Pengembangan Dan Pembaruan Kurikulum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Permasalahan Kurikulum Indonesia Nama : Lasarus E. Malafu Nim : 1107183 Tugas : Pengelolaan Pendidikan



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal. Pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih dianggap belum maksimal. Pembelajaran di sekolah memberikan dampak pada pendidikan di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara lain, pendidikan di Indonesia masih sangat jauh. Pendidikan merupakan hal yang berkaitan dengan sistem kurikulum yang dijalankan. Kemerosotan pendidikan di Indonesia yang tertinggal dari negara lain, sangat erat kaitannya dengan masalah-masalah kurikulum yang dijalankan oleh para tenaga pendidik dan Mendiknas. Untuk memajukan kembali pendidikan di Indonesia, maka kita harus terlebih dahulu mengetahui masalah-masalah yang telah dihadapi oleh kurikulum Indonesia. Setelah itu, barulah kita mampu mencari solusi untuk memecahkan masalah kurikulum di Indonesia. Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional, termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia dewasa ini salah satu diantaranya adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri selalu dinamis. Selain itu, perubahan tersebut juga dinilainya dipengaruhi oleh kebutuhan manusia yang selalu berubah juga pengaruh dari luar, dimana secara menyeluruh kurikulum itu tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh prubahan iklim ekonomi, politik, dan kebudayaan. Sehingga dengan adanya perubahan kurikulum itu, pada gilirannya berdampak pada kemajuan bangsa dan negara. Kurikulum pendidikan harus berubah tapi diiringi juga dengan perubahan dari seluruh masyarakat pendidikan di Indonesia yang harus mengikuti perubahan tersebut, karena kurikulum itu bersifat dinamis bukan stasis, kalau kurikulum bersifat statis maka itulah yang merupakan kurikulum yang tidak baik.



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Masalah kurikulum yang kompleks di Indonesia 2. Masalah kurikulum di Indonesia sering berganti nama 3. Masalah kurangnya sumber prinsip pengembangan kurikulm di Indonesi



C. Tujuan Penulisan Ada pun tujuan penulisan dalam makalah ini, di antaranya adalah: 1. Memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah pengelolaan pendidikan 2. Mengetahui masalah-masalah yang terjadi pada kurikulum di Indonesia 3. Mengetahui cara atau solusi untuk mengatasi masalah kurikulum di Indonesia



BAB II KAJIAN TEORI



A. Pengertian Kurikulum Kurikulum adalah segala sesuatu yang dijalankan, dilaksanakan, direncanakan, diajukan dan diawasi pelaksanaannya yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, perkembangan siswa agar mampu ikut andil dalam masyarakat dan berguna bagi masyarakat, juga akan berguna masa depannya kelak.



B. Masalah-masalah Kurikulum di Indonesia Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami Indonesia. Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya terhadap pembelajaran dan pendidikan Indonesia. Berikut ini adalah beberapa masalah kurikulum (menurut sudut pandang penulis) :



1.



Kurikulum Indonesia Terlalu Kompleks



Jika dibandingkan dengan kurikulum di negara maju, kurikulum yang dijalankan di Indonesia terlalu kompleks. Hal ini akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan terbebani dengan segudang



materi yang harus dikuasainya. Ssiswa harus berusaha keras untuk memahami dan mengejar materi yang sudah ditargetkan. Hal ini akan mengakibatkan siswa tidak akan memahami seluruh materi yang diajarkan. Siswa akan lebih memilih untuk mempelajari materi dan hanya memahami sepintas tentang materi tersebut. Dampaknya, pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan siswa kurang mengeluarkan potensinya, daya saing siswa akan berkurang. Selain berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru akan semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pengajaran. Guru akan terbebani dengan pencapaian target materi yang terlalu banyak, sekalipun masih banyak siswa yang mengalami kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai dengan peran guru. Kurikulum di Indonesia yang cenderung fokus pada kemampuan intelektual membuat bakat atau soft skill siswa tidak berkembang. Padahal, sebenarnya bakat siswa bermacam-macam dan tidak bisa dipaksa harus berada di suatu bidang saja. Akibat soft skill yang kurang tergali, di katakan Rektor Universitas Pakuan, Bibin Rubini saat ini tawuran serta bentrok makin marak. Selain itu, Bibin juga mengingatkan banyaknya aturan dan ketentuan yang ada dalam sistem pendidikan tidak diimplementasikan. "Jika dilihat, sistem pendidikan kita tidak jauh berbeda dengan negara lain. Hanya saja, di negara lain diimplementasikan dengan baik, sedangkan di kita hanya sekadar aturan," misalnya kebijakan sekolah gratis tidak diterapkan dengan baik sehingga masih banyak siswa tidak mampu yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena keberatan dengan biaya pendidikan yang mahal. Jadi kebijakan yang ada diimplementasikan dengan baik, terutama soal wajib belajar, maka angka partisipasi kasar pendidikan kita tentu akan semakin meningkat (A-155/A-89).



2.



Seringnya Berganti Nama



Kurikulum di Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Namun, perubahan tersebut hanyalah sebatas perubahan nama semata. Tanpa mengubah konsep kurikulum, tentulah tidak akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum Indonesia. Bahkan, pengubahan nama kurikulum mampu disajikan sebagai lahan bisnis oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Pengubahan nama kurikulum tentulah memerlukan dana yang cukup banyak. Apabila dilihat dari sudut pandang ekonomi, alangkah baiknya jika dana tersebut digunakan untuk bantuan pendidikan yang lebih berpotensi untuk kemajuan pendidikan.



3.



Kurangnya sumber prinsip pengembangan



Pengembangan suatu kurikulum tentu saja berdasarkan sumber prinsip, untuk menunjukan dari mana asal mula lahirnya suatu prinsip pengembangan kurikulum. Sumber prinsip pengembangan kurikulum yang dimaksud adalah data empiris (pengalaman yang terdokumentasi dan terbukti efektif), data eksperimen (temuan hasil penelitian), cerita/legenda yang hidup di masayaraksat (folklore of curriculum), dan akal sehat (common sense). Namun dalam fakta kehidupan, data hasil penelitian (hard data) itu sifatnya sangat terbatas. Terdapat banayk data yang bukan diperoleh dari hasil penelitian juga terbukti efektif untuk memecahkan masalah-masalah yang komploks, diantaranya adat kebiasaan yang hidup di masyarakat (folklore of curiculum). Ada juga hasil pemikiran umum atau akal sehat (common sense).



C. Solusi Dari masalah-masalah yang telah diuraikan sebelumnya, tentu akan ada solusi yang mampu untuk memecahkannya. Berikut ini adalah beberapa solusi yang dapat dilakukan : 1. Mengubah paradigma dari pengajaran yang berbasis sistetik-materialistik menjadi religius. Solusi ini menunjukan akan berkurangnya kemerosotan moral. Dimana tidak akan ada lagi siswa cerdas yang tidak bermoral. 2. Mengubah konsep awal paradigma kurikulum menjadi alur yang benar untuk mencapai suatu tujuan yang sebenarnya. 3. Melakukan pemerataan pendidikan melalui pemerataan sarana dan prasarana ke sekolah terpencil, sehingga tidak akan ada lagi siswa di daerah terpencil yang terbelakang pendidikan. 4. Menjalankan kurikulum dengan sebaik mungkin. 5. Membersihkan organ-organ kurikulum darin oknum-oknum tak bertanggung jawab. 6. Mengadakan studi kasus penelitan di setiap daerah Nusantara, agar dapat melahirkan pengalaman dan dokumentasi yang kuat dan efektif dalam pengembangan kurikulum. Studi kasus penelitian ini seperti―Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat seperti yang dirumuskan dalam undangundang, keputusan pemerintah, peraturan-peraturan daerah dan lain sebagainya, Menganalisis budaya masyarakat tempat sekolah berada, Menganalisis kekuatan serta potensi-potensi daerah, Menganalisis syarat dan tuntutan tenaga kerja, Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan masyarakat‖. Faktor sosial budaya sangat penting dalam penyusunan kurikulum yang relevan, karena kurikulum merupakan alat untuk merealisasikan sistem pendidikan, sebagai salah satu dimensi dari kebudayaan. Implikasi dasarnya adalah sebagai berikut: 1.



Kurikulum harus disusun berdasarkan kondisi sosial-budaya masyarakat. Kurikulum disusun bukan saja harus berdasarkan nilai, adat istiadat, cita-cita dari masyarakat, tetapi juga harus berlandaskan semua dimensi kebuadayaan seperti kehidupan keluarga, ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya.



2.



Karena kondisi sosial budaya senantiasa berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan masyarakat, maka kurikulum harus disusun dengan memperhatikan unsur fleksibilitas dan bersifat dinamis, sehingga kurikulum tersebut senantiasa relevan dengan masyarakat. Konsekuensi logisnya, pada waktunya perlu diadakan perubahan dan revisi kurikulum, sesuai dengan perkembangan dan perubahan sosial budaya yang ada pada saat itu.



3.



Program kurikulum harus disusun dan mengandung materi sosial budaya dalam masyarakat. Ini bukan hanya dimaksudkan untuk membudayakan anak didik, tetapi sejalan dengan usaha mengawetkan kebudayaan itu sendiri. Kemajuan dalam bidang teknologi akan memberikan bahan yang memadai dalam penyampaian teknologi baru itu kepada siswa, yang sekaligus mempersiapkan mempersiapkan para siswa tersebut agar mampu hidup dalam teknologi itu. Dengan demikian, sekolah benar-benar dapat mengemban peran dan fungsinya sebagai lembaga modernisasi.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Indonesia mengalami kemerosotan di bidang pendidikan. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia menduduki peringkat di bawah negara-negara di Asia. Hal ini sangat berkatan dengan masalah-masalah kurikulum yang dihadapi Indonesia. Masalah kurikulum di Indonesia dapat diselesaikan tidak cukup dengan mengganti namanya saja, melainkan harus melakukan perombakan secara menyeluruh dari kurikulum. Masalah kurikulum juga terletak dari sarana dan prasarana yang kurang merata. Selain itu, kurikulum Indonesia yang terlalu kompleks, kurangnya sumber prinsip pengembangan dan membebani siswa beserta guru yang berkaitan menjadikan kurang maksimalnya pembelajaran. B. Saran Persoalan yang sering kita temui di lapangan jangankan menyusun kurikulum, menjalankan kurikulum yang sudah ada sulitnya bukan main. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya kongkrit untuk mengiringi suksesnya penyempurnaan kurikulum ini. Langkah perbaikan itu ibarat pepetah tiada rotan akarpun berguna, maka pemerintah sebaiknya melakukan berbagai langkah perbaikan konsep dengan melibatkan berbagai unsur/Stakholders pendidikan dan melakukan studi/penelitian lebih mendalam sebelum kebijakan tersebut bergulir.



http://sarusmalafu25.blogspot.com/2013/05/maslah-masalah-yangberkaitan-dengan.html



Pengembangan dan Pembaruan Kurikulum Pengembangan dan Pembaharuan Kurikulum A. Tingkat Pengembangan Kurikulum Yang dimaksud pengembangan kurikulum adalah proses penyusunan kurikulum oleh pengembang kurikulum (curriculum developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Secara umum, perubahan dan penyempurnaan kurikulum dilakukan setiap sepuluh tahun sekali. Perubahan kurikulum tersebut dilakukan agar kurikulum tidak ketinggalan dengan perkembangan masyarakat, termasuk ilmu pengetahuan dan



teknologinya. Kurikulum yang pernah diberlakukan di Indonesia dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:



secara



nasional



Tingkat Pengembangan Kurikulum Yang ada di Indonesia 1. Rencana Pelajaran 1947, Kurikulum ini merupakan kurikulum pertama di Indonesia setelah kemerdekaan. Istilah kurikulum masih belum digunakan. Sementara istilah yang digunakan adalah Rencana Pelajaran 2. Rencana Pelajaran 1954, Kurikulum ini masih sama dengan kurikulum sebelumnya, yaitu Rencana Pelajaran 1947 3. Kurikulum 1968, Kurikulum ini merupakan kurikulum terintegrasi pertama di Indonesia. Beberapa masa pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu Bumi, dan beberapa cabang ilmu sosialmengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Studies). Beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahun Alam (IPS) atau yang sekarang sering disebut Sains. 4. Kurikulum 1975, Kurikulum ini disusun dengan kolom-kolom yang sangat rinci. 5. Kurikulum 1984, Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975 6. Kurikulum 1994, Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1984 7. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum ini belum diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia. Beberapa sekolah telah dijadikan uji coba dalam rangka proses pengembangan kurikulum ini 8. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) • KBK sering disebut sebagai jiwa KTSP, karena KTSP sesungguhnya telah mengadopsi KBK. Kurikukulum ini dikembangkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). B. Konsep Dasar Pembaharuan Kurikulum Pembaharuan kurikulum mengikuti pola 10 tahunan. Tentunya ada hal baru yang dimasukkan dalam setiap kurikulum, mengikuti perubahan sosial dan ekonomi masyarakat. Konsep Pembaharuan kurikulum pada umumnya adalah mengotak-atik mata pelajaran dalam kurikulum, mengubah dan memperbaiki tujuan dan menambahkan atau mengurangi muatan belajar. Tindakan seperti ini bukannya salah, tetapi bagian terpenting dari sebuah pendidikan adalah bukan pada isinya yang banyak, tetapi pendekatan cara mendidik. Rencana Pendidikan di Sekolah Isinya bukan saja mengenai kegiatan intra kurikular tetapi juga ekstra kurikular. Yang dimaksud dengan kegiatan ekstra kurikular bukan saja berupa klub tetapi seharusnya dikembangkan berdasarkan



rundingan guru, kepala sekolah, orang tua dengan mempertimbangkan kemampuan anak dan kondisi lingkungan/daerah di mana dia berada. Dengan kata lain, nafas bukanlah perkara yang memaksa guru atau menyengsarakan guru (karena ketidakjelasannya) dalam mengembang- kan materi yang dia ajarkan. Akan tetapi harus mengajak komponen sekolah untuk membicarakan bagaimana pendidikan di sekolah seharusnya dikembangkan berdasarkan standar minimal yang ditetapkan pemerintah. Jika ada seorang guru berhasil mengembangkan materi pelajarannya, mengembangkan metode baru dan selesai dengan cepat menyusun silabus pengajaran, itu bukanlah sebuah kemajuan bagi pendidikan di sekolah. Tetapi yang terpenting adalah menjadikan keberhasilan itu menjadi bukan milik pribadi, tetapi dimiliki oleh semua guru dan aparat sekolah. Dengan landasan berfikir seperti ini, maka pendidikan tidak lagi sekedar merupakan jiplakan apa yang tertera dalam kurikulum, tetapi pendidikan di sekolah merupakan pengembangan standar minimal yang menjadi sebuah kegiatan/program. C. Latar Belakang Pengembangan Kurikulum Dalam pengembangan kurikulum dikenal ada lima istilah, yaitu pengembangan kurikulum (Curriculum development), perbaikan kurikulum (Curriculum improvement), perencanaan kurikulum (Curriculum planning), penerapan kurikulum (curriculum implementation), dan evaluasi kurikulum (curriculum evaluation). 1. Pengembangan kurikulum dan perbaikan kurikulum merupakan istilah yang mirip



tetapi tidak sama . Pengembangan kurikulum merupakan istilah yang lebih komprehensif, di dalamnya termasuk perencanaan, penerapan, dan evaluasi dan berimplikasi pada perubahan dan perbaikan. Sedangkan perbaikan kurikulum sering bersinonim dengan pengembangan kurikulum, walaupun beberapa kasus perubahan dipandang sebagai hasil dari pengembangan. 2. Perencanaan kurikulum adalah fase pre-eliminer dari pengembangan kurikulum. Pada



saat pekerja kurikulum membuat keputusan dan beraksi untuk menetapkan rencana yang akan dilaksanakan oleh guru dan siswa. Jadi perencanaan merupakan fase berfikir atau fase disain. 3. Penerapan kurikulum adalah menterjemahkan rencana ke dalam tindakan. Pada saat



tahap perencanaan kurikulum, terjadi pemilihan pola tertentu organisasi kurikulum atau reorganisasi. Pola-pola tersebut diletakkan dalam tahap penerapan kurikulum. Cara-cara penyempaian pengalaman belajar, misalnya penggunaan tim



pengajaran, diambil dari konteks perencanaan dan dibuat operasional. Penerapan kurikulum juga mentermahkan rencana menjadi tindakan dalam kelas, juga aturan pergantian guru dari pekerja kurikulum menjadi instruktur. 4. Evaluasi kurikulum merupakan fase terakhir dalam pengembangan kurikulum di mana



hasilnya diases dan keberhasilan pebelajar dan program ditentukan. Fase ini akan dibahas lebih rinci pada langkah-langkah pengembangan kurikulum. D. Masalah-masalah dalam Pembaharuan Menurut Zahara Ideris (1982) yang dikutip oleh Subandijah (1993 : 77 ) mengemukakan masalah-masalah yang menuntut adanya inovasi pendidikan dan kurikulum di Indonesia adalah sebagai berikut : a. Perkembangan ilmu pengetahuan yang menghasilkan teknologi yang mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politil, pendidikan dan kebudayaan. b. Laju eksplosi penduduk yang cukup pesat, yang menyebabkan daya tampung ruang dan fasilitas pendidikan sangat tidak seimbang. c. Mutu pendidikan yang dirasakan semakin menurun, yang belum mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. d. Kurang adanya relevansi antara program pendidikan dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun e. Belum berkembangnya alat organisasi yang efektif serta belum tumbuhnya suasana yang subur dalam masyarakat untuk mengadakan perubahan-perubahan yang dituntut oleh keadaan sekarang dan yang akan datang. Akibat-Akibat dari Pembaharuan Kurikulum Sekolah Usaha-usaha pembaharuan kurikulum dilakukan dengan maksud untuk mencari suatu model kurikulum yang tepat untuk mememuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang senatiasa terus berubah dan terus berkembang. Pada umumnya akibat yang ditimbulkan dari berlakunya kurikulum baru tergantung pada taraf atau besarnya perubahan. Akibat-akibat perubahan tersebut antara lain : A. Tenaga kependidikan Mereka harus berubah perilaku jika ada pembaharuan kurikulum sehingga pembaharuan itu dapat berhasil dengan baik. 1) Guru



Guru dituntut untuk meningkatkan kemampuan/kompetensi dalam melaksanakan tugasnya. Partisipasi guru dalam pembaharuan kurikulum sangat besar karena guru adalah pelaksana utama dalam pelaksanaan kurikulum. Kepercayaan guru terhadap pembaharuan harus tertanam agar dapat menimbulkan keyakinan dan kesediaan untuk melaksanakan pembaharuan tersebut. 2) Kepala Sekolah, Pengawas dan Supervisor Sekolah Mereka harus dapat memberikan dorongan, bimbingan dan bantuan kepada guruguru dalam melakasanakan pembaharuan tersebut sekaligus melakukan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan pembaharuan tersebut, apakah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan, adakah hambatannya. 3) Tenaga administrasi sekolah Dalam hal ini dituntut kemmapuan untuk merumuskan menyusun dan melaksanakan administrasi sekolah terutama administrasi pengajaran yang baru. Dalam melaksanakan administrasi yang baru akan ditemui kepincangan karena kemempuan staf administrasi sekolah tidak dapat dengan segera disesuaikan dengan pola yang dikehendaki dalam kurikulum baru, tentunya diperlukan pembinaan kepada staf administrasi sekolah tersebut. 4) Pihak-pihak lain yang terlibat Kepada pihak lain yang terlibat dimintakan perhatian dan kerjasamanya dalam pelaksanaan pembaharuan kurikulum: a) Kepada orang tua peserta didk, mereka harus diberikan penjelasan apa itu kurikulum, kurikulum yang dipakai dan bagaimana pelaksanaanya serta partisipasi apa yang diharapkan dari mereka. b) Kepada pemakai lulusan, mereka diminta untuk menilai dan memberikan saran kepada sekolah dan instansi terkait apakah program yang dilaksanakan sesuai dengan kebtuhan pemakai lulusan tersebut. Namun biasa terjadi adanya pembaharuan kurikulum pada tahap awalnya menimbulkan kecurigaan dari masyarakat yang mungkin karena rasa khawatir mereka terhadap keberhasilan pelaksanaan pembaharuan tersebut. B. Isi dan Struktur Mata Pelajaran Isi/bahan mata pelajaran akan mengalami penyesuaian baik penambahan atau perubahan, hal ini menuntut untuk disedikannya buku-buku pedoman, buku-buku pelajaran yang sesuai dengan isi dan struktur mata pelajaran tersebut untuk menunjang pelaksanaan pembaharuan kurikulum. Dalam perubahan skala besar struktur mata pelajaran di Indonesia pernah terjadi yakni perubahan Kurikulun Tahun 1968 menjadi



Kurikulum tahun 1975, kemudian Kurikulum Tahun 1984 menjadi kurikulum Tahun 1994 yakni adanya kurikulum muatan lokal. Dan sekarang Kurikulum Tahun 2003 marupakan Kurikulum Berbasis Kompetensi atau yang dikenal dengan istilah KBK. C. Proses Belajar Mengajar Hubungan guru dan peserta didik dapat berubah, pada kurikulum yang berpola separated subject matter yang l;ebih menekankan pada penguasaan pengetahuan, anak kurang aktif dalam proses belajar mengajar, tetapi gurulah yang paling banyak berperan. Berbeda dengan activity curriculum or experiment of curriculum yang lebih menekankan pada metode problem solving yang lebih banyak menuntut keaktifan anak. D. Sarana dan Prasana Pendidikan Perubahan kurikulum juga menuntut disediakannya sarana dan prasana yang menunjang pelaksanaan pembaharuan tersebut seperti alat-alat pelajaran: globe, OHP, film radio, ruang kesenian/praktek, perpustakaan dan laboraturium. Dalam penyediaan ini tentunya memerlukan biaya yang cukup besar dan waktu. E. Sistem Evaluasi Dalam hal akan terjadi perubahan sistem evaluasi baik terhadap evaluasi keberhasilan pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan maupun sistem penilaian keberhasilan pembelajaran di sekolah atau dikelas. http://ta-44.blogspot.com/p/pengembangan-dan-pembaruan-kurikulum.html



PERKEMBANGAN



KURIKULUM



DI



INDONESIA



Secara



umum,



perubahan



dan



penyempurnaan kurikulum dilakukan setiap sepuluh tahun sekali. Perubahan kurikulum tersebut dilakukan agar kurikulum tidak ketinggalan dengan perkembangan masyarakat, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologinya. Kurikulum yang pernah diberlakukan secara nasional di Indonesia dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:



Tabel Kronologis Perkembangan Kurikulum di Indonesia Tahun Kurikulum Keterangan 1947 Rencana Pelajaran 1947 · Kurikulum ini merupakan kurikulum pertama di Indonesia setelah kemerdekaan. · Istilah kurikulum masih belum digunakan. Sementara istilah yang digunakan adalah Rencana Pelajaran 1954 Rencana Pelajaran 1954 · Kurikulum ini masih sama dengan kurikulum sebelumnya, yaitu Rencana Pelajaran 1947 1968 Kurikulum 1968 · Kurikulum ini merupakan kurikulum terintegrasi pertama di Indonesia. Beberapa masa pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu Bumi, dan beberapa cabang ilmu sosial mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Studies). Beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahun Alam (IPS) atau yang sekarang sering disebut Sains. 1975 Kurikulum 1975 · Kurikulum ini disusun dengan kolom-kolom yang sangat rinci. 1984 Kurikulum 1984 · Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975 1994 Kurikulum 1994 · Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1984 2004 Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) · Kurikulum ini belum diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia. Beberapa sekolah telah dijadikan uji coba dalam



rangka proses pengembangan kurikulum ini 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) · KBK sering disebut sebagai jiwa KTSP, karena KTSP sesungguhnya telah mengadopsi KBK. Kurikukulum ini dikembangkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan)..... Baca Selengkapnya



di



: HTTP://WWW.M-EDUKASI.WEB.ID/2013/05/PERKEMBANGAN-



KURIKULUM-DI-INDONESIA.HTML Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia



2



Perkembangan Kurikulum di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dari masa ke masa kurikulum yang terdapat di setiap negera berubah yang ini menurut sebagian pakar disebabkan karena kebutuhan masyarakat yang berkembang dan disamping itu kondisi dan tuntutan zaman pun berubah. Untuk menyesuaikan dengan zaman, kurikulumpun mengalami perkembangan. Perkembangan itupun terjadi pada kurikulum di Negara Indonesia. Sebagai sebuah Negara yang memiliki tujuan berdiri, kurikulum ini dirasa sangt penting untuk kemudian mengiringi kemajuan Negara. Karenanya, perkembangan kurikulum ini dianggap menjadi penentu masa depan anak bangsa. Sebaga bangsa yang pernah di jajah, sedikit tidak Negara ini akn terengaruh oleh kurikulum pendidikan dari Negara yang dulu pernah menjajah Indnesia. Penting untuk kemudian dikaji untuk mengetahui bahwa Negara kita saat ini kurikulumnya masih berkaitan dengankepentingan penjajah dulu. Setidaknya, ketika fisik penjajah itu pergi, mereka sejatinya teta ada melalui kurkulum yang yang diturunkan pada Negara bekas jajahan 1. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari Makalah ini adalah : Bagaimana Perkembangan Kurikulum di Indonesia? 1. Tujuan Adapun tujuan dari disusunnya Makalah ini adalah untuk mengetahui perkembangan kurikulum di Indonesia. BAB II PEMAHASAN Adapun perlembangan kurikulum di Indoesia dapat dibagi daam beberapa fase, sebagai berikut: 1. Periode sebelum tahun 1945



2. Kurikulum pada masa VOC Kurikulum sekolah-sekolah selama VOC bertalian erat dengan gereja. Menurut Hereen XVII, badan tertinggi VOC di negeri Belanda yang tertidi atas 17 orang anggota, tahun 1617, gubernur di Indonesia harus menyebarluaskan agama Kristen dan mendirikan sekolah untuk tujuan itu. Menurut peraturan sekolah 1643 tugas guru dalah memupuk rasa tajkut kepada Tuhan , mengajarkan dasar agama Kristen , mengajak anak berdoa, bernyanyi , pergi ke gereja, mematuhi orang tua, penguasa, dan guru-guru. Walaupun tak ada kurikulum yang ditentukan biasanya sekolah menyajikan pelajaran tentang ketekismus, agama, juga membaca , menulis dan menyanyi.Demikian pula tidak ditentukan lama belajar. Peraturan hanya menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16 tahun dan anak wanita lebih dari 12 tahun hendaknya jangan dikeluarkan dari sekolah. Pembagian dalam 3 kelas untuk pertama kali dimulai pada tahun 1778. Di kelas 3, kelas terendah, anak-anak belajar abjad, di kelas 2 memaca, menulis, dan bernyanyi dan di kelas 1, kelas tertinggi: membaca, menulis, katekismus, bernyanyi dan berhitung. 3. Kurikulum Sebelum 1892 (Sebelum Reorganisasi) Sebelum 1892, Sekolah rendah tidak mempunyai kurikulum yang uniform, walaupun dalam peraturan 1871 ada petunjuk yang menentukan kegiatan sekolah. Ada 4 mata pelajaran yang diharuskan , yakni membaca, menulis, bahasa (bahasa daerah dan bahasa Melayu), dan berhitung. Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Melayu. Adapun mengenai pelajaran Agama, tidak di ajarkan. Seperti halnya di belanda pada masa liberal. Statuta 1874 menyatakan pengajaran agama dilarang di sekolah pemerintah, akan tetapi ruang kelas dapat digunakan untuk itu di luar jam pelajaran. 1. Kurikulum Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi) Kurikulum sekolah ini, seperti ditentukan dalam peraturan 1893 terdiri atas pelajaran membaca dan menulis dalam bahasa daerah dalam huruf daerah dan latin, membaca dan menulis dalam bahasa Melayu, berhitung, ilmu bumi Indonesia, ilmu alam, sejarah pulau tempat tinggal, menggambar dan mengukur tanah. Lama pelajaran diperpanjang dari 3 menjadi 5 kelas. Sekolah dibagi dalam 5 kelas yang terpisah sehingga sekolah beruangan satu lambat laun lenyap. Sekolah Kelas Satu tidak menjadi popular di kalangan Priayi, karena tidk memberikan pelajaran bahasa Belanda. Akhirnya, pada tahu 1907 bahasa Belanda dimasukkan ke dalam program Sekolah kelas Satu dan lama studi diperpanjang menjadi 6 tahun. Akan tetapi, perubahan itu tetap tidak menjadikan Sekolah Kelas Satu popular, ia tetap menjadi terminal tanpa kesempatan melanjutkan pelajaran. Kelemahannya jelas Nampak bila dibandingkan dengan ELS (Europese Lagere School) dan HCS (Holland Chinese School) . Dirasakan adanya diskriminasi terhadap anak Indonesia karena anak-anak cina di HCS diberi pelajaran dalam bahasa Belanda selama 7 tahun. Barulah ketika tahun 1912 bahasa Belanda diajarkan mulai kelas 1 dan lama studi diperpanjang selama 7 tahun. Lamat laun Sekolah Kelas Satu menyamai sekolah-sekolah yang tersedia bagi golongan bangsa lain, akan tetapi masih mempunyai kelemahan karena tidak membuka kesempatan untuk melanjutkan pelajaran. 2. Kurikulum Sekolah Kelas Dua Disebut Sekolah Kelas Dua karena orang-orang yang sekolah disana khusus sebagian kecil rakyat. Sekolah ini akan mempersiapkan berbagai ragam pegawai rendah untuk kantor pemerintah dan perusahaan swasta. Disamping itu juga untuk mempersiapkan guru bagi Sekolah Desa.Sekolah ini mempunyai kurikulum yang sangat sederhana dikarenakan sekolah ini pada mulanya untuk seluruh rakyat Indonesia walupun dalam perkembangannya kemudian lebih spesifik lagi. Program Sekolah Kelas Dua ini sama dengan program Sekolah kelas Satu kelas 1-3. Perlu diketahui, Reorganisasilah yan menyebabkan dua jenis sekolah ini, Sekolah Kelas Satu terutama bagi anak golongan atas dan Sekolah Kelas Dua untuk orang biasa. 3. Kurikulum VolkSchool Kurikulum ini sangat sederhana. Kurikulum ini muncul seiring dengan kebutuhan rakyat yang pada saat itu banyak buta huruf dan tidak bisa berhitung. Akan



tetapi, sekolah ini tetap saja dirasa tidak memenuhi keinginan murid untuk melanjutkan pelajarannya. Banyak anak-anak dari sekolah ini yang ingin dipindahkan ke Sekolah Kelas Dua. Pada akhirnya, sekolah desa ini menjadi substruktur dari Sekolah Kelas Dua dengan mangadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa. 4. Kurikulum ELS (Europese Lagere School) Setelah Hindia Belanda diterima kembali dari tangan Inggris pada tahun 1816 oleh para Komisariat Jendral , maka pendidikan ditanggapi secara lebih sungguh-sungguh. Akan tetapi kegiatan mereka hanya terfokus pada anak-anak berdarah Belanda. Sekolah Belanda ini sejak mulanya dimaksudkan agar sama dengan netherland, walaupun terdapat perbedaan tentang muridnya, khususnya pada permulaannnya. Kurikulum terdiri atas pelajaran membaca, menulis , berhitung, bahasa Belanda, sejarah, ilmu bumi dan mata pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran agama ditiadakan. Pada tahun 1868 bahasa prancis diajarkan dan merupakan syarat untuk masuk ke sekolah Belanda. 5. Kurikulum HCS (Holland Chinese School) HCS mempunyai dasar yang sama dengan ELS. Bahasa Perancis biasanya diajarkan pada sore hari seperti halnya dengan bahasa Inggris, yang sebenarnya tidak diberikan kepada ELS, nemun diajarkan berhubung dengan kepentinan bagi perdagangan. Kurikulum dan buku pelajarannyapun sama dengan ELS. 6. Kurikulum HIS (Holland Inlandse School) Pendirian HIS pada prinsipnya dikarenakan keinginan yang kian menguat di kalangan orang Indonesia untuk memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan Barat. Kurikulum HIS seperti yang tercantum dalam Statuta 1914 No. 764 meliputi semua mata pelajaran. Lulusannyapun akhirnya bisa melanjutkan ke STOVIA(School tot Opleiding van Indisce Artsen, Sekolah “Dokter Djawa”) dan MULO. Selain itu mereka memasuki Sekolah Guru, Sekolah Normal, Sekolah Teknik, Sekolah Tukag, Sekolah Pertanian, Sekolah Menteri Ukur, dan lain-lain. 7. Kurikulum MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Dengan program yang diperluas. MULO merupakan sekolah pertama yang tidak mengikuti pola pendidikan Belanda, namun tetap berorientasi ada Barat dan tidak mencari penyesuaian dengan keadaan Indonesia. Programnya terdiri atas empat bahasa yakni, belanda, Perancis, Inggris dan Jerman. Kursus MULO ini dibuka pada tahun 1903. Kursus ini dimaksud sebagai sekolah rendah . 8. Kurikulum HBS (Hogere Burger School) Kurikulum HBS di Indonesia tak sedikitpun berbeda dengan yang ada di negeri Belanda. Kurikulum ini dirasa mantap tanpa mengalami banyak perubahan. Apa yang diajarkan tampaknya universal. Bahannyapun apat berubah disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, namun mata pelajarannya tetap sama. Siswa HBS harus mempunyai bakat yang tinggi dalam IPA , matematika ataupun bahasa. Dan untuk gurunyapun, hanya mereka yang memperoleh gelar Ph.D (Doktor) atau diploma yang boleh mengajar. Dengan demikian ini dapat mencapai taraf yang sama dengan sekolah yang terdapat di Netherland. 1. Periode Tahun 1945 Sampai Tahun 1968 (Masa Kemerdekaan dan Pemerintahan OrdeLama) . 1. Kurikulum 1947, Rentjana Pelajaran 1947 Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasaBelanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular disbanding istilah curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikanditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutanRentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950.Bentuknya memuat dua hal pokok: * Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, * Garis-garis besar pengajaran. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikankolonial



Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakansebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakanadalah : pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajarandihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. 2. Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952 Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yangkemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligusciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajarannyamenunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar satu mata pelajaran, (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995). 3. Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964 Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan,dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan dayacipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatanfungsional praktis. 4. Periode Tahun 1968 Sampai Tahun 1999 (Masa Pemerintahan Orde Baru) Perkembangan Kurikulum 1. Kurikulum 1968 Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yangdicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasilasejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani,moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Dalam kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dankonsekuen. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran:kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagaikurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok saja,” . Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan danketerampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.2. Kurikulum 1975Kurikulum 1975 menekankan pada



tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Drs Mudjito; Ak; Msi (Direktur Pemb. TK dan SD Depdiknas). yang melatar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaituMBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yangdikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuaninstruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar,dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibuat sibuk menulis rincian apayang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. 2. Kurikulum 1984 Kurikulum 1975 yang Disempurnakan Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL). CBSA merupakan suatu upaya dalam pembaharuan pendidikan dan pembelajaran pada saat itu. Pendekatannya menitikberatkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari kegiatan belajar. Dalam CBSA kegiatan belajarnya diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah, membentuk gagasan, menyusun rencana dan sebagainya. Adapun kegiatan yang dilakukan guru adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan lembar Kerja 2. Menyususn tugas bersama siswa 3. Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan di susun. 4. Memberikan bantuan dan pelayanan apabila siswa mendapat kesulitan 5. Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan 6. Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum. 7. Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang lamban 8. Menyalurkan bakat dan minat siswa 9. Mengamati setiap aktivitas siswa. Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yangdiujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalahsuasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelangambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhirnya penolakan CBSA bermunculan. 3. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 Perkembangan Kurikulum Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulumkurikulumsebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materimuatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasadaerah kesenian, keterampilan daerah, dan lainlain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezimSoeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannyalebih pada menambal sejumlah materi. BAB III PENUTUP



Perkembangan Kurikulum di Indonesia Kesimpulan: 1. Perkembangan Kurikulum di Indonesia dapat dibedakan menjadi kurikulum sebelum tahun 1945 dan setelah tahun 1945. 2. Kurikulum sebelum tahun 1945 meliputi Kurikulum pada masa VOC, Kurikulum Sebelum 1892 (Sebelum Reorganisasi). Kurikulum Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi), Kurikulum Sekolah Kelas Dua, Kurikulum VolkSchool, Kurikulum ELS (Europese Lagere School,), Kurikulum HCS (Holland Chinese School), Kurikulum HIS (Holland Inlandse School), Kurikulum MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), dan Kurikulum HBS (Hogere Burger School). 3. Kurikulum setelah tahun 1945 meliputi : Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952, Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), Kurikulum 2006, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). http://febrisartika257.wordpress.com/tugas-media/internet-dan-web-desain/artikel-makalah/perkembangankurikulum-di-indonesia/



Makalah Perkembangan Kurikulum di Indonesia Desember 20, 2012 BY YULIYONO



BAB I



PENDAHULUAN



1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah membawa perubahan hampir di semua aspek kehidupan. Oleh karena itu dunia pendidikan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah berkaitan dengan tuntutan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, sebab melalui proses pendidikan akan terlahir generasi muda yang berkualitas yang diharapkan mampu mengikuti perubahan dan perkembangan kemajuan zaman disegala aspek kehidupan. Pembelajaran juga harus sesuai dengan standar proses pendidikan. Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (Sanjaya, 2006:4). Serta untuk mencapai standar kompetensi lulusan tersebut, pada hakekatnya mutu pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor yang paling menentukan adalah kurikulum pendidikan yang berkualitas. Dalam 5 dasawarsa terakhir, atau sejak berakhirnya era Presiden Soekarno yang disebut masa OrdeLama, bangsa Indonesia telah melakukan 6 kali penggantian kurikulum. Bahkan dalam 10 tahun terakhir, sudah 2



kali terjadi penggantian kurikulum tersebut. Pada dasarnya, kurikulum-kurikulum tersebut memiliki tujuan yang sama, namun dalam pelaksanaannya ada sedikit perbedaan. Kurikulum sendiri didefinisikan bermacam-macam oleh para ahli. Namun pada intinya semua mengarah kepada pengertian yang sama. Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya “Curriculum Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”. Menurut B. Ragan mengemukakan kurikulum adalah “Semua pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah”. Menurut Soedijarto, sebuah pengalaman Pemikiran Bagi Prosedur Perencanaan dan Pengembangan; Kurikulum Perguruan Tinggi, BP3K Departeman Pendidikan dan Kebudayaan tahu 1975 ”Segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa/mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”. Jadi berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan. Seperti yang telah disebutkan di atas, beberapa kurikulum pernah diterapkan pada sistem pendidikan di Indonesia. Diantaranya, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, KBK, dan KTSP. Dalam makalah ini akan disampaikan penjelasan tentang perjalanan kurikulum-kurikulum tersebut dalam pendidikan di Indonesia. 2. Rumusan Masalah



Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu



bagaimanakah perjalanan kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia?



3. Tujuan



Selain digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah difusi dan inovasi pendidikan, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana perjalanan kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia.



BAB II



PEMBAHASAN



A. Kurikulum Pada Masa Penjajahan. Kurikulum yang digunakan di Indonesia dipengaruhi oleh tatanan sosial politik Indonesia. Negara-negara penjajah yang mendiami wilayah Indonesia ikut juga mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, setidaknya ada tiga sistem pendidikan dan pengajaran yang berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan pesantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda. Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari mulai aturan siswa, pengajar, sistem



pengajaran, dan kurikulum. Sistem prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya. Sistem pendidikan belanda pun bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan antara anak Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi. Susunan persekolahan zaman kolinial adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2007:207): 1. Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi menggunakan pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun. Dari sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa. Untuk golongan pribumi masyarakat bangsawan bisa memasuki His Inlandsche School selama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun, dan Algemene Middlebare School(AMS) selama 3 tahun. 1. Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina, Hollandch Chinese School (HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS dapat melanjutkan ke Mulo. 2. Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah sampai perguruan tinggi, yaituEropese Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun,Maddelbare Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun. 3. Kurikulum Rentjana Pelajaran 1947. Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah Leer Plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.



Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagaidevelopment conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.



Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok, yaitu:



1. Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya. 2. Garis-garis Besar Pengajaran (GBP). Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran dalam arti kognitif, namun yang diutamakan pendidikan watak atau perilaku (value, attitude), meliputi:



1. Kesadaran bernegara dan bermasyarakat. 2. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari. 3. Perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. 1. Rencana Pelajaran Terurai 1952. Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan seharihari. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali, seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, diusia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Dipenghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964.



B. Kurikulum Rencana Pendidikan 1964



Pada akhir era kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi Rencana Pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving).



Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak.



Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu siswa diberi kebebasan berlatih kegitan dibidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun 1960.



Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10–100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100. Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana).



C. Kurikulum 1968



Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.



Kurikulum 1968 disebut sebagai kurikulum bulat, artinya hanya memuatmata pelajaran pokok-pokok saja. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.



D. Kurikulum 1975



Kurikulum 1975 disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk secara nasional dilaksanakan bertahap mulai tahun pengajaran 1976 dengan catatan, bahwa bagi sekolah-sekolah yang menurut penilaian kepala perwakilan telah mampu, diperkenankan melaksanakannya mulai tahun 1975 .



Kurikulum 1975 memiliki ciri -ciri khusus sebagai berikut:



1. Menganut pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Setiap guru harus mengetahui dengan jelas tujuan yang harus dicapai oleh setiap murid di dalam menyusun rencana kegiatan belajar-mengajar dan membimbing murid untuk melaksanakan rencana tersebut. 2. Menganut pendekatan yang integratif, dalam arti setiap pelajaran dan bidang pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang tercapainya tujuan yang lebih akhir. 3. Pendidikan Moral Pancasila dalam kurikulum 1975 bukan hanya dibebankan kepada bidang pelajaran Pendidikan Moral Pancasila di dalam pencapaiannya, melainkan juga kepada bidang pelajaran ilmu pengetahuan sosial dan pendidikan agama. 4. Kurikulum 1975 menekankan pada efisiensi dan efektivitas pengguna dana, daya dan waktu yang tersedia. 5. Mengharuskan guru untuk menggunakan teknik penyusunan program pengajaran yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). 6. Organisasi pelajaran meliputi bidang-bidang studi: agama, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, kesenian, olahraga dan kesehatan, keterampilan, disamping Pendidikan Moral Pancasila dan integrasi pelajaranpelajaran yang sekelompok. 7. Pendekatan dalam strategi pembelajaran memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu sistem yang meliputi komponen -komponen tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, alat pembelajaran, alat evaluasi, dan



metode pembelajaran.



1. Sistem Evaluasi, dilakukan penilaian murid-murid pada setiap akhir satuan pembelajaran terkecil dan memperhitungkan nilai-nilai yang dicapai murid-murid pada setiap akhir satuan pembelajaran. 2. Kurikulum 1984 Kurikulum ini banyak dipengharuhi oleh aliran psikologi Humanistik, yang memandang anak didik sebagai individu yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah dan meneliti lingkungannya. Oleh sebab itu kurikulum 1984 menggunakan pendekatan proses, disamping tetap menggunakan orientasi pada tujuan. Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta (Universitas Negeri Jakarta) periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. E. Kurikulum 1994



Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasana pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.



Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan UndangUndang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi). Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masya rakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.



Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:



1. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran. 1. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan seharihari. 2. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran matematika di jenjang persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.



Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi dibidang kurikulum.



Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut:



1. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks. 2. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten. 3. Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran. 4. Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur. Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat re ncana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada:



1. Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna. 2. Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah. Sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelan jutan untuk menjadi kompeten.



Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan pengembangan sistem pembelajaran.



Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:



1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.



1. Berorientasi pada hasil belajar ( learning outcomes) dan keberagaman. 2. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan me tode yang bervariasi.



1. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.



1. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa.



Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian.



F. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)



Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan dimasing–masing satuan pendidikan. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2006/2007 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.



Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.



Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat: Kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan ditingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.



SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.



Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari pergurua tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat.



BAB III



PENUTUP



A. Kesimpulan.



Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: Perjalanan kurikulum di Indonesia baik pada masa penjajahan, khususnya setelah berakhirnya Orde Lama diawali dengan diterapkannya kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum-kurikulum tersebut memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang membedakan dengan kurikulum yang satu dengan yang lain walaupun masih ada beberapa kesamaan dan sifatnya menyempurnakan kurikulum sebelumnya.



B. Saran.



Dengan ditulisnya makalah ini, selain menambah wawasan pembaca diharapkan pemerintah dapat menerapkan kurikulum yang terbaik, sehingga akan memajukan pendidikan di Indonesia. Semoga penulis lain juga akan mengangkat tema perjalanan kurikulum di Indonesia dengan lebih baik dan lebih lengkap.



http://viewyuli.wordpress.com/2012/12/20/makalah-perkembangan-kurikulum-di-indonesia/ JENIS DAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MAKALAH Diajukan Guna Memenuhi Tugas Semestes III Mata Kuliah : Pengembangan Kurikulum PAI Dosen Pengampu : Zaenal Khafidin, M. Ag



Di susun oleh: 1. Nimah Rhomadhoni 112115



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS PROGRAM STUDI TARBIYAH (PAI) TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014



A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan dibutuhkan yang dinamakan kurikulum yang membantu dalam mencapai tujuan pendidikan Nasional. Berbagai jenis dalam pengembangan kurikulum dipakai oleh pemerintahan Indonesia dalam mencapai citacita bangsa yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencetak generasi penerus bangsa yang berakhlaq serta berbudi pekerti luhur. Hal ini perlu adanya kerja sama antara Pemerintah pusat, administrator, kepala kantor wilayah pendidikan, kebudayaan, serta peranan guru dalam pendidikan. Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja berdasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta konsep pendidikan yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang bersifat subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial. B. Rumusan Masalah Dalam latarbelakang masalah untuk mengetahui pengembangan kurikulum dalam dunia pendidikan sehingga dapat ditarik permasalah sebagai berikut:



1. Sebutkan jenis – jenis kurikulum ? 2. Definisi dari model pengembangan kurikulum serta apa sajakah model- model dalam pengembangan kurikulum? 3. Bagaimana perkembangan kurikulum yang ada di Indonesia?



C. Pembahasan 1. Jenis –Jenis Kurikulum a. Separated Curriculum Kurikulum ini dipahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang terpisah satu sama lainnya. Kurikulum mata pelajaran terpisah berarti kurikulumnya dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran lainnya. Pembelajaran bentuk kurikulum ini cenderung kurang memerhatikan aktivitas siswa, karena yang dianggap penting adalah penyampaian sejumlah informasi sebagai bahan pelajaran dapat diterima dan dihafal oleh siswa. b. Correlated Curriculum Kurikulum jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah mata pelajaran dihubungkan antara yang satu dan yang lain sehingga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin luas. kurikulum ini memungkinkan substansi pembelajaran bisa lebih bermakna dan mendalam dibandingkan dengan mata pelajaran yang terpisah – pisah. Sebagai contoh, pada mata pelajaran fiqih dapat dihubungkan dengan mata pelajaran AlQuran dan Hadis. c. Broad Fields Curriculum Kurikulum Board Field kadang-kadang disebut kurikulum fusi. Taylor dan Alexander menyebutkan dengan sebutan The Board Field of Subject Matter. Board Fields menghapuskan batas-batas dan menyatukan pelajaran yang berhubungan dengan erat. ini memiliki keunggulan di antaranya adalah mata pelajaran akan semakin dirasakan kegunaanya, sehingga memungkinkan pengadaan mayta pelajaran yang kaya akan pengertian dan mementingkan prinsip dasar generalisasi. Ada pun kelemahannya adalah hanya memberikan pengetahuan secara sketsa, abstrak, kurang logis dari suatu mata pelajaran. Sebagai contoh, sejarah, geografi, ilum ekonomi dan ilmu politik menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). d. Integrated Curriculum Kurikulm terpadu merupakan suatu produk dari usaha pengintegrasian bahan pelajaran dari berbagai macam pelajaran. Integrasi diciptakan dengan memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang memerlukan solusinya dengan materi atau bahan dari berbagai disiplin ata mata pelajaran. Kurikulum ini memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar secara kelompok maupun secara individu, lebih memberdayakan masyarakat sebagi sumber balajar, memungkinkan pembelajaran bersifat individu terpenuhi, serta dapat melibatkan siswa dalam mengembangkan program pembelajaran.



2. Definisi dan macam model pengembangan kurikulum 1. Definisi model pengembangan kurikulum



Model pengembangan kurikulum merupakan berbagai model dalam pengembangan kurikulum dimana yang didalamnya berisi berbagai hal tentang alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (impelementation), dan mengevaluasi (evaliatoon) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan. 2. Macam – macam model pengembangan kurikulum: a. The administrative model The administrative model atau line staff adalah pengembangan kurikulum yang pelaksanaannya dimulai dari para pejabat tingkat atas pembuat keputusan atau kebijakan berkaitan dengan pengembangan kurikulum. Dengan wewenang administrator pendidikan yakni dirjen, direktur, dan kepala kantor wilayah pendidikan serta kebudayaan kemudian membentuk suatu tim yang terdiri dari pejabat di bawahnya, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim atau komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Selanjutnya menyususn kurikulum secara operasional berkaitan dengan memilih dan menyususn sekuens bahan pengajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru-guru. b. The grass roots model Model pengembangan grass roots ini merupakan lawan dari model adminitratif. Inisiatif dan pengembangan kurikulum model yang pertama, yang digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.model grass roots memungkinkan terjadinya kopetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif. c. Beauchamp‟s system Model pengembangan kurikulum beauchamp‟s system, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum, dan beliau mengemumakan lima hal dalam pengembangan kurikulum: 1. Menetapkan arena atau lingkup wilayah. Yakni yang dicakup oleh kurikulum, baik dari tingkat sekolah; kecamatan; kabupaten; propinsi; ataupun seluruh negara. 2. Menetapkan personalia. Yakni orang – orang yang mengambil andil dalam penegembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu: para ahli pendidikan/ kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum, para ahli pendidikan perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru, para profesional dalam sistem pendidikan, dan tokoh masyarakat. 3. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.



Berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan, memilih isi pengalaman belajar, serta kegiaatan evaluasi, dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum. 4. Implementasi kurikulum. (melaksanakan kerikulum) 5. Evaluasi kurikulum. Mencakup evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru, desain kurikulum, hasil belajar siswa, dan dari keseluruhan sistem kurikulum. d. The demonstration model Model pengembangan kurikulum idenya datang dari bawah (Grass Roots). Semula merupakan suatu upaya inovasi kurikulum dalam skala kecil yang selanjutnya digunkan dalam skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering mendapat tantangan atau keidaksetujuan dari pihak-pihak tertentu. Menurut Smith, Stanley, dan Shores, ada dua bentuk model pengembangan ini. Pertama; sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah yang diorganisasi dan ditunjuk untuk melaksanakan suatu uji coba atau eksperimen suatu kurikulum. Kedua; dari bebrapa orang guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum yang sudah ada, kemudian mereka mengadakan eksperimen, uji coba, dan mengadakan pengembangan secara mandiri. Ada beberapa kebaikan dalam penerapan model pengembangan ini, di antaranya adalah : 1) kurikulum ini akan lebih nyata dan praktis karena dihasilkan melalui proses yang telah diuji dan diteliti secara ilmiah; 2) perubahan kurikulum dalam skala kecil atau pada aspek yang lebih khusus kemungkinan kecil akan ditolak oleh pihak administrator, akan berbeda dengan perubahn kurikulum yang sangat luas dan kompleks; 3) hakikat model demonstrasi cerskala kecil akan terhindar dari kesenjangan dokumen dan pelaksanaan di lapangan; 4) model ini akan menggerakkan inisiatif, kreativitas guru-guru serta memberdayakan sumber-sumber administrasi untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam mengembangkan program yang baru. e. Roger‟s interpersonal relations model. Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing) yang mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri. Guru bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak. Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers. a) Pemilihan target dari sistem pendidikan b) Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok intensif. c) Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pengajaran. d) Partisispasi orang tua dalam kegiatan kelompok. model ini berbeda dengan model-model lainnya yakni tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, tetapi yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. f. Model Hilda Taba Hilda Taba mengikuti cara pengembangan kurikulum yang berlaku secara umum yang mengikut langkah-langkah sebagai berikut:



1. Menentukan tujuan pendidikan 2. Menseleksi pengalaman belajar 3. Organisasi bahan kurikulum dan legiatan belajar 4. Evaluasi hasil kurikulum Untuk mengadakan pembaharuan kurikulum Hilda Taba menganjurkan cara berlainan dengan yang lazim dilakukan dalam pengembangan kurikulum pada umumnya. Ia justru memulai satuan pelajaran untuk meningkat kepada kurikulum yang lengkap, setelah cukup jumlah satuan pelajaran yang diujicobakan.



3. Model Perkembangan Kurikulum di Indonesia a) Kurikulum tahun 1964 Bersifat tradisonal yaitu pendidikan dan pengajaran dimaksudkan untuk memberi pelajaran kepada siswa dengan ciri khusus yakni: Tujuan pembelajaran hanya memberi bekal kepada siswa agar mampu melanjutkan kejenjang selanjutnya. Pembelajaran hanya menekankan penguasaan materi saja. Pola pembelajaran satu arah (guru aktif siswa pasif) Organisasi kurikulumnya bervariasi Khusus untuk sekolah kejuruan antara teori dan praktik dipisahkan. Mata pelajaran PAI masuk kedalam pelajaran budi pekerti. b) Kurikulum tahun 1968 Mata pelajaran PAI yang awalnya masuk dalam pelajaran budi pekerti pada tahun 1968 resmi menjadi mata pelajaran sendiri yakni mata pelajaran PAI karna PKI dibubarkan, sehingga lebih mengarah kepada Pancasila sebagai dasar Negara RI. c) Kurikulum tahun 1975 Adanya kurikulum yang mengajarkan bahwa pembelajran harus memperhatikan lingkungan yang ada disekitar dimana tempat pembelajaran dilaksanakan. Kurikulum 1975 mulai mengenal PPSI(Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) d) Kurikulum tahun 1984 Pola pembelajaran dua arah yakni siswa ikut aktif dalam mempelajari mata pelajaran tertentu. Kurikulum 1984 mengenal adanya sistem semester untuk jenjang SMP dan SMA sedangkan SD catur wulan (cawu). e) Kurikulum tahun 1994 Ada pengembangan kurikulum pada tahun 1994 yakni: 1. Adanya penerapan muatan lokal 2. Konsep link dan match (keterkaitan dan kesepadanan) antara penddikan dengan dunia kerja. 3. Peningkatan wajib belajar yang awalnya 6 tahun menjadi 9 tahun. f) Kurikulum tahun 1999



Karena adanya era reformasi maka Kurikulum 1999 disebut kurikulum suplemen yaitu adanya pelajaran yang bisa tetap diajarkan dan ada yang tidak yakni pelajaran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. g) Kurikulum tahun 2004, Kurikulum Berbasis Kopetensi (KBK) Ciri khusus KBK yakni: 1. Lebih memgutamakan kemampuan 2. Menekankan bantuan alat 3. Evaluasi lebih menekankan kepada kemampuan atau percepatan masing-masing siswa. 4. Berbasis kinerja: lebih menekankan kinerja. h) Kurikulum tahun 2006/2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) KTSP memberikan kebebasan pada masing – masing sekolah, KTSP memberikan kebebasan atau otonomi pada tingkat sekolah. Artinya kepada sekolah dan guru memiliki keluasan dalam mengembangkan kurikulum secara tepat dan proporsional.



D. Kesimpulan Berbagai jenis kurikulum dari baik dari Separated Curriculum, Correlated Curriculum, Broad Fields Curriculum, Integrated Curriculum semua itu bertujuan untuk mencapai sistem belajar mengajar yang efektif dan efisien bagi pendidik dan peserta didik. Model pengembangan kurikulum merupakan alternatif guna untuk mendesain (designing), menerapkan (impelementation), dan mengevaluasi (evaliatoon) suatu kurikulum. Banyak macam model pengembangan kurikulum yakni: The administrative model, The grass roots model, Beauchamp‟s system, The demonstration model, Roger‟s interpersonal relations model, Model Hilda Taba. Pengembangan kurikulum di Indonesia dari tahun 1964 sampai dengan tahun 2006/2007 yakni dari kurikulum sistem guru mengajarkan muridnya dengan sistem satu arah (guru aktif dan murid pasif), mulai pengenalan sistem semesteran bagi SMP dan SMA dan cawu bagi tingkat dasar (SD), adanya sistem wajib belajar 9 tahun, kemudian adanya sistem kurikulum berbasis kopetisi (KBK), sampai pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).



DAFTAR PUSTAKA Abdullah Idi, 2011, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, Ar-Ruzz Media: Jogjakarta M. Saekan Muchith, 2011, PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI, NORA MEDIA ENTERPRISE: Kudus, Nana Syaodih Sukmadinata, 2000, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT REMAJA ROSDAKARYA : Bandung, S. Nasution, 1993, PENGEMBANGAN KURIKULUM, PT. Citra Aditya Bakti: Bandung Sukiman Danang. 2006. Telaah Kurikulum. Pustaka : Jakarta, Haris Kurniawan, 2012, Model Pengembangan Kurikulum, Retrieved 21 September2013,fromhttp://wawanhariskurnia.blogspot.com/2012/12/model-pengembangankurikulum_5.html



MAKALAH PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Setelah itu adanya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, salah satunya memuat standar isi yang didalamnya mengatur tentang pengembangan kurikulum. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, kami merumuskan rumusan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana pendekatan pengembangan Kurikulum jika dilihat dari sudut pandang kebijakan pengembangan kurikulum, pengorganisasian isi kurikulum, orientasi penyusunan kurikulum? 2. Bagaimanakah penerapan model-model pengembangan kurikulum? 3. Bagaimana prosedur umum pengembangan kurikulum? 4. Bagaimanakah fungsi dari kurikulum muatan lokal?



C. Tujuan Penulisan Makalah Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: 1. Pendekatan pengembangan Kurikulum jika dilihat dari sudut pandang kebijakan pengembangan kurikulum, pengorganisasian isi kurikulum, orientasi penyusunan kurikulum;



2. model-model pengembangan kurikulum; 3. prosedur umum pengembangan kurikulum; 4. pengertian kurikulum Muatan Lokal. D. Manfaat Penulisan Makalah Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis makalah ini berguna sebagai mengetahui pendekatan, model, dan prosedur pengembangan kurikulum. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. penulis, sebgai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang konsep pendekatan, model, dan prosedur pengembangan kurikulum; 2. pembaca, sebagai media informasi tentang konsep pendekatan, model, dan prosedur pengembangan kurikulum baik secara teoretis maupun secara praktis. E. Metode Penelitian Metode yang digunakan penulis pada makalah ini yaitu menggunakan metode kepustakaan, yaitu mencari sumber dari buku atau media, baik konvensional maupun elektronik.



BAB II PEMBAHASAN



A. Pendekatan Pengembangan Kurikulum. 1. Sudut pandang kebijakan pengembangan kurikulum. Somantrie ( dalam http://dedyamrilismail.blogspot.com) menyatakan bahwa analisis kebijakan pengembangan kurikulum dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : a.



Analisis kebutuhan.



b. Merumuskan kebutuhan dan desain kurikulum. c.



Menyusun kurikulum, yang memanfaatkan pengalaman atau kajian para ahli kurikulum. Untuk itu dalam menyusun kurikulum perlu ditelaah tiga sumber penentuan tujuan yang harus dicapai sekolah.



d. Unsur yang terlibat dalam pengembangan kurikulum.



Nana Syaodih Sukmadinata (Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum-Teori dan Praktek, 2011, p. 155) mengemukakan”…dalam mengembangkan kurikulum banyak pihak yang berturut berpartisipasi, yaitu administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru guru dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat”. a.



Administator Pendidikan Terdiri atas direktur bidang pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kepala kantor wilayah, kepala kantor kabupaten, dan kecamatan serta kepala sekolah.



b. Para ahli Terdiri dari ahli pendidikan, ahli kurikulum, dan ahli bidang studi/ disiplin ilmu. c.



Peranan Guru Guru sebagai perencana, pelaksana, dan pengembang kurikulum di kelasnya. Dia juga mengolah dan meramu kembali kurikulum dari pusat yang disajikan di kelasnya.



d. Orang tua murid Dalam hal ini tidak semua orang tua berperan aktif hanya saja orang tua yang cukup waktu dan latar belakang yang memadai. Orang tua dan guru ini saling bekerjasama. Orang tua mengamati perkembangan anaknya di rumah. Jadi pada intinya orang tua itu juga sangat berpengaruh untuk pelaksanaan Kurikulum berjalan dengan sepenuhnya. e.



Tokoh- tokoh masyarakat Mungkin sama saja seperti orang tua di rumah. Karena Orang tua serta tokoh-tokoh masyarakat ini berada di luar sekolah namun tetap saja peran orang tua lebih kuat dari tokoh-tokoh masyarakat.



f.



Beberapa pengaruh terhadap pengembangan kurikulum. Menurut Dedy Amril Ismail (Ismail, 2009) menurutnya, “pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik secara langsung maupun tidak. Pengaruh langsung misalnya datang dari lembaga eksekutif dan legislatif yang mempunyai kepentingan dengan kurikulum. Pengaruh tidak langsung datang dari masyarakat yang merasa langsung atau tidak langsung terlibat atau mempunyai kepentingan”.



2. Sudut pandang kebijakan pengorganisasian isi kurikulum. Pengorganisasian kurikulum berkenaan penjurusan dan ada juga yang berkenaan dengan isi kurikulum atau bahan ajar. Pengorganisasian isi kurikulum yang biasa, yaitu yang dikelompokan berdasarkan mata pelajaran atau biasa disebut seprated subject curriculum, dan juga pengorganisasian yang bersifat terpadu.



Menurut Rusman (Rusman, 2009, p. 27), “…organisasi kurikulum harus mempertimbangkan dua hal: pertama, berguna bagi siswa sebagai individu yang dididik dalam menjalani kehidupannya dan kedua, isi kurikulum tersebut harus siap untuk dipelajari siswa”. Organisasi isi kurikulum dilandasi oleh landasan logis dan psikologis. 3. Sudut pandang orientasi penyusunan kurikulum. Menurut Sukadinata (Musthofa, 2012), ”…mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum adalah penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curriculum improvement)”. Pengembangan kurikulum merupakan penyusunan seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, hingga pedoman pelaksanaannya. Hal lain yang berkenaan dengan penjabaran kurikulum (GBPP) yang telah disusun pusat menjadi rencana dan persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru, seperti penyusunan Rencana Tahunan, caturwulan, satuan pelajaran, dan sebagainya.



B. Model-model Pengembangan Kurikulm. 1. Pengembangan Kurikulum Model Humanistik Mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan. Peserta didik menjadi subjek yang pusat kegiatan pendidikan, agar mempunyai kemampuan, potensi dan kekuatan untuk berkembang. Tugas pendidik hanya menciptakan situasi yang permisif dan mendorong peserta didik untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri. Kurikulum model humanistik menjadikan manusia yang bisa menciptakan unsur kreativitas, spontanitas, kemandirian, kebebasan, aktivitas, pertumbuhan diri, termasuk keutuhan anak sebagai keseluruhan, minat, dan motivasi intrinsik. 2. Pengembangan Kurikulum Model Subjek Akademik Dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistemisasi disiplin ilmu masing-masing. Pengembangan kurikulum subjek akademik dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu. Model kurikulum ini sangat mengutamakan pengetahuan, sehingga pendidikan diarahkan lebih bersifat intelektual. 3. Pengembangan Kurikulum Model Rekonstruksi Sosial Dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja



secara secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik. Kurikulum model ini difokuskan pada problem yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Model kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan interaksional. 4. Pengembangan Kurikulum Model Teknologis (Sistemis) Kurikulum sebagai model teknologi pendidikan menekankan pada penyusunan program pengajaran dan rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program pengajaran ini dapat menggunakan sistem saja, atau juga dengan alat atau media. Dalam konteks kurikulum model teknologi, teknologi pendidikan mempunyai dua aspek, yakni hardware berupa alat benda keras seperti proyektor, TV, LCD, radio, dan sebagainya, dan software berupa teknik penyusunan kurikulum, baik secara mikro maupun makro.



Model-model pengembangan kurikulum menurut beberapa ahli kurikulum: 1. Model Ralph W. Tyler Menurut Tyler ada empat tahap yang harus dilakukan untuk pengembangan kurikulum a.



Menentukan tujuan pendidikan Tujuan pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir peserta didik setelah mengikuti program pendidikan, sehingga tujuan tersebut harus dirumuskan secara jelas agar mempermudah tujuan untuk dicapai. Arah penentuan tujuan pendidikan ada lima faktor, yaitu: pengembangan kemampuan berpikir, membantu memperoleh informasi, sikap kemasyarakatan, minat peserta didik, dan sikap sosial.



b. Menentukan proses pembelajaran Aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang peserta didik. Dalam proses pembelajaran akan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan atau sumber belajar yang tujuannya untuk membentuk sikap, pengetahuan, dan keterampilan sehingga menjadi perilaku yang utuh. c.



Menentukan organisasi pengalaman belajar Di dalamnya harus mencakup tahapan-tahapan belajar dan isi atau materi belajar. Pengorganisasian pengalaman belajar bisa dilakukan baik secara vertical maupun horizontal, serta memperhatikan aspek kesinambungan.



d. Menentukan evaluasi pembelajaran



Jenis penilaian yang akan digunakan, harus sesuai dengan sifat dari tujuan pendidikan, materi pembelajaran, proses belajar yang telah ditetapkan sebelumnya, serta prinsip-prinsip evaluasi yang ada. 2. Model John D. Mc Neil Menurut John D. Mc Neil ada empat macam konsep kurikulum, yaitu: a.



Kurikulum Humanistik



b.



Kurikulum Rekontruksi Sosial



c.



Kurikulum Teknologi



d.



Kurikulum Subjek Akademik



3. Menurut Peter F. Olivia Perencanaan kurikulum terjadi pada berbagai tingkatan. Kurikulum dapat terlibat pada beberapa tingkat kurikulum dalam waktu yang sama. Guru yang terlibat dalam perencanaan kurikulum di tingkat kelas, guru juga yang paling berpartisipasi dalam kurikulum. Tingkat perencanaan di mana fungsi guru dapat dikonseptualisasikan sebagai sosok yang ditunjukkan.



C. Prosedur Umum Pengembangan Kurikulum Dalam pengembangan kurikulum terdapat dua proses utama yaitu Pedoman Kurikulum dan Pedoman Instriktusional. 1. Pedoman Kurikulum Pedoman kurikulum merupakan sebuah susunan untuk menentukan garis besar dari kurikulum tersebut. Dalam pedoman kurikulum meliputi : a.



Latar Belakang, berisi tentang rumusan falfasah dan tujuan lembaga pendidikan, populasi yang menjadi sasaran, rasional bidang study atau mata kuliah, serta struktur organisasi bahan pelajaran.



b. Silabus, mata pelajaran secara lebih terperinci yang diberikan yaitu ruang lingkup dan urutan penyajiannya. c.



Desain Evaluasi, strategi refisi atau perbaikan kurikulum mengenai bahan pelajaran dan organisasi bahan dan strategi instruksionalnya.



2. Pedoman Instruktional



Pedoman Instruktional bersubjek kepada pihak pengajar. Pengajar tersebut menguraikan isi dari pedoman kurikulum hingga lebih mendetail. Hal ini berfungsi agar kegiatan belajar mengajar benarbenar bersumber dari pedoman kurikulum. D. Kurikulum Muatan Lokal Di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki keanekaragaman adat istiadat, tata cara, kesenian, kerajinan, keterampilan daerah, dan lain-lain merupakan salah satu ciri khas yang memperkaya nilai kehidupan bangsa Indonesia. Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan sangat diarahkan untuk menunjang dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan setiap siswa. Di mana sekolah tempat program pendidikan yang merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu perlu disusun mata pelajaran yang berbasis muatan lokal. Di mana mata pelajaran ini pun dilandasi oleh badan hukum berupa undang-undang dan peraturan sebagai berikut, UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, undang-undang Republik Indonesia No 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 37 ayat (1) dan pasal 38 ayat (2), dan peraturan pemerintah Republik Indonesia No 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Kita ketahui bahwa pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Adapun KTSP yaitu kurikulum oprasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP juga terdiri atas tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan , kalender pendidikan dan silabus. Kedua pengertian di atas sangat erat dan penting terhadap mata pelajaran di setiap satuan pendidikan salahsatunya mata pelajaran muatan lokal. Kurikulum muatan lokal merupakan langkah strategis bidang pendidikan formal dalam mengembangkan sumber daya manusia, untuk memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan daerah dalam mengelola seluruh potensi yang dimiliki Adapun tujuan umum mata pelajaran muatan lokal ini adalah dapat menjadi acuan bagi satuan pendidikan mulai dari SD sampai SMA/SMK. Tujuan khususnya adalah untuk bekal pengetahuan, keterampilan, dan perilaku siswa agar mereka memiliki wawasan yang lebih besar tentang keadaan lingkungan, kebutuhan dan nilai-nilai yang berlaku di daerahnya serta bisa membangun pembangunan nasional. Muatan lokal merupakan salah satu kegiatan kulikuler untuk mengembangkan kompetensi siswa yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah yang materinya tidak dapat dikelompokan kedalam mata pelajaran yang ada. Muatan lokal juga merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada standar isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi kurikulum nasional. Suatu sekolah dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester hal ini berarti dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.



Ruang lingkup muatan lokal meliputi keadaan dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah disini dimana di daerah tersebut pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, sosial, ekonomi dan budaya. Kebutuhan daerah yaitu segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan sumber daya manusia yang di sesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi yang bersangkutan. Oleh karena itu mta pelajaran muatan lokal sangat berguna bagi suatu daerah. Pengembangan mata pelajaran muatan lokal dengan memberlakukan KTSP yang membawa dampak bagi sekolah dalam melaksanakan KBM sejumlah mata pelajaran, dimana hampir semua mata pelajara sudah mempunyai kopetensi dan kompetensi dasar. Sementara itu untuk mata pelajaran muatan lokal yang merupakan kegiatan kulikuler yang harus di ajarkan di kelas tidak mempunyai kopetensi dan kopetensi dasarnya. Pembangunan kopetensi dan kopetensi dasar untuk muatan lokal bukanlah pekerjaan yang mudah karena harus dipersiapkan beberapa hal untuk dapat mengembangkan mata pelajaran muatan lokal. Sama halnya dengan masalah perkembangan mata pelajaran muatan lokal di atas muatan lokal ini sepenuhnya di tangani oleh sekolah dan komite sekolah yang membutuhkan penanganan secara professional dalam merencanakan dan melaksanakannya. Hal ini yang mempunyai wewenang penuh adalah sekolah dan komite sekolah dimana penentuan kajian muatan dilaksanakan pada, tersedianya sarana prasarana, tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa. Berdasarkan kajian dari beberapa sumber di atas. berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah lain. Pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar merupakan langkah awal untuk membuat mata pelajaran muatan lokal agar dapat dilaksanakan di sekolah. Dalam hal ini silabus juga berperan penting terhadap mata pelajaran muatan lokal yang mencakup, mengembangkan indikator, mengalokasikan waktu dan lain-lain.



Berikut ini adalah hal yang harus diprhatikan dalam pelaksanaan mata pelajaran muatan lokal. 1. Sekolah yang dapat mengembangkan kopetensi dan kopetensi dasar beserta silabusnya berarti dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila sekolah belum mampu maka sebaliknya namun bisa dengan cara melakukan kegiatan yang direncanakan oleh sekolah. 2. Bahan kajian hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Pelaksanaan kegiatan belajar diatur sedemikian rupa supaya tidak memberatkan peserta didik dan menggangu penguasaan pada kurikulum Nasional. 3. Alokasi waktu untuk bahan kajian muatan lokal perlu memperhatikan jumlah minggu efektif untuk mata pelajaran lokal pada setiap semester.



Terlepas dari hal diatas dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, evaluasi dan ditindaklanjuti oleh guru. Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memerhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar. Komponen silabus minimal memuat: identitas sekolah, standar kopetensi dan kopetensi dasar, materi pembelajaran. Setelah silabus selesai dibuat guru harus merencanakan pelaksanaan pembelajaran untuk satu kali tatap muka. Penilain pencapaian kopetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan tes dan nontes mau itu berupa lisan atau tertulis, pengamatan kinerja, pengukuran sikap dan hasilkarya siswa berupa tugas.



E. Model Pengembangan Kurikulum KTSP serta Kesesuaian Isi Kurikulum dengan Keadaan di Lapangan 1. Tinjauan Teoritis Model kurikulum yang diterapkan di Indonesia saat ini merupakan kurikulum 2006 atau disebut sebagai KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). KTSP juga merupakan perbaikan dari KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi). KTSP berpacu kepada UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan dijabarkan ke dalam PP Nomor 19 tahun 2005. Arahan yang dijabarkan dalam PP Nomor 19 tahun 2005 berupa Standar Isi, Standar Proses, standar Kompetensi Kelulusan, Standar Pendidik dan tenaga kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, standar Pembiayaan dan Standar Penilaian Pendidikan. 2. Kenyataan yang ada Pada standar Isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, KTSP dan kalender pendidikan. Pada bagian kalender pendidikan seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Biasanya waktu efektif untuk belajar lebih sedikit dibandingkan dengan hari libur. Kadang kala dalam kenyataannya guru seringkali memiliki urusan pribadi yang tidak dapat ditinggalkan, sehingga berdampak kepada siswa. Jadwal tatap muka yang seharusnya dilakukan menjadi tidak terselenggarakan. Hal ini berpengaruh kepada akhir dari waktu pembelajaran. Akibat waktu yang terbatas seringkali materi yang diajarkan tidak tuntas. Standar proses KTSP berisikan kepada proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotofasi peserta didik dalam berperan aktif, memberikan ruang yang cukup, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik peserta didik. Tetapi seringkali proses pembelajaran yang dilakukan dinilai kurang menarik, guru hanya menggunakan metode ceramah di dalam kelas yang membuat peserta didik merasa bosan. Pada standar kompetensi lulusan yang diterapkan bagi SMA memiliki tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta



menerapkan ilmu, teknologi dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Jika melihat salah satu aspek seperti “berakhlak mulia” jelas sekali bahwa standar kompetensi lulusan tidak tercapai. Karena pada kenyataannya banyak sekali kecurangan terutama pada pelaksanaan UAN. Masalah-masalah yang diutarakan di atas merupakan sebagian masalah kecil yang terjadi di lapangan akibat ketidaksesuaian pengembangan kurikulum yang diterapkan dalam undang-undang dengan kenyataan yang ada. Jika ditambahkan dengan masalah standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana standar biaya serta standar lainya maka ketidaksesuain tersebut semakin bertambah jelas. 3. Hasil/ kesimpulan Model pengembangan kurikulum yang diterapkan di Indonesia berupa KTSP belum sepenuhnya diteapkan sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan adanya ketidakcocokan antara undang-undang yang berlaku dengan kenyataan di lapangan. Untuk itu perlu adanya kerjasama yang baik dari pemerintah, tenaga pendidik maupun siswa agar dapat melaksanakan pengembangan kurikulum ini dengan sebaik-baiknya. Perlu adanya suatu terobosan baru untuk menghentikan masalah yang timbul bahkan sudah seperti membudaya. Kesalahan yang dilakukan sepertinya selalu sama. Maka diperlukan adanya kesadaran dari setiap elemen yang terlibat di dalamnya.



BAB III PENUTUP A. Analisis Setelah membaca uraian pada bab sebelumnya ada beberapa hal yang kami amati yaitu pendekatan, model serta prosedur pengembangan kurikulum berpacu kepada Undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003, yang kemudian dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam penjabarannya terdapat kurikulum muatan lokal yang berfungsi sebagai penunjang keterampilan, lingkungan hidup serta kelebihan dari daerah masing-masing. Muatan lokal juga berfungsi untuk menggali bakat, pengetahuan, serta kreatifitas siswa terhadap potensi daerahnya. Dalam pelaksanaan pengembangan kurikulum di Indonesia digunakan model pengembangan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). KTSP yang berlandaskan kepada undang-undang sisdiknas nomor 20 tahun 2003 serta penjabaran dari peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 memiliki sejumlah permasalahan. Permasalahan ini dikarenakan ketidaksesuaian dengan kondisi di lapangan. Kemungkinan ketidaksesuaian ini dikarenakan pihak-



pihak yang terlibat dalam proses pengembangan kurikulum tidak mengerti atau tidak memahami landasan hukum yang ada. Sehingga terjadilah sejumlah pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Menindaklanjuti permasalahan di atas seharusnya adanya sebuah ketegasan dan kerjasama dari pemerintah serta tenaga kependidikan untuk mencapai tujuan dari landasan hukum yang ada. Serta adanya sejumlah perbaikan-perbaikan yang mengakibatkan kejadian serupa tidak terulang kembali. B. Kesimpulan Berdasarkan uraian bab sebelumnya kami dapat mengemukakan simpulan sebagai berikut. 1. Pendekatan Pengembangan Kurikulum jika dilihat dari berbagai sudut kebijakan, berisiskan berbagai hal dalam pengembangan kurikulum khususnya unsur yang terlibat dalam pengembangan kurikulum, organisasi isi kurikulum yang mencakup bisa dikatakan konten materi, dan orientasi penyusunan kurikulum atau bisa dikatakan orientasi pengembangan kurikulum. 2. Secara umum model-model pengembangan kurikulum berdasarkan kepada empat aspek model humanistic, model subjek akademik, model rekonstruksional social dan model teknologis. Model tersebut berdasarkan kepada pendapat seorang ahli yaitu John D. Mc Neil. Selain dari model tersebut terdapat juga sejumlah ahli seperti Ralph W Tyler serta Peter F Olivia. Indonesia sendiri menerapkan gabungan dari model-model yang tercantum tersebut. Di Indonesia mengembangkan empat tahapan yang dirumuskan oleh Ralph W Tyler. Kemudian guru juga dapat berperan aktif dalam pengembangan kurikulum sesuai dengan pendapat Peter F Olivia. Tidak luput juga dengan model pengembangan kurikulum yang oleh John D Mc Neil. 3. Dalam prosedur pengembangan kurikulum terdapat dua proses yaitu pedoman kurikulum dan pedoman instruksional. Pedoman kurikulum berisi mengenai latar belakang silabus serta evaluasi yang mengacu kepada perencanaan pengembangan kurikulum yang ada. Sementara pedoman instruksional bersubjek kepada guru selaku orang yang melakukan penguraian isi dari kurikulum hingga lebih mendetail. 4. Fungsi dari adanya muatan lokal yaitu untuk memperluas pengetahuan siswa sesuai dengan kondisi daerahnya. Muatan lokal merupakan salah satu sarana untuk siswa dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan seni yang dimiliki oleh potensi daerah masing-masing. Penerapan kulikuler muatan lokal antara satu daerah dengan daerah lain berbeda.



DAFTAR PUSTAKA



Ismail, D. A (2009, November 3) kebijakan-pengembangan-kurikulum. Retrieved September 23, 2012, from www.dedyamrilismail.blogspot.com:http://dedyamrilismail.blogspot.com Kusdi Raharjo, d. (2011, Juni). Pengembangan-Kurikulum. Retrieved September 22, 2012, from www.wempi.staff.ub.ac.id: http://wempi.staff.ub.ac.id Mahuri. (2011, Juni 23). Model Pengembangan Kurikulum yang Sering Digunakan di Indonesia. http://mahurianasla.blogspot.com Musthofa, M. Z. (2012, Januari 10). Pendekatan Pengembangan Kurikulum. Retrieved September 22, 2012, from www.willzen.blogspot.com: http://willzen.blogspot.com Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Rusman. (2009). Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers. Sukmadinata, N. S. (2011). Pengembangan Kurikulum-Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Junaidi, Wawan (2012, Februari 21) Proses Pengembangan Kurikulum. http://wawanjunaidi.blogspot.com http://sauronaqila.blogspot.com/2013/04/makalah-pengembangan-kurikulum-dan.html



menterian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Republik Indonesia kembali membuat kurikulum baru yang akan menjadi kurikulum pendidikan kesebelas selama negara Indonesia berdiri. Sayangnya, kesiapan pelaksanaan kurikulum yang rencana pelaksanaannya menghabiskan rupiah hingga 2.49 triliun ini masih meragukan. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum pendidikan terbaru yang rencananya akan mulai diterapkan pada tahun ajaran 2013/2014 mendatang. Menurut bahan uji publik Kurikulum 2013 yang diterbitkan pemerintah pada bulan November 2012, perubahan ini adalah amanat perubahan metodologi pembelajaran dan penataan kurikulum dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2010-2014. Selain itu, perubahan dilakukan sebagai penyempurnaan kurikulum dengan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010. Dalam sejarahnya, Indonesia pernah memiliki kurikulum Rencana Pelajaran Terurai (1947), Rencana Pendidikan Dasar (1964), Kurikulum Sekolah Dasar (1968), Kurikulum Proyek Perintisan Sekolah Pembangunan atau PPSP (1973), Revisi Kurikulum Sekolah Dasar (1975), Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Revisi Kurikulum 1994 atau yang dikenal dengan Kurikulum 1997, Kurikulum Berbasis Kompetensi atau KBK (2004), dan kurikulum terakhir yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP (2006). Dalam bahan uji publik Kurikulum 2013 juga disebutkan landasan filosofis atas perubahan kurikulum, yaitu adanya kebutuhan akan pendidikan yang berorientasi pada pengembangan kompetensi. Filosofi pendidikan yang dijalankan berbasis pada nilai-nilai luhur, akademik, juga kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Ditemui di kantornya yang berada di bilangan Sudirman, Kepala Sub-Bagian Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Kemdikbud, Didik Prangbakat menerangkan



bahwa perubahan yang ada dalam Kurikulum 2013 dibuat untuk meringankan beban guru maupun siswa dalam pembelajaran.



Beberapa masalah dalam kurikulum sebelumnya juga menjadi alasan atas perubahan yang dilakukan. Disebutkan dalam bahan uji publik Kurikulum 2013, Kurikulum 2006 dianggap belum sepenuhnya berbasis kompetensi dan memiliki kekurangan dalam hal konten serta materi. “Selama ini kurikulum dirasa sangat berat, jadi kami kurangi baik dari segi konten dan metodologi pembelajarannya. Untuk SD kita kurangi beberapa bab dan materi-materi yang kira-kira dapat kita ajarkan di SMP dan SMA,” jelas Didik. Kurikulum 2006 juga dianggap mengerucut pada aspek pengetahuan. “Kalau dulu penekanannya lebih kepada pengetahuan, nanti penekanannya lebih ke sikap, kedua keterampilan, ketiga baru pengetahuan,” paparnya.



Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Mohammad Nuh mengatakan bahwa perubahan kurikulum dirasa perlu sebagai jawaban atas tantangan zaman. Dalam dokumen wawancara di laman kemdikbud.go.id, Nuh menekankan bahwa perubahan zaman menuntut perubahan sistem. “Nanti kita akan memproduksi generasi yang usang, yang tidak cocok dengan zamannya. Akibatnya, nanti jadi beban. Termasuk tidak terserap di ketenagakerjaan,” terang Nuh memaparkan alasannya melakukan perubahan kurikulum. Bagaimana Kurikulum 2013 untuk Sekolah Dasar?



Penerapan Kurikulum 2013 akan membawa beberapa perubahan dalam proses kegiatan belajar-mengajar. Salah satunya adalah penerapan metode tematik-integratif untuk kelas satu sampai tiga SD, yaitu integrasi beberapa mata pelajaran dengan penekanan pada tema tertentu. Nantinya, materi Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial akan diintegrasikan dengan mata pelajaran lainnya. “Misalnya ketika kita berbicara tentang „diriku,‟ di situ ada muatan matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan seterusnya,” jelas Didik. Dengan metode tematik-integratif, mata pelajaran yang tadinya berjumlah sepuluh akan diringkas menjadi enam saja mencakup Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni dan Budaya, Olahraga dan Pendidikan Kesehatan.



Terkait metode tematik-integratif, Darmaningtyas selaku pemerhati pendidikan dan anggota tim pengembang Kurikulum 2013 berpendapat bahwa metode ini cocok diterapkan di bangku SD. “Kelas satu sampai tiga SD sebaiknya fokus pada Calistung (baca, tulis, dan berhitung) saja,” ucapnya. Metode ini pun menuntut para guru untuk memfasilitasi proses pengajaran. “Kalau guru tidak punya pengetahuan yang luas, belajar akan kering, tidak menarik,” ungkap Darmaningtyas. Oleh karena itulah program pelatihan guru dianggap Darma menjadi sangat penting, agar guru dapat mengetahui bagaimana cara untuk menyeimbangkan tema-tema yang sudah disusun di buku.



Menanggapi penerapan Kurikulum 2013, guru kelas dua SDN 01 Cipedak Jakarta Selatan, Adisti, merasa bingung apabila metode tematik integratif benar-benar diterapkan. “Kalau dilihat dari tingkat kesulitannya memang sangat sulit, sebab ada beberapa yang harus digabungkan mata pelajarannya,” ujar Adisti. Sampai saat ini ia merasa bahwa sosialisasi yang disampaikan masih kurang dan belum ada kabar kapan pemerintah akan mengadakan pelatihan untuk guru terkait penerapan Kurikulum 2013.



Hal lain yang menjadi sorotan dalam Kurikulum 2013 ialah penambahan jam belajar. Kegiatan belajar di SD akan bertambah empat jam per minggu. Berdasarkan berkas publikasi Kurikulum 2013, hal ini dilakukan karena perubahan proses pembelajaran dan proses penilaian memerlukan penambahan jam belajar.



Ditanya pendapatnya mengenai hal ini, Darmaningtyas justru mengaku bingung dengan kebijakan pemerintah menambah jam pelajaran. “Kalau memang ingin mengembangkan proses, ya justru seharusnya proses itu diperlonggar bukannya ditambahin materi, ditambahin jam,” ucapnya sambil mengerutkan dahi. Ia juga berpendapat bahwa semakin lama anak berada di sekolah, maka anak akan menjadi semakin kuper (kurang pergaulan) dan kurang mengenal lingkungan di sekitarnya. “Apa peran orang tua dan masyarakat dalam pencerdasan anak? Tapi karena ini sudah diputuskan secara politik, kita harus terima,” keluh Darmaningtyas.



Tommy Awuy, pengajar filsafat di Fakultas Ilmu Budaya UI memiliki pandangan sendiri mengenai Kurikulum 2013. “Baru baca satu dua pasal saya sudah muak dengan draf ini,” ujar Tommy tegas. Ia mengkritik frasa „rasa syukur terhadap Tuhan‟, kondisi yang dianggapnya sudah pasti tetapi disebutkan berulang kali di dalam pasal draf, “ini jelas membatasi kritisisme kita, Siswa didik seharusnya mampu mendapatkan pengetahuan yang murni dari kritisisme terhadap sesuatu sehingga mendapatkan kesimpulan yang matang dan argumen yang kuat dan rasional untuk mendapatkan ilmu.”



Pengajar yang dikenal dengan aktivitasnya di media sosial ini pun menyoroti bahwa sejak awal pendidikan Indonesia sudah dikomodifikasi sedemikian rupa. “Kurikulum kita dari dulu kala itu mempersiapkan anak didik untuk jadi birokrat, bukan mempersiapkan daya kritis anak,” tambahnya. Tommy juga mengatakan bahwa pada dasarnya pendidikan di Indonesia tidak pernah lepas dari politik dan kekuasaan. “Hasilnya? Ya pejabat sekarang ini, tetap saja korup bukan?” lontar Tommy.



Masalah Anggaran



Selain materi rencana kurikulum, anggaran pelaksanaan juga dianggap beberapa kalangan tidak luput dari masalah. Indonesian Corruption Watch (ICW) yang aktif mengawasi rencana Kurikulum 2013 bersama sejumlah kalangan yang menamakan diri Koalisi Tolak Kurikulum, nyinyir atas rencana Kemdikbud yang labil. Pada awalnya, Kemdikbud mengajukan dana pelaksanaan rencana sebanyak tiga kali, dari usulan 684 milyar dan membengkak sampai 2,49 triliun. Namun usulan hanya disetujui DPR sebesar 631 miliar. Merasa kekurangan, Kemdikbud mencoba menggunakan DAK (Dana Alokasi Khusus) pada APBN dan dana melekat Kemdikbud untuk memenuhi anggaran. Dana melekat sendiri adalah dana yang masuk dalam rencana anggaran Kemdikbud yang digunakan untuk urusan di luar rencana kurikulum. Sampai sekarang, usulan tambal sulam itu belum disetujui oleh DPR. Anggota dewan hanya menyarankan Kemdikbud berkoordinasi dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) terlebih dahulu perihal status hukumnya.



Usaha Kemdikbud yang mencoba menggunakan DAK dan dana melekat ditanggapi miring oleh anggota badan pekerja ICW divisi monitoring pelayanan publik, Siti Juliantari. “Tidak dibenarkan jika mengacu UU Keuangan nomor 17 tahun 2003, sehingga kami mencoba melobi DPR agar menahan anggaran tersebut karena beberapa kejanggalan tentang Kurikulum 2013.” UU nomor 17 tahun 2003 mengatur bahwa perubahan anggaran yang sudah ditetapkan dalam APBN harus melalui persetujuan DPR. Ketika wacana ini dikonfirmasi, Didik Prangbakat selaku Kepala Sub-Bagian Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Kemdikbud tidak bisa memberikan komentar. “Mengenai dana saya tidak bisa memberi tahu, karena bukan wewenang saya,” jawabnya.



Untuk mendukung pelaksanaan rencana kurikulum, pemerintah menargetkan pencetakan buku pada Juli 2013. Target ini dirasa melompati kesepakatan kebijakan kurikulum yang tidak kunjung rampung. Siti Juliantari mengungkapkan bahwa masalah tender pencetakan buku dengan anggaran sebesar 1,2 triliun rawan penyimpangan karena berpacu dengan waktu yang semakin sempit. “Juli 2013, buku sudah harus jadi dan terdistribusi hingga pelosok Indonesia. Yang dikhawatirkan proses lelang tidak berjalan sesuai aturan,” tegas Tari.



Saat ini, Kemdikbud belum melakukan tender buku untuk Kurikulum 2013. “Sampai sekarang buku masih dalam proses perumusan,” kata Didik. Buku yang sedang digarap sekarang ini masih harus melewati penilaian untuk kemudian dapat dilakukan tender terbuka. Tari beranggapan bahwa buku belum selesai ditulis karena dokumen kurikulum masih bergantiganti. “Kurikulum ini hanya proyek saja, karena substansi kurikulumnya masih amburadul, hanya mengejar pengadaan buku dan pelatihan guru yang sering sekali dikorupsi,” ujar peneliti yang juga alumni dari Departemen Kriminologi FISIP UI ini.



Mahasiswa UI Ilmu Politik 2010 Gusti Raganata juga mengasumsikan hal serupa. “Kalau dari sisi politik, ini seperti bukan untuk perubahan, tapi lebih ke arah peninggalan rezim,” ujarnya. “Gue sih gak setuju dengan penerapan Kurikulum 2013, karena kalau ganti kurikulum berarti ganti buku dan ada kerja sama dengan percetakan baru.” Gusti merasa bahwa yang diuntungkan nantinya adalah para produsen buku.



***



Artikel ini juga dapat dibaca di Liputan Khusus buletin Gerbatama edisi Mei 2013 produksi Suara Mahasiswa UI. Rubrik Ekopolkum.



Di Luar Redaksi: Temuan Baru yang Menakjubkan



Ini adalah reportase yang memakan waktu paling lama sejauh ini. Saya ditugaskan sejak Maret tapi baru selesai di akhir April dan naik cetak di bulan Mei. Kalau dilihat dari momentumnya, lebih tepat sih, sebab di bulan Mei ada Hari Pendidikan Nasional. Awal dapat penugasan ini, saya sedikit waswas. Soalnya cakupan isunya nasional dan daftar narasumbernya cukup panjang. Saya yang masih pemula merasa belum punya kapasitas cukup saat itu, apalagi awal ditugaskan saya sama sekali



gak paham seluk beluk perubahan kurikulum dan isi kurikulum 2013. Jadilah saya dan Aji — rekan meliput kali ini — mencoba menggali informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber dan mencoba memahaminya.



Karena banyaknya materi, dan stagnannya perkembangan liputan akibat bertele-telenya birokrasi pengajuan surat wawancara kepada deretan orang kementerian itu ditambah lelahnya bolak balik Depok – Gunung Sahari – Sudirman – Depok, telpon sana sini hingga pulsa habis berkali-kali, ya, saya sempat demot. Belum lagi urusan lain-lainnya yang cukup ganggu waktu liputan saya ini. Sempat ditegur Pemred Gerbatama karena dia merasa saya kurang giat.



Di saat saya demot, saya sempat tinggalkan liputan ini. Saat itu, saya ditugaskan untuk meliput berita lain oleh lembaga pers lain tempat saya menjadi kontributor. Saya senang dan antusias sekali sebab saya ditugaskan untuk bertemu Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Soalnya, saya ngefans sama beberapa tulisan buah pemikiran beliau. Bisa bertemu dan meliput kuliah eksklusif beliau di dalam ruang utama di Dekanat FE UI jadi kesempatan berharga buat diri saya. Bahkan saya sempat senyum-senyum maksimal saat bisa duduk di antara Dekan, Dewan Guru Besar, para Profesor FE, dan ahli-ahli ekonomi di ruangan kecil itu. Maklum, dulu saya bercita-cita jadi ahli ekonomi dan sempat ingin kuliah di Ilmu Ekonomi UI, tapi gak jadi karena saya lebih berminat kuliah di FISIP.



Saat itu, saya sama sekali gak inget lagi liput kurikulum 2013. Saya terlalu fokus sama bahasan yang lagi diangkat. Seusai kuliah, saya dapet kesempatan menyapa singkat beliau saat ambil makan siang. Gak berapa lama, orang-orang dewasa muncul dan ajak obrol dan makan bareng beliau. Ya sudah, saya pulang karena saya sudah selesai liputan.



Pas di jalan saya baru sadar. Alamak! Kenapa saya tadi gak tanya pendapat beliau perihal Kurikulum 2013? Padahal berita saya akan lebih kaya lagi nilainya jika seorang mantan Mendikbud saya kutip pendapatnya melalui wawancara singkat. Ya sudahlah ya, mungkin ini juga teguran biar saya fokus dan gak demot demot lagi. Cukup jadi kisah mengesankan yang sekaligus saya sesali dalam rentang waktu pengerjaan reportase ini.



Ada lagi cerita saat saya dan Aji demot di kantor Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Saat itu Aji ajak saya untuk duduk di depan gedung. Sambil ngerokok dia nanya saya, ―Din, apa yang akan kita lakuin kalau kita wartawan profesional?‖ Pertanyaan itu menggelitik saya. Aji gak punya jawabannya. Saya jawab, ―Gue gak tau mereka bakal ngapain, tapi yang pasti mereka gak akan nyerah dan selalu punya akal.‖ Saya langsung bangun dan ninggalin Aji sendirian. Apa yang saya lakukan? Naik ke lantai empat, mengendap-endap, dan langsung nerabas masuk ke kantor yang bersangkutan tanpa peduli izin perizinan. Sampai sekarang saya masih gak paham yang saya lakuin itu bijak atau enggak. Biasalah, pewarta muda yang gejolaknya masih ababil.



Ada lagi hal yang menarik. Ingat Ibu Adisti, guru SD yang saya kutip di artikel atas? Dia adalah wali kelas adik saya. Pas saya mau wawancara beliau, saya bingung. Bingung karena saya disuruh nunggu depan toilet. Pas saya perhatiin, ternyata toilet tidaklah lagi menjadi toilet. Melainkan disulap menjadi ruang kerja Bu Adisti. Saya masuk dengan perasaan canggung, duduk di depan meja kerjanya. Terlihat dua bilik yang pintunya ditutup rapat, dan WC berdiri untuk laki-laki



yang diisi dengan sepasang sepatu putih berhak dan sepasang sepatu coklat di bagian atasnya. Ruang toilet ini terlihat bersih dan belum berapa lama dipakai, meski sedikit-sedikit saya bisa hirup bau toilet yang tidak menyenangkan.



Pertanyaan pertama saya jelas, ―Kok kita sedang berada di toilet laki-laki?‖



Dia menjawab dengan air muka yang sama sekali tak berubah, seolah pertanyaan saya begitu biasa. ―Saya guru baru, tidak punya meja di ruang guru. Makanya saya dikasih meja kerja di sini.‖