, hanya bisa memungut retribusi atau iuran kepada yang menggunakan atau menikmati. Akibat sampingan (side effects) dalam kegiatan ekonomi yang dimaksud dapat bersifat positif, sehingga turut dinikmati oleh masyarakat yang tidak terlibat dalam pengadaannya. Atau bersifat negatif, sehingga secara tidak sengaja terpaksa harus ditanggung oleh masyarakat. Akibatakibat sampingan (dampak positif dan dampak negatif) demikian dikenal dengan istilah eksternalitas. 2) Peran Distribusi Pemerintah Pemilikan sumber daya dan kesempatan ekonomi di setiap negeri seringnya tidak setara. Tanpa kesenjangan “anugrah awal” pun (initial endowment, maksudnya kesenjangan kepemilikan sumber daya dan kesempatan) ketimpangan penikmatan atau pembagian hasil dapat terjadi. Oleh



karena itu, ketidakmerataan dalam bentuk apapun, haruslah dikurangi atau ditiadakan. Kesenjangan pemilikan sumber daya dan kesempatan ekonomi akan cenderung mengkosentrasikan kekuatan atau kekuasaan ekonomi di tangan pihak tertentu (lapisan masyarakat, wilayah, sektor) tertentu. Ketidakseimbangan daya tawar dapat melemahkan pasar. Permintaan bisa merosot akibat ketidakmampuan kalangan kosumen menjangkau harga tawaran yang dilambungkan oleh kalangan produsen. Pada gilirannya perekonomian secara makro turut terimbas dampaknya. Dalam perspektif nonekonomi, ketidakmerataan ekonomi potensial mengakibatkan keresahan sosial. Peran distribusi pemerintah dapat ditempuh dengan baik melalui jalur penerimaan maupun jalur pengeluarannya. Di sisi penerimaan pemerintah mengenakan pajak dan memungut sumbersumber pendapatan lainnya untuk kemudian didistribusikan secara adil-proporsional. Dengan pola serupa pemerintah membelanjakan pengeluarannya.



3) Peran Stabilitas pemerintah Tidak berdayanya pihak swasta mengatasi sejumlah masalah yang timbul, bahkan kadangkadang tidak mampu menyelesaikan masalah mereka sendiri. Masalah yang secara objektif kalangan swasta tidak berdaya mengatasi misalnya adalah jika perekonomian negeri dilanda inflasi, resesi, atau serbuan barang-barang impor. Sedangkan contoh objektif dimana pihak swasta tidak mampu menyelesaikan masalah mereka sendiri misalnya dalam kasus tingginya tingkat suku bunga perbankan, atau perang harga akibat politik dumping yang dilakukan oleh perusahaan tertentu dalam suatu industri. Campur tangan pemerintah berperan strategis untuk memecahkan permasahan-permasalahan seperti itu, agar perekonomian kembali stabil. 4) Peran Dinamisatif pemerintah Peran dinamisatif pemerintah diwujudkan dalam bentuk perintisan kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu seperti penerbangan pesawat-pesawat komersialnya ke jalur baru yang masih “kering”, atau pemekaran kota dengan jalan antara lain dengan memindahkan pusat kegiatan pemerintahan daerah ke lokasi baru, serta dalam bentuk pemercepatan pertumbuhan bidang bisnis tertentu, misalnya dengan mengalokasikan anggaran yang lebih besar ke bidang bersangkutan. Argumentasi bahwa pemerintah harus berperan sebagai dinamisator didukung pula oleh sebuah premis yang dicanangkan dan dikampanyekan sendiri. Karena pemerintah yang merencanakan dan memodali pembangunan, maka mereka merasa paling bertanggung jawab atas pelaksanaannya. Keempat macam peranan pemerintahan tadi potensial menimbulkan kesulitan penyerasian atau bahkan pertentangan kebijakan. Contohnya : dalam kapasitas selaku stabilisator, pemerintah harus mengendalikan inflasi. Apabila hal itu ditempuh dengan cara mengurangi pengeluarannya, agar permintaan agregat terkendali sehingga tidak tambah memicu kenaikan harga-harga, maka porsi pengeluaran pemerintah untuk lapisan masyarakat atau pihak atau sektor yang harus dibantu dapat turut dikurangi. Padahal justru dengan pengeluaran itulah pemerintah dapat menjalankan distributifnya. Contohnya : pelaksanaanperan dinamisatif mungkin mengundang kontroversi



internal. Apabila pemerintah terlalu berlebihan dalam meyakini kemampuannya sebagai dinamisator, maka yang berkembang berkat kebijaksanaannya boleh jadi hanya tebatas pada lembaga-lembaga di jajarannya (instansi teknis dan perusahaan-perusahaan negara). Di lain pihak, dinamika lembaga-lembaga masyarakat dan perusahaan swasta justru terpasung. B. Dasar Teori Pengeluaran pemerintah Pemerintah dalam mengambil keputusan mengatur pengeluaran ada banyak pertimbangan. Pemerintah tidak hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan pengeluarannya, tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati atau terkena kebijaksanaan tersebut. Memperbesar pengeluaran dengan tujuan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan nasional atau memperluas kesempatan kerja adalah tidak memadai, melainkan harus pula diperhitungkan siapa (masyarakat lapisan mana) yang akan terpekerjakan atau meningkat pendapatannya. Pemerintah pun perlu menghindari agar peningkatan perannya dalam perekonomian tidak justru melemahkan kegiatan pihak swasta. Menurut Adolph Wagner tehadap negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang pada abad ke-19 menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian cenderung semakin meningkat. Ekonom Jerman ini mengukur dari perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional. Kemudian oleh Ribard A. Musgrave dinamakan “hukum pengeluaran pemerintah yang selalu meningkat”(law of growing public expenditures). Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat. Kelima penyebab tersebut meliputi tuntutan peningkatan perlindungan, keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demokrasi, dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah. WW Rostow dan RA Musgrave menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahaptahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, menurut mereka, rasio investasi pemerintah terhadap investasi total/ dengan perkataan lain juga rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional relatif besar. Hal itu dikarenakan pada tahap awal ini pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasrana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan agar dapat lepas landas. Bersamaan dengan itu porsi pihak swasta juga meningkat. Tahap besarnya peranan pemerintah adalah karena pada tahap ini banyak terjadi kegagalan pasar yang ditimbulkan oleh perkembangan ekonomi itu sendiri. Banyak terjadi kasus eksternalitas negatif, misalnya pencemaran lingkungan, yang menuntut pemerintah untuk turun tangan mengatasinya. Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave, rasio investasi total terhadap pendapatan nasional semakin besar, tapi rasio investasi pemerintah terhadap pendapatan nasional akan mengecil. Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah, dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran –pengeluaran untuk layanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Menurut Peacock dan Wiseman mengemukakan bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah berdasarkan analisis “dialektika penerimaan-penerimaan pemerintah”. Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan dari pajak.



Menurut mereka perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak meningkat, meskipun tarif pajaknya mungkin tidak berubah, pada gilirannya mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat pula. Jadi, pada keadaan normal kenaikan pendapatan nasional menaikan pula baik penerimaan maupun pengeluarann pemerintah. Apabila keadaan normal tadi terganggu, dikarenakan perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan dimaksud. Konsekuensinya, timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian (displacement effect). Postulat yang berkenaan dengan efek ini menyatakan, gangguan sosial dalam perekonomian menyebabkan aktivitas swasta digantikan oleh aktivitas pemerintah. Pengatasan gangguan sering kali tidak cukup hanya diatasi dengan pajak, sehingga pemerintah mungkin harus juga meminjam dana luar negeri. Setelah gangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah kian membengkak karena kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut ialah pajak tidak turun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah usai. Jika pada saat terjadinya gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek penggantian, maka sesudah gangguan berakhir timbul pula sebuah efek lain yang disebut efek inspeksi (inspection effect). Postulat efek ini menyatakan, gangguan sosial menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah sesudah redanya gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam itu menggugah kesediaan masyarakat untuk membayar pajak lebih besar pula. Yang dimaksud dengan analisis dialektika penerimaan-pengeluaran pemerintah. Dalam bahasa grafik, perkembangan pengeluaran pemerintah bukanlah berpola kurva mulus berlereng positif sebagaimana tersirat pada pendapat Rostow-Mugrave, melainkan berlereng positif dengan bentuk patah-patah seperti tangga



C. Pengeluaran Pemerintah Indonesia Dalam neraca anggaran dan pendapatan belanja negara, pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya diunsurkan pos-pos pengeluaran untuk membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang) angsuran dan bunga utang pemerintah, serta jumlah pengeluaran lain. Sedangkan pengeluaran pembangunan maksudnya pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik, dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Selama Pelita I pengeluaran pemerintah berjumlah Rp3.238,1 miliar, ekitar 62 persen diantaranya berupa pengeluaran rutin. Jumlah pengeluaran selama Pelita II meningkat empat setengah kali lipat (456 persen) menjadi Rp17.997,5 miliar. Proporsi pengeluaran pembangunan sedikit lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin, yakni 50,78% berbanding 49,22%. Dalam pelita berikutnya, proporsi pengeluaran pembangunan juga lebih besar daripada pengeluaran rutin. Kenaikan jumlah total pengeluaran tidak lagi sebesar sebelumnya, hanya naik 269 persen. Selama



Pelita IV dan Pelita V kembali proporsi pengeluaran rutin lebih besar daripada pengeluaran pembangunan. Kenaikan jumlah total pengeluaran antara Pelita III dan Pelita IV hanya 87 persen, sedangkan antara Pelita IV dan Pelita V naik 111 persen. Dengan demikian, dalam dalam analisis antar Pelita selama era PJP I, terjadi perubahan pola pengeluaran pemerintah. Pengeluaran rutin lebih besar daripada pengeluaran pembangunan dalam Pelita-pelita I, IV, dan V. Hanya dalam Pelita II dan Pelita III porsi pengeluaran pembangunan lebih besar daripada pengeluaran rutin. Pengeluaran pemerintah dapat pulam ditelaah secara sektoral, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Persektoran versi APBN ini berkembang dari satu Pelita ke Pelita berikutnya seiring dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Semasa Pelita I , APBN hanya mengenal 13 sektor. Jumlah ini berkembang menjadi 17 sektor pada Pelita II. Kemudian bertambah lagi menjadi 18 sektor semasa Pelita III hingga Pelita V. Sejak Rapelita VI, klasifikasi bidang kehidupan di dalam RAPBN terdiri atas 20sektor dan 47 subsektor. Jumlah pengeluaran pemerintah untuk pembangunan selama PJP I (Pelita I sampai dengan Pelita V). Dilihat secara sektoral, bagian terbesar pengeluaran pembangunan pemerintah teralokasikan untuk sektor perhubungan dan pariwisata. Sektor agama adalah sektor di dalam APBN yang paling sedikit menerima alokasi pengeluaran pembangunan pemerintah. Masih ada dua sektor lain yang selama era PJP I hanya menerima kurang dari setengah persen pengeluaran pembangunan pemerintah, yaitu sektor hukum dan sektor penerangan, pers, dan komunikasi sosial. Tiga Neraca Pemerintah Pusat Dalam sistem neraca keuangan pemerintah pusat dikenal tiga macam neraca, yaitu neraca produksi, neraca penerimaan dan pengeluaran, serta neraca modal. Ketiga neraca ini disusun oleh Biro Pusat Statistik berdsarkan angka-angka realisasi APBN. a. Neraca Produksi Neraca produksi menggambarkan bagaimana proses kegiatan pemerintah dalam menciptakan nilai tambah PDB sektor pemerintah dan pengeluaran konsumsi pemerintah. Neraca ini terdiri atas ayat-ayat biaya (input) dan ayat-ayat produksi (output). Biaya-biaya yang dikeluaran pemerintah dalam penyediaan jasa masyarakat terdiri dari belanja barang, belanja pegawai, penyusutan, serta pajak tidak langsung. Adapun yang dimaksud dengan produksi ialah produksi yang dikonsumsi sendiri, pendapatan dari hasil penjualan barang-barang yang diproduksi, dan jasa yang diberikan. Neraca Produksi Pemerintah Pusat Biaya (input) Produksi (output) Belanja barang Produksi yang dikonsumsi sendiri Belanja pegawai Penerimaan dari jasa Penyusutan barang modal Produksi berupa barang Pajak tak langsung Secara lebih spesifik, yang diartikan dengan belanja barang ialah pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang-barang yang tidak tahan lama, yang habis dipakai dalam proses produksi.



Pengeluaran pemerintah untuk belanja barang meliputi pembelian alat-alat tulis, barang cetakan, dan alat-alat rumah tangga, sewa gudang dan kantor, biaya pengepakan, pengiriman dan penyimpangan barang, biaya rapat, biaya penerimaan tamu, biaya listrik, telepon, teleks, faksimil, dan air, biaya pemeliharaan gedung dan kantor, biaya pemeliharaan kendaraan dan inventaris kantor, biaya perjalanan dinas, bunga dan cicilan utang dalam negeri, yang sebagian besar berupa pembayaran atas tunggakan berbagai rekening instansi pemerintah, serta pengeluararan rutin lainnya. Belanja pegawai mencakup unsur-unsur upah dan gaji, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang, iuran untuk dana jaminan sosial, iuran dana pensiun dan berbagai macam asuransi. Penyusutan barang modal adalah penyisihan sebagian pendapatan yang akan digunakan untuk pembelian barang modal baru. Pajak tak langsung yang dimaksudkan di dalam neraca produksi adalah yang dibayarkan oleh pemerintah, jika ada, jadi bukan pajak tak langsung yang diterima oleh pemerintah. Sisi produksi terdiri atas produksi yang dikonsumsi sendiri, peneriman dari jasa, dan produksi berupa barang. Yang dimaksud dengan produksi berupa barang ialah penjualan dari barang-baryang akan digunakan untuk pembelian barang modal baru. Pajak tak langsung yang dimaksudkan di dalam neraca produksi adalah yang dibayarkan oleh pemerintah, jika ada, jadi bukan pajak tak langsung yang diterima oleh pemerintah. Penerimaan jasa terdiri atas penerimaan sumbangan pendidikan yang diterima oleh sekolah-sekolah dan perguruan tinggi negeri, penerimaan dari rumah sakit pemerintah, penerimaan dari penjualan karcis lembaga-lembaga, serta objek-objek wisata yang dikelola pemerintah, dan penerimaan dari jasa-jasa tenaga kerja dan pekerjaan. Produksi yang dikonsumsi sendiri merupakan penyeimbang. Nilainya diperoleh dengan cara mengurangkan jumlah sisi biaya dengan jumlah penerimaan dari jasa dan produksi berupa barang. Neraca Penerimaan dan Pengeluaran Neraca penerimaan dan pengeluaran memperlihatkan bagaimana proses kegiatan pemerintah pusat dalam membentuk tabungannya. Di sini disajikan semua transaksi lancar (current) yang dilakukan oleh pemerintah. Transaksi dimaksud meliputi transaksi antar pemerintah sendiri, pemerintah dengan swasta, pemerintah dengan badan-badan usaha milik negara, pemerintah dengan rumah tangga, serta transaksi antara pemerintah dengan pihak luar negeri. Neraca Peneriman dan Pengeluaran Pemerintah Pusat Pengeluaran Penerimaan Pengeluaran konsumsi pemerintah Laba bersih Property Income dibayarkan Property Income diterima Subsidi-subsidi Pajak tak langsung Bantuan sosial Pajak langsung Imputasi kesejahteraan pegawai Pungutan dan denda Transfer-transfer Imputasi kesejahteraan pegawai



Tabungan pemerintah



Transfer-transfer



Laba bersih dalam neraca ini maksudnya keuntungan dari perusahaan milik instansi pemerintah tapi bukan BUMN yang pembukuannya tidak dapat dipisahkan dari instansi yang bersngkutan, misalnya unit atau seksi percetakan dari suatu departemen. Penerimaan kekayaan (Property Income yang diterima) adalah penerimaan yang berasal dari kekayaan milik pemerintah, bersumber dari tiga hal yaitu bunga, laba saham, serta sewa tanah, dan royalti. Pajak tak langsung adalah pajak yang dipungut pemerintah melalui konsumen berkenaan dengan barang/jasa yang diproduksi, dijual, dikirim, atau digunakan. Adapun pajak langsung ialah pajak yang dipungut berkenaan dengan pendapatan bersih seseorang atau sebuah perusahaan. Pungutan dan denda meliputi penerimaan yang berhubungan dengan jasa yang diberikan atau fasilitas yang disediakan oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat. Pengeluaran konsumsi pemerintah sama dengan produksi pemerintah yang dikonsumsi sendiri. Pengeluaran kekayaan (property income yang dibayarkan) mencakup pembayaran bunga utang luar negeri dan dalam negeri. Subsidi yang dimaksudkan dalam neraca ini termasuk semua bantuan dalam bentuk uang dan barang yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan swasta dan perusahaan Negara. Bantuan sosial di sini maksudnya ialah bantuan langsung dari pemerintah kepada perorangan dan rumah tangga, misalnya akibat bencana alam. Tabungan pemerintah dalam neraca penerimaan dan pengeluaran merupakan penyeimbang. Angkanya diperoleh dengan cara mengurangkan jumlah seluruh penerimaan dengan jumlah yang sudah dijelaskan. Neraca Modal Proses kegiatan pemerintah dalam membentuk modal (investasi) ditunjukkan oleh neraca modal. Di dalam neraca ini tergambarkan transaksi pemerintah dengan badan-badan serta pihak luar negeri. Transaksi yang tecatat di sini hanyalah transaksi-transaksi yang menyangkut pembentukan modal. Perubahan stok terdiri atas stok berbagai macam barang yang akan dipakai, sedang dalam proses pengerjaan, dan barang-barang yang sudah jadi namun belum dijual atau terjual. Pembentukan modal tetap bruto adalah pengeluaran pemerintah untuk pengadaan barang modal dikurangi penjualan barang-barang modal bekas. Neraca Modal Pemerintah Pusat Pengeluaran Perubahan stok Pembentukan modal tetap bruto Pembelian tanah Pembelian barang modal Transfer modal



Penerimaan Tabungan bruto Penyusutan barang modal Transfer modal Pinjaman bruto -



Dalam publikasi BPS yan terbit sementara ini, nilai untuk pembelian tanah dan pembelian barang modal adi indrawi tergabung dalam ayat pembentukan modal tetap bruto. Transfer modal yang dicatat dalam neraca modal adalah transfer modal yang oleh ihak penerima/ mengurangi penerimaan lancarnya. Transfer modal berlangsung antar tingkatan pemerintahan, antara pemerintah dengan pihak swasta dalam negeri. Serta antara pemerintah dengan pihak lur negeri. Sesungguhnya transaksi keuangan pemerintahan pusat terdiri atas dua kelompok dasar, yaitu transaksi anggaran (budgetary) dan transaksi bukan anggaran (nonbudgetary). Transaksi anggaran maksudnya transaksi penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang terencana dan dibukukan di dalam APBN. Transaksi-transaksi itu ditatausahakan melalui rekening-rekening Direktorat Jendral Anggaran. Adapun transaksi non anggaran maksudnya transaksi yang dilakukan oleh pemerintah pusat yang tidak tercatat dalam penerimaan dan pengeluaran APBN. D. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Peningkatan Pengeluaran Pemerintah Ada beberapa hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Sadono Sukirno (1984), besarnya pengeluaran pemerintah tergantung kepada faktor-faktor yang bersifat ekonomi maupun yang bersifat sosial dan politik. a. Faktor yang bersifat ekonomi, adalah berhubungan dengan tujuan dalam pencapaian penggunaan tenaga penuh tanpa menimbulkan inflasi sehingga pertumbuhan dan perkembangan perekonomian secara keseluruhan dapat berjalan dengan pesat. Masalah ini harus diselesaikan dalam waktu yang cepat dan mendesak. Apabila dana yang ada tidak mencukupi maka salah satu cara adalah dengan melakukan pinjaman-pinjaman dari masyarakat, badan-badan keuangan dari dalam maupun luar negeri ataupun dengan mencetak uang baru. b. Faktor yang bersifat sosial dan politik, merupakan faktor yang menyedot anggaran pengeluaran pemerintah yang terbesar, seperti memperkuat pertahanan dan keamanan, bantuan-bantuan sosial, bantuan musibah bencana alam, menjaga kestabilan politik dan lain-lainnya. Sedangkan menurut Brownlee et.al (1960), menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan kenaikan dalam pengeluaran pemerintah itu ada 4 (empat) alasan yaitu: a. Suatu kenaikan didalam “general level of price”, disini dimaksudkan kalau tidak terjadi perubahan dari jumlah barang-barang serta jasa-jasa dan kalau transfer payment yang dilakukan pemerintah diduga akan menyebabkan kenaikan harga pada umumnya. b. Kenaikan pertambahan penduduk dan pembukaan daerah-daerah baru. Hal ini menyangkut dengan bertambahnya permintaan jasa-jasa pemerintah, bertambahnya permintaan pendidikan, berkembangnya jalan-jalan raya, jembatan-jembatan, fasilitas kesehatan dan lain-lain. c. Kenaikan permintaan untuk jasa-jasa pemerintah misalnya meningkatnya urbanisasi, meningkatnya permintaan air minum, listrik, balai-balai pengobatan, merupakan juga penyebab membengkaknya anggaran pengeluaran pemerintah. d. Peperangan dan keamanan, ini adalah faktor yang sangat penting dalam melindungi masyarakat dan negara terhadap serangan-serangan baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar. Biayabiaya yang dikeluarkan pemerintah untuk membeli peralatan barang, pembayaran untuk para veteran, membayar hutang-hutang perang, biaya pengobatan, dll adalah bagian terbesar dari pengeluaran anggaran ini.



Akibat-akibat dari Pengeluaran Pemerintah dalam Perekonomian Pada negara-negara yang sedang berkembang kegiatan-kegiatan pemerintah memang sangat diperlukan dalam mengalokasikan resources terutama, pendistribusian pendapatan, melakukan transfer dari pemerintah pada masyarakat dan dari masyarakat pada pemerintah. Agar dapat terlaksananya kegiatan ini kadang-kadang dari masyarakat diharapkan kerelaannya menyerahkan resourses yang mereka miliki. Hyman (1987) mengatakan bahwa kegiatan pengeluaran pemerintah itu akan membawa pengaruh yang penting dalam kegiatan perekonomian dan juga berakibat pada bidang politik, yaitu: a.



Terjadinya keseimbangan politik Pengeluaran pemerintah mengakibatkan terjadinya keseimbangan diantara barang-barang dengan jasa-jasa pemerintah serta tergantung juga kepada kebijaksanaan dalam penetapan pajak dari barang dan jasa-jasa itu. Kebijaksanaan sistem perpajakan yang terlalu sangat mempengaruhi masyarakat terutama pada masa pemilihan umum. b. Terjadinya keseimbangan pasar pada umumnya dan adanya efisiensi dan resources yang dipakai masyarakat. Setiap pengeluaran pemerintah akan mempengaruhi harga barang-barang dan jasajasa yang berlaku di pasar bebas sehingga akan mempengaruhi tingkat efisiensi di dalam pengelolaan sumber-sumber yang digunakan masyarakat. c. Pendistribusian pendapatan Pendistribusian yang dilakukan pemerintah bukanlah berarti diperoleh dengan cara mengambil pendapatan seseorang kemudian membagikannya pada orang lain. Jika hal ini terjadi maka daya beli orang tersebut menjadi berkurang sehingga mempengaruhi permintaan dan akan mempengaruhi pula harga pasar. Dalam kenyataannya pemerintah menggunakan kebijaksanaan pengeluaran-pengeluaran sedimikian rupa dalam mempengaruhi barang dan jasa, tidak mengurangi penghasilan masyarakat serta terjadinya pendistribusian pendapatan yang lebih merata.



BAB III PENUTUP



1. 2. 3. 4.



KESIMPULAN Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dipilah dan ditelaah menjadi empat macam kelompok peran, yaitu : Peran alokatif, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi produksi. Peran distribusi, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya, kesempatan dan hasil-hasil ekonomi secara adil dan wajar. Peran stabilisatif, yakni peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam keadaan disequilibrium. Peran dinamisatif, yakni peranan pemerintah dalam menggerakkan proses pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan maju. Dalam sistem neraca keuangan pemerintah pusat dikenal tiga macam neraca, yaitu neraca produksi, neraca penerimaandan pengeluaran, serta neraca modal. Ketiga neraca ini disusun oleh Biro Pusat Statistik berdsarkan angka-angka realisasi APBN. Ada beberapa hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Sadono Sukirno (1984), besarnya pengeluaran pemerintah tergantung kepada faktor-faktor yang bersifat ekonomi maupun yang bersifat social dan politik. Pada negara-negara yang sedang berkembang kegiatan-kegiatan pemerintah memang sangat diperlukan dalam mengalokasikan resources terutama, pendistribusian pendapatan, melakukan transfer dari pemerintah pada masyarakat dan dari masyarakat pada pemerintah.



DAFTAR PUSTAKA Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. Ilyas, Marzuki. 1989. Ilmu Keuangan Negara (Publik Finance). Jakarta: FKIP Universitas Syiah Kuala.



APBN



2005 samapai 2010 Diakses dari http://www.fiskal.depkeu.go.id/ /datapokok-ind2010.pdf pada tanggal 10 Desember 2010. Posted 16th June 2015 by Arif Gunawan



webbkf/download



Tentang Pengeluaran Pemerintah Apakah yang dimaksud pengeluaran pemerintah? Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap output nasional di beberapa negara? Bagaimanakah teori mengenai pengeluaran pemerintah dari beberapa ekonom ataupun pemikir sosial lainnya? Tulisan ini membahas kajian dari Arthur Gold Smith (2008) tentang pemahaman pengeluaran pemerintah, penelitian Erdal Karago and Kerim Ozdemir (2006) tentang pengeluaran pemerintah di Turki, dan penelitian Sajkumar Tulsidharan (2006) tentang pengeluaran pemerintah di India. Beikutnya juga dibahas sekilas penjelasan berbagai penelitian tentang pengeluaran pemerintah yang dikutip Tulsidharan seperti penelitian Landau (1986), Barro (1989,1990) Kormendi dan Meguire (1985), Ram (1986), Ashauer (1989), Cashin (1995), Rubinson (1977) Levine dan Renelt (1992). Pembahasan lainnya adalah teori Musgrave dan Rostow, Wagner, Peacock dan Wiseman terkait dengan kebijakan pemerintah mengenai pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi juga tentang kaitan antara pengeluaran pemerintah dan crowding out. Bab II Pembahasan diakhiri dengan dua subbab yaitu tentang peranan pengeluaran pemerintah dalam ekonomi Islam dan pengeluaran pemerintah menurut ekonomi Pancasila.



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Pengantar 1.2 Latar Belakang Masalah 1.3 Perumusan Masalah 1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.5 Metode Penulisan 1.6 Sistematika BAB II. PEMBAHASAN 2.1 Pengantar 2.2 Arthur Goldsmith (2008) 2.3 Penelitian Erdal Karago and Kerim Ozdemir (2006) 2.4 Penelitian Sajkumar Tulsidharan (2006) 2.5 Penelitian Lainnya 2.6 Teori Pengeluaran Negara 2.7 Pengeluaran Pemerintah dan Crowding Out 2.8 Peranan Anggaran dalam Ekonomi Islam 2.9 Peranan Anggaran dalam Ekonomi Pancasila BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan 3.2 Saran Referensi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Bab I Pendahuluan menjelaskan berisi pengantar, latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika pembahasan.



1.2 Latar Belakang Masalah Kewajiban negara dalam rangka menjaga kelangsungan kedaulatan negara (pemerintah) dan meningkatkan kemakmuran masyarakat, mencakup: mempersiapkan, memelihara, dan melaksanakan keamanan negara, menyediakan dan memelihara fasilitas untuk kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial, termasuk fakir miskin, jompo, yatim piatu, masyarakat miskin, pengangguran, menyediakan dan memelihara fasilitas kesehatan, menyediakan dan memelihara fasilitas pendidikan. Sebagai konsekuensi pelaksanaan kewajibannya, pemerintah perlu dana yang memadai, dianggarkan melalui APBN/APBD, dan pada saatnya harus dikeluarkan melalui Kas Negara/Kas Daerah. Dalam APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat dibedakan menjadi Pengeluaran untuk Belanja dan Pengeluaran untuk Pembiayaan. Pengeluaran untuk belanja terdiri dari: Belanja Pemerintah Pusat seperti Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga Utang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Lain-lain, dan Dana yang dialokasikan ke Daerah seperti Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Sedangkan Pengeluaran untu Pembiayaan tediri dari Pengeluaran untuk Obligasi Pemerintah, Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri, dan Pembiayaan lain-lain. Adapun jenis-jenis Pengeluaran Negara menurut sifatnya terdiri dari Pengeluaran Investasi, Pengeluaran Penciptaan Lapangan Kerja, Pengeluaran Kesejahteraan, Pengeluaran untuk Penghematan Masa Depan, dan Pengularan Lainnya. Pengeluaran Investasi merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa datang, misalnya, pengeluaran untuk pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, satelit, peningkatan kapasitas SDM, dll. Pengeluaran Penciptaan Lapangan Kerja merupakan pengeluaran untuk menciptakan lapangan



kerja, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat. Pengeluaran Kesejahteraan Rakyat merupakan pengeluaran yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, atau pengeluaran yang dan membuat masyarakat menjadi bergembira, misalnya pengeluaran untuk pembangunan tempat rekreasi, subsidi, bantuan langsung tunai, bantuan korban bencana. Sedangkan Pengeluaran Untuk Masa Depan merupakan pengeluaran yang tidak memberikan manfaat langsung bagi negara, namun bila dikeluarkan saat ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah yang lebih besar di masa yang akan datang, pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat, dan pengeluaran untuk anak-anak yatim. Sedangkan Pengeluaran Lain-lain merupakan pengeluaran tidak produktif yang tidak memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat, namun diperlukan oleh pemerintah, misalnya pengeluaran untuk biaya perang. 1.3 Perumusan Masalah Apakah yang dimaksud pengeluaran pemerintah? Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap output nasional di beberapa negara? Bagaimanakah teori mengenai pengeluaran pemerintah dari beberapa ekonom ataupun pemikir sosial lainnya? 1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan penulisan ini untuk melakukan eksplorasi atau memahami ebih lanjut tentang pengeluran pemerinntah. Manfaat penulisan ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengeluaran pemerintah 1.5 Metode Penulisan Metode penulisan ini menggunakan kajian kepustakaan dengan bahan-bahan pustaka jurnal-jurnal yang diberikan selama perkuliahan, buku-buu referensi, dan pemikiran penulis.



1.6 Sistematika Sistematika penulisan ini terdiri dari tiga bab yaitu pendahuluan, pembahasan, dan penutup. Di setiap bab dibagi lagi ke dalam sub bab yang dijelaskan dalam setiap pengantar bab. BAB II. PEMBAHASAN 2.1 Pengantar Bab II Pembahasan terdiri dari pengantar, pembahasan dari Arthur Gold Smith (2008) tentang pemahaman pengeluaran pemerintah, penelitian Erdal Karago and Kerim Ozdemir (2006) tentang pengeluaran pemerintah di Turki, penelitian Sajkumar Tulsidharan (2006) tentang pengeluaran pemerintah di India. Beikutnya dibahas sekilas penjelasan berbagai penelitian tentang pengeluaran pemerintah yang dikutip Tulsidharan seperti penelitian Landau (1986), Barro (1989,1990) Kormendi dan Meguire (1985), Ram (1986), Ashauer (1989), Cashin (1995), Rubinson (1977) Levine dan Renelt (1992). Pembahasan lainnya adalah teori Musgrave dan Rostow, Wagner, Peacock dan Wiseman terkait dengan kebijakan pemerintah mengenai pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi juga tentang kaitan antara pengeluaran pemerintah dan crowding out. Bab II Pembahasan diakhiri dengan dua subbab yaitu tentang peranan pengeluaran pemerintah dalam ekonomi Islam dan pengeluaran pemerintah menurut ekonomi Pancasila. 2.2 Penelitian Arthur Goldsmith (2008) Arthur Goldsmith. (2008), menyatakan bahwa peningkatan belanja pemerintah dapat memperluas permintaan agregat dalam jangka pendek tetapi juga dapat meningkatkan tingkat suku bunga sehingga akan menurunkan investasi swasta dalam jangka panjang. Belanja pemerintah dibagi menjadi dua komponen: konsumsi masyarakat dan investasi publik. Efek jangka pendek dari peningkatan belanja pemerintah adalah sama untuk kedua komponen tetapi berbeda untuk efek jangka panjang.



Belanja sektor publik dapat diklasifikasikan berdasar produktivitas. Membedakan antara pengeluaran pemerintah yang mempengaruhi produktivitas dan untuk konsumsi penting untuk dipahami sebagai konsekuensi intervensi fiskal melalui perubahan dalam pengeluaran pemerintah. Dampak pengeluaran pemerintah dalam jangka panjang terhadap kinerja agregat ekonomi tergantung pada kinerja pemerintah. Dalam jangka pendek belanja pemerintah akan memperluas permintaan agregat tetapi peningkatan belanja pemerintah atas biaya dana pinjaman, akan menyempitkan beberapa investasi swasta dan menghambat pertumbuhan permintaan agregat. Crowding Out akhirnya dapat menurunkan stok modal swasta, dan pada gilirannya, dalam jangka panjang akan menurunkan produktivitas sehingga akan mengurangi output dan kapasitas produksi. Oleh karena itu diperlukan treatment ketidakseimbangan kebijakan fiskal dalam bentuk pengeluaran pemerintah yang memisahkan kedalam pengeluaran untuk konsumsi dan investasi. Pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan dengan mengubah komposisi pengeluaran kedalam kegiatan berbasis produktivitas, tanpa mengubah tingkat pengeluaran atau pajak penghasilan. Pendekatan pasar modal dan obligasi digunakan untuk menggambarkan pengeluaran pemerintah (kebijakan moneter), selain dengan kebijakan fiskal (pada pasar barang). Di pasar modal, terdapat orang yang memiliki dana dan orang meminjam untuk investasi. Ekspektasi keuntungan (ψe) akan meningkatkan investasi sektor swasta (IP). Produktivitas tergantung pada modal swasta (KP) dan modal publik atau pemerintah (KG). Tabungan oleh rumah tangga dan perusahaan (SP), tabungan oleh pemerintah (SG) sehingga S = SP + SG, SG = T – G, dengan T = Pendapatan pajak dan G = belanja pemerintah. Model penawaran dan permintaan Agregat digunakan untuk menentukan output riil (Y) dan harga (P). Dengan memahami AD = AD(C,IP, GC, GI), tingkat permintaan



agregat ditentukan oleh belanja konsumsi rumah tangga (C), belanja investasi sektor swasta (IP), dan belanja pemerintah (G) yang dipisah menjadi belanja konsumsi (GC) dan belanja investasi (GI). Kurva penawaran barang agregat jangka panjang (AS) menunjukkan hubungan antara tingkat harga agregat dan output agregat yang didukung oleh semua faktor (KP) dan (KG). Pengeluaran investasi pemerintah untuk modal publik juga akan meningkatkan penawaran agregat, dengan dengan kata lain; IGÞKGÞψeÞIPÞKPÞAS dan AS = AS(KP, KG, dimana KP = KP (IP), dan IP = IP[ψe(KG)], serta KG= KG(GI). Pertumbuhan produktivitas merupakan kunci penentu peningkatan standar hidup. Jika pengambil kebijakan ingin mendorong pertumbuhan standar hidup, maka harus bertujuan meningkatkan kemampuan produksi nasional dengan mendorong lebih cepat akumulasi faktor produksi. Dalam jangka panjang, implikasi belanja publik sebagai salah satu bentuk kebijakan fiskal dapat mempengaruhi kinerja perekonomian jangka panjang (dikutip dari Arthur Goldsmith, Rethinking The Relation Between Government Spending and Economic Growth : A Composition Approach to Fiscal Policy instruction for Principle Students. Journal of Economics Education, Spring 2008) 2.3 Penelitian Erdal Karago and Kerim Ozdemir (2006) Erdal Karago and Kerim Ozdemir (2006) menyatakan bahwa banyak investigasi dan penelitian tentang hubungan pengeluaran pemerintah dan investasi swasta telah dilakukan dan di publikasikan. Ada beberapa hasil penelitian yang dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama yang menyatakan bahwa tingginya pengeluaran pemerintah akan menyingkirkan investasi swasta (efek dari crowding out). Kedua menjelaskan hubungan antara ukuran disaggregate pengeluaran pemerintah dan investasi swasta menggunakan analisis disagregate. Ketiga menyatakan peningkatan pengeluaran pemerintah akan menarik keluar investasi swasta.



Erdal Karago and Kerim Ozdemir (2006) menggunakan metode estimasi maksimum (Johansen & Juselius, 1990) untuk menguji cointegration. Mempertimbangkan VAR dan corresponding VECM, Dimana X = investasi swasta (PI), GE = pengeluaran pemerintah, dan Y = GDP Riil. Berdasarkan data di Turki periode 1967-2001, semua variabel ditransformasi ke log seperti LPI< LGE dan LY. Data GDP diperoleh dari State Planning Organisation, Economic and Social Indicators: 1950-2000. Deflator GNP (1987=100%) digunakan untuk mendeflasi variabel. Impulse response analysis juga digunakan untuk menguji interrelationship antar variabel dan menilai penyesuaian keseimbangan jangka panjang. Fungsi ini menunjukkan efek dinamis dari government expenditure shock terhadap variabel lain. Hasil penelitian mengindikasikan: Ada satu persamaan cointegrasi LPI = -22,444 0,212LGE +2,306LY. Disamping itu juga ditemukan ada hubungan negatif jangka panjang antara pengeluaran pemerintah dan investasi swasta di Turki. iperkirakan pengeluaran pemerintah men-Crowding-out investasi swasta. Pengeluaran pemerintah adalah suatu faktor pembatas terhadap investasi swasta di Turkey. Kejutan (shock) dari pengeluaran pemerintah akan mempunyai efek negatif pada investasi swasta. Pengeluaran pemerintah memiliki efek negatif pada investor swasta dan pengembangan ekonomi Turkey. Fungsi impulse respon, menunjukkan respon negatif pada investasi swasta untuk one standard deviation shock pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah merupakan substitusi investasi swasta. .(Dikutip dari Erdal Karago and Kerim Ozdemir, Government Expenditures and Private Invetment: Evidence from Turkey. The Middle East Business and Economic Review, Volume 18, No. 2, December 2006, Page 33) 2.4 Penelitian Sajkumar Tulsidharan (2006) Sajkumar Tulsidharan (2006) menyatakan bahwa pada ekonomi transisi terdapat



perdebatan yang muncul mengenai keunggulan privatisasi dibanding perusahaan milik pemerintah. Pemerintah menyediakan barang-barang keperluan publik di mana tidak ada kompetisi dari sektor swasta agar dapat dengan pasti mengarah kepada pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Tetapi proses regulasi, subsidi dan pajak, keterlambatan di dalam menerapkan proyek, biaya yang tinggi adalah suatu faktor penghambat dalam pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menguji data tahunan pada Government Final Consumption Expenditure (termasuk kompensasi bagi buruh, pembelian bersih barang dan jasa dan konsumsi dari modal tetap dalam administrasi pemerintah diukur dari ukuran pemerintah, dan GNP pada harga pasar nominal dan riil (tahun dasari 1993/94=100) di India periode 1960/61 sampai 1999/00. data ini dilaporkan di National Income Statistics (CMIE) Januari 2003. Penelitian ini menguji data tahunan di Government Final Consumption Expenditure dan Produk Nasional Bruto pada harga pasar nominal dan riil di India untuk periode 1960-1961 sampai 1999-2000. Hubungan antara variabel diteliti, dengan menggunakan uji integrasi, cointegrasi, dan error correction mechanism. Hasil utama dari studi ini adalah bahwa pada harga nominal, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi pasti akan diikuti kenaikan government final consumption expenditure. Dalam ekonomi di masa transisi ada suatu perdebatan yang muncul berpihak pada ekonomi berbasis pasar dibanding pemerintah yang mengelola dan mengendalikan perusahaan. Impresi tentang kata “reformasi ekonomi” di India menyatakan bahwa ada kepentingan di dalam penurunan besar besaran pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah. Di India, Pemerintah, baik Central maupun State, telah memainkan satu peran yang



penting di dalam pembangunan ekonomi melalui secara langsung menyertakan diri mereka ke dalam memproduksi aktivitas melalui regulasi. Kekuatan keterlibatan langsung di dalam aktivitas penyediaan produk dan jasa dapat dibuktikan dari sumbangan sektor publik ke GDP. Yaitu sekitar 33% di tahun 1990-91 dan menurun menjadi 28,7% di tahun 1997-98. Pada awal 1970s, sumbangan itu sekitar 14%. Di beberapa negara barat yang maju, pengeluaran publik menyebabkan kenaikan GDP secara proporsional. Karenanya rasio pengeluaran publik kepada GDP bisa tidak stabil. Di India, perluasan intensive dan ekstensif aktivitas pemerintah selama periode perencanaan sudah menunjukkan kenaikan yang spektakuler di dalam pengeluaran publik. yaitu naik dari Rs 2,631 crore pada 1960-61 menjadi Rs. 4,36,122 crore pada 1997-98. Pada harga yang tetap, peningkatan pengeluaran pemerintah sekitar dua puluh empat kali lebih pada empat puluh enam tahun terakhir. Masyarakat di negara maju memiliki pendapatan per kapita yang tinggi sehingga dapat dengan mudah mencukupi kebutuhan individu mereka. Masyarakat India dengan persentasi populasi yang besar hidup di bawah garis kemiskinan, banyak orang tidak mampu memenuhi keperluan-keperluan dasar minimal. Kebanyakan dari pengeluaran yang tidak untuk pengembangan yaitu pembayaran bunga, pertahanan, subsidi, polisi, administrasi dan pendidikan umum, manfaat jarang menyaring kepada bagian masyarakat yang miskin. Manfaat dari pengeluaran pengembangan telah dipakai sebagian besar oleh yang kelompok urban dan elit pedesaan. Peran pengeluaran publik negara maju akan lebih besar untuk stabilisasi ekonomi, simulasi aktivitas investasi dan lain lain. Di negara berkembang, pengeluaran publik mempunyai peran untuk mengurangi disparitas regional, pengembangan biaya sosial, pembuatan infrastruktur pertumbuhan ekonomi dalam bentuk fasilitas transportasi dan komunikasi, pendidikan dan pelatihan, pertumbuhan industri barang modal, industri



dasar dan kunci, penelitian dan pengembangan, stimulasi tabungan, pembentukan modal dan lain lain. Secara teoritis dipercaya bahwa pemerintah adalah kurang efisien dibanding sektor swasta dan karenanya peran yang lebih besar dari pemerintah akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, pemerintah menyediakan barangbarang publik yang tidak ada kompetisi dari sektor swasta dapat dengan pasti mempercepat laju pertumbuhan ekonomi (Ram, 1986; Carr, 1989). Law of increasing state activities dari Wagner mendasarkan pada pengalamanpengalaman historis mengemukakan bahwa ekonomi di negara industri mengembangkan sektor publik mereka berkembang dalam relatif signifikan. Wagner menunjukkan tiga faktor yang akan menyebabkan sektor publik tumbuh proporsional lebih cepat dari tingkat pembangunan ekonomi. Pertama, pada ekonomi negara maju, maka peran pemerintah dalam bidang administratif dan protective bertambah. Kedua, dengan ekspansi ekonomi, pengeluaran pemerintah di bidang budaya dan kesejahteraan akan naik, khususnya, pendidikan dan kesehatan. Ketiga, kemajuan teknologi dari negara industri memerlukan pemerintah untuk melakukan jasa ekonomi tertentu ketika dana dari sektor swasta tidak diperoleh. yang negatif signifikan antara pengeluaran pemerintah dalam GDP dan tingkat pertumbuhan perkapita GDP. (Dikutip dari Sajkumar Tulsidharan. Government Expenditure and Economic Growth in India (1960-2000). Finance India Vol. XX No.1 March 2006, Page 169) 2.5 Penelitian Lainnya Landau (1986) mengklasifikasikan pengeluaran pemerintah dalam 5 jenis: pengeluaran konsumsi, pengeluaran pendidikan, pengeluaran pengembangan modal, pengeluaran militer, dan pengeluaran transfer, dan menemukan bahwa seluruh pengeluaran tersebut berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Barro (1989,1990) menggunakan pertumbuhan per kapita GDP sebagai ukuran dari



pertumbuhan ekonomi, dan menemukan bahwa ukuran pemerintah mempunyai pengaruh negatif signifikan dengan pertumbuhan ekonomi. Kormendi dan Meguire (1985) dan Ram (1986), menggunakan laju pertumbuhan dari GDP riil dan memperoleh hasil yang berlawanan bahwa pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang tidak signifikan dan berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan riil GDP. Ashauer (1989) menguji demand side hipotesis bahwa tingginya marginal productivity of government spending akan menghasilkan multiple ekspansion. Pengaruh pendapatan yang timbul dari pengeluaran pemerintah dalam Hukum Wagner ditujukan kepada elastisitas pendapatan dari barang publik. Studi empirisnya di US mengenai investasi pemerintah di dalam infrastruktur inti menyebabkan produktivitas tetapi berlawanan dengan hipotesis Wagner. Cashin (1995) menemukan bahwa pajak distortionary menghambat pertumbuhan ketika transfer publik dan pengeluaran modal (input pelengkap pada fungsi produksi swasta) adalah memacu pertumbuhan. Rubinson (1977) menunjukkan bahwa pengaruh positif dari ukuran pemerintah lebih sering terbukti di negara berkembang yang lebih miskin. Levine dan Renelt (1992) menggunakan suatu analisis sensitivitas regresi pertumbuhan antar negara dan menyimpulkan bahwa beberapa penemuan bersifat tidak konsisten di dalam daftar variabel eksplanatory. 2.6 Teori Pengeluaran Negara Musgrave dan Rostow menyatakan perkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara. Pada tahap awal perkembangan ekonomi diperlukan pengeluaran negara yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, dll. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai berkembang. Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran



pemerintah tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan, jaminan sosial dsb. Wagner menyatakan berdasarkan pengamatan dari negara-negara maju, disimpulkan bahwa dalam perekonomian suatu negara, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita negara tersebut. Di negara-negara maju, kegagalan pasar bisa saja terjadi, menimpa industri-industri tertentu dari negara tersebut. Kegagalan dari suatu industri dapat saja merembet ke industri lain yang saling terkait. Di sini diperlukan peran pemerintah untuk mengatur hubungan antara masyarakat, industri, hukum, pendidikan, dll Peacock dan Wiseman menyatakan bahwa kebijakan pemerintah untuk menaikkan pengeluaran negara tidak disukai oleh masyarakat, karena hal itu berarti masyarakat harus membayar pajak lebih besar. Masyarakat mempunyai sikap toleran untuk membayar pajak sampai pada suatu tingkat tertentu. Apabila pemerintah menetapkan jumlah pajak di atas batas toleransi masyarakat, ada kecenderungan masyarakat untuk menghindar dari kewajiban membayar pajak. Sikap ini mengakibatkan pemerintah tidak bisa semena-mena menaikkan pajak yang harus dibayar masyarakat. Dalam kondisi normal, dengan berkembangnya perekonomian suatu negara akan semakin berkembang pula penerimaan negara tersebut, walaupun pemerintah tidak menaikkan tarif pajak. Peningkatan penerimaan negara akan memicu peningkatan pengeluaran dari negara tersebut. 2.7 Pengeluaran Pemerintah dan Crowding Out Beberapa teori ekonomi menyatakan pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi tingkat output nasional. Pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi akan meningkatkan ouput agregat (Dornbusch, 2001) Defisit anggaran pemerintah merupakan hal yang normal. Yang penting adalah sebarapa lama angaran pemerintah akan menjadi surplus kembali. Secara umum



sedikit surplus akan dicapai pada tahun-tahun boom dan sedikit defisit dapat terjadi pada tahun-tahun resesi. Ketika perekonomian mengalami resesi atau tumbuh lambat, mungkin pajak dapat dikurangi dan pengeluaran pemerintah ditambah agar dapat meningktkan output. (Dornbusch et al, 2001). Namun di sisi lain, kenaikan pengeluaran pemerintah dapat menghambat laju invetasi. Crowding Out terjadi ketika kebijakan fiskal ekspansioner menyebabkan suku bunga naik sehingga mengurangi pengeluaran swasta terutama investasi swasta (Dornbusch et al, 2001).. Seberapa serius kita menghadapi crowding out? Dornbush, et al, (2001) mengajukan tiga point penting dalam menghadapi crowding out ini. Pertama, pada kondisi ekspansi fiskal yang meningkatkan permintaan, maka perusahaan dapat diminta merekrut lebih banyak pekerja untuk meningkatkan output mereka. Kedua kenaikan permintaan aggregate akan menaikkan pendapatan dan selanjutnya dapat meningkatkan tabungan. Ekspansi tabungan ini dapat membiayai defisit anggaran tanpa menyentuh pengeluaran swasta. Ketiga selama ekspansi fiskal, penawaran uang dinaikkan oleh otoritas moneter (monnetary acomodation) agar mencegah kenaikan suku bunga. 2.8 Peranan Anggaran dalam Ekonomi Islam Karim (2008) menyatakan bahwa peran pemerintah sebagai pembeli besar dalam khazanah Islam klasik selama ini tampaknya kurang mendapat perhatian. Namun berkaitan dengan dunia modern sekarang ini maka diskusi pembelanjaan pemerintah secara islami telah banyak dibahas. Umer Chapra (2000) dalam The Future of Economics: An Islamic Perspective, terbitan The Islamic Foundation Press mengemukakan ada 6 prinsip umum yang dapat membantu memberikan dasar yang rasional dan konsistem dalam belanja pemerintah: 1.kesejahteraan masyarakat menjadi kriteria utama untuk semua alokasi pengeluaran;



2.pengeluaran untuk penghapusan kesulitan hidup dan penderitaan lebih diutamakan daripada pengeluaran untuk kenyamanan; 3.kepentingan mayoritas harus lebih diutamakan daripada kepentingan minoritas; 4. pengorbanan dan kerugian individu dapat dilakukan untuk menyelamatkan pengorbanan dan kerugian publik, atau penghindaran pengorbanan dan kerugian besar; 5.siapapun yang menerima manfaat harus menanggung biayanya, dan 6.mengutamakan pengadaan sesuatu yang dibutuhkan dalam hal umat membutuhkan sesuatu tersebut sebagai syarat melaksanakan kewajiban seperti dikutip dalam Karim, 2008). Demikian pula Ibnu Khaldun (1404M), sosiolog islam mengajukan konsep untuk resesi berupa mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Pemerintah adalah pasar terbesar, ibu dari semua pasar, dalam hal besarnya penerimaan dan pengeluaran (Buku Muqoddimah 1404M, seperti dikutip dalam Karim, 2008). Abu Yusuf (798M), ekonom islam menyatakan bahwa menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Abu Yusuf sangat menentang adanya pajak atas tanah pertanian dan menyarankan diganti dengan zakat pertanian yang dikaitkan dengan jumlah hasil panennya. Abu yusuf juga membuat rincian bagaimana kewajiban pemerintah dalam membiayai pembangunan infrastruktur seperti jembatan, bendungan, dan irigasi (Al Kharaj, 798M, seperti dikutip dalam Karim, 2008). Pada masa Imam dan Khalifah Islam dalam suratnya kepada Malik bin Harits AlAsytar, pada saat mengangkatnya sebagai Wali Negeri Mesir memberikan tugas berupa (1) mengumpulkan pendapatan negara, (2) memerangi musuh, (3) mengurus kepentingan penduduk, dan (4) membangun daerahnya (seperti dikutip dari buku Nahjul Balaghah, kumpulan ucapan, pidato, dan surat-surat Amir Al-Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib, diedit oleh Syaikh Muhammad Abduh, terbitan Mathba’ah Al



Istiqomah, tanpa tahun, dan edisi terjemahan bahasa Indonesia diterbitkan tahun 1991 oleh Penerbit Mizan Bandung, penterjemah Muhammad Al Baqir). Bahkan di zaman itu sisi penerimaan dan pengeluaran negara terdiri dari pajak tanah (Kharaj), pajak seperlima (Khums), pajak atas orang dan badan usaha non muslim (jizyah) , penerimaan lain-lain seperti denda (kaffarah). Adapun di sisi pengeluaran terdiri dari pengeluran dakwah, pendidikan dan kebudayaan, iptek, hankam, kesejahteraan sosial, dan belanja pegawai (Karim, 2008). Pada masa Khalifah Islam terdapat beberapa pengeluaran pemerintah yang tergolong primer antara lain: biaya pertahanan seperti biaya pesenjataan, transportasi, dan logistic untuk pertahanan negara, penyaluran zakat kepada yang berhak menerima menurut ketentuan syariat, pembayaran gaji untuk dai, muadzin, imam masjid, juga kepada para pejabat negara (eksekutif), hakim (yudikatif), dan imam atau wali (legislatif), pembayaran upah kepada para sukarelawan negara, pembayaran utang Negara, dan bantuan untuk musafir (Karim, 2008). Adapun pengeluaran sekunder terdiri dari bantuan untuk orang yang belajar agama, hiburan untuk para delegasi keagamaan, hiburan untuk para utusan suku dan negara serta biaya perjalanan mereka, hadiah untuk pemerintahan negara lain, pembayaran untuk pembebasan kaum muslim yang menjadi budak, pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan kaum muslimin, pembayaran utang orang yang meinggal dalam keadaan miskin, pembayaran tunjangan untuk orang miskin, tunjangan untuk kerabat Rasulullah, cadangan pengeluaran untuk keadaan darurat (Karim, 2008). 2.9 Peranan Anggaran dalam Ekonomi Pancasila Pasal 33 UUD 1945 merupakan pasal yang paling penting dalam bagi pengaturan perekonomian nasional. Dari pasal ini kita melihat pentingnya peranan negara dalam pengaturan perekonomian Indonesia. Pasal ini mencerminkan sikap tegas para pendiri



negara untuk menganut sebuah sistem yang menjamin kesejahteraan sosial. Pasal 27 UUD 1945 juga menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Dan untuk mereka yang kurang beruntung karena miskin ataupun telantar termasuk anak-anak dipelihara oleh negara. Dalam kaitan ini, negara juga memerlukan pengaturan keuangan negara untuk menjalankan fungsinya, sehingga anggaran negara ditetapkan melalui UndangUndang. Pasal 23 ayat 1 UUD 1945 menyatakan ”Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-undang. Apabila DPR tidak menyetujui anggaran yang diusulkan, pemerintah menjalankan anggaran yang lalu”. BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. Pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh terhadap output nasional di beberapa negara, namun terdapat perbedaan hasil penelitian yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori: Pertama yang menyatakan bahwa tingginya pengeluaran pemerintah akan menyingkirkan investasi swasta (efek dari crowding out). Kedua menjelaskan hubungan antara ukuran disaggregate pengeluaran pemerintah dan investasi swasta menggunakan analisis disagregate. Ketiga menyatakan peningkatan pengeluaran pemerintah akan menarik keluar investasi swasta. 3.2 Keterbatasan dan Saran Penulisan ini dibatasi dengan merujuk ke beberapa penelitian tentang pengeluaran pemerintah di dua negara saja yaitu Turki dan India. Juga dibatasi hanya kaitan antara pengeluaran pemerintah dengan peningkatan ouput nasional. Penulisan ini bersifat pendalaman materi perkuliahan dan diskusi untuk memahami lebih jauh peranan pengeluaran pemerintah dan pengaruhnya terhadap output nasional.



Untuk yang akan datang, disarankan dapat dilakukan penelitian yang lebih mendalam tentang pengeluaran pemerintah dengan kasus di Indonesia. Referensi: 1. Rudiger Dornbusch, Stanley Fischer, and Richard Startz. Macroeconomics, 8th Edition. Mc Graw-Hill, 2001. 2. Brian Snowdon dan Howard R Vane. Modern Macroeconomics (softcopy), Edward Elagar Publishing, 2005. 3. Ekonomi Makro Islami. Adimarwan A Karim, Edisi Kedua, Penerbit Raja Grafindo Persada, 2008. 4. Prtahama Rahardja dan Mandala Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi. Edisi Ketiga. LP FEUI. 2008. 5. Arthur Goldsmith. Rethinking The Relation Between Government Spending and Economic Growth : A Composition Approach to Fiscal Policy instruction for Principle Students. Journal of Economics Education, Spring 2008. 6. Erdal Karago and Kerim Ozdemir. Government Expenditures and Private Invetment: Evidence from Turkey. The Middle East Business and Economic Review, Volume 18, No. 2, December 2006, Page 33. 7. Sajkumar Tulsidharan. Government Expenditure and Economic Growth in India (1960-2000). Finance India Vol. XX No.1 March 2006, Page 169. 8. Pablo E Guidotti. Global Finance, Macroeconomic Performance, And Policy Response in Latin America: Lessons From The 1990s. Journal of Applied Economics, Vol 10 No. 2, November 2007. Page 279. 9. Donald Coletti, Rene Lalonde, dan Dirk Muir. Inflation Targeting and Price-LevelPath Targeting in The Global Economy Model: Some Open Economy Considerations. IMF Staff Papers, Vol. 55 No.2 , 2008. Page 326. 10. Seo Byeonseon and Kim Sokwon. Rational Expectation, Long-run Taylor Rule,



and Forecasting Inflation. Seoul Journal of Economics. Vol 20. No.2 Summer 2007. Page 239.