Penyusunan Kalimat Bahasa Indonesia Ragam Formal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENYUSUNAN KALIMAT BAHASA INDONESIA RAGAM FORMAL



A. Penerapan Diksi (Pilihan Kata) dalam Kalimat Ragam Formal Kata-kata yang digunakan dalam kalimat, perlu dipilih secara tepat sehingga dapat mengungkapkan maksud Anda secara tepat pula. Diksi atau pilihan kata yang tepat tersebut juga akan memudahkan pembaca memahami maksud Anda sebagai penulis. Oleh karena itu, ketika membuat kalimat bahasa Indonesia ragam formal, Anda harus memilih, menimbang dan menggunakan kata secara tepat. Mengapa harus memilih kata dan menggunakannya secara tepat ? Alasannya ada beberapa hal seperti berikut ini. 1. Kata-kata yang ada memiliki makna denotatif dan ada pula yang sekaligus memiliki makna konotatif. 2. Kata-kata yang ada memiliki makna umum dan makna khusus. 3. Kata-kata yang ada memiliki makna sinonim. 4. Kata-kata yang ada berupa kata ragam formal (baku) dan kata ragam percakapan (nonbaku) 5. Kata-kata perlu digunakan secara tepat. 6. Kata-kata perlu ditulis secara benar.



1. Kata-kata Denotatif dan Konotatif Kata-kata bermakna denotatif adalah kata-kata yang disebut juga bermakna konseptual, bermakna kognitif dan bermakna refensial. Kata bermakna denotatif adalah kata yang bermakna sesuai dengan hasil observasi penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan pengecapan. Artinya, kata-kata bermakna denotatif adalh kata-kata yang maknanya menyangkut informasi-informasi faktual objektif (Chaer,1995:65-66). Makna denotatif juda dapat diartikan sebagai makna yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan kata dan wujud diluar bahas yang diterapi satuan bahas itu secara tepat (Pateda, 2001:98).



Kata-kata bermakna konotatif adalah kata-kata yang memiliki makna asosiatif dan timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual atau denotatif (Arifin dan Tasai, 2004:26). Menurut Pateda (2001:112), makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap kata yang didengar atau kata yang dibaca. Harus dipahami bahwa makna konotatif terdapat pada kata yang bermakna denotatif. Artinya, dapat dipahami bahwa pada umumnya semua kata mempunyai makna denotatif, tetapi tidak setiap kata itu mempunyai makna konotatif (Chaer, 1995:65). Dalam karangan ilmiah, kata-kata bermakna denotatif perlu digunakan secara tepat. Dengan demikian, kata-kata bermakna asosiasi sikap sosial, sikap pribadi atau kriteria tambahan tertentu (makna konotatif) dapat pula digunakan pada kondisi dan situasi tertentu. Makna denotatif dan makna konotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakaian bahasa (Arifin dan Tasai,2004:26). Artinya, kata bermakna denotatif adalah kata yang memiliki arti harfiah dan tidak memiliki makna tambahan yang berkaitan dengan sikap penutur. Demikian pula, kata bermakna konotatif adalah kata yang memiliki nilai rasa tertentu. 2. Kata Umum dan Kata Khusus Dalam membuat kalimat, kita harus memerhatikan kata umum dan kata khusus. Untuk mengungkapkan hal yang generik (universal), dapat digunakan kata umum. Sebaliknya, untuk mengungkapkan hal yang spesifik (spesial) dapat digunakan kata khusus. Dalam bahasa Indonesia, kata umum adalah kata yang memilki acuan yang lebih luas daripada kata khusus. Kata umum dan kata khusus dapat dilihat seperti contoh di bawah ini.



Kata Umum Ikan Bunga Hewan mamalia Burung



Kata Khusus Gurame, lele, sepat, tuna, nila, koki mas Mawar, ros, melati, dahlia, anggrek Sapi, kerbau, kuda, keledai, kambing Merpati, beo, balam, perkutut, ketitiran



Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia terdapat pasangan kata umum dan kata khusus. Anda harus mempertimbangkan secara tepat penggunaan kata umum dan kata khusus dalam penyusunan kalimat ragam formal.



3. Kata-Kata Bersinonim Kata-kata bersinonim adalah kata-kata (bentuknya memang berbeda) yang pada dasarnya mempunyai makna yang hampir serupa atau mirip. Oleh karena itulah, diakui para pakar bahasa, bahwa kesinoniman kata-kata itu tidaklah bersifat mutlak. Kata-kata bersinonim perlu dipahami, dipilih dan digunakan secara tepat dalam kalimat ragam formal. Oleh sebab itu, walaupun bersinonim pada dasarnya katakata itu berbeda konteks penggunaannya. Dalam ilmu semantikpun, dijelaskan bahwa kata-kata yang bersinonim itu tetap memiliki perbedaan makna. Artinya, tidak ada katakata yang bersinonim secara mutlak. Kata-kata yang berbeda bentuknya, diyakini berbeda pula maknanya (lihat juga Chaer,1995:83). Dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang bersinonim adalah seperti di bawah ini.



Cerdas Besar Mati Ilmu Penelitian



= = = = =



cerdik, hebat, pintar agung, raya mangkat, wafat, meninggal pengetahuan penyelidikan



Dalam bahasa Indonesia juga terdapat pasangan kata yang bersinonim sehingga Anda harus mempertimbangkan secara tepat penggunaan salah satu kata dari pasangan kata bersionim itu dalam penyusunan kalimat ragam formal. Pada dasarnya, pembicaraan kata-kata bersinonim juga berkaitan dengan pembicaraan kata bermakna denotatif dan kata bermakna konotatif.



4. Kata Baku dan Nonbaku Bahasa Indonesia memiliki banyak ragam. Berdasarkan situasi pemakaiannya, ragam bahasa Indonesia dibedakan menjadi ragam fomal dan ragam tidak formal (percakapan). Dalam bahasa Indonesia ragam formal, digunakan kata baku, sedangkan dalam bahasa Indonesia ragam tidak formal, boleh saja digunakan kata nonbaku. Kata baku dan kata nonbaku dapat dilihat berdasarkan beberapa ranah seperti ranah fonologis, ranah morfologis dan ranah leksikon.



Pertama, kata baku dan kata nonbaku dapat dilihat berdasarkan ranah fonologis. Maksudnya, sebuah kata baku kadang-kadang memiliki kata nonbaku karena penambahan fonem, pengurangan fonem atau pengubahan fonem. Ketiga hal itu, dapat dilihat pada contoh di bawah ini. 1. Pasangan kata baku dan kata nonbaku karena penambahan fonem adalah seperti di bawah ini. Kata Baku Imbau Andal Utang Rapi Ubah



Kata Nonbaku himbau handal hutang rapih rubah



2. Pasangan kata baku dan kata nonbaku karena pengurangan fonem adalah seperti di bawah ini. Kata Baku Terap Terampil Tetapi Tidak



Kata Nonbaku trap trampil tapi tak



3. Pasangan kata baku dan kata nonbaku karena pengubahan fonem adalah seperti di bawah ini. Kata Baku Telur Ubah Tampak Lubang Roboh Lafal Rezeki Ijazah



Kata Nonbaku telor obah nampak lobang rubuh lapal rejeki ijasah



Kedua, kata baku dan kata nonbaku dapat pula dilihat berdasarkan ranah morfologis. Maksudnya, sebuah kata baku kadang-kadang memiliki kata nonbaku karena pada hasil proses morfologis terjadi pengurangan fonem atau pengubahan fonem, terjadi pergantian afiks dan terjadi kelebihan fonem. Kedua hal itu dapat dilihat pada contoh di bawah ini.



1.



Pasangan kata baku dan kata nonbaku karena pada hasil morfologis terjadi



pengurangan fonem adalah seperti di bawah ini.



Kata Baku Memfokuskan Memprotes Memfitnah Memfotokopi Mempromosikan Memproduksi Memproses Mempraktikkan Memprakarsai 2.



Kata Nonbaku memokuskan memrotes memitnah memotokopi memromosikan memroduksi memroses memratikkan memrakarsai



Pasangan kata baku dan kata nonbaku karena pada hasil morfologis terjadi



pengubahan fonem adalah seperti di bawah ini.



Kata Baku Mengubah 3.



Kata Nonbaku merubah



Pasangan kata baku dan kata nonbaku karena pada hasil morfologis terjadi



penggantian afiks adalah seperti di bawah ini.



Kata Baku Menangkap Menatap Menari Menolak Menolong Menahan Menonton Menutupi Mengambil Mengutuk Mengarang Mengirim Mengajar Mengubah Mengetik 4.



Kata Nonbaku nangkap natap nari nolak nolong nahan nonton nutupi ngambil ngutuk ngarang ngirim ngajar ngubah ngetik



Pasangan kata baku dan kata nonbaku karena pada hasil morfologis terjadi kelebihan



fonem adalah seperti di bawah ini.



Kata Baku Beracun Berakit Beragam Beriak Berebut Beribu Beruas Bereaksi Beroda Becermin Beterbangan Bekerja Bekerlip Beternak Pekerja Peterjun Peternakan Peserta Teperdaya



Kata Nonbaku berracun berrakit berragam berriak berrebut berribu berruas berreaksi berroda bercermin berterbangan berkerja berkerlip berternak perkerja perterjun perternakan perserta terperdaya



Ketiga, kata (frasa) baku dan kata (frasa) nonbaku dapat dilihat berdasarkan ranah leksikon. Maksudnya, sebuah kata (frasa) baku kadang-kadang memiliki kata (frasa) nonbaku yang terdapat dalam ragam percakapan. Dalam kalimat ragam formal, Anda jangan menggunakan kata (frasa) ragam percakapan. Pasangan kata (frasa) baku dan kata (frasa) ragam percakapan itu adalah seperti berikut ini.



Frasa Baku Tidak terlalu Tidak seperti ini Belum masak Tidak sabar Sedang tidur Tidak mau Tidak pergi Memang cantik Hanya nasi Hanya teh Hanya nasi Hanya air Sangat malas Ingin main Nakal sekali



Frasa Nonbaku tidak begitu tidak begini belum matang tidak sabaran pada tidur enggak mau tak pergi emang cantik nasi tok teh tok nasi doang air doang malas banget pengen main nakal tak ketulungan



Selain itu, dalam kalimat ragam formal, Anda jangan menggunakan frasa ragam percakapan karena salah susunannya. Pasangan kata (frasa) baku dan kata (frasa) ragam percakapan itu adalah seperti belrikut ini.



Frasa Baku Waktu lain Daerah lain Malam ini Hari ini Amat besar Amat mahal Sudah usai Sudah selesai Siang nanti Sore nanti Malam nanti Pertama kali Kedua kali Ketiga kali



Frasa Nonbaku lain waktu lain daerah ini malam ini hari besar amat mahal amat usai sudah selesai sudah nanti siang nanti sore nanti malam kali pertama kali kedua kali ketiga



Dalam kalimat ragam formal, Anda mungkin membuat kata-kata yang maknanya redundan. Artinya, kata-kata yang Anda gunakan sudah berlebihan maknanya. Pasangan frasa baku dan frasa yang bermakna redundan (nonbaku) itu adalah seperti berikut ini.



Frasa Baku Sangat pedih, amat pedih Sangat banyak, banyak sekali Sangat malas, malas sekali Sangat pemalu, pemalu sekali Paling pandai, terpandai Paling muda, termuda Paling kaya, terkaya Berpandang-pandangan, saling pandang Salin tolak, tolak-menolak Para ibu, ibu-ibu Banyak rumah, rumah-rumah Adalah, merupakan Agar, supaya Oleh sebab itu, oleh karena itu Sejak, dari



Frasa Nonbaku amat sangat pedih sangat banyak sekali sangat malas sekali sangat pemalu sekali paling terpandai paling termuda paling terkaya saling berpandang-pandangan saling tolak-menolak para ibu-ibu banyak rumah-rumah adalah merupakan agar supaya oleh sebab karena itu sejak dari



Dalam bahasa Indonesia karena adanya penyerapan bahasa asing atau bahasa daerah (Sansekerta) terdapat pasangan kata baku dan nonbaku. Dalam kalimat ragam formal, Anda harus memilih dan menggunakan kata serapan yang sudah dibakukan itu. Pasangan kata baku dan kata nonbaku itu adalah seperti berikut ini.



Kata Baku Apotek Atlet Atmosfer Aktif Aktivitas Arkais Arkeologi Akhir Akhlak Advokat Adjektif Asas Asasi Analisis Menganalisis Penganalisisan Ambulans Anggota Balans Definisi Diferensial Ekspor Ekuivalen Esai Formal Februari Filologi Fisik Foto Frekuensi Film Hakikat Hierarki Hipotesis Intensif Insaf Ikhlas Impor Ijazah Izin Ilustrasi



Kata Nonbaku Apotik Atlit Atmosfir Aktip Aktifitas Arkhais Arkheologi Ahir Ahlak Adpokat Ajektif Azas Azasi Analisa Menganalisa Penganalisaan Ambulan Anggauta Balan Defenisi Differensial Eksport Ekwivalen Esei Formil Pebruari Philologi Phisik Photo Frekwensi Filem Hakekat Hirarki Hipotesa Intensip Insyaf Ihlas Import Ijasah Ijin illustrasi



Jenderal Jadwal Konkret Karier Kaidah Konsepsional Konferensi Kreativitas Kongres Kompleks Katalisis Konsekuensi Kualifikasi Kualitas Kuitansi Kourum Kuota Konfrontasi Koordinasi Konduite Kategori Konsesi Kelas Klasifikasi Linguistik Lazim Likuidasi Metode Motif Motivasi Masyarakat Mantra Manajemen Manajer Massa Masalah Masal Misi November Nasihat Nasionalisasi Operasional Objek Ons Organisasi Problem Problematik Positif Produktif Produktivitas



Jendral Jadual Konkrit Karir Kaedah Konsepsionil Konperensi Kreatifitas Konggres Komplek Katalisa Konsekwensi Kwalifikasi Kwalitas Kwitansi Kworum Kwota Konfrontir Koordinir Kondite Katagori Konsessi Klas Kelasifikasi Lingguistik Lajim Likwidasi Metoda Motip Motifasi Masarakat Mantera Managemen Manager Masa Masaalah Massal Missi Nopember Nasehat Nasionalisir Operasionil Obyek On Organisir Problim Problimatik Positip Produktip Produktifitas



Psikis Psikologi Paspor Putra Putri Produksi Proklamasi Profesi Profesor Rasional Resistans Rezeki Risiko Sistem Sistematika Sistematis Spesies Sintesis Spiritual Subjek Syukur Sah Sahih Saraf Sutera Standar Satandarisasi Survai Sukses Teori Teoretis Telegram Telepon Tradisional Tarif Teknik Teknisi Teknologi Teleks Tripleks Terampil Terap Transpor Transportasi Teladan Tim Terjemah Varietas Wujud Zaman



Psikhis Psikhologi Pasport Putera Puteri Produsir Proklamir Professi Professor Rasionil Resistan Rejeki Resiko Sistim Sistimatika Sistimatis Spesis Sintesa Sprituil Subyek Sukur Syah Syahih Syaraf Sutra Standard Standarisasi Survei Sakses Tiori Teoritis Tilgram Tilpon Tradisionil Tarip Tehnik Tehnisi Tehnologi Telek Triplek Trampil Trap Transport Transportir Tauladan Team Terjamah Varitas Ujud jaman



5. Penggunaan Kata secara Tepat Dalam kalimat-kalimat ragam formal, Anda perlu menggunakan kata-kata secara tepat. Misalnya, kekeliruan penggunaan kata yang sering terjadi adalah dalam hal penggunaan kata depan (preposisi), seperti di yang seharusnya digunakan pada , atau ke yang seharusnya digunakan kepada. Kekeliruan penggunaan kata depan (preposisi) di yang seharusnya digunakan pada dapat dilihat seperti pada contoh di bawah ini. Penggunaan yang Tepat Pada saya Pada kami Pada mereka Pada dia Pada kita Pada ibu Pada ayah Pada adik Pada kakak Pada paman Pada pagi hari Pada siang hari Pada malam hari Pada waktu itu Pada saat itu Pada saat ini



Penggunaan yang Tidak Tepat Di saya Di kami Di mereka Di dia Di kita Di ibu Di ayah Di adik Di kakak Di paman Di pagi hari Di siang hari Di malam hari Di waktu itu Di saat itu Di saat ini



Kekeliruan penggunaan kata depan (preposisi) ke yang seharusnya digunakan kepada dapat dilihat seperti pada contoh di bawah ini. Penggunaan yang tepat Kepada saya Kepada kami Kepada dia Kepada kita Kepada ibu Kepada ayah Kepada adik Kepada kakak Kepada paman Kepada saya



Penggunaan yang tidak tepat ke saya ke kami ke dia ke kita ke ibu ke ayah ke adik ke kakak ke paman ke saya



Kata depan atau kata penghubung harus digunakan secara tepat dalam kalimat ragam formal. Kata depan atau kata penghubung perlu digunakan secara tepat sesuai



denagn jenis keterangan dalam kalimat. Alwi (1998:331) mengemukakan penggunaan kata depan atau kata penghubung sesuai fungsinya seperti di bawah ini. a.



Untuk keterangan tempat digunakan kata di, ke, dari, di, di dalam, pada



b.



Untuk keterangan waktu digunakan kata pada, setelah, sebelum, sesudah, selama, sepanjang



c.



Untuk keterangan alat digunakan kata dengan



d.



Untuk keterangan tujuan digunakan kata agar, supaya, untuk, bagi, demi



e.



Untuk keterangan cara digunakan kata dengan, secara, dengan cara, dengan jalan



f.



Untuk keterangan penyerta digunakan kata dengan, bersama, beserta



g.



Untuk keterangan perbandingan / kemiripan digunakan kata seperti, bagaikan, laksana



h.



Untuk keterangan sebab digunakan kata karena, sebab



5. Penulisan Kata Secara Benar Dalam kalimat-kalimat ragam formal, Anda perlu menulis kata secara benar. Misalnya, kesalahan kata yang sering terjadi adalah dalam hal penulisan kata depan (preposisi), seperti di, ke, dari yang seharusnya ditulis terpisah dari kata yang diikutinya. Penulisan kata depan (preposisi) di yang benar (ditulis terpisah) dan penulisan kata depan (preposisi) di yang salah (ditulis serangkai) dapat dilihat seperti pada contoh di bawah ini.



Penulisan yang benar Di atas Di jalan Di sekolah Di sekitar Di samping Di depan Di tengah Di kiri Di kanan Di bagian depan Di rumah Di pasar Di toko



Penulisan yang salah Diatas Dijalan Disekolah Disekitar Disamping Didepan Ditengah Dikiri Dikanan Dibagian depan Dirumah Dipasar Ditoko



Penulisan kata depan (preposisi) ke yang benar (ditulis terpisah) dan penulisan kata depan (preposisi) ke yang salah (ditulis serangkai) dapat dilihat seperti pada contoh di bawah ini.



Penulisan yang benar Ke atas Ke jalan Ke sekolah Ke sekitar Ke samping Ke depan Ke pinggir Ke tengah Ke kiri Ke kanan Ke bagian depan Ke rumah Ke pasar Ke toko



Penulisan yang salah Keatas Kejalan Kesekolah Kesekitar Kesamping Kedepan Kepinggir Ketengah Kekiri Kekanan Kebagian depan Kerumah Kepasar Ketoko



Penulisan kata depan (preposisi) dari yang benar (ditulis terpisah) dan penulisan kata depan (preposisi) dari yang salah (ditulis serangkai) dapat dilihat seperti pada contoh di bawah ini.



Penulisan yang benar Dari atas Dari jalan Dari sekolah Dari samping Dari depan Dari pinggir Dari tengah Dari kiri Dari kanan Dari jauh Dari dekat Dari luar Dari dalam Dari pasar Dari toko



Penulisan yang salah Dariatas Darijalan Darisekolah Darisamping Daridepan Daripinggir Daritengah Darikiri Darikanan Darijauh Daridekat Dariluar Daridalam Daripasar Daritoko



Selain kesalahan penulisan kata depan (preposisi), sering pula terdapat kesalahan penulisan partikel non seperti pada contoh di bawah ini.



Penulisan yang benar Non-Indonesia Non-India Non-Batak Non-Minangkabau Non-Islam Non-Kristen Nonkolaborasi Nonformal Nonkependidikan



Penulisan yang salah Non Indonesia Non India Non Batak Non Minangkabau Non Islam Non Kristen Non kolaborasi, non-kolaborasi Non formal, non-formal Non kependidikan , non-kependidikan



Kadang-kadang dalam karangan ilmiah, sering pula terdapat kesalahan penulisan partikel sub seperti pada contoh di bawah ini.



Penulisan yang benar Subseksi Subbagian Subbab



Penulisan yang salah sub seksi, sub-seksi sub bagian, sub-bagian sub bab, sub-bab



Dalam bahasa Indonesia, partikel per memiliki arti ‘mulai, demi, tiap’. Penulisan partikel per ini ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya. Kesalahan penulisan partikel per seperti pada contoh di bawah ini.



Penulisan yang benar per jam per hari per malam per minggu per bulan per caturwulan per semeester per tahun per satu januari



Penulisan yang salah Perjam Perhari Permalam Perminggu Perbulan percaturwulan persemeester pertahun persatu januari



Selain itu, dalam bahasa Indonesia juga terdapat awalan per yang memiliki arti ‘menjadikan...’, ‘menjadikan lebih...’, atau ‘memperlakukannya sebagai...’. Penulisan



awalan per ini ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kesalahan penulisan awalan per- adalah seperti pada contoh di bawah ini.



Penulisan yang benar perbesar Perdua Perlima Pertinggi Perlebar Perkecil Perbesar Persingkat perpanjang perpendek Perbudak Peradik Perkakak Pertuan



Penulisan yang salah Per besar Per dua Per lima Per tinggi Per lebar Per kecil Per besar Per singkat Per panjang perpendek perbudak peradik perkakak pertuan



Dalam bahasa Indonesia, kata pun yang mempunyai arti ‘juga’ harus dituliskan secara terpisah dengan kata yang diikutinya. Kesalahan penulisan kata pun demikian adalah seperti pada contoh di bawah ini. Penulisan yang benar Aku pun Mereka pun Kami pun Dia pun Air pun Makan pun Sedikit pun Besar pun Kecil pun Sekarang pun



Penulisan yang salah akupun merekapun kamipun diapun airpun makanpun sedikitpun besarpun kecilpun sekarangpun



Selain itu, kata pun pada kata tertentu yakni ungkapan yang sudah padu harus dituliskan serangkai dengan kata yang diikutinya. Kesalahan penulisan kata pun demikian adalah seperti pada contoh di bawah ini.



Penulisan kata yang benar Walaupun Sungguhpun Sekalipun



Penulisan kata yang salah walau pun sungguh pun sekali pun



Meskipun Maupun Kendatipun Bagaimanapun Ataupun



meski pun mau pun kendati pun bagaimana pun atau pun



Dalam bahasa Indonesia, bentuk terikat pasca ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kesalahan penulisan bentuk terikat pasca seperti pada contoh di bawah ini.



Penulisan yang benar Penulisan yang salah Pascasarjana Pasca sarjana, pasca-sarjana Pascapanen Pasca panen, pasca-panen Selain itu, kesalahan penulisan kata yang sering terjadi adalah dalam hal penulisan awalan tertentu. Kesalahan penulisan awalan itu seperti pada contoh di bawah ini. Penulisan yang benar Bertolak belakang Tanda tangani Ditandatangani Mendarah daging Melatarbelakangi Menghancurleburkan Penyebarluasan Dibumihanguskan Dianalisis Dikaji Dikelola Ketujuh



Penulisan yang salah Bertolakbelakang Tandatangani Ditanda tangani Mendarahdaging Melatar belakangi Menghancur leburkan Penyebar luasan Dibumi hanguskan Di analisis Di kaji Di kelola, dilola Ke tujuh



B. Penggunaan Struktur Kalimat Bahasa Indonesia Karangan ilmiah harus disusun dengan menggunakan struktur kalimat bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam penulisan karangan ilmiah, penulis harus menggunakan ragam bahasa Indonesia baku, termasuk di dalamnya aspek struktur kalimat. Penggunaan kalimat yang teratur, lengkap dan cermatsangat diperlukan. Keteraturan dan kelengkapan kalimat, termasuk kecermatan dalam penggunaan ejaan seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumny, dapat mengungkapkan pikiran atau gagasan dengan jelas. Kejelsan gagasan, pikiran atau konsep harus diungkapkan ke dalam bentuk kalimat.



Artinya, kalimat yang digunakan harus memenuhi persyaratan gramatikal. Hal ini berarti pula bahawa kalimar itu harus tersusun berdasarkan kaidah-jaidah yang berlaku. Karangan ilmiah terutama terdiri atas komponen isi dan komponen bentuk. Komponen isi dalam karangan ilmiah berhubungan dengan ide, gagasan atau konsep yang hendak disampaikan oleh pengarang sedangkan komponen bentuk berkaitan dengan organisasi penyajian ide, gagasan atau konsep diatas. Dalam komponen bentuk terdapat penggunaan struktur kaliamt, struktur paragraf dan struktur karangan (wacana) sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Hal ini sangat penting untuk mengungkapkan ide, gagasan, konsep yang dimaksud. Oleh sebab itu, untuk memelihara struktur bahasa sesuai dengan kaidah yang berlaku diperlukan pengetahuan penulis tentang hal itu. Dalam kenyataannya, banyak penulis yang hanya mementingkan komponen isi dan mengabaikan komponen bentuk, terutama struktur kalimat dan struktur paragraf. Hal ini disebabkan oleh penulis tersebut menganggap bahwa komponen isi merupakan komponen yang sangat penting. Sedangkan komponen bentuk dianggap tidak terlalu penting. Padahal komponen bentuk sperti struktur kalimat, struktur paragraf dan struktur karangan adalah sama pentingnya dengan komponen isi. Karangan ilmiah mengandung satuan-satuan tata bahasa yang bersifat hierarkis, yaitu satuan-satuan yang secara bertingkat membentuk satu sistem. Dalam sistem tersebut satuan yang lebih kecil merupakan bagian dari satuan yang lebih besar. Satuan-satuan itu adalah morfem (satuan terkecil), kata, frasa, klausa, kalimaat, paragraf dan karangan/wacana (satuan terbesar). Pembentukan masing-masing satuan tersebut dan hubungan antara satuan dengan satuan yang lainnya dalam pembentukan satuan yang lebih besar mengikuti kaidah-kaidah tertentu. Kaidah-kaidah itu disebut sebagai kaidah-kaidah tata bahasa.



1. Struktur Kalimat Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, dkk, 1998 :311). Dalam wujud lisan (pertuturan), kalimat diucapkan dengan suara naik turundan keras lembut, disela jeda dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan. Dalam wujud lisan, aklimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.) atau tanda tanya (?) atau tanda seru (!). tanda titik, tanda tanya dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir.



Kalimat yang digunakan dalam karangan ilmiah haruslah kalimat ragam baku. Kalimat terdiri dari 2 lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan makna yang dinyatakan oleh bentuk tersebut. Struktur sebauh ragam kalimat baku harus mengandung kelengkapan unsur-unsurnya, tuntas maknanya dan berterima dari segi nilai sosial budaya masyarakat pemakainya. Dari segi unsur-unsurnya, sebuah kalimat disebut lengkap jika memiliki unsur-unsur yang dibutuhkan untuk mengungkapkan pikiran penulis. Dalam kenyataan, kalimat yang lengkap minimal memiliki dua unsur, yaitu unsur subjek dan unsur predikat. Jadi, kalimat ragam baku minimal memiliki unsur subjek dan unsur predikat. Jika predikat kalimatnya berupa kata kerja transitif (kata kerja yang menuntut kehadiran unsur objek), kalimat itu harus terdiri atas 3 unsur, yakni subjek, predikat-objek). Berdasarkan makna yang dimilki verba yang mengisi predikat, unsur keterangan juga harus disertakan dalam sebuah kalimat. Untuk memeriksa apakah kalimat yang ditulis memenuhi syarat kaidah tata bahasa, seorang penulis perlu mengenal fungsi unsur kalimat (subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan ) karena kalimat yang benar harus lengkap unsur-unsurnya (Alwi,dkk, 1998 :326). Pertama, ciri-ciri subjek. Subjek merupakan fungsi sintaksis terpenting dalam sebuah kalimat, selain unsur predikat. Ciri-ciri subjek adalah sebagai berikut (Sugono,1993:7-8). a.



Pada umumnya subjek berupa nomina atau frasa atau kelas kata lain yang dapat menduduki fungsi subjek.



b.



Merupakan jawaban atas pertanyaan apa atau siapa.



c.



Dapat diperluas dengan kata itu, ini.



d.



Dapat diperluas dengan menggunakan frasa atau klausa dengan kata penghubung yang. Kedua, ciri-ciri predikat. Predikat merupakan unsur pokok yang diertai



unsur sujek dan jika ada disertai unsur objek, pelengkap dan atau keterangan wajib disebelah kanan. Ciri-ciri predikat adalah seperti berikut (Sugono, 1993:7-8). a.



Predikat berupa verba atau frasa verbal, adjektiva atau frasa adjektival, nomina atau frasa nominal, numeral atau frasa numeralia.



b.



Merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa atau bagaiman



c.



Dapat disertai kata pengingkat tidak dan bukan.



d.



Dapat disertai kata-kata seperti sudah, belum, akan, sedang, ingin, hendak, mau.



Ketiga, ciri-ciri objek. Objek adalah unsur kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa transitif pada kalimat aktif. Dengan kata lain, objek hanya terdapat pada kalimat aktif transitif. Ciri-ciri objek adalah sebagai berikut (Sugono, 1993:7-8, Alwi, dkk, 1998:329) a.



Terdapat dalama kalimat transitif



b.



Terletak langsung dibelakang predikat



c.



Dapat menjadi subjek dan kalimat pasif



d.



Tidak didahului oleh preposisi



e.



Dapat diganti dengan pronomina-nya



f.



Berwujud frasa nomina atau klausa Keempat, ciri-ciri pelengkap. Pelengkap berbeda dengan objek. Pelengkap



dalam bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut ( Sugono, 1993:7, Alwi, dkk, 1998:329). a.



Berwujud nomina atau frasa nominal verba atau frasa verb, adjektiva atau frasa adjektiva atau klausa.



b.



Berada langsung dibelakang predikat jika tidak ada objek dan dibelakang objek kalau unsur objek hadir.



c.



Tidak dapat menjadi subjek akibat pemasifan kalimat.



d.



Terdapat dalam kalimat yang berpredikat verba



e.



Tidak dapat diganti dengan -nya kecuali dalam kombinasi perposisi selain di, ke, dari dan akan. Kelima, ciri-ciri keterangan. Keterangan merupakan unsur kalimat yang



memberikan informasi lebih lanjut tentang sesuatu yang dinyatakan dalam kalimat. Keterangan dalam bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Sugono, 1993:7-8, Alwi, dkk, 1998:330). a.



Memberikan informasi tentang tempat, waktu, cara, alat, sebab, akibat



b.



Memiliki keleluasaan posisi (penempatan) dalam kalimat.



c.



Didahului oleh kata depan sperti di, dari, pada, selama, dengan, sebab.



d.



Biasanya berupa farasa preposisional.



e.



Pada umumnya, kehadiran keterangan dalam kalimat bersifat manasuka.



2. Pola Kalimat Dasar



Kalimat dasar adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa, unsur-unsurnya lengkap, susunan unsur-unsurnya menurut urutan yang paling umum dan tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran (Alwi, 1998:319). Artinya, kalimat dasar itu adalah kalimat tunggal deklaratif afirmatif (kalimat tunggal, berita dan positif) yang urutan unsur-unsurnya paling lazim digunakan. Kalimat dasar merupakan kalimat yang belum mengalami perubahan, seperti penambahan keterangan kalimat ataupun keterangan subjek, keterangan predikat dan keterangan objek. Sehubungan dengan itu, pada hakikatnya kalimat yang panjang dalam bahasa Indonesia dapat dikembalikan pada kalimat dasar. Selanjutnya, kalimat yang panjang itu dapat pula ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud dengan pola dasar kalimat. Menurut Alwi, dkk (1998 : 321-322) ada enam tipe kalimat dasar dalam bahasa Indonesia. a. Kalimat dasar berpola S-P seperti di bawah ini. Orang itu sedang tidur. Dia berlari. Mereka sedang berjalan. Anggota dewan mulai bersidang. Saya guru. Mereka mahasiswa. Kami pelajar. b. Kalimat dasar berpola S-P-O seperti dibawah ini. Ayahnya membeli mobil baru. Rani mendapat hadiah. Dia menulis buku teks. Anaknya mempelajari bahasa Jepang. Mendiknas membuka seminar nasional. c. Kalimat dasar berpola S-P-Pel seperti dibawah ini. Pancasila merupakan dasar negara kita. Bapak itu adalah Rektor Universitas Negeri Padang. Dia sudah menjadi dosen.



d. Kalimat dasar berpola S-P-Ket seperti di bawah ini. Penceramah itu berasal dari Universitas Indonesia. Banjir besar telah terjadi di Jakarta Selatan. Ayahku tinggal di kampung. Rumah kami berada di seberang sungai. e. Kalimat dasar berpola S-P-O-Pel seperti di bawah ini. Panitia memberi penatar cendera mata. Kami mengirimi ibu paket lebaran. Rektor menugasi stafnya pekerjaan tambahan. Dian mengambilkan adiknya air minum. f. Kalimat dasar berpola S-P-O-Ket seperti dibawah ini. Dia memasukkan dokumen itu ke dalam map. Polisi memperlakukan tertuduh dengan baik. Mahasiswa melaporkan kejadian itu kepada pimpinan kampus. Dalam kenyataannya, banyak kalimat yang urutan unsur-unsurnya menyimpang dari pola-pola yang dikemukakan di atas. Oleh sebab itu, kalimat yang menyimpang tersebut merupakan kalimat nonbaku atau kalimat yang tidak gramatikal.



3. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri dari satu pola dasar kalimat. Artinya, dalam kalimat tunggal tentu saja terdapat semua unsur wajib yang diperlukan seperti diuraikan pada pola kalimat dasar sebelumnya. Namun, dalam kalimat tunggal bisa diperluas dengan unsur tambahan (tidak wajib), seperti keterangan tempat, waktu atau alat. Beberapa macam kalimat tunggal diuraikan berikut ini (Alwi, dkk, 1998 : 338-352). a. Kalimat taktransitif seperti dibawah ini. Mahasiswa itu sedang belanja. Dosen kami belum datang. Mereka berjalan dengan tongkat.



Kami berenang pada Minggu pagi. Pak Ahmad akan naik haji. b. Kalimat ekatransitif seperti dibawah ini. Pemerintah akan memasok semua kebutuhan lebaran. DPR menyeleksi anggota Komisi Pemilihan Umum. Nilai ujian nasional menunjukkan kualitas para siswa. c. Kalimat dwitransitif seperti di bawah ini. Kami sedang mencarikan anak itu pekerjaan.. Bapak akan membelikan anak itu hadiah ulang tahun. Dia sedang membuatkan Pak Ali laporan tahunan. Dia menugasi saya pekerjaan itu. Ayah mengirimi kami uang bulanan. Dosen itu memberi kami kesempatan ujian ulangan. d. Kalimat pasif seperti di bawah ini. Seorang asisten baru telah diangkat Pak Toha. Pameran itu akan dibuka Gubernur Sumatera Barat. Rumah tua itu diperbaiki pemerintah dalam waktu dekat.



e. Kalimat berpredikat adjektif seperti di bawah ini Ayahnya sakit. Pernyataan orang itu benar. Warna bajunya biru laut. Ayah saya sakit perut. f. Kalimat berpredikat nominal seperti dibawah ini Buku itu cetakan Bandung. Dia guru saya. Orang itu pencurinya. g. Kalimat berpredikat numeral seperti di bawah ini Anaknya banyak.



Uangnya hanya sedikit. Lebar sungai itu lebih dari dua ratus meter. h. Kalimat berpredikat frasa preposional seperti di bawah ini Ibu sedang ke pasar. Anak itu sedang di sekolah. Gelang itu untuk Rita. Ayahnya dari Sunda.



4. Kalimat Majemuk Kalimat majemuk adalah kalimat yang memilik dua klausa (dua pola kalimat) atau lebih yang saling berhubungan. Berdasarkan sifat hubungan dua klausa atau lebih itu, kalimat majemuk dibedakan menjadi kalimat majemuk setara (koordinatif) dan kalimat majemuk bertingkat (subordinatif).



a. Kalimat majemuk Setara (Koordinatif) Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang memiliki dua klausa (dua pola kalimat) atau lebih yang masing-masingnya mempunyai kedudukan yang setara dalam struktur konstituen kalimat. Hubungan antara kalusa yang satu dan klausa yang lainnya tidaklah membentuk hubungan yang hierarkis. Dalam kalimat majemuk setara, antara klausa yang satu dan klausa yang lain lazim dihubungkan oleh konjungtor dan, atau, tetapi, serta, lalu, kemudian, lagi, pula, hanya, padahal, sedangkan,



baik...maupun...,



tida...tetapi...,



bukan...melainkan...



(Alwi,



dkk,



1998:388). Selain itu, kalimat majemuk setara dibedakan Alwi,dkk (1998 :400) menjadi (1) kalimat majemuk setara menyatakan hubungan penjumlahan, (2) kalimat majemuk setara menyatakan hubungan perlawanan dan (3) kalimat majemuk setara menyatakan hubungan pemilihan Kalimat majemuk setara menyatakan hubungan penjumlahan seperti di bawah ini. Sudah sebulan kami mengarungi lautan dan kami amat merindukan daratan.



Pada hari yang naas itu gempa menggoncang bumi dan rumah-rumah menjadi berantakan. Aku melompat dari anak tangga, kemudian berlari ke halaman. Mereka datang menitipkan anaknya, lalu pergi begitu saja. Para tamu sudah mulai datang, sedangkan kami belum siap. Dia sudah menangis, padahal hasil pemeriksaan lab belum ada. Kalimat majemuk setara menyatakan hubungan perlawan seperti di bawah ini. Masalah kemiskinan tidak hanya masalah nasional tetapi juga masalah kemanusiaan. Dua anak kampung tidak saja bebas, tetapi juga lebih terbuka. Adikku belum bersekolah, tetapi dia sudah bisa membaca. Sudah cukup lama mereka bekerja, tetapi tidak sekalipun mereka berpikir untuk menabung. Bung Karno dan Bung Hatta kadang-kadang berselisih pendapat, tetapi keduanya tetap bersatu dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Kalimat majemuk setara menyatakan hubungan pemilihan seperti di bawah ini. Dalam keadaan seperti itu dia terpaksa membunuh musuh atau dibunuh musuh. Dia sedang melamun atau sedang memikirkan pacarnya ? Dia akan menjual mobilnya atau meminjam uang dari bank ? Kamu akan pergi ke sekolah atau ikut dengan kami ke rumah nenek ? b. Kalimat majemuk bertingkat ( Subordinatif) Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang memiliki dua klausa (dua pola kalimat) atau lebih yang salah satu kalusanya menjadi bagian dari klausa yang lain. Tiap-tiap klausa itu mempunyai kedudukan yang tidak setara dalam struktur konstituen kalimat. Hubungan antara klausa yang satu dan klausa yang lainnya membentuk hubungan yang hierarkis. Artinya, klausa yang satu adalah bagian dari klausa yang lain. Dalam kalimat majemuk bertingkat, antara klausa yang satu dan



klausa yang lain lazim dihubungkan oleh konjungtor bahwa, juga terdapat konjungtor lain untuk menyatakan hubungan bertingkat (Alwi, 1998 : 390) berikut ini. 1. Konjungtor waktu, yaitu setelah, sesudah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, hingga, sampai. 2. Konjungtor syarat, yaitu jika, kalau, asa, bila, manakala 3. Konjungtor pengandaian, yaitu andaikan, seandainya, andaikata, sekiranya 4. Konjungtor tujuan, yaitu agar, supaya, biar, guna, untuk 5. Konjungtor konsesif, yaitu biarpun, , meskipun, sesungguhpun, sekalipun, walaupun, kendatipun 6. Konjungtor pembandingan (kemiripan), yaitu seperti, laksana, seolah-olah, sebagaimana, bagaikan, seakan-akan, alih-alih, ibarat. 7. Konjungtor sebab yaitu sebab, karena, oleh karena 8. Konjungtor hasil atau akibat yaitu sehingga, akibatnya, sampai- sampai 9. Konjungtor cara, yaitu dengan tanpa 10. Konjungtor alat, yaitu dengan, tanpa Kalimat majemuk bertingkat dibedakan Alwi, dkk (1998:405-414) menjadi (1) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan waktu, (2) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan syarat (3) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan pengandaian, (4) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan tujuan, (5) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan konsesif. (6) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan pembandingan, (7) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan penyebaban , (8) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan hasil, (9) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan cara, (10) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan



alat, (11) kalimat majemuk



bertingkat menyatakan hubungan klompementasi, (12) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan atributif, (13) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan perbandingan. (14) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan perbandingan, (14) kalimat majemuk bertingkat menyatakan hubungan optatif. Kalimat majemuk bertingkat itu seperti di bawah ini. Saya menyukai pelajaran bahasa Indonesia sejak masih di SD. Saya senang sekali menceritakan dongeng itu jika kamu mau mendengarkannya.



Seluruh permasalahan akan selesai seandainya anggota menerima aturan itu. Saya sengaja tinggal di desa itu agar dapat mengetahui kehidupan disana Perjuangan berjalan terus kendatipun musuh telah menduduki semua kota. Keadaan menjadi genting karena musuh kembali mlancarkan aksinya. Perselisihan antarsuku kembali memuncak sehingga tidak ada kerukunan di desa itu. Petinju itu tetap bertahan dengan menghindar. Dia menangkap ikan dengan menggunakan jala. Berkas riwayat hidupnya menunjukkan bahwa dia pernah menjadi pelajar teladan. Pamannya yang tinggal di Bandung diangkat menjadi anggota DPR. Gaji istrinya sebesar gaji saya. Kita berdoa mudah-mudahan kemalangan ini segera diatasi.



C. Penyusunan Kalimat Baku Kalimat baku (agar selaras dengan kata baku) adalah kalimat-kalimat yang baik dan lazim digunakan dalm ranah ragam formal. Kalimat baku merupakan kalimat yang tepat mengungkapkan maksud penulis kepada kalimat yang tepat mengungkapkan maksud penulis kepada pembaca. Kalimat baku tersebut haruslah menyampaikan pokok persoalan secara langsung. Berkaitan dengan hal ini, Razak (1985:35) mengatakan bawa kalimat yang baik adalah kalimat yang mampu mewujufkan proses penyampain dan penerimaan pesan secara sempurna. Gagasan yang dikemukakan dalam kalimat itu dapat dipahami dengan jelas oleh pembaca (pendengar) seperti yang dimaksdudkan penulis (pembicara). Artinya, kalimat yang baik adalah kalimat yang mudah dipahami pembaca dan tidak memuat makna yang ganda. Berkaitan dengan kalimat baku ini, Arifin (1991:85) mengungkapkan bahwa kalimat yang baik (efektif) adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa, jelas dan enak dibaca. Kalimat yang sesuai dengan kaidah (struktur) adalah sekurangkurangnya memiliki subjek dan predikat. Kalimat yang jelas adalah kalimat yang secara lugas menyampaikan persoalan atau gagasan, tidak bertele-tele atau tidak berbelit-belit.



Kalimat yang enak dibaca adalah kalimat yang sopan, simpati, dan tidak bernada merendahkan atau meremehkan pembaca. Selain itu, Keraf (1980:36) juga mengemukakan bahwa suatu kalimat dapat dikatakan baik (efektif) apabila kalimat tersebut sesuai dengan kriteria atau syaratsyarat kalimat yang baik (efektif). Syarat-syarat tersebut adalah (1) memiliki kesatuan gagasan , (2) memiliki koherensi, (3) memiliki variasi kalimat, (4) memiliki kesejajaran (paralel) dan (5) memiliki kelogisan penalaran. Kelima syarat kalimat yang baik diatas, dijelaskan secara berturut-turut berikut ini. Persyaratan pertama, kalimat yang baik haruslah mengandung satu gagasan atau disebut juga memiliki suatu ide pokok . persyaratan kedua, kalimat yang baik haruslah memiliki koherensi. Artinya, bagian-bagian yang membangun kalimat ini dipadukan dalam satu kesatuan makna yang kompak. Koherensi adalah kepaduan hubungan timbal balik yang ditunjukkan oleh unsur-unsur yang membangun kalimat tersebut. Persyaratan ketiga, kalimat yang baik memiliki variasi kalimat. Artinya, kalimat itu mempunyai susunan yang beranekaragam. Hal ini perlu dilakukan untuk menghilangkan kejenuhan tau kebosanan pembaca . Sebaliknya, kalimat yang disusun secara monoton adalah kalimat yang kurang menarik. Pembuatan kalimat yang bervariasai dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan kata-kata bersinonim, cara memulai kalimat (penekanan) dan pemnfaatan berbagai jenis kalimat. Persyaratan keempat, kalimat yang baik haruslah memiliki kesejajaran (keparalelan). Artinya, kesejajaran bentuk kalimat dapat dilakukan dengan cara menempatkan gagasan-gagasan yang sama pentingya dan sama fungsinya ke dalam satu struktur gramatikal yang sama. Misalnya, jika salah satu gagasan ditempatkan dalam konstruksi nomina, yang lainnya, yang menduduki fungsi yang sama harus ditempatkan dakam konstruksi nomina pula. Sebaliknya, jika salah satu gagasan ditemoatkan dalam konstruksi verba, yang lainnya harus dalam konstruksi verba pula. Persyaratan kelima, kalimat yang baik memiliki kelogisan panalaran. Penalaran adalah kemampuan seseorang dalam mengungkapkan pikiran dan gagasannya secara teratur, sesuai dengan situasi dan kondisi, taat kaidah dan logis.



1.



Ciri-ciri Kalimat Baku



Kalimat baku haruslah berwawasan keilmuan. Bertolak dari berbagai pendapat pakar diatas, dapat disimpulkan bahwa kalimat baku merupakan kalimat yang memiliki empat ciri berikut ini. 1. Kalimat baku adalah kalimat yang memiliki kejelasan struktur (normatif) 2. Kalimat baku adalah kalimat yang memiliki kelogisan makna (logis) 3. Kalimat baku adalah kalimat yang memiliki kehematan kata (ekonomis) 4. Kalimat baku adalah kalimat yang memiliki kabkuan kata. Keempat ciri kalimat baku tersebut dijelaskan secara berturut-turut berikut ini : a.



Kalimat Baku memiliki Kejelasan Struktur (Normatif) Ciri pertama kalimat baku adalah kalimat yang memiliki kejelasan struktur (normatif). Artinya, kalimat baku harusalah sesuai dengan struktur kalimat bahasa Indonesia. Seperti dijelaskan sebelumnya, struktur kalimat bahasa Indonesia memiliki 6 pola kalimat dasar, yakni (1) S-P, (2) S-P-O, (3) S-P-Pel, (4) S-P-Ket, (5) SP-O-Pel, (6) S-P-O-Ket. Namun, setiap pola kalimat dasar itu dapat pula ditambah dengan berbagai fungsi keterangan. Selain itu, tiap-tiap fungsi dapat pula dijelaskan dengan frasa atau klausa tertentu yang menghasilkan berbagai bentuk kalimat majemuk. Seperti dijelaskan sebelumnya, salah satu ciri kalimat baku adalah kalimat yang memiliki kejelasan struktur, seperti (1) jelas struktur aktif atau pasif, (2) subjek tidak berbentuk keterangan, (3) predikat tidak hilang, (4) keterangan tidak berbentuk subjek, (5) subjek tidak hilang. Hal itu dijelaskan berikut ini. Pertama, beberapa kalimat yang nonbaku di bawah ini harus diperbaiki agar menjadi kalimat baku dari segi kejelasan struktur aktif atau pasif. (1a) Permasalahan itu kami sudah merundingkannya dengan rektor. (nonbaku) (2a) Hasil penelitian itu saya sudah membacanya. (nonbaku) (3a) Dia punya penelitian belum diselesaikan sampai saat ini. (nonbaku) Jika kalimat di atas diperbaiki sesuai dengan struktur kalimat yang baik, hasilnya adalah kalimat baku berikut ini. (1b) Permasalahan itu sudah kami rundingkan dengan rektor. (baku) (1c) Kami sudah merundingkan permasalahan itu dengan rektor. (baku) (3b) Penelitiannya belum diselesaikan sampai saat ini. (baku) Kedua, beberapa kalimat yang nonbaku di bawah ini harus diperbaiki agar menjadi kalimat baku dari segi kejelasan subjek (subjek tidak berbentuk karangan)



(4a) Agar setiap mahasiswa mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. (nonbaku) (5a) Dengan cara kerja seperti itu bisa merugikan orang lain. (nonbaku) (6a) Untuk masyarakat desa yang hidup bertani masih memerlukan bantuan tunai langsung. (nonbaku) (7a) Pada peresmian gedung rektorat itu dihadiri oleh Mendiknas, rektor, dekan, ketua jurusan, dan para dosen. (nonbaku) (8a) Tentang sistem pertanaman ganda merupakan pergiliran tanaman utama dengan tumpang sari. (nonbaku) (9a) Dengan penggunaan pupuk secara efisien sangat penting karena harga pupuk terus meningkat setiap bulan. (nonbaku) (10a) Dari hasil penelitian di laboratorium membuktikan bahwa roti ini tidak mengandung zat pewarna tekstil. (nonbaku) (11a) Dalam masyarakat Minangkabau masa lalu juga mengenal sistem religi. (nonbaku) (12a) Karena dana yang diusulkan belum cair. (nonbaku) Jika kalimat di atas diperbaiki sesuai dengan struktur kalimat yang baik, hasilnya adalah kalimat baku berikut ini. (4b) Setiap mahasiswa mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. (baku) (5b) Cara kerja seperti itu bisa mrugikan orang lain.(baku) (6b) Masyarakat desa yang hidup bertani masih memerlukan bantuan tunai langsung. (baku) (7b) Peresmian gedung rektorat itu dihadiri oleh Mendiknas, rektor, dekan, ketua jurusan, dan para dosen. (baku) (8b) Sistem pertanaman ganda merupakan pergiliran tanaman utama dengan tumpang sari. (baku) (9b) Penggunaan pupuk secara efisien sangat penting karena harga pupuk terus meningkat setiap bulan. (baku) Ketiga, beberapa kalimat yang nonbaku di bawah ini harus diperbaiki agar menjadi kalimat baku dari segi kejelasan predikat (predikat tidak hilang). (13a) Salah satu ciri logam yaitu akan memuai jika dipanaskan. (nonbaku) (14a) wilayah yang akan dikembangkan menjadi objek wisata misalnya Gunung Padang. (nonbaku)



Jika kalimat di atas diperbaiki sesuai dengan struktur kalimat yang baik, hasilnya adalah kalimat baku berikut ini. (13b) Salah satu ciri logam adalah akan memuai jika dipanaskan, (baku) Keempat, beberapa kalimat yang nonbaku di bawah ini harus diperbaiki agar menjadi kalimat baku dari segi kejelasan keterangan (keterangan tidak berbentuk subjek). (15a) Pengumpulan data penelitian ini, penulis dibantu oleh beberapa mahasiswa. (nonbaku) (16a) Penempatan pengawas independen di setiap sekolah, para siswa mengikuti ujian dengan tertib. (nonbaku) (17a) Mendengar penjelasan saksi, terdakwa memperlihatkan reaksi emosional. (nonbaku) Jika kalimat di atas diperbaiki sesuai dengan struktur kalimat yang baik, hasilnya adalah kalimat baku berikut ini. (15b) Untuk mengumpulkan data penelitian ini, penulis dibantu oleh beberapa mahasiswa. (baku) (16b) Dengan menempatkan pengawas independen di setiap sekolah, para siswa mengikuti ujian dengan tertib. (baku) Kelima, beberapa kalimat yang nonbaku di bawah ini harus diperbaiki agar menjadi kalimat baku dari segi keberadaan subjek (subjek tdiak hilang). (18a) Karena sering kebakaran, pihak pemerintah tidak menyetujui pembangunan kembali los pasar itu. (nonbaku) (19a) Sejak didirikan, kami belum pernah memperbaiki rumah itu. (nonbaku) Jika kalimat di atas diperbaiki sesuai dengan struktur kalimat yang baik, hasilnya adalah kalimat baku seperti ini. (18b) Karena los pasar itu sering kebakaran, pihak pemerintah tidak menyetujui pembangunan kembali los pasar itu. (baku) b. Kalimat Baku Memiliki Kelogisan Makna (Logis) Ciri- ciri kalimat baku yang kedua adalah memiliki kelogisan makna, seperti (1) logis hubungan makna S dengan P dan (2) logis hubungan makna rincian (paralel). Hal itu dijelaskan berikut ini. Pertama, beberapa kalimat yang nonbaku di bawah ini harus diperbaiki agar menjadi kalimat baku dari segi kelogisan hubungan makna S dengan P.



(20a) Masyarakat korban galodo telah diberikan bantuan uang tunai oleh pemerintah daerah. (nonbaku) (21a) Penelitian itu membicarakan sistem demokrasi di Indonesia setelah reformasi. (nonbaku). (22a)Anggota dewan yang dicurigai sebagai koruptor itu berhasil ditangkap oleh anggota KPK. (nonbaku) (23a) Permasalahan tersebut saya ingin tuntaskan pada malam ini. (nonbaku) (24a) Pembangunan jembatan itu akan dibangun pada tahun ini. (nonbaku) (25a) Walaupun perusahaan itu belum terkenal, tetapi hasil produksinya banyak dibutuhkan masyarakat. (nonbaku) (26a) Walaupun informasinya kurang lengkap, tetapi peserta seminar tidak menyangsikan kebenaran pendapatnya. (nonbaku) (27a) Karena kekurangan air, maka tanaman padi itu menjadi puso. (nonbaku) Jika kalimat di atas diperbaiki sesuai dengan kelogisan hubungan makna S dan P, hasilnya adalah kalimat baku berikut ini. (20b) Bantuan uang tunai telah diberikan pemerintah daerah kepada masyarakat korban galodo. (baku) (21b) Dalam penelitian itu dibicarakan sistem demokrasi di Indonesia setelah reformasi. (baku) (23b) Permasalahan tersebut akan saya tuntaskan malam ini.(baku) (23c) Saya ingin menuntaskan permasalahan tersebut malam ini. (baku) (24b) Pembangunan jembatan itu akan dilaksanakan pada tahun ini.(baku) (25b) Walaupun perusahaan itu belum terkenal, hasil produksinya banyak dibutuhkan masyarakat. (baku) (25c)



Perusahaan itu belum terkenal, tetapi hasil produksinya banyak



dibutuhkan masyarakat. (baku) Kedua, kelogisan makna juga berkaitan dengan keparalelan rincian. Beberapa kalimat yang nonbaku di bawah ini harus diperbaiki agar menjadi kalimat baku dari segi kelogisan makna rincian (paralel). (28a) Tahap akhir penyelesaian gedung rektorat itu adalah kegiatan pengecatan dinding, memasang instalasi listrik, pengujian sistem pembagian air, dan menata ruangan. (nonbaku) (29a) Seorang pengusaha memerlukan kecerdasan, gigih bekerja, dan harus bersabar. (nonbaku)



(30a) Program studi banding ini sudah lama diusulkan, tetapi dekan belum menyetujuinya. (nonbaku) (31a) Peningkatan disiplin PNS dapat dilakukan dengan menyediakan sarana yang memadai, atasan memberikan teladan yang baik; penciptaan suasana kerja yang menyenangkan. (nonbaku) Jika kalimat di atas diperbaiki sesuai dengan kelogisan makna rincian (paralel), hasilnya adalah kalimat baku berikut ini. (28b) Tahap akhir penyelesaian gedung rektorat itu adalah kegiatan pengecatan dinding, pemasangan instalasi listrik, pengujian sistem pembagian air, dan penataan ruangan. (baku)



c. Kalimat Baku Memiliki Kehematan Kata (Ekonomis) Ciri kalimat baku yang ketiga adalah memiliki kehematan kata, seperti (1) menggunakan satu subjek dari subjek yang sama, (2) menggunakan satu kata dari beberapa kata yang bersinonim dan (3) menggunkan kata yang dibutuhkan untuk mengungkapkan maksud penulis. Hal itu dijelaskan berikut ini. Pertama, dalam aklimat majemuk bertingkat yang memiliki subjek yang sama, sebaiknya penulis hanya menggunakan subjek di dalam induk kalimat saja. Jadi, beberapa kalimat yang nonbaku di bawah ini harus diperbaiki agar menjadi kalimat baku dari segi tidak mengulang subjek yang sama. Hal itu seperti terlihat di dalam contoh berikut ini. (32a) Dia tidak datang ke acara pernikahan itu karena dia tidak diundang. (noonbaku) (33a) Para undangan serentak berdiri setelah para undangan mengetahui Presiden Amerika itu telah datang. (nonbaku) (34a) Sebelum surat ini dikirimkan, surat ini harus ditandatangani pimpinan terlebih dahulu. (nonbaku) (35a) Program ini belum dapat dilaksanakan karena program ini belum disetujui pimpinan. ( nonbaku) Jika kalimat diatas diperbaiki sesuai dengan kehematan kata, hasilnya adalah kalimat baku berikut ini. (32b) Dia tidak datang ke acara pernikahan itu karenaa tidak diundang. (baku)



(33b) Para undangan serentak berdiri setelah mengetahui Presiden Amerika itu telah datang. (baku) Kedua, beberapa kalimat yang nonbaku di bawah ini harus diperbaiki agar menjadi kalimat baku dari segi penggunaan satu kata dari beberapa kata yang bersinonim. Hal itu seperti di dalam contoh berikut ini. (36a) Para petani-petani itu telah mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah. (nonbaku) (37a) Arman adalah murid yang paling terpandai di kelasnya. (nonbaku) (38a) Menghormati orang yang lebih tua adalah merupakan perbuatan terpuji di sisi Tuhan . (nonbaku) (39a) Kericuhan pemungutan suara itu disebabkan oleh karena KPU tidak berhasil menyusun daftar pemilih tetap yang akurat. (nonbaku) (40a) Kita perlu bekerja keras agar supaya menjadi orang yang berhasil. (nonbaku) Jika kalimat diatas diperbaiki sesuai dengan kehematan kata, hasilnya adalah kalimat baku berikut ini. (36b) Para petani itu telah mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah. (baku) (36c) Petani-petani itu telah mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah. (baku) (37b) Arman adalah murid yang terpandai di kelasnya. (baku) (37c) Arman adalah murid yang paling pandai dikelasnya. (baku) Ketiga, beberapa kalimat yang nonbaku dibawah ini harus diperbaiki agar menjadi kalimat baku dari segi penggunaan kata yang dibutuhkan untuk mengungkapkan maksud penulis. Hal ini seperti di dalam contoh berikut ini. (40a) Penyaji makalah itu membahas tentang sistem pemilihan legislatif yang ideal untuk masa datang. (nonbaku) (41a) Pakar pendidikan itu sering mengemukakan tentang penyebab rendahnya kualitas pendidikan nasional. (nonbaku) Jika kalimat diatas diperbaiki sesuai dengan kehematan kata, hasilnya adalah kalimat baku berikut ini.



(40b) Penyaji malakah itu menbahas sistem pemilihan legislatif yang ideal untuk masa datang. (baku) d. Kalimat Baku Memiliki Kebakuan Kata Ciri kalimat baku yang keempat adalah memiliki kebakuan kata. Beberapa kalimat yang nonbaku di bawah ini harus diperbaiki agar menjadi kalimat baku dari segi kebakuan kata di dalamnya. Hal itu terlihat di dalam contoh berikut ini. (42a)Jadi, pendekatan akselerasi yang dimaksud di sini adalah proses mempercepat dan mengoptimalkan hasil belajar siswa dengan upaya yang normal dengan memanfaatkan gaya belajar sendiri dibarengi dengan pemberian kesan yang penuh kegembiraan. (nonbaku) Jika kalimat di atas diperbaiki sesuai dengan kebakuan kata, hasilnya adalah kalimat baku berikut ini. (42b) Jadi, pendekatan akselerasi yang dimaksud di sini adalah proses mempercepat dan mengoptimalkan hasil belajar siswa dengan upaya yang normal dengan memanfaatkan gaya belajar sendiri diikuti dengan pemberian kesan yang penuh kegembiraan. (baku) 2. Variasi Kalimat Baku Dalam karangan ragam formal, kalimat baku memiliki beberapa variasi kalimat. Variasi kalimat ini diperlukan untuk menghindari kemonotonan penyampaian gagasan. Beberapa variasi kalimat yang dapat digunakan adalah (1) variasi pengutamaan informasi, (2) variasi kalimat aktif-pasif dan (3) variasi kalimat tunggalmajemuk. a. Variasi Pengutamaan Informasi Untuk mewujudkan variasi kalimat dalam karangan formal adalah dengan cara memvariasikan pengutamaan informasi. Hal ini dapat dilakukan dengan pengubahan posisi keterangan seperti dalam kalimat di bawah ini. (43a) Karena keterbatasan anggaran, pemerintah daerah hanya dapat membangun sepuluh gedung SD pada tahun ini. (44a) Pemerintah daerah hanya dapat membangun sepuluh gedung SD pada tahun ini karena keterbatasan anggaran. b. Variasi Kalimat Aktif dan Pasif Selain itu, variasi kalimat dapat diwujudkan dengan cara memvariasikan kalimat aktif dan pasif seperti dalam kalimat di bawah ini. (45a) Saya akan melaporkan masalah ini kepada rektor. (46a) Masalah ini akan saya laporkan kepada rektor. c. Variasi Kalimat Tunggal dan Majemuk



Selain itu, variasi kalimat dapat diwujudkan dengan cara memvariasikan kalimat tunggal dan majemuk. Artinya, kalimat-kalimat yang digunakan dalam ragam formal dapat bervariasi, seperti kalimat tunggal, kalimat majemuk setara (koordinatif), dan kalimat majemuk bertingkat (subordinatif).