Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal Dan Kerangka Dasar Vertikal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal Dan Kerangka Dasar Vertikal GD - 2203 PENGANTAR PERPETAAN Dosen : Dr. Ir. Vera Sadarviana, M.T



Kelompok 1: Yuanda Eka Putri



15716001



Ario Arianto



15716005



Puti Fauzia Imani



15716013



Muhammad Amien Reza



15716016



Nyi Ayu Afifah Nurmayaningrum



15716020



Amalia Nur Amira



15716030



Mohamad Fakhry H.A.



15716031



Zalfa Fakhirah Amir Nur



15716039



PROGRAM STUDI REKAYASA INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2017



Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Untuk keperluan pengukuran dan pemetaan diperlukan pengukuran Kerangka Dasar Vertikal yang menghasilkan elevasi (tinggi) titik-titik ikat dan pengukuran Kerangka Dasar Horizontal yang menghasilkan koordinat titik-titik. Kerangka dasar vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran beberapa titiktitik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggian (elevasi) yang mengacu terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. Bidang ketinggian rujukan ini biasanya berupa ketinggian muka air laut rata-rata (mean sea level – MSL) atau ditentukan lokal. Metode dalam pengukuran kerangka dasar vertikal dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode sipat datar, pengukuran trigonometris, dan pengukuran barometris. Dalam percobaan ini pengukuran kerangka dasar vertikal dilakukan dengan metode sipat datar yang memiliki prinsip berupa mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis di lapangan menggunakan rambu ukur. Alat sipat datar sifatnya tidak seperti alat pengukur sudut horizontal seperti theodolite. Seiring berkembangnya teknologi, alat sipat datar semakin banyak ragamnya seperti level laser, dan scan bar code. Sedangkan kerangka dasar horizontal merupakan teknik dan cara pengukuran peta yang terdiri dari hubungan titik-titik yang diukur di atas bumi, dan data-data pengukuran yang didapat harus mempunya referensi atau acuan dari titik-titik yang mempunyai nilai koordinat. Dalam proses pengukurannya, kerangka dasar horizontal dapat diukur melalui 3 cara yaitu metode poligon atau traves, metode pengukuran pengikatan ke muka, dan metode pengukuran pengikatan ke belakang. Dalam percobaan ini pengukuran kerangka dasar horizontal diukur dengan metode poligon atau traves, yang digunakan apabila titik-titik yang akan dicari koordinatnya membentuk segi banyak (poligon), metode ini seringkali dipakai untuk menentukan kerangka dasar horizontal, karena cara ini dapat menyesuaikan diri dengan keadaan daerah/ lapangan dengan mudah. Poligon atau traves dilaksanakan untuk memperoleh koordinat planimetris (X,Y).



Oleh karena itu, praktikum yang berjudul Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal dan Kerangka Dasar Vertikal sangat dibutuhkan sebagai dasar pengetahuan bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmunya dan menerapkannya dalam berbagai hal salah satunya untuk jurusan Rekayasa Infrastruktur Lingkungan yaitu dalam bidang konstruksi dan infrastruktur.



1.2 Tujuan Praktikum 1. Menentukan nilai dari titik (X,Y) dan tinggi untuk setiap titik yang telah ditentukan. 2. Menentukan nilai X dan Y dalam pengukuran kerangka dasar horizontal dengan metode poligon atau traves. 3. Menentukan tinggi dari setiap titik dalam pengukuran kerangka dasar vertikal dengan metode sipat datar. 4. Membuktikan bahwa koordinat yang telah ditentukan dapat kembali lagi ke referensi.



1.3 Waktu Praktikum Hari / tanggal



: Rabu, 25 Oktober 2017



Waktu



: Jam 14.30-16.00WIB



Hari / tanggal



: Rabu, 01 November 2017



Waktu



: Jam 13.30-16.00 WIB



1.4 Volume Kerja Pada awalnya praktikum ini akan dilakukan hanya dalam 1 hari namun dikarenakan cuaca yang tidak mendukung maka praktikum dilakukan dalam 2 hari. Pada hari pertama mengukur ketinggian dan jarak optis menggunakan waterpass dan hari kedua mengukur jarak serta sudut menggunakan Theodolite digital. Setiap kelompok mendapatkan 2 titik sehingga total seluruhnya adalah 10 titik.



1.5 Alat Praktikum Nama Alat



Jenis/keterangan alat



Jumlah



Theodolite



Tipe digital (DT)



1 buah



Waterpass



-



1 buah



Statif



-



1 buah



Rambu ukur



-



2 buah



Rompi dan Helm



-



3 pasang



1.6 Lokasi Praktikum Lapangan Sipil di ITB Ganesha. (Peta terlampir)



Bab II Dasar Teori Kerangka Dasar Horizontal (KDH) Kerangka dasar horizontal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi horizontalnya berupa koordinat pada bidang datar (X,Y) dalam sistem proyeksi tertentu. Bila dilakukan dengan cara teristris, pengadaan kerangka horizontal bisa dilakukan menggunakan cara triangulasi, trilaterasi atau poligon. Pemilihan cara dipengaruhi oleh bentuk medan lapangan dan ketelitian yang dikehendaki. ( Purworhardjo, 1986 ). a. Poligon Metode poligon adalah metode penentuan posisi lebih dari satu titik dipermukaan bumi, yang terletak memanjang sehingga membentuk segi banyak, (Wongsotjitro,1977). Unsur-unsur yang diukur adalah unsur sudut dan jarak, jika koordinat awal diketahui, maka titik-titik yang lain pada poligon tersebut dapat ditentukan koordinatnya. Pengukuran dengan metode poligon ini terbagi menjadi dua bentuk yaitu: 1. Poligon Tertutup Poligon tertutup adalah poligon dengan titik awal sama dengan titik akhir, jadi dimulai dan diakhiri dengan titik yang sama.



Gambar 2.1 Poligon Tertutup Syarat-syarat geometris poligon tertutup adalah sebagi berikut: Σδ = ( n – 2 ) . 180º ( untuk sudut dalam )



Σδ = ( n + 2 ) . 180º ( untuk sudut luar ) Σ ( D . sin α ) = ΣΔX = 0 Σ ( D . cos α ) = ΣΔY = 0 Pada umumnya hasil pengukuran jarak dan sudut tidak segera memenuhi syarat diatas, tetapi akan didapat bentuk persamaan sebagai berikut : Σ δ + ƒδ = ( n – 2 ) . 180 ( untuk sudut dalam ) Σ δ + ƒδ = ( n + 2 ) . 180 ( untuk sudut luar ) Σ ( D . sin α ) + ƒΔX = 0 Σ ( D . cos α ) + ƒΔY = 0 Dalam hal ini : Σδ = jumlah sudut ukuran n = jumlah titik pengukuran ƒδ = kesalahan penutup sudut ukuran ΣΔX = jumlah selisih absis ( X ) ΣΔY = jumlah selisih ordinat ( Y ) ƒΔX = kesalahan absis ( X ) ƒΔY = kesalahan ordinat ( Y ) D = jarak / sisi poligon α = azimuth Langkah awal perhitungan koordinat ( X,Y ) poligon tertutup adalah sebagai berikut :  Menghitung jumlah sudut ƒδ = Σδ hasil pengukuran - ( n - 2 ) . 180 Apabila selisih sudut tersebut masuk toleransi, maka perhitungan dapat dilanjutkan tetapi jika selisih sudut tersebut tidak masuk toleransi



maka



akan



dilakukan



cek



lapangan



pengukuran ulang.  Mengitung koreksi pada tiap-tiap sudut ukuran ( kδi )



atau



kδi = ƒδi / n ( jika kesalahan penutup sudut bertanda negatif (-) maka koreksinya positif (+), begitu juga sebaliknya.  Menghitung sudut terkoreksi δi = δ1 + kδ1  Menghitung azimuth sisi poligon (α) misal diketahui azimuth awal (α1-2 ) α2-3 = α1-2 + 180º - δ2 ( untuk sudut dalam ) α2-3 = α1-2 - 180º + δ2 ( untuk sudut luar ) Dengan catatan, apabila azimuth lebih dari 360º, maka : α2-3 = ( α1-2 + 180º - δ2 ) - 360º apabila azimuth kurang dari 0º, maka : α2-3 = ( α1-2 + 180º - δ2 ) + 360º  Melakukan koreksi pada tiap-tiap kesalahan absis dan ordinat ( kΔXi dan kΔYi ) kΔXi = ( di / Σd ) . ƒΔX dalam hal ini ƒΔX = ΣΔX kΔYi = ( di / Σd ) . ƒΔY ƒΔY = ΣΔY jika kesalahan absis dan ordinat bertanda negatif (-) maka koreksinya positif (+) begitu juga sebaliknya.  Menghitung selisih absis ( ΔX ) dan ordinat ( ΔY ) terkoreksi ΔX 1-2 = ΔX 1-2 + kΔX 1-2 ΔY 1-2 = ΔY 1-2 + kΔY 1-2  Koordinat ( X,Y ) misal diketahui koordinat awal ( X1 , Y1 ) maka : X2 = X1 + ΔX 1-2 Y2 = Y1 + ΔY 1-2 Jika pada proses perhitungan poligon tertutup koordinat akhir sama dengan koordinat awal maka perhitungan tersebut dianggap benar, sebaliknya jika koordinat akhir tidak sama dengan koordinat awal maka perhitungan tersebut dinyatakan salah karena titik awal



dan titik akhir poligon tertutup adalah sama atau kembali ketitik semula.



Kerangka Vertikal Kerangka vertikal digunakan dalam suatu pengukuran untuk menentukan beda tinggi dan ketinggian suatu tempat/titik. ( Purworaharjo, 1986 ) Ada beberapa metode untuk menentukan beda tinggi dan ketinggian titik tersebut yaitu : a. Kerangka Vertikal dengan Metode Waterpassing Syarat utama dari penyipat datar adalah garis bidik penyipat datar, yaitu garis yang melalui titik potong benang silang dan berhimpit dengan sumbu optis teropong dan harus datar. Syarat pengaturannya adalah : Mengatur sumbu I menjadi vertical Mengatur benang silang mendatar tegak lurus sumbu I Mengatur garis bidik sejajar dengan arah nivo Menentukan beda tinggi dengan menggunakan metode waterpassing alat yang digunakan adalah Waterpass, penentuan ketinggian (elevasi) dengan menggunakan waterpass ada 3 macam yaitu : 1. Alat di tempatkan di stasion yang di ketahui ketinggiannya



Gambar 2.2 Penyipat Datar Di Atas Titik



Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : h a-b = ta - Btb HB = Ha + h a-b 2. Alat sipat datar di tempatkan di antara dua stasion



Gambar 2.3 Penyipat Datar Di Antara Dua Titik Keterangan : Hab =Bt m - Bt b Hba = Bt b – Bt m Bila tinggi stasion A adalah Ha, maka tinggi stasion B adalah : Hb = Ha + Hab Hb = HA + Bt m - Bt b Hb = T – Bt b Bila tinggi stasion B adalah Hb, maka tinggi stasion A adalah : Ha = Hb + Hba Ha = Hb + Bt b – Bt m Ha = T – Bt m 3. Alat Sipat Datar tidak di tempatkan di atara kedua stasion



Gambar 2.3 Penyipat DatarDi Luar Titik Keterangan : hab = Bt m-Bt b hba = Bt b – Bb m Bila tinggi stasion C di ketahui HC, maka: Hb = Hc + tc – Bt b = T – Bt b Ha = Hc = tc – Bt m = T – Bt m



Bab III Langkah Kerja



3.1 Deskripsi Kegiatan Pada hari Rabu, 25 Oktober 2017, dilakukan pengamatan tinggi dan jarak optis menggunakan waterpass. Lalu Rabu, 1 November 2017, dilakukan pengamatan pengukuran sudut dan jarak menggunakan theodolite digital untuk menentukan sudut, ketinggian dan jarak terhadap 10 titik yang telah ditentukan di Lapangan Sipil ITB.



3.2 Pelaksanaan a. Kegiatan praktikum dimulai pada pukul 12.30 WIB. b. Pengenalan praktikum di kelas, menjelaskan apa dan bagaimana praktikum yang akan dilakukan. c. Tiap kelompok dibagi lembar kerja dan lembar peminjaman alat untuk praktikum ke lapangan. d. Seusai diberikan penjelasan, praktikan mengambil alat dan mengurus peminjaman alat. e. Sekitar pukul 14.30 praktikan menuju lapangan sipil untuk melakukan praktikum. Lapangan sipil di bagi menjadi 10 titik yang telah di tentukan. Setiap kelompok mendapatkan 2 titik. f. Pada hari pertama dilakukan percobaan mengukur perbedaan tinggi menggunakan Waterpass. g. Memasang waterpass dan 2 rambu ukur pada 2 titik yang sudah ditentukan sebelumnya. h. Pada pengukuran pertama, Waterpass dipasang di titik A1 pada section a, rambu ukur diletakkan di titik BM001 dan di titik 8. i. Lakukan centering waterpass sebelum melakukan pengukuran. j. Setelah itu, mengukur BT (Batas Tengah), BA (Batas Atas), dan BB (Batas Bawah) titik 8 menggunakan Waterpass.



k. Mengukur BT (Batas Tengah), BA (Batas Atas), dan BB (Batas Bawah) titik BM001 menggunakan Waterpass. l. Selanjutnya Waterpass dipindahkan ke titik B1 pada section a, rambu ukur diletakkan di titik BM001 dan di titik 8. m. Mengulangi langkah-langkah dari h sampai j. n. Pada pengukuran pertama, Waterpass dipasang di titik A2 pada section b, rambu ukur diletakkan di titik BM001 dan di titik 1. o. Lakukan centering waterpass sebelum melakukan pengukuran. p. Setelah itu, mengukur BT (Batas Tengah), BA (Batas Atas), dan BB (Batas Bawah) titik 1 menggunakan Waterpass. q. Mengukur BT (Batas Tengah), BA (Batas Atas), dan BB (Batas Bawah) titik BM001 menggunakan Waterpass. r. Pada hari kedua dilakukan pengukuran sudut dalam menggunakan theodolit digital. s. Pengukuran sudut BM01A dilakukan dengan memasang theodolit digital pada titik tersebut dan melakukan centering dan leveling. t. Mengarahkan theodolit pada titik BM01A yang telah dipasang rambu ukur dan mencatat sudut yang terbaca pada alat. u. Mengukur BB,BT, dan BA pada titik BM01A. v. Selanjutnya, theodolit diarahkan ke titik 8 dan mencatat sudut yang terbaca pada alat. w. Mengukur BB, BT, dan BA pada titik 8. x. Untuk pengukuran menggunakan sudut luar biasa, lensa diputar 180o dan melakukan pengukuran seperti pada langkah t sampai w. y. Pengukuran sudut BM001 dilakukan dengan memasang theodolit digital pada titik tersebut dan melakukan centering dan leveling. z. Mengarahkan theodolit pada titik 1 yang telah dipasang rambu ukur dan mencatat sudut yang terbaca pada alat. aa. Mengukur BB,BT, dan BA pada titik 1. bb. Selanjutnya, theodolit diarahkan ke titik BM01A dan mencatat sudut yang terbaca pada alat.



cc. Mengukur BB, BT, dan BA pada titik BM01A. dd. Untuk pengukuran menggunakan sudut luar biasa, lensa diputar 180o dan melakukan pengukuran seperti pada langkah t sampai w. ee. Membersihkan dan merapikan alat praktikum. ff. Mengembalikan alat. gg. Pengumpulan data laporan dari setiap kelompok. hh. Membuat laporan dengan membagi tugas antar anggota kelompok. ii. Pengumpulan laporan.



Bab IV Data dan Pengolahan Data



4.1 Data Titi k Ala t



Ko ndi si



B IT B 00 1



B LB LB B



IT B 01 A



1



2



3



4



5



B LB LB B B LB LB B



Target



ITB 01A 8 8 ITB 01A 1 ITB 001 ITB 001 1



Bacaan Skala Mendatar



0°0’0”



Bacaan Benang (m) BA+BB=2BT Sudut Mendatar



160°17’3”



160°17’3” 340°17’22” 178°34’8”



161°43’14”



0°0’0” 89°31’45” 269°16’21”



89°31’45”



89°14’4”



180°02’17”



ITB01A 2 2 ITB01A



169 44’00’’



1



113o06’00’’



B



3



192 17’18’’



LB



3



12o15’35’’



LB



1



293o06’00’’



B B LB LB B B LB LB B



4 2 2 4 5 3 3 5 6



175˚48'40'' 273˚15'14'' 93˚11'43'' 355˚45'56'' 198˚51'30'' 59˚42'34'' 239˚42'12'' 18˚48'18''



o



70o28’02’’ 250o24’57’’ 349o47’04’’ o



1°31’23”



99°15’58” 99°22’7” 79°11’18”



280°50’25” (79°09’35”) 97˚26'34'' 97˚25'47'' 139˚8'46'' 139˚6'6'' 149°5’53”



Jarak Mendat ar (m) D=(BA BB)*sk ala



BA



BT



BB



20.25



18.85



17.45



140



3.49 3.42



2.2 2.12



0.91 0.81



129 130.5



20.1



18.8



17.5



130



8.4



6.95



5.49



145.5



7.45



6



4.55



145



7.27



6.05



4.85



121



8.15 29.51 18.69 18.22 27.5



6.8 28.12 17.26 16.78 26.1



5.45 26.75 15.82 15.35 19.5



20.55



19.15



17.75



135 138 143.5 143.5 400 140



24.45



21



19.5



247.5



24.2



21.75



19.3



245



22.45



21.06



19.68



138.5



1.75



4.58 26.65 26.5 4.5 10.45 20.2 16.85 7.45 -0.08



137.25 146.5 147.5 135.5 85 110 137.5 127.5 184



7 29.58 29.45 7.21 12.15 22.4 19.6 10 3.6



B LB LB B B LB LB B B LB LB B



6



7



B 8 LB LB



Titik (Belaka ng Muka) ITB 001



150°37’16” 330°43’39” 180°29’12” 1°47’47” 80°39’23” 260°41’35” 181°43’55” 295°41’35” 117°11’45” 297°19’33” 115°42’58” 325°33’30”



4 4 6 7 5 5 7 6 8 8 6 7 ITB 001 ITB 001 7



200°01’01” 20°03’40”



78°51’36” 78°57’40” 178°30’0” 181°36’35” 125°32’29”



145°28’17”



145°31’57”



Benang Tengah (BT) (Stand I Stand II) Belak muka ang 7.67



150°14’27”



11.75



1 2 1 3 2 3



18.12 17.99 1.76 17.73 23.5 23.5 17.74 7.45 15.78 15.81 7.43 11.57



17.18 16.94 -0.07 16.32 21.67 21.68 16.3 6 14.44 14.5 6 10.24



98.5 113 183 141.5 182.5 182 143 144.5 134 132 144 133.5



26.7



25.4



24.1



130



26.6



25.33



24.08



126



12.94



11.63



10.3



132



Benang Atas (BA) Benang Bawah (BB) BA+BB = 2.BT



Jarak Optis D = (BABB)*skala



belakang



muka



bela kang



8.36



12.5



6.08



10.15



6.98



11



1.32



14.12



2.44



15.32



3.1



15.92



0.22



12.92



3.24



19.25



3.92



19.88



3.11



19.12



2.55



18.64



18.3



2.35



18.98



3.1



17.95



2



17.62



1.6



10.65



4.38



11.4



4.98



muk a



Beda Tinggi (belakang -muka)



Beda Tinggi Ratarata



75



-4.075 - 4.07



111



120



-12.8



-12.81



-12.82 68.5



62



--16.01



75



15.95



-16.01 1 3 15.95



15.95 75



60



6.27



ITB 01A ITB 01A 1 2



- 16.01 68



Titik (belaka ng muka) ITB 001



-4.08 69



ITB 01A ITB 01A



19.15 19.2 3.59 19.15 25.32 25.32 19.16 8.89 17.12 17.14 8.88 12.91



6.26



2 3



4 4 5 5 6 6 7 7 8 8 ITB 001



13.6



7.35



9.9



3.78



17.08



13.82



17.91



14.02



16.51



13.25



16.25



13.64



15.6



3.3



16.64



4.14



15.66



3.35



14.54



2.44



4.45



11.56



3.8



10.79



6.39



13.5



5.11



12.36



13.1



14.23



13.77



14.9



13.33



14.45



12.45



13.58



5.38



18



6.1



17.43



6.25 83



17.52



4.65



105



12.3



85



65.5



78.5



66



66



-7.11



-1.13



Benang tengah :



-12.62



muka: 11.75 o Stand 2, belakang : 6.08 muka: 10.15 Benang atas : o Stand 1 , belakang : 8.36 muka: 12.5 



Benang bawah : o Stand 1 , belakang : 6.98 muka: 11







7 7 -1.125 8 8



-12.62



o Stand 1 , belakang : 7.67







-7.11



-12.62 -56



Titik belakang : ITB 001







6 6



-7.11



1. Kerangka Dasar Vertikal



Titik muka : ITB 01A



12.305



-1.12



18.55







5 5



12.31



4.2 Pengolahan Data



A. -



3.26



3.26



72.5 4.9



3.26



19



4 4



Jarak optis : D = (BA-BB)*skala o Belakang : (8.36-6.98)*50 = 69



ITB 001



o Muka : (12.5-11)*50 = 75 



Beda Tinggi : belakang-muka o Belakang : 7.67 - 11.75 = -4.08 o Muka : 6.08 - 10.15 = -4.07







Beda Tinggi Rata-rata :



𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 +𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑀𝑢𝑘𝑎 2



−4.08 + (−4.07) 2 = -4.075 B. -



Titik belakang : ITB 01A







Titik muka : 1







Benang tengah : o Stand 1 , belakang : 1.32 muka: 14.12 o Stand 2, belakang : 3.1 muka: 15.92







Benang atas : o Stand 1 , belakang : 2.44 muka: 15.32







Benang bawah : o Stand 1 , belakang : 0.22 muka: 12.92







Jarak optis : D = (BA-BB)*skala o Belakang : (2.44-0.22)*50 = 11 o Muka : (15.32-12.92)*50 = 120







Beda Tinggi : belakang-muka o Belakang : 1.32 – 14.12 = -12.8 o Muka : 3.1 – 15.92 = -12.82







Beda Tinggi Rata-rata : −12.8 + (−12.82) 2 = -12.81



𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 +𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑀𝑢𝑘𝑎 2



C. -



Titik belakang : 2







Titik muka : 1







Benang tengah : o Stand 1 , belakang : 3.24 muka: 19.25 o Stand 2, belakang : 3.11 muka: 19.12







Benang atas : o Stand 1 , belakang : 3.92 muka: 19.88







Benang bawah : o Stand 1 , belakang : 2.55 muka: 18.64







Jarak optis : D = (BA-BB)*skala o Belakang : (3.92-2.55)*50 = 68.5 o Muka : (19.88-18.64)*50 = 62







Beda Tinggi : belakang-muka o Belakang : 3.24 – 19.25 = -16.01 o Muka : 3.11 – 19.12 = -16.01







Beda Tinggi Rata-rata :



𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 +𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑀𝑢𝑘𝑎



−16.01 + (−16.01) 2 = -16.01 D. -



Titik belakang : 3







Titik muka : 2







Benang tengah : o Stand 1 , belakang : 18.3 muka: 2.35 o Stand 2, belakang : 17.95 muka: 2







Benang atas :



2



o Stand 1 , belakang : 18.98 muka: 3.1 



Benang bawah : o Stand 1 , belakang : 17.62 muka: 1.6







Jarak optis : D = (BA-BB)*skala o Belakang : (18.98-17.62)*50 = 68 o Muka : (3.1-1.6)*50 = 75







Beda Tinggi : belakang-muka o Belakang : 18.3 – 2.35 = 15.95 o Muka : 17.95 – 2= 15.95







Beda Tinggi Rata-rata :



𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 +𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑀𝑢𝑘𝑎



15.95 + 15.95 2 = 15.95 E. -



Titik belakang : 3







Titik muka : 4







Benang tengah : o Stand 1 , belakang : 10.65 muka: 4.38 o Stand 2, belakang : 13.6 muka: 7.35







Benang atas : o Stand 1 , belakang : 11.4 muka: 4.98







Benang bawah : o Stand 1 , belakang : 9.9 muka: 3.78







Jarak optis : D = (BA-BB)*skala o Belakang : (11.4-9.9)*50 = 75 o Muka : (4.98-3.78)*50 = 60



2







Beda Tinggi : belakang-muka o Belakang : 10.65 – 4.38 = 6.27 o Muka : 13.6 – 7.35= 6.25







Beda Tinggi Rata-rata :



𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 +𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑀𝑢𝑘𝑎 2



6.27 + 6.25 2 = 6.26 F. -



Titik belakang : 4







Titik muka : 5







Benang tengah : o Stand 1 , belakang : 17.08 muka: 13.82 o Stand 2, belakang : 16.51 muka: 13.25







Benang atas : o Stand 1 , belakang : 17.91 muka: 14.02







Benang bawah : o Stand 1 , belakang : 16.25 muka: 13.64







Jarak optis : D = (BA-BB)*skala o Belakang : (17.91-16.25)*50 = 83 o Muka : (14.02-13.64)*50 = 19







Beda Tinggi : belakang-muka o Belakang : 17.08 – 13.82 = 3.26 o Muka : 16.51 – 13.25= 3.26







Beda Tinggi Rata-rata : 3.26 + 3.26 2 = 3.26



G. -



Titik belakang : 5



𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 +𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑀𝑢𝑘𝑎 2







Titik muka : 6







Benang tengah : o Stand 1 , belakang : 15.6 muka: 3.3 o Stand 2, belakang : 15.66 muka: 3.35







Benang atas : o Stand 1 , belakang : 16.64 muka: 4.14







Benang bawah : o Stand 1 , belakang : 14.54 muka: 2.44







Jarak optis : D = (BA-BB)*skala o Belakang : (16.64-14.54)*50 = 105 o Muka : (4.14-2.44)*50 = 85







Beda Tinggi : belakang-muka o Belakang : 15.6 – 3.3 = 12.3 o Muka : 15.66 – 3.35= 12.31







Beda Tinggi Rata-rata :



𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 +𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑀𝑢𝑘𝑎



12.3 + 12.31 2 = 12.305 H. -



Titik belakang : 6







Titik muka : 7







Benang tengah : o Stand 1 , belakang : 4.45 muka: 11.56 o Stand 2, belakang : 6.39 muka: 13.5







Benang atas : o Stand 1 , belakang : 3.8



2



muka: 10.79 



Benang bawah : o Stand 1 , belakang : 5.11 muka: 12.36







Jarak optis : D = (BA-BB)*skala o Belakang : (3.8-5.11)*50 = -65.5 o Muka : (10.79-12.36)*50 = -78.5







Beda Tinggi : belakang-muka o Belakang : 4.45 – 11.56 = -7.11 o Muka : 6.39 – 13.5= -7.11







Beda Tinggi Rata-rata :



𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 +𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑀𝑢𝑘𝑎



−7.11 + ( −7.11) 2 = -7.11 I. -



Titik belakang : 7







Titik muka : 8







Benang tengah : o Stand 1 , belakang : 13.1 muka: 14.23 o Stand 2, belakang : 13.33 muka: 14.45







Benang atas : o Stand 1 , belakang : 13.77 muka: 14.9







Benang bawah : o Stand 1 , belakang : 12.45 muka: 13.58







Jarak optis : D = (BA-BB)*skala o Belakang : (13.77-12.45)*50 = 66 o Muka : (14.9-13.58)*50 = 66







Beda Tinggi : belakang-muka



2



o Belakang : 13.1 – 14.23 = -1.13 o Muka : 13.33 – 14.45= -1.12 



Beda Tinggi Rata-rata :



𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 +𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑀𝑢𝑘𝑎 2



−1.13 + ( −1.12) 2 = -1.125 J. -



Titik belakang : 8







Titik muka : ITB 001







Benang tengah : o Stand 1 , belakang : 5.38 muka: 18 o Stand 2, belakang : 4.9 muka: 17.52







Benang atas : o Stand 1 , belakang : 6.1 muka: 4.65







Benang bawah : o Stand 1 , belakang : 17.43 muka: 18.55







Jarak optis : D = (BA-BB)*skala o Belakang : (6.1-4.65)*50 = 72.5 o Muka : (17.43–18.55)*50 = -56







Beda Tinggi : belakang-muka o Belakang : 5.38 – 18 = -12.62 o Muka : 4.9 – 17.52 = -12.62







Beda Tinggi Rata-rata : −12.62 + ( −12.62) 2



= -12.62



𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 +𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑀𝑢𝑘𝑎 2



2. Kerangka Dasar Horizontal



Pada kerangka dasar horizontal ini menggunakan sudut luar. Sedangkan data yang diperoleh dari hasil praktikum yaitu sudut dalam. Oleh karena itu, sudut hasil praktikum harus dikurangi dengan sudut satu lingkaran penuh. Sehingga diperoleh hasil seperti berikut : Titik



Jarak (m)



ITB01A



Β (o ) 270.6181947



204.625 1



99.317361 141.375



2



280.8259725 196.625



3



262.5637504 130.0625



4



220.876111 106



5



210.3305557 182.875



6



281.0944445



143.25 7



179.945139 132.875



8



224.4936115 128.875



BM001



198.9976389



Berdasarkan data, diketahui koordinat pada Benchmark ITB001 dan ITB01A sebagai berikut : Utama



x



y



ITB001



788391.911



9237309.476



ITB01A



788380.413



9237285.489



Sehingga, dapat diperoleh sudut jurusan (αITB001-ITB01A) : x αITB001-ITB01A = tan-1 ( y )



788391.911  788380.413 = tan-1 ( 9237309.476  9237285.489 ) 11.498 = tan-1 ( 23.987 ) = 25.61040255o = 25o36’37.45”



DITB001-ITB01A = =



(x) 2  (y ) 2 (11.498) 2  (23.987) 2



= 26.6004 m Setelah diperoleh sudut jurusan pada benchmark, maka dapat dihitung sudut jurusan dan koordinat pada setiap titik. 



Titik 1 



α1 = αITB001-ITB01A + β1 – 180o



= 25.61040255o + 99.317361o – 180o = -55.07223645 = 106.2930416o 



X = D.sin αITB001-ITB01A = 204.625 x sin(25.61040255o) = 88.449049







Y = D.cos αITB001-ITB01A = 204.625 x cos(25.61040255o) = 184.5214251







Titik 2 



α2= α1 + β2 – 180o = 106.2930416o + 280.8259725o – 180o = 207.1190141o







X = D.sin α1 = 141.375 x sin(106.2930416o) = 135.6972911







Y = D.cos α1 = 141.375 x cos(106.2930416o) = -39.66277624







Titik 3 



α3 = α2 + β3 – 180o = 207.1190141o + 262.5637504 o– 180o = 289.6827645o







X = D.sin α2 = 196.625 x sin(207.1190141o) = -89.629600236







Y = D.cos α2 = 196.625 x cos(207.1190141o) = -175.008358







Titik 4 



α4 = α3 + β4 – 180o = 289.6827645o + 220.876111o – 180o = 330.5588755o







X = D.sin α3 = 130.0625 x sin(289.6827645o) = -122.463196







Y = D.cos α3 = 130.0625 x cos(289.6827645o) = 43.80661512







Titik 5 



α5 = α4 + β5 – 180o = 330.5588755o + 210.3305557o – 180o = 360.8894312o







X = D.sin α4 = 106 x sin(330.5588755o) = -52.10206846







Y = D.cos α4 = 106 x cos(330.5588755o) = 92.31129109







Titik 6 



α6 = α5 + β6 – 180o = 360.8894312o + 281.0944445o – 180o = 461.9838757o







X = D.sin α5 = 182.875 x sin(360.8894312o) = 2.83874657







Y = D.cos α5 = 182.875 x cos(360.8894312o) = 182.8530649







Titik 7 



α7 = α6 + β7 – 180o = 461.9838757o + 179.945139o – 180o = 461.9290147o







X = D.sin α6 = 143.25 x sin(461.9838757o) =140.1280199







Y = D.cos α6 = 143.25 x cos(461.9838757o) = -29.74391576







Titik 8 



α8 = α7 + β8 – 180o = 461.9290147o + 224.4936115o – 180o = 506.4226247o







X = D.sin α7 = 132.875x sin(461.9290147o) =130.4650283







Y = D.cos α7 = 132.875x cos(461.9290147o) = -25.19212797



Berdasarkan data dan hasil pengolahan diatas, data lapangan dapat dibandingkan dengan teori yaitu seperti berikut : 



Berdasarkan teori : Jumlah sudut horizontal = (n+2) x 180o = (10+2) x 180o = 2160o Berdasarkan hasil lapangan : Jumlah sudut horizontal = 2229.062779o = 2229o3‘46“ Jadi, perbedaanya yaitu sebesar 69o3‘46“ yang merupakan faktor koreksi.







Berdasarkan teori : Selisih total absis dan total ordinat di semua titik = 0 Berdasarkan hasil lapangan = total X – total Y = 788625.2943 - 788614.2982 = 10.99610414 Jadi, berdasarkan hasil dari lapangan selisis absis dan ordinat tidak sama dengan nol.



Bab V Analisis



Yuanda Eka Putri (15716001) Ario Arianto (15716005) Puti Fauzia Imani (15716013) Muhammad Amien Reza (15716016) Nyi Ayu Afifah Nurmayaningrum (15716020) Amalia Nur Amira (15716030) Mohamad Fakhry H.A. (15716031) Zalfa Fakhirah Amir Nur (15716039)



Bab VI Kesimpulan dan Saran



6.1 Kesimpulan



6.2 Saran Pada praktikum kali ini, dalam pengukuran seperti kerangka dasar horizontal dan kerangka dasar vertikal, hendaknya pengukuran dilakukan dengan teliti sehingga tidak ada cara kerja yang terlewat. Selain itu, perhatian terhadap kecakapan dan kesigapan pengamat dalam proses pengukuran juga amat penting agar waktu yang digunakan dalam proses pengukuran dapat lebih efektif dan efisien terutama dalam melakukan proses centering dan levelling pada setiap alat, sehingga dapat terhindar dari pengaruh kondisi lingkungan seperti perubahan cuaca yang dapat menghambat proses pengukuran.



Daftar Pustaka Dugdale, R.H. 1986. Ilmu Ukur Tanah. Jakarta : Erlangga Purworaharjo, Umaryono U.1986.Ilmu Ukur Tanah Seri C. Bandung: ITB Wongsotjitro, Soetomo. 1967. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit Swada. Jakarta. https://www.slideshare.net/vinnysoniadewina/pengukuran-kerangka-dasarvertikal diakses 6 November 2017 pukul 18.20 http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-rendioktav-22712-3-2012ta2.pdf diakses 6 November 2017 pukul 18.22



LAMPIRAN DAN KERAPIAN



 Tempat pengambilan data



LAPANGAN SIPIL