Perbankan Dan Asuransi Dalam Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



I.



Latar Belakang Ekonomi syariah semakin memasyarakat di Indonesia. Salah satu sektor



ekonomi yang juga berkembang berdasarkan sistem syariah adalah industry asuransi. Seiring dioperasikannya perbankan syariah, timbul pula keinginan untuk mendirikan asuransi berdasarkan syariah. Di samping sebagai mitra operasional perbankan syariah, juga untuk memenuhi kebutuhan ummat Islam di Indonesia yang ingin terhindar dari sistem asuransi konvensional yang bersifat maisir (gambling,



peruntung-untungan),



gharar



(ketidakjelasan,



uncertainty,



ketidakpastian,) dan riba (bunga). Asuransi syariah atau asuransi Islam menerapkan kebersamaan dalam menanggung resiko yang diakibatkan oleh musibah atau risk sharing (berbagi resiko), berbeda dengan asuransi konvensional yang menerapkan risk transfer (transfer resiko). Para peserta asuransi syariah diharapkan mempunyai kesepakatan untuk saling bertanggung jawab, bekerja sama, saling melindungi, dan berbagi kesusahan antara satu sama lain. (Jurnal: Manajemen Syariah Dalam Praktek Pengupahan Karyawan Perusahaan Syariah, oleh: Arijulmanan) Setiap orang akan senantiasa berhadapan dengan kemungkinan terjadinya malapetaka dan bencana yang membawa kerugian dalam hidupnya. Sebagai seorang muslim, kita yakini bahwa rangkaian peristiwa tersebut bisa jadi berupa cobaan, teguran maupun azab yang datangnya dari Allah. Dalam tataran tersebut, semuanya berada dalam bingkai jargon agama qadha dan qadar Allah yang berlaku bagi semua mahluk-Nya. Manusia dituntut untuk menghadapi peristiwaperistiwa itu dengan segala upaya, ikhtiyar dan do’a agar apa yang menderanya dapat diminimalisir dampak yang diakibatkannya. Risiko di masa mendatang dapat berupa sakit, kecelakaan, bahkan kematian. Dalam dunia bisnis, risiko yang dihadapi dapat berupa kerugian akibat kebakaran, kerusakan atau kehilangan maupun risiko-risiko lainnya. Oleh karena itu, setiap resiko harus ditanggulangi sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar. 1



Untuk mengurangi risiko yang tidak kita inginkan dimasa yang akan datang, orang kemudian membutuhkan suatu model untuk dapat menanggung berbagai kerugian yang akan ditanggung. Salah satu cara menghadapi kemungkinan terjadinya bencana atau malapetaka tersebut ialah dengan menyimpan atau menabung uang. Dalam hal ini, perusahaan yang mau dan sanggup menanggung setiap resiko yang akan dihadapi oleh nasabahnya adalah perusahaan asuransi. Sistem atau akad yang dijalankan pada perusahaan asuransi ternyata tidak sejalan dengan prinsip dasar yang ada dalam ajaran Islam, maka untuk memenuhi tujuan yang sama, dengan tetap berjalan pada ajaran pokok Islam, ditemukan satu formulasi sistem tersendiri, yang selanjutnya dikenal dengan nama asuransi takâful. Sistem ini didasarkan pada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (ta’âwanu alâ al-birri wa al-taqwâ). Berbeda dengan konsep dasar asuransi non-Islam atau konvensional yang mendasarkan akad sistemnya pada sistem jual beli (sistem tabâdulî). (Jurnal: Asuransi Dalam Persfektif Hukum Islam, oleh: Muh. Fadhail Rahman)



II.



Rumusan Masalah a. Apa Pengertian dan Fungsi Perbankan? b. Apa saja Perbandingan Bank Konvensional dan Bank Syariah? c. Apa itu Riba, Bunga dalam Islam? d. Bagaimana Ketentuan Deposito, Obligasi, dan Kredit dalam Islam? e. Apa Pengertian Asuransi? f. Apa Pengertian Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah? g. Apa saja Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah?



2



III.



Tujuan a. Untuk mengetahui Pengertian dan Fungsi Perbankan b. Untuk mengetahui Perbandingan Bank Konvensional dan Bank Syariah c. Untuk memahami Riba, Bunga dalam Islam d. Untuk mengetahui Ketentuan Deposito, Obligasi, dan Kredit dalam Islam e. Untuk mengetahui Pengertian Asuransi f. Untuk memahami Pengertian Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah g. Untuk mengetahui Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah



3



BAB II PEMBAHASAN



I.



Pengertian dan Fungsi Perbankan Perbankan adalah lembaga yang mempunyai peran utama dalam



pembangunan suatu negara. Peran ini terwujud dalam fungsi bank sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution), yakni menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat (Perbankan Syariah, Raja Grafindo Persada, Hal 01) Bank adalah lembaga yang melakukan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Didalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syari’ah telah menjadi bagian tradisi umat islam sejak jaman Rasulullah SAW. Pratik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak jaman Rasullullah SAW (Bank Syariah, Erlangga, Hal 15-16)



A. Perbandingan Bank Konvensional dan Bank Syariah Bank



syari’ah



merupakan



bank



yang



beroperasi



dengan



tidak



mengandalkan pada bunga yang produknya dikembangkan berlandaskan AlQur’an dan Hadits. Sedangkan Bank konvensional sendiri adalah bank yang system operasinya diterapkan atas dasar kemampuan menghimpun dana masyarakat melalui pelayanan dan sistem bunga yang menarik. Perbedaan pokok antara sistem bank konvensional dengan sistem bank syari’ah secara ringkas dapat dilihat dari empat aspek yaitu: a. Falsafah: Pada bank syari’ah, tidak berdasarkan atas bunga, spekulasi, dan ketidakjelasan, sedangkan pada bank konvensional berdasarkan atas bunga. 4



b. Operasional: Pada bank syari’ah, dana masyarakat merupakan titipan dan investasi baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu, sedangkan pada bank konvensional, dana masyarakat merupakan simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo. Pada sisi penyaluran, bank syariah menyalurkan dananya pada sektor usaha yang halal dan menguntungkan, sedangkan pada bank konvensional, aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama. c. Sosial: Pada bank syari’ah aspek sosial dinyatakan secra eksplisit dan tegas yang tertuang dalam visi dan misi perusahaan, sedangkan pada bank konvensional tidak tersirat secara tegas. d. Organisasi: Bank syari’ah harus memiliki DPS, Sementara itu bank konvensional tidak memiliki Dewan Pengawas Syari’ah Meskipun terdapat perbedaan antara Bank syariah dan bank konvensional, namun dalam beberapa hal memiliki persamaan terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi computer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. (Bank Syari’ah, Erlangga, Hal 09-11) Perbandingan Bank Syari’ah dengan Bank Konvensional Aspek



Bank Syari’ah



Bank Konvensional



Legalitas



Akad syari’ah



Akad konvensional



Struktur Organisasi



Penghimpunandan



Tidak



terdapat



penyaluran dana harus sesuai dewan sejenis dengan fatwa DPS



5



Bisnis



dan



Usaha Melakukan investasi



yang Investasi yang halal



yang



halal saja, hubungan dengan dan



haram,



Dibiayai



nasabah



dengan



dalam



hubungan



bentuk hubungan kemitraan, nasabah



berdasarkan



prinsip



bagi bentuk



dalam hubungan



hasil, jual beli, atau sewa, kreditor-kreditor beorientasi pada keuntungan, memakai perangkat kemakmuran



dan bunga



kebahagiaan dunia akhirat



Lingkungan kerja



Islami



Non islami



Secara umum Bank Islam dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai lima prinsip operasional, yaitu: 1. Prinsip simpanan Giro (Al-Wadiah) Yaitu fasilitas yang diberikan oleh bank untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al wadiah, yang diberikan untuk tujuan keamanan dan pemindah bukuan, bukan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan atau deposito 2. Prinsip bagi hasil (Syirkah) Meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pemilik dana dan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana maupun antara bank dengan nasabah penerimaan dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat digunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan. 3. Prinsip jual beli (At-Tijarah)



6



Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengakat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin) 4. Prinsip sewa (Al-Ijarah) Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah. (2) Bai al takjiri atau ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana sipenyewa mempyunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (finansial lease) 5. Prinsip jasa (Al-Ajr walumullah) Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain bank garansi, kliring, inkaso, jasa transfer, dll. Secara syari’ah prinsip ini didasarkan pada konsep Al-Ajr walumullah (Manajemen Dana Bank Syari’ah, Raja Grafindo Persada, Hal 2728) Perkembangan bank syari’ah ditanah air, dimulai pada tahun 1992 melalui pendirian PT Bank Muamalat Indonesia TBK. (PT BMI) atau 4 tahun setelah deregulasi pakto 88 perkembangan perbankan syari’ah berjalan lebih lambat dibandingkan dengan bank kovensional. Hingga kini, jumlah bank syari’ah di Indonesia dapat diterangkan dalam tabel: Keterangan



2009



2010



2011



2012



2013



11



11



11



11



23



24



24



23



150



155



158



160



Jumlah bank Bank umum syari’ah 6 (BUS) Unit



usaha



syari’ah 25



(UUS) Bank



pembiayaan 139



7



rakyat syari’ah



Dalam sistem perbankan konvensional, selain berperan sebagai jembatan antara pemilik dana dan dunia usaha, perbankan juga masih menjadi penyekat antara keduanya kerena tidak adanya transferability risk dan return. Tidak demikian halnya sistem perbankan syari’ah dimana perbankan syari’ah menjaddi manajer investasi, wakil, atau pemegang amanat (custodian) dari pemilik dana atas investasi disektor riil. Dengan demikian, seluruh keberhasilan dan resiko dunia usaha atau pertumbuhan ekonomi secara langsung didistribusikan kepada pemilik dana sehingga menciptakan suasana harmoni. (Manajemen Dana Bank Syari’ah, Raja Grafindo Persada, Hal 13-17)



B. Riba, Bunga dalam Islam Riba



menurut



pengertian



bahasa



berarti



tambahan



(az-ziyadah),



berkembang (an-numuw), meningkat (al-irtifa) dan membesar (al-uluw). Dengan kata lain riba adalah penambahan, pengembangan, peningkatan, dan pembesaran atas pinjaman pokok yang diterima oleh pemberi pinjaman. Riba merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang umurnya sudah cukup tua. Bahkan pada zaman Arab Jahiliyah praktir riba telah ada terutama riba dalam utang piutang. Riba dalam bentuk apapun merupakan kejahatan kemanusiaan. Riba juga mala petaka bagi manusia karena bagian dari bentuk eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah. Dalam Al-Qur’an ditemukan kata riba terulang sebanyak delapan kali, terdapat dalam empat surah yaitu: al-Baqarah, Ali Imran, al-Nisa dan al-Rum. Dalam surah al-Rum ayat 39 ALLAH berfirman:



Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan 8



Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” Secara garis besar riba dikelompokan menjadi dua bagian masing-masing adalah riba utang piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua adalah riba jual beli yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah. 



Riba qardh yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap orang yang berhutang







Riba jahiliyyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena sipeminjam tidak mampu mebayar utangnya pada waktu yang ditetapkan







Riba fadhl yaitu pertukuran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi







Riba nasi’ah yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian. Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil, para



pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikannya, misalnya dua puluh lima persen lebih tinggi dari yang dipinjamkannya. Untuk itulah islam menjauhi sistem bunga dalam sistem perbankan konvensional yang merupakan bagian dari praktik riba, dengan memberikan solusi yaitu bagi hasil bagi pemilik dana.



Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil Bunga



Bagi Hasil



Penentuan bunga dibuat pada waktu Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi akad dengan asumsi harus selalu hasil dibuat pada waktu akad dengan untung



berpedoman



pada



untung atau rugi 9



kemungkinan



Besarnya presentase berdasarkan pada Berdasarkan jumlah



uang



(modal)



rasio



bagi



hasil



yang berdasarkan pada jumlah keuntungan



dipinjamkan



yang diperoleh



Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi



hasil



bergantung



pada



dijanjikan tanpa pertimbangan apakah keuntungan proyek yang dijalankan. proyek yang dijalankan oleh pihak Bila usaha merugi, kerugian akan nasabah untung atau rugi



ditanggung



bersama



oleh



kedua



belah pihak Jumlah



pembayaran



meningkat



bunga



sekalipun



tidak Jumlah pembagian laba meningkat jumlah sesuai dengan peningkatan jumlah



keuntungan berlipat atau keadaan pendapatan ekomoni sedang”booming” Eksistensi bunga diragukan (kalau Tidak



ada



yang



meragukan



tidak dikecam) oleh semua agama, keabsahan bagi hasil termasuk islam



C. Ketentuan Deposito, Obligasi, dan Kredit dalam Islam a. Ketentuan Deposito Deposito termasuk akad wadi’ah yang artinya titipan uang, barang, dan surat berharga. Bank islam dalam operasinya menghimpun dana dari masyarakat dengan cara menerima deposito berupa uang, barang, dan surat berharga sebagai amanah yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank islam. Pada sisi lain bank berhak untuk menggunakan dana yang didepositokan itu tanpa harus membayar imbalannya (riba), tetapi bank harus menjamin dapat mengembalikan dana itu pada waktu pemiliknya memerlukannya. Bank sebagai penerima dana dari masyarakat berjangka 1, 3, 6, 12 bulan dan seterusnya sebagai penyertaan sementara pada bank. Deposan yang akad depositonya mendapat nisbah bagi hasil keuntungan yang lebih kecil daripada mudharabah dan bagi hasil yang diterima bank dalam pembiayaan kredit nasabah dibayar tiap bulan.



10



b. Ketentuan Obligasi Obligasi berdasarkan definisinya adalah suatu surat berharga jangka panjang yang bersifat utang yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo. Dalam ajaran islam kegiatan/usaha bisnis diketegorikan kegiatan tijarah. Obligasi dalam kaca mata konvensional tidak dapat dilepaskan dari sistem riba/bunga. Batasan-batasan obligasi yang diperbolehkan dalam syari’ah islam yaitu: 1. Obligasi tidak dibenarkan menurut syari’ah yaitu obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga. 2. Obligasi yang dibenarkan menurut syari’ah yaitu obligasi yang berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah Akad-akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syari’ah, antara lain: 1. Mudharabah 2. Murabahah 3. Salam 4. Istishna 5. Ijarah



c. Ketentuan kredit dan kartu kredit Kredit secara umum adalah cara penjualan barang dengan pembayaran tidak secara tunai (diangsur). Kredit juga dimaknai dengan membeli barang dengan harga berbeda antara pembayaran dalam bentuk tunai dengan tenggang waktu. Pada dasarnya kredit adalah salah satu bentuk muamalah yang bertujuan untuk membantu sesama muslim. Hukum kartu kredit dalam islam, kartu kredit adalah suatu jenis alat pembayaran sebagai pengganti uang tunai yang sewaktu-waktu dapat ditukarkan apa saja yang kita inginkan. Dalam pandangan syariat, maka penggunaan kartu kredit ini telah terjadi proses tolong-menolong yang diperbolehkan, dimana pemegang kartu tergolong dalam hal kebutuhan pembayaran dengan uang tunai pada satu sisi, dan disisi lain pedagang juga tertolong karena barangnya terjual. 11



Terdapat beberapa perjanjian yang dikenal dalam sistem manajemen operasional perbankan syari’ah yang berkaitan dengan kartu kredit yaitu: 1. Al-‘ariyah (perjanjian kredit) 2. Al-wakalah (perjanjian pemberian kuasa) 3. Al-kafalah (perjanjian penanggungan) Ada ketentuan dan batasan dalam penggunaan kartu kredit: 1. Tidak boleh menimbulkan riba 2. Tidak digunakan untuk transaksi objek yang haram atau maksiat 3. Tidak mendorong israf (penggeluaran yang berlebihan antara lain dengan cara menetapkan pagu) 4. Tidak mengakibatkan hutang yang tidak pernah lunas (ghalabah al-dayn) 5. Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya (Studi Islam 2, Ratu Jaya, Hal 104-116)



II.



Pengertian Asuransi Asuransi (al-ta’min) dalam Ensiklopedi Hukum Islam yaitu transaski



perjanjian antara dua pihak dimana pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memeberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat. (Studi Islam 2, Ratu Jaya, Hal 117-118) Sedangkan, Dalam Ensklopedi Indonesia disebutkan bahwa asuransi ialah jaminan atau perdagangan yang diberikan oleh penanggung (biasanya kantor asuransi) kepada yang tertanggung untuk risiko kerugian sebagai yang ditetapka didalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan sebagainya ataupun mengenai kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap-tiap bulan. (Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan, Raja Grafindo Persada, Hal 57)



12



A.



Pengertian Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang



memenuhi ketentuan syariah, tolong-menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator. Istilah lain yang sering digunakan untuk asuransi syariah adalah takaful. Takaful dalam pengertian muamalah ialah sering memikul risiko diantara sesame orang sehingga antara satu dengan yang lain menjadi penanggung atas risiko yang lainnya, semuanya dilakukan atas dasar menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkkan dana



tabarru’, sumbangan, derma



yang



ditunjukkan untuk menanggung risiko. Konsep Asuransi Islam berasarkan konsep takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. Untuk itu harus ada suatu persetujuan dari para peserta takaful untuk memberikan sumbangan keuangan sebagai derma (tabarru’) karena Allah semata dengan niat membantu sesame peserta yang tertimpa musibah. Adapun prinsip-prinsip asuransi Islam adalah: 1. Saling bertanggung jawab 2. Saling bekerja sama untuk bantu membantu 3. Saling melindungi dari segala kesusahan. Ketentuan-ketentuan dalam Islam yang berkaitan dengan asuransi adalah tidak boleh mengandung unsur gharar (penipuan), maysir (perjudian), dan riba. Unsur gharar dalam asuransi konvesional terletak pada bentuk akadnya, yaitu akad tabadduli atau akad pertukaran. Syarat akad tabadduli adalah harus jelas besar pembayaran premi yang harus dibayar oleh peserta dan besar uang pertanggungan yang akan diterima oleh peserta. Hal ini menjadi tidak jelas, karena tidak dapat ditentukan jumlah premi yang harus dibayarkan secara tepat karena jumlah premi amat tergantung pada takdir. Solusi yang dilakukan dalam menghindari sifat gharar ini dalah dengan mengganti sifat tabadduli dengan akad takaffuli atau akad tabarru. Unsur maysir yang terkandung dala asuransi konvensional pada saat peserta mengundurkan diri dari kepersertaan, ia tidak akan menerima kembali yang telah dibayarkan, kecuali sebagian kecil saja. Akibatnya peserta mengalami 13



kerugian, sedangkan perusahaan mendapatkan keuntungan. Pada asuransi syariah, hal ini tidak terjadi, karena rekening peserta beserta hasil investasinya akan dikembalikan kepada peserta, kecuali dana yang ada pada rekening tabarru. Unsur



riba



dieliminir



dengan



konsep



mudharabah



dalam



menginvestasikan dana peserta. Kemudianhasilnya akan dibagikan kepada peserta dan pengelola (perusahaan asuransi) sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal akad. Pada awalnya asuransi konvensial dibenarkan beroperasi untuk orang Islam, tetapi pada umumnya apa saja bentuk kontrak yang dibuat dalam asuransi konvensional tidaklah berdasarkan syariah, yang hal tersebut dilarang dalam Islam karena terdapatnya perbedaan antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah.



B.



Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah a. Asuransi Konvensional 1. Mengandung



unsur



maysir



(judi),



gharar



(unsur



ketidakpastian), dan riba. Hal ini tidak selaras dengan syariah Islamkarena diharamkan dalam muamalah. 2. Asuransi konvensional bebas melakukan investasi pada sembarang tempat yang tidak terbatas pada halal atau haram. 3. Asuransi konvensional pengurus dianggap sebagai pekerja dan gajinya ditetapkan sebagai karyawan biasa. 4. Dalam asuransi konvensional biaya agen ditanggung oleh nasabah. 5. Dalam asuransi konvensional seluruh premi baik yang diterima maupun yang akan diterima diakui sebagai pendapatan. 6. Dalam asuransi konvensional investasi yang dilakukan untuk kepentingan perusahaan. 7. Asuransi konvensional hukum yang dipakai yaitu hukum yang dibuat oleh manusia bersumber dari pikiran manusia.



14



8. Asuransi konvensional Dewan Pengawas Syariah tidak ada sehngga dalam praktiknya bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’. b. Asuransi Syariah 1.



Dalam asuransi syariah bersih dari unsur maysir (judi), gharar (unsur ketidakpastian), dan riba. Asuransi syariah mengandung prinsip



mudharabah,



prinsip



tolong-menolong



dan



saling



menjamin antara para peserta asuransi yang satu dengan peserta yang lain. 2. Asuransi syariah investasi dilakukan dengan hal-hal yang diizinkan syara’ seperti sector riil dengan proyek-proyek mudharabah atau pada pengusaha yang sudah kuat. 3. Asuransi syariah antara pengurus dan pemilik melakukan kontrak mudharabah, pengurus sepenuhnya menjadi pelaksana dan tidak mendapatkan gaji dari perusahaan. 4. Asuransi syariah biaya agen ditanggung oleh perusahaan. 5. Asuransi syariah uang premi nasabah yang berbentuk tabungan diakui sebagai utang, pendapatan dan sebagai cadangan. 6. Asuransi syariah setiap investasi keuntungannya dibagi dua antara perusahaan dan nasabah dengan prinsip yang adil. 7. Asuransi syariah dasar hukumnya bersumber dari syariat Islam atau hukum Allah seperti Al-Quran dan Sunnah Rasul/Nabi. 8. Asuransi syariah ada dewan pengawas syariah yang berfungsi mengawasi perusahaan asuransi syariah. 9. Asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi cash basis yang mengakui apa yang telah ada sedangkan asuransi konvensional menggunkan sistem accrual basis yang mengakui asset, biaya, kewajiban yang sebenarnya belum ada. 10. Asuransi syariah dibebani kewajiban membayar zakat dari keuntungan yang di peeroleh sedangkan asuransi konvensional tidak. 15



11. Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk di mana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun), sedangkan pada asuransi konvensional yang dilakukan adalah transfer of risk, di mana terjadi pengalihan risiko dari tertanggung (klien) kepada penanggung (perusahaan). (Studi Islam 2, Ratu Jaya, Hal 116-123)



16



BAB III PENUTUP



I.



Kesimpulan Bank



syari’ah



merupakan



bank



yang



beroperasi



dengan



tidak



mengandalkan pada bunga yang produknya dikembangkan berlandaskan AlQur’an dan Hadits. Sedangkan Bank konvensional sendiri adalah bank yang system operasinya diterapkan atas dasar kemampuan menghimpun dana masyarakat melalui pelayanan dan sistem bunga yang menarik. Bank Syariah melakukan investasi yang halal saja, hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan, berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa, beorientasi pada keuntungan, kemakmuran dan kebahagiaan dunia akhirat. Sedangkan, Bank Konvensional investasi yang halal dan haram, hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditor-kreditor memakai perangkat bunga. Asuransi (al-ta’min) dalam Ensiklopedi Hukum Islam yaitu transaski perjanjian antara dua pihak dimana pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memeberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat. Dalam asuransi syariah bersih dari unsur maysir (judi), gharar (unsur ketidakpastian), dan riba. Asuransi syariah mengandung prinsip mudharabah, prinsip tolong-menolong dan saling menjamin antara para peserta asuransi yang satu dengan peserta yang lain. Sedangkan, Asuransi Konvensional mengandung unsur maysir (judi), gharar (unsur ketidakpastian), dan riba. Hal ini tidak selaras dengan syariah Islamkarena diharamkan dalam muamalah.



17



II.



Saran Sebagai orang muslim dan muslimin seharusnya kita bangga karena di



dalam kitab suci Al-Quran telah diatur segalanya, dan non muslimpun harus menyambut baik lembaga-lembaga keungan dan sistem ekonomi tanpa riba atau bunga. Riba dapat merugikan siapapun, karena riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil, para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikannya, misalnya dua puluh lima persen lebih tinggi dari yang dipinjamkannya. Untuk itulah islam menjauhi sistem bunga dalam sistem perbankan konvensional yang merupakan bagian dari praktik riba, dengan memberikan solusi yaitu bagi hasil bagi pemilik dana.



18



DAFTAR PUSTAKA



Mahmud Yunus Daulay, Nadirah Naimi. 2014. Studi Islam 2. Medan: Ratu Jaya Amir Machmud, Rukmana. 2010. Bank Syariah. Ciracas, Jakarta: Erlangga Umam, Khotibul. 2016. Perbankan Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada Hasan, Ali. 1996. Zakat, Pajak Asuransi, dan Lembaga Keungan. Jakarta: Raja Grafindo Persada Muhamad. 2014. Manajemen Dana Bank Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada https://media.neliti.com/media/publications/56493-ID-asuransi-dalam-perspektifhukum-islam.pdf http://jurnal.stailhidayahbogor.ac.id/index.php/am/article/view108



19