Penyebab Stres Akibat Kerja, Manajemen Stres Dan Perbaikan Kinerja [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENYEBAB STRES AKIBAT KERJA, MANAJEMEN STRES DAN PERBAIKAN KINERJA MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah kesehatan dan keselamatan kerja Dosen pembimbing :Ns. Nindawi, S.Kep., MM., M.Kes



Di Susun Oleh: Rasidi 2B/(18.063)



POLITEKNIK NEGRI MADURA JURUSAN KESEHATAN PROGRAM DIII KEPERAWATAN KAMPUS B PAMEKASAN TAHUN 2019-2020



KATA PENGANTAR Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang penyebab stres akibat kerja, manajemen stres dan perbaikan kinerja. Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja program studi DIII Keperawatan di Kampus B Politeknik Negeri Madura Pamekasan. Saya selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mengarahkan saya terutama kepada dosen pengajar mata kuliah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat serta hidayah Nya kepada semua pihak yang membantu terselesainya makalah ini. saya sangat menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, dimohon saran dan kritik yang membangun. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.



Pamekasan, 02Oktober2019



Penulis



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dan tuntutan profesionalitas kerja yang semakin tinggi menimbulkan banyaknya tekanan-tekanan yang harus dihadapi karyawan dalam lingkungan kerja. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan perekonomian di Indonesia yang belum stabil akibat badai krisis yang berkepanjangan juga potensial menimbulkan tekanan. Tekanan yang timbul dan berkepanjangan terus-menerus berpotensi menimbulkan kecemasan. Dampak yang merugikan dari adanya gangguan kecemasan yang sering dialami oleh masyarakat dan angkatan kerja pada khususnya disebut stres. Stres yang dialami penyebabnya tidak hanya dari dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999). Maka dari itu makalah ini saya susun untuk menginformasikan serta menanbahkan pemahaman dan pengetahuan tentang penyebab, akibat, dan pencegahan serta penanggulangan stres agar semakin mengurangi jumlah stres.



1.2 Rumusan Masalah 2. Apa konsep menejemen stres? 3. bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan stres ? 1.3 Tujuan 2. Untuk memenuhi tentang konsep menejemen stres. 3. Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan stres.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Menejemen Stres 2.1.1 Pegertian Menurut Charles D, Spielberger (dalam Handoyo, 2001) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Banyak faktor didalam perusahaan atau organisasi yang dapat menimbulkan stres. Dewasa ini, konsep tentang stress kerja telah menarik dan menguncang perhatian nasional. Mengapa demikian? Karena peningkatan jumlah klaim ketidak mampuan berdasarkan pada ‘Factor-faktor terkait stres’. Seiring perjalanan waktu, kemajuan teknologi tampaknya memperlambat kemampuan kita untuk mempertahankan produktivitas, dan kita merasa hanya sedikit kendali bahkan tidak memiliki kendali sama sekali. Intinya, kita menjadi lebih rentan terhadap bahaya stress kerja. Karena kita menghabiskan sebagian besar waktu kita di tempat kerja dan stress kerja dengan cepat menjadi isu pelayan keshatan nasional, strategi manajemen stres on-site sangat pentin untuk menjaga kesehatan optimum pekerja disetiap lapangan kerja. Walaupun kita hidup di dunia yang lebih kompleks dan sibuk dari pada yang di alami nenek moyang, kita dapat bertahan dan beradaptasi di dalamnya. Apa yang di perlukan sebelumnya hanyalah mengenali baro meter emosional kita sehari hari yang merupakan strategi efektif untuk mengatasi penyebab stres, dan keterampilan relaksasi untuk menangkan tubuh. Anda kami anjurkan untuk menggunakan keterampilan manajemen stres ini di lingkungan kerja anda sesering yang di perlukan sehingga dapat memberikan perasaan yang tenteram yang sejahtera. Tenaga kerja atau karyawan merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dalam suatu perusahaan, karena tanpa karyawan perusahaan tidak dapat berjalan dengan baik. Karyawan adalah modal utama bagi perusahaan. Karyawan perlu dikelola agar tetap menjadi produktif. Akan tetapi dalam pengelolaannya bukanlah hal yang mudah, karena karyawan mempunyai pikiran, status, serta latar belakang yang heterogen (tidak sama). Oleh sebab itu pemimpin perusahaan



harus bisa mendorong mereka agar tetap produktif dalam mengerjakan tugasnya masing-masing, dengan cara terus menerus meningkatkan semangat kerja karyawannya. Sehingga perusahaan dapat mempertahankan loyalitas karyawan guna untuk mencapai tujuan perusahaan. Konflik dalam sebuah organisasi dapat terjadi karena berbagai sebab, contohnya adanya komunikasi yang tidak berjalan dengan baik, ketidakjelasan struktur atau pekerjaan dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing individu maupun kelompok yang berbeda. Konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi secara umum akan memberikan pengaruh terhadap suasana kerja khususnya kinerja karyawan. Apabila konflik tersebut telah berdampak dalam terhadap kinerja karyawan, performance perusahaan pun secara mutlak akan terpengaruh. Pada dasarnya konflik bukanlah suatu hal yang buruk, konflik dapat memberikan dampak yang positif. Konflik dapat membuat seseorang lebih termotifasi untuk berprestasi dan bersaing secara sehat. Bagi perusahaan, hal ini tentunya akan memberikan keuntungan dimana kinerja karyawan akan mengalami peningkatan sehingga meningkatkan kualitas perusahaan dan menambah kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan yang bersangkutan. Stress kerja merupakan situasi yang mungkin dialami manusia pada umumnya dan karyawan pada khususnya didalam sebuah organisasi atau perusahaan. Stress kerja menjadi masalah yang penting karena situasi ini dapat mempengaruhi kinerja karyawan, sehingga perlu penanganan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Banyak sekali ragam penyebab terjadinya stress yang bersumber dari organisasi. Penurunan produktifitas kerja menjadi salah satu penyebab stress yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Kinerja karyawan dapat dilihat dari dimensi kemampuan, penguasaan, tanggung jawab, mengatur waktu, kreatifitas dan kerjasama karyawan dalam menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan. PT. Royal Impala merupakan perusahaan yang berstatus perusahaan perseroan terbatas. PT. Royal Impala merupakan salah satu perusahaan di Indonesia yang memproduksi suku cadang kompor minyak tanah, suku cadang petromak, dan kerangka kaca petromak. Keberadaan PT. Royal Impala yang berlokasi di Kp. Kebon Jati RT. 001/001 Kel. Bojong Jaya, Kec. Karawaci, Kota Tangerang. Mulai produksi sejak tahun 1978. Seiring dengan perkembangan



ditentukan oleh pemerintah tentang kebijakan konversi minyak tanah ke gas LPG, maka PT. Royal Impala turut menunjang kegiatan pemerintah dengan memproduksi kompor gas dan regulator. Tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan pasti mengalami konflik dan stress kerja yang dialami para karyawannya. Oleh sebab itu tentunya perusahaan harus bisa mengatasi konflik kerja dan stress kerja yang terjadi pada para karyawannya agar nantinya dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawannya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan deskripsi konflik pekerjaan, stress kerja, dan kinerja dan untuk menjelaskan pengaruh variabel konflik pekerjaan (X1), dan stress kerja (X2) terhadap kinerja (Y) baik secara parsial maupun simultan. 2.1.2 Konflik Kerja Menurut Rivai dan Sagala (2009: 999) konflik kerja adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi/perusahaan) yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi. Menurut Rivai dan Sagala (2009: 1002) menyatakan bahwa sebab-sebab terjadinya konflik adalah: a. Saling ketergantungan tuga Masing-masing



sub-unit



atau



kelompok



dalam



organisasi



mengembangkan suatu keinginan untuk memperleh otonomi dan mulai mengejar tujuan dan kepentingannya masing-masing. Oleh karena adanya saling ketergantungan aktivitas dari masing-masing sub-unit atau kelompok, dan



masing-masing



sub-unit



menginginkan



adanya



otonomi



maka



menyebabkan terjadinya kelompok dalam perusahaan. b. Perbedaan tujuan dan prioritas c. Perbedaan orientasi dari masing-masing sub-unit atau kelompok mempengaruhi cara dari masing-masing sub-unit atau kelompok tersebut dalam mengejar tujuannya. d. Faktor birokratik (lini-staff) e. Jenis konflik birokratik yang bersifat klasik adalah konflik antara fungsi atau wewenang garis dan staff. f. Kriteria penilaian prestasi yang saling bertentangan



g. Kadang kala konflik antar-subunit atau kelompok dalam perusahaan tidak disebabkan oleh karena tujuan yang saling bertentangan, tetapi karena cara organisasi dalam menilai prestasi yang dikaitkan dengan perolehan imbalan membawanya ke dalam konflik. h. Persaingan terhadap sumber daya yang langka i. Persaingan dalam memperebutkan sumber daya tidak akan menimbulkan konflik manakala sumber daya yang tersedia secara berlimpah sehingga masing-masing



submit



dapat



memanfaatkannya



sesuai



dengan



kebutuhannya. j. Sikap menang-kalah k. Jika dua kelompok berinteraksi dengan persaingan kalah menang, maka dengan mudah bisa diapahami mengapa konflik itu terjadi. Dalam kondisi seperti itu maka ada kelompok yang menang dan ada kelompok yang kalah. 2.1.3



Stress Kerja Dengan menggunakan model input - process - output, stres kerja dapat dilihat dari 3 pendekatan yaitu stres sebagai stressor, stres sebagai proses, dan stres sebagai respon. Pendekatan stres kerja sebagai stressor, lebih melihat stres dari sumbersumber stres. Stres kerja dikaitkan dengan ketidakadilan struktur gaji, lingkungan kerja yang berbahaya, dan budaya organisasi yang tidak kondusif. Stres kerja sebagai respon seperti yang dinyatakan oleh Chaplin (1989) yaitu suatu keadaan tertekan, baik fisik maupun psikis. Schult & Schult (dalam Asnawi, 1999) mengatakan bahwa stres kerja merupakan gejala psikologis yang dirasakan mengganggu dalam pelaksanaan tugas sehingga dapat mengancam eksistensi diri dan kesejahteraannya. Pendekatan proses menyatakan bahwa stres merupakan transaksi antara sumber stres dan kapsitas diri yang menentukan, apakah respon bersifat positif ataukah negatif. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan suatu transaksi antara sumber-sumber stres kerja dengan kapasitas diri, yang berpengaruh terhadap respon apakah bersifat positif ataukah negatif. Jika respon bersifat positif, maka sebenarnya sumber stres merupakan pemacu bagi semangat karyawan, sedangkan respon bersifat negatif merupakan indikator bahwa sumber stres merupakan penekan. Berdasarkan respon positif



dan negatif tersebut, maka pada dasarnya stres dapat dikelompokkan menjadi dua sifat yaitu stres bersifat negatif dan stres bersifat positif. Namun dalam realitas sehari-hari stres biasanya hanya berkaitan dengan stres negatif. Stress kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan dilingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam (Pandji Anoraga, 2001: 108). Menurut Rivai & Sagala (2013: 1008) menjelaskan terdapat 2 (dua) pendekatan stres kerja: 1) Pendekatan individu a. Meningkatkan keimanan b. Melakukan meditasi dan pernapasan c. Melakukan kegiatan olahraga d. Melakukan rekreasi e. Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga f. Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan 2) Pendekatan perusahaan a. Melakukan perbaikan iklim organisasi b. Melakukan perbaikan iklim terhadap lingkungan fisik c. Menyediakan sarana olahraga d. Melakukan analisis dan kejelasan tugas e. Meningkatan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan f. Melakukan restrukturisasi tugas g. Menerapkan konsep manajemen berdasarkan sasaran Kinerja Kinerja adalah hasil yang diperoleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented ataupun non profit oriented yang dihasilkan selama satu periode waktu (Irham Fahmi, 2011: 2). Menurut Irham Fahmi (2013: 4) beberapa elemen kinerja adalah: 1. Hasil kerja dicapai secara individual atau secara institusi, yang berarti kinerja tersebut adalah hasil akhir yang diperoleh secara sendiri-sendiri atau kelompok.



2. Dalam melaksanakan tugas, orang atau lembaga diberikan wewenang dan tanggung jawab, yang berarti orang atau lembaga diberikan hak dan kekuasaan untuk ditindaklanjuti, sehingga pekerjaannya dapat dilakukan dengan baik. 3. Pekerjaan haruslah dilakukan secara legal, yang berarti dalam melaksanakan tugas individu atau lembaga tentu saja harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan. 4. Pekerjaan tidaklah bertentangan dengan moral atau etika, artinya selain mengikuti aturan yang telah ditetapkan, tentu saja pekerjaan tersebut haruslah sesuai moral dan etika yang berlaku umum. Hipotesis H1: Diduga terdapat pengaruh parsial yang signifikan dari Konflik Pekerjaan (X1) dan Stress Kerja (X2) terhadap Kinerja (Y) karyawan Model Summary Model



1



R



,931a



R Square



,866



Adjusted



Std. Error of



R Square



the Estimate



,850



1,95790



a. Predictors: (Constant), Stress Kerja, Konflik Pekerjaan pada PT. Royal Impala Divisi Regulator Kota Tangerang. H2 :Diduga terdapat pengaruh simultan yang signifikan dari Konflik Pekerjaan (X1) dan Stress Kerja (X2) terhadap Kinerja (Y) karyawan pada PT. Royal Impala Divisi Regulator Kota Tangerang. 2.1.4



Sumber Stres Kerja Northcraft (1990) mengatakan bahwa ada beberapa sumber stres di tempat kerja yang lebih berkaitan dengan individu, seperti yang terlihat dalam Gambar 1 berikut. Ada beberapa faktor penyebab stres yang berkaitan dengan individu yaitu kondisi organisasi, tuntutan sosial dan keluarga, dan karakterisktik kepribadian. Dari sisi organisasi, sumber stres meliputi :



a. Pekerjaan itu sendiri yaitu beban pekerjaan yang terlalu sedikit atau terlalu berat, kondisi lingkungan fisik yang yang jelek, tekanan waktu dsb. b. Peran dalam organisasi yaitu apakah karyawan merasakan conflict role, role of ambiguity, besarnya tanggungjawab, partisipasi dalam organisasi, dan pengambilan keputusan. c. Perkembangan karir yaitu apakah karyawan merasakan overpromotion, underpromotion, kurangnya rasa aman dalam pekerjaan, dsb. d. Hubungan dalam organisasi yaitu sejauh mana hubungan yang kurang baik antara karyawan - pimpinan, karyawan-karyawan, atau antar pimpinan sendiri. e. Keberadaan organisasi meliputi konsultasi yang kurang efektif, hambatan dalam perilaku, dan politik dalam organisasi. f.



Hubungan organisasi dengan fihak luar yaitu bagaimana kesesuaian antara tuntutan keluarga vs tuntutan organisasi dan antara minat pribadi vs kebijakan organisasi.



Dikemukaan Northcraft (1990) bahwa ada dua bentuk sumber stres kerja yaitu perasaan frustrasi karena tidak mampu mengontrol situasi yang sedang berlangsung atau karena dari situasi yang tidak menentu/ tidak mampu diprediksikan. Semakin besar potensi frustrasi terhadap ketidakpastian dan kontrol yang rendah terhadap situasi, maka semakin besar stres yang dirasakan. Frustrasi yang mungkin muncul dari kontrol yang rendah, bersumber dari konsultasi yang kurang baik, hambatan perilaku, terlalu banyak atau terlalu sedikit pekerjaan, tekanan waktu, partisipasi yang rendah dalam pengambilan keputusan, dan tuntutan baik dari keluarga dan masyarakat, hubungan interpersonal yang kurang baik. Sumber stres karena ketidakpastian adalah politik dalam organisasi, ketidakamanan pekerjaan, kekaburan peran, konflik peran, dan delegasi yang kurang jelas. Hal ini sesuai dengan salah satu teori stres yang dapat diterapkan dalam stres kerja adalah teori behavior constraint atau hambatan perilaku. Teori ini didasarkan atas teori yang dikemukakan oleh Bem bahwa orang merasa kehilangan kontrol terhadap situasi yang berkembang saat itu. Moorhead & Griffin (1995) mengatakan bahwa ada beberapa sumber stres dari organisasi dan yang mempunyai dampak terhadap individu, seperti yang terlihat dalam gambar berikut ini.



Sumber stres ada dua yaitu sumber stres yang berasal dari organisasi dan sumber stres yang berasal dari kehidupan. Sumber stres dari organisasi meliputi tuntutan tugas, tuntutan fisik, dan tuntutan interpersonal. Yang dimaksud dengan tuntutan tugas adalah sumber stres yang berkaitan dengan pekerjaan tertentu. Ada beberapa pekerjaan yang memang pada dasarnya mempunyai tingkat stres yang tinggi, ada pula yang rendah. Seorang ahli pengeboran minyak, pengontrol lalu lintas udara, dan dokter bedah syaraf merupakan profesi-profesi dengan bidang tugas yang mengandung sumber stres tinggi. Yang masih berkaitan dengan tuntutan tugas adalah sejauh mana akibat tugas tersebut terhadap dampak fisik, misalnya karyawan yang bekerja di reactor nuklir. Dalam hal ini masalah keamanan menjadi penting. Terakhir adalah apakah pekerjaan tersebut mempunyai resiko beban pekerjaan besar atau tidak. Yang dimaksud dengan tuntutan fisik sebagai sumber stres adalah apakah rancangan lingkungan fisik menjadi sumber stres apa tidak. Bekerja di reaktor nuklir ada ancaman jika reaktornya bocor atau terkena radiasi. Tuntutan peran, tidak berbeda dengan yang sudah dijelaskan di bagian terdahulu. Tuntutan interpersonal adalah lebih berkaitan dengan individu dalam interaksi di pekerjaan, misalnya apakah ada tekanan dari kelompok, dalam norma-norma kerja, yang pada dasarnya tidak diatur secara resmi oleh organisasi. Apakah gaya kepemimpinannya sesuai dengan tuntutan tugas dan sesuai dengan kebutuhan karyawan? Apakah ada konflikkonflik yang berkaitan dengan kepribadian tertentu, misalnya dengan perbedaan karakteristik tertentu akan kurang menguntungkan kerja secara tim. Stres dalam kerja pada dasarnya juga dipengaruhi oleh sumber stres di luar organisasi. Stres dalam sejarah kehidupan manusia, mau tidau akan berdampak terhadap bagaimana seseorang bekerja. Ada dua macam stres kehidupan yaitu perubahan kehidupan dan trauma dalam kehidupan. Perubahan kehidupan misalnya kematian pasangan hidup dan trauma kehidupan misalnya perceraian dengan pasangan hidupnya. 2.1.5



Moderator Stres Kerja Ada beberapa tipe kepribadian yang rentan stres dan ada tipe kepribadian yang tidak mudah terkena stres. Salah satu karakteristik



kepribadian yang rentan terhadap stres kerja adalah kepribadian tipe A. Orang dengan kepribadian tipe A mempunyai obsesi terhadap waktu, ada perasaan dikejar-kejar waktu, dan ingin segera menyelesaikan pekerjaan, tidak sabar, dan mempunyai sense of urgency yang tinggi. Sebaliknya, tipe kepribadian B kurang rentan terhadap stres kerja karena merasa tidak dikejar waktu, tidak terobsesi oleh waktu, dan menikmati pekerjaan dengan rileks (Northcraft, 1990) Berdasarkan pendekatan kognitif, ada dua macam pola pikir yaitu pola pikir positif yang menyebabkan optimis dan pola pikir negatif yang menyebabkan orang pesimis. Orang-orang optimis, akan memandang peristiwa yang negatif (bad event) sebagai suatu tantangan, sedangkan bagi orang-orang pesimis peristiwa negatif dianggap sebagai ancaman. Pola pikir negatif dan positif ini sangat berkaitan dengan pendekatan stres dari perspektif psikologis yang dikemukakan oleh Lazarus. Stres dimulai dari proses penilaian primer dan penilaian sekunder, yang pada gilirannya akan menentukan strategi koping. Penilaian primer merupakan penilaian terhadap situasi apakah dipersepsikan sebagai ancaman ataukah dipersepsikan sebagai tantangan. Penilaian sekunder merupakan penilaian terhadap kapasitas diri. Apakah seseorang menilai dirinya mampu ataukah tidak dalam menghadapi tekanan dari luar. Secara bersamaan kedua proses tersebut berlangsung sehingga menentukan strategi koping yang tepat. Pada dasarnya ada dua macam strategi koping yaitu koping yang berfokus emosi, dalam kaitan ini adalah sejauh mana orang mampu mengelola emosi dengan baik. Meminjam istilah dari Goldman sejauh mana seseorang mempunyai kecerdasan emosi. Dalam arti, sejauh mana orang peka terhadap reaksi emosi yang terjadi dalam dirinya dan bagaimana mengelola emosi tersebut dengan tepat sehingga tidak muncul respon negatif. Koping yang berfokus pengatasan masalah dalam kaitan ini adalah sejauh mana seseorang mampu melakukan pemecahan masalah dengan efektif. Dimulai dari identifikasi permasalahan, perumusan masalah, mencari alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Aplikasi dalam stres kerja adalah sejauh mana karyawan mempunyai kecenderungan pola pikir, apakah cenderung pola pikir positif ataukah negatif. Pola pikir tersebut akan menentukan apakah sumber stres dinilai sebagai mengancam ataukah menantang dirinya,



sehingga menentukan respon stres yang bersifat positif ataukah respon yang negatif. 2.1.6



Respon Stres Respon stres kerja dapat dilihat baik dari sisi individu maupun dari sisi organisasi. Respon stres secara individu akan tampak pada reaksi-reaksi terhadap pekerjaan, dalam proses penyelesaian pekerjaan, dan hasil pekerjaan itu sendiri. Ada



beberapa



perubahan



yang



dirasakan



individu



ketika



menghadapi tekanan yaitu reaksi fisik, emosi, fikiran, dan perilaku. Perubahan-perubahan fisiologis sampai munculnya berbagai penyakit akan muncul dalam kondisi stres. Misalnya jantung berdebar-debar, keringat dingin keluar, sampai dengan berbagai gangguan psikosomatis, seperti asam lambung belebih sehingga muncul penyakit maag, tekanan darah tinggi, dan gangguan lainnya. Reaksi emosi yang sering tersentuh ketika dalam kondisi stres adalah emosi marah, takut, dan emosi sedih. Banyak manajer yang kurang mampu mengelola dengan tepat reaksi emosi dalam proses koping berkofuskan emosi sehingga dampaknya sering kali dirasakan keluarga atau pun bawahannya. Perubahan dalam kemampuan fikiran yang paling menonjol adalah orang sulit melakukan konsentrasi sehingga merasakan kesulitan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Reaksi perilaku adalah tampak dari perubahan pola perilaku dari keadaan sebelumnya. Jika biasanya manajer sering senyum, maka dalam kondisi stres wajahnya kusut dan sulit sekali tersenyum. Moorhead & Griffin (1995) mengatakan pada ada tiga dampak terhadap individu yaitu perilaku, psikologis, dan medis. Secara perilakuan, orang akan melakukan perilaku-perilaku yang tidak seperti biasa misalnya minum-minuman keras dan perilaku tindak kekerasan. Dampak yang lain adalah dampak psikologis yang mengakibatkan misalnya gangguan pada pola makan, tidur, ataupun mood negatif. Dampak pada kesehatan, stres biasanya menyebabkan tekanan darah tinggi dan sakit kepala. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam tataran individu tersebut akan mempengaruhi dalam sikap terhadap pekerjaan. Dalam dunia layanan,



sering kali karyawan merasa bosan dan menunjukan gejala-gejala stres yang disebut dengan burn out. Ketika mengalami burn out maka orang akan menunjukkan mangkir dari tempat kerja atau absensi meningkat. Stres



kerja



mempunyai



dampak



negatif



terhadap



kinerja,



ketidakhadiran, dan kemungkinan kepindahan (Davis & Newstrom, 1989; Berry & Houston, 1993; Gibson, 1994; Moorhead & Griffin,1995). Dalam kondisi stres, karyawan akan menurun produktivitasnya sesuai dengan kurve U. Artinya, tekanan yang optimal akan mendorong kinerja yang optimal. Sementara itu tekanan yang rendah atau terlalu besar tekanan, kinerja akan menurun. Indikator stres kerja yang lain adalah meningkatnya frekuensi absensi atau fenomena yang muncul tardiness yaitu karyawan datang terlambat, memperpanjang proses produksi, menghindar dalam proses organisasi, dan kemungkinan akan melakukan pencurian. Jika stres kerja berlanjut dan belum ditemukan strategi koping yang tepat kemungkinan yang lain karyawan akan turn over. 2.1.7



Manajemen Stres Kerja Stres sebagai tekanan dalam pekerjaan, memang dalam tataran tertentu menimbulkan semangat kerja tetapi jika tekanan berlebih atau kurang tekanan akan menimbulkan stres negatif. Upaya untuk mengelola stres menjadi penting dengan prinsip bagaimana mengelola stres negatif menjadi stres positif, sehingga ancaman dapat dimodifikasi menjadi tantangan. Secara garis besar, upaya mengelola stres dapat dikelompokkan menjadi dua macam strategi yaitu strategi koping untuk level individu dan strategi dalam level organisasi (Moorhead & Griffin,1995). Dalam kesempatan ini yang akan menjadi fokus adalah strategi dalam level individu. Strategi pada level organisasi terdiri atas dua yaitu program institusi dan program kolateral. Program institusi berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, budaya, dan supervisi. Sedangkan program kolateral seperti program promosi kesehatan atau pun program stres manajemen yang khusus disusun oleh pihak manajemen bagi karyawan.



Strategi level individu dapat dilakukan dengan menggunakan strategi koping yaitu latihan dan relaksasi, manajemen waktu, manajemen peran, dan dukungan sosial. 1. Latihan fisik dan relaksasi Latihan fisik dalam arti olah raga merupakan perilaku sehat yang sudah diyakini berbagai ahli sebagai suatu prevensi terhadap stres. Demikian halnya dengan relaksasi, apakah relaksasi otot maupun imagery, merupakan satu cara yang efektif untuk mengelola stres. 2. Manajemen waktu Sering di jumpai bahkan hampir setiap diantara manusia mengalami adanya rasa keterhimpitan waktu dalam melakukan sesuatu untuk penyelesaian masalah. Dalam banyak hal, karyawan seolah-olah kekurangan waktu, akibatnya merasa tertekan (stres). Mungkin inilah sebabnya Tuhan mengingatkan manusia: ''Demi waktu, sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi, kecuali bagi mereka yang beriman dan beramal sholeh….'' Hal ini menandakan bahwa mereka yang tidak mampu mengelola waktu dengan baik, akan rugi. Mereka yang mampu mengelola waktu dengan baik, selamat dari kerugian itu. Gie (dalam Asnawi 1999) mengatakan bahwa orang yang selalu merasa kekurangan waktu adalah mereka yang kurang memiliki keteraturan dan disiplin diri untuk menggunakan waktu secara efisien dan efektif. Lakein (1989) menyatakan bahwa menyia-nyiakan waktu berarti menyia-



nyiakan hidup, sedangkan menguasai waktu berarti menguasai hidup karena dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya. Atkison (1990) menegaskan bahwa rata-rata setiap pekerja paling tidak akan kehilangan sebesar antara 25%-30% dari waktu kerjanya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kurang bermakna bahkan sama sekali tidak berhubungan dengan tugas pekerjaannya. Titik awal yang paling baik untuk memperbaiki penggunaan waktu adalah dengan membuat perencanaan, karena menurut Haynes (1994), perencanaan adalah kunci utama untuk menghilangkan stres akibat merasa kekurangan waktu dan merupakan cara untuk mengatur masa depan. Gie (dalam Asnawi, 1999) menambahkan bahwa kalau dalam kurun waktu yang sama serta kemampuan yang sama, ada orang yang dapat menyelesaikan tugas pekerjaan yang banyak, sedang yang lain hanya sedikit maka hal tersebut disebabkan oleh karena perbedaan dalam cara-cara mereka memanfaatkan dan mengatur waktu kerjanya. Ketrampilan mengelola waktu tersebut oleh sebagian para ahli disebut pula sebagai manajemen waktu. Manajemen waktu dikatakan baik apabila diterapkan dalam dunia kerja akan meningkatkan efisiensi, konsentrasi, menumbuhkan daya dan kemauan yang mendorong seseorang dalam batinnya untuk bekerja dengan lebih giat, bersemangat, tidak merasa beban berat, dan tertekan (stres). Hardjana (1994) menegaskan bahwa dengan adanya manajemen waktu yang baik dapat membebaskan manusia dari stres yang tidak perlu terjadi, sehingga dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya, tidak terburu-buru, dan tetap dalam irama kerja yang seimbang dan terkendali. Haynes (1994), mengartikan bahwa manajemen waktu adalah proses menjadikan waktu lebih produktif, sedangkan Atkinson (1990)



mendefinisikanmanajemen



waktu



merupakan



kemampuan



menggunakan waktu seefisien dan seefektif mungkin untuk memperoleh manfaat yang semaksimal mungkin. Selanjutnya Taylor (1990), menyatakan bahwa untuk mencapai manajemen waktu yang baik diperlukan kesadaran diri yang tinggi terhadap penghargaan waktu, ditunjang dengan disiplin pribadi, motivasi, konsentrasi dan kekuatan untuk menolak hal-hal yang dapat merusak sehingga waktu tersebut dapat dimanfaatkan dengan bijaksana. Griesman (1994)



menambahkan bahwa orang yang tidak belajar menghargai waktu dan tidak mengelola penggunaan waktu secara hati-hati, akan mengalami kesulitan di masa yang akan datang. Hardjana (1994) menyatakan lebih lugas yaitu bahwa kecakapan dalam mengatur waktu merupakan salah satu senjata untuk mencegah datangnya stres. Atkinson (1990), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen waktu adalah terdiri dari hal-hal sebagai berikut : a. Menetapkan Tujuan Langkah awal dalam manajemen waktu adalah merencanakan penggunaan waktu dengan menetapkan tujuan dari hal-hal yang akan dikerjakan, baik untuk jangka pendek, sedang, maupun panjang. Keenan (1995) mengatakan bahwa dengan menetapkan tujuan, dapat membantu individu dalam memfokuskan perhatian ke arah sasaran yang akan dicapai. b. Menyusun Prioritas Menurut Atkinson (1990) dalam menyusun prioritas dibutuhkan ketelitian dan kemampuan yang tinggi untuk menyususun strategi, agar hasil pokok dari penggunaan waktu dapat tercapai secara optimal dan maksimal. Karena waktu sangat terbatas sedangkan banyak hal yang harus diselesaikan dalam waktu yang terbatas, maka urutan prioritas perlu dibuat berdasarkan skala kepentingannya. c. Menyusun Prioritas Jadwal adalah acara kerja yang memuat hari, jam atau waktu, dan urutan kegiatannya. Dengan demikian akan terhindar bentrokan kegiatan, mengurangi ketergesaan, sehingga dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Taylor (1990), menyatakan bahwa dengan menyusun jadwal segala sesuatunya termasuk diri individu tersebut menjadi tertib, teratur sehingga semua kegiatan dapat berjalan secara terencana, lancar, dan terkendali. d. Bersikap asertif Atkinson (1990) menyatakan bahwa sikap asertif merupakan sikap yang tegas untuk mengatakan ''tidak'' atau menolak dengan cara yang tetap positif tanpa harus merasa bersalah atau menjadi agresif. Menolak atau berkata ''tidak'' memang sering tidak enak, apalagi apabila mempunyai hutang budi, tetapi demi tidak rusaknya perencanaan matang yang telah



dibuat maka sikap asertif sangat diperlukan. Orang yang sulit mengatakan ''tidak'', akan lebih mudahstres, karena tuntutan yang dibebankan kepadanya dengan begitu saja mudah diterimanya walaupun tidak sesuai dengan kapasitas daya yang dimiliknya. e. Menghindari penundaan Penundaan



merupakan



penangguhan



terhadap



sesuatu



yang



seharusnya bukan merupakan beban tetapi masih tetap merupakan beban, dalam arti lain penumpukan beban. Atkinson (1990), menyatakan bahwa penyebab kebiasaan menunda-nunda adalah rasa takut gagal, kurang terampil atau kurang mampu, Hardjana (1994) menyatakan bahwa penundaan kerja menjadi salah satu penyebab stres karena dengan penundaan itu individu harus mengerjakan pekerjaannya dalam waktu yang makin amat terbatas, sehingga terjadi ketergesaan waktu kerja. f. Meminimumkan waktu yang terbuang Pemborosan waktu adalah segala kegiatan yang menyita waktu tetapi kurang memberikan manfaat yang maksimal. Hal demikian akan menjadi penghalang bagi



pencapaian keberhasilan secara optimal. Untuk



meminimumkan pemborosan waktu, pertama-tama perlu melakukan identifikasi sumber-sumber pemborosan, kemudian menghitung berapa lama waktu yang boros. Atkinson (1990) menyatakan bahwa untuk mengurangi atau menghilangkan pemborosan harus didukung oleh sikap yang positif serta keinginan untuk merubah kebiasaan mempunyai rencana yang tepat dan membina disiplin. g. Manajemen peran Peran ganda di satu sisi memang menguntungkan tetapi di sisi lain kurang menguntungkan, karena kesulitan untuk mengakomodasi berbagai peran dalam waktu bersamaan. Apabila inidvidu tidak mampu mengisi peran yang diharapkan akan mengalami role strain dan role conflict. Ada dua macam role-conflict yaitu interrole conflict dan intrarole conflict. Interrole conflict terjadi ketika peran yang dimiliki seseorang terpecah secara tidak kompatibel. Misalnya: konflik yang dialami Soeharto ketika ia berperan sebagai ayah (melindungi KKN dari anak-anaknya) dan peran sebagai presiden. Intrarole conflict terjadi ketika adanya harapan yang kontradiktif atas peran tersebut. Misalnya: Jaksa Agung di mata masyarakat



di harapkan secara cepat dapat membongkar KKN Soeharto dengan kroninya, tetapi dari sisi lain Kejaksanaan Agung memerlukan data yang akurat sehingga butuh waktu. Implikasi dari teori peran adalah perlunya kemampuan untuk mengelola peran dalam pengelolaan stres. Kiat yang dapat dilakukan pertama, menyeleksi peran-peran yang sbenarbenar sesuai dengan peran harapan. Kedua, ketepatan mengambil peran sesuai dengan waktu dan tuntutan situasi. Dalam hal ini kemampuan mengelola emosi menjadi ketrampilan yang diperlukan. Ketidaktepatan memainkan peran, akan menyebabkan sumber konflik. h. Kelompok pendukung Kelompok mempunyai peran yang strategis dalam berbagai kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada kelompok, baik kelompok kerja (formal) maupun kelompok informal. Dalam batas-batas tertentu, bahkan kelompok informal dalam suatu organisasi mempunyai peran yang lebih dominan dalam roda kebijakan organisasi, dalam arti penyebaran nilai-nilai. Hal ini berkaitan dengan fungsi kelompok sebagai tempat ekspresi perasaan senasib, sepenanggungan, sehingga perasaan kohesif semakin kental dirasakan. Oleh karenanya, jaringan sosial yang terdiri atas kelompok-kelompok, apakah kelompok kerja maupun kelompok informal, merupakan sarana untuk mendapatkan dukungan psikologis terutama bagi karyawan yang dilanda stres. Implikasi dari pendapat ini adalah perlu dibuat kelompok di luar kelompok kerja. Misalnya kelompok yang dibuat atas dasar pengembangan hobi, misalnya kelompok musik atau pun kelompok olah raga merupakan ruang yang tepat bagi tempat untuk mengekspresikan masalah dan sekaligus mencari alternatif pemecahan masalah. 2.2 Pencegahan Dan Penanggulang Stres 2.2.1 Cara Mencegah dan Teknik Pengurangan Stres Dalam mengatasi stres terdapat banyak teknik yang dapat dipergunakan untuk pengurangan stress yang terjadi. Empat pendekatan yang paling sering digunakan adalah relaksasi otot, biofeedback, meditasi dan restrukturisasi kognitif yang semuanya membantu para karyawan mengatasi stress yang berkaitan dengan pekerjaan.



2.2.1.1 Relaksasi Otot Sebutan persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah pernafasan yang lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan ketegangan otot. Diantara berbagai teknik yang tersedia, relaksasi progresif kontinjensi adalah yang paling sering digunakan. Tehnik ini terdiri atas menenangkan dan mengendurkan otot secara berulang-ulang yang diawali dari kaki dan terus meningkat ke muka. Relaksasi dicapai dengan berkonsentrasi pada kehangatan dan ketenangan yang berkaitan dengan otot yang dirileksasikan. 2.2.1.2 Bio feedback Dalam bio feedback, perubahan kecil yang muncul dalam tubuh atau otak di deteksi, di perkuat dan di tunjukkan kepada orang tersebut. Peran potensial dari biofeedback sebagai teknik manajemen stress individu dapat di lihat dari fungsi tubuh hingga tekanan tertentu yang di kendalikan secara sukarela atau sadar. Potensi biofeedback adalah kemampuannya untuk membantu relaksasi dan mempertahankan fungsi tubuh pada keadaan nonstress. Salah satu keunggulan tehnik biofeedback di bandingkan dengan tehnik nonbiofeedback adalah bahwa tehnik ini memberikan data yang tepat mengenai fungsi tubuh. Pelatihan biofeedback telah bermanfaat dalam mengurangi kegelisahan, menurunkan keasaman lambung, mengendalikan tekanan dan migren, dan secara umum mengurangi manifestasi fisiologis negative dari stress. 2.2.1.3 Meditasi Meditasi mengaktifkan suatu respons relaksasi dengan mengarahkan ulang pemikiran seseorang jauh dari dirinya sendiri. Respon relaksasi adalah kebalikan fisiologis dan psikologis dari respons stress berperang atau lari. Herbert benson menganalisis banyak program meditasi dan mendapatkan suatu respons relaksasi empat langkah. Keempat langkah tersebut adalah : Menemukan suatu lingkungan yang tenang. Menggunakan suatu perangkat mental seperti suatu kata tang penuh dengan kesan yang menyenangkan untuk mengubah fikiran dari pikiran yang berorientasi secara eksternal.



Mengabaikan pemikiran yang mengganggu dengan bersandar pada suatu sikap yang pasif. Mengasumsikan suatu posisi yang nyaman Maharishi Mahes Yogi mendefinisikan meditasi transcendental sebagai mengalihkan perhatian ke tingkat pemikiran yang lebih dalam hingga masuk ke tingkat pemikiran yang paling dalam dan mencapai sumber dari pemikiran. Tidak semua orang yang bermeditasi mengalami hasil yang positif, akan tetapi sejumlah besar orang melaporkan meditasi sebagai hal yang efektif dalam mengelola stress. 2.2.1.4 Restrukturisasi kognitif Alasan yang mendasari beberapa pendekatan individual



dalam



manajemen stress di kenal sebagai restrukturisasi kognitif, adalah respons seseorang terhadap stressor menggunakan sarana proses kognitif, atau pemikiran. Asumsi dasar dari teknik ini adalah bahwa pikiran orang dalam bentuk ekspektasi, keyakinan dan asumsi merupakan label yang mereka terapkan pada situasi, dan label ini menimbulkan respons emosional terhadap situasi. Teknik kognitif dari manajemen stress berfokus pada mengubah label atau kognisi sehingga orang tersebut menilai situasi secara berbeda. Semua teknik kognitif memiliki tujuan yang serupa yaitu untuk membantu orang memperoleh lebuh banyak kendali atas reaksi mereka terhadap stressor dengan memodifikasi rasionalisasi mereka. Selain teknik pengurangan stres di atas ada beberapa kiat lagi yang dapat digunakan. Agar stres tidak berkelanjutan, adapun beberapa kiat yang di kemukakan oleh Alex: 1)



Sediakan waktu rileks Menurut penelitian, stres yang berhubungan dengan pekerjaan



dimulai sejak pagi, sebelum Anda berangkat kerja. Daripada memikirkan beban pekerjaan (tapi tidak ada solusinya), lebih baik digunakan waktu Anda yang terbatas tersebut untuk melakukan relaksasi seperti meditasi dan yoga. Teknik pernapasan adalah teknik relaksasi yang paling mudah untuk dilakukan. Caranya dengan menarik nafas dalam-dalam, lalu hembuskan sampai tak ada lagi udara yang tersisa di paru-paru. Lakukan minimal 3x sampai membayangkan beban Anda berkurang. 2)



Bersikap lebih asertif



Kebanyakan masalah pekerjaan berpangkal dari kurangnya kesempatan untuk membuat perubahan atau keputusan. Karenanya, bicarakan dengan atasan tentang tugas Anda dan tanggungjawab tambahan yang ingin Anda pegang. Dengan demikian, Anda bisa menentukan pekerjaan yang bisa Anda lakukan dengan cara kerja seperti yang diinginkan perusahaan. 3)



Bekerja lebih efisien Selalu kekuragan waktu untuk menyelesaikan tugas bisa jadi buka



disebabkan tugas yang berlebihan, melainkan menyangkut waktu dan cara mengerjakannya. Alex memberikan contoh seorang wartawan yang produktif di waktu malam akan merasa tertekan jika memaksakan diri menulis di waktu siang hari. Untuk mengatasinya, sebaiknya pekerjaan dibagi. Siang hari membuat outline dan mencari bahan, malam hari menyelesaikan tulisan. Untuk bekerja secara lebih efisien. Anda juga harus trampil menentukan prioritas. Adanya urutan prioritas dapat membantu Anda mengatur strategi. 4)



Tingkatkan energi dengan tidur “Ketika lelah, Anda lebih mudah merasa stres karena hal-hal yang



sepele,” demikian tulis Camile Anthony dalam “The Art of Napping at Work” (1999). Kesalahan juga akan membuat perhatian Anda menurun sehingga mudah melakukan kesalahan. Dalam keadaan demikian, Alex menganjurkan agar tidur. Tidur 15 menit di tengah waktu kerja akan sama manfaatnya dengan tidur malam 3 jam. Anda bisa memanfaatkan mushola kantor (tentu saja di luar waktu shalat) atau mobil Anda untuk tidur. Jangan lupa pasang alarm agar tidak tidur terlalu lama. Jika keduanya tidak tersedia, meja kerja Anda bisa jadi pilihan terakhir. Yang penting, tingkatkan energi segera jika sudah merasa terlalu lelah. Tidur selama 30 menit atau kurang, menurut Anthony akan meningkatkan mood dan rasa humor sehingga memperbaiki hubungan Anda dengan rekan kerja. Anthony menganjurkan agar membatasi tidur selama 30 menit saja agar tidak sampai tertidur nyenyak, yang akan membuat Anda lebih lelah ketika bangun. 5)



Atur lingkungan kerja Bagaimana kondisi kerja Anda? Apakah meja kerja Anda



berantakan atau ruangan kerja selalu dipenuhi asap rokok? Hati-hati karena



hal-hal yang tampaknya sepele tersebut karena dapat mempengaruhi performa kerja sekaligus kesehatan Anda. Jika tidak memungkinkan mengubah lingkungan kerja secara besar-besaran, ada baiknya Anda memulainya dari meja Anda. Dalam feng shui, seni tata ruang dari Tiongkok, tempat kerja yang teratur menunjukkan pikiran yang teratur. Jaga lingkungan kerja, terutama maja, dari tumpukan kertas atau file. Simpan kertas-kertas Anda dalam map dan dalam kotak file atau laci file. Anda juga bisa mencegah stres dengan mengubah letak kursi sehingga bisa mengetahui siapa yang akan masuk ke ruangan Anda. Jika memungkinkan pindahkan meja sehingga Anda dapat bekerja dengan cahaya alami dari luar (matahari). 6)



Kembangkan pola hidup sehat Pola hidup sehat merupakan kunci untuk bebas stres. Pilihlah



makanan dan minuman yang bisa menurunkan stres yaitu makanan yang banyak mengandung vitamin B kompleks seperti kacang-kacangan dan padi-padian. Kurangi makanan berlemak dan perbanyak makan buah dan sayur. Berolah raga secara teratur. Olah raga yang cukup tidak saja menyehatkan badan tapi juga memperbesar kapasitas badan tapi juga memperbesar kapasitas paru-paru sehingga mampu menampung oksigen yang lebih besar. Dengan kadar oksigen tinggal di dalam darah yang kemudian akan diedarkan ke seluruh tubuh Anda akan berpikir lebih jenuh. 7)



Tingkatkan ketrampilan Tidak ada kata terlambat untuk mempelajari ketrampilan baru. Jika



Anda merasa kurang mampu berkomunikasi, Anda bisa mempelajarinya melalui buku-buku atau latihan kepemimpinan yang sering diadakan di kota-kota. Jika Anda mempunyai minat terhadap komputer, kembangkan minat Anda. Peningkatan ketrampilan akan membuat Anda menjadi karyawan yang lebih berharga. 8)



Lupakan pekerjaan saat libur Membawa laptop saat liburan keluarga? Tinggalkan saja kebisaan



itu. Liburan sebaiknya benar-benar digunakan untuk istirahat. Berlibur atau santai bukan berarti membuang waktu. Selain mmeberikan energi tambahan



yang akan membuat Anda lebih kreatif, berlibur bersama akan mempererat hubungan Anda dengan keluarga. 9)



Pekerjaan bukan segalanya Bekerja memang penting. Dengan sekaligus mendapat lahan untuk



aktualisasi diri. Tapi di luar pekerjaan, masih banyak kegiatan lain yang dapat menimbulkan perasaan berguna bagi Anda. Dengan mengikuti kegiatan di luar pekerjaan, stres Anda di tempat pekerjaan akan berkurang. Anda dapat menyakinkan diri bahwa walaupun Anda tidak bisa memperbaiki keadaan di tempat kerja, Anda bisa mengendalikan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan Anda. Perasaan mampu mengendalikan kehidupan Anda sendiri adalah harta tak ternilai.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Semakin bertambahnya tahun dan semakin berkembagnya teknoligi terutama dalam bidang industri dan kontuksi. Namun salah satu akibat dari perkembangan teknologi yang merugikan adalah kecelakaan. Kecelakaan kerja ialah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Jumlah alat-alat industri dan para pekerja merupakan asset terpenting dan berharga yang dapat mempengaruhi produktivitas, maka dari itu pemerintah dan para pemilik perusahaan/ bidang industri sangat memperhatikankeselamatan para pekerja dengan cara : mengetahui dan menghindari penyebab serta akibat yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja, serta mempersiapkan peralatan keselamatan untuk mencegah serta menanggulangi jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan baik pada perlatan ataupun pekerja. 3.2 Saran Di harapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu pembaca dalam mengetahui, memahami, dan menyadari penyebab, akibat, pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja.



DAFTAR PUSTAKA DI._EKONOMI_DAN_KOPERASI/SUSANTI_KURNIAWATI/MAKALAH/STREES_MAN.pdf di unduh pada tanggal 10 oktober 2019 pukul 12:30 http://artikelbaden.blogspot.com/2012/12/strategi-manajemen-stress-kerja.html di unduh pada tanggal 13 oktober 2019 pukul 13:50