Pentingnya Surveyor Internal Akreditasi RS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pentingnya Surveyor Internal Akreditasi RS Setelah sebuah rumah sakit dinyatakan lulus penilaian akreditasi, sebenarnya beban ke depan justeru semakin berat. Ada kewajiban menjaga standar yang sudah di capai dan melakukan langkah perbaikan. Karena proses akreditasi tidak berhenti setelah diserahkannya sertifikat kelulusan, melainkan selama rumah sakit tersebut beroperasi. Dalam proses ini, rumah sakit perlu orang-orang yang paham standar akreditasi. Mereka adalah surveyor internal. Bisa dibilang, surveyor internal akreditasi harga mati. Pendapat menarik diutarakan oleh seorang kawan. Berkaitan dengan kegiatan saya dan tim yang mencoba sharing tentang penyiapan dokumen regulasi akreditasi. Kawan saya bilang, “sebaiknya mereka jangan diajari detil cara membaca standar, biar besok-besok kita ada job lagi membimbing mereka. Kalau mereka paham formulasinya bisa jadi mereka akan ngambil lahan bimbingan di rumah sakit lain.” Hhmm… Bagaimana merinsipnya sederhana, ketika kita buta terhadap standar akreditasi, bisa dipastikan kita tidak akan tahu bagaimana cara lulus akreditasi. Sedangkan untuk paham standar akreditasi, kita harus tahu bagaimana cara membaca sebuah standar. Itulah kuncinya. Bagi seorang konseptor atau tim pokja akreditasi hukumnya wajib bisa membaca standar akreditasi. Dari tim pokja inilah nantinya lahir (dicetak) surveyor internal untuk setiap bab dalam standar akreditasi. Mereka yang akan mengawal proses akreditasi. Nah, sekarang masalahnya bagaimana cara membuat mereka (tim pokja) mampu menjadi surveyor internal akreditasi. Tentu saja dengan mengembangkan pengetahuan dan penguasaan terhadap standar. Lalu teknisnya bagaimana? Hehe.. Pertama, implementasikan regulasi yang sudah dibuat. Mubadzir rasanya jika sudah pusing-pusing, bahkan lembur menyusun regulasi hanya berhenti sebatas untuk mengejar selembar sertifikat saja. Cuma jadi macan kertas. Kodratnya regulasi, ya diimplementasikan. Dijalankan untuk membangun sebuah sistem yang baik. Untuk menyetandarkan proses agar tidak terlalu banyak variasi dan mencapai standar mutu yang ditetapkan. Kedua, monitoring evaluasi secara berkala capaian implementasi regulasi. Bagaimana bisa tahu sebuah regulasi berefek positif pada mutu layanan jika tidak pernah dilakukan monitoring evaluasi secara berkala. Dokumentasi monitoring evaluasi ini penting, karena berkaitan juga dengan standar peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Proses monitoring evaluasi ini juga merupakan pertanggungjawaban seorang manajer terhadap fungsi manajemen yang harus dijalankan. Tim pokja juga memiliki tugas sebagai manajer. Ketiga, sharing pengetahuan dan pengalaman tentang standar akreditasi. Meskipun sebuah rumah sakit sudah lulus paripurna, tentunya masih ada beberapa penyempurnaan implementasi standar akreditasi. Kita perlu membuka diri atas ilmu-ilmu baru yang bisa kita pelajari dari hasil sharing dengan rumah sakit lain. Atau sebaliknya, rumah sakit lain juga punya kepentingan yang sama. Mereka belajar dari kita dan kita belajar dari mereka. Sekarang kita kembali pada pendapat kawan saya diatas tadi. Sangat disayangkan jika tim pokja atau bakal tim surveyor internal punya pendapat seperti itu. Karena untuk



menjalankan tugas sebagai tim pokja, selain menyusun regulasi juga harus melakukan sosialisasi regulasi kepada staff di seluruh rumah sakit. Implementasi tidak akan bisa dijalankan tanpa ada sosialisasi yang baik, memberikan pemahaman, serta mengajarkan bagaimana menjalankan sebuah regulasi. Menjalankan standar bukanlah tugas satu orang saja. Bayangkan saja betapa repotnya jika banyak staff yang tak paham bagaimana mengimplementasikan regulasi. Karena kita hanya setengah-setengah memberi pemahaman kepada mereka. Jadi intinya bukan soal ada tidaknya job. Tapi bagaimana menjalankan prinsip dasar sebagai seorang surveyor internal. Menjaga standar akreditasi agar terus dijalankan bukanlah tugas mudah, bukan tugas satu orang atau bisa diproyekkan ke pihak ketiga. Kita butuh orang-orang inti rumah sakit yang paham standar akreditasi. Kita butuh mereka sebagai surveyor internal. Jadi, surveyor internal akreditasi harga mati.