Peran Guru Dalam Pendidikan Inklusif [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSIF Banyak asumsi tentang pendidikan inklusif, ada yang berasumsi bahwa pendidikan inklusif adalah pendidikan dengan memasukkan anak berkebutuhan khusus ke sekolah reguler. Ada juga yang berpendapat bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan khusus bagi anak berkebutuhan khusus disekolah regular.



Dalam arti yang luas pendidikan inklusif adalah suatu ideologi atau filosofis penyelenggaraan pendidikan dimana semua anak dari berbagai latar belakang dan kondisi dapat mengikuti pendidikan dalam suatu lingkungan pendidikan yang disesuaikan dan dapat mengakomodir kebutuhan semua siswa. Pendidikan nklusif adalah sebuah sistem layanan pendidikan yang terbuka bagi semua anak/siswa tanpa membedakan latar belakang sosial,ekonomi, budaya, agama, bahasa, ras, suku bangsa, jenis kelamin, kemampuan dan aspekaspek lainnya. Semua anak belajar bersama-sama, baik dikelas/sekolah formal maupun nonformal yang berada ditempat tinggalnya yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak.



MEMAHAMI KEBERAGAMAN PESERTA DIDIK Beberapa guru disekolah inklusif menyatkan bahwa hal-hal yang telah membantunya dalam melaksanakan pendidikan inklusif adalah rasa humor, fleksibilitas dan dukungan dari pimpinan, guru pendamping, dukungan lembaga, administrasi yang mudah/aksesibel buat semua anak, dukungan dari orang tua dan sikap empati dari siswa dikelas.



Guru seringkali memandang hanya anak berkebutuhan khusus saja yang membutuhkan pendidikan berkebutuhan khusus, sedangkan siswa yang lainnya tidak membutuhkan, sehingga ketika mengembangkan sebuah program pembelajaran hanya siswa yang berkesulitan belajar/berkebutuhan khusus saja yang diperhatikan kebutuhan belajarnya secara individual, sedangkan anak-anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus kurang diperhatikan.



Anak-anak yang tidak memiliki masalah dalam belajar dikelas akan merasakan dampak dari kehadiran temannya yang berkebutuhan khusus/berkesultan dalam belajar. Anak berkesulitan



belajar memerlukan dukungan dan empati dari teman-temannya dikelas, sehingga guru harus membangun sistem dukungan dari siswa untuk anak berkebutuhan khusus dikelasnya.



Sebagai ilustrasi ketika seorang guru akan mengajar berhitung (matematika) guru telah melakukan adaptasi kurikulum yang akan menguntungkan semua siswa.



PERSEPSI GURU TENTANG ANAK BERKESULITAN BELAJAR DIKELASNYA Guru-guru disekolah reguler memiliki cara pandang sendiri tentang anak berkesulitan belajar dan atau berkebutuhan khusus dikelasnya. Banyak guru merasa khawatir dengan siswa yang memiliki masalah belajar atau juga siswa dengan hambatan fisik yang lainnya disekolah reguler. Guru juga dituntut mengimplementasikan pendidikan karakter dan budaya serta sosial yang sesuai dengan latar belakang siswa secara personal.



Guru merasa pendidikan inklusif menuntut kesabaran, pemahaman dan transfer beban dari orang tua dan masyarakat. Tugas guru juga harus mengajarkan para siswanya kesabaran, hormat dan saling menghargai sesama siswa, kepedulian pada siswa berkebutuhan khusus. Para siswa dikelas juga harus mampu memfasilitasi siswa berkebutuhan khusus untuk berhasil dalam pembelajaran. Berdasarkan kondisi seperti ini inklusi menjadi penting bagi semua siswa walaupun meningkatkan beban kerja guru dikelas. Dengan meningkatnya tanggung jawab dan kesadaran guru tentang pentingnya inklusif untuk meningkatkan mutu pendidikan. (Koswara, Deded. 2013)



Sistem pendidikan inklusif memandang bahwa jika seorang anak tidak belajar, maka masalahnya terletak pada sistem pendidikan dan bukan pada anak cacat. Kesulitan timbul karena metode dan kurikulum yang kaku, lingkungan yang tidak terjangkau, guru yang tidak terlatih dan kualitas yang buruk mengajar, kurangnya sikap yang layak dari para guru, kekurangan dukungan dari lembaga publik dll .Sehingga, fokus bergeser dari membuat sistem pendidikan bertanggung jawab. Kemampuan anak-anak bervariasi, beberapa belajar dengan cepat sementara beberapa orang berpikir lambat. Pemahaman berbagai subjek juga bervariasi siswa ke siswa beberapa anak bisa mengerti konsepnya dari matematika jauh lebih cepat daripada rekan-rekan mereka sementara yang lain mungkin bagus dalam kemampuan bahasa. Peran guru tidak hanya untuk mengajarkan pokok bahasan tapi juga untuk memberikan pelatihan lain seperti itu seperti pelatihan mobilitas,



pelatihan perawatan diri, persiapan mengajar bahan sesuai kebutuhan anak-anak cacat, latihan dalam penggunaan dan pemeliharaan alat bantu dan sebagainya. (Tyagi, Gunjan. 2016)



PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF Program pendidikan inklusi, dilaksanakan secara inklusif dengan program pendidikan di sekolah/lembaga pendidikan umum bersangkutan, oleh karena itu kehadiran anak – anak berkelainan di sekolah/lembaga pendidikan tersebut seharusnya tidak mengganggu pelaksanaan program pendidikan. Untuk menjamin hal tersebut maka di dalam sistem pendidikan inklusi perlu ditugaskan Guru Pembimbing Khusus.



1. Konseling Psikologi dan Konseling Keluarga Hal yang pertama perlu disiapkan seorang guru adalah melaksanakan program bimbingan dan konseling terhadap peserta didiknya yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas guru berada dalam kawasan pelayanan (bimbingan dan konseling) yang bertujuan mengembangkan potensi dan memandirikan anak berkebutuhan khusus dalam pengambilan keputusan. Guru dalam menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling dimotivasi oleh sikap empatik, serta menghargai keragaman anak berkebutuhan khusus. (Kustawan, Dedy. 2013)



Tugas lain dari GPK ada mengadakan konseling keluarga siswa berkebutuhan khusus. Hasil dari wawancara, bahwa sekolah mengadakan pertemuan antara kepala sekolah, GPK, guru kelas dan orangtua yang telah dijadwalkan dua bulan sekali. Dalam forum ini, akan dijelaskan bagaimana perkembangan GPK mendampingi siswa, kemampuan apa yang sudah tercapai, sharing orangtua ketika menghadapi anak di rumah dan mengevaluasi kinerja guru dalam melayani kebutuhan pendidikan siswa ABK di kelas reguler dan kelas sumber. Adapun, orangtua membuat pertemuan sendiri yang pelaksanaannya dilaksanakan secara fleksibel. (Rahmaniar, Fannisa Aulia: 2016)



2. Penyelenggaraan Administrasi Khusus



Hasil wawancara dengan GPK sekolah, terkait penyelenggaraan administrasi khusus, menyatakan pelaksanaan administrasi yang berkaitan dengan siswa ABK dilakukan oleh GPK dan diawasi oleh koordinator inklusi berupa pencatatan identitas siswa ABK, hasil asesmen siswa berupa hasil tes IQ, hasil asesmen akademik, hasil CBA (Curicculum Basic Assesmen) serta catatan harian siswa terkait perilaku siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran dikelas maupun diluar kelas dan kemampuan yang sudah dicapai.



3. Menyusun Instrumen Asesmen Pendidikan Khusus Peningkatan kompetensi guru inklusi dalam proses belajar mengajar hendaknya seorang guru terlebih dahulu menyusun instrument asesmen pendidikan khusus. Agar memiliki keahlian untuk mendidik, mengajar dan melatih, maka guru inklusi dalam mengembangkan diri agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.



Asesmen dilaksanakan saat siswa masuk tahun ajaran baru dan pertengahan semester oleh GPK yang mendampingi. Sebelum melaksanakan asesemen, guru akan mengidentifikasi siswa yang termasuk dalam kategori siswa berkebutuhan khusus, setelah itu siswa didaftarkan untuk mengikuti tes IQ. Tes IQ bekerja sama dengan tim psikologi UAD untuk tahun ajaran 2016 dan di tahun-tahun sebelumnya tes IQ juga dilaksanakan di UNY. Selain itu, dilaksanakan juga asesmen akademik setelah kegiatan pembelajaran dimulai yaitu diawal semester hingga pertengahan semester. Selain itu, dilaksanakan juga tes CBA dan tes usia mental menggunakan instrumen perkembangan anak berdasarkan usia untuk mengetahui usia mental siswa sehingga GPK mampu memberikan layanan sesuai usia mentalnya bukan usia sebenarnya.



4. Menyusun PPI GPK mengungkapkan dalam wawancara, yang bertugas menyusun PPI adalah tanggung jawab dari masing-masing GPK. Jika siswa belum memiliki GPK maka tidak dibuatkan PPI. Setelah PPI selesai dibuat, GPK akan mengadakan case conference internal bersama dengan semua GPK di ruang sumber dan dilaksanakan case conference kembali bersama dengan kepala sekolah, guru kelas dan orang tua ketika jadwal rutin pertemuan



inklusi atau membuat jadwal pertemuan tambahan. Namun tidak semua guru kelas dan orangtua yang bersangkutan hadir dalam kegiatan tersebut sehingga menjadi kendala ketika kegiatan pembelajaran di kelas karena guru kelas belum mengetahui bagaimana kondisi siswa ABK yang ada dikelasnya dan beranggapan bahwa itu menjadi tanggung jawab GPK semata.



5. Pengajaran Kompensatif Pengajaran kompensatif yang dilaksanakan di SD Giwangan adalah pengajaran remedial, karena kondisi dari siswa ABK yang ada di sekolah mayoritas yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata dan slow learner. GPK sekolah dan wali yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengajaran remedial. Remedial dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung yaitu di kelas reguler atau ruang sumber, sehingga tidak ada waktu khusus bagi siswa untuk melaksanakan pengajaran kompensatif. Pengajaran remedial yang dilakukan, bertujuan untuk membantu siswa mengulang kembali pelajaran yang belum dipahami dan sebagai cara mengasah kemampuan siswa agar terus bertambah.



6. Pengadaan dan Pengelolaan Alat Bantu Pengajaran Hasil dari wawancara dengan GPK sekaligus observasi di ruang sumber. Media yang terdapat di ruang inklusi SD Giwangan, terdiri dari media balok, komputer permainan edukatif namun jarang digunakan, piano, buku-buku mata pelajaran, buku braille, mesin ketik braille, stilus, reglet dan media konkrit untuk pembelajaran siswa tunagrahita. Media ini diperoleh dengan menyisihkan dana bantuan dari donatur, beasiswa siswa ABK dipotong sekitar 100 ribu dan juga BOP (Bantuan Operasional Pendidikan). GPK juga terkadang membuat sendiri media pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, karena mayoritas basic dari GPK yang ada di sekolah adalah lulusan sarjana PLB sehingga mengetahui media seperti apa yang dibutuhkan oleh siswa berkebutuhan khusus.



7. Pengembangan Pendidikan Inklusi dan Jalinan Kerjasama Subjek menjelaskan bahwa saat ini pihak sekolah terutama diranah inklusif, telah bekerja sama dengan UNY dan UAD terkait pelaksanaan tes IQ dan asesmen untuk siswa yang terindikasi mengalami kesulitan dan termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus.



Dinas pendidikan kota Yogyakarta karena sekolah dan juga penyelenggaraan program inklusif berada dibawah naungan dinas pendidikan. BPOM dan puskesmas sebagai tempat konsultasi pengadaan kantin sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat. Pengembangan program inklusif, dilakukan dengan cara mengadakan pelatihan yang diselenggarakan oleh kepala sekolah dengan mengundang nara sumber dari luar atau mengutus guru-guru secara bergantian untuk mengikuti pelatihan atau diklat yang diselenggarakan oleh dinas atau instansi lain tentang pengetahuan penyelenggaraan pendidikan inklusif. (Rahmaniar, Fannisa Aulia: 2016)



DAFTAR PUSTAKA Koswara, Deded 2013, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Luxima, Jakarta. Kustawan, Dedy. 2013. Bimbingan dan Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Luxima, Jakarta. Rahmaniar, Fannisa Aulia 2016, ‘Tugas Guru Pendamping Khusus (Gpk) Dalam Memberikan Pelayanan Pendidikan Siswa Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusif Sd Negeri Giwangan Yogyakarta’, Jurnal Widia Ortodidaktika, vol. 5, no. 12, hh. 12551257. Tyagi, Gunjan 2016, ‘Role of Teacher in Inclusive Education’, International Journal of Education and applied research’, vol. 6, no. 1 hh. 115.