Pengembangan Penilaian Tes Objektif [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kelompok: 2 Nama: 1. Diaz Firyal Afifah



1810631050078



2. Dyah Haerunnisa



1810631050139



3. Siti Hujaemah



1810631050038



4. Riska Adetia



1810631050191



5. Yuni Sonia Marbun



1810631050058



Kelas: 5E PENGEMBANGAN PENILAIAN TES OBJEKTIF



A. Pengertian Tes Objektif Tes objektif yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer test) tes ya-tidak (yes-no test) dan test model baru (new tipe test) adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (item) yang dapat jawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu jawaban (atau lebih) di antara beberapa kemungkinan jawaban yang dapat dipasangkan pada masing-masing items atau dengan cara mengisikan (menuliskan) jawaban berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan untuk masing-masing butir items yang bersangkutan. Dilihat dari sistem penskorannya, tes objektif akan menghasilkan skor yang sama. Sebagaimana nama yang digunakannya, soal objektif adalah soal yang tingkat kebenarannya objektif. Oleh karenanya, tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif (Arikunto, 1995: 165). Karena sifatnya yang objektif maka penskorannya dapat dilakukan dengan bantuan mesin. Soal ini tidak memberi peluang untuk memberikan penilaian yang bergradasi karena dia hanya mengenal benar dan salah. Apabila respons siswa sesuai dengan jawaban yang dikehendaki maka respons tersebut benar dan biasa diberi skor 1. Apabila kondisi yang terjadi sebaliknya, maka respons siswa salah dan biasa diberi skor 0. Jawaban siswa bersifat mengarah kepada satu jawaban yang benar (convergence). Merujuk kepada berbagai pendapat tentang tes objektif dapat diambil kesimpulan bahwa tes objektif adalah tes yang semua informasi yang diperlukan peserta tes untuk



memberikan respon telah disediakan oleh penyusun tes, sehingga peserta tes tinggal memilihnya. Jawaban yang berupa pilihan bersifat deterministik, sehingga hanya ada dua kemungkinan kebenaran jawaban – benar atau salah.



B. Penggunaan Tes Objektif Tes hasil belajar bentuk objektif sebagai salah satu bentuk tes hasil belajar tepat digunakan apabila tester berhadapan dengan kenyataan-kenyataan disebutkan berikut ini: 1.



Peserta tes jumlahnya cukup banyak



2.



Penyusun tes (tester) telah memiliki kemampuan dan bekal pengalaman yang luas dalam menyusun butir-butir tes obyektif.



3.



Penyusunan tes memiliki waktu yang cukup longgar dalam mempersiapkan penyusunan butir-butir soal test objektif.



4.



Penyusun tes merencanakan, bahwa butir-butir tes soal objektif itu tidak hanya akan dipergunakan dalam satu kali tes saja melainkan akan dipergunakan lagi dalam kesempatan tes hasil belajar yang akan datang.



5.



Penyusunan tes mempunyai keyakinan penuh bahwa dengan menggunakan butirbutir soal tes objektif yang disusunnya itu akan dapat dianalisa dalam rangka mengetahui kualitas butir-butir itemnya, misalnya dari segi derajat kesukaran, daya pembedanya dan sebagainya.



6.



Penyusunan tes objektif berkeyakinan bahwa dengan menggeluarkan butir-butir soal tes objektif maka prinsip objektivitas akan lebih mungkin untuk diwujudkan ketimbang menggunakan butir-butir soal tes subjektif.



C. Kelemahan dan Kelebihan Tes Objektif Berikut kelemahan dan kelebihan tes objektif menurut Arikunto (2009: 164-165). a. Kelemahan tes objektif 1. Membutuhkan persiapan penyusunan soal yang sulit. 2. Soalnya cenderung mengungkapkan ingatan dan sukar mengukur proses mental. 3. Banyak kesempatan untuk main untung-untungan.



4. “Kerja sama” antarsiswa dalam mengerjakan tes lebih terbuka. b. Kelebihan tes objektif 1. Mengandung banyak segi positif, lebih representatif, dan objektif. 2. Pemeriksaan lebih mudah dan cepat. 3. Pemeriksaan dapat diserahkan pada orang lain. 4. Tidak memiliki unsur subjektifitas dalam proses pemeriksaan.



D.



Jenis-jenis Tes Objektif Menurut Arikunto (2009:165) jenis-jenis tes objektif adalah sebagai berikut: 1. Tes Benar Salah (True-False) Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan. Pernyataan tersebut ada yang benar ada yang salah. Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masingmasing pernyataan tersebut dengan melingkari (B) untuk pertanyaan yang betul menurutnya dan (S) untuk pernyataan yang salah. Ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun item-item true-false, antara lain adalah sebagai berikut: a) Janganlah mempergunakan statemen yang dobel. Tiap true-false hendaknya mengemukakan satu konsep. Mempergunakan dua konsep dalam satu statemen dapat membingungkan peserta didik. b) Janganlah mempergunakan kalimat-kalimat yang terlalu panjang yang dapat membingungkan peserta didik. c) Jangan mempergunakan statemen-statemen yang langsung diambil dari buku. Penggunaan



statemen-statemen



yang



langsung



diambil



dari



buku



mengandung kecenderungan bahwa peserta didik akan menghafal secara verbalis. d) Hindarilah penggunaan negatif rangkap (double negatif). Contohnya sebagai berikut: B–S



Bilangan prima adalah bilangan asli yang lebih besar dari angka 1, yang



faktor pembaginya adalah 1 dan bilangan itu sendiri. B–S



120 + 40 – 32 = 145



2. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test) Tes pilihan ganda terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Tes ini terdiri dari keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan jawaban terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distructor). Ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun item multiple choice, antara lain adalah : a) Tiap-tiap item hendaknya terdiri dari satu pokok problem. b) Panjang masing-masing option hendaknya masing-masing sama. Jangan ada kecenderungan bahwa option yang benar selalu lebih panjang daripengecoh atau sebaliknya. c) Semua option hendaknya mempunyai hubungan gramatika yang benar dan relevan dengan stem. Checklah setiap item dengan membaca item yang langsung dihubungkan dengan setiap optionnya secara teliti. d) Sedapat mungkin buatlah option yang sesingkat singkatnya. Keteranganketerangan yang panjang lebih baik diletakkan pada stem. Hal ini akan lebih menghemat ruang dan waktu, serta akan menjadi lebih jelas problemnya. Contohnya sebagai berikut: Jika H = { huruf pembentuk kata “PENDIDIKAN” } maka n(H) = ..... a. 6 b. 7 c. 8 d. 9 e. 10



3. Menjodohkan (Matching Test) Matching tes terdiri atau satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban. Tugas murid adalah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban, sehingga sesuai atau cocok dengan pertanyaannya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan item-item matching, yaitu :



a) Problem - problem yang dikemukakan



dalam item matching hendaknya



terdiri dari problem yang sejenis. Nama dengan nama, tempat dengan tempat, waktu dengan waktu dan serbagainya. b) Letakkanlah item-itemnya pada kolom sebelah kiri dan berilah nomor urut. Optionnya diletakkan pada kolom sebelah kanan dan diberi tanda dengan urutan abjad. c) Susunlah item-itemnya dengan optionnya secara sistematis. Apabila terdiri dari angka-angka, maka susunlah mulai dari angka terbesar. Apabila terdiri dari nama-nama susunlah menurut abjad. d) Janganlah membuat pasangan yang telalu banyak dalam sebuah item. Menurut Remmers “The number of response alternatives should seldom be greater than ten (Remmers, 1960 : 241). Adalah lebih baik dua matching yang pendek daripada sebuah matching yang panjang. Matching yang panjang terlalu banyak menghabiskan waktu untuk



menemukan pasangan yang



benar. Untuk memudahkan pemberian skor matching biasanya terdiri dari 3 problem dengan lima option. e) Jangan menulis sebuah item matching yang bersambung ke halaman berikutnya. Hal ini bisa membingungkan peserta didik. Contohnya sebagi berikut: Soal



Jawaban a.



27



1.



Contoh bangun datar



b.



4



2.



Jumlah sisi trapesium



c.



Luas alas x Tinggi



3.



Besar sudut segitiga siku-siku



d.



Bola



4.



33 adalah



e.



90°



5.



Rumus menghitung volume tabung



f.



Persegi



4. Tes Isian (Completion Test) Completion test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini



merupakan pengertian yang kita minta dari murid. Ada beberapa saran yang dapat dikemukakan dalan menyusun item completion : a) Janganlah mempergunakan statemen yang langsung diambil dari buku. b) Statemen



yang



dikemukakan



hendaknya



hanya



mengandung



satu



kemungkinan jawaban yang dapat diterima. c) Titik-titik yang disediakan hendaknya sama panjang. Apabila panjangnya titik-titik yang disediakan tidak sama, peserta didik seolah-olah diberi petunjuk tentang panjangnya jawaban yang diminta. Titik-titik yang disediakan pada semua item harus cukup panjang untuk bisa menuliskan jawaban yang terpanjang dalam tes tersebut. Contohnya sebagai berikut: a. 8 orang anak memiliki cokelat sebanyak 256 buah. Rata-rata cokelat yang dimiliki masing-masing anak adalah .......................... b. Sebuah dadu dilempar satu kali, maka peluang munculnya mata dadu dengan angka prima adalah ..........................



E. Syarat dan Langkah Dalam Penyusunan Tes Objektif Secara umum syarat-syarat penyusunan tes objektif, dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Tiap bentuk tes objektif harus di dahului dengan “petunjuk” bagaimana cara mengerjakan tiap soal dari tes yang bersangkutan. 2. Jumlah dan jenis hendaklah berdasarkan “tabel spesifikasi” atau kisi-kisi yang telah dibuat atau direncanakan sebelumnya. 3. Deskripsi masalah yang dikemukakan sebagai pernyataan (statement) harus jelas, terungkap dengan bahasa dan tata kalimat yang baik. 4. Sebisa mungkin menggunakan kalimat positif, dan jika menggunakan kalimat negatif, maka tulislah kata negative seperti: TIDAK, BUKAN, dan KECUALI dengan huruf besar. 5. Dalam mengungkapkan permasalahan, hindari penggunaan kata yang bersifat “tidak tentu” seperti: kebanyakan, pada umumnya, dan kadang-kadang, agak



tidak menimbulkan tafsiran yang membingungkan atau bahkan bersifat subjektif bagi responden. 6. Dalam menyusun soal hendaknya tidak terdapat ungkapan atau susunan kalimat yang yang jelas memberikan petunjuk tentang jawaban. 7. Kata-kata atau ungkapan yang digunakan sebagai pilihan jawaban hendaknya homogen, dalam arti seimbang makana maupun susunan katanya. 8. Usakahan kunci jawaban tidak selalu terletak pada urutan yang sama, tetapi dikacau sedemikian rupa sehingga sulit bagi responden untuk menerkanya. 9. Distribusi jawaban hendaknya diusahakan agar merata dan seimbang jumlahnya. 10. Hindari alternatif jawaban yang tidak ada hubungannya permasalahan yang ditanyakan. 11. Hindari soal yang saling berhubungan satu dengan yang lain. 12. Usahakan agar soal dalam tes yang tersusun mencakup berbagai aspek penalaran seperti pengetahuan hafalan, pemahaman, aplikasi, sintesis, dan evaluasi. 13. Alternatif jawaban terutama untuk pilihan ganda sebaiknya disusun vertikal. Adapun langkah-langkah dalam penyusunan tes objektif, yaitu: 1. Menetapkan tujuan penilaian atau tujuan tes. Setiap orang yang akan melakukan kegiatan penilaian harus sadar tujuan akan penilaian tersebut. 2. Menguraikan materi tes dan kompetensi. Dalam menguraikan isi tes harus menjaga agar tes yang ditulis itu tidak keluar lingkup materi yang telah ditentukan oleh batasan kawasan ukur tetapi juga menjaga agar tidak ada bagian isi yang penting yang terlewatkan dan tidak tertuang dalam tes. Materi tes haruslah komprehensif dan berisi butir-butir yang relevan. Dalam hal ini yang perlu dilakukan antara lain: a. Penguraian materi berdasarkan bagian-bagiannnya, yakni penguraian disandarkan pada topik-topik dalam kurikulum atau bab-bab buku acuan pengajaran atau berdasarkan bahasan selama proses pembelajaran. b. Pemberian bobot tes sesuai dengan kepentingannya. Semakin tinggi bobot bagian suatu materi semakin banyak ia harus dituangkan dalam bentuk item dan semakin rendah suatu bobot maka semakin sedikit ia harus dituangkan dalam bentuk item.



3. Mengembangkan kisi-kisi. 4. Pemilihan bentuk tes. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa faktor seperti: tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. 5. Panjang tes. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah jumlah soal yang akan diujikan dalam suatu ujian. Ada 3 hal utama yang perlu diperhatikan dalam menentukan jumlah soal yang diujikan, yaitu: bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam kisi-kisi, keandalan yang diinginkan dan waktu yang tersedia. Analisis rasional adalah menganalisis kembali soal yang telah dirumuskan, ditimbang, baik oleh sendiri maupun orang lain dengan berpedoman pada kisi-kisi dan aturan penulisan soal.



F. Format Kisi-Kisi Tes Objektif Kisi-kisi adalah suatu format berupa matrik yang memuat pedoman untuk menulis soal atau merakit soal menjadi suatu tes. (Suyata (1997:20) menguraikan bahwa kisikisi ujian adalah suatu format yang berisi kriteria tentang soal-soal yang diperlukan oleh suatu tes. Oleh karena tidak semua penyusun kisi-kisi adalah penulis soal, maka komponen kisi-kisi perlu jelas dan mudah dipahami agar penulisan soal dapat dilaksanakan. Dengan adanya kisi-kisi, penulis soal yang berbeda, dengan kualitas yang relatif sama, diharapkan menghasilkan soal yang relatif sama, baik tingkat kedalamannya maupun cakupan materi yang dibahas. Menurut Balitbang Depdikbud dikutip Suyata (1997:21) kisi-kisi yang baik harus memenuhi kriteria diantaranya: (a) Dapat mewakili isi kurikulum secara tepat, (b) Komponen-komponen jelas dan mudah dipahami, (c) Dapat dilaksanakan atau disusun soalnya. Kisi-kisi adalah matrik atau format yang memuat informasi yang dapat dijadikan pedoman oleh penulis soal untuk menulis soal menjadi tes. Dalam kisi-kisi terdapat 2 komponen utama, yaitu: (a) Identitas, yakni mencakup aspek jenis sekolah atau jenjang sekolah, mata



pelajaran, kurikulum yang diacu, tingkat kelas, alokasi waktu, dan jumlah soal. (b) Matriks, yakni mencakup komponen yang ingin di ungkap, indikator hasil belajar, tema/konsep/pokok bahasan/sub pokok bahasan, pokok materi soal, bentuk soal, dan nomor soal. Adapun langkah-langkah penyusunan kisi-kisi untuk menentukan proporsi materi dan kompetensi adalah sebagai berikut: a) Mengidentifikasi pokok-pokok materi yang akan diujikan dengan memebrikan imbangan bobot untuk masing-masing bahasan. b) Mengidentifikasi tingkatan ranah kognitif yang termuat dalam rumusan indikator dam memberikan imbangan bobot untuk masing-masing tingkatan ranah. c) Memasukkan ranah dan pokok-pokok materi yang telah teridentifikasi ke dalam table spesifikasi. d) Memperinci banyaknya butir soal dalam setiap pokok materi dan ranah yang akan di capai.



KISI-KISI EVALUASI OBJEKTIF



No.



Nama Sekolah



:



Kelas/ Semester



:



Tahun Pelajaran



:



Mata Pelajaran



:



Alokasi Waktu



:



Materi



:



Kompetensi Dasar



Materi



Jumlah Butir Soal



Indikator Soal



Bentuk Soal



Nomor Soal



Pokok Bahasan No.



Dan Sub Pokok Bahasan



BENTUK OBJEKTIF C1 C2 C3 C4 JUMLA A B C D E A B C D E A B C D E A B C D E H SOAL



Jumlah Soal Persentase



Keterangan : C1 : proses belajar ingatan C2 : Proses berpikir pemahaman C3 : proses berpikir penerapan C4,5,6 : Proses berpikir analisis, sintesis dan evaluasi Mudah, sedang, sukar adalah tingkat kesukaran butir soal yang diinginkan Menentukan tingkat kesukaran ini didasarkan pada pertimbangan pembuat soal.



%



100



G. Penskoran Tes Objektif



1. Skor Konvensional Skor konvensional adalah jumlah butir yang dijawab benar. Perhitungan skor dengan cara konvensional adalah menjumlahkan seluruh respons siswa pada satu tes. Nilai yang diberikan pada tes pilihan ganda adalah 1 untuk setiap butir benar dan 0 untuk setiap butir salah. Di dalam penjumlahan itu, setiap skor tunggal dapat saja diberi bobot berlainan. Namun, bila tidak dinyatakan secara khusus maka bobot skor tunggal itu dianggap sama. Maka, didapat rumus untuk skor konvensional untuk responden ke i pada butir 1 - m adalah :



2. Skor Penalti Teknik penskoran penalti adalah penskoran yang mengurangi skor total jawaban benar dangan jumlah jawaban salah. Untuk menghindari siswa menebak jawaban, maka dilakukan penskoran dengan cara penalti. Teknik penskoran ini juga diharapkan akan membuat siswa menjadi lebih fokus pada butir tes, lebih berhatihati dalam memilih jawaban, dan berusaha agar keadaan emosional tetap terjada agar tidak mempengaruhi konsentrasi ketika memilih jawaban. Ada dua cara menskor dengan cara penalti. Rumus untuk skor penalti yang pertama adalah:



Rumus penalti yang pertama hanya menghitung jumlah jawaban salah namun tidak melibatkan butir yang tidak dijawab, rumus penalti kedua melibatkan pula butir yang tidak dijawab sehingga pengurangan terhadap skor total jawaban benar menjadi lebih besar, rumus yang kedua adalah sebagai berikut:



3. Skor Kompensasi Skor kompensasi adalah cara pensekoran yang memberi tambahan skor sesuai dengan jumlah butir yang tidak dijawab dibagi jumlah pilihan jawaban. Hal ini dilakukan agar kemungkinan skor yang didapat antara siswa yang menebak dengan siswa yang tidak menebak dan membiarkan jawaban tidak diisi menjadi sama, sehingga siswa akan memilih untuk tidak menebak. Jika siswa menebak semua butir, maka peluang jawaban betul:



Dari rumus di atas, diketahui bahwa responden yang tidak menerka, dengan jumlah seluruh responden n tidak menjawab sebanyak N butir, diberi kompensasi skor menjadi sama. Ini berarti butir yang tidak dijawab diberi kompensasi sebesar x, sehingga:



Daftar Pustaka



Akbar,



Muh.



Rijalul.



2019.



Tes



Objektif.



Diakses



dari



https://www.rijalakbar.id/2019/10/tes-objektif-pengertian-jeniscontoh.html?m=1 pada tanggal 29 Oktober 2020 pukul 23.15 WIB. Hasanudin, Dzikri. 2018. Jenis-jenis Tes Objektif Dalam Evaluasi Pembelajaran. Diakses dari https://www.dzikrikhasnudin.com/2018/10/jenis-jenis-tes-objektifdalam-evaluasi-pembelajaran.html pada tanggal 30 Oktober 2020 pukul 13.38 WIB. Khaerudin. 2016. Penskoran Tes Obyektif Model Pilihan Ganda. Jurnal Madaniyah. 2(XI): 193-199. M. Ngalim Purwanto. 1994. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosda Karya. Muslim,



Arifin.



2015.



Tes



Objektif.



Diakses



dari



https://arifinmuslim.wordpress.com/2014/02/22/tes-objektif/ pada tanggal 01 November 2020 pukul 13.00 WIB. Sukiman. 2012. Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta: Insan Madani.