Pengujian Aktivitas Analgetika - Kelompok 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN SEMESTER GENAP 2014 - 2015



PENGUJIAN AKTIVITAS ANALGETIKA Hari / Jam Praktikum



: Selasa, 10.00-13.00



Tanggal Praktikum



: 17 Maret 2014



Kelompok



:2



Asisten



: Nadiya Nurul Afifah Raisa Mutiarani



Anggota



:



Nama Lengkap



NPM Tugas



Dhita Dwi P



260110130131



Alat Bahan, Prosedur



Prasetyo Dwi A.P



260110130135



Pembahasan



Popy Sarah C



260110130136



Tujuan,Prinsip,Editor



Yogiyanto



260110130137



Pembahasan



Hazrati Ummi



260110130138



Teori Dasar, Dapus



Theresia Ratnadevi



260110130148



Data Pengamatan Perhitungan



LABORATORIUM FARMAKOLOGI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2014



PENGUJIAN AKTIVITAS ANALGETIKA I. 1.



Tujuan Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental aktivitas analgetika suatu obat



2.



Memahami dasar-dasar perbedaan daya analgetik berbagai obat analgetika.



II.



Prinsip



1.



Obat analgetika non narkotik Analgetika non narkotik adalah obat-obat yang tidak bersidfat narkotik dan



tidak bekerja sentral. Penggunaan obat Analgesik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghhilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat ini tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna. Oleh karena itu tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri, melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman, salesma, pilek) dan peradangan seperti rematik dan encok. Obat-obat ini banyak diberikan untuk nyeri ringan sampai sedang (Tjay, 2007). 2.



Obat Analgetika Narkotik Obat anagetik narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki sifat



opium atau morfin. Analgetika narkotik secara khusus digunakan untuk menghalau atau meredakan rasa nyeri hebat seperti pada fractura dan kanker. Jenis obat ini pada umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai. Salah satu contoh analgetik narkotika adalah morfin (Tjay, 2007). 3.



Waktu reaksi Jumlah waktu yang dibutuhkan oleh organisme untuk bereaksi sejak



rangsang muncul (Purves, 2004).



4.



Daya Proteksi Kemampuan bertahannya suatu hewan percobaan terhadap respon dilihat



dari pemberian control positif, negative, maupun uji (Diphalma, 1986).



III.



Teori Dasar Nyeri akut berfungsi sebagai fungsi biologis penting karena memberikan



peringatan tentang tingkat cedera atau potensi untuk memburuk. Ini adalah respon cepat terhadap rangsangan berbahaya yang tidak menghasilkan durasi jangka panjang. Di sisi lain, dapat memiliki efek



psikologis dan emosional yang



merugikan. Oleh karena itu, perhatian sedang difokuskan pada pencegahan agresif dan pengobatan nyeri akut untuk mengurangi komplikasi dan perkembangan ke negara nyeri kronis (Kumaravelu, 2010). Analgetika narkotik adalah senyawa yang dengan selektif dapat memblokir atau menekan fungsi sistem saraf pusat, yang dimanfaatkan untuk mengurangi rasa sakit, yang ringan, sedang ataupun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi, radang dan tumor. Efek analgesik terjadi dikarenakan adanya pengikatan obat pada sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek rasa senang yang berlebihan dan rasa mengantuk (Siswandono dan Soekardjo, 2008). Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat melalui dua jalur, yaitu jalur nyeri yang berlangsung cepat dengan glutamate sebagai neurotransmiternya dan jalur nyeri lambat dengan Substansi P sebagai neurotransmiternya. Reseptor nyeri (nociceptor) tersebar di kulit, otot, tulang, dan sendi yang merupakan ujung saraf bebas. (Guyton & Hall 1997; Ganong 2003). Obat analgesik anti inflamasi non steroid atau NSAID merupakan suatu kelompok obat dengan struktur kimia yang sangat heterogen, dimana efek samping dan efek terapinya berhubungan dengan kesamaan mekanisme kerja sediaan ini.yang menghambat atau sebagai inhibitor pada enzim cyclooxygenase (COX). Kemajuan penelitian memberikan penjelasan mengapa sediaan yang heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping, ternyata hal ini terjadi berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Prostaglandin



memperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometason menghambat produksi enzimatik PG. Dimana juga telah dibuktikan bahwa jika sel mengalami kerusakan maka PG akan dilepas.Namun demikian obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrin,yang diketahui turut berperan dalam inflamasi. AINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga konversi asam



arakidonat



menjadi



PGG2



terganggu.



Setiap



obat



menghambat



cyclooxysigenase dengan cara yang berbeda (Fajriani, 2008). Enzim siklooksigenase merupakan enzim yang mengkatalisis pembentukan prostaglandin, suatu mediator inflamasi, dan produk metabolisme asam arakidonat. Enzim COX terdiri dari 2 iso-enzim yaitu COX-1 dan COX-2. Enzim COX-1 bersifat konstitutif untuk memelihara fisiologi normal dan homeostasis, sedangkan COX-2 merupakan enzim yang terinduksi pada sel yang mengalami inflamasi oleh sitokin, endotoksin, dan faktor per-tumbuhan (growth factors). COX-2 juga berperan dalam proliferasi sel kanker. Ekspresi berlebihan COX-2 ditemukan pada kebanyakan tumor (Kurumbail, et al.,1996). Terdapat dua mekanisme kerja obat analgetik, yaitu: a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics) Obat-obatan analgesic non-narkotik atau perifer secara langsung memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan gastrik dan usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dengan dosis yang besar. Hai ini terjadi karena COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah menghalangi pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. (Goodman and Gilman, 2007). b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat laju kerja prostaglandin dengan cara menghambat terbentuknya enzim COX yang memiliki



fungsi dalam kerja analgesiknya dan efek samping yang dimilikinya. Kebanyakan analgesik OAINS diduga bekerja diperifer . Efek analgesiknya dalam kurun waktu satu jam setelah pemberian per-oral akan terlihat. Sementara efek antiinflamasi OAINS dalam waktu satu-dua minggu pemberian akan muncul, sedangkan efek maksimumnya timbul dari 1-4 minggu. Setelah pemberiannya peroral, konsentrasi puncaknya NSAID didalam darah dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian, absorbsinya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi. Waktu paruh penghapusan zatnya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam, waktu paruh dari masing-masing zat sangat bervariasi (Goodman and Gilman, 2007). Ketika terjadi kerusakan pada sel, jumlah molekul yang kehilangan satu buah elektron dari pasangan elektron bebasnya meningkat seiring dengan peningkatan produksi peroksida, padahal tubuh memproduksi zat pencegah oksidasi endogen yang terbatas seperti superoksida dismutase (SOD) yang bekerja menstabilkan radikal. Apabila jumlah molekul yang kehilangan satu buah elektron dari pasangan elektron bebasnya makin banyak, zat pencegah oksidasi endogen tak mampu lagi mengatasinya secara efektif sehingga dibutuhkan zat pencegah oksidasi eksogen. Adanya senyawa macarangioside A dan mallophenol B dapat menangkap radikal bebas tersebut yang diduga dapat menghambat jalur oksigenase dan lipooksigenase (YPOBAP, 1991). Orientasi dosis asam asetat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan dosis optimal asam asetat dalam menimbulkan jumlah geliat sehingga dapat memudahkan pengamatan. Asam asetat adalah suatu iritan yang merusak jaringan secara spesifik, yang menyebabkan nyeri pada rongga perut pada pemberian intraperitoneal. Hal itu disebabkan oleh kenaikan ion H akibat turunnya pH di bawah 6 yang menyebabkan luka pada membran. Kerusakan pada membran sel ini akan mengaktifkan enzim fosfolipase pada fosfolipid membran sel sehingga menghasilkan asam arakidonat yang akhirnya akan membentuk prostaglandin Terbentuknya prostaglandin ini akan merangsang reseptor nyeri sehingga mencit



akan memberikan respon dengan cara menggeliat untuk menyesuaikan keadaan yang dirasakannya (YPOBAP, 1991).



IV.



Alat dan Bahan



4.1 Alat 1. Alat suntik 1 ml 2. Sonde oral mencit 3. Stopwatch 4. Timbangan mencit 5.



Wadah penyimpanan mencit



4.2 Bahan 1. Asam asetat 0,7% v/v 2. Obat analgetika standar (asam asetil salisilat/aspirin) 3. Obat analgetika yang diuji (asam mefenamat, parasetamol) 4. Larutan NaCl fisiologis atau larutan suspensi gom arab 1-2% 5. Mencit putih jantan dengan berat badan antara 20-25 gram.



4.3 Gambar Alat No.



Nama Alat



Gambar



1



Baskom



2



Botol kaca



3



Kapas



4



Ram Kawat



5



Sonde oral



6



Stopwatch/ jam



7



Syringe



8



Timbangan Mencit



V.



Prosedur Hewan dibagi atas tiga kelompok yang terdiri dari kelompok kontrol negatif,



kelompok kontrol positif (obat standar) dan kelompok obat uji (dua jenis) setiap kelompok terdiri atas 4-5 ekor mencit semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya, yaitu kelompok kontrol negatif diberi larutan NaCl fisiologis atau larutan suspensi gom arab 1-2% ,kelompok kontrol positif (obat standar) diberi asam asetil salisilat dan kelompok obat uji diberi asam mefenamat, parasetamol.Pemberian zat/obat dilakukan secara oral setelah 30 menit, hewan diberi asam asetat 0,7% secara intraperitoneal setelah diberi asam asetat,



gerakan geliat hewan diamati, dan jumlah geliat dicatat setiap 5 menit selama 60 menit jangka waktu pengamatan. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi dan kebermaknaan perbedaan jumlah geliat antara kelompok kontrol dan kelompok uji dianalisis dengan Student’s t-test.Daya proteksi obat uji terhadap rasa nyeri efektivitas analgetiknya dihitung dengan rumus berikut: Jumlah geliat kelompok uji



% Proteksi = 100 – ( Jumlah geliat kelompok kontrol ) × 100%



% Efektivitas analgetik =



% Proteksi zat uji % Proteksi as.asetil salisilat



didapat disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.



VI.



Data Pengamatan dan Perhitungan



Table 1. Data Pengamatan



× 100% kemudian data yang







Hipotesis o Hipotesis pengaruh utama faktor A (waktu) : α1 = α2 = α3 = α4 = α5 = α6 = 0 atau faktor waktu tidak



Ho



Geliat Perlakuan



Berat



Volume



Badan



PGA kontrol negatif



obat standar ibuprofen



obat uji asam mefenamat



total



05'



5' - 10'



10' - 15'



15' - 20'



20' - 25'



25' - 30'



25.4



0.32



8



26



20



17



13



19



103



25.5



0.32



13



21



8



9



11



9



71



28



0.35



1



10



14



17



14



3



59



26.8



0.34



0



6



22



32



35



18



113



23.2



0.30



6



19



21



19



17



16



98



Ʃ



28



82



85



94



90



65



444







5.6



16.4



17



18.8



18



13



74



25.1



0.31



1



14



11



15



10



5



56



23



0.28



0



0



0



0



0



0



0



22.5



0.28



1



27



23



14



13



7



85



27.7



0.35



11



13



12



16



18



9



79



23.9



0.30



12



18



17



16



16



11



90



Ʃ



25



72



63



61



57



32



310







5



14.4



12.6



12.2



11.4



6.4



51.66667



23.6



0.30



5



20



13



9



14



11



72



28.8



0.36



0



1



3



9



9



3



25



23.9



0.29



0



26



11



8



6



3



54



21.9



0.26



0



0



7



13



0



0



20



24.9



0.32



4



13



6



17



10



6



56



Ʃ



9



60



40



56



39



23



227







1.8



12



8



11.2



7.8



4.6



37.83333



mempengaruhi jumlah geliat pada mencit.



Total



62



214



188



211



186



120



Rata-rata



327



: Ǝαi ≠ 0; i = 1, 2, 3, 4, 5, 6 atau faktor waktu mempengaruhi



H1



jumlah geliat pada mencit. o Hipotesis pengaruh utama faktor B (pemberian jenis obat) : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6= 0 atau faktor pemberian jenis



Ho



obat tidak mempengaruhi jumlah geliat pada mencit. : Ǝβi ≠ 0; i = 1, 2, 3, 4, 5, 6 atau faktor pemberian jenis obat



H1



mempengaruhi jumlah geliat pada mencit. o Hipotesis pengaruh interaksi A dan B : (αβ)11 = (αβ)12 = (αβ)13 = (αβ)21 = (αβ)22 = (αβ)23 = (αβ)31 =



Ho



(αβ)32 = (αβ)33 = (αβ)41 = (αβ)42 = (αβ)43 = (αβ)51 = (αβ)52 = (αβ)53 = (αβ)61 = (αβ)62 = (αβ)63 = 0 atau faktor interaksi tidak mempengaruhi jumlah geliat pada mencit. : Ǝαβij ≠ 0; i = 1, 2, 3, 4, 5, 6; j = 1, 2, 3 atau faktor interaksi



H1



mempengaruhi jumlah geliat pada mencit. 



Perhitungan



1. FK=



(𝑌… )2



2. JKP =



𝑎𝑏𝑐



=



(981)2 6𝑥5𝑥3



𝑏 ∑𝑎 𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑌ij2



𝑟



=



962361 90



− 𝐹𝐾=



= 10692,9



(282 +282 +852 +942 + 902 +⋯+232 ) 5



– 10692,9=



64133 5



-



10692,9 = 12826,6 -10692,9 = 2133,7 3. JKA =



2 ∑𝑎 𝑖=1 𝑌𝑖…



𝑏𝑟



− 𝐹𝐾=



(622 +2142 +1882 +2112 + 1862 +1202 ) 3𝑥5



– 10692,9 =



178501 15



10692,9 = 11900,07-10692,9 = 1207,167 4. JKB =



2 ∑𝑏 𝑗=1 𝑌..𝑗



𝑎𝑟



− 𝐹𝐾 =



(4442 +3102 +2272 ) 6𝑥5



11492,17- 10692,9= 799,2667



– 10692,9 =



981



344765 30



- 10692,9 =



-



5. JKT= ∑𝑎𝑖=1 ∑𝑏𝑗=1 ∑𝑟𝑘=1 𝑌𝑖𝑗𝑘 2 − 𝐹𝐾 = (82 + 262 +202 + ⋯ + 62 )- 10692,9 = 26780 - 10692,9= 16087,1 6. JKAB = JKP – JKA – JKB = 2133,7 - 1207,167 - 799,2667 = 127,2667 7. JKG = JKT – JKP = 16087,1 - 2133,7 = 13953,4 8. dbP = ab -1 = (6x3) – 1 = 17 9. dbA = a – 1 = 6 – 1 = 5 10. dbB = b – 1 = 3 – 1 = 2 11. dbAB = (a – 1) (b – 1) = 5 x 2 = 10 12. dbG = ab(r – 1) = 18 x (5 -1) = 72 13. dbT = abr – 1 = (6x3x5) – 1 = 89 𝐽𝐾𝐴



14. KTA = 𝑑𝑏𝐴 = 𝐽𝐾𝐵



15. KTB = 𝑑𝑏𝐵 =



1207,167 5 799,2667 2



𝐽𝐾𝐴𝐵



16. KTAB = 𝑑𝑏𝐴𝐵 = 𝐽𝐾𝐺



17. KTG = 𝑑𝑏𝐺 =



= 241,4334 = 1066,85



127,2667 10



13953,4 72



= 12,72667



= 193,7972



18. FhitungA= 𝐾𝑇𝐴/𝐾𝑇𝐺 = 1,245804 19. FhitungB = 𝐾𝑇𝐵/𝐾𝑇𝐺 = 5,504981 20. FhitungAB = 𝐾𝑇𝐴𝐵/𝐾𝑇𝐺 = 0,06567 21. FαA = Fα(dbA, db galat) = 2,342 22. FαB = Fα(dbB, db galat) = 3,124 23. FαAB = Fα(dbAB, db galat) = 1,965



Table 2. Table Anava Sumber geragaman



db



JK



KT



fhitung



Perlakuan



17



2133.7



A



5



B



2



2133.7



1066.85



5.504981



interaksi ab



10



127



12.72667



0.06567



Galat



72



13953.4



193.7972



Total



89



16087.1



125.5118 0.647645



1207.167 241.4334 1.245804



37,833



24. % proteksi uji = 100 – (



74



) 𝑥 100% = 48,87%



25. % proteksi ibuprofen = 100 – (



51,667 74



) 𝑥 100% = 30,18%



48,87



26. % efisiensi = 30,18 𝑥 100% = 161,93% 



Pengaruh perlakuan -



Fhit ≤ Fα(db perlakuan, db galat) o Terima Ho: perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati atau tidak ada perbedaan antar perlakuan.



-



Fhit > Fα(db perlakuan, db galat) o Tolak Ho: perlakuan berpengaruh terhadap respon yang diamati atau tidak ada perbedaan antar perlakuan.







Hasil : -



FhitungA 1,245804 ≤ FαA 2,342 maka Ho diterima, atau waktu tidak berpengaruh terhadap jumlah geliat dari mencit yang diamati atau tidak ada perbedaan antarperlakuan.



-



FhitungB 5,504981 > FαB 3,124 maka Ho ditolak, atau jenis pemberian obat berpengaruh terhadap jumlah geliat yang diamati atau ada perbedaan antar perlakuan.



-



FhitungAB 0,06567 ≤ FαAB 1,965 maka Ho diterima, atau interaksi antara waktu dengan jenis pemberian obat tidak berpengaruh pada jumlah geliat dari mencit yang diamati.







Uji Lanjut Uji lanjut dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh yang signifikan dari perbedaan pemberian jenis obat terhadap respon geliat dari mencit. Uji lanjut digunakan metode uji Duncan. 1. Menghitung nilai rα(p,db). α = 0,05; db = 72; perlakuan (p) = 2, 3. r untuk db 72 = 1,7706 (2 perlakuan) r untuk db 72 = 1,8298 (3 perlakuan) 2. Menghitung wilayah nyata terpendek (Rp) 𝑆



𝐾𝑇𝐺 139,7972 =√ = √27,95944=5,288 𝑟 5



𝛾= √



Rp = S . rα(p,db) Rp2 = 5,288 x 1,7706 = 9,363 Rp3 = 5,288 x 1,8298 = 9,676



Kriteria pengujian: Nilai mutlak kedua selisih kedua rata-rata yang akan dilihat dibandingkan dengan wilayah nyata terpendek (Rp) dengan criteria pengujian:



3. Mengurutkan table rata-rata perlakuan dari kecil ke besar. Perlakuan Kontrol negatif



Jumlah Geliat 103



71



59



Rata-rata geliat 113



98



88,8



Obat standar



56



0



85



79



90



62



Obat uji



72



25



54



20



56



45,4



Perlakuan



Rata-rata geliat



Kontrol negatif



88,8



Obat standar



62



Obat uji



45,4



Mengurutkan: C



B



A



62



88,8



Perlakuan



Rata-rata geliat



45,4



Obat uji (C)



45,4



0 16,6 (2)



Obat standar (B)



Kontrol negatif (A)



62



88,8



nyata



0



43,4



26,8



(3)



(2)



nyata



Nyata



0



Keterangan: -



Angka (2) dan (3) menunjukkan peringkat (p) untuk dibandingkan selisih perbedaan dua rata-rata sesuai dengan peringkatnya (rendah ke tinggi). Maksudnya antara B dan C bertetangga 2, sedangkan A dan C bertetangga 3.



4. Kesimpulan dari Hipotesis Berdasarkan hasil dari uji Duncan, maka perbedaan dari jenis obat yang diberikan terhadap mencit memberikan perbedaan yang nyata pada taraf 5%. 



Grafik



20 18 16 14 12



PGA Kontrol Negatif



10



Obat Standar Ibuprofen



8



Obat Uji Asam Mefenamat



6 4 2 0 0



10



20



30



40



80 70 60 50



Rata-rata Jumlah Geliat PGA Kontrol Negatif



40 30



Rata-rata Jumlah Geliat Obat Standar Ibuprofen



20



Rata-rata jumlah geliat obat uji



10 0 PGA Kontrol Obat Standar Obat Uji Asam Negatif Ibuprofen Mefenamat



VII.



Pembahasan Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai uji aktivitas



analgesik. Obat analgesik adalah obat yang digunakan untuk menekan atau mengurangi rasa nyeri terhadap rangsang nyeri mekanik, termik, listrik, atau kimiawi di sistem syaraf pusat dan perifer. Mekanisme umum kerja obat ini adalah penghambatan pembentukan prostaglandin yang merupakan mediator nyeri. Obatobat analgesik dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan kuat (analgesik narkotik) yang bekerja sentral terhadap sistem saraf pusat, dan golongan analgesik lemah (analgesik non-narkotik) yang bekerja terhadap sistem saraf perifer. Metode yang digunakan adalah metode induksi kimia dengan subjek kerja obat berupa mencit. Prinsip dari metode ini adalah dengan cara mengamati jumlah geliat dari mencit setelah diberikan obat tiap 5 menit. Mencit dibagi menjadi 3 kelompok yang akan diamati yaitu: kelompok 1 sebagai kelompok kontrol negatif yang diberikan suspensi gom arab, kelompok 2 sebagai kelompok kontrol positif (diberi ibuprofen), kelompok 3 sebagai kelompok uji (diberi asam mefenamat). Asam mefenamat ini dapat memberikan efek samping pada asam lambung sehingga dari sinilah dapat dilakukan perbandingan antara mencit yg diberikan aspirin dan asam mefenamat. Penambahan gom arab dimaksudkan sebagai cairan infus sebagai pemberi rasa anestesi pada mencit. Semua zat tersebut dimasukkan secara peroral pada mencit. Asam asetat merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asam asetat terhadap hewan percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsang dan menimbulkan nyeri yang nyata . Akibat dari adanya rasa nyeri inilah hewan percobaan akan menggeliat saat efek dari penginduksi ini bekerja. Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih jantan. Karena alasan biologisnya yang lebih stabil bila dibandingkan dengan mencit betina yang kondisi biologisnya dipengaruhi masa siklus estrus.



Mencit jantan digunakan sebagai hewan uji serta pemberian asam asetat 0,7% secara intraperitonial sebagai perangsang terbentuknya prostaglandin dan menimbulkan rasa nyeri pada mencit.metode ini dianggap baik untuk pengujian analgetik karena obat yang termasuk kedalam analgetik lemah pun dapat memberikan hasil positif (terbukti memberikanefek analgetik). Rasa nyeri pada mencit diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan geliat dimana frekuensi geliat hewan uji dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya Geliat mencit menandakan adanya respon nyeri yang dirasakan oleh mencit tersebut, sehingga semakin banyak geliat menandakan rasa nyeri yang semakin kuat. Begitupun sebaliknya, semakin jarang mencit menggeliat berarti nyeri yang dirasakan semakin ringan. Setelah dibagi menjadi 3 kelompok, mencit kemudian didiamkan selama 30 menit, tujuannya agar semua zat yang dimasukkan kedalam tubuh mencit tersebut bisa bereaksi terlebih dahulu dalam tubuh mencit. Lalu, diberikan asam asetat yang dimasukkan secara intraperitonial, asam asetat ini merupakan zat penginduksi nyeri pada mencit. Dengan demikian akan bisa dilihat bagaimana efek dari obat analgesik tersebut bekerja setelah diberikan zat penginduksi nyeri tadi. Hal ini dilakukan dengan cara melihat gerakan geliat dari mencit dalam selang waktu setiap 5 menit sekali selama 30 menit. Data pengamatan ini selanjutnya akan dianalisis secara stastik berdasarkan analisis variansi dan kebermaknaan perbedaan jumlah geliat kelompok kontrol dan kelompok uji. Mencit ditimbang masing-masing dan diperoleh hasil berat mencit I gram, mencit II 25,5 gram, mencit II 23 gram, dan mencit III 28,8gram. Pada setiap mencit diberikan obat yang berbeda-beda dan diberi dosis sesuai rumus : 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 𝑥 0,25𝑚𝑙 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡



𝑚𝑙 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠



Pada mencit I diberikan kontrol negatif dengan dosis NaCl 0,32 ml, mencit II diberikan ibuprofen dengan dosis 0,28 ml, pada mencit III diberikan asam mefenamat dengan dosis 0,36 ml. Tujuan pemberian dosis berbeda-beda berdasarkan berat badan adalah untuk memperoleh efek farmakologis yang sama dengan suatu obat pada setiap spesies hewan kuantitatif. Hal demikian akan lebih



diperlukan bila obat dipakai pada manusia dan pendekatan terbaik adalah dengan menggunakan perbandingan luas permukaan tubuh. Berat absolut untuk mencit adalah 20 gram. Kemudian obat diberikan kepada masing-masing mencit dengan cara disuntik intraperitonial yaitu di area abdomen bagian bawah. Jarum disuntikkan dengan sudut 100 dari abdomen agak kepinggir untuk mencegah terkenanya kandung kemih dan apabila terlalu tinggi akan mengenai hati. Mencit yang sebelumnya sudah diberi asam asetat 0,7 % v/v sebagai penginduksi rasa sakit akan menggeliat-geliat karena kesakitan. Lalu dilihat, diperhatikan dan dicatat geliat dari masing-masing mencit setiap 5 menit selama 30 menit. Hal ini dilakukan untuk mengetahui lama kerja respon obat jenis analgesik. Dari percobaan yang dilakukan didapatkan data bahwa mencit I yang diperlakukan sebagai kontrol negatif dengan pemberian larutan gom arab kemudian larutan asam asetat, , 5 menit pertama menggeliat sebanyak 13 kali, menit ke 10 sebanyak 21 kali dan menit ke 15 melakukan geliat sebanyak 8 kali. Pada menit ke 20 tejadi 9 kali geliat, menit 25 sebanyak 11 geliat dan sampai pada menit terakhir yaitu 9 kali geliat sehingga jika ditotalkan jumlah geliat mencit I selama 30 menit adalah sebanyak 71 kali. Mencit II yang diberikan ibuprofen sebagai kontrol positif lalu asam asetat pada 5 menit pertama tidak menunjukkan tanda menggeliat, bahkan hingga menit ke-30 mencit tetap tidak menggeliat sama sekali. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak hal, bisa berasal dari fisiologi mencit tersebut yang mungkin cukup kuat untuk menahan efek dari asam asetat, bisa juga karena ibuprofen yang diberikan memberi efektivitas kerja analgesik yang tinggi (dosis atau volume yang berlebih), atau mungkin juga pemberian asam asetat yang dilakukan secara intra peritoneal tidak dilakukan dengan baik sehingga asam asetat tidak diabsorbsi secara sempurna. Mencit III yang diberikan asam mefenamat lalu asam asetat. Pada 5 menit pertama mencit belum menggeliat sama sekali, kemudian pada menit ke 10 mencit tersebut melakukan 1 kali geliat, menit ke 15 melakukan geliat sebanyak 3 kali. Pada menit ke 20 terjadi 9 kali geliat, menit ke 25 sebanyak 9 kali dan sampai pada menit



ke-30 mencit menggeliat sebanyak 3 kali geliat sehingga jika ditotalkan jumlah geliat mencit 1 selama 30 menit yaitu sebanyak 25 kali. Ibuprofen merupakan derivat asam fenil propionat dari kelompok obat antiinflamasi non steroid. Senyawa ini bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenase pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG-G2 terganggu. Prostaglandin berperan dalam patogenesis inflamasi, analgesia dan demam. Dengan demikian maka ibuprofen mempunyai efek antiinflamasi dan analgetik-antipiretik. Khasiat ibuprofen sebanding, bahkan lebih besar dari pada asetosal (aspirin) dengan efek samping yang lebih ringan terhadap lambung. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa mencit I menggeliat lebih banyak dari mencit II dan III. Hal ini dikarenakan mencit hanya diberikan suspensi gom arab yang tidak mempunyai efek analgetik. Seharusnya dengan pemberian obat analgesik geliatan dari mencit akan berkurang. Hasil yang didapat tidak sesuai dikarenakan beberapa faktor. Diantaranya mencit yang digunakan memiliki daya tahan tubuh yang berbeda-beda. Selain itu kesalahan terjadi pada praktikan, kesalahan dalam pemberian suntikan menyebabkan ketidaktepatan distribusi zat aktif sehingga efek farmakologis yang diinginkan tidak sesuai. Kemudian pada saat diberikan obat analgesik pada masing-masing mencit yang seharusnya didiamkan hingga 30 menit sebelum diberikan asam asetat 0,7% dilakukan lebih cepat sehingga obat analgesik tersebut belum bekerja sepenuhnya. Selain itu faktor yang menyebabkan kesalahan yaitu kurang teliti dalam menghitung jumlah geliat, seperti menghitung geliat lebih dari satu yang sebenarnya sisa menggeliat sebelumnya dan begitu juga sebaliknya ada geliat yang tidak dihitung karena lengah. Percobaan pengujian aktivitas analgetik ini dilakukan dengan dua faktor, yaitu faktor variasi waktu dan faktor pemberian jenis obat yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perhitungan statistik digunakan dengan metode percobaan faktorial. Berdasarkan



hasil



perhitungan,



ditemukan



bahwa



waktu



tidak



mempengaruhi jumlah geliat dari mencit. Sedangkan, pemberian jenis obat yang



berbeda (tidak diberikan, diberikan ibuprofen, diberikan asam mefenamat) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah geliat dari mencit. Dan, tidak terdapat interaksi antara waktu dan pemberian jenis obat kepada mencit terhadap jumlah geliat. Hasil perhitungan statistik menyatakan bahwa perbedaan pemberian jenis obat memberikan pengaruh terhadap jumlah geliat dari mencit. Pernyataan ini belum cukup jelas. Untuk menggali lebih dalam lagi obat mana yang sebenarnya paling memberikan pengaruh yang signifikan, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan. Dalam uji Duncan ini, karena waktu sudah terbukti tidak berpengaruh pada jumlah geliat, maka yang dibandingkan adalah jenis obat yang dinyatakan sebagai perlakuan dan jumlah geliat dari lima kali pengulangan. Dari lima pengulangan ini kemudian dirata-ratakan dan dari rata-rata ini saling disandingkan satu sama lain untuk menjelaskan mana yang sebenarnya memberikan pengaruh yang paling spesifik. Berdasarkan uji lanjut Duncan, ketiga perlakuan memberikan perbedaan yang signifikan dan dapat dinyatakan bahwa obat analgetika yang diujikan kepada hewan mencit mempunyai aktivitas yang berbeda-beda dalam mengurangi atau menghilangkan rasa sakit yang diinduksi secara kimia (geliat dari mencit yang diinduksi oleh asam asetat). Berdasarkan hasil dari grafik, pertambahan waktu cenderung menunjukkan jumlah geliat yang meningkat. Secara farmakologi, grafik tersebut menjelaskan bahwa semakin bertambahnya waktu, efek obat sebagai analgesik sudah mulai berkurang, sehingga jumlah geliatan pada mencit cenderung meningkat. Jika ditinjau kembali penjelasan secara farmakologi, terkesan bahwa waktu menunjukkan pengaruh terhadap jumlah geliat sedangkan statistik menjelaskan bahwa waktu tidak menunjukkan pengaruh. Sebagai penjelasan dari permasalahan tersebut, perlu kembali dilihat juga bahwa semakin lama waktu, jumlah geliat juga cenderung menurun, hal ini disebabkan karena efek induksi dari asam asetat juga sudah mulai berkurang. Jadi, terdapat dua faktor yang menunjukkan perubahan jumlah geliat jika dilihat dari segi waktu yaitu efek dari obat, dan efek dari asam asetat itu sendiri. Karena itulah mengapa waktu tidak memberikan perubahan yang



signifikan terhadap jumlah geliat dari mencit. Lalu, bagaimana dengan faktor waktu pada kontrol negatif yang tidak menerima efek dari obat analgesik? Perlu diingat kembali, efek dari asam asetat berkurang dengan sendirinya dalam tubuh mencit (tidak konstan). Sehingga, bukan karena lama waktu yang mempengaruhi jumlah geliatan, tapi sesungguhnya efek dari asam asetat dan analgesik itu sendiri. Sehingga pada kontrol negatif (yang tidak menerima pengaruh obat) waktu juga bukanlah faktor yang mempengaruhi jumlah geliat mencit. Berdasarkan grafik, terlihat bahwa asam mefenamat mempunyai efek analgesik paling baik yang ditunjukkan dari rata-rata jumlah geliat total yang paling sedikit. Hal ini juga ditunjukkan dari perhitungan persen efisiensi asam mefenamat yang menunjukkan persen yang lebih dari 100%. Namun, hal ini bebeda dengan percobaan yang dilakukan oleh Nugraha tahun 2011 yang menunjukkan bahwa ibuprofen memiliki efek analgesic yang lebih baik dibandingkan dengan asam mefenamat yang ditunjukkan dalam persen daya analgesic yaitu ibuprofen 66,67% dan asam mefenamat adalah 50%. Penyimpangan ini dapat disebabkan karena pemberian obat yang tidak benar (ada obat yang terbuang sehingga pemberian obat tidak sesuai dengan perhitungan dosis), penyuntikan asam asetat yang kurang baik sehingga ada asam asetat yang terbuang, atau dari mencit itu sendiri seperti faktor metabolisme tikus, usia, berat badan, jenis kelamin, dan keadaan psikis dari mencit tersebut. Kontrol negatif adalah kelompok mencit yang tidak diberikan obat analgesik apapun atau hanya pembawa obat tanpa zat aktif. Pengadaan kontrol negarif ini sendiri bertujuan untuk membandingkan kelompok yang diberikan analgesik, dengan kelompok yang tidak diberikan analgesik. Atau dengan kata lain, kontrol negatif digunakan dengan tujuan sebagai sebagai pembanding.



VIII.



Kesimpulan



1. Berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental aktivitas analgetika suatu obat dapat diamati. 2. Dasar-dasar perbedaan daya analgetik berbagai obat analgetika dapat dipahami.



DAFTAR PUSTAKA Fajriani, 2008. Pemberian Obat-Obatan Anti Inflamasi Non Steroid ( AINS ) Pada Anak. Avaiable online at: http://jdentistry.ui.ac.id/index.php/JDI/article/view/27/23 [Diakses 17 Maret 2015 pukul 07.00]. Ganong, William F. 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot. Dalam H. M. Djauhari. Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi. Edisi 10, diterjemahkan oleh Amalia. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Kumaravelu, P., Kaliappan V., Viswanathan G., David D.C., Venkatesan H. 2010. A



Comparative Study of Oral Analgesics: Etoricoxib with Tramadol in



Acute Postoperative Pain: A Randomised Double Blind Study. Avaiable online



at: http://www.jcdr.net/article.s/PDF/742/612_937_E(C)_F(P)_R(P)_P



F_p .pdf



Diakses



tanggal 14 Oktober 2015.



Kurumbail, R.G., et al.,1996, Cyclooxygenase-2 (Prostaglandin Synthase-2 Complexed with a



Selective



Inhibittor),



SC-558



IN



I222 Space



Goup.1996. Available from: http://www.pdb.org/ pdb/explore/explore.do?structureId=6COX [Accessed at 17 March 2015]. Nugraha, Linus Seta Adi.2011.Analgetika.Sebuah percobaan. Semarang: Akademi Farmasi Theresiana. Widjajakusumah: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC. Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alami Phytomedika (YPOBAP). 1991. Penapisan



Farmakologi Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik.



pp.



Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alami Phytomedika;



Jakarta.



49.