Pengertian Pancasila Secara Etimologis, Historis, & Terminologis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengertian Pancasila Secara Etimologis, Historis, & Terminologis



Hakikat Pancasila Kedudukan dan fungsi pancasila bila dikasih secara ilmiah memiliki pengetianpengertian yang luas baik dalam kedudukannya dalam dasar negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan negara, sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus dideskripsikan secara obyektif. Selain itu, Pancasial secara kedudukan dan fungsinya juga harus dipahami secara kronologis. 1. Pengertian Pancasila Secara Etimologis Secara Etimologis “Pancasila” berasal dari bahasa sansekerta dari india (behasa kasta brahmana) adapaun bahasa rakyat biasa adalah bahasa prakerta. Menurut moh. Yamin, dalam bahasa sanskerta perkataan perkataan “pancasila” memiliki dua macaam arti secara leksikal yaitu: “Panca” artinya “Lima” “Syila” vokal I pendek artinya “Batu Sendi”,”Alas”, atau “Dasar” “Syiila” vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh” Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa indonesia terutama bahasa jawa diartikan “susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah istilah “PancaSyilla” dengan vokal i pendek yang memiliki makna leksikal “Berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tigkah laku yang penting. 2. Pengertian pancasila secara Historis Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, Mengajukan suatu masalah, Khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar



negara Indonesia yang akan dibentuk Kemudian tampilan pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Moh. Yamin, Soepomo dan Soekarno. Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara



indonesia. Kemudian untuk



memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, Hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang secara spontan



diterima



oleh



peserta



sidang



secara



bulat.



3. Pengertian Pancasila secara Terminologis Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka panitia Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 aturan Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.



Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut : 1. Ketuhunan yang maha esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.



Nilai-Nilai Pancasila Pada Masa Kejayaan Nasional Menurut sejarah, kira-kira pada abad ke VII-XII bangsa Indonesia mendirikan kerajaan telah mendirikan kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan dan kemudian pada abad ke XIII-XVI didirikan pula kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Kedua zaman itu merupakan tonggak sejarah bangsa Indonesia karena bangsa Indonesia pada masa itu telah memenuhi syarat-syarat suatu bangsa yang mempunyai negara. Kedua kerajaan itu merupakan negara-negara berdaulat, bersatu, serta mempunyai wilayah yang meliputiseluruh nusantara ini. Pada zaman tersebut, kedua kerajaan itu mengalami kehidupan masyarakat yang sejahtera.  Menurut Mr.Muhammad Yamin, berdirinya negara kebangsaa Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap. Pertama, zaman Sriwijaya dibawah wangsa Syailendra (600-1400). Kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525). Kedua tahap negara kebangsaan tersebut adalah negara



kebangsaan lama. Ketiga, negara kebangsaan modern, yaitu negara Indonesia merdeka 17 Agustus 1945.



A. Masa Kerajaan Sriwijaya Pada abad ke VII berdirilah kerjaan Sriwijaya di bawah kekuasaan wangsa Syailendra. Kerajaan yang berbahasa Melayu Kuno dengan menggunakan huruf pallawa tersebuut dikenal juga sebagai kerajaan maritime yang mengandalkan jalur perhubungan laut. Kerjaan Sriwijaya menguasai Selan Sunda, kemudian Selat Malaka. System perdagangan telah diatur dengan baik, dimana pemerintahan memlalui pegawai raja membentuk suatu badan yang dapat mengumpulkan hasil kerajinan rakyat sehingga rakyat mengalami kemudahan dalam pemasarannya. Dalam system pemerintahan sudah terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda kerjaan, rohaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan Gedung-gedung dan patungpatung suci sehingga saat itu kerajaan dapat menjalankan system negaranya dengan nilai-nilai ketuhanan. Pada zaman sriwijaya telah dibuat universitas agama Budha yang sudah dikenal di Asia. Pelajar dari universitas ini bias melanjutkan studinya ke negara India, seperti Dharmakitri. Cita-cita kesejahteraan Bersama dalam suatu negara telah tercermin pada kerajaan Sriwijaya, sebagaimana tersebut dalam perkataan "marvuat vannua Criwijaya Siddhayatra Subhiksa" (suatu ckita-cita negara yang adil dan makmur). Unsur-unsur yang terdapat di dalam Pancasila, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, tata pemerintahan atasa dasar musyawarah dan keadilan social telah telah terdapat sebgai asas-asas yang menjiwai bangsa Indonesia, yang dihayati serta dilaksanakan pada waktu itu, hanya saja belum dirumuskan secara konkret. Dokumen tertulis yang membuktikan terdapatnya unsur-unsur tersebut adalah prasasti-prasasti di Talang Batu, Kedukan Bukit, Karang Brahi, Talang Tuo, dan Kota Kapur. Pada hakikatnya nilai-nilai budaya bangsa semasa kejayaan Sriwijaya telah menunjukkan nilainilai Pancasila, yaitu sebagai berikut:



1. Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha dan Hindu hidup berdampingan secara damai. Pada kerajaan Sriwijaya terdapat pusat kegiatan pembinaan dan pengembangan agama Budha. 2. Nilai sila kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dan India (Dinasti Harsha). Pengiriman para pelajar untuk belajar di India. Telah tumbuh nilai-nilai politik luar negeri yang bebas dan aktif. 3. Nilai sila ketiga, sebagai negara maritime, Sriwijaya telah menerapkan konsep negara kepulauan sesuai dengan konsepsi wawasan nusantara. 4. Nilai sila keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi (Indonesia sekarang) Siam, dan Semenanjung Melayu. 5. Nilai sila kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan, sehingga kehidupan rakyatnya sangan makmur.



B.



Masa Kerajaan Majapahit Sebelum kerajaan Majapahit berdiri telah muncul kerjaan-kerjaan di Jawa Tengan dan Jawa Timur secara silih berganti, yaitu kerajaan Kalingga (abad ke-VII) dan Sanjaya (abad ke-VIII), sebagai refleksi punjak budaya dari kerajaan tersebut adalah dibangunnya Candi Borobudur (candi agama Budha pada abad ke-IX) dan Candi Prambanan (candi agama Hindu pada abad keX). Di Jawa Timur muncul juga kerajaan-kerajaan, yaitu Isana (abad ke-IX), Dharmawangsa (abad ke-X), dan Airlangga (abad ke-XI). Agama yang diakui kerajaan adalah agama Budha, agama Wisnu, dan agama Syiwa yang telah hidup berdampingan secara dami. Nilai-nilai kemanusiaan telah tercermin dalam kerjaan ini, terbukti menrut prasasti Kelagen bahwa Raja Airlangga telah mengadakan hubungan dangan dan bekerjasama dengan Benggala, Chola, dan Champa. Nilainilai sila keempat telah terwujud yaitu dengan diangkatnya Airlangga sebagai raja melalui musyawarah antara pengikut Airlangga dengan rakyat dan kaum Bramhana. Sedangkan nilainilai keadilan social terwujud pada saat Raja Airlangga memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahteraan pertanian rakyat.



Bahkan, pafda masa kerajaan ini, istilah Pancasila dikenali yang terdapat dalam buku Negarakertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku tersebur istilah Pancasila disampung mempunyai arti "berbatu sendi lima" (dalam Bahasa Sansekerta), juga mempunyai arti "pelaksana kesusilaan yang lima" (Pancasila Krama). 1. Tidak boleh melakukan kekerasan. 2. Tidak boleh mencuri. 3. Tidak boleh berjiwa dengki. 4. Tidak boleh berbohong. 5. Tidak boleh mabuk minuman keras. Pada abad ke-XIII, berdiri kerajaan Singasari di Kedi, Jawa Timur, yang ada hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit (1293). Zaman keemas an kerajaan Majapahit terjadi pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengsan Mahapatih Gajah Mada. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya membentang dari Semenanjung Melayu sampai ke Irian Jaya. Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah tebukti pada waktu Hindu dan Budha hidup berdampingan secara damai. Empi Prapanca menulis Negarakertagama (1365) yang didalamnya telah terdapat istilah Pancasila. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma di mana dalam buku itu terdapat seloka persatuan nasional yang berbunyi "Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua", artinya walaupun berbeda-beda, namun satu jua dan tidak ada agama yang memiliki tujuan berbeda. Hal ini menunjukan realitas beragama pada saat itu. Seloka toleransi ini juga diterima kerajaan oleh Kerajaan Pasai di Sumatera sebagai bagian Kerjaan Majapahit yang telah memeluk agam Islam. Sila kemanusiaan telah terjwujud, yaitu hubungab Raja Hayam Wuruk dengan baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa, dan Kamboja. Disamping itu, juga mengadakan persahabatan dengan negara-negara atas dasar Mitreka Satuta, Perwujudan nilai-nilai perstauan Indonesia telah terwujud dengan keutuhan kerajaan, khususnya Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada yang diucapkannya pada siding Ratu dan Menterimenteri pada tahun 1331, yang berisi tentang cita-cita mempersatukan nusantara raya yang



berbunya "Saya baru akan berhenti puasa makan palapa, jika seluruh nusantara bertakluk dibawah kekuasan negara, jika gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dhampo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik telah dikalahkan. Sila kerakyatan (keempat) sebagai nilai-nilai musyawarah dan mufakat juga telah dilakukan oleh system pemerintahan Kerajaan Majapahit. Menurut Pasasti Brungbung (1329) dalam tata pemerintahan Majapahit terdapat semacam penasehat kepada kerajaan, seperti Rakyaan I Hino, I Shirikan dan I Halu yang berarti memmberi nasehat kepada raja. Kerukunan gotong royong dalam kehidupan masyarakat telah menambuhkan adat bermusyawarah untuk mufakat dalam memutuskan maslah Bersama. Sedangkan perwujudan sila keadilan social adalah sebagai wujud dan berdirinya kerajaan beberapa abad yang tentunya ditopang dengan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Berdasarkan uraiain di atas dapat kita pahami bahwa zaman Sriwijaya dan Mjapahit adalah sebagai tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam menggapai cita-citanya.



Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Sistem Penjajahan Kesuburan Indonesia dengan hasil buminya yang melimpah, terutama tempeh-rempah yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara di luar Indonesia, menyebabkan bangsa asing (Eropa) masuk ke Indonesia. Bangsa Eropa yang membutuhkan rempah-rempah itu mulai memasuki Indonesia yaitu, Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda. Masuknya Bangsa Eropa seiring dengan kemundurannya Kerajaan Majapahit sebagai akibat dari persilihan dan perang saudara, yang berarti nilai-nilai nasionalisme sudah ditinggalkan, walaupun pada abad ke-XVI agama Islam berkembang dengan pesat dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, seperti Samudera Pasai, dan Demak, tampaknya tidak mampu membendung tekanan bangsa Eropa  memasuki Indonesia. Bangsa-bangsa Eropa berlomba-lomba memperebutkan kemakmuran bumi Indonesia ini. Sejak itu, mulailah lembaran hitam sejarah Indonesia dengan penjajahan Eropa pada khsususnya Belanda. Masa penjajahan Belanda itu dijadikan  tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapi cita-citanya, sebab pada zaman penjajahan ini apa yang telah dicapai bangsa



Indonesia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit menjadi hilang. Kedaulatan negara hilang, persatuan dihancurkan, kemakmuran lenyap, wilayah diinjak-injak penjajah.



1. Perjuangan sebelum abad ke-XX Kita mengenal nama-nama pahlawan bangsa yang berjuang dengan gigih melawan pejajah. Pada abad ke-XVII dan XVIII perlawanan terhadap penjajah digerakkan oleh Sultan Agung (Mataram 1645), Sultan Ageng Tirta Yasa dan Ki Tapa di Banten (1650), Hasanuddin di Makasar (1660), Iskandar Muda di Aceh (1635), Untung Surapati dan Trunojoyo di Jawa Timur (1670), Ibnu Iskandar di Minangkabau (1680), dll. Pada permulaan abad ke-XIX, dalam memperkuat kolonialismenya, penjajah Belanda mengubah system yang semula berbentuk persoalan dagang partikelier yang bernama VOC berganti dengan badan pemerintahan resmi, yaitu pemerintahan Hindia Belanda. Kemudian Belanda mendapat perlawanan dari bangsa Indonesia yang dipimpin oleh Patimura (1817), Imam Bonjol di Minangkabau (1822-1837), Diponegoro di Mataram (1825-1830), Badaruddin di Palembang (1817). Pangeran Antasari di Kalimantan (1860), Jelantik di Bali (1850), Anang Agung Made di Lombok (1895), Teuku Umar, Teuku Cik Di Tiro, dan Cut Nya'Din di Aceh (1873-1904), si Singamangaraja di Batak (1900). Hal ini membuktikan betapa pentingnya persatuan dalam menghadapi penjajah.



2. Kebangkitan Nasional 1908 Pada awal abad ke 20 adalah awal dari kebangkitan Indonesia yang dimulai dengan berdirinya organisasi-organisasi seperti Budi Utomo pada tanggal 20 mei 1908 dengan tokohnya yang terkenal adalah Dr. Wahidin Sudirohusodo. Kemudian muncul organisasi Serikat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1909, Dan berubah nama menjadi Serikat Islam (SI) pada tahun 1911, dibawah pimpinan H.O.S.Tjokro Aminoto. Berikutnya muncul pila Inddiche Partij pada tahun 1913 yang dipimpim oleh Douwes Dekker, Cipto Mangun Kusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Dan pada tahun 1927 berdirilah sebuah partai politik yang di pelopori Ir.Soekarno dan kawan-kawan yaitu PNI (Partai Nasional Indonesia).



3. Sumpah Pemuda 1928 Pada tanggal 28 oktober 1928 terjadilah penonjolan peristiwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia mencapai cita-citanya. Pemuda-pemuda Indonesia yang di pelopori oleh Muh. Yamin, Kuncoro Purbopranoto dan lain-lain mengumandangka sumpah pemuda yang berisi pengakuan akan adanya bangsa, tanah air, dan bahasa satu yaitu Indonesia. Melalui sumpah ini makin tegaslah apa yang diinginkan bangsa Indonesia, yaitu kemerdekaan tanah air dan bangsa. Oleh karena itu, diperlukan adanya persatuan sebagai suatu bangsa yang merupakan syarat mutlak . sebagai tali pengikat persatuan ini adalah Bahasa Indonesia. Sebagai realisasi perjuangan bangsa Indonesia, pada tahun 1930 berdirilah Partai Indonesia yang disingkat dengan Partindo sebagai pengganti dari PNI yang dibubarkan. Kemudian golongan Demokrat yang terdiri atasa Moh. Hatta dan Sutan Syahrir mendirikan PNI baru, dengan semboyan kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri.



4.  Perjuangan bangsa Indonesia pada masa penjajahan Jepang Pada tanggal 7 Desember 1941 meletuslah Perang Pasifik, dengan di bomnya Pearl Harbour oleh Jepang. Kemudian pada tanggal 8 Maret 1942 Jepang masuk ke Indonesia menghalau penjajah Belanda. Peristiwa penyarahan Indonesia dari Belanda kepada Jepang terjadi di Kalijati Jawa Tengah tanggal 8 Maret 1942. Jepang mempropagandakan kehadirannya di Indonesia untuk membebaskan Indonesia dari cengkraman Belanda. Oleh karena itu, Jepang memperbolehkan pengibaran bendera merah putih serta menyanyikan lagu Indonesia Raya. Akan tetapi, hal itu hanya tipu muslihat agar rakyat Indonesia mau membantu Jepang untuk menghancurkan Belanda. Kemudia Indonesia mendapatkan penderitaan dan penindasan yang luar biasa. Kemerdekaan Indonesia semakin merasa menjauh, bahkan tidak ada tanda-tandanya sama sekali. Kekecewaan



rakyat Indonesia ini menyebabkan adanya perlawanan-perlawanan terhadap Jepang, seperti pemberontakan Peta di Blitsr. Kemudian Jepang membujuk bangsa Indonesia agar mendapat bantuan dari rakyat Indonesia. Mereka mengumumkan janji keduanberupa kemerdekaan tanpa syarat yang disampaika seminggu sebelum Jepang menyerah. Bangsa Indonesia diperkenankan memperjuangkan kemerdekaannya, bahkan menganjurkan agar berani mendirikan negara Indonesia meredeka di hadapan musuh Jepang.



5. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 Pembahasan pada sub-bagian ini meliputi proses perumusan Pancasila dan UUD 1945, proklamasi kemerdekaan dan maknanya, dan proses pengesahan Pancasila dasar negara dan UUD 1945.



6. Proses perumusan Pancasila dan UUD 1945 Sebagai tindak lanjut dari janji jepang, maka tanggal 1 Maret 1945 Jepang menumumkan akan dibentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Kyosakai). Badan Penyelidik ini kemudian dibentuk pada tanggal 29 April 1945. yang beranggotakan 60 orang dan anggota tambahan 6 orang, yang diketuai oleh Dr.K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat. Dengan adanya Badan Penyelidik ini Bangsa Indonesia telah dapat secara legal mempersiapkan kemerdekaannya, merumuskan syarat-syarat yang harus dipenuhi Negara merdeka. Pada tanggal 29 Mei 1945 Badan Penyelidik mengadakan sidang pertama. Beberapa tokoh berbicara dalam sidang tersebut.   a. Mr. Muhammad Yamin (29 Mei 1945)



Beliau mendapatkan kesempatan pertama mengemukakan pidatonya. Pidatonya berisikan lima asas dasar utnuk Negara yaitu: 1) Peri Kebangsaan 2) Peri Kemanusiaan 3) Peri Ketuhanan 4) Peri Kerakyatan 5) Kesejahteraan Rakyat Setalah berpidato beliau menyampaikan usulan tertulis mengenai Rancangan UUD Republik Indonesia yang berbunyi: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa. 2) Kebangsaan persatuan Indonesia. 3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Terdapat perbedaan bahwa usul yang dikemukakan Mr.Muhammad Yamin secara lisan dan yang dikemukakan secara tertulis, hal itu dianggap sebagai bukti sejarah. b. Mr. Soepome (31 Mei 1945) Mr. Supomo mendapat giliran mengemukakan pemikirannya di hadapan sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945. Pemikirannya berupa penjelasan tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan dasar negara Indonesia merdeka. Negara yang akan dibentuk hendaklah negara integralistik yang berdasarkan pada hal-hal berikut ini: 1) Persatuan 2) Kekeluargaan 3) Keseimbangan lahir dan batin 4) Musyawarah



5) Keadilan sosial.



c. Ir. Soekarno (1 Juni 1945) Pada tanggal 01 Juni 1945, Ir. Soekarno mengucapkan pidatonya  dihadapan sidang pada hari ke3 Badan Penyelidik. Dalam pidato nya diusulkan lima hal untuk menjadi dasar negara merdeka yaitu: 1) Kebangsaan Indonesia  2) Internasionalisme (Peri Kemanusiaan) 3) Mufakat (Demokrasi) 4) Kesejahteraan social 5) Ketuhanan yang Berkebudayaan Untuk lima dasar negara itu beliau usulkan pula agar diberi nama  Pancasila, lima prinsip sebagai dasar negara. Lima prinsip ini kemudian diperas lagi menjadi Tri Sila yaitu, (1) Sosio Nalisme (Kebangsaan), (2) Sosio Demokrasi (Mufakat), (3) Ketuhanan. Kemudian Tri Sila ini diperas lagi menjadi Eka Sila yang berinti gotong royong. Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan anggota BPUPKI mengadakan pertemuan untuk membahas pidato dan usulan mengenai dasar negara yang telah dikemukan dalam sidang sebelumnya. Setelah mengadakan pembahasan kemudian tersusunlah sebuah piagam yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta, dengan rumusan pancasila sebagai berikut: 1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3) Persatuan Indonesia. 4) Karakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan perwakilan. 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.



Kesembilan tokoh tersebut ialah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. A. A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Moezakir, Haji Agus Salim, Achmad Soebardjo, K.H. Wachid Hasjim, dan Mr. Muh. Yamin. d. Piagam Jakarta ini kemudian diterima Badan Penyelidik pada sidang ke-2 tanggal 14-16 Juli 1945.