Penggunaan Bahasa Indonesia Di Media Sosial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1. Coba Anda utarakan sikap Anda mengenai penggunaan bahasa Indonesia di media sosial seperti Twitter, Facebook, dan Instagram yang cenderung menggunakan bahasa Indonesia yang banyak singkatan, angka, tanda baca berlebih, bahasa alay, dan yang menyinggung SARA.



Tanggapan ; Sebelumnya Indonesia merupakan bangsa yang memiliki beragam suku, ras dan bahasa daerah dengan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Bahasa sendiri memiliki peran penting bagi manusia, dengan bahasa manusia dapat berinteraksi atau berkomunikasi untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaannya. Dalam bersosialisasi, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi. Sehingga seiring berkembangnya zaman, keanekaragaman bahasa turut berkembang sesuai dengan tujuan dalam penggunaannya. Tidak hanya keanekaragaman bahasa yang berkembang, tetapi cara manusia untuk berkomunikasi juga berkembang. Salah satunya adalah dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia zaman sekarang dapat berkomunikasi melalui jejaring sosial atau dunia maya. Dengan adanya jejaring sosial, manusia dapat melakukan komunikasi tanpa harus bertatap muka. Hal ini menyebabkan bahasa lisan yang biasa digunakan ketika berkomunikasi secara langsung, berubah menjadi bahasa tulisan. Dengan bahasa tulisan, para pengguna sering mengabaikan kaidah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Seperti menyingkat dan menyisipkan kata-kata berbahasa inggris dalam kalimat yang mereka gunakan. Kebiasaan menyingkat dilakukan agar kalimat menjadi lebih pendek dan cepat dibaca. Komunikasi menggunakan jejaring sosial terkadang membatasi jumlah huruf yang akan dikirim. Sehingga banyak pengguna jejaring sosial yang melakukan penyingkatan. Contohnya adalah kata “Balas” yang disingkat menjadi “bls” dan kata “Kenapa” disingkat menjadi “knp” dan sebagainya. Terkadang para pengguna menggunakan singkatan yang tidak mereka ketahui artinya dikarenakan banyak pengguna lain yang menyisipkannya dalam percakapan yang mereka lakukan. Hal ini akan mengurangi pengetahuan kita tentang kata-kata asli yang seharusnya kita gunakan. Selain itu, penggunaan singkatan bisa menyebabkan adanya miskomunikasi karena pengguna mengartikan singkatan dengan artian yang berbeda. Karena bila suatu kata disingkat, maka akan menjadi rancu artinya dan dapat menyinggung pihak tertentu. Di zaman moderen saat ini juga banyak sekali bahasa – bahasa hasil moderenisasi yang dapat berubah huruf atau mencampur bahasa inggris dengan indonesia. Seperti dalam perubahan huruf contohnya “Kesal” menjadi “Kezel” dan dalam campuran bahasa inggris



contohnya adalah “Kapan hal itu akan di-follow up?” dan “So what gitu loh?” masih banyak lagi, selain itu kiita lebih akrab jika mendengar kata upload daripada mendengar kata unggah. Perbendaharaan kata yang kita miliki akan semakin berkurang jika kita terus menggunakan istilah - istilah tersebut. Apa yang bisa kita lakukan sebagai pengguna media sosial? Dengan adanya beragam kesalahan berbahasa Indonesia yang baik dan benar di media sosial, kita sebagai pengguna seharusnya meiliki kesadaran untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Kita harus bangga dalam berbahasa Indonesia. Tidak ada salahnya untuk mengetahui bahasa - bahasa moderenisasi seperti zaman sekarang ini. Akan tetapi, kita tidak boleh lupa dengan bahasa Indonesia dan harus selalu melestarikan bahasa Indonesia. Dengan cara menngunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tidak menyingkat kata agar kalimat menjadi jelas, tidak menyisipkan bahasa Inggris dalam kalimat berbahasa Indonesia. Dengan begitu, perbendaharaan kata yang kita miliki akan bertambah dan bahasa Indonesia akan tetap lestari. Ayo berbahasa Indonesia dan bangga jadi orang Indonesia! 2. Untuk bunyi suara dari hewan tentu tiap negara berbeda seperti hewan anjing di Indonesia gonggongannya berbunyi “guk guk’ di Jepang “wang wang’, serta di Korea “mang mang.” Penyebab perbedaan bunyi onomatope tersebut menurut Anda adalah..



Tanggapan ; Hal ini karena Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang Arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Kata Arbitrer bisa diartikan ’sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa menebak makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah kita dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk” apapun untuk mengetahui maknanya. Memang ada juga yang berpendapat bahwa ada sejumlah kata dalam bahasa apapun yang lambangnya berasal dari bunyi benda yang diwakilinya. Misalnya lambang [meong] dalam bahasa Indonesia, yang mempunyai hubungan dengan konsep yang dilambangkannya, yaitu sejenis binatang buas yang bunyinya [meong]; atau lambang bunyi [cecak] yang mempunyau hubungan dengan konsep yang dilambangkannya, yaitu sejenis reptil yang bunyinya [cak, cak, cak]. Jadi, di sini kata-kata yang disebut onomatope (kata yang berasal dari tiruan bunyi) ini lambangnya memberi "saran" atau "petunjuk"



bagi konsep yang dilambangkannya. Kalau begitu dapat dikatakan hubungan antara lambang dengan konsep yang dilambangkannya tidak bersifat arbitrer. Karena paling tidak ada "saran" bunyi yang menyatakan hubungan itu. Namun kalau diteliti lebih jauh, yang disebut Onomatope ini pun ternyata tidak persis sama antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Bunyi ayam jantan yang dalam bahasa Indonesia dan dialek Jakarta berbunyi [kukuruyuk] ternyata dalam bahasa Sunda berbunyi [kongkorongok]. Pada intinya mengapa bunyi benda yang sama terdengar berbeda oleh dua penutur bahasa yang berlainan. Mungkin juga sebagai akibat kearbitreran bahasa itu atau juga karena sistem bunyi bahasa-bahasa itu tidak sama.