Perdarahan Obstetri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep dan Asuhan Keperawatan Ruptur Uterus 2.1.1 Definisi Berikut ini adalah beberapa definisi dari ruptur uterus 1) Robekan uterus yang dapat ditemukan pada sebagian besar bawah uterus 2) Suatu robekan pada dinding uterus yang terjadi karena uterus tidak dapat menerima tekanan. 2.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko Etiologi biasanya disebabkan berhubungan dengan pembedahan untuk mengangkat fibroid (tumor benigna fibromuskular dan uterus). Selain itu juga karena beberapa alasan berikut: 1)



Dinding rahim yang lemah a) Bekas seksio caesarea b) Bekas miomektomia c) Bekas perforasi karena kuretase d) Bekas histerorafia e) Bekas pelepasan plasenta secara manual f) Pada gemeli dan hidramnion di mana dinding rahim tipis dan regang.



2)



Karena peregangan yang luar biasa dari rahim. Faktor risiko yaitu pada wanita dengan riwayat seksio caesaria,



terutama yang mengalami insisi klasik/vertikal sampai segmen bawah rahim (SBR), wanita dengan parietas besar, trauma abdominal, dan kontraksi yang terlalu kuat.



3



2.1.3 Patofisiologi Pada saat inpartu, korpus uterus mengadakan kontraksi. Sedangkan segmen bawah rahim (SBR) tetap pasif dan serviks menjadi lembek, maka karena sebab tertentu terjadilah obstruksi jalan lahir. Sedangkan korpus uterus terus berkontraksi dengan hebat, maka SBR yang pasif akan tertarik ke atas menjadi bertambah renggang dan tipis. Selain itu, lingkungan band (batas antara korpus uterus dengan SBR, normalnya 2-3 jari di atas simfisis) ikut meninggi. Akibatnya, pada suatu waktu terjadilah robekan pada SBR, sehingga terjadilah ruptur uterus. Akibat yang paling membahayakan adalah



jika



perdarahan



banyak,



sehingga



dikhawatirkan



ibu



mengalami syok dan bila tidak di tangani secara cepat akan menyebabkan kematian pada ibu dan janin. 2.1.4



Manifestasi Klinis 1. Ibu gtelh ditolong oleh dukun/bidan dan partus lama. 2. Gelisah dan ketakutan yang disertai perasaan nyeri di perut. 3. Setiap hus, ibu memegang perutnya dan mengerang kesakitan, bahkan meminta supaya anaknya secepat dilahirkan walau dioperasi sekalipun. 4. Frekuensi napas dan denyutan nadi cepat. 5. Adanya tanda-tanda dehidrasi karena partus lama serta tanda mulut kering, lidah kering, merasa panas, dan badan panas demam. 6. His lebih lama, lebih kuat, lebih sering, dan terus-menerus. 7. Pada palpasi SBR nyeri (di atas simfisis). 8. Pada pemeriksaan dalam terdapat tanda-tanda obstruksi seperti edema atau partio vagina dan kaput pada janin yang besar. 9. DJJ reguler 10. Perasaan ingin berkemih. Urine mengandung darah



2.1.4



Asuhan Keperawatan



1. Pengkajian 1) Identitas ibu: nama, usia, dan alamat. 4



2) Riwayat kesehatan dahulu a) Riwayat operasi/pembedahan seksio b) Riwayat abortus c) Riwayat pertolongan persalinan 3) Riwayat kesehatan sekarang a) Nyeri b) Demam c) His/frekuensi his. d) Tanda-tanda obstruksi 4) Pemeriksaan fisik a) Kepala: pada mata apakah terdapat tanda anemia. Leher: ada pembesaran kelenjar tiroid/tidak. b) Abdomen: bekas jahitan seksio. c) Tanda-tanda syok: frekuensi, napas cepat, serta denyut nadi cepat dan kuat. (1) Palpasi: terdapat krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan: nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat robekan. (2) Inspeksi (a) Nyeri hebat di perut (b) Terdapat tanda-tanda syok (frekuensi, nafas cepat, denyut nadi cepat dan kuat, TD turun bahkan tidak terukur). (c) Muntah-muntah karena perangsang peritoneum. (d) Perdarahan pervaginam yang biasanya tidak begitu banyak keluar, lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jatuh turun. (e) Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar sampai ke tungkai bawah dan perasaan nyeri bahu. (f) His biasanya hilang. (g) Hematuria pada katerisasi. (3) Auskultasi



5



(a) DJJ sulit/tidak terdengar beberapa menit setelah ruptur, apalagi jika plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke dalam rongga perut. 5) Pemeriksaan dalam a) Janin dapat dengan mudah didorong ke atas. Apabila kepala janin sudah turun kebawah dan disertai pengeluaran darah per vaginam yang agak banyak. b) Dapat teraba robekan pada dinding uterus bila rongga uterus telah kosong. c) Jari/tangan dapat melalui robekan, maka dapat di raba usus, omentum, dan bagian-bagian janin. 2. Diagnosis keperawatan 1) Nyeri yang berhubungan dengan kontraksi otot/ dilatasi serviks, trauma jaringan. 2) Perubahan curah jantung yang berhubungan dengan fluktuasi pada aliran balik vena, perubahan pada tahanan vaskular sistemik. 3) Risiko tinggi perubahan pertukaran gas yang berhubungan denga penurunan perfusi plasenta, persalinan yang lama, dan hiperventilasi maternal. 4) Risiko tinggi kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan aktif, perpindahan cairan. 5) Risiko cidera janin yang berhubungan dengan persalinan yang lama, hipoksia asidosis jaringan. 6) Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasi, ancaman yang dirasakan terhadap kesejahteraan maternal dan janin, transmisi interpersonal. 3. Intervensi keperawatan 1) Diagnosis I: nyeri bd kontarksi otot/dilatasi serviks, trauma jaringan Tujuan: a) Ibu menyatakan nyeri berkurang b) Ibu menunjukan respons otonomik (perubahan pada nadi TD) c) Ibu tidak nmemperlihatkan perilaku distraksi.



6



Kriteria hasil: a) Ibu melaporkan nyeri/ketidaknyamanan berkurang/terkontrol. b) Ibu dapat mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi. Intervensi



Rasional



Mandiri a. Temukan sifat, lokasi, dan durasi nyeri, kaji kontraksi uterus, hemoragik, atau nyeri tekan abdomen b. Kaji stres psikologis ibu, pandagan dan resons emosional terhadap kejadian



c. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, dan aktivitas untuk mengalihkan nyeri, instruksikan ibu mengguanakan metode relaksasi. Kolaborasi d. Berikan narkotik atau sedatif, berikan obat-obatan preoperatif bla prosedur pembedahan diindikasikan. e. Siapkan untuk prosedur bedah bila diindikasikan



2) Diagnosis



2:



risiko



tinggi



a. Membantu dalam mendiagnosis dan memilih tindakan ruptur mengakibatkan nyeri hebat karena hemoragi tersembunyi. b. Ansietas sebagai respons terhadap situasi darurat dapat memperberat derajad ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan takut nyeri. c. Dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan mereduksi ketidaknyamanan



d. Meningkatkan kenyamanan, menurunkan risiko komplikasi pembedahan. e. Tindakan terhadap penyimpanan dasar akan menghilangkan nyeri



kekurangan



volume



cairan



yang



berhubungan dengan kehilangan aktif perpindahan cairan. Kriteria hasil: a) Ibu mempertahankan haluaran urin adekuat, membran mukosa lembab b) Ibu bebas dari rasa haus



7



Intervensi



Kolaborasi



Mandiri a. Ukuran masukan/keluaran dan berat jenis urine. Kaji turgor kulit dan produksi mukus. Perhatikan indikasi b. Pantau suhu sesuai indikasi



c. Kaji DJJ dan data dasar, perhatikan perubahan periodik dan variabilitas.



d. Lepaskan pakaian yang berlebihan, sejukan tubuh dengan pakaian basah, dan pertahankan lingkungan sejuk. Lindungi dari mengigil. e. Tempatkannibu pada posisi tegak atau rekumben lateral



a. Pada adanya dehidrasi, keluaran urine menurun, peningkatan berat jenis dan turgor kulit dan mukus turun. b. Peningkatan suhu dan nadi dapat menandakan dehidrasi atau kadangkadang infeksi. c. Pada awal dehidrasi dapat meningkat karena dehidrasi dan kehilangan cairan. Asidosis maternal yang lama dapat mengakibatkan asidosis dan hipoksia janin. d. Menyejukan tubuh melalui evaporasi dapat menurunkan kehilangan diaforetik. Tremor otot yang di hubungkan meningkatkan suhu tubuh dan ketidaknyamanan secara umum. e. Mengoptimalkan perfusi plasma



Kolaborasi f. Berikan cairan per oral (menyerap cairan jernih atau es batu) sesuai izin atau secara parenteral.



f. Mengganti kehiangan cairan. Larutan seperti RL diberikan secara IV membantumemperbaiki atau mencegah ketidaknyamanan eletrolit. 3) Diagnosa 3: risiko tinggi cider janin yang berhubungan dengan persalinan yang lama, hipoksia asidosis jaringan. Kriteria hasil: a) Menunjukkan DJJ dalam batas normal, dengan variabel baik, dan tidak ada dehidrasi. b) Ibu berpartisipasi dalam interview untuk memperbaiki pola persalinan dan/atau menurunkan faktor risiko yang teridentifikasi. 8



Intervensi Rasional Mandiri a. Kaji DJJ secara manual atau a. Mendeteksi respons elektronik. Perhatikan abnormal seperti variabilitas perubahan variabilitas yang lebih, periodik dan frekuensi bradikardi dan takikardi dasar. yang mungkin disebabkan oleh stres, hipoksia, asidosis, atau sepsis. b. Perhatikan tekanan uterus b. Tekanan istirahat > 30 selama istirahat dan fase mmHg atau tekanan kontriksi melalui kateter kontraksi > 50 mmHg tekanan intrauterus bila menurunkan atau tersedia. mengganggu oksigenasi dalam ruangan intravilus. c. Identifikasi faktor-faktor c. Kadang-kadang prosedur maternal seperti dehidrasi, sederhana meningkatan asidosis, ansietas, atau sirkulasi darah dari sindrom vena cava. oksigen ke uterus da plasenta serta dapat mencegah atau memperbaiki hipoksia janin d. Perhatikan frekuensi d. Kontraksi yang terjadi kontraksi uterus. Beritahu setiap 2 menit atau kurang dokter bila frekuensi 2 menit tidak memungkinkan atau kurang oksigenasi adekuat dari ruang intravilus e. Pantau penurunan janin pada e. Penurunan yang kurang jalan lahir dalam dari 1cm/jam (multipara) hubunganya dengan dapat menandakan CP kolumna vertebralis aksial atau malpossisi Kobalorasi f. Berikan antibiotik pada ibu f. Mencegah/mengatasi sesuai indikasi infeksi asenden dan akan melindungi janin juga 4. Implementasi keperawatan Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat serta bukan atas petunjuk kesehatan lain.



9



Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang di dasarkan oleh hasil keputusan bersama seperti dokter atau petugas kesehatan yang lainya. 5. Evaluasi keperawatan Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai. 2.2 Konsep dan Asuhan Keperawatan Abrupsio Plasenta 2.2.1 Definisi Abrupsio plasenta adalah pemisahan yang terlalu dini atau prematur dari plasenta yang tertanam secara normal pada dinding uterus. Abrupsio plasenta atau persalinan yang terlalu dini dari plasenta merupakan lepasnya sebagian atau seluruh plasenta dari tempat penanamannya (Mosby, 1995). 2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko Mekanisme terjadinya abrupsio plasenta tidak diketahui, beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya abrupsio plasenta telah



teridentifikasi,



diantaranya



adalah



wanita



hamil



yang



mengonsumsi yang merupakan penyebab vasikonstriksi pada arteri endometrium, ini merupakan penyebab utama dari abrupsio plasenta. Faktor risiko lain adalah pada wanita hamil yang merokok, kehamilan kedua atau lebih, tali pusat yang pendek, serta trauma abdominal. 2.2.3 Manifestasi Klinis Tanda dan gejala dari abrupsio plasenta ada empat, a. Perdarahan per vaginam atau perdarahan yang tersembunyi di belakang plasenta. b. Uterus menjadi lunak atau lembek. c. Aktivitas uterus berlebihan tanpa relaksasi di antara keduanya. d. Nyeri abdomen. Dua tipe utama dari kasus abrupsio plasenta adalah sebagai berikut



10



a. Abrupsio plasenta dengan perdarahan yang tertutup, yang berarti perdarahan terjadi di belakang plasenta, tetapi memiliki batas tegas karena posisi hematom. b. Abrupsio plasenta dengan perdarah terbuka, yaitu perdarahan yang terlihat ketika pemisahan atau pemotongan membran juga lapisan endometrium



dan



darah



mengalir



keluar



melalui



vagina.



Perdarahan yang terlihat tidak selalu sama jumlahnya dengan jumlah darah yang hilang. Tanda-tanda syok (takikardi, hipertensi, pucat, demam, dan berkeringat) mungkin akan timbul ketika sedikit atau tidak ada perdarahan luar yang muncul. Nyeri abdomen juga dihubungkan dengan jenis pemisahan plasenta. Sifat nyerinya bisa jadi tiba-tiba dan hebat ketika perdarahan muncul ke miometrium atau intermiten serta sulit untuk membedakan dengan rasa sakit karena kontraksi. Uterus mungkin menjadi sangat keras sehingga janin sulit untuk dipalpasi. Tes ultrasound akan membantu untuk menyingkirkan kemungkinan plasenta previa sebagai penyebab perdarahan, tetapi ini tidak dapat digunakan sebagai diagnosis



abrupsio



plasenta,



karena



pemisahan



plasenta



dan



perdarahan mungkin tidak jelas pada ultrasonografi (USG). 2.2.4 Penatalaksanaan Beberapa wanita hamil yang menunjukkan tanda-tanda abrupsio plasenta harus dirawat di rumah sakit dan dievaluasi pada waktu tertentu.



Evauasi



wajib



dilakukan



untuk



mengetahui



keadaan



kardiovaskular ibu hamil dan kondisi janin. Jika kondisi sudah sedikit membaik, janin belum matur, dan tidak menunjukkan tanda distres, maka dianjurkan untuk melakukan manajemen konservatif. Hal ini termasuk bedrest dan mungkin termasuk pemberian mukolitik untuk menurunkan aktivitas uterus. Kelahiran janin dengan segera penting dilakukan bila tanda kehidupan janin atau ibu hamil menunjukkan adanya tanda perdarahan terlalu banyak, baik perdarahan yang terlihat atau perdarahan yang tersembunyi. Penanganan yang intensif terhadap ibu dan janin dapat 11



terjadi. Jumlah darah yang digunakan untuk penggantian harus sesuai dengan kebutuhan. Wanita dengan pengalaman trauma abdomen akan meningkatkan risiko abrupsio plasenta, mereka harus dipantau selama 24 jam setelah trauma. Tabel. Gambaran perbedaan plasenta previa dan abrupsio plasenta



Etiologi Faktor risiko Manifestasi



Komplikasi



Plasenta Previa



Abrupsio Plasenta



Tidak diketahui. Multipara, kehamilan ganda diatas 35 tahun, insisi uterus, kelahiran sesar, dan letak belakang. Perdarahan yang nyata dan nyeri pada akhir semester kedua atau pada trimester ketiga (biasanya darah berwarna terang). Hemoragi, syok hipovolemik, anemia, malposisi janin, emboli udara, perdarahan postpartum.



Tidak diketahui. Hipertensi maternal, grande multipara, kehamilan ganda, hidraminon, trauma eksterna, dan tali pusat yang pendek. Perdarahan, baik nyata terlihat atau tersembunyi dalam uterus (biasanya berwarna cokelat tua). Hemoragi, syok hipovolemik, gangguan pembekuan darah (hipofibrinogenemia), anemia, gagal ginjal, dan ruptur uterus.



2.2.5 Asuhan Keperawatan Abrupsio Plasenta 1. Pengkajian Bagi kondisi perdarahan pada kehamilan tua, beberapa pengkajian keperawatan harus dilakukan segera dan yang lainnya dapat ditunda sampai intervensi awal telah diambil untuk menstabilkan status kardiovaskular dari ibu hamil. Prioritas pengkajian keperawatan adalah sebagai berikut. 1) Jumlah dan sifat perdarahan (waktu serangan, perkiraan kehilangan darah sebelum datang ke rumah sakit, dan keterangan tentang jaringan yang terlepas). Wanita hamil harus diajarkan untuk menyimpan linen jika berada di rumah, sehingga kehilangan darah dapat dideteksi secara akurat. 2) Sakit a) Jenisnya: menetap, intermiten, tajam, tumpul, keras.



12



b) Serangannya: berangsur-angsur, mendadak. c) Lokasinya: menyeluruh pada abdomen, lokal. 3) Uterus Apakah uterus terasa lembut dengan palpasi yang lembut. 4) Tanda-tanda vital ibu hamil apakah dalam rentang normal atau terjadi hipotensi, takikardi, atau keduanya. Hipertensi mungkin dapat terjadi pada awal abrupsio plasenta. Pemantauan kondisi janin secara elektronik dapat menentukan denyut jantung janin, adanya percepatan, dan respons janin terhadap aktivitas uterus. 5) Kotraksi uterus: penggunaan monitor eksterna dalam menentukan frekuensi



dan lamanya



kontraksi.tekanan



intrauterus



dapat



mengidentifikasi kontraksi hipertonik dan meningkatkan hubungan irama



istirahat



dengan



abrupsio



plasenta.



Palpasi



dapat



mengidentifikasi apakah uterus mengalami relaksasi antara kontraksinya atau tidak. 6) Riwayat kehamilan (gravida, para, riwayat aborsi, dan melahirkan bayi prematur) 7) Lamanya usia kehamilan (HPHT, tinggi fundus, hubungan tinggi fundus dengan usia kehamilan) jika terjadi perdarahan ke dalam miometrium, fundus akan membesar sesuai dengan perdarahan. Perawat mengonservasi dan melaporkan tinggi fundus yang akan menunjukkan bahwa perdarahan ke dalam otot uterus sedang terjadi. 8) Data laboratorium (hemoglobin, hematokrit, golongan darah, pembekuan



darah).



Data



laboratorium



diperoleh



untuk



mempersiapkan transfusi darah yang diperlukan. Disamping pengkajian fisik, respons emosi ibu hamil dan pasangan juga harus diperhatikan. Mereka sering merasa cemas, sedih, ragu, dan aktivitas yang berlebihan. Mereka mungkin memiliki pengetahuan yang sedikit mengenai manajemen kesehatan dan tidak menyadari bahwa janin akan segera lahir, sehingga penjelasan prosedur operasi



13



merupakan hal yang penting. Mereka mungkin merasa takut dan khawatir tentang kehidupan ibu dan janin. 2. Diagnosis Keperawatan 1) Penurunan cardiac output berhubungan dengan perdarahan dalam jumlah berlebih. 2) Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai efek perdarahan dan manajemennya, kesehatan janin. 3) Harga



diri



rendah



situasional



yang



berhubungan



dengan



ketidakmampuan sementara untuk memberikan perawatan pada keluarga. 4) Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan akibat implantasi plasenta yang abnormal, risiko pemisahan dengan dilatasi serviks. 5) Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemi. 6) Risiko infeksi yang berhubungan dengan perdarahan, plasenta previa. 7) Kurang



pengetahuan



yang



berhubungan



dengan



regimen



pengobatan. 8) Gangguan manajemen pemeliharaan tubuh yang berhubungan dengan bedrest dan pembatasan aktivitas. 9) Risiko perubahan kasih sayang orang tua bayi yang berhubungan dengan kemungkinan kebutuhan perawatan bayi. 10) Gangguan konsep diri yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan. 3. Intervensi Keperawatan 1) Diagnosis 1: Penurunan cardiac output yang berhubungan degan perdarahan dalam jumlah berlebih. Tujuan: penuruna cardiac output tidak terjadi/teratasi. Kriteria hasil: volume darah intravaskular dan cardiac output dapat diperbaiki sampai nadi, TD, nilai hemodinamik, serta nilai laboratorium menunjukkan tanda normal. 14



Rencana Intervensi Nilai dan catat TTV, TD, LOC, CVP, perfusi jaringan, intake dan output, serta jumlah perdarahan. Bantu pemberian pelayanan kesehatan atau mulai sarankan terapi cairan IV atau terapi transfusi darah sesuai kebutuhan.



Rasional Pengkajian yang akurat mengenai status hemodinamik merupakan dasar perencanaan, intervensi, dan evaluasi. Memperbaiki volume vaskular membutuhkan terapi IV dan intervensi farmakologi. Kehilangan volume darah harus diperbaiki untuk mencegah komplikasi seperti infeksi, gangguan janin, dan gangguan organ vital ibu hamil.



2) Diagnosis 2: Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai efek peradarahan dan manajemennya. Tujuan: ansietas dapat berkurang. Kriteria hasil: pasangan dapat mengungkapkan harapannya dengan kata-kata tentang manajemen yang sudah direncanakan, sehingga dapat mengurangi kecemasan pasangan. Rencana Intervensi Terapi bersama pasangan dan menyatakan perasaan. Saya tahu bahwa ini tidak diharapkan dan seharusnya anda memiliki banyak pertanyaan, mungkin saya bisa menjawab beberapa diantaranya. Menentukan tingkat pemahaman pasangan tentang situasi dan manajemen yang sudah direncanakan: beritahukan kepada saya tentang apa yang anda harapkan. Berikan pasangan informasi tetang manajemen yang sudah direncanakan.



Rasional Kehadiran perawat dan pemahaman secara empati merupakan alat terapi yang potensial untuk mempersiapkan pasangan untuk menanggulangi situasi yang tidak diharapkan. Hal yang diberikan perawat akan memperkuat penjelasan dokter dan untuk memberitahu dokter jika ada penjelasan tambahan yang penting. Pendidikan pasien yang diberikan merupakan cara yang efektif untuk mencegah dan menurunkan rasa cemas. Pengetahuan aaka mengurangi ketakutan akan hal-hal yang tidak diketahui.



3) Diagnosis 3: Harga diri rendah situasional yang berhubungan dengan ketidakmampuan sementara untuk memberikan perawatan kepada keluarga. Tujuan: agar harga diri ibu meningkat.



15



Kriteria hasil: mengenal aspek positif dari diri sendiri selama perawatan di rumah sakit. Mengenal cara pemberian kenyamanan dan kasih sayang kepada anaknya selama tinggal di rumah sakit. Rencana Intervensi Anjurkan ibu untuk mengungkapkan tentang kebutuhan selama di rumah sakit. Setelah mengungkapkan perasaan anjurkan untuk memeriksa kebutuhan selama di rumah sakit dan konsekuensinya: ia akan memberikan waktu bagi janin untuk menjadi matur. Bantu untuk melibatkan saudara ibu dalam merencanakan kelahiran. Mungkin dia mendapatkan manfaat dari kelas sibling atau waktu bermain dengan ibunya yang terlibat dalam perawatan bagi kelahiran.



Rasional Perhatian secara umum mungkin akan teridentifikasi atau mungkin menjadi kesalahpahaman. Ini mengidentifikasi aspek positif situasi yang merupakan tugas penting baginya.



tidak akan akan dari yang



Ini akan memberikan tujuan untuk menggabungkan interaksi keluarga yang akan meningkatkan harga dirinya.



4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang sudah direncanakan. 5. Evaluasi Keperawatan Persalinan berjalan dengan baik tanpa komplikasi. 2.3 Konsep dan Asuhan Keperawatan Abortus 2.3.1 Definisi Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram (Murray, 2002). 2.3.2 Etiologi Etiologi yang menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut. 1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi: kelainan kromosom, lingkungan nidasi kurang sempurna, dan pengaruh luar.



16



2. Infeksi akut, pneumonia, pielitis, demam tifoid, toksoplasmosis, dan HIV. 3. Abnormalitas traktus genitalis, serviks inkompeten, dilatasi serviks berlebihan, robekan serviks dan retroversio uterus. 4. Kelainan plasenta. 2.3.3 Klasifikasi Klasifikasi abortus adalah sebagai beriku. 1. Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, saat hasil konsepsi masih dalam uterus tanpa adanya dilatasi serviks 2. Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uterusabortus yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. 3. Abortus inkompletus adalah pengeluaran hasi konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih adanya sisa yang tertinggl dalam uterus. 4. Abortus akaompletus dalah abortus yang hasil konsepsinya sudah dikeluarkan. 5. Abortus servikalis adalah keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uterus ekternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis uterus menjadi besar, kurang lebih bundar dengan dinding menipis. 6. Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. 7. abortus habitualis adalah abortus yang berulang dengan frekuensi lebih dari 3 kali. 8. Abortus septik adalah abortus infeksius berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum. 2.3.4 Manifestasi Klinis 17



Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan per vaginam setelah mengalami hal yang terlambat juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut bagian bawah. 2.3.5 Penatalaksanaan Ibu hamil sebaiknya segera menemui dokter apabila perdarahan terjadi selama kehamilan. Ibu harus istirahat total dan dianjurkan untuk relaksasi. Terapi intravena atau transfusi darah dapat dilakukan bila diperlukan.



Pada



kasus



aborsi



inkomplet



diusahakan



untuk



mengosongkan uterus melalui pembedahan. Begitu juga dengan kasus Missed abortionjika janin tidak keluar spontan. Jika penyebabnya adalah infeksi, evakuasi isi uterus sebaiknya ditunda sampai dapat penyebab yang pasti untuk memulai terapi antibiotik. 2.3.6 Asuhan Keperawatan Abortus 1. Pengkajian Jika selama kehamilan ditemukan perdarahan, identifikasi: a. Lama kehamilan. b. Kapan terjadi perdarahan, berapa lama, banyaknya, dan aktivitas yang memengaruhi c. Karakteristik darah : merah terang, kecokelatan, adanya gumpalan darah, dan lendir. d. Sifat dan lokasi ketidaknyamanan seperti kejang, nyeri tumpul atau tajam, mulas, serta pusing. e. Gejala-gejala hipovolemi seperti sinkop. 2. Diagnosis Keperawatan Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut. a. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskular dalam jumlah berlebih. b. Perubahan



perfusi



jaringan



hipovolemia



18



yang



berhubungan



dengan



c. Ketakutan yang berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri dan janin. d. Nyeri yang berhubungan dengan dilatasi serviks, trauma jaringan, dan kontraksi uterus. e. Risiko tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan penahanan hasil konsepsi. 3. Intervensi Keperawatan a. Diagnosis 1 : Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskular dalam jumlah berlebih. Kriteria hasil : Mendemonstrasikan kestabilan/perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat, serta pengeluaran dan berat jenis urine adekuat secara individual. Rencana Intervensi Mandiri : 1. Evaluasi, laporan, serta catat jumlah dan sifat kehilangan darah, lakukan perhitungan pembalut, kemudian timbang pembalut. 2. Lakukan tirah baring, instruksikan ibu untuk menghindari valsalva manuver dan koitus. 3. Posisikan ibu dengan tepat, telentang dengan panggul ditinggikan atau posisi semifowler. 4. Catat tanda-tanda vital, pengisian kapiler pada dasar kuku, warna membran mukosa atau kulit dan suhu. Ukur tekanan vena sentral bila ada. 5. Pantau aktivitas uterus, status janin, dan adanya nyeri tekan pada abdomen. 6. Hindari pemeriksaan rektal atau vagina. 7. Pantau masukan/keluaran cairan,



19



Rasinoal 1. Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosis. Setiap gram peningkatan berat pembalut sama dengan kehilangan kira-kira 1 ml darah. 2. Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme dapat merangsang perdarahan. 3. Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak, peninggian panggul menghindari kompresi vena kaya. Posisi semifowler memungkinkan janin bertidak sebagai tampon. 4. Membantu menentukan beratnya kehilangan darah, meskipun sianosis dan perubahan pada tekanan darahh dan nadi adalah tanda-tanda lanjut dan kehilangan volume sirkulasi. 5. Membantu menentukan sifat hemoragi dan kemungkinan akibat dari peristiwa hemoragi. 6. Dapat meningkatkan hemoragi. 7. Menentukan luasnya kehilangan



dapatkan sampel urine setiap jam, ukur berat jenis. 8. Auskultasi bunyi nafas



9. Simpan jaringan atau konsepsi yang keluar.



cairan dan menunjukkan perfusi ginjal. 8. Bunyi napas adventitus menunjukkan ketidaktepatan/kelebihan peegantian. hasil 9. Dokter perlu mengevaluasi kemungkinan retensi jaringan, pemeriksaan histologi mungkin diperlukan.



Kolaborasi: 10. Dapatkan pemeriksaan darah cepat: HDL, jenis dan pencocokan silang, titer Rh, kadar fibrinogen, hitung trombosit, APTT, dan kadar LCC 11. Pasang kateter



12. Berikan larutan intravena, ekspander plasma, darah lengkap, atau sel-sel kemasan sesuai indikasi.



10. Menentukan jumlah darah yang hilang dan dapat memberikan informasi mengenai penyebab haus dipertahankan diatas 30% untuk mendukung transpor oksigen dan nutrien. 11. Haluaran kurang dari 30 ml/jam menandakan penurunan perfusi ginjal dan kemingkinan terjadinya nekrosis tubuler. Keluaran yang tepat ditentukan oleh derajat defisit individual dan kecepatan penggantian. 12. Meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi gejal-gejala syok.



b. Diagnosis 2 : Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemia Kriteria hasil : perfusi jaringan adekuat dibuktikan dengan denyut jantung janin (DJJ) dalam batas normal. Rencana Intervensi



Rasinoal



Mandiri 1. Perhatikan status fisiologi ibu, status sirkulasi, dan volume darah. 2. Auskultasi dan lapotkan DJJ. Catat bradikardi atau takikardi. Catat perubahan pada aktivitas janin.



3. Catat kehilangan darah ibu karena adanya kontraksi uterus.



20



1. Kejadian perdarahan potensial merusak hasil kehamilan. Kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta. 2. Mengkaji berlanjutan hipoksia janin, pada awalnya janin berespon pada penurunan kadar oksigen dengan takikardi dan peningkatan gerakan. Bila tetap defisit, bradikardi dan penurunan aktivitas terjadi. 3. Bila kontraksi uterus disertai dilatasi serviks, tirah baring dan medikasi mungkin tidak efektif



4. Catat tinggi fundus ibu



5. Anjurkan tirah baring pada posisi miring



Kolaborasi : 6. Berikan suplemen oksigen pada ibu, lakukan sesuai indikasi



7. Ganti kehilangan darah/cairan ibu



8. Bantu dengan ultrasonografi dan amniosentesis 9. Dapatkan tes darah ibu untuk mengevaluasi serum ibu, darah Hb, atau produk lavase lambung



21



dalam mempertahankan kehamilan. Kehilangan darah ibu secara berlebihan menurunkan perfusi plasenta. 4. Menghilangkan tekanan pada vena kava inferior dan meningkatkan sirkulasi plasenta/janin dan pertukaran oksigen. 5. Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk janin. Janin mempunyai beberapa kepastian perlengkapan untuk mengatasi hipoksia, dimana disosiasi Hb janin lebih cepat daripada Hb dewasa dan jumlah eritrosit janin lebih besar dari dewasa, sehingga kapasitas oksigen yang dibawa janin meningkat. 6. Mengevaluasi dengan menggunakan Doppler respons DJJ terhadap gerakan janin, bermanfaat dalam menentukan janin apakah janin dalam keadaan asfiksia. 7. Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transpor oksigen. Hemoragi maternal memengaruhi transpor oksigen uteroplasenta secara negatif, menimbulkan kemungkinan kehilangan kehamilan atau memburuknya status janin, bila penyimpanan oksigen menetap, janin akan kehilangan tenaga untuk melakukan mekanisme koping dan kemungkinan susunan saraf pusat (SSP) rusak/janin, sehingga janin dapat meninggal. 8. Menentukan maturnitas janin dan usia gestasi. Membantu menentukan viabilitas dan perkiraan hasil secara realistis 9. Membedakan darah ibu dari darah janin dengan cairan amnion menunjukkan implikasi terhadap pemberian oksigen serta kebutuhan ibu terhadap injeksi imunoglobulin Rh (RhlgG) bila kelahiran terjadi



10. Siapkan ibu untuk intervensi bedah dengan tepat.



10. Pembedahan perlu dilakukan bila terjadi pelepasan plasenta yang berat atau bila perdarahan berlebihan, terjadi penyimpanan oksigen janin, dan kelahiran melalui vagina tidak mungkun seperti pada kasus plasenta previa total, dimana pembedahan mungkin perlu diindikasikan untuk menyelamatkan hidup janin.



c. Diagnosis 3 : Ketakutan yang berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri dan janin. Kriteria hasil : ibu mendiskusikan ketakutan mengenai diri janin dan masa depan kehamilan, juga mengenai ketakutan yang sehat dan tidak sehat. Rencana Intervensi Mandiri : 1. Diskusikan tentang situasi dan pemahaman tentang situasi dengan ibu dan pasangan 2. Pantau respons verbal dan nonverbal ibu dan pasangan 3. Dengarkan masalah dengan seksama



ibu



4. Berikan informasi dalam bentuk verbal dan tulisan serta beri kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan



5. Libatkan ibu dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan sebanyak mungkin 6. Jelaskan prosedur dan arti gejala



22



Rasinoal 1. Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi 2. Menandai tingkat rasa takut yang sedang dialami ibu/pasangan 3. Meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan kesempatan pada ibu untuk mengembangkan solusi sendiri 4. Pengetahuan akan membantu ibu untul mengatasi apa yang sedang terjadi dengan lebih sensitif. Informasi sebaiknya ditulis, agar nantinya memungkinkan ibu untuk mengulang informasi akibat tingkat stres, ibu mungkin tidak dapat mengasimilasi informasi. Jawaban yang jujur dapat meningkatkan pemahaman dengan lebih baik serta menurunkan rasa takut. 5. Menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu mengontrol situasi sehingga dapat menurunkan rasa takut. 6. Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan



meningkatkan rasa terhadap situasi.



kontrol



4. Implementasi Keperawatan Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat serta bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya. 5. Evaluasi Keperawatan Merupakan penilaian perkembangan ibu hasil



implementasi



keperawatan dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai. 2.4 Konsep dan Asuhan Keperawatan Hemoragia Postpartum 2.4.1 Definisi Hemoragia (perdarahan postpartum) adalah hilangnya darah lebih dari 500ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (William,1981), Namun, menurut Doengoes (2001), perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan. Dengan pengukuran kuantitantif, ternyata batasan tersebut tidak terlalu tepat, karena terbukti bahwa darah yang keluar pada persalinan pervaginam umumnya lebih dari 500ml, dan ini merupakan salah satu penyebab mortalitas pada ibu. Perdarahan postpartum dapat dibagi menjadi dua. 1.



Perdarahan postpartum awal (24 jam setelah kelahiran).



2.



Perdarahan postpartum lambat (sampai 28 jam setelah kelahiran).



2.4.2 Etiologi Berbagai penyebab penting, baik yang berdiri sendiri maupun bersama-sama yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum adalah sebagai berikut. 1. Trauma jalan lahir



23



a. Episiotomi yang lebar. b. Laserasi perineum, vagina, dan serviks. c. Ruptur uterus. 2. Kegiatan kompresi pembuluh darah tempat implantasi plasenta. a. Miometrium hipotonia. 1) Anestesi umum (trauma dengan senyawa halogen dan eter). 2) Perfusi



miometrium



yang



kurang



(hipotensi



akibat



perdarahan atau anetesi konduksi). 3) Uterus yang terlalu menegang (janin yang besar, kehamilan multipel, hidramion). 4) Setelah persalinan yang lama 5) Setelah persalinan yang terlalu cepat. 6) Setelah persalinan yang dirangsang dengan oksitoksin dalam jumlah yang besar. 7) Paritas tinggi. 8) Perdarahan akibat atonia uteri pada persalinan sebelumnya. 9) Infeksi uterus. b. Retensi sisa plasenta 1) Perlekatan yang abnormal (plasenta akreta dan perkreta). 2) Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta senturia). c. Gangguan koagulasi Gangguan koagulasi yang didapat maupun kongenital akan memperberat perdarahan akibat semua sebab di atas. Dari semua penyebab diatas , dua penyebab perdarahan postpartum dini yang paling sering adalah sebagai berikut. 1) Miometrium yang hipotonia (antonia uteri) 2) Perlukaan vagina serta serviks 2.4.3 Faktor Predisposisi Faktor-faktor predisposisi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut. 1. Kelahiran besar.



24



2. Kelahiran forsep. 3. Rotasi forsep. 4. Kelahiran sebelum pembukaan serviks lengkap. 5. Insisi serviks. 6. Kelahiran per vaginam. 7. Post-seksio caesarea. 8. Insisi uterus lain. Di samping hal di atas, kekeliruan pada pengolahan kala III adalah dengan mempercepat kelahiran plasenta seperti pengeluaran pasenta manual, dengan terus-menerus meremas uterus yang telah berkonstraksi baik, sehingga dapat menghambat mekanisme fisilogis pelepasan plasenta. Akibat pelepasan plasenta yang tidak lengkap akan terjadi peningkatan jumlah perdarahan. 2.4.4 Manifestasi Klinis Pengaruh perdarahan sangat bergantung pada hal-hal berikut. 1. Volume darah yang ada sebelum kehamilan. 2. Besarnya hipervolemia akibat kehamilan. 3. Tingkat anemia waktu kelahiran. Tanda-tanda yang mengkhawatirkan pada perdarahan postpartum adalah tidak adanya perubahan nadi dan tekanan darah yang berarti sebelum terjadi perdarahan yang banyak. Tanda klinis perdarahan postpartum antara lain: 1.



Hipovelima yang berat, hipoksia, takipnea, dispnea, asidosis, dan sianosis.



2. Kehilangan darah dalam jumlah besar. 3. Distensi kavum uterus. 2.4.5 Pemeriksaan Penunjang Bila ada kemungkinan adanya akumulasi darah uterus/dalam vagina yang tidak diketahui, maka pemeriksaan diagnosis perdarahan



25



postpartum biasanya dapat dijelaskan degan inspekulum pada vagina, serviks, dan uterus. 2.4.6 Prognosis Seharusnya ibu yang mengalami perdarahan postpartum dapat diselamatkan. Kematian jarang, tapi masih ditemukan pada lengkungan yang tidak menguntungkan. 2.4.7 Penatalaksanaan Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut. 1. Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uterus. Bila perdarahan berlanjut, pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan. 2. Pemberian 20 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan RL, atau normal saline terbukti efektif bila diberikan perifus intravena kurang lebih 10 ml/menit bersama degan mengurut uterus secara efektif. 3. Bila cara di atas tidak efektif, ergovine 0,2 mg yang diberikan secara IV dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berinteraksi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta. Bila penatalaksanaan perdarahan yang telah disebutkan tadi masih belum berhasil, maka segera lakukan tindakan berikut. 1. Lakukan kompresi uterus bimanual (tindakan ini akan mengatasi sebagian besar perdarahan). 2. Transfusi darah. Golongan darah setiap ibu harus sudah diketahui sebelum persalinan. 3. Lakukan eksplorasi kavum uterus secara manual untuk mencari sisa plasenta yang tertinggal. 4. Lakukan pemeriksaan inspekulum pada serviks dan vagina 5. Pasang tambahan infus IV kedua dengan menggunakan kateter IV yang



besar,



sehingga



aksitosin



membersihkan darah.



26



dapat



diteruskan



sambil



6. Kecukupan output jantung pengisian arterial dapat dipantau melalui produksi kemih. 2.4.8 Asuhan Keperawatan Hemoragia Postpartum 1. Pengkajian Pada



kasus



perdarahan



postpartum



seharusya



dilakukan



pemeriksaan fisik secara keseluruhan dan lebih difokuskan pada: a. Aktivitas atau istirahat, dengan melaporkan kelalahan berlebihan. b. Sirkulasi. Kehilangan darah pada kelahiran umumnya 400-500 ml (kelahiran per vaginam), 600-800 ml (kelahiran seksio caesarea) meskipun kehilangan darah sering diabaikan. Riwayat anemia kronis, defek koagulasi kongenital atau insidental, sertaa idiopatik trombositopenia purpura. c. Integritas ego. Cemas, ketakutan, dan khawatir. Perdarahan postpartum (sampai 24 jam setelah kelahiran) a. Sirkulasi 1) Perubahan TD dan nadi (mungkin tidak terjadi sampai kehilangan darah bermakna). 2) Perlambatan pengisian kapiler. 3) Pucat, kulit dingin.lembap 4) Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (plasenta tertahan). 5) Dapat



mengalami



perdarahan



per



vaginam



berlebihan,



rembesan dari insisi caesarea atau episiotomi, seperti: rembesan keteter intravena, injeksi intramuskuler atau keteter urinarius, perdarahan



gusi



(tanda-tanda



koagulasi



intravaskular



diseminata). 6) Hemoragi berat atau gejala syok diluar proporsi jumlah kehilangan darah (inversi uterus). b. Eliminasi



27



Kesulitan berkemih dapat menujukkan hematoma dari porsi vagina. c. Nyeri/ketidaknyamanan Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri vulva /vagina/ pelvis/punggung berat (hematoma), nyeri uterus lateral, nyeri punggung (hematoma kedalam ligamen luas), nyeri tekanan abdomenial (antonia uterus, fragmen plasenta tertahan), nyeri abdomenial (inversi uterus). d. Keamanan 1) Laserasi jalan lahir: darah merah terang sedikit menetap (mungkin



tersembunyi)



dengan



uterus



keras,



uterus



berkontraksi dengan baik, robekan terlihat pada labia mayora/minora dari muara vagina ke perinerium, robekan episiotomi luas, ekstensi episitomi kedalam kubah vagina atau robekan pada serviks. 2) Hematoma: Unilateral, penonjolan masa tegang berfluktuasi pada muara vagina. Atau meliputi labia mayora, keras, nyeri pada sentuhan pada berubahan warna kemerahan atau kebiruan, unilateral kulit perinerium atau bokong (hematoma abdominal setelah kelahiran caesaria mungkin asintomatik, kecuali pada perubahan tanda vital) e. Seksualitas 1) Pembesaran uterus lunak dan menonjol, sulit dipalpasi, perdarahan



merah



terang



dari



vagina



(lamban



atau



tersembunyi), bekuan-bekuan besar dikeluarkan dari masase uterus (antonia uterus) 2) Uterus kuat, kontraksi baik atau kontraksi parstial dan agak menonjol (fregmen-fregmen plasenta yang tertahan). 3) Fundus uterus terinversi mendekat pada kontak atau menonjol melalui os.eksternal (inversi uterus).



28



4) Kehamilan baru dapat mempengaruhi hiper distensi uterus (gestasi



multipel



polihidramnion,



makrosomia)



abprusi



plasenta, plasenta previa.



Perdarahan postpartum lambat (24-28 hari setelah kelahiran) a. Sirkulasi 1) Rembesan kontinu atau rembesan tiba-tiba. 2) Kelihatan pucat, anemis. b. Nyeri/ketidaknyamanan 1) Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan). 2) Ketidaknyaman vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma). c. Keamanan 1) Lokia berbau busuk (infeksi). 2) Ketuban pecah dini. d. Seksualitas 1) Tinggi fundus badan uterus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (subinvolusi). 2) Leukore mungkin ada. 3) Terlepasnya jaringan. Pemeriksaan diagnostik a. Golongan darah menentukan Rh, ABO, dan pencocokan silang. b. Jumlah darah lengkapn menjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putih (perpindahan ke kiri dan peningkatan laju sedimentasi menunjukkan infeksi). c. Kultur uterus dan vagina mengesampingkan infeksi postpartum. d. Urinalitas: memastikan kerusakan kandung kemih. e. Profil



koagulasi:



peningkatan



degradasi



kadar



produk



fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen masa tromboplastin parsial diaktivasi: masa tramboplstin partial (APTT/PTT) masa protrombin memanjang pada KID f. Sonografi: menentukan adanya jaringan plasaenta yang tertahan 29



2. Diagnosis Keperawatan a. Kekurangan



volume



cairan



yang



berhubungan



dengan



berhubungan



dengan



kehilangan vaskular yang berlebihan b. Perubahan



perfusi



jaringan



yang



hipovolemia c. Risiko penurunan curah jantung yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi d. Gangguan pola napas yang berhubungan dengan intake O2 yang rendah e. Nyeri yang berhubungan dengan episiotomi dan laserasi f. Risiko tinggi terjadinya infeksi yang berhubungan dengan adanya trauma jalan lahir g. Gangguan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan pengeluaran renin 3. Intervensi Keperawatan a. Diagnosis 1: Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan vaskular yang berlebihan ditandai dengan asidosis, sianosis, takipnea, dispnea, dan syok hipovolemik. Tujuan: volume cairan adekuat. Kriteria hasil: tanda-tanda vital dalam batas normal, pengisian kapiler cepat (kurang dari 3 detik), sensorium tepat, input dan output cairan seimbang, serta berat jenis urine dalam batas normal. Intervensi: 1) kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan. imbang dan hitung pembalut. Simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter. 2) Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan masase, penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis.



30



3) Perhatikan hipotensi dan takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar buku, serta membran mukosa dan bibir. 4) Pantau masukan dan keluaran: perhatikan berat jenis urine. 5) Pantau masukan dan keluaran: perhatikan berat jenis urine. 6) Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis. b. Diagnosis 2: Perubahan perfusi jaringan yang berhungan dengan hipovelima, ditandai dengan pengisian kapilari lambat, pucat, kulit dingin atau lembap, penurunan produksi ASI. Tujuan: perfusi jaringan kembali normal. Kriteria hasil: TD, nadi darah arteri, Hb/Ht dalam batas normal; pengisian kapiler cepat; fungsi hormonal normal menunjukkan dengan suplai ASI adekuat untuk laktasi dan mengalami kembali menstruasi normal. Intervensi: 1) Perhatikan Hb atau Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi, dan berat badan. 2) Pantau tanda vital, catat derajat, dan durasi episode hipovelemik 3) Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan perilaku. 4) Kaji warna dasar kuku mukosa mulut, gusi, dan lidah serta perhatikan suhu kulit. 5) Kaji payudara setiap hari, perhatikan ada atau tidaknya laktasi dan perubahan ukuran payudara. 4. Implementasi Keperawatan Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiridan kolaborasi. Tindakan



mandiri



adalah



tindakan



keperawatan



berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk kesehatan lain.



31



Tindakan kolaborasi adalah adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama seperti dokter atau petugas kesehatan lain. 5. Evaluasi Keperawatan Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.



32



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Robekan uterus yang dapat ditemukan pada sebagian besar bawah uterus. Suatu robekan pada dinding uterus yang terjadi karena uterus tidak dapat menerima tekanan. Hemoragia (perdarahan postpartum) adalah hilangnya darah lebih dari 500ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (William,1981), Namun, menurut Doengoes (2001), perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan 3.2 Saran



33



DAFTAR PUSTAKA Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika



34