Perencanaan Sistem Drainase [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



9.1 Pengertian Drainase Pengertian drainase pada hakekatnya merupakan suatu system



saluran,



baik



itu



terbuka maupun terutup, yang sedemikian rupa sehingga dapat mengumpulkan dan mengalirkan air hujan yang jatuh ke bumi, untuk selanjutnya menuju ke badan air penerima seperti sungai, waduk, danau, laut, dalam waktu sesingkat mungkin. Daripengertian ini, bahwa saluran drainase hanya untuk menampung dan kemudian mengalirkan air hujan saja. Namun kenyataannya sering terjadi masyarakat membuang limbah rumah tangga ( air mandi dan cuci ) ke saluran drainase. Hal ini dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan, pemandangan tak sedap yang mengganggu lingkungan sekitarnya. Untuk daerah Kota yang memiliki pemukiman yang padat batasan pelayanan system drainase harus jelas yakni menampung dan mengalirkan air hujan, sedangkan penyaluran air limbah memiliki sistem yang tersendiri. Suatu sistem drainase perkotaan meliputi : - Sistem drainase local ( minor drainage system ) - sistem drainase utama/makro ( major drainage system )



Gambar 9.1 Drainase Makro dan Mikro



IX - 1



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



Sistem drainase local/mikro adalah merupakan system drainase yang melayani kepentingan sebagian masyarakat. Sistem ini adalah bagian dari seluruh sistem drainase yang menampung air hujan dari bagian daerah aliran dan mengalirkan ke sistem drainase utama. Karakteristik dari sistem ini untuk menampung atau mengeringkan unitunit kecil daerah aliran yang meliputi ; daerah perumahan, perdagangan, daerah industri atau setiap daerah kecil yang mempunyai karakter perkotaan. Sistem drainase utama/makro adalah sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian masyarakat, dan sistem ini menampung limpasan air hujan dari sistem drainase lokal , untuk selanjutnya dialirkan ke sungai. 9.2 Unsur – Unsur Drainase 9.2.1 Daerah Pengaliran. Daerah pengaliran adalah daerah yang melimpaskan air hujan yang jatuh diatasnya, ke suatu aliran yang berbentuk saluran buatan atau saluran alami ( sungai ). Garis batas daerah – daerah aliran yang berdampingan disebut batas daerah pengaliran. Luas daerah pengaliran ( DAS ) diperkirakan berdasarkan pengukuran pada peta topografi. 1. Corak daerah pengaliran. Corak daerah pengaliran dibedakan menjadi : a. Daerah pengaliran berbentuk bulu burung. Corak daerah pengaliran ini adalah jalur daerah di kiri kanan sungai



utama,



dimana anak – anak sungai mengalir ke sungai utama. Daerah pengaliran sedemikian mempunyai debit banjir yang kecil, dan banjirnya berlangsung agak lama. b. Daerah pengaliran radial. Daerah pengaliran berbentuk kipas atau lingkaran, dimana anak – anak sungainya mengkonsentrasikan ke suatu titik secara radial. Daerah pengaliran dengan corak sedemikian mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak – anak Sungai. c. Daerah Pengaliran Paralel. Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah pengaliran yang bersatu di bagian hilir. Banjir terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai – sungai.



IX - 2



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



Gambar 9.2 Corak Daerah Pengaliran



2. Karakteristik Daerah Aliran. a. Pada tanah terjal / miring. - Tanpa pohon – pohonan, akan memberikan limpasan besar, sering banjir besar. - Terdapat pohon – pohon yang lebat, limpasan aliran permukaan agak sedikit dan banjir relatif kecil. b. Pada tanah datar / landai. - Tanpa pohon – pohonan, akan memberikan aliran limpasan agak besar, banjir agak besar. - Berpohon – pohon lebat, akan memberkan limpasan kecil,



tidak ada banjir.



c. Pada beberapa keadaan tanah. - Kedap akan memberikan limpasan yang besar. - Porous, akan memberikan limpasan kecil. d. Pada beberapa tata guna lahan. - Perumahan padat, akan memberikan aliran limpasan agak besar. - Perumahan jarang, memberikan aliran limpasan agak kecil. - Daerah pertanian, industri, dan perdagangan, masing – masing memberikan limpasan yang berbeda.



IX - 3



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



4.2.2 Hujan. Besarnya hujan tidak sama pada tempat yang satu ke tempat yang lain, dan sangat tergantung pada keadaan cuaca. Berbagai keadaan hujan tersebut datangnya berulang – ulang, setiap satu, dua, tiga tahun dan seterusnya. Lama waktu berulang kembalinya keadaan tersebut disebut periode ulang. Setiap periode ulang yang berbeda, jumlah air yang dicurahkan pada saat hujan turun berbeda pula. Besarnya curah hujan dinyatakan dengan satuan mm. Besarnya curah hujan dihitung dengan batasan waktu dalam menit, jam,hari. Yang berkaitan dengan hujan, ada beberapa unsure yang perlu diketahui : a. Intensitas : ketinggian curah hujan yang terjadi persatuan waktu, misalnya ; mm/menit, mm/jam, mm/hari. b. Lama waktu : lamanya curah hujan ( durasi ) dalam menit, jam, hari. c. Tinggi hujan : jumlah atau besarnya hujan yang dinyatakan dalam mm. d.Frekuensi



: frekuensi kejadian, biasanya dinyatakan dengan waktu ulang



( return periode ). e. Luas geografis curah hujan.



9.2.3 Saluran Pola aliran sistem pembuangan saluran drainase menggunakan pendekatan daerah tangkapan (DAS) pada suatu sistem pembuangan utama. Rencana pola aliran ini sangat penting didalam penentuan besaran sistem, seperti luas daerah tangkapan, dimensi saluran, dan panjang saluran. Pola aliran saluran drainase yang direncanakan sebagai antisipasi penanganan banjir saat ini maupun yang akan datang. Menurut Subarkah (1990) juga membagi saluran sungai menjadi 3 bagian, yaitu: 1. Saluran Drainase Utama/ Primer Saluran yang berfungsi sebagai pembuangan utama/ primer adalah sungai/ tukad yang ada di wilayah perencanaan yang cukup berpotensi menampung dan mengalirkan air buangan dari saluran sekunder serta limpasan permukaan yang ada pada daerah tangkapan sungai tersebut. Sungai-sungai yang berfungsi sebagai pembuangan utama yang ada di wilayah studi perlu diketahui jumlahnya dan masing-masing sungai akan terbentuk sistem drainase dan pola aliran tertentu, dengan batas-batas yang sesuai topografi. IX - 4



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



2. Saluran Drainase Sekunder Fungsi dari saluran sekunder adalah untuk menampung air drainase tersier serta limpasan air permukaan yang ada untuk diteruskan ke drainase utama (sungai). Berdasarkan konstruksinya saluran drainase dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: a. Saluran terbuka, dibuat pada daerah dimana masih cukup tersedia lahan serta bukan merupakan daerah yang sibuk (pertokoan, pasar, dan sebagainya). b. Saluran tertutup, dapat dipertimbangkan pemakaian ditempat-tempat yang produksi sampahnya melebihi rata-rata, seperti: pasar, terminal, pertokoan dan pada daerah yang lalu lintasnya padat. 3. Saluran Drainase Tersier Fungsi saluran tersier adalah untuk meneruskan pengaliran air buangan maupun air limpasan permukaan menuju ke pembuangan sekunder. Data mengenai kondisi saluran tersier tidak begitu banyak diperlukan dalam perencanaan sistem pembuangan air hujan. Banjir yang terjadi pada saluran sekunder dan saluran pembuangan utama akan membawa dampak yang luas bagi kehidupan masyarakat baik yang menyangkut sosial, ekonomi, maupun kesehatan. 9.3 Bangunan Pelengkap Saluran Drainase Bangunan pelengkap saluran drainase diperlukan untuk melengkapi suatu sistem saluran untuk fungsi-fungsi tertentu. Adapun bangunan-bangunan pelengkap sistem drainase antara lain: 1. Street Inlet Yang dimaksudkan dengan street inlet adalah lubang di sisi-sisi jalan yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada di sepanjang jalan menuju ke dalam saluran. Sesuai dengan kondisi dan penempatan saluran serta fungsi jalan yang ada, maka pada jenis penggunaan saluran terbuka tidak diperlukan street inlet, karena ambang bebas. Peletakan street inlet mempunyai ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a. Diletakkan pada tempat yang tidak memberikan gangguan terhadap lalu lintas jalan. b. Ditempatkan pada daerah yang rendah, dimana limpasan air hujan menuju ke arah tersebut. IX - 5



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



c. Air hujan yang masuk ke street inlet harus dapat secepatnya menuju ke arah saluran. d. Jumlah street inlet harus cukup untuk dapat menangkap limpasan air hujan pada jalan yang bersangkutan dengan spacing, menggunakan rumus : √



(9.1)



dimana : D = jarak antar street inlet (m) S = kemiringan (%) W = lebar jalan (m) 2. Gorong-gorong (Culvert) Gorong-gorong adalah saluran tertutup (pendek) yang mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya. Gorong-gorong biasanya dibuat dari beton, aluminium gelombang, baja gelombang, dan kadang-kadang plastik gelombang. Bentuk penampang melintang gorong-gorong bermacam-macam, ada yang bulat, persegi, oval, tapal kuda, dan segitiga. Berdasarkan lokasi, dikenal ada dua macam pengontrol yang dapat digunakan pada gorong-gorong, yaitu pengontrol di depan (inlet) dan di belakang (outlet). Kontrol di depan (pemasukan) terjadi jika kapasitas gorong-gorong lebih besar dari kapasitas pemasukan (inlet). Kontrol di belakang (outlet) terjadi jika kapasitas gorong-gorong lebih kecil daripada kapasitas pemasukan. Aliran dalam gorong-gorong tidak akan penuh jika tinggi tekan H pada pemasukan kurang dari 1.5 D, meskipun pemasukannya tenggelam. D adalah tinggi gorong-gorong pada pemasukan dan H adalah elevasi muka air di hulu gorong-gorong dikurangi elevasi dasar gorong-gorong. 



Kontrol pemasukan (Inlet control) Pengaliran air dalam gorong-gorong memerlukan energi untuk mendorong air melewatinya. Energi ini diambil dari beda tinggi muka air di hulu (inlet) dan di hilir (outlet) gorong-gorong. Kedalaman muka air di hulu gorong-gorong yang diukur dari dasar pemasukan gorong-gorong disebut tinggi kenaikan air. Pada kontrol pemasukan, aliran yang melewati gorong-gorong terutama tergantung pada kondisi pemasukan, yaitu luas penampang, bentuk, dan konfigurasi pada pemasukan. Dalam kondisi ini, laju aliran dapat dihitung dengan persamaan aliran IX - 6



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



melalui bendung. Pada pemasukan tenggelam, maka aliran melengkung dari puncak gorong-gorong jika H < 1,5 D. Batasan ini dapat lebih tinggi untuk bentuk pemasukan persegi. Loncatan hidraulik dapat terjadi di dalam gorong-gorong tergantung pada elevasi air di buritan. Bagian hilir gorong-gorong kemungkinan penuh jika outlet tenggelam (Suripin,2004).



Gambar 9.3 Inlet dan outlet tidak tenggelam



Loncat hidraulik Gambar 9.4 Inlet tidak tenggelam, outlet tenggelam



Gambar 9.5 Inlet tenggelam, oulet tidak tenggelam



IX - 7



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



Loncat hidraulik Gambar 9.6 Inlet dan outlet tenggelam 



Kontrol pengeluaran (Outlet Control) Pada kontrol pengeluaran, aliran dalam gorong-gorong dapat berupa aliran penuh atau aliran tidak penuh. Besarnya aliran sangat tergantung pada luas penampang, bentuk dan panjang gorong-gorong, kemiringan dasar gorong-gorong, serta tinggi air di hulu dan di hilir gorong-gorong. Berikut ini kondisi aliran pada gorong-gorong dengan kontrol pengeluaran (setelah Normann, et.al., 1985 dalam Suripin, 2004) dapat dilihat pada Gambar 2.5 sampai Gambar 2.8.



Z



Z datum



Gambar 9.7 Inlet dan outlet tenggelam



Gambar 9.8 Inlet tidak tenggelam, outlet tenggelam



IX - 8



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



Gambar 9.9 Inlet tenggelam, oulet tidak tenggelam



Gambar 9.10 Inlet dan outlet tidak tenggelam



3. Bak Kontrol Merupakan salah satu bangunan pelengkap drainase berupa bak kecil yang biasa dibuat pada pertemuan saluran sekunder. Disamping itu bak kontrol juga dibuat pada saluran yang berbelok, karena pada kondisi tersebut berpotensi terjadi pengikisan atau erosi pada dinding saluran dan jika tidak segera ditanggulangi akan mengakibatkan pengendapan atau sedimentasi, yang berujung pada menurunnya kapasitas saluran. Bak kontrol umumnya memiliki penutup dari beton bertulang dilengkapi dengan besi pegangan agar mudah saat dibuka. Dasar bak kontrol harus lebih dalam dari dasar saluran lainnya dimaksudkan apabila terdapat endapan lumpur mudah dibersihkan dan sebagai peredam energi akibat kecepatan pengaliran. 9.4 Permasalahan Banjir / Genangan Secara umum permasalahan drainase perkotaan diidentifikasi sebagai berikut: 1. Belum terpolanya saluran drainase pada tingkat sekunder



IX - 9



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



Kondisi eksisting di wilayah perencanaan belum terlihat perbedaan saluran tersier dengan sekunder. Dimensi saluran tersier dan sekunder hampir sama padahal luas daerah tangkapan dan beban aliran berbeda. 2. Saluran berfungsi ganda Saluran yang berfungsi sebagai pembawa irigasi dan menerima limpasan hujan sering berpotensi terjadinya luapan air/banjir. 3. Terbatasnya Dimensi Penampang Saluran Drainase Dimensi penampang saluran drainase yang berfungsi sekunder dengan kemiringan yang relatip datar mempunyai dimensi yang terbatas. Penampang saluran drainase eksisting sepanjang saluran yang ditinjau kecendrungan mempunyai dimensi yang sama 4. Daerah depresi Kondisi topografi di beberapa titik-titik terdapat dengan elevasi rendah sehingga menyulitkan pengaliran dan kondisi ini menyebabkan genangan dan menyulitkan pengairan secara gravitasi. 5. Kurangnya tertatanya outfall-outfall Penentuan elevasi di bagian akhir saluran sekunder (outfall) dengan permukaan dasar sungai perlu direncanakan dengan baik sehingga tidak menyebabkan terhambatnya aliran ke sungai. Kondisi penempatan outfall-outfall yang kurang baik menyebabkan genangan-genangan di daerah permukiman yang dekat dengan outfall tersebut. 6. Genangan air pada umumnya disebabkan karena kurangnya saluran drainase atau dikarenakan saluran drainase yang ada tidak dapat berfungsi secara optimal. Identifikasi permasalahan mencakup lokasi, penyebab, dan kualitas genangan (luas, tinggi, dan lamanya tergenang) 7. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kepedulian sosial yang kemudian menyebabkan rusaknya saluran drainase, kurangnya menjaga lingkungan yang mengundang timbulnya genangan pada saat hujan. Identifikasi permasalahan mencakup kejadian kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan. 8. Saluran drainase tidak dapat berfungsi secara optimal karena banyaknya timbunan sampah akibat rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam membuang sampah.



IX - 10



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



9. Kepadatan penduduk dan perumahan tinggi sehingga mengakibatkan tingginya penggunaan air dan saluran air tidak lancar, terutama pada slump area (kawasan kumuh) 10. Perubahan guna lahan kawasan non terbangun menjadi kawasan terbangun di daerah atas (hulu) sehingga mengakibatkan berkurangnya air yang terserap ke dalam tanah dan meningkatnya aliran permukaan.



Pembuangan air atau drainase merupakan usaha preventif (pencegahan) untuk mencegah terjadinya banjir atau genangan air, serta timbulnya penyakit. Prinsip dasar pembuangan air (drainase) adalah, bahwa air harus secepat mungkin dibuang dan secara terus menerus serta dilakukan seekonomis mungkin. Drainase perkotaan merupakan usaha untuk mengatasi masalah genangan air di kota.



9.5 Pembagian Sistem Drainase 9.5.1 Maksud Perencanaan Sistem Drainase Beberapa sungai yang terdapat di wilayah studi sangat membantu dalam pengaliran air dari beberapa sub daerah tangkapan air dalam 1 (satu) sistem pembuangan utama drainase. Pembuangan saluran drainase pada sub sistem (primer,sekunder) menuju sungai atau langsung ke laut. Dalam wilayah perencanaan perlu dibuat pembagian sistem drainase yang berdasarkan pola aliran airnya. Maksud dari direncanakannya pembagian sistem drainase adalah sebagai berikut : -



Dengan pembagian sistem drainase wilayah perencanaan terdapat pola aliran yang jelas antara pembuangan utama, pembuangan sekunder dan pembuangan tersier.



-



Pola aliran yang terdapat dalam sistem dan subsistem dapat menjawab persoalanpersoalan banjir pada saat ini dan dimasa-masa yang akan datang.



-



Mempermudah dalam menentukan besaran-besaran dalam sistem dan subsistem seperti : luas daerah tangkapan, dimensi saluran sekunder.



Kriteria dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam membuat Perencanaan Rencana Induk Sistem Drainase adalah sebagai berikut : -



Setiap sistem drainase didasarkan atas daerah aliran (watershed) yang tercakup dalam sistem drainase. IX - 11



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



-



Frekuensi banjir untuk pembuangan utama adalah sekali dalam 25 tahun (Q 25 ) atau dengan probabilitas kejadian 4 % setiap tahun.



-



Frekuensi banjir saluran untuk pembuang sekunder adalah sekali dalam 5 tahun (Q 5 ) atau dengan probabilitas kejadian 20 % setiap tahun.



-



Bentuk penampung saluran untuk pembuang utama adalah trapesium sedangkan untuk pembuang sekunder adalah trapesium, empat persegi atau kombinasi segi empat dengan segitiga atau setengah lingkaran.



9.5.2



Pembagian Sistem Drainase Pembagian sistem dalam wilayah studi sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah antara lain :



a. Topografi Kondisi topografi sangat penting dalam penentuan pembagian sistem drainase dan dari peta topografi dapat ditentukan dengan jelas batas daerah pelayanan pada masing – masing sistem drainase. b.



Pola Aliran Pola aliran sistem drainase secara alamiah mengikuti kemiringan topografi.



c. Kondisi Drainase Eksisting Kondisi saluran pembuangan utama eksisting sangat diperlukan dalam perencanaan untuk mengetahui apakah cukup mampu mengalirkan debit banjir rencana. Kondisi saluran drainase eksisting yang dimaksud, antara lain ; -



Ukuran / dimensi penampang sungai utama.



-



Perkembangan daerah pemukiman di sekitar daerah aliran sungai.



-



Pemukiman di sekitar daerah aliran sungai perlu diperhatikan mengenai sepadan sungai, sehingga fungsi sungai tetap bisa dipertahankan.



-



Dasar sungai apakah terjadi pendangkalan, erosi, atau masih alami.



1. Saluran Pembuangan Utama Saluran yang berfungsi sebagai pembuangan utama / primer adalah sungai / tukad yang ada di wilayah perencanaan yang cukup berpotensi untuk menampung dan mengalirkan air buangan dari saluran sekunder serta limpasan permukaan



IX - 12



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



yang ada pada daerah tangkapan sungai tersebut. Sungai – sungai yang berfungsi sebagai pembuangan utama yang ada di wilayah studi perlu untuk diketahui jumlahnya dan dari masing – masing sungai utama akan terbentuk sistem drainase dan pola aliran tertentu, dengan batas – batas yang jelas sesuai dengan topografi. Dalam satu sistem akan terdapat beberapa subsistem ( saluran sekunder ).



Gambar 9.11 Pembagian Sistem Drainase (Rencana Induk Sistem Drainase Kota Denpasar)



IX - 13



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



2. Saluran Pembuangan Sekunder Fungsi dari saluran sekunder adalah untuk menampung air drainase tersier serta limpasan air permukaan yang ada untuk diteruskan ke drainase utama ( sungai



).



Berdasarkan konstruksi saluran drainase dibedakan menjadi 2 ( dua ) macam yaitu ; - saluran terbuka dan saluran tertutup. - Saluran terbuka dibuat pada daerah dimana masih cukup tersedia lahan serta bukan merupakan daerah yang sibuk ( pertokoan, pasar, dan sebagainya ). Sedangkan sa – luran tertutup dapat dipertimbangkan pemakaiannya di tempat – tempat yang pro –duksi sampahnya melebihi rata – rata, seperti ; pasar, terminal, pertokoan, dan pada daerah yang lalu lintasnya padat. Saluran sekunder eksisting hanya berfungsi berfungsi sebagai pembuangan air hujan atau mempunyai fungsi yang lain. Saluran yang berfungsi ganda yaitu sebagai saluran pembuang air hujan dan saluran pembawa irigasi. Kedua fungsi tersebut Secara teknis bertentangan, dimana dimensi saluran irigasi adalah mengecil kearah hilir dan saluran drainase membesar kearah hilir. Saluran yang berfungsi ganda mempunyai potensi banjir, hal ini disebabkan karena saluran irigasi letaknya selalu di punggung dan sistem pengaturan air menggunakan empangan – empangan, sehingga pada saat hujan, air meluap menggenangi jalan.



3. Saluran Pembuangan Tersier. Fungsi saluran tersier adalah untuk meneruskan pengaliran air buangan maupun air limpasan permukaan menuju ke pembuangan sekunder. Data mengenai kondisi saluran tersier tidak begitu banyak diperlukan dalam perencanaan sistem pembuangan air hujan. Banjir yang terjadi pada saluran tersier ber sifat setempat, sedangkan banjir pada saluran sekunder dan saluran pembuangan utama akan membawa dampak yang luas bagi kehidupan masyarakat baik yang menyangkut social, ekonomi, maupun kesehatan.



IX - 14



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



Gambar 9.12 Sistem Drainase Kota



9.6 Analisa Kapasitas Penampang Dalam merencanakan pembuangan air yang perlu diketahui adalah banyaknya air hujan dan limbah yang mengalir ke saluran-saluran pembuangan atau debit pengaliran, air hujan yang dialirkan ke pembuangan sebanding dengan luas daerah tangkapan hujan dan jumlah curah hujan, disamping adanya penguapan dan hilangnya air hujan karena meresap ke dalam tanah. Namun hanya sebagian dari hujan yang jatuh pada daerah tangkapan akan menjadi aliran langsung air hujan. Penetapan tingkat layanan yang sesuai untuk suatu sistem drainase, juga berperan dalam mencegah gagalnya fungsi sistem drainase. Tingkat layanan yang optimal akan mengurangi biaya investasi yang ditanamkan, selain menjamin tetap berfungsinya sistem drainase selama umur pelayanan yang direncanakan. Untuk sistem drainase mikro disarankan periode ulang rancangan diambil antara 2 sampai 5 tahunan untuk salran tersier dan periode ulang 5 – 10 tahun untuk saluran sekunder. Periode ulang 25-100 tahunan dipakai untuk perencanaan sistem drainase makro. Kriteria dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan dimensi penampang saluran adalah sebagai berikut : 



Frekuensi banjir untuk pembuangan sekunder adalah sekali dalam 10 tahun (Q 10) atau banjir yang mempunyai peluang terjadi 10 % setiap tahun.



IX - 15



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana







Frekuensi banjir untuk pembuangan tersier adalah sekali dalam 2tahun (Q 2) atau banjir yang mempunyai peluang kejadian 50 % setiap tahun.







Intensitas hujan diperoleh dari grafik “Intenstity Duration Frequensi (IDF)” dari Prof. Sherman dengan bantuan “ Average Intensity “ dari Mononobe.



Perhitungan hidraulika digunakan untuk menganalisa dimensi penampang berdasarkan kapasitas maksimum saluran. Penentuan dimensi saluran baik yang ada (existing) atau yang direncanakan, berdasarkan debit maksimum yang akan dialirkan. Rumus yang digunakan adalah : Q



= A .V



Dimana : Q=



debit banjir rancangan Cm³/dt)



A=



luas penampang basah (m²)



V=



kecepatan rerata.



Rumus kecepatan menurut Manning : V = I/n . R 2/3 . I1/2 Dimana ; n



=



koefisien manning



R



=



radius hidraulik (m)



I



=



kemiringan saluran.



Dengan ; A



=



( B + mh ) h



P



=



B + 2 h (I + m²)0,5



R



=



A/P



Dimana ; B



=



lebar dasar saluran (m)



P



=



keliling basah saluran (m)



h



=



tinggi muka air (m)



m



=



kemiringan talud saluran.



IX - 16



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



9.7 Rencana Penanganan Banjir 9.7.1 Penanganan Sistem Drainase Makro Penanganan banjir di kawasan studi meliputi penanganan banjir sistem drainase makro dan sistem drainase mikro. Penananganan banjir makro merupakan lingkup daerah tangkapan air (cathment area) yang merupakan satu kesatuan dari hulu ke hilir. a. Penataan dan Pengawasan Tata Guna Lahan Pengaturan tata guna lahan di DAS dimaksudkan untuk mengatur penggunaan lahan, sesuai dengan rencana pola tata ruang yang ada. Hal ini untuk menghindari penggunaan lahan yang tidak terkendali, sehingga mengakibatkan kerusakan DAS yang merupakan daerah tadah hujan. Pada dasarnya pengaturan penggunaan lahan di DAS dimaksudkan untuk: -



Untuk memperbaiki kondisi hidrologis DAS, sehingga tidak menimbulkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.



-



Untuk menekan laju erosi daerah aliran sungai yang berlebihan, sehingga dapat menekan laju sedimentasi pada alur sungai di bagian hilir.



b. Waduk Konservasi Menampung lebih banyak air permukaan dengan membuat waduk atau embung mempunyai tujuan adalah memberi kesempatan dan jalan pada air hujan yang jatuh di lahan untuk meresap ke dalam tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu system tampungan. Pembuatan waduk atau embung sangat membantu sistem pengaliran drainase Kawasan Studi. Dengan embug ini air limpasan permukaan di daerah aliran sungai bagian hulu ditampung sementara dan pada proses penampungan akan memerlukan waktu konsentasi untuk mencapai debit rencana.



IX - 17



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



Gambar 9.13 Embung Konservasi



c. Normalisasi Saluran Alur Sungai Pelaksanaan normalisasi alur sungai sangat mendesak dilakukan terutama daerah tangkapan air (DAS) yang mengalami perkembangan daerah yang cukup pesat. Normalisasi sangat diperlukan untuk mengamankan alur sungai dan mampu menampung debit banjir rencana. d. Penerapan Batas – Batas Sempadan Sungai Batas – batas sempadan sungai sepanjang alur Sungai /Tukad harus terlihat di lapangan. Penerapan sempadan sungai sangat penting untuk kegiatan pemeliharaan sungai seperti ; pengerukan dasar sungai, perbaikan dan pengaturan sungai (tanggul dan perkuatan tebing). Batas – batas sempadan sungai sangat penting untuk mendapatkan akses menuju Sungai apabila nantinya ada perbaikan maupun pemeliharaan sungai.



B



H



Gambar 9.14 Batas-Batas Sempadan Sungai IX - 18



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



e. Pemeliharaan Sungai Pemeliharaan sungai adalah segala usaha yang bertujuan untuk menjaga kelestarian fungsi sungai. Pemeliharaan sungai meliputi pemeliharaan sungai, misalnya pengerukan dasar sungai dan juga pemeliharaan bangunan-bangunan dalam rangka perbaikan dan pengaturan sungai. Pemeliharaan sungai dilaksanakan secara berkelanjutan dan berencana. Pelaksanaan inspeksi sangat diperlukan untuk mengetahui keadaan sungai dan bangunan-bangunan yang ada, apabila ditemukan kerusakan-kerusakan pada bagian sungai maupun bangunan-bangunan perlu dilakukan perbaikan-perbaikan agar kerusakan yang terjadi tidak semakin parah. Kegiatan pemeliharaan sungai dalam mengoptimalkan fungsi sungai, diantaranya adalah sebagai berikut : - Pemeliharaan tanggul Konstruksi tanggul selesai dibangun, usaha pemeliharaan sudah



harus



dimulai.pengamatan yang seksama perlu dilakukan pada beberapa tahun setelah tanggul selesai dibangun. Pada periode masih terdapat kemungkinan terjadinya penurunan tanggul di beberapa tempat, longsoran permukaan tanggul dan lereng. Kerusakan-kerusakan yang terjadi harus segera diperbaiki.



- Pemeliharaan bangunan perkuatan lereng Bagian-bagian perkuatan lereng seperti ; pelindung lereng, pondasi, pelindung pondasi. Konstruksi perkuatan lereng dibangun dari bahan yang tahan lama, namun kerusakan pada bagian tersebut masih dapat terjadi setelah beberapa lama bangunan berfungsi. Kerusakan yang sekecil apapun harus segera diperbaiki atau dengan kata lain bangunan perkuatan lereng memerlukan pemeliharaan yang rutin.



- Pemeliharaan Bantaran Bantaran merupakan bagian dari daerah sungai yang bermanfaat untuk menampung dan mengalirkan sebagian dari aliran banjir. Pada daerah bantaran tidak boleh terdapat tanaman keras karena dapat menghambat aliran dan sangat berbahaya bagi stabilitas



IX - 19



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



tanggul. Lubang-lubang atau galian yang dekat dengan kaki tanggul perlu ditutup kembali setinggi bantaran agar tidak membahayakan stabilitas tanggul.



- Pemeliharaan Alur Sungai Pemeliharaan sungai meliputi pelaksanaan pengerukan akibat pengendapan pada bagian alur sungai. Pengendapan pada bagian alur sungai terjadi karena angkutan sedimen yang tidak seimbang. Pengendapan terutama di sebelah hilir sungai dekat pembuangan menuju laut. Bagian sungai yang terdapat pengendapan akan dapat mengurangi luas penampang basah sehingga kapasitas tampung sungai menjadi berkurang. Pada bagian sungai yang mengalami pengendapan perlu dilaksanakan pengerukan.



- Pemeliharaan Bangunan Sungai Bangunan sungai yang terdapat di sepanjang alur akan mengalami proses menua dan mengalami kerusakan sejalan dengan umur pelayanannya. Untuk mengoptimalkan fungsi bangunan sungai, pengamatan terhadap perilaku dari bangunan sungai harus dilaksanakan dan bila ada kerusakan harus segera diperbaiki.



9.7.2 Penanganan Sistem Drainase Mikro a. Terbentuk Pola Aliran Pembagian daerah tangkapan air (cathment area) pada sub area dan jaringan saluran sekunder terbentuk, maka arah dan pola aliran saluran drainase akan terlihat jelas kemana arah saluran itu dibuang. Dengan sistem jaringan dan pola aliran yang jelas pada saluran drainase akan membantu didalam merencanakan saluran drainase yang lebih detail. Pola aliran sistem jaringan drainase eksisting perlu ditingkatkan fungsinya melalui sistem operasi dan pemeliharaan secara periodik. Rencana pola aliran yang direncanakan harus mengoptimalkan fungsi saluran pembuang eksisting.



IX - 20



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



Gambar 9.15 Penataan Pola Aliran



b. Mengamankan Alur Saluran Pembuang Irigasi Pengamanan alur saluran pembuang irigasi harus segera dilakukan mengingat intensitas pembangunan prasarana pendukung pariwisata begitu cepat. Alur saluran pembuang irigasi di beberapa tempat mengalami penyempitan yang dapat mengurangi kapasitas aliran dalam saluran. Penyempitan alur saluran pembuangan irigasi terdesak permukiman perlu dinormalisasi agar dapat mengalirkan debit banjir rencana.



c. Penataan dan Pembuatan Saluran Sekunder Saluran yang terdapat di jalan raya utama maupun di permukiman sangat diperlukan penataan pola aliran. Umumnya saluran di tepi jalan raya utama eksisting mempunyai dimensi penampang saluran relatip sama dan beban aliran semakin ke hilir besar. Untuk membagi besaran aliran perlu dilakukan pengalihan di beberapa titik dan kesempatan untuk membuang aliran ke saluran pembuangan utama terdekat.



d. Normalisasi Saluran Normalisasi saluran pembuang irrigási Sangat



mendesak dilakukan untuk



mengantisipasi perkembangan daerah ini dan kebutuhan dimensi sesuai debit banjir rencana.



IX - 21



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



e. Redasain Bangunan Pelengkap Berdasarkan hasil pengamatan dan terdapat beberapa titik bangunan pelengkap yang ada di wilayah studi yang tidak memenuhi debit banjir rencana harus di redesain. Dimensi bangunan pelengkap yang kurang memenuhi sering menimbulkan permasalahan banjir pada setiap musim hujan.



f. Penataan Outfall-outfall Outfall-outfall yang ada sebagian besar dibangun secara parsial dan kurang efektif dalam mengalirkan air permukaan sehingga menimbulkan genangan-genangan pada setiap musim hujan sebagai contoh outfall-outfall yang dibangun di sebelah timur Legian. Kondisi permukaan lahan yang ada di sebelah timur Legian mempunyai elevasi yang sangat rendah dan beda tinggi antara permukaan lahan dengan dasar sungai Tukad Mati sekitar 0.30 – 0,50 m Outfall-outfall yang ada di sebelah timur maupun sebelah barat Tukad Mati kondisinya hampir sama yakni penempatan outfall kurang tertata sehingga berpotensi terjadi aliran balik menuju permukiman yang dekat sungai Tukad Mati.



Gambar 9.16 Pembangunan Outfall-Outfall secara parsial



IX - 22



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



Penataan outfall – outfall yang terdapat di sebelah barat dan timur Tukad Mati yang dimulai dari Jl. Nakula – sampai Jembatan Patih Jelantik sangat diperlukan melalui Outfall Consolidation. Outfall Consolidation merupakan sistem pembuangan aliran dari beberapa saluran yang dikumpulkan di saluran kolektor selanjutnya dialirkan melalui satu pintu yang dibuang menuju Tukad Mati.



Gb. 9.17



Soal 1. Sebutkan dan jelaskan Tahapan kegiatan dari pengambilan data sampai proses analisis dan penentuan alternatif sistem penanganan. 2. Sebutkan dan jelaskan Terjadinya alih fungsi lahan yang begitu besar di daerah perkotaan mempunyai dampak yang begitu besar terutama tehadap kemampuan kapasitas aliran saluran. 3. Jelaskan Tahapan Menentukan besarnya curah hujan rencana 4. Jelaskan Penentuan Kurva Intensitas – Durasi – Frekuensi (IDF) 5. Sebutkan parameter aliran yang mempengaruhi debit banjir rencana 6. Penentuan batasan sistem dan subsistem drainase 7. Dalam perencanaan drainase mikro harus memperhatikan tinjauan drainase makro 8. Bagaimana pendapat saudara tentang penerapan sumur resapan pada sistem drainase Kota 9. Jelaskan secara rinci konsep perencanaan sistem drainase perkotaan



IX - 23



PS. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana



10. Sebutkan dan jelaskan permasalahan drainase perkotaan yang terjadi selama ini sehingga menyebkan banjir/genangan pada setiap musim hujan. 11. Salah satu perumahan Nangka Permai memiliki lahan seluas 300 m2. Komposisi perumahan tersebut : rumah 150 m2 (=0.9) ; halaman 100 m2 (=0.30) ; Parkir 50 m2 (=o.90). Tanah pada lokasi perumahan mempunyai koefisien permeabilitas K = 1,50 x 10-4 m/dt. Kurva IDF mempunyai persamaan I 2 



855 dan diketahui Tc = t^0.695



20 menit, Td = 2jam. Faktor geometrik F = 5.5 R, hitung debit limpasan dan rencanakan sumur resapan. 12. Suatu daerah pengaliran saluran primer mempunyai luas 80 ha yang terdiri dari 35 % sawah dan 65 % perumahan. Panjang saluran primer dari hulu sampai hilr 2,50 km dengan kemiringan saluran rata-rata 0,0085. Intensitas hujan dengan periode ulang 20 tahun sebesar 85 mm/jam. a. Berapa waktu konsentrasi pada saluran primer tersebut. b. Berapa debit banjir dengan periode ulang 20 tahun. c. Tentukan dimensi saluran primer bagian hilir apabila lebar eksisting (5 – 8)meter dengan koef kekasaran saluran n = 0,020



IX - 24