4 0 4 MB
PERENCANAAN TULANGAN GESER DENGAN VARIASI END BLOCK PADA BETON PRATEGANG
TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh: ASAFIN AULIA PUTRI BUNGA NAPITUPULU 13 0404 074 Disetujui Oleh: Ir. BESMAN SURBAKTI, MT NIP. 19541012 198003 1 004
BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017/2018
i Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas setiap berkat dan kemurahannya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Terimakasih Allah yang turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan dalam segala aspek kehidupan saya. Penulisan Tugas akhir ini berjudul “Perencanaan Tulangan Geser Dengan Variasi End Block Pada Beton Prategang” ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatra Utara. Dengan rendah hati saya mohon maaf jika dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan dalam penulisan maupun perhitungan. Saya juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca dalam penyempurnaan tugas akhir ini. Saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Bapak Ir. Besman Surbakti, MT, selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar memberi bimbingan, arahan, dan saran kepada saya untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2.
Bapak Medis Sejahtera Surbakti, ST ,MT , selaku ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara.
3.
Bapak Ir. Andy Putra Rambe, MBA , selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara.
4.
Bapak Prof.Ing.Johannes Tarigan dan Bapak Agung Putra Handana, ST, MT, selaku Dosen Pembanding dan penguju Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara.
5.
Bapak/Ibu Dosen Staff Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan ilmunya kepada saya selama saya menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara.
6.
Kepada pegawai administrasi dan pegawai-pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara.
7.
Orang tua saya, Almarhum Pandapotan Ebenezer Napitupulu ,Ibu Dahlia Siahaan , Namboru Verenice Napitupulu dan Uda Luhut Napitupulu terima kasih
ii Universitas Sumatera Utara
untuk cinta dan dukungannya, atas setiap doa, harapan, materi dan didikan yang baik untuk saya. 8.
Saudara-saudara saya: Febe Mawar Nurindah, Gloria Patria Melati, Gabriel Nehemia, Melki Marganda Mardaulat, adik-adik yang selalu memotivasi saya. Kakak dan Abang saya, Priscilla Ebenanncy dan Panguluan Michael beserta keluarga mereka yang selalu mendukung saya dalam setiap keputusan saya.
9.
Teman-teman terdekat saya selama masa perkuliahan : Meriani, Artika, Cicilia, Dea, Elisa, Maylisa, Rizka Amalia , Rizka Meylani, Soraya yang selalu memotivasi dan mendukung saya.
10. Keluarga saya IMPERATIF; Vitania, Airin, Aridanu, Dicky, Yunus, Norma Eka, Risda, Tania, Desi Rut, Monalisa, Sapsen terima kasih untuk motivasi dan masih tetap berjuang, Tuhan memberkati kalian. 11. Teman-teman angkatan 2013; Andrew Agaton, Doni, Delvin, Firmansyah, Roni, Ary, Anugrah, Juanda, Angelina, Jeremy, terkhusus untuk panitia natal 2014 dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebut namanya satu per satu. 12. Junior-junior saya: Adik-adik natal 2014 terkhusus Feranita dan Cindy, Adikadik angkatan 2016 Evalina, Popo, Brenda dan adik-adik lainnya. 13. Millenium Private Les; Edwina, Farrel, Rafael, beserta staff dan pengajar 14. Seluruh pihak yang membantu dan mendukung saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini,
Saya menyadari Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari Bapak dan Ibu staff pengajar dan rekan-rekan mahasiswa dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih, saya berharap semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan,
Desember 2017
Asafin Aulia P B Napitupulu 13 0404 074
iii Universitas Sumatera Utara
PERENCANAAN TULANGAN GESER DENGAN VARIASI END BLOCK PADA BETON PRATEGANG ABSTRAK Daerah end block atau Anchorage zone memiliki konsentrasi tegangan yang sangat tinggi dan sangat berpotensi terjadinya bahaya retak. Diperluakan analisa khusus pada penulangan ujung balok untuk memikul gaya pencar (bursting), belah dan pecah (spalling) yang timbul akibat pengangkuran tendon. Tendon yang ditinjau merupakan tendon lurus dan tendon melengkung (drapped). Untuk mengukur tegangan-tegangan yang cukup rumit, metode analisis linear yang diberikan oleh Guyon, Magnel, dan Zeilensky dan Roe cukup dapat digunakan untuk memahami tingkat tegangan yang terjadi pada end block. Namun, metode-metode seperti diberikan T.Y Lin dan SNI dapat memberikan desain yang lebih aktual. Penulangan pada landasan ujung berdasarkan PCI girder turut memperkuat perencanaan tulangan geser pada variasi ujung solid maupun dapped. Pada pengaplikasiannya T.Y Lin dapat memberikan jumlah tulangan geser yang lebih efisien dibandingkan metode SNI (strut and tie), Penulangan pada landasan berujung Dapped juga memerlukan tulangan yang lebih rumit dibandingkan ujung solid. Penulangan geser pada landasan ini merupakan penjumlahan gaya lintang akibat pembebanan total ditambah gaya proyeksi kabel prategang terhadap arah sumbu Y vertical. Kata Kunci : endblock, Tulangan geser, Tendon melengkung, Tendon lurus, ujung solid, dapped end, Magnel, Guyon, Zielinsky and Rowe, Strut and Tie, T.Y lin, PCI girder
iv Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………..
ii
Abstrak……………………………………………………………………...........
iv
Daftar Isi………..………………………………………………………………...
v
Daftar Tabel……………………………………………………………………… viii Daftar Gambar …………………………………………………………..............
x
Daftar Notasi……………………………………………………………………..
xiii
PENDAHULUAN …………………………………………………….
1
1.1. Latar Belakang ………………………………………………………..
1
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………….
7
1.3. Tujuan ………………………………………………………………...
8
1.4. Manfaat ……………………………………………………………….
8
1.5. Batasan Masalah ………………………………………………………
8
1.6. Metodeologi …………………………………………………………..
9
BAB I
STUDI PUSTAKA …………………………………………………..
11
………………………………………………………..
11
2.1.1.
Keuntungan Beton Prategang ……………………………..
11
2.1.2.
Kelemahan Beton Prategang ………………………………
12
2.2. Sistem Beton Prategang ……………………………………………...
13
2.3. Sistem Perencanaan End block ………………………………………..
16
BAB II
2.1. Umum
v Universitas Sumatera Utara
2.3.1.
Transfer Prategang pada Batang Pratarik ………………….
17
2.3.2.
Sistem pascatarik daerah pengangkuran……………………
18
2.3.3.
Profil Baja Prategang ………………………………………
20
2.3.4.
Distribusi Tegangan pada Beton Pascatarik ……………….
22
2.3.5.
Penulangan Daerah Ujung ………………………………...
28
2.3.6.
Dapped-end ………………………………………………..
29
2.3.7.
Pembebanan pada Ujung Balok …………………………...
29
BAB III METODEOLOGI PENELITIAN …………………………………..
30
3.1. Umum ………………………………………………………………....
30
3.2. Metode SNI 2012 ……………………………………………………..
30
3.2.1
Analisis Tegangan Linear ………………………………….
31
3.2.2.
Model Strut and Tie ………………………………………..
40
3.2.3.
Penulangan pada Daerah Angkur ………………………….
42
3.3. Metode T.Y Lin ……………………………………………………..
45
3.4. Penampang Beton Prategang ………………………………………
46
3.5. Baja Prategang ………………………………………………………
47
3.5.1
Tata Letak Tendon Prategang ……………………………..
48
3.5.2.
Daerah limit kern …………………………………………..
48
3.5.3.
Daerah aman kabel ………………………………………...
50
3.6. Perencanaan Tulangan Geser pada End Block……………………….
52
3.7. Perencanaan Tulangan Geser Dapped End …………………………
55
vi Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………
58
4.1. Perencanaan End block dengan Tendon Melengkung ………………...
62
4.2. Analisis End block berdasarkan Metode SNI dan T.Y Lin …………...
71
Perencanaan Metode SNI 2002 ……………………………
71
4.2.1.1 Analisis Tegangan Linear …………………………...
71
4.2.1.2 Model Keseimbangan Strut and Tie ………………...
75
Perencanaan Metode T.Y Lin ……………………………
78
4.3 Desain Penulangan Geser Dapped End……………………………….
80
4.4 Penulangan Geser pada beberapa Variasi penampang End block ……
84
4.4.1
Pada balok konvensional dengan tendon melengkung …….
84
4.4.2
Pada balok konvensional dengan tendon lurus …………….
87
4.4.3
Pada Dapped End dengan Tendon Lurus ………………….
89
4.5 Penulangan Geser pada beberapa Variasi lengkung Tendon ………..
92
4.5.1
Tendon Lengkung 20o………………………………………
92
4.5.2
Tendon Lengkung 30o………………………………………
95
4.5.3
Tendon Lengkung 45o………………………………………
97
4.2.1
4.2.2
4.6 Diskusi Hasil Perencanaan …………………………………………...
100
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………
103
5.1. Kesimpulan ………………...................................................................
103
5.2. Saran …………......................................................................................
104
BAB V
Daftar Pustaka …………………………………………………………………..
xv
Daftar Lampiran ………………………………………………………………..
xvi
vii Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
BAB I Tidak tedapat tabel
BAB II Tabel 2.1 Nilai-nilai konstanta 𝛽 ……………………………………………….
19
BAB III Tabel 3.1 Koefisien untuk Tegangan pada Balok Ujung (Magnel)……………...
33
Tabel 3.2 Tegangan-tegangan vertical sepanjang sumbu pada ujung-ujung balok Prategang (guyon) ……………………………………………………
37
Tabel 3.3 Koefisien shear-friction yang disyaratkan ……………………………….
53
BAB IV Tabel 4.1 Keterangan angkur ……………...........................................................
59
Tabel 4.2 Perhitungan section properties ……………………………………….
59
Tabel 4.3 Perhitungan persamaan daerah aman kabel atas dan bawah serta asumsi ekivalen ……………………………………………………………….
67
Tabel 4.4 Perhitungan tulangan bursting metode magnel……………………….. 72 Tabel 4.5 Perhitungan tulangan bursting metode zeilinski and Rowe ………….
74
Tabel 4.6 Daftar perbandingan analisis tulangan bursting …………………………
74
Tabel 4.7 Detail Pelat angkur strut and tie………………………………………
75
Tabel 4.8 Tegangan tumpu strut and tie ………………………………………...
76
Tabel 4.9 Tumpu pada beban kerja perencanaan T.Y Lin ……………………...
79
viii Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10 Tumpu pada beban peralihan perencanaan T.Y Lin ……………........
79
Tabel 4.11 Tinjauan geser di atas garis netral ……………....................................
85
Tabel 4.12 Tinjauan geser di bawah garis netral ……………................................
85
Tabel 4.13 Jarak sengkang sepanjang balok beton prategang ……………………
86
Tabel 4.14 Tinjauan geser dan jarak sengkang yang digunakan …………………
88
Tabel 4.15 Perbandingan beberapa variasi tendon ……………………………….
100
Tabel 4.16 Perbandingan tulangan geser pada beberapa variasi end block ……...
101
BAB V Tidak tedapat tabel
ix Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
BAB I Gambar 1.1 Balok Beton Prategang (a) End Block pada Ujung kiri (b) Detail End Block [Winarni Hadipratomo, 2008] ………………………………..
1
Gambar 1.2 Zona Lokal dan Zona Global pada Endblock (Songwut Hengpratanee, 2004) ………………………………………………………………..
2
Gambar 1.3 Transmisi Gaya pada Blok ujung (Pelat Angkur Tunggal) (Nawy, 1996)..
3
Gambar 1.4 Contoh Model Penunjang dan Pengikat ……………………………….
5
Gambar 1.5 Isobar tegangan transfer di endblock …………….................................
6
Gambar 1.6 Balok berujung persegi,balok berujung Dapped dan Balok I Girder……...
7
Gambar 1.7 Diagram Alir Studi Analisis dan Desain End Block pada Beton Prategang .. 10
BAB II Gambar 2.1 Metode Penarikan Kabel Pratarik ……………………………………...
14
Gambar 2.2 Metode penarikan kabel Pascatarik ………………………………...
15
Gambar 2.3 Sistem Freyssinet Voorspan Sistem Losinger (VSL) …………………...
19
Gambar 2.4 Reaksi kabel terhadap balok ………………………………………..
21
Gambar 2.5 Daerah Terganggu (daerah yang diarsir merupakan daerah terganggu) 22 Gambar 2.6 Transmisi Gaya pada Balok ujung (Pelat Angkur Tunggal)……...............
24
Gambar 2.7 Transmisi Gaya pada Balok ujung (Pelat Angkur Ganda) ……………….
25
Gambar 2.8 Isobar dari tegangan Tarik Transversal ………………………………...
26
Gambar 2.9 Transmisi angker ujung untuk tendon terlekat (a) Transisi ke daerah solid di tumpuan (b)Zona ujung dan retak dan spalling ……............................
27
Gambar 2.10 Distribusi Teoritis dari tegangan Tarik .....................................................
28
x Universitas Sumatera Utara
BAB III Gambar 3.1 Gaya-gaya yang bekerja pada blok ujung ………………………………….
33
Gambar 3.2 Sistem Gaya terbagi Rata (Guyon) …………………………………….
35
Gambar 3.3 Sistem gaya terbagi rata dengan prisma ekivalen (Guyon) ……………….
35
Gambar 3.4 Distribusi Gaya-gaya Normal dan Geser ……………………………….
37
Gambar 3.5 Distibusi tegangan tarik pada balok ujung (Zielinski-Rowe) …………….
39
Gambar 3.6 Contoh Model Penunjang dan Pengikat) …….........................................
40
Gambar 3.7 Skema jejak gaya tekan pada model tekan-dan-tarik ……………………
42
Gambar 3.8 Susunan tulangan pada balok ujung ……………………………………
43
Gambar 3.9 Kantong-kantong dibelakang angkur …………………………………..
44
Gambar 3.10 Susunan kurungan baja di daerah angkur ..................................................
44
Gambar 3.11 Penyebaran gaya tekan pada pelat angker .................................................
45
Gambar 3.12 Limit kern dan daerah aman kabel ............................................................
49
Gambar 3.13 Hubungan limit kern dengan daerah aman kabel ......................................
50
Gambar 3.14 Bentuk tipikal daerah aman kabel (a) Desain normal (b) Desain optimum (hanya ada satu solusi P dan eo) (c)Penampang tidak kuat (preliminary)..
51
Gambar 3.15 Beban penyeimbang untuk melawan gerak vertical. (a) Balok dengan tendon berbentuk harped (b) Balok dengan tendon berbebtuk Drapped. (c)Vektor geser internal Vp akibat gaya prategang P pada elemen yang sangat kecil dx. (d) Vektor geser internal V akibat beban eksternal W pada elemen yang sangat kecil dx ………………………………………………… 52
Gambar 3.16 End block yang diberi penulangan ………………………………………
53
Gambar 3.17 Retak dan penulangan pada sambungan balok dapped-end...............
56
BAB IV Gambar 4.1 Potongan Melintang Balok ………………………………………………...
58
xi Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 Detail Angkur…………………………………………………………
59
Gambar 4.3 Diagram tegangan pratekan penuh ………………………………………...
61
Gambar 4.4 Penulangan balok prategang …………………………………………..
63
Gambar 4.5 Daerah Aman Kabel ………………………………………………….
66
Gambar 4.6 Tata letak tendon ……..........................................................................
70
Gambar 4.7 Tata letak tendon pada ujung balok dan tengah bentang …………………
70
Gambar 4.8 Gaya-gaya yang bekerja pada balok ujung ……………………………..
72
Gambar 4.9 Model Tekan dan Tarik ……………………………………………….
77
Gambar 4.10 Penulangan angker ujung (a) zona angker. (b) Penampang balok .............
78
Gambar 4.11 Daerah pengangkuran di ujung balok.........................................................
78
Gambar 4.12 Penulangan geser pada perencanaan T.Y Lin ............................................
80
Gambar 4.13 Dimensi dan gaya-gaya Dapped-End ........................................................
81
Gambar 4.14 Detail penulangan Dapped-End ................................................................
84
Gambar 4.15 Detail penulangan End Block Solid tendon melengkung............................
87
Gambar 4.16 Detail penulangan End Block Solid tendon lurus.......................................
89
Gambar 4.17 Detail penulangan Dapped-End ................................................................
92
Gambar 4.18 Dimensi dan gaya-gaya Dapped-End ........................................................
93
Gambar 4.19 Detail penulangan Dapped-End lengkung 20° ...........................................
95
Gambar 4.20 Detail penulangan Dapped-End lengkung 30° ...........................................
97
Gambar 4.21 Detail penulangan Dapped-End lengkung 45° ...........................................
99
Gambar 4.22 Gaya geser Ultimit yang digunakan untuk perhitungan tulangan geser….
102
BAB V Tidak tedapat gambar
xii Universitas Sumatera Utara
DAFTAR NOTASI
A
Luas penampang balok
𝐴1
Luas maksimum pada bagian dari permukaan pendukung yang secara geometris sama dengan luas yang dibebani dan konsentris dengannya
𝐴2
Luas bruto plat tumpu
𝐴𝑏
Luas netto efektif plat tumpu yang dihitung sebagai luas 𝐴𝑔 dikurangi dengan luas lubang-lubang di plat tumpu
At
Luas penampang daerah tulangan geser yang terdistribusi secara merata 1/5 panjangnya dari tinggi girder.
T
Tegangan efektif total
fs
Tegangan ijin penulangan geser
fc
Kuat tekan balok
fc ′
Tegangan Tekan
fy
Tegangan leleh baja
lt
Panjang daerah transfer diasumsikam 50 kali diameter strand
𝑑𝑏
Diameter baut
𝐿𝑑
Panjang penyaluran pada penampang kritis
𝛽
konstanta yang tergantung pada rincian strand dan kawat
h
Tinggi penampang
F
Gaya prategang aksial total pada ujung balok
M
Momen lentur
xiii Universitas Sumatera Utara
H
Gaya langsung (Horizontal)
V
Gaya geser (Vertikal)
𝑉𝑢
Gaya geser Ultimit/Netto
𝑊𝑏
Modulus penampang serat bawah
𝑌𝑡
Nilai eksentrisitas serat atas
𝐾𝑏
Jarak pusat serat bawah kern
𝐹𝑏𝑠𝑡
Tarikan memecah
𝑓𝑏
Beban tendon terfaktor maksimum 𝑃𝑢 dibagi dengan luas tumpu efektif 𝐴𝑏
𝑓𝑐
Tegangan tekan rata − rata dari prisma
𝑓′𝑐𝑖
Kuat tekan beton pada saat diberi tegangan
𝑓𝑣
Tegangan vertical
𝑓𝑡
Kekuatan tarik beton yang diperkenankan
𝑓ℎ
Tegangan langsung
γ
Tegangan geser
k
Koefisien
𝑒
eksentrisitas alat angker atau sekelompok alat yang berjarak dekat diukur dari pusat berat penampang balok
𝑃
Gaya angkur/pendongkrakan (Gaya tekan pada balok Ujung)
2𝑦𝑝𝑜
Tinggi pelat angkur
2𝑦𝑜
Tinggi prisma ekivalen
xiv Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Elemen struktur yang akan dianalisis pada studi ini adalah daerah pengangkuran (anchorage zone) atau end block pada beton prategang Pemindahan gaya dari tendon kepada beton dilakukan dengan mentransfer gaya pada beton atau dengan pengangkuran. Daerah di ujung balok sepanjang h yaitu tinggi balok, merupakan daerah terganggu yang merupakan daerah peralihan dari gaya prategang terpusat menjadi tegangan normal di daerah EF, sedangkan daerah CDEF disebut daerah end block.
Gambar 1.1 Balok Beton Prategang (a) End Block pada Ujung Kiri (b) Detail End Block [Winarni Hadipratomo, 2008]
Distribusi tengangan disekitar endblock pada dasarnya sangat kompleks, Berdasarkan prinsip Saint Venant’s, bahwa tegangan menjadi seragam dilokasi sejauh kira-kira sama dengan tinggi penampang (h) diukur dari lokasi pengangkeran
1 Universitas Sumatera Utara
Daerah dengan konsentrasi tegangan yang sangat tinggi dan sangat berpotensi terjadinya bahaya retak pada bagian ujung balok posttension disebut dengan “anchorage zone” atau “end zone”. (Antoine E. Naaman: 1976)
Secara umum zona ini terdiri atas dua bagian: 1.
Zona global/umum : Zona ini identik dengan zona angker total. Panjangnya sama dengan tinggi penampang h untuk kondisi standar.
2.
Zona lokal: Zona ini mempunyai bentuk prisma persegi dan berada disekitar angkur dan tulangan-tulangan kekangan. Panjang zona lokal ini harus ditinjau sebagai yang terbesar diantara lebar maximum atau panjang alat angker yang mengekang penulangan agar pengaruh tegangan tumpuan kecukupan tulangan kekangan yang tersedia meningkatkan kapasitas tumpu beton.
Gambar 1.2 Zona Lokal dan Zona Global pada Endblock (Songwut Hengpratanee, 2004)
Distribusi Tegangan pada EndBlock Pemusatan tegangan tekan yang besar dalam arah longitudinal terjadi dipenampang tumpuan pada segmen kecil di muka ujung balok, baik pada balok pratarik maupun pada balok pascatarik, akibat dari gaya prategang yang besar. Plat angker yang terletak pada ujung balok beton prategang akan menerima gaya pratarik, besarnya
2 Universitas Sumatera Utara
gaya prategang yang diberikan pada plat angker, daerah yang berada pada zona tersebut akan menerima tegangan tekan yang sangat besar yang diikuti dengan tegangan normal tarik disekitar tendon. Baja mutu tinggi diperlukan dalam beton prategang untuk menghasilkan dan menjamin pemberian baja prategang,yang memuaskan pada batang. Ada tiga bentuk gaya prategang yang digunakan: Kawat tunggal kawat puntir (wire strand) dan batang baja. Pada pekerjaan pascatarik,sejumlah besar kawat dikelompokkan secara pararel membentuk tendon. Penggunaan tendon ini sendiri ada yang berbentuk lurus seperti gambar 1.2 dan berbentuk melengkung. Penggunaan tendon ini mempengaruhi tegangan tarik yang kemudian mempengaruhi perencanaan tulangan geser pada endblock. Beton kurang dapat menahan tegangan tarik dengan efektif, oleh karena itu penulangan brusting dibutuhkan pada tempat dimana tegangan tarik tersebut terjadi. Berdasarkan analisis yang dilakuakan pada endblock terdahulu, perilaku endblock dapat diprediksi dengan menganalisa distribusi tegangan yang dapat digambarkan melalui isobar dan trayektori tegangan. Gaya-gaya yang bekerja pada balok ujung suatu beton prategang pascatarik seperti yang terlihat pada gambar 1.3, untuk plat angker tunggal dengan penampang berbentuk persegi.
Gambar 1.3 Transmisi Gaya pada Blok ujung (Pelat Angkur Tunggal) (Nawy, 1996)
Berdasarkan konsep tersebut maka analisa terhadap distribusi tegangan pada End Block menjadi penting untuk dilakukan guna mendapatkan disain yang tepat untuk menahan gaya yang terjadi pada daerah angker tersebut. Beberapa metode analisis
3 Universitas Sumatera Utara
elastis dapat dipergunakan untuk mengukur tegangan-teganagan ini seperti metode yang diberikan oleh Guyon (1953), Magnel, dan Zeilensky dan Roe. Walaupun metode-metode ini cukup dapat digunakan untuk memahami tingkat tegangan yang terjadi pada end block, namun metode ini tidak dapat memberikan kondisi aktual secara akuarat
(Antonie E.
Naaman-1982).
Kita akan
membandingkan dengan Model keseimbangan berdasarkan teori plastisitas seperti model Strut and Tie (model penunjang dan pengikat), Pada dasarnya kita dapat menerapkan Metode desain untuk zona umum pada beton prategang dengan metode-metode berikut : Metode perencanaan SNI Dalam metode perencanaan SNI ditentukan beberapa persayaratan yang digunakan dalam mendisain daerah angker. Ketentuan-ketentuan tersebut dijelasakan sebagai berikut: 1.
Metode berikut diperbolehkan untuk desain zona pengangkuran global yang asalkan prosedur khusus yang digunakan menghasilkan perkiraan kekuatan yang sangat sesuai dengan hasil pengujian yang komprehensif : a) Analisis tegangan linier (termasuk analisis elemen hingga), b) Model keseimbangan yang berdasarkan teori plastisitas seperti model Strut and Tie (model penunjang dan pengikat), atau c) Persamaan-persamaan yang disederhanakan.
2.
Persamaan-persamaan yang disederhanakan tidak boleh digunakan bilamana komponen struktur berbentuk bukan persegi, di mana diskontinuitas pada atau di sekitar zona pengangkuran global menyebabkan deviasi pada lintasan aliran gaya, bila jarak tepi minimum kurang dari 1-1/2 kali dimensi lateral angkur pada arah tersebut atau mempunyai angkur majemuk. Salah satu metode perhitungan yang dapat digunakan untuk perencanaan daerah pengangkuran global diperlihatkan pada Gambar 1.4, yaitu:
4 Universitas Sumatera Utara
𝑎 𝑇𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟 = 0.25 ∑ 𝑃𝑆𝑈 (1 − ) ℎ 𝑑𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟 = 0.5 (ℎ − 2𝑒)
Gambar 1.4 Contoh Model Penunjang dan Pengikat
3.
Urutan penarikan tendon harus dicantumkan dalam gambar rencana dan diperhitungkan dalam perencanaan.
4.
Pengaruh tiga dimensi harus diperhitungkan dalam desain dan dianalisis dengan menggunakan prosedur tiga dimensi atau di dekati dengan memperhitungkan penjumlahan untuk dua bidang ortogonal.
5.
Untuk alat angkur yang ditempatkan jauh dari ujung komponen struktur, tulangan dengan lekatan harus dipasang untuk menyalurkan gaya tidak kurang gaya dari 0,35 Ppu ke penampang beton yang berada di belakang angkur. Tulangan tersebut harus dipasang simetris mengelilingi angkur dan harus mempunyai panjang penyaluran yang memadai baik di depan maupun di belakang angkur.
6.
Bila mana digunakan tendon melengkung pada zona pengangkuran global, maka tulangan dengan lekatan harus diberikan untuk menahan gaya radial dan splitting, kecuali untuk tendon strand tunggal pada pelat atau bila analisis mmperlihatkan bahwa tulangan tersebut tidak dibutuhkan.
7.
Tulangan minimum dengan kuat tarik nominal sama dengan 2 % dari masingmasing gaya tendon terfaktor harus dipasang pada arah-arah ortogonal yang sejajar dengan sisi belakang dari daerah pengangkuran untuk membatasi
5 Universitas Sumatera Utara
spalling (pecah), kecuali untuk tendon strand tunggal pada pelat atau bila analisis memperlihatkan bahwa tulangan tersebut tidak dibutuhkan 8.
Kekuatan tarik beton harus diabaikan dalam perhitungan kebutuhan tulangan.
Metode Perencanaan T.Y. Lin
Metode analisis yang dilakukan oleh T.Y Lin didasari atas metode elastis linear, dengan menggunakan analisis elemen hingga untuk memvisualisasikan distribusi tegangan yan terjadi pada endblock, seperti pada Gambar 1.5. `
Penulangan web pada penampang prategang dilakukan dengan cara yang sama dengan balok beton bertuang konvensional. Pada perencanaan ini kita akan membahas perencanaan dan penulangan endblock dengan Metode Analisis linear, strut and tie dan dengan gaya geser dengan metode perencanaan T.Y Lin.
Gambar 1.5 Isobar tegangan transfer di end block
Suatu tendon dengan eksentrisitas yang berbeda agaknya bekerja sebagai suatu kabel gantung, meringankan sebagian pada beton tidak hanya karena tegangan lentur tetapi juga karena tegangan geser. Jadi gaya lintang yang ditahan
6 Universitas Sumatera Utara
oleh tendon dapat dihitung baik sebagai komponen vertical dari tarikan tendon atau sebagai geseran yang ditimbulkan oleh beban ekivalen suatu tendon lengkung yang mengalami tarikan yang berat memerlukan beban vertical untuk melenturkannya, sengkang dapat ditambahakan untuk mendapatkan kapasitas geser ultimit. Peraturan ACI tidak memperbolehkan sengkang miring atau tulangan yang dibengkokkan keatas pada batang prategang
1.2.
Rumusan Masalah
Pada Latar Belakang kita telah membahas dasar-dasar perhitungan tegangan hingga desain perencanaan berdasarkan gaya geser yang terjadi pada balok persegi, pada tugas akhir ini kita akan melihat perencanaan pada beberapa variasi endblock. Adapun rumusan masalah yang akan dianalisis berdasarkan latar belakang meliputi
a.
Bagaimana Fenomena yang terjadi pada endblock dengan beberapa variasi ditinjau dengan metode perencanaan SNI dan perencanaan T.Y Lin
b.
Bagaimana Pengaruh dari efek variasi end blok tersebut pada perencanaan dimensi dan tulangan yang akan digunakan?
7 Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.6 Balok berujung persegi,balok berujung Dapped dan Balok I Girder
1.3. Tujuan a.
Mengevaluasi fenomena yang terjadi karena variasi kabel dan dimensi end block baik berujung persegi,dapped maupun I Girder yang paling ekonomis.
b.
Mengetahui efek dari variasi end block terhadap desain dari beton prategang dan jumlah tulangan tarik dan penulangan geser
1.4. Manfaat Manfaat dari penulisan makalah ini adalah a.
Tulisan ini dapat menambah wawasan tentang perancangan end block yang ekonomis dan efisien untuk digunakan pada bangunan konstruksi.
b.
Diharapkan tulisan ini dapat menjadi bahan referensi pembelajaran teoritis tentang End Block pada beton prategang.
8 Universitas Sumatera Utara
1.5. Batasan Masalah Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : a.
Struktur balok dalam batas elastis, hal ini berarti bahwa material akan kembali kebentuk semula setelah pembebanan dilepaskan.
b.
Analisa untuk mendapatkan efek dari variasi kabel,dimensi terhadap gaya lintang pada end blok beton prategang
c.
Gaya yang terjadi adalah gaya prategang langsung yang bekerja pada angker
d.
Penampang yang dianalisa adalah balok persegi, balok berujung dapped, balok I girder .
e.
Hubungan antara balok dengan kolom struktur tidak ditinjau
f.
Beban yang dipikul adalah beban berdasarkan RSNI-T-02-2005 Standar Pembebanan Untuk Jembatan.
1.6. Metodeologi Metodeologi dan tahapan pelaksanaan yang dibuat penulis dalam pengerjaan tugas akhir ini menggunakan beberapa pendekatan antara lain : a.
Analisa Perhitungan secara Teoritis yaitu menghitung trayektori tegangan pada balok tepi/ endblock untuk menentukan tegangan geser actual dengan metode analisis elastis
b.
Membandingkan variasi dari end block terhadap Gaya geser yang terjadi pada beton Prategang.
9 Universitas Sumatera Utara
Diagram Alir :
Mulai
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat
Studi Literatur
Perencanaan Variasi bentuk End Block
Analisis dan Desain End Block
Metode perencanaan SNI dan T.Y. Lin
Distribusi Tegangan
Dimensi End Block
Penulangan Geser
Kontrol End Block
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 1.7 Diagram Alir Studi Analisis dan Desain End Block pada Beton Prategang.
10 Universitas Sumatera Utara
BAB II STUDI PUSTAKA.
2.1
Umum
Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikinan rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Pada batang beton bertulang, prategang pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangannya. Prategang terutama digunakan pada balok beton untuk menahan tegangan tarik yang disebabkan oleh berat batang dan beban beton untuk menahan tegangan taruik yang disebabkan oleh berat batang dan beban yang diterapkan kepadanya. Jika beban-beban ini menghasilkan momen-momen positif pada balok, prategang memungkinka pemberian momen negatif yang dapat menahan sebagian atau semua momen positif tersebut. Balok biasa harus mempunyai kekuatan yang cukup untuk menopang berat sendirinya dan juga beban-beban lain, tetapi prategang memungkinkan kita untuk mengasilkan pembebanan negatif yang akan mengurangi pengaruh berat balok, dan menghasilkan “balok ringan”. Pengamatan-pengamatan penting yang dihasilkan dari kerja penelitian yang mempelopori pada beton prategang ialah : 1. Perlunya pemakaian baja dan beton berkekuatan tinggi. 2. Pengetahuan tentang kehilangan pategang yang disebabkan oleh berbagai hal.
2.1.1 Keuntungan Beton Prategang Beton prategang memberikan keuntungan-keuntungan teknis besar dibandingkan dengan bentuk-bentuk konstruksi lainnya, seperti beton bertulang dan baja. a. Prategang memungkinkan kita unuk memanfaatkan seluruh penampang melintang batang dan menahan beban.
11 Universitas Sumatera Utara
Batang yang lebih kecil dapat digunakan untuk menahan beban yang sama, atau batang yang berukuran sama dapat digunakan untuk bentang yang lebih panjang. Berat batang memberikan keuntungan yang cukup besar dalam desain total struktur beton. b. Batang prategang bebas retak walau menerima beban kerja c. Batang Prategang lebih kedap air sehingga memberikan perlindungan korosi yang lebih baik untuk baja. d. Tidak memerlukan perawatan yang rumit dan berumur lebih panjang daripada batang beton bertulang yang mudah retak e. Momen negatif yang disebabkan pemberian prategang menghasilkan lengkungan/lendutan ke atas (camber) pada batang, sehingga total lendutan yang terjadi akan berkurang. f. Berkurangnya tegangan tarik diagonal g. Penampang memiliki kekakuan yang lebih besar dalam menahan beban kerja h. Meningkatkan daya tahan terhadap benturan dan lelah bila dibandingkan dengan beton bertulang biasa.
2.1.2 Kekurangan Beton Prategang Beton Prategang memerlukan penggunaan beton dan baja mutu tingi dan cetakan beton yang lebih rumit sehingga mengakibatkan biaya tenaga kerja yang tinggi. Kekurangan lainnya meliputi hal-hal berikut : a. Diperoleh control yang lebih ketat dalam proses pembuatan b. Kehilangan tegangan pada pemberian gaya prategang awal. c. Ketika gaya tekan karena prategang diterapkan pada beton, beton akan sedkit memendek, yang mengakibatkan kabel mengendur. Akibatnya, tegangan tarik kabel bekurang dan gaya prategang ikut berkurang dan gaya prategang ikut berkurang bahkan hilang d. Susut dan rangkak pada beton juga mempengaruhi kehilangan prategang ini.
12 Universitas Sumatera Utara
e. Desain kondisi tegangan tambahan lainnya harus diperiksa, seperti tegangan yang terjadi ketika gaya prategang pertama kali diterapkan dan kemudian setelah terjadi kehilangan prategang. Pemeriksaan tegangan-tegangan ini sama seperti ketika kita melakaukan pemeriksaan tegangan yang terjadi pada berbagai kondisi pembebanan. f. Diperlukan biaya tambahan untuk alat pengangkuran dan pelat pada ujung balok.
2.2 Sistem Beton Prategang Ada beberapa macam sistem beton prategang ditinjau dari beberapa segi: 1. Keadaan Distribusi tegangan pada Beton a. Full Prestressing Suatu sistem yang dibuat sedemikian rupa,sehingga tegangan yang terjadi adala tekan pada selurih tampang. Scara teoritis sistem ini tidak memerlukan tulangan pasif.. b. Partial Prestressing Dalam memikul beban, kabel baja prategang bekerja bersama tulangan pasif dengan tujuan agar strukturnya berperilaku lebih daktil
2. Cara Penarikan Baja Prategang Pada umumnya dua metode prategang yang sering digunakan adalah pratarik dan pascatarik, yaitu pemberian tekanan pada beton pratekan sebelum atau setelah beton dicetak/dicor. a. Pratarik Pratarik adalah keadaan di mana tendon prategang ditarik dan diangkur pada abutmen tetap. Beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan dengan melingkupi tendon yang sudah ditarik tersebut. Setelah beton cukup keras, tendon dipotong atau angkurnya dilepas dan gaya prategang disalurkan ke beton melalui lekatan. Metode ini terutama sangat cocok bagi produksi
13 Universitas Sumatera Utara
massal karena panjang bantalan pencetakan (casting beds) dapat dibuat sampai beberapa ratus kaki. Jika kekuatan beton mencapai kekuatan rencana, maka tendon/kabel dipotong. Saat baja mengalami kontraksi, maka beton akan tertekan. Metode ini tidak menggunakan duct,yaitu saluran kabel dalam besi. Metode ini hanya dapat digunakan untuk tendon yang lurus saja, dan tidak memungkinkan untuk tendon berbentuk kurva karena pengerjaannya yang sulit. Tendon dapat diletakkan memanjang pada seluruh panjang bantalan dan digunakan untuk mencetak beberapa balok pada satu garis di saat bersamaan.
a. Kabel di tarik dan diangkur
b.Beton di cor bersamaan dengan kabel dan dibiarkan mengeras
c. Kabel dipotong dan beton akan mengalami gaya tekan Gambar 2.1 Metode penarikan kabel Pratarik
b. Pascatarik Dalam konstruksi pascatarik, tendon ditegangkan setelah beton dituang dan mencapai kekuatan yang diinginkan. Dengan metofe ini memungkinkan untuk kabel dibentuk menjadi kurva karena sebelum beton dicor, terlebid dahulu disediakan duct ,yaitu saluran plastik atau logam, conduit, pipa, atau peralatan yang hampir sama, beserta tendon yang belum ditegangkan yang berada di dalamnya (atau dimasukkan kemudian) ditempatkan pada cetakan dan beton dituang. Setelah beton 14 Universitas Sumatera Utara
cukup keras, tendon ditegangkan dan diangkur secara mekanis pada peralatan pengangkuran di ujung balok untuk menjaga agar tendon tetap berada pada posisi tegang. Kemudian pascatarik, gaya prategang disalurkan ke beton tidak melalui lekatan, tetapi melalui dukungan ujung.
a. Kabel di masukkan ke dalam duct setelah beton mengeras
b.kabel di tarik
c. Kabel di angkur dan di-grouting Gambar 2.2 Metode penarikan kabel Pascatarik
3. Posisi penempatan Kabel a. Internal Prestressing Kabel prategang ditempatkan di dalam tampang beton. b. External Prestressing Kabel prategang ditempatkan di luar tampang beton.
4. Lekatan Kabel a.
Bounded Tendon Setelah penarikan kabel, dilakukan grouting atau injeksi pasta semen jedalam selubung kabel. Setelah bahan grouting mengeras terjadilah lekatan antara tendon dan beton disekelilingnya.
15 Universitas Sumatera Utara
b.
Unbounded Tendon Kabel prategang hanya dibungkus agar tidak terjadi lekatan dengan beton.
5. Bentuk geometri lintasan kabel a.
Lurus,banyak dijumpai pada sistem pratarik (pre-tensioning)
b.
Lengkung (draped), biasanya digunakan pada sistem pascatarik (posttensioning) Mempunyai alinyemen lengkung secara gradual, seperti bentuk parabolic, yang digunakan pada balok yang mengalami beban eksternal terbagi rata.
c.
Patah (harped), dijumpai pada sistem balok pracetak Tendon miring dengan diskontinuitas alinyemen di bidang-bidang dimana terdapat beban terpusat, digunakan pada balok yang terutama mengalami beban transversal terpusat.
2.3
Sistem Perencanaan End block (Daerah Ujung balok)
Daerah pengangkuran merupakan salah satu contoh daerah terganggu, sebagaimana teori balok tradisional seperti teori Bernoulli mengenai bidang datar akan tetap datar setelah lentur, tidak berlaku pada daerah terganggu. Panjang daerah zona angkur adalah sama dengan dimensi terbesar penampang. Sedangkan, untuk perangkat angkur tengah, zona angkur mencakup daerah terganggu di depan dan di belakang perangkat angkur tersebut. Secara umum, zona angkur dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1.
Zona angkur lokal, yang berbentuk prisma persegi yang berada di sekitar angkur dan tulangan-tulangan pengekang.
2.
Zona angkur global, yang merupakan daerah pengangkuran sejauh dimensi terbesar penampang yang juga mencakup zona angkur global.
16 Universitas Sumatera Utara
Untuk perencanaan daerah pengangkuran lokal dan global, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : 1.
Didasarkan pada gaya tendon terfaktor, p𝑠𝑢
2.
Faktor beban = 1.2 terhadap gaya penarikan tendon maksimum
3.
Faktor reduksi untuk zona pengangkuran pascatarik= 0.85
4.
Pada zona pengangkuran harus dipasang tulangan untuk memikul gaya pencar (bursting), belah dan pecah (spalling) yang timbul akibat pengangkuran tendon.
5.
Tulangan minimum dengan kuat Tarik nominal sama dengan 2% dari masing –masing gaya tendon terfaktor harus dipasang pada arah-arah ortagonal yang sejajar dengan sisi belakang dari daerah pengangkuran untuk membatasi spalling (pecah).
2.3.1 Transfer Prategang pada Batang Pratarik Pada sistem pratarik, apabila suatu kawat dilepaskan dari angkur sementara pada alas prategangnya, maka ujung kawat tersebut akan memuai. Hal ini memungkinkan gaya prategang berkurang sampai nol pada ujung kawat mengakibatkan tekanan-tekanan radial yang besar pada beton, menaikkan gayagaya gesekan (frictional forces) untuk membantu mentransfer gaya dari baja ke beton. Hal ini disebut efek Hoyer. Panjang transfer gaya prategang ini disebut panjang pengangkuran. Panjang Pengangkuran (L) terdiri dari panjang transfer (𝐿𝑡 ) dan panjang lekatan (𝐿𝑏 ). Menurut desain Aid 11.2.9 , strand yang digunakan untuk struktur beton prategang pratarik yang terdiri dari tiga atau tujuh kawat harus ditanam di luar daerah penampang kritis dengan panjang penyaluran 𝐿𝑑 tidak kurang dari : 𝐿𝑑 = 3000
𝑑𝑏 √𝑓′𝑐
di mana: 𝑑𝑏
= Diameter baut
17 Universitas Sumatera Utara
Suatu analisis perbandingan atas berbagai usulan menunjukkan bahwa hubungan semi-empiris yang dianjurkan Marshall (1969) dapat dipakai baik untuk kawat yang polos dan rata maupun strand dan hasil-hasil eksperimenalnya didapati secara umum sesuai dengan perkiraan untuk panjang tansmisi yang didasarkan pada rumus empiris. √𝑓𝑐𝑢 𝑥 103 𝐿𝑡 = √ 𝛽 Di mana, = kekuatan kubus beton pada saat transfer yang dinyatakan dalam N/𝑚𝑚2 = panjang penyaluran/transmisi dalam mm = konstanta yang tergantung pada rincian strand dan kawat
𝑓𝑐𝑢 𝐿𝑡 𝛽
Nilai-nilai konstanta 𝛽 untuk beberapa kawat dan strand yang khas dirangkum dalam tabel 2.1 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Rincian kawat atau strand Kawat dia. 2 mm Kawat dia. 5 mm Kawat dia. 7 mm Strand 7 kawat, dia. 10 mm Strand 7 kawat, dia. 12.5 mm Strand 19 kawat, dia. 18 mm Strand 7 kawat, dia. 19 mm Dua kawat dipuntir strand 7 kawat, dia. 6.25 mm
𝛽 0.144 0.0235 0.0174 0.144 0.058 0.0235 0.0235 0.077
Tabel 2.1 Nilai-nilai konstanta 𝛽
2.3.2 Sistem pascatarik daerah pengangkuran
Sistem-sistem prategang yang paling banyak dipraktekkan dalam perdagangan didasarkan pada prinsip-prinsip pengangkuran tendon berikut (Krisna N Raju,1986) : 1.
Aksi pasak yang menghasilkan suatu gesekan.
2.
Dukungan langsung dari paku keeling atau kepala baut yang dibentuk oleh ujung kawat.
3.
Melingkartakan kawat pada sekeliling beton.
18 Universitas Sumatera Utara
Sistem pascatarik Freyssinet yang dikembangkan dalam tahun 1939 telah mendorong dikembangkannya berbagai sistem baru yang ditemukan bertahuntahun kemudian dan pada saat sekarang ini terdapat lebih dari 64 sistem pascatarik yang telah dipatenkan menurut Abeles, seperti BBR Vdan BBR CONA, CCL, Macalloy, PSC, VSL, Dywidag, SCD, dll. Sistem pascatarik yang akan kita gunakan adalah Sistem pengangkuran Freyssinet standar VSL (Voorspan Sistem Losinger)
Gambar 2.3. Sistem Freyssinet Voorspan Sistem Losinger (VSL)
Secara ideal pascatarik cocok untuk pekerjaan yang dilaksanakan di tempat dengan bentang menengah (medium) sampai panjang di mana biaya penarikan hanya merupakan sebagian kecil dari seluruh pekerjaan dan dalam hal ini lebih ekonomis untuk memamkai sedikit kabel dengan gaya yang kecil. Pascatarik dapat dipakai secara menguntungkan untuk membuat batang-batang besar, seperti lantai jembatan yang berbentang panjang dengan dengan tipe gelagar kotak dengan memberikan prategang secara bersama-sama sejumlah unit pracetak yang lebih kecil. Selain keuntungan ini, manfaat utama dari pascatarik adalah bahwa ia memungkinkan pemakaian kabel – kabel melengkung atau yang berubah-ubah arahnya yang membantu perancang untuk mengubah distribusi prategang potongan demi potongan sehingga dapat mengimbangi beban-beban luar secara efisien.
19 Universitas Sumatera Utara
Selain itu, aspek-aspek material yang harus diperhatikan adalah : 1. Kuat tekan nominal beton pada daerah pengangkuran global dibatasi sebesar 0.7λ𝑓′𝑐𝑖 . 2. Tendon pasca Tarik tidak boleh ditegangkan sampai nilai kuat tekan contoh silinder yang dirawat sesuai dengan komponen strukturnya mencapai 28 MPa untuk tendon majemuk atau paling sedikit 17.5 MPa untuk tendon atau batang tunggal.
2.3.3. Profil Baja Prategang
Baja mutu tinggi merupakan bahan yang umumuntuk menghasilkan gaya prategang dan mensuplai gaya tarik pada beton prategang, Baja mutu tingi pada sistem prategang biasanya merupakan salah satu dari ketiga bentuk kawat (wire), untaian kawat (strand), batang (bars). Untuk sistem pascatarik banyak digunakan kawat,yang digabungkan secara pararel menjadi kabel.Tndon untuk tulangan prategang yang akan kita gunakan harus memenuhi spesifikasi berikut : a. Kawat baja, disesuaikan dengan spesifikasi ASTM A-421 untuk “ Uncoated Stressed-Relieved Wire for Prestressed Concrete” . b. Kawat baja dengan relaksasi rendah, disesuaikan dengan spesifikasi ASTM A-421 untuk “Spesification for Uncoated Stressed-Relieved Steel Wire for Prestressed Concrete” c. Untaian Kawat (strand) baja, disesuaikan dengan spesifikasi ASTM A416 untuk “ Uncoated Seven Wire Stressed-Relieved for Prestressed Concrete” d. Tulangan,yang sesuai dengan spesifikasi ASTM A722 “Spesifikasi untuk baja tulangan mutu tinggi tanpa lapisan untuk beton pratekan Kehilangan gaya prategang pada baja sesaat setelah penegangan pada baja akibat gesekan disepanjang tendon atau pada saat pengangkuran ujung (draw in) akan mempengaruhi gaya prategang pada beton dengan angka yang cukup signifikan. Untuk tuluan keefektifan desain, total kehilangan gaya prategang harus relatif lebih kecil dibandingkan dengan dengan gaya prategang yang bekerja.
20 Universitas Sumatera Utara
Adalah mungkin untuk memilih profil kabel pada batang beton prategang sedemikina rupa sehingga komponen transversal gaya kabel mengimbangi jenis beban luar tertentu. Dapat dilukiskan secara langsung dengan meninjau bebanbeban beton dengan tendon yang diganti oleh gaya-gaya yang bekerja pada balok beton tersebut seperti ditunjukkan dalam gambar dibawah.
Berbagai tipe reaksi kabel terhadap suatu batang beton tergantung pada bentuk profil kabel. Bagian kabel yang lurus tidak menimbulkan reaksi apa pun kecuali pada ujung-ujungnya, sedangkan kabel yang melengkung menimbulkan beban terbagi rata. Sudut tajam pada suatu kabel menimbulkan beban terpusat. Konsep perimbangan beban berguna dalam pemilihan profil tendon yang dapat memberikan sistem gaya yang paling disukai pada beton. Pada umumnya persyaratan ini akan dipenuhi kalau profil kabel pada suatu beton prategang sesuai dengan bentuk diagram momen lentur yang dihasilkan oleh beban luar. Kalau balok tersebut memikul dua beban terpusat, kabelnya harus mengikuti profil berbentuk trapesium. Jika balok tadi memikul beban terbagi rata, tendon yang bersesuaian harus mengikuti profil parabolis.
Gambar 2.4 Aksi kabel terhadap balok
21 Universitas Sumatera Utara
Metode penarikan kabel dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok: a.
Sistem Prategang Mekanis Baik sistem pratarik maupun pascatarik, metode yang paling umum untuk menarik kabel adalah dengan dongkrak. Pada sistem pascatarik, dongkrok digunakan untuk menarik baja dengan reaksi yang bekerja melawan dinding penahan ujung atau cetakan. Sedang, pada pratarik, dongkrak menarik melawan dinding penahan ujung atau cetakan.
b.
Sistem pratarik Elektris Sistem ini tidak memerlukan dongkrak, Baja diperpanjang dengan panas secara elektris.
c.
Sistem Prategang Kimiawi Reaksi kimia dalam semen ekspansif dapat menegangkan baja yang ditanam yang kemudian menekan beton. Hal ini sering diistilahkan dengan tertegang sendiri (self-stressing), tetapi dapat juga disebut sistem prategang kimiawi.
2.3.4 Distribusi Tegangan pada Beton Pascatarik Distribusi tegangan disekitar daerah terganggu pada dasarnya sangat kompleks, sehingga analisis balok tradisonal tidak dapat dipergunakan. Berdasarkan prinsip Saint-Venant’s, luasan daerah yang medan tegangannnya terganggu oleh kondisi tegangan ujung local yang tinggi dan terkonsentrasi pada dasanya mencakup daerah sejauh ketinggian penampang balok. Agar beton tidak mengalami keretakan akibat penegangan tendon,maka tulangan harus dipasang untuk menahan gaya pencar yang timbul akibat prategang.
Gambar 2.5. Daerah Terganggu (daerah yang diarsir merupakan daerah terganggu)
22 Universitas Sumatera Utara
Distribusi tegangan disekitar daerah terganggu pada dasarnya sangat kompleks, sehingga analisis balok tradisonal tidak dapat dipergunakan. Berdasarkan prinsip Saint-Venant’s, luasan daerah yang medan tegangannnya terganggu oleh kondisi tegangan ujung local yang tinggi dan terkonsentrasi pada dasanya mencakup daerah sejauh ketinggian penampang balok. Agar beton tidak mengalami keretakan akibat penegangan tendon,maka tulangan harus dipasang untuk menahan gaya pencar yang timbul akibat prategang. Pada daerah pengangkuran tendon harus dipasang tulangan untuk memikul gaya pencar, belah dan pecah yang timbul akibat pengangkuran tendon. Daerah di mana terdapat perubahan penampang yang mendadak harus diberi tulangan yang cukup. Di daerah angkur atau ujung balok (endblock) suatu elemen ujung beton prategang pascatarik, keadaan distribusi tegangannya rumit serta bersifat tiga dimensi. Pada hampir semua batang pascatarik (post-tension), kawat-kawat prategang dipasang dalam lubang atau saluran kabel, yang dibentuk dulu di dalam batang dan kemudian ditegangkan serta diangkur pada permukaan ujung. Sebagai akibatnya, gaya besar yang terpusat dalam daerah yang relatif sempit bekerja pada balok ujung. Gaya-gaya yang tidak kontiniu ini yang bekerja pada ujung, sambil berubah secara progresif ke distribusi linear yang kontiniu, menimbulkan tegangantegangan geser dan transversal. Menurut prinsip St. Venant, distribusi tegangan pada suatu jarak yang jauh dari permukaan yang dibebabani (umumnya pada suatu jarak yang sama dengan atau lebih besar dari tinggi balok) dapat dihitung dari teori lenturan sederhana. Daerah antara ujung balok dan penampang di mana hanya terdapat tegangan longitudinal pada umumnya disebut sebagai daerah angkur atau balok ujung. Tegangan-tegangan transversal yang timbul di daerah angkur yang bersifat tarik sepanjang bagian yang panjang dan karena beton lemah terhadap tarikan, maka harus diberi tulangan yang cukup untuk menahan tarikan ini. Dengan demikian dari segi pandangan perencana, sangat penting untuk mempunyai pengetahuan yang baik akan distribusi tegangan di daerah angkur, sehingga ia dapat memberikan
23 Universitas Sumatera Utara
jumlah baja yang cukup, yang terdistribusi secara tepat untuk menopang tegangantegangan tarik transversal. Gaya-gaya yang bekerja pada balok ujung suatu batang beton prategang pascatarik dtunjukkan dalam gambar 2.6. Suatu konsep fisis tentang keadaan tegangana dalam arah transversal, yaitu yang tegak lurus terhadap bidang-bidang yang sejajar dengan permukaan bidang tepi atas bawah balok, dapat diperoleh dengan meninjau garis-garis gaya ini sebagai serat-serat tersendiri yang bekerja sebagai topangan (strut) yang dipasang antar gaya ujung 2P dan batang utama dari balok. Kelengkungan topangan tersebut adalah konveks terhadap garis pusat balok,dan menimbulkan tegangan-tegangan tekan dalam daerah A. Dalam daerah B kelengkungan itu berarah sebaliknya dan topangan cenderung melendut kearah luar, memisahkan satu dengan yang lain dan dengan demikina menimbulkan tegangan tarik transversal. Didaerah C, topangan akan lurus dan sejajar sehingga tidak menimbulkan tegangan transversal dan hanya tegangan longitudinal saja yang timbul di daerah ini. Dalam gambar 2.7, balok ujung yang sama menerima beban total yang sama yang diterapkan melalui dua daerah secara simetris yang diatur separu bagian atas dan bawahdari balok. Oleh karena garis-garis gaya mengikuti pola yang sama dengan setengah jari-jari kelengkungan, maka panjang daerah angkur dibagi dua. Tarikan transversal yang timbul juga berkurang secara proporsinal. Dengan cara yang sama, maka banyak jumlah titik tangkap gaya prategang pada balok ujung, makin merata distribusi tegangannya.
A
B
C
Gambar 2.6 Transmisi Gaya pada Balok ujung (Pelat Angkur Tunggal)
24 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Transmisi Gaya pada Balok ujung (Pelat Angkur Ganda)
Distribusi tegangan transversal di daerah angkur yang menerima suatu gaya prategang yang ditempatkan secara simetris yang terdistribusi pada daerah yang sempit untuk menaikkan perbandingan 𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 yang bervariasi dari nol sampai 0.50 ditunjukkan oleh gambar 2.8. Garis-garis tegangan tranversal yang sama disebut sebagai isobar. Gambar tersebut menunjukkan pengaruh dari tinggi pelat angkur terhadap distribusi tegangantegangan tekan dan Tarik dalam arah transversal. Pada balok pascatarik, transfer dan distribusi beban secara gradual tidak mungkin terjadi karena gayanya bekerja secara langsung di muka ujung balok melalui pelat tumpu dan angker. Juga, sebagian atau seluruh tendon dibalok pascatarik ditinggikan atau dibentuk drapped kearah serat atas melalui bagian badan dari penampang beton. Adapun transisi secara tidak gradual pada tegangan tekan longitudinal dari dari yang terpusat ke bentuk yang terdistribusi linear menimbulkan tegangan tarik transversal besar di arah vertical (transversal). Retak longitudinal juga terjadi di daerah angker. Apabila tegangan tersebut melebihi modulus raptur beton, maka balok ujung akan terbelah (retak) secara longitudinal, kecuali apabila penulangan vertical digunakan. Lokasi tegangan beton dan retaknya serta retak spalling atau
25 Universitas Sumatera Utara
bursting bergantung pada lokasi dan distribusi gaya terpusat horizontal yang diberikan oleh tendon prategang ke pelat tumpu ujung.
Gambar 2.8 Isobar dari tegangan Tarik Transversal
Pada gambar 2.9 (a) peningkatan luas penampang secara gradual di lokasi yang semakin mendekati tumpuan tidak berkontribusi dalam mencegah retak spalling atau bursting , dan tidak mempunyai pengaruh pada pengurangan tarik transversal di beton. Dari Pengujian maupun analisis teoritis dari masalah tegangan tiga dimensi menunjukkan bahwa tegangan tarik dapat memperbesar. Dengan demikian, perkuatan pengangkeran sangat dibutuhkan di daerah transfer beban dalam bentuk tulangan tertutup, sengkang atau alat-alat penjangkaran yang menutupi semua prategang utama dan penulangan longitudinal prategang. Dalam hal balok pascatarik, perkuatan vertical perlu diadakan untuk mengekang kait di dekat muka ujung di belakang pelat tumpu. Analisis tegangan linear dapat memprediksi lokasi retak dan memberikan dan memberikan estimasi pendekatan yang dapat diyakini mengenai aliran tegangan sesudah terjadinya retak.
26 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Zona angker ujung untuk tendon terlekat (a) Transisi ke daerah solid di tumpuan (b) Zona ujung dan retak spalling
Daerah penulangan Tarik dihitung untuk memikul gaya tarik total yang diperoleh melalui integrasi tegangan tarik di beton. Di daerah tegangan tekan, jika gaya tekan sangat besar, adanya tulangan tekan tambahan menjadi keharusan. Analisis elemen hingga elastisitas linear menghasilkan penentuan yang lebih akurat mengenai keadaan tegangan di zona angker. Namun, proses perhitungan tersebut sangat memakan waktu dan biaya. Hasilnya mungkin hanya terbatas karena kesulitan dalam mendapatkan model yang memadai yang dapat secara benar memodelkan retak yang terjadi di beton. Analisis elemen hingga nonlinear untuk memprediksi respons pascaretak dapat mengatasi hal ini. Sekalipun demikian, perencanaan biasanya lebih menyukai jawaban yang sedikit kurang benar tetapi lebih cepat dalam praktek sehari-hari.
27 Universitas Sumatera Utara
2.3.5 Penulangan Daerah Ujung Di dalam daerah transfer pada balok pratark, tualangan transversal diperlukan untuk mencegah runtuhnya daerah ujung akibat retak beton sebagai akibat dari tegangan tarik transversal yang besar seringkali melebihi kekuatan tarik beton. Distribusi tegangan tarik teoritis ditunjukkan oleh gambar 2.10, yang didasarkan atas persamaan empiris yang diusulkan oleh Khrisna Murthy. Untuk tujuan desain tulangan ujung, telah diperkirakan suatu variasi linear dari tegangan tarik sepanjang setengah dari panjang transmisi untuk menghitung gaya tarik yang membelahnya.
Gambar 2.10 Distribusi Teoritis dari tegangan Tarik
Tegangan diberikan dalam bentuk sengkang-sengkang rapat yang menutupi semua tendon. Apabila digunakan sengkang berkaki tunggal, maka kita harus berhati-hati dalam mengikat sengkang-sengkang tersebut pada tendon bagian bawah dan atas dengan batang-batang melintang. Sengkang yang pertama harus ditempatkan sedekat mungkin dengan permukaan ujung dengan memperhatikan persyaratan pelindung beton minimum. Kira- dengan sepertiga panjang transmisi dari ujung, sisanya di distribusikan dalam jarak selebihnya. Pemadatan beton yang baik di daerah ujung dengan penggetaran adalah penting untuk mencapai beton yang padat dengan kekuatan yang tinggi.kira setengah dari tulangan seluruhnya sebaiknya terletak di dalam panjang yang sama .
28 Universitas Sumatera Utara
2.3.6. Dapped-End Balok Dapped end adalah salah satu elemen struktur yang tingginya dikurangi secara mendadak di ujung-ujungnya untuk memberikan dudukan atau landasan yang dibutuhkan di atas korbel atau breket atau konsol tanpa kehilangan tinggi bersih di antara lantai yang satu dengan yang lainnya.
2.3.7 Pembebanan pada Ujung Balok Pembebanan yang mempengaruhi desain ujung balok adalah pembebanan tahap awal sebelum pemindahan beton kelapangan dan pemberian beban rencana yang akan bekerja pada struktur, Pembebanan tahap awal merupakan pemberian gaya prategang terhadap balok atau girder yang belum dibebani beban eksternal. Sebelum diberi gaya prategang, beton masih lemah dalam memikul beban. Harus diperhitungakn susut beton dan retakan yang timbul akibat susut tersebut untuk menahan keruntuhan pada ujung balok. Curing beton harus sebelum peralihan gaya prategang. Pada saat diberi gaya prategang, pemberian gaya prategang harus memenuhi batas tegangan maksimum,karna pada tahap ini proses stressing dapat membuat tendon putus. Pada saat peralihan gaya prategang, Untuk komponen struktur posttension peralihan beban berlangsung secara bertahap, gaya prategang pada tendon dialihkan ke beton satu persatu tendon.
29 Universitas Sumatera Utara
BAB III METODEOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Perhitungan dalam penelitian ini akan menggunakan bantuan software sederhana Microsoft excel 2013. Analisis struktur balok diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya. Pada penelitian ditinjau perbedaan perhitungan penulangan pada end block, antara girder I yang ujung-ujungnya dipadatkan dengan yang berbentuk dapped. Ditinjau pula pengaruh tendon lurus dan tendon melengkung pada balok terhadap tulangan geser. Beton yang akan digunakan sebagai bahan analisis adalah standar PT. Wijaya Karya Beton sedangkan kabel prestress menggunakan produk VSL. 3.2 Metode SNI 2012 Dalam metode perencanaan SNI ditentukan beberapa persayaratan yang digunakan dalam mendesain daerah angker. Ketentuan-ketentuan tersebut dijelasakan sebagai berikut: 9.
Metode berikut diperbolehkan untuk desain zona pengangkuran global yang asalkan prosedur khusus yang digunakan menghasilkan perkiraan kekuatan yang sangat sesuai dengan hasil pengujian yang komprehensif : d) Analisis tegangan linier (termasuk analisis elemen hingga), e)
Model keseimbangan yang berdasarkan teori plastisitas seperti model Strut and Tie (model penunjang dan pengikat), atau
f) 10.
Persamaan-persamaan yang disederhanakan.
Persamaan-persamaan yang disederhanakan tidak boleh digunakan bilamana komponen struktur berbentuk bukan persegi, di mana diskontinuitas pada atau di sekitar
zona pengangkuran global
menyebabkan deviasi pada lintasan aliran gaya, bila jarak tepi minimum kurang dari 1-1/2 kali dimensi lateral angkur pada arah tersebut atau mempunyai angkur majemuk.
30 Universitas Sumatera Utara
11.
Urutan penarikan tendon harus dicantumkan dalam gambar rencana dan diperhitungkan dalam perencanaan.
12.
Pengaruh tiga dimensi harus diperhitungkan dalam desain dan dianalisis dengan menggunakan prosedur tiga dimensi atau di dekati dengan memperhitungkan penjumlahan untuk dua bidang ortogonal.
13.
Untuk alat angkur yang ditempatkan jauh dari ujung komponen struktur, tulangan dengan lekatan harus dipasang untuk menyalurkan gaya tidak kurang gaya dari 0,35 Ppu ke penampang beton yang berada di belakang angkur. Tulangan tersebut harus dipasang simetris mengelilingi angkur dan harus mempunyai panjang penyaluran yang memadai baik di depan maupun di belakang angkur.
14.
Bila mana digunakan tendon melengkung pada zona pengangkuran global, maka tulangan dengan lekatan harus diberikan untuk menahan gaya radial dan splitting, kecuali untuk tendon strand tunggal pada pelat atau bila analisis mmperlihatkan bahwa tulangan tersebut tidak dibutuhkan.
15.
Tulangan minimum dengan kuat tarik nominal sama dengan 2 % dari masing-masing gaya tendon terfaktor harus dipasang pada arah-arah ortogonal yang sejajar dengan sisi belakang dari daerah pengangkuran untuk membatasi spalling (pecah), kecuali untuk tendon strand tunggal pada pelat atau bila analisis memperlihatkan bahwa tulangan tersebut tidak dibutuhkan
16.
Kekuatan tarik beton harus diabaikan dalam perhitungan kebutuhan tulangan.
3.2.1 Analisis Tegangan Linear Hal ini meliputi perhitungan keadaan tegangan elastis linear secara rinci. Hal ini meliputi perhitungan keadaan tegangan elastis linear secara rinci. Penerapan metode elemen hingga ini agak dibatasi oleh sulitnya membuat model yang memadai yang dapat memodelkan retak yang terjadi dibeton. Sekalipun demikian, asumsi asumsi yang memadai dapat selalu dillakukan untuk mendapatkan hasil yang masuk akal.
31 Universitas Sumatera Utara
Analisis ini dapat memprediksi lokasi retak dan memberikan estimasi pendekatan yang dapat diyakini mengenai aliran tegangan sesudah terjadi retak. Daerah penulangan tarik dihitung untuk memikul gaya tarik lokal yang diperoleh melalui integrasi tegangan tarik dibeton. Di daerah tegangan tekan, jika gaya tekan sangat besar, adanya tulangan tekan tambahan menjadi keharusan. Analisis elemen hingga elastis linear menghasilkan penentuan yang lebih akurat mengenai keadaan tegangan di daerah zona angker. Namun proses perhitungan tersebut sangat memakan waktu dan biaya. Hasilnya mungkin akan terbatas karena kesulitan mendapatkan model yang memadai yang dapat secara benar memodelkan retak yang terjadi di beton Berikut ini beberapa metode analisis linear yang dalam prakteknya sering digunakan sehari-hari a. `Metode Magnel Dalam metode ini, balok ujung dipasang sebagai suatu balok yang menerima tegangan terpusat akibat penangkuram pada satu sisi dan beban-beban terbagi normal serta tangensial dari distribusi tegangan langsung linear distribusi tegangan geser dari sisi yang lain. Gaya-gaya yang bekerja pada balok ujung dan tegangantegangan yang bekerja pada titik sembarang pada sumbu horizontal yang sejajar dengan balok ditunjukkan dalam gambar 3.1. Distribusi tegangan pada penampang dapat diperkirakan dengan persamaanpersamaan berikut: 𝑓𝑉 = 𝐾1 (𝑀/𝑏ℎ 2 ) + 𝐾2 (𝐻/𝑏ℎ ) 𝜏 = 𝐾3 (𝑉/𝑏ℎ ) 𝑓ℎ = 𝑃/𝑏ℎ(1 + 12𝑒 ′2 /ℎ ′2 )
dengan catatan-catatan berikut : M = momen lentur H = gaya langsung(vertikal)
(arah-arah yang ditunjukan dalam gambar adalah +)
V = gaya geser (horizontal) 32 Universitas Sumatera Utara
fv = tegangan vertical fh = tegangan langsung
(Di titik A yang ditunjukkan dalam gambar)
γ = tegangan geser
°
Gambar 3.1 Gaya-gaya yang bekerja pada balok ujung
Konstanta k1, k2 dan k3 ditunjukkan dalam tabel 3.1, untuk jarak yang bervariasi dari permukaan ujung balok. Jarak dari ujung jauh x/h 0 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00
𝐾1
𝐾2
𝐾3
20.00 9.720 2.560 -1.960 -4.320 -5.000 -4.480 -3.240 -1.760 -0.520 0
-2.000 0.000 1.280 1.960 2.160 2.000 1.600 1.080 0.560 0.160 0
0.000 1.458 2.048 2.058 1.728 1.250 1.768 0.378 0.128 0.018 0
Tabel 3.1 Koefisien untuk Tegangan pada Balok Ujung (Magnel)
33 Universitas Sumatera Utara
Tegangan langsung 𝑓ℎ dihitung dengan menganggap bahwa beban terdispersi pada 45o dengan meninjau tinggi penampang yang terpotong di antara garis-garis disperse pada titik yang diperlukan pada sumbu horizontal. Tegangaan-tegangan utama yang bekerja pada titik tersebut dihitung dengan persamaan-persamaan umum : 𝑓𝑚𝑎𝑘𝑠 + 𝑓𝑚𝑖𝑛 = (
𝑓𝑣 +𝑓ℎ )± 2
1 √(𝑓𝑣 + 𝑓ℎ )2 + 4𝜏 2 2 2𝜏
𝑡𝑎𝑛 2𝜃 = (𝑓 −𝑓 ) 𝑣
ℎ
Tarikan memecah dihitung dari distribusi tegangan tarik utama pada sumbu yang diinginkan dan tulangan yang mencukupi didesain untuk menahan tegangan ini.
b. `Metode Guyon Guyon telah membuat tabel-tabel desain untuk perhitungan tarikan memecah pada balok ujung yang didasarkan atas penelitian-penelitiannya secara matematis yang terdahulu mengenai distribusi tegangan pada balok ujung yang menerima bebanbeban terpusat. Konsep prisma simetris atau ekivalen untuk kabel-kabel eksentris, dan metode pembagian untuk analisis tegangan yang timbul akibat kabel rangkap telah diperkenalkan oleh Guyon. Distribusi gaya pada ujung-ujung balok diperlukam dibawah katgori gaya terbagi rata dan gaya tidak terbagi rata. 1. Gaya terbagi rata Apabila gaya-gaya disusun sedemikian rupa sehingga resultan distribusi tegangannya pada suatu jarak yang sama dengan tinggi balok ujung berimpit dengan garis kerja gaya seperti ditunjukkan dalam gambar 3.2 ,maka gaya-gaya tersebut dianggap terbagi rata. Untuk gaya-gaya eksentris dan kabel rangkap, metode prisma simetris dapat dipakai. Metode ini terdiri dari suatu prisma beton yang sisinya sama dengan dua kali jarak gaya prategang dari tepi bebas terdekat seperti ditunjukkan oleh gambar 3.3. 34 Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.2. Sistem Gaya terbagi Rata (Guyon)
Gambar 3.3. Sistem gaya terbagi rata dengan prisma ekivalen
Kedudukan tegangan nol, tegangan transversal maksimum, dan besarnya untuk gaya-gaya yang terbagi rata dihitung dengan memakai koefisien-koefisien yang diberikan dalam tabel 3.2 dibawah kategori gaya aksial terbagi. Menurut Guyon, tarikan memecah dinyatakan sebagai
35 Universitas Sumatera Utara
𝐹𝑏𝑠𝑡
= 0.3 𝑃 [(1 − 𝑦𝑝𝑜/ 𝑦𝑜 )0.58 ]
Dimana: 𝑃
= gaya angkur
𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 = perbandingan distribusi 2𝑦𝑝𝑜
= tinggi pelat angkur
2𝑦𝑜
= tunggi prisma ekivalen 2. Gaya tidak terbagi merata
Apabila tidak memungkinkan untuk menyusun gaya-gaya ujung secara merata, Guyon menyarankan agar tegangan tarik transversal di selidiki sepanjang resultan berurutan, seperti : a. Resultan semua gaya, b. Resultan kelompok-kelompok gaya yang lebih kecil, dan c. Garis kerja masing-masing gaya. Garis kerja gaya resultan diambil sebagai sumbu suatu prisma ekivalen yang panjang dan tingginya sama dengan dua kali jarak sumbu terhadap tepi bebas atau prisma ekivalen yang berdampingan. Distribusi tegangan transversal dihitung dengan memakai koefien-koefisien yang diberikan dalam tabel 3.2, di bawah kategorigaya eksentrisitas terpusat dan gaya geser eksentris. Oleh karena koefisienkoefisien tersebut dapat diterapkan untuk gaya-gaya dengan interval seperdelapan tinggi prisma, maka gaya-gaya ujung harus diganti dengan suatu sstem ekivalen statis dar gaya-gaya normal dan geser yang bekerja dengan interval teratur ini seperti ditunjukkan dalam gambar 3.5
36 Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.4 Distribusi Gaya-gaya Normal dan Geser
Analisis tegangan sangat disederhanakan dengan menggunakan garis-garis pengaruh yang diberikan oleh Evans dan Bennett. Tulangan-tulangan yang sesuai didesain untuk menahan tarikan memecah pada daerah di mana tegangan tariknya melampaui kekuatan tarik beton yang diperkenankan,
Tabel 3.2 Tegangan–tegangan Vertikal Sepanjang Sumbu pada Ujung-ujung Balok Prategang (Guyon) (a) Gaya Aksial Terbagi Kedudukan tegangan Perbandingan distribusi nol 𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 𝑥/2 𝑦𝑜
Kedudukan tegangan maksimum, 𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 0.17 0.24 0.30 0.36 0.39 0.43 0.44 0.45 0.46
Perbandingan tegangan tarik maksimumterhadap tegangan rata-rata 0.50 0.43 0.36 0.33 0.27 0.23 0.18 0.13 0.09
0.00 0.00 0.10 0.09 0.20 0.14 0.30 0.16 0.40 0.18 0.50 0.20 0.60 0.22 0.70 0.23 0.8 0.24 (b) Gaya Eksentrisitas Terpusat Eksentrisitas gaya Jarak tegangan terhadap ujung balok, 𝑒/2 𝑦𝑜 𝑥/2 𝑦𝑜 0 1/12 1/6 ¼ 1/3 ½ +½ -2.187 -0.913 -0.428 -0.0414 +0.307 +0.399 + 3/8 -1.222 -0.601 +0.125 +0.192 +0.250 +0.242 +¼ -0.758 -0.025 +0.238 +0.152 +0.062 -0.024 + 1/8 -0.566 +1.004 +0.074 -0.144 -0.266 -0.262 0 0.000 -0.4448 -0.500 0.462 -0.423 -0.314 -1/8 -0.566 +1.004 +0.074 -0.144 0.266 -0.262 -1/4 -0.758 -0.025 +0.238 +0.154 +0.062 -0.024
¾ +0.192 +0.122 -0.016 -0.128 -0.161 -0.128 -0.016
37 Universitas Sumatera Utara
-3/8 -1.222 -0.601 +0.125 +0.192 +0.250 +0.242 +0.122 -1/2 -2.187 -0.913 -0.428 -0.014 +0.307 +0.399 +0.192 (c) Gaya Geser Eksentrisitas Eksentrisitas gaya Jarak tegangan terhadap ujung balok, 𝑒/2 𝑦𝑜 𝑥/2 𝑦𝑜 0 1/12 1/6 ¼ 1/3 ½ ¾ +½ 0 0 0 0 0 0 + 3/8 +5.06 +2.96 +0.87 +0.19 -0.05 -0.14 -0.07 +¼ +4.00 +3.10 +1.52 +0.44 -0.22 -0.20 -0.10 + 1/8 +0.566 +2.96 +0.87 +0.19 -0.05 -0.14 -0.07 0 0 0 0 0 0 0 -1/8 -0.566 -2.96 -0.87 -0.19 +0.05 +0.14 +0.07 -1/4 -0.400 -3.10 -0.152 -0.44 +0.22 +0.20 +0.10 -3/8 -5.66 -2.96 -0.87 -0.18 +0.05 +0.14 +0.07 -1/2 0 0 0 0 0 0 ( Perbandingan tegangan lokal terhadap tegangan rata-rata pada seluruh penampang + = tekan ; - = tarik )
c. Metode Zielinski dan Rowe Penelitian eksperimentak atas contoh-contoh prisma beton telah dilakukan oleh Zielinski dan Rowe dengan memakai teknik pengukuran regangan permukaan. Prisma beton tersebut mensimulasikan balok ujung dan parameter-parameter yang diteliti meliputi perbandingan bidan yang dibebani terhadap luas potongan melintang, saluran kabel, tipe angkur, dan beban retak serta beban ultimit. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa distribusi tegangan transversal dan beban ultimit pada balok ujung tidak terlalu dipengaruhi oleh 1. Angkur,apakah ditanam ataupun eksternal 2. Material angkur dan 3. Metode pengangkuran kawat-kawat. Hubungan-hubungan empiris telah dikembangkan oleh Zeilinski dan Rowe untuk menghitung tegangan tarik transversak maksimum dan tarikan memecah. Dengan melihat gambar , di mana sebuah balok ujun menerima suatu beban terpusat pada permukaan ujungnya, distribusi tegangan transversal didapati menjadi maksimum pada suatu jarak yang sama dengan 0,5𝑦𝑜 .
38 Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.5 Distribusi tegangan tarik pada balok ujung (Zielinski-Rowe)
Dengan memakai notasi-notasi berikut, 2𝑦𝑜
sisi prisma keliling (sama dengan prisma ekivalen dari metode Guyon)
2𝑦𝑝𝑜
sisi luas yang dibebani atau dipikul
𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 perbandingan sisi yang dibebani terhadap luas pendukung dari prisma 𝑓𝑣
teganagan tarik transversal
𝑓𝑐
tegangan tekan rata − rata dari prisma
𝑃𝑘
gaya tekan yang diterapkan pada balok ujung (gaya pendongkrakan tendon)
𝐹𝑏𝑠𝑡
tarikan memecah
𝑓𝑣(𝑚𝑎𝑘𝑠) teganagan tarik transversal Persamaan-persamaan yang direkomendasikan adalah 𝑓𝑣(𝑚𝑎𝑘𝑠) = 𝑓𝑐 [0.98 − 0.825 (𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 )] Berlaku untuk perbndingan-perbandingan 𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 = 0,3 sampai 0,7 39 Universitas Sumatera Utara
𝐹𝑏𝑠𝑡 = 𝑃𝑘 [0.48 − 0.4 (𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 )] Kalau tegangan tarik yang diambil oleh beton diperhitungkan, maka nilai yang dikoreksi dari tarikan memecah ditentukan dengan 𝐹𝑏𝑠𝑡(𝑑𝑖𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖) = 𝐹𝑏𝑠𝑡 [1 − (𝑓𝑡 /𝑓𝑣(𝑚𝑎𝑘𝑠) )2 Di mana, 𝑓𝑡 = kekuatan tarik beton yang diperkenankan Tulangan yang diperlukan untuk menahan tarikan memecah harus diatur antara 0,2𝑦𝑜 dan 2𝑦𝑜 di mana intensitas tegangan adalah maksimum.
3.2.2 Model Strut and Tie
Gambar 3.6 Contoh Model Penunjang dan Pengikat
𝑎 𝑇𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟 = 0.25 ∑ 𝑃𝑆𝑈 (1 − ) ℎ 𝑑𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟 = 0.5 (ℎ − 2𝑒) Dimana : ∑ 𝑃𝑆𝑈 = Jumlah dari beban tendon terfaktor 𝑑𝑏𝑢𝑟𝑠𝑡 = tinggi alat angker atau sekelompok untuk alat yang berjara dekat 𝑒
= eksentrisitas alat angker atau sekelompok alat yang berjarak dekat diukur dari pusat berat penampang balok
ℎ
= tinggi penampang 40 Universitas Sumatera Utara
Alat angker dipandang berjarak dekat apabila jarak as ke as-nya tidak melebihi 1,5 kali lebar alat angker tersebut. Tegangan tumpu ijin maksimum di dudukan alat angker tidak boleh melebihi yang terkecil di Antara dua nilai yang diperoleh dari persamaan berikut: 𝑓𝑏 ≤ 0.7ϕ 𝑓′𝑐𝑖 √𝐴1 /𝐴2 𝑓𝑏 ≤ 0.25 ϕ 𝑓′𝑐𝑖 Di mana 𝑓′𝑐𝑖
= kuat tekan beton pada saat diberi tegangan
𝐴1
= luas maksimum pada bagian dari permukaan pendukung yang secara geometris sama dengan luas yang dibebani dan konsentris dengannya
𝐴2
= luas bruto plat tumpu
𝐴𝑏
= luas netto efektif plat tumpu yang dihitung sebagai luas 𝐴𝑔 dikurangi dengan luas lubang-lubang di plat tumpu
Persamaan-persamaan ini hanya berlaku jika penulana di zona umum digunakan dan jika banyaknya beton disepanjan sumbu tendon didepan alat angker sedikitnya dua kali panjang zona lokal.
41 Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.7. Skema jejak gaya tekan pada model tekan-dan-tarik
3.2.3 Penulangan pada Daerah Angkur Tulangan utama pada daerah angkur harus didesain untuk menahan tarikan memecah yang ditentukan oleh oleh distribusi tegangan transversal pada sumbu kritis, yang biasanya berimpit dengan garis kerja gaya individual terbesar. Untuk angkur tipe pelat dan tertanam (Freysssinet), susunan tulangan yang khas di dalam balok ujung ditunjukkan dalam gambar 3.8. Tulangan berbentuk keset, spiral, putarbalik (loop), atau kait penyambung (link) umumnya dipasang dalam arah tegak lurus. Pengujian-pengujian oleh Zeilinski dan Rowe menunjukkan bahwa tulangan spiral lebih efektif daripada tulangan keset. Bila panjang rekatanyang tersedia adalah pendek,kait bulat,kait siku, atau tekukan siku-siku di perlukan, meskipun dengan memakai batang-batang berulir.
42 Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.8 Susunan tulangan pada balok ujung
Dalam kasus dimana timbul tegangan tarik sekunder atau yang menyebabkan lepas pada sudut-sudut, baja yang cukup dalam bentuk batang-batang penjepit rambut harus dipasang untuk mencegah keruntuhan daerah sudut. Kantong-kantong yang cukup pada umumnya dipasang dibelakang angkur sehingga tulangan –tulangan sekunder dapat ditekuk seperti ditunjukkan oleh gambar 3.9, dan kemudian kantong-kantong tersebut diisi dengan adukan semen setelah prategang diberikan. Selalu harus ada cukup ruangan untuk pemasangan dan penanganan dongkrak hidrolik, khususnya paa tepi bawah (sofit) balok apabila dipakai kabel yang dibalut, dan ini harus dipertimbangkan dalam mendesain cetakannya.
43 Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.9 Kantong-kantong dibelakang angkur
Dalam hal balok ujung, dimana pelat bantalan ditempatkan dekat dengan pinggiran balok seperti ditujukkan dalam gambar 3.10, sengkang harus disusun sedemikina rupa sehingga pelat bantalan tidak menutupinya. Tindakan ini untuk mencegah lepasnya beton disudut-sudut selama penegangan akibat perbedaan modulus elastis pada bidang yang berisi tulangan. Selalu dianjurkan untuk memasang sedikit tulangan tambahan dal situasi yang kurang meyakinkan, karena biaya baja angkur ujung hanya merupakan suatu bagian kecil saja dibandingkan dengan biaya keseluruhan batang structural. (Morice,1958)
Gambar 3.10 Susunan kurungan baja di daerah angkur
44 Universitas Sumatera Utara
3.3 Metode T.Y Lin Beberapa ketentuan dan formulasi berikut ini dapat digunakan dalam desain dan analisis daerah angker.
1. Bantalan (Bearing) untuk Angkur
Perhitungan tegangan tumpuan rata-rata di beton (fcp ) : Pada beban kerja : fcp = 0.6f′c √A′b /Ab Tatapi tidak lebih besar dari f′c Pada beban peralihan : A′
fcp = 0.8f′c √ A b − 0.2 b
Tetapi tidak lebih besar dari 1.25 f′ci
fcp
Tegangan beton kompresif ijin
fp
Tegangan beton
f′ci
Tegangan beton kompresif mula-mula
A′ b
luas maksimum pada bagian dari permukaan pendukung yang secara geometris sama dengan luas yang dibebani dan konsentris dengannya
Ab
luas bruto plat tumpu
Dianggap A′b /Ab ˃ 1.0
Gambar 3.11 Penyebaran gaya tekan pada pelat angker
45 Universitas Sumatera Utara
2. Tegangan tarik transversal pada balok ujung
Tegangan tekan langsung rata-rata (f) : f = F/A Dimana :
F = gaya prategang aksial total pada ujung balok A = luas penampang balok
Perhitungan Tegangan umum berasarkan isobar tegangan (Lihat ketentuan pada tabel yang diberikan pada metode Guyon ).
3. Daerah Pengangkuran
Desain sengkang untuk mengontrol retak horizontal pada ujung gelagar I girder yang diberikan pada gaya pratarik : At = 0.021
𝑇 ℎ . fs lt
Dimana ∶ At Luas penampang daerah tulangan geser yang terdistribusi secara merata 1/5 panjangnya dari tinggi girder. T
Tegangan efektif total
fs
tegangan ijin penulangan geser
lt
panjang daerah transfer diasumsikam 50 kali diameter strand
3.4
Penampang beton Prategang
Dalam desain balok yang ditumpu sederhana, jarak anatara garis cgc dan cgs, yang berarti eksentristas e, sebanding dengan gaya prategang yang dibutuhkan Karena momen ditengah bentang tersebut biasanya menentukan desain, maka eksentrisitas yang lebih besar di tengah bentang akan menghasilkan gaya prategang perlu yang lebih kecil,sehingga menghasilkan desain yang lebih ekonomis. Maka, penmapang T atau penampang I sayap lebar lebih cocok digunakan.
46 Universitas Sumatera Utara
Penampang ujung biasanya solid untuk menghindari eksentrisitas besar di bidang-bidang yang momennya nol, juga untuk meningkatkan kapasitas geser penampang tumpuan, serta mencegah kegagalan di aerah angker. Penampang lain yang sering digunakan adalah penampang T ganda. Penampang ini memberikan kemudahan dalam proses pengangkutan dan ereksi. Penampang bersayap dapat menggantikan penampang solid persegi panjang yang tingginya sama tanpa terjadinya kekuatan lentur, penampang persegi panjang umumnya digunakan balok berbentang pendek.
3.5
Baja Prategang
Karena tingginya kehilangan rangkak dan susut pada beton, maka prategang efektif dapat dicapai dengan menggunakan baja dengan mutu yang sangat tinggi 270,000 psi atau lebih (1862 MPa atau lebih tinggi lagi). Baja bermutu tinggi seperti ini dapat mengimbangi kehilangan di beton sekitarnya dan mempunyai taraf tegangan sisa yang dapat menahan gaya prategang yang dibutuhkan. Baja prategang dapat berbentuk kawat-kawat tunggal (tendon), strands yang terdiri atas beberapa kaawat yang dipuntir membentuk elemen tunggal dan batangbatang bermutu tinggi. Tiga jenis yang umum digunakan adalah : a. Kawat-kawat relaksasi rendah atau stressed-relieved tak belapisan. b. Strands relaksasi rendah atau stressed-relieved strands tak berlapisan. c. Batang-batang baja mutu tinggi tak berlapisan. Kawat-kawat atau strand yang tidak stressed-relieved, seperti kawat-kawat yang diluruskan atau kawat yang berpelumnas mengalami kehilangan relaksasi yang lebih tinggi. Kawat-kawat stressed-relieved adalah kawat-kawat tunggal ditarik-dingin sesuai dengan standar ASTM A 416
47 Universitas Sumatera Utara
3.5.1 Tata Letak Tendon Prategang Tegangan tarik pada serat beton yang terluar dari garis netral akibat beban layan tidak boleh melampaui nilai maksimum yang diizinkan oleh peraturan yang ada seperti SNI 2847 2013 pasal 20.4.2.3 tegangan tarik serat terluar akibat beban layan ≤ 1/2√𝑓𝑐 ′ . 1. Cari nilai eksentrisitas (c.g.s) 𝑌𝑏 = 𝛴 (𝐴. 𝑦) + 𝛴𝐴 𝑌𝑡 = 𝐻 − 𝑌𝑏 2. Cari Nilai modulus penampasng serat atas dan bawah (𝑊𝑏 𝑑𝑎𝑛 𝑊𝑡 ) 𝑊𝑏 = di mana momen Inersia
𝐼𝑥 𝐼𝑥 𝑑𝑎𝑛 𝑊𝑡 = 𝑌𝑏 𝑌𝑡
𝐼𝑥 = 𝛴 (𝐴. 𝑦 2 ) + 𝛴𝐼0
3. Cari jarak pusat ke serat atas kern 𝐾𝑡 dan serat bawah kern 𝐾𝑏 𝐾𝑏 =
𝑊𝑡 𝑊𝑏 𝑑𝑎𝑛 𝑘𝑡 = 𝐴𝑐 𝐴𝑐
Di mana : Ac = luas penampang Dari penentuan titik-titik kern atas dan bawah, jelaslah bahwa : a. Jika gaya prategang bekerja di bawah titik-titik kern bawah , tegangan tarik terjadi di serat ekstrimatas dari penampang beton. b. Jika gaya prategang bekerja di atas titik kern atas, tegangan tarik terjadi di serat ekstrim bawah penampang beton.
3.5.2 Daerah limit kern Limit Kern adalah daerah sepanjang balok dimana gaya aksial tekan tidak akan menyebabkan tegangan yang melebihi tegangan izinnya (baik tarik maupun tekan). Prategang sepanjang balok pada umumnya disesuaikan dengan mengubah eksentrisitas gaya prategangnya. Praktek ini umumnya dipakai dalam balok pascatarik degan memakai kabel-kabel yang melengkung. Dalam hal batang
48 Universitas Sumatera Utara
pratarik, tendon dapat dibengkokkan dengan memakai peralatan yang dipasang pada cetakan sebelum dicor. Setelah besarnya gaya prategang untuk penampang kritis ditentukan, daerah batas untuk gaya yang terikat oleh batas-batas atas dan bawah dapat ditetapkan dan dinyatakan sebagai fungsi dari momen-momen minimum dan maksimum, sifat-sifat penampang, gaya prategang, dan tegangantegangan yang diperkenankan pada beton pada saat transfer dan beban-beban kerja.
Daerah-batas ditentukan oleh empat persamaan yang diperoleh dengan mengkombinasikan pertidaksamaan tegangan.
𝑒0 − 𝑒0 −
𝑀𝑚𝑖𝑛 𝜎𝑡𝑡 ≤ 𝐾𝑏 ( + 1) 𝑃𝑖 𝜎𝑔𝑖 𝜎𝑐𝑡 𝑀𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝐾𝑡 ( + 1) 𝜎𝑔𝑖 𝑃𝑖
𝑀𝑚𝑎𝑥 𝜎𝑐𝑠 𝑒0 − ≥ 𝐾𝑏 ( + 1) 𝑃 𝜎𝑔 𝑒0 −
𝑀𝑚𝑎𝑥 𝜎𝑡𝑠 ≥ 𝐾𝑡 ( + 1) 𝑃 𝜎𝑔
}
𝐾𝑏 ′ 𝐾𝑏 ′
}
𝐾𝑡 ′ 𝐾𝑏 ′
Kurva-kurva yang ditunjukkan oleh dua dari keempat persamaan ini diberikan dalam gambar 3.12. Eksentrisitas positif digambarkan di bawah titik berat penampang. Daerah tendon yang diperkenankan hanya ditentukan dua dari keempat persamaan di atas, seperti dapat dilihat dari gambar tersebut. Dalam hal batang perisatis dengan suatu gaya prategang yang konstan ditentukan oleh persamaan berikut.
Gambar 3.12 Limit kern dan daerah aman kabel
49 Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.13 Hubungan limit kern dengan daerah aman kabel
3.5.3 Daerah aman kabel Daerah aman kabel adalah daerah sepanjang balok dimana bila kabel ditempatkan pada daerah tersebut tidak akan menyebabkan terjadinya tegangan yang melebihi tegangan izinnya (baik Tarik maupun tekan) Dari persamaan di atas dapat diperoleh: 𝑒0 −
𝑀𝑚𝑎𝑥 ≥ 𝐾′𝑡 𝑃
𝑒0 −
𝑀𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝐾′𝑏 𝑃𝑖
Maka nilai 𝑒0 berada pada 𝐾′𝑡 +
𝑀𝑚𝑎𝑥 𝑀𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝐾 ′𝑏 + 𝑃 𝑃𝑖
Daerah mana batas (𝑒0𝑎 ) dan bawah (𝑒0𝑏 ) didefenisikan sebagai berikut: 𝑒0𝑎 = 𝐾′𝑡 +
𝑀𝑚𝑎𝑥 𝑃
𝑒0𝑏 = 𝐾 ′ 𝑏 +
𝑀𝑚𝑖𝑛 𝑃𝑖
50 Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.14 Bentuk tipikal daerah aman kabel (a) Desain normal. (b) Desain optimum (hanya ada satu solusi P dan eo). (c) Penampang tidak kuat (preliminary))
Lintasan tendon untuk perencananan melengkung menggunakan rumus parabola : 𝑦 = 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 Tendon yang melalui persamaan ini dihitung dengan rumus : 𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝
51 Universitas Sumatera Utara
3.6
Perencanaan Tulangan Geser pada End Block
Geser lentur di balok beton prategang meliputi efek gaya prategang tekan eksternal yang harus dimiliki oleh balok beton bertulang. Komponen vertical gaya tendon prategang mengurangi gaya geser vertical yang diakibatkan oleh gaya transversal eksternal dan beban transversal netto yang dialami suatu balok jauh lebih kecil pada balok prategang dibandingkakan dengan balok bertulang. Gaya tekan dari tendon prategang, bahkan di dalam hal tendon lurus , sangat mngurangi efek tegangan lentur tarik, sehingga besarnya retak lentur di komponen struktur prategang berkurang. Dengan demikian,gaya geser dan tegangan utama yang dihasilkan oleh pada balok prategang sangat jauh lebih kcil disbanding balok bertulang. Gambar 3.13 mengilustrasikan kontribusi komponen vertical gaya tendon pada bagian penyeimbangan atau sebagian besar dari gaya vertical V yang ditimbulkan beban transversal eksternal. Gaya geser netto yang dipikul oleh beton adalah 𝑉𝑐 = 𝑉 + 𝑉𝑝
Gambar 3.15 Beban penyeimbang untuk melawan gerak vertical. (a) Balok dengan tendon berbentuk harped (b) Balok dengan tendon berbebtuk Drapped. (c) Vektor geser internal Vp akibat gaya prategang P pada elemen yang sangat kecil dx. (d) Vektor geser internal V akibat beban eksternal W pada elemen yang sangat kecil dx
52 Universitas Sumatera Utara
Analisis geser balok harus dilakukan dengan cara perencanaan berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT).
Retak bursting horizontal potensial
Ash
Retak vertikal potensial NU w
ld
VU
Gambar 3.16 End block yang diberi penulangan
1. Luas penulangan tumpuan Luas penulangan yang secara nominal tegak lurus terhadap bidang retak yang diasumsikan dapat diperoleh dari 𝐴𝑣𝑓 =
𝑉𝑢𝑝 𝜙𝜇𝑒 𝑓𝑦
Di mana shear-friction : 𝜇𝑒 =
1000𝜆𝑏ℎ𝜇 𝑉𝑢
≤ nilai pada tabel 3.3. tabel 3.3. Koefisien shear-friction yang disyaratkan.
Crack interface Condition
Recommended 𝜇
Maximum
Maximum
𝜇𝑒
𝑉𝑢 = 𝜙𝑉𝑛 ′
1. Concrete to concrete, cast monolitithically 2. Concrete to Hardened concrete, with roughned surface 3. Concrete to concrete
1.4𝜆
3.4
0.3𝜆2 𝑓𝑐 𝐴𝑐𝑟 ≤1000𝜆2 𝐴𝑐𝑟
1.0𝜆
2.9
0.25𝜆2 𝑓𝑐 𝐴𝑐𝑟 ≤1000𝜆2 𝐴𝑐𝑟
0.6𝜆
2.2
0.2𝜆2 𝑓𝑐 𝐴𝑐𝑟 ≤800𝜆2 𝐴𝑐𝑟
4. Concrete to steel
0.7𝜆
2.4
0.2𝜆2 𝑓𝑐 𝐴𝑐𝑟 ≤800𝜆2 𝐴𝑐𝑟
′
′ ′
(sumber : PCI Design Handbook/ sixth edition)
53 Universitas Sumatera Utara
Penulangan vertical 𝐴𝑠ℎ yang melintasi retak-retak horizontal potensial dapat ditentukan dari 𝐴𝑠ℎ =
(𝐴𝑣𝑓 + 𝐴𝑛 )𝑓𝑦 𝜇𝑒 𝑓𝑦𝑠
Di mana :
𝐴𝑛 =
𝑁𝑢 𝜙𝑓𝑦
2. Tulangan Geser Sumbangan tulangan geser tegak dan miring terhadap kekuatan geser batas, 𝑉𝑠 , ditentukan dengan persamaan berikut: a) Untuk tulangan geser tegak lurus 𝑉𝑠 =
𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 . 𝑑 𝑠
b) Untuk tulangan geser miring 𝑉𝑠 =
𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 (sin 𝛼 + cos 𝛼). 𝑑 𝑠
Di mana 𝛼 menyatakan sudut Antara sengkang miring dan sumbu longitudinal komponen struktur, dan 𝑑 adalah jarak dari serat tekan terluar terhadap titik berat tulangan tarik longitudinal, tapi tidak perlu diambil kurang dari 0.8ℎ. Dalam segala hal 𝑉𝑠 tidak boleh melebihi (2√𝑓𝑐 ′/3) 𝑏𝑣 . 𝑑.
Kekuatan geser rencana harus diambil sebesar 𝜙𝑉𝑛 , di mana kuat geser batas 𝑉𝑛 , dan 𝜙 adalah factor reduksi kekuatan. 𝜙𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 Luas tulangan geser minimum adalah 𝐴𝑣 = (
𝑏𝑣 . 𝑠 ) 3𝑓𝑦
Bila gaya prategang efektif tidak kurang dari 40% kekuatan tarik tulangan, tulangan geser minimum dapat dihitung dengan persamaan di atas atau persamaan berikut : 54 Universitas Sumatera Utara
𝐴𝑣 =
𝐴𝑝𝑠 . 𝑓𝑝𝑢 . 𝑠 𝑑 √ 80. 𝑓𝑦 . 𝑑 𝑏𝑤
Persyaratan tulangan geser yang harus diterapkan dalam perencanaan geser : a. Jika gaya geser rencana terfaktor 𝑉𝑢 tidak melebihi kekuatan geser rencana balok dengan tulangan geser minimum 𝑉𝑢 ≤ 𝜙𝑉𝑛 .min, maka hanya perlu dipasang tulangan geser minimum. Syarat pemasangan tulangan geser minimum ini pada balok bias diabaikan jika 𝑉𝑢 ≤ 𝜙𝑉𝑐 dan tinggi total komponen struktur tidak melebihi nilai terbesar dari 250 mm dan setengah lebar badan. Ketentuan mengenai tulangan geser minimum dapat diabaikan bila menurut pengujian yang mensimulasikan pengaruh perbedaan penurunan, susut, rangkak dan perubahan suhu yang mungkin terjadi selama masa layan, komponen dapat mengembangakan kuat lentur dan geser nominal yang diperlukan. b. Jika 𝑉𝑢 ≤ 𝜙𝑉𝑛 . 𝑚𝑖𝑛, maka harus dipasang tulangan geser dengan kuat geser batas 𝑉𝑠 . c. Jika komponen vertical 1 gaya prategang 𝑉𝑝 lebih besar dari gaya geser rencana 𝑉𝑝 ˃𝑉𝑢 , maka gaya geser rencana semula harus dimodifikasi menjadi 𝑉𝑢 = 1.2𝑉𝑝 − 𝑉𝑢 𝑎𝑤𝑎𝑙 dan untuk perhitungan selanjutnya 𝑉𝑝 dianggap nol.
3.7
Perencanaan Tulangan geser Dapped End
Pada balok yang tidak prismatic atau tinggi penampangnya bervariasi, perhitungan kekuatan geser harus memperhitungkan komponen gaya tarik ataau tekan miring akibat adanya variasi tinggi penampang. Dapped end tipikal pada balok prategang pada gambar 3.14.Ada dua jenis retak yang dapat timbul : retak 2 adalah geser langsung, sedangkan retak 3,4 dan 5 adalah retak tarik diagonal yang disebakan oleh lentur dan tarik aksial di daerah yang tingginya lebih kecil dan konsentrasi tegangan di pojok dimana perubahan tinggi penampang terjadi. Berdasarkan PCI design handbook, jenis-jenis penulangan berikut ini, seperti terlihat pada gambar tersebut, harus digunakan : 55 Universitas Sumatera Utara
a.
Penulangan Lentur 𝐴𝑓 ditambah penulangan tarik aksial 𝐴𝑛 pada ujung yang diperpanjang. Dimana 𝐴𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛 , yang harus menahan tegangan lentur kantilever.
b.
Penulangan friksi-geser 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛 ditambah penulangan tarik aksial 𝐴𝑛 untuk menahan gaya geser vertical langsung dilokasi bagian balok yang tingginya berubah secara mendadak yang menyebabkan retak 2.
c.
Penulangan geser 𝐴𝑠ℎ , untuk menahan tarik diagonal yang terjadi di pojok dimana terjadi perubahan tinggi,yang dapat menyebabkan retak 3.
d.
Penulangan tarik diagonal 𝐴ℎ + 𝐴𝑣 , untuk menahan retak tarik diagonal potensial 4 di bagian balok yang tingginya tidak penuh.
e.
Panjang penyaluran 𝐴𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛 untuk menahan retak tarik diagonal potensial 5 di bagian balok yang tingginya penuh.
Gambar 3.17 Retak dan penulangan pada sambungan balok dapped-end
56 Universitas Sumatera Utara
Perencanaan Dapped end beam ini menggunakan PCI 6th edition sebagai referensi. 1.
Lentur dan aksial tarik pada ujung yang diperpanjang 𝐴 𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛 =
Dimana :
1 𝑎 ℎ [𝑉𝑢 ( ) + 𝑁𝑢 ( )] 𝜙𝑓𝑦 𝑑 𝑑
𝑎
Panjang geser,diukur dari pusat perletakan ke tengah Ash
d
Jarak dari atas ke pusat As
𝑓𝑦 0.2𝑥𝑉𝑢 jika tidak diberikan nilai yang pasti 𝑁𝑢 0.2𝑥𝑉𝑢 jika tidak diberikan nilai yang pasti 2.
Geser Langsung Retak vertical ditahan oleh 𝐴𝑠 dan 𝐴ℎ seperti terlihat pada gambar 3.14. Perkuatan ini dapat dihitung dengan : 𝐴𝑠 =
2𝑉𝑢 + 𝐴𝑛 3𝜙𝑓𝑦 𝜇𝑒
𝐴𝑛 =
𝑁𝑢 𝜙𝑓𝑦
𝐴ℎ = 0.5 (𝐴𝑠 + 𝐴𝑛 ) 3.
Tarik Diagonal Sudut Retak diagonal pada sudut dapat dihitung dengan menggunakan rumus : 𝐴𝑠ℎ =
4.
𝑉𝑢 𝜙𝑓𝑦
Tarik Diagonal pada Ujung yang Diperpajang Perkuatan tambahan untuk retak jenis 4 dapat dihitung dengan rumus 𝜙𝑉𝑛 = 𝜙(𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 + 𝐴ℎ . 𝑓𝑦 + 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) Luasan tulangan minimum perlu sebagai berikut 𝐴𝑣 =
1 𝑉𝑢 ( − 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) 2𝑓𝑦 𝜙
57 Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Produk girder pada proyek ini oleh PT. Wijaya Karya Beton (Wika Beton) menggunakan sistem balok girder Post-Tension. Pelaksanaan stressing yaitu VSL (Voorspan System Losinger). Data-data 1. Jenis Jembatan
: Lalu Lintas Atas
2. Status Jalan
: Jalan Arteri Primer Kelas 1
3. Konstruksi Jembatan
: Jembatan Prategang dengan Lantai Komposit
4. Spesifikasi Balok Jarak Tiap Tumpuan (Span) : 25 meter (panjang balok 25,60 m) Tinggi Balok
: 1600 mm
Kuat Tekan Beton
: 40 Mpa
Susunan Segmen Balok
Gambar 4.1 Potongan Melintang Balok; (a) bagian ujung balok (b) bagian balok
58 Universitas Sumatera Utara
5. Spesifikasi Angkur Jenis Kabel Prategang
: Strand cable (Standar VSL) ASTM-A416 grade 270 low relaxation
Diameter Strand
: 12.7 mm
Luasan Efektif
: 98.78 mm
Beban putus satu tendon
: 1860 Mpa
Susunan Angkur
: °min
Gambar 4.2 Detail Angkur Tendon Unit Strand type 12.7 mm 5-12 5-19
Dimensi (mm) A
B
215 265
60 75
C
D
E
F
150 160 85 120 180 210 110 145 Tabel 4.1 Keterangan angkur
G
H
R
63 84
150 200
320 360
4.1 Perencanaan End Block dengan Tendon Melengkung 1.
Section Properties NO
DIMENSI
Luas
Jarak
Statis
Inersia
Inersia
Lebar B ( mm )
Tinggi h ( mm )
Tampang A (mm2)
thd alas y ( mm )
Momen A*y (mm3)
Momen A * y2 (mm4)
Momen Io (mm4)
1
550
125
68750
1538
105703125
1,62519E+11
89518229
2
185
75
13875
1450
20118750
29172187500
4335938
3
180
1250
225000
850
191250000
1,62563E+11
29296875000
4
235
100
23500
258
6070833
1568298611
13055556
5
650
225
146250
113
16453125
1850976563
616992188
1600 477375 339595833 Tabel 4.2 Perhitungan section properties
3,577E+11
30020776910
Σ
59 Universitas Sumatera Utara
(Σh) (ΣA) = (ΣA*y)
Tinggi Balok Luas Penampang Letak titik berat
Momen inersia terhadap alas
𝐴𝑐
=1.600 = 0.477 = 0.340
[𝑌𝑏 = 𝛴(𝐴. 𝑦) + 𝛴𝐴] = 0.711
m
(𝑌𝑏 = 𝛴ℎ − 𝑌𝑏 )
m
= 0.889
= 0.388 [𝐼𝑏 2) = 𝛴(𝐴. 𝑦 + 𝛴𝐼𝑜 ]
Momen inersia terhadap titik berat balok [𝐼𝑥 = 𝐼𝑏 − 𝛴(𝐴. 𝑦𝑏2 )] = 0.146 = 0.164 (𝑊𝑡 = 𝐼𝑥 /𝑌𝑎 ) Modulus penampang sisi atas Ksd = 0.205 Modulus penampang sisi bawah (𝑊𝑏 = 𝐼𝑥 /𝑌𝑏 )
b2
m m2 m3
h1
b2 1
2
h3
m4
m4 m3
2
3
4 h5
m3
h2 ya
h4 yb
4 5
b4
b3
b4
Tegangan izin saat layan (021/BM/2011) Tekan (𝜎𝑐𝑠 )
= −0.45 𝑓𝑐 ′ = −0.45 𝑥 40 𝑀𝑃𝑎 = −18 𝑀𝑃𝑎
Tarik (𝜎𝑡𝑠 ) = 0.5 √𝑓𝑐 ′ = 0.5 𝑥 √40 𝑀𝑃𝑎 = 3.16 𝑀𝑃𝑎 Tegangan izin transfer saat gaya pratekan (021/BM/2011) Tekan (𝜎𝑐𝑡 )
2.
= −0.6 𝑓𝑐 ′𝑖 = −0.45 𝑥 32 𝑀𝑃𝑎 = −19.2 𝑀𝑃𝑎
Tarik (𝜎𝑡𝑡 ) = 0.25 √𝑓𝑐 ′𝑖 = 0.25 𝑥 √32 𝑀𝑃𝑎 = 1.41 𝑀𝑃𝑎
(selain perletakan)
Tarik (𝜎𝑡𝑡 ) = 0.5 √𝑓𝑐 ′𝑖 = 0.5 𝑥 √32 𝑀𝑃𝑎 = 2.83 𝑀𝑃𝑎
(perletakan)
Kebutuhan Prategang Kebutuhan gaya prategang disesuaikan dengan kondisi pratekan penuh, dimana beton mengalami gaya tekan seluruhnya ,dan diusahakan tidak ada bagian beton yang mengalami gaya tarik. Kondisi ini ditinjau pada tengah bentang balok pratekan. Untuk pradimensi kita tentukan loosses asumsi : Ujung tempat jacking bekerja
: 75%-20% = 55%
Tengah bentang
: 75%-22% = 53%
Ujung lainnya
: 75%-18% = 57%
60 Universitas Sumatera Utara
s
±0
s
Gambar 4.3 Diagram tegangan pratekan penuh
Tegangan beton serat atas 𝑓𝑎 = −
𝑀2 P P. e 𝑀1 + − − 𝑊𝑎 𝑊𝑎 𝑐𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑒 A 𝑊𝑎
Tegangan beton serat bawah 𝑓𝑏 = −
P P. e 𝑀1 𝑀2 − + + A 𝑊𝑏 𝑊𝑎 𝑊𝑎 𝑐𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑒
𝑃𝑡 = 7179.279 kN
Jika kita mendapat gaya prategang awal (𝑃𝑡 )
: 7179.279 kN
Beban putus satu tendon (𝑃𝑏1 ) = 1860 MPa x Aeff Kabel
: 183.7 kN
Gaya Prategang saat Jacking (Jacking Force)
= 75% 𝑃𝑏1
: 137.8 kN
Maka diperlukan kabel prategang sebanyak : 𝑛 𝑘𝑎𝑏𝑒𝑙 =
𝑃𝑡 𝑃𝑏1
=
7179.279 kN 183.7 kN
= 39.081 ≈ 39
Di gunakan kabel sebanyak 39 kabel, dengan Total beban putus sebesar 𝑃𝑗 = 39 x 183.7 kN = 7165.47 kN 75% P
= 75% x 7165.47 Kn = 5374.10 kN
61 Universitas Sumatera Utara
Asumsi kehilangan tegangan (Loss of prestressed) saat inisial 8% sehingga 𝑃𝑖 = 67% x P = 4800.86 kN
Besarnya gaya pratekan setelah Losses (P) yaitu
3.
Ujung tempat Jacking bekerja
: 55% 𝑃𝑡 = 3941 kN
Tengah Bentang
: 53% 𝑃𝑡 = 3797.7 kN
Ujung lainnya
: 57% 𝑃𝑡 = 4048.32 kN
Pembesian Balok Prategang Tulangan arah memanjang digunakan besi diameter : D12 Luas tulangan 𝜋
𝜋
2
2
𝐴𝑠 = 𝐷2 =
122 = 113.04 𝑚𝑚2
Luas tampang bagian bawah pada balok prategang (𝐴𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ ) = 187750 𝑚𝑚2 𝐴𝑠 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ = 0.5% 𝑥 𝐴𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ = 0.5% 𝑥 187750𝑚𝑚 2 = 938.75 𝑚𝑚 2 938.75
𝑛 = 113.04 = 8.304 Gunakan: 12D12 (𝐴𝑠 = 1356.48 𝑚𝑚 2) > 𝐴𝑠 = 938.75 𝑚𝑚2
Luas tampang bagian atas pada balok prategang (𝐴𝑎𝑡𝑎𝑠 ) = 96125 𝑚𝑚 2 𝐴𝑠 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ = 0.5% 𝑥 𝐴𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ = 0.5% 𝑥 96125𝑚𝑚2 = 480.625 𝑚𝑚 2 𝑛=
480.625 = 4.25 113.04
Gunakan 8D12 (𝐴𝑠 = 904.32 𝑚𝑚 2) > 𝐴𝑠 = 480.625𝑚𝑚 2
Luas tampang bagian badan balok prategang (𝐴𝑎𝑡𝑎𝑠 ) = 193500 𝑚𝑚2 𝐴𝑠 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ = 0.5% 𝑥 𝐴𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ = 0.5% 𝑥 193500𝑚𝑚 2 = 967.5 𝑚𝑚2
62 Universitas Sumatera Utara
𝑛=
967.5 = 8.558 113.04
Gunakan 10D12 (𝐴𝑠 = 1130.4 𝑚𝑚 2) > 𝐴𝑠 = 967.5 𝑚𝑚2
Gambar 4.4. Penulangan balok prategang
4.
Daerah aman Kabel Tegangan akibat Prategang: 𝜎𝑔𝑖 = 𝜎𝑔 =
𝑃𝑖 𝐴𝑐 𝑃 𝐴𝑐
=
=
4800.86 𝑥103 0.477𝑥106
4048.32 𝑥103 0.477𝑥106
= 10.06 𝑀𝑃𝑎
= 8.48 𝑀𝑃𝑎
Tinjau C.G.S (Center Grafity of Section) ke arah serat atas kern 𝐾𝑡 dan kearah serat bawah kern 𝐾𝑏 𝐾𝑏 = 𝑘𝑡 =
𝑊𝑡 𝐴𝑐 𝑊𝑏 𝐴𝑐
=
0.164 𝑚 3 0.477𝑚 2
==
= 0.343 𝑚
0.205 𝑚 3 0.477𝑚 2
= 0.429 𝑚
63 Universitas Sumatera Utara
Limit kern atas 𝐾′𝑡 dan Limit kern bawah 𝐾′𝑏 : 𝜎
−18
𝐾′𝑡 = 𝐾𝑡 ( 𝜎𝑐𝑠 + 1) = 344𝑥103 ( 8.48 + 1) = −386.68 𝑚𝑚 𝑔
𝜎
3.16
𝐾′𝑡 = 𝐾𝑡 ( 𝜎𝑡𝑠 + 1) = -430𝑥103 ( 8.48 + 1) = −590.58 𝑚𝑚 𝑔
Maka diperoleh 𝐾′𝑡 (maks) = -0.386 m 𝜎
1.41
𝐾′𝑏 = 𝐾𝑏 (𝜎𝑡𝑡 + 1) = 344𝑥103 (10.06 + 1) = 392.71 𝑚𝑚 𝑔𝑖
𝜎
−19.2
𝐾′𝑏 = 𝐾𝑡 ( 𝜎𝑐𝑡 + 1) = -430𝑥103 ( 10.06 + 1) = 390.17 𝑚𝑚 𝑔𝑖
Maka diperoleh 𝐾′𝑏 (min) = 0.390 m
Daerah aman atas dan bawah didefenisikan sebagai berikut : 𝑒0𝑎 = 𝐾′𝑡 + 𝑒0𝑏 = 𝐾′𝑏 +
𝑀𝑚𝑎𝑥 𝑃 𝑀𝐷𝐿 𝑃
= −0.386𝑚 +
= 0.390𝑚 +
4471.35 𝑘𝑁𝑚 4048.32 𝑘𝑁
1055.94 𝑘𝑁𝑚 4800.86 𝑘𝑁
= 0.718𝑚
= 0.609𝑚
Persamaan Batas atas Kordinat ujung balok
(x, 𝐾′𝑡 ) = (150,-386)
Koordinat dari dasar beam
(x, 𝐾′𝑡 ) = (150,1097)
Koordinat dari tengah bentang
(x, 𝑒0𝑎 ) = (12800,718)
Koordinat dari dasar beam
(x, 𝑒0𝑎 ) = (12800,-7)
𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝
Masukkan koordinat ujung balok (x,y) dengan koodinat tengah bentang (𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 ) 1097 = 𝑎(150 − 12800)2 − 7 𝑎 = 6,89903E-06
64 Universitas Sumatera Utara
Sehingga diperoleh persamaan tendon ekivalen sebagai berikut : 𝑦 = 6,89903E − 06(𝑥 − 12800)2 − 7 𝑦 = 6.89𝐸-0.6𝑥 2 - 0.176𝑥 +1123,337
Persamaan Batas Bawah
Kordinat ujung balok
(x, 𝐾′𝑏 ) = (150,390)
Koordinat dari dasar beam
(x, 𝐾′𝑏 ) = (150,321)
Koordinat dari tengah bentang
(x, 𝑒0𝑏 ) = (12800,609)
Koordinat dari dasar beam
(x, 𝑒0𝑏 ) = (12800,102)
𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝
Masukkan koordinat ujung balok (x,y) dengan koodinat tengah bentang (𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 ) 321 = 𝑎(150 − 12800)2 + 102 𝑎 = 1,36856E-06
Sehingga diperoleh persamaan tendon ekivalen sebagai berikut : 𝑦 = 1,36856E − 06(𝑥 − 12800)2 + 102 𝑦 = 1.36𝐸-0.6𝑥 2 - 0.035𝑥 + 326.224
Asumsikan tendon ekivalen
Dari ujung balok, ambil jarak x = 150mm dari ujung balok dengan 𝑦 = 𝑦𝑏 = 711 𝑚𝑚 (150,711)
Dari tengah bentang, ambil x =
25600 2
= 12800 𝑚𝑚 dan y = 200 mm (12800,200)
Persamaan kabel ekivalen dapat ditentukan dengan persamaan berikut : 𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝
65 Universitas Sumatera Utara
Masukkan koordinat ujung balok (x,y) dengan koodinat tengah bentang (𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 ) 711 = 𝑎(150 − 12800)2 + 200 𝑎 = 3.19𝐸-0.6
Sehingga diperoleh persamaan tendon ekivalen sebagai berikut : 𝑦 = 3.19𝐸 − 0.6(𝑥 − 12800)2 + 200 𝑦 = 3.19𝐸-0.6𝑥 2 - 0.081𝑥 + 723.19 𝑦′ = 6.39𝐸-0.6x- 0.081 Maka arc tan 𝑦 ′ menghasilkan Ɵ = - 4.68
Perhitungan persamaan lintasan daerah aman kabel :
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 -200 0
DAERAH AMAN KABEL Batas Atas Batas Bawah Batas Ekivalen
2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 22000 24000 26000
Gambar 4.5 Daerah Aman Kabel
66 Universitas Sumatera Utara
x (mm)
y (mm)
x (mm)
y (mm)
x (mm)
y (mm)
0
326,22447
0
1123,337046
0
723,1904
2000
261,62855
2000
797,7028387
2000
572,4666
4000
207,9811
4000
527,2608696
4000
447,2892
6000
165,2821
6000
312,0111391
6000
347,6582
8000
133,53157
8000
151,9536471
8000
273,5737
10000
112,72949
10000
47,08839382
10000
225,0355
12000
102,87588
12000
-2,58462091
12000
202,0437
14000
103,97072
14000
2,934602946
14000
204,5984
16000
116,01403
16000
63,6460654
16000
232,6994
18000
139,0058
18000
179,5497664
18000
286,3469
20000
172,94602
20000
350,6457061
20000
365,5407
22000 24000
217,83471 273,67186
22000 24000
576,9338843 858,4143011
22000 24000
470,281 600,5677
26000
340,45747
26000
1195,086957
26000
756,4008
Tabel 4.3 Perhitungan persamaan daerah aman kabel atas dan bawah serta asumsi ekivalen
5.
Cable Settting
Kabel ekivalen di atas harus dibagi menjadi beberapa kabel. Hal ini bertujuan agar tendon-tendon memenuhu tempat. Pengaturan kabel-kabel tersebut kita rencanakan sebagai berikut: Posisi tendon di tumpuan sesuai batas kern, di asumsikan: Baris pertama : 10 tendon pada jarak 1000 mm dari serat bawah balok. Baris ke dua
: 10 tendon pada jarak 700 mm dari serat bawah balok.
Baris ke tiga : 19 tendon pada jarak 325 mm dari serat bawah balok.
Persamaan Kabel 1 Jarak kabel pertama dari dasar beam
Ujung
: 1000 mm
Tengah bentang
: 325 mm
Koordinat pada ujung balol
Koordinat di tengah bentang (𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 ) = (12800,325)
(x, 𝑦) = (150,1000)
67 Universitas Sumatera Utara
𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝 Masukkan koordinat ujung balok (x,y) dengan koodinat tengah bentang (𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 ) 1000 = 𝑎(150 − 12800)2 + 325 𝑎 = 4,21816E-06
Sehingga diperoleh persamaan tendon sebagai berikut : 𝑦 = 4,21816E − 06(𝑥 − 12800)2 + 325 𝑦 = 4,21E − 06𝑥 2 - 0.108𝑥 + 1016.1
Sudut pengangkuran diperoleh dengan mendiferensialkan persamaan diatas: 𝑦 ′ = 8,42E − 06x- 0.108 𝑦 ′ = - 0,10672 Maka arc tan 𝑦 ′ menghasilkan Ɵ = - 6.09
Persamaan Kabel 2 Jarak kabel kedua dari dasar beam
Ujung
: 700 mm
Tengah bentang
: 250 mm
Koordinat pada ujung balol (x, 𝑦) = (150,700)
Koordinat di tengah bentang (𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 ) = (12800,250) 𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝
Masukkan koordinat ujung balok (x,y) dengan koodinat tengah bentang (𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 ) 750 = 𝑎(150 − 12800)2 + 250 𝑎 = 2,96833E-06
68 Universitas Sumatera Utara
Sehingga diperoleh persamaan tendon sebagai berikut : 𝑦 = 2,96833E − 06(𝑥 − 12800)2 + 250 𝑦 = 2,96833E − 06𝑥 2 - 0.076𝑥 + 736.33
Sudut pengangkuran diperoleh dengan mendiferensialkan persamaan diatas: 𝑦 ′ = 5,93E − 06x- 0.152 𝑦 ′ = -0,0751 Maka arc tan 𝑦 ′ menghasilkan Ɵ = - 4.29
Persamaan Kabel 3 Jarak kabel ketiga dari dasar beam
Ujung
: 325 mm
Tengah bentang
: 175 mm
Koordinat pada ujung balol
Koordinat di tengah bentang (𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 ) = (12800,175)
(x, 𝑦) = (150,325)
𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝 Masukkan koordinat ujung balok (x,y) dengan koodinat tengah bentang (𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 ) 325 = 𝑎(150 − 12800)2 + 175 𝑎 = 9,37368E-07
Sehingga diperoleh persamaan tendon sebagai berikut : 𝑦 =9,37368E-07(𝑥 − 12800)2 + 175 𝑦 =9,37368E-07𝑥 2 - 0.024𝑥 + 328.58 Sudut pengangkuran diperoleh dengan mendiferensialkan persamaan diatas: 𝑦 ′ = 18,74E − 06x- 0.024
69 Universitas Sumatera Utara
𝑦 ′ = -0,02372 Maka arc tan 𝑦 ′ menghasilkan Ɵ = - 1.35
Bentuk lengkung kabel dapat dilihat pada diagram berikut
TATA LETAK TENDON 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 -200 0
Tendon 1 tendon 2 Batas Ekivalen tendon 3
2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 22000 24000 26000
Gambar 4.6 Tata letak tendon
Gambar 4.7 Tata letak tendon pada ujung balok dan tengah bentang
70 Universitas Sumatera Utara
4.2. Analisis Endblock berdasarkan Metode SNI dan T.Y Lin 4.2.1 Perencanaan SNI 2012 Metode berikut boleh digunakan untuk merencanakan daerah pengangkuran global selama prosedur yang dipakai telah terbukti dapat menghasilkan nilai perkiraan kekuatan yang sama dengan yang diperoleh dari hasil pengujian: g) Analisis tegangan linier h) Model keseimbangan yang berdasarkan teori plastisitas seperti model Strut and Tie (model penunjang dan pengikat) 4.2.1.1. Analisis Tegangan Linear a. Metode Magnel
Dari data yang diberikan diatas dapat ditentukan kedudukan dan besarnya tegangan tarik maksimum pada penampang horizontal yang melalui pusat dan tepi pelat angkur : P = 75% 𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁 b = 650 mm h = 1600 mm
Tegangan Langsung 𝑓ℎ = 𝑃/𝑏ℎ(1 + 12𝑒 ′2 /ℎ ′2 ) 𝑓ℎ =
5374.10 𝑥 103 = 5.16 𝑁/𝑚𝑚2 650𝑥1600
Pada umumnya tegangan vertical 𝑓𝑉 dan tegangan tarik utama adalah kritis pada 𝑥 = 0.5 ℎ. Dengan melihat gambar.
71 Universitas Sumatera Utara
²
Gambar 4.8. Gaya-gaya yang bekerja pada balok ujung
Dari tabel 3.1 untuk 𝑥 ℎ
=0.5 maka , 𝐾1 = −5.0 , 𝐾2 = 2.0 , 𝐾1 = 1.25
M = 5.16x 800 x 600(
600 2
) = 743,040,000 Nmm = 743 kNm
V = -800 x 600 x5.16 = -2,476,800 N
(bekerja kearah ujung balok)
H=0
Tulangan Bursting Magnel’s :
12
𝑎 (mm) 215
𝑏 (mm) 335
bh2 (mm3) 4E+08
bh (mm2) 536000
M (kNm) 7E+07
V (kN) 2E+06
𝑓𝑣 (N/mm2) -0,8633
Ʈ (N/mm2) -5,77612
12
215
335
4E+08
536000
7E+07
2E+06
-0,8633
-5,77612
19
265
285
4E+08
456000
7E+07
2E+06
-1,0148
-6,78947
Type
𝑓𝑣 𝑚𝑖𝑛 (N/mm2) -4,3658
tan 2 Ɵ
2Ɵ
Ɵ 31,23
𝑓𝑣𝑟 (N/mm2 5,104
𝑓𝑏𝑠𝑡 (N/mm2) 157,29
1,9179
62,462
531,739
5D16
-4,3658
1,9179
62,462
31,23
5,104
157,29
531,739
5D16
-5,3859
2,1991
65,54
32,77
6
299,95
1014,04
5D16
𝐴𝑠
Tabel 4.4 Perhitungan tulangan bursting metode magnel.
72 Universitas Sumatera Utara
b. Metode Guyon
Menentukan kedudukan dan besanya tegangan Tarik maksimum dan tarikan memecah (bursting) untuk balok ujung dengan metode Guyon P
= 75% 𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁
Kita ambil tendon strand 19 dengan P =2618.15 kN 2𝑦𝑝𝑜 = 265 mm 2𝑦𝑜 = 1600 mm
Jadi, perbadingan distribusi 𝑦𝑝𝑜 /𝑦𝑜 = 0.16
Dari tabel 3.2, Kedudukan tegangan nol dari ujung
= 0.12 (2𝑦𝑜 ) = 192 mm
Kedudukan tegangan maksimum
= 0.276 (2𝑦𝑜 ) = 441.6 mm 3
𝑥 10 ) = 0.448 (𝑃/𝐴) = 0.448 (2618.15 650𝑥1600
Tegangan Tarik maksimum
= 1.127 N/𝑚𝑚2
Tarikan Memecah,
𝐹𝑏𝑠𝑡
= 0.3 𝑃 [(1 − 𝑦𝑝𝑜/ 𝑦𝑜 )0.58 ]
𝐹𝑏𝑠𝑡
= 0.3 𝑥 2618.15 [1 − (0.16)0.58 ] = 514.110 kN
Jika tegangan leleh tulangan untuk sengkang 𝐹𝑦 = 400 MPa, Kebutuhan luas tulangan untuk sengkang adalah 𝐹
𝑏𝑠𝑡 𝐴𝑠𝑏 = 0.87𝑥 = 𝐹 𝑦𝑠
514.110 𝑥 103 0.87𝑥 400
= 1738.033 𝑚𝑚 2
Gunakan tulangan memecah 9D16
73 Universitas Sumatera Utara
c. Metode Zeilinski and Rowe Berdasarkan rumus yang diberikan oleh Zeilinski dan Rowe:
Type
2𝑦𝑝𝑜
2𝑦𝑜
D (mm)
D (mm2)
12
215
275
63
3115,6
Block Area (mm2) 46225
12
215
275
63
3115,6
19
265
325
84
5538,96
𝐹𝑐
𝐹𝑣
𝐹𝑏𝑠𝑡
42,376
14,196
42,376 63,953
𝐴𝑏 ′ (mm2)
𝐴𝑏 (mm2)
𝐴′𝑏 − 𝐴𝑏 (mm2)
P
75625
43109,3
32515,67
1377,9
46225
75625
43109,3
32515,67
1377,9
70225
105625
64686
40938,96
2618,1
230,5
𝐹𝑏𝑠𝑡 (dikoreksi) 198,014
669,42
7D16
14,196
230,5
198,014
669,42
7D16
19,653
402,8
361,802
1223,1
7D16
𝐴𝑠
Tabel 4.5 Perhitungan tulangan bursting metode zeilinski and Rowe
Analisis Perbandingan dari ketiga metode Analisis linear: Perbandingan Metode
Magnel’s
Gaya Tarik
Tulangan
(kN)
𝑏𝑢𝑟𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
299.95
5D16
Detail Tulangan bursting
`
Guyon’s
Zeilinski and Rowe
514.110
9𝐷16
361.802
7𝐷16
Tabel 4.6 Daftar Perbandingan analisis tulangan bursting
74 Universitas Sumatera Utara
4.2.1.2. Model Keseimbangan Strut and Tie (Penunjang dan Pengikat) Desain penulangan angker ujung untuk balok pascatarik yang menunjukkan ukuran, jenis, dan distribusi penulangan. Digunakan Strand cable (Standar VSL) dengan jenis strand ASTM A-416 grade 270 masing-masing tendon terdiri atas 3 strand relaksasi rendah dengan tegangan ultimit 1860 MPa,Tegangan maksimum penarikan tendon adalah 0.75𝑓𝑝𝑢 . Digunakan bobot normal dengan 𝑓𝑐′ = 40 𝑀𝑃𝑎.
1.
Menentukan konfigurasi tendon yang mengjhasilkan eksentrisitas
Baris pertama
: 10 tendon pada jarak 1000 mm dari serat bawah balok.
Baris ke dua
: 10 tendon pada jarak 700 mm dari serat bawah balok.
Baris ke tiga
: 19 tendon pada jarak 325 mm dari serat bawah balok.
Jarak pusat berat tendon =
2.
10𝑥1000 + 10𝑥700 + 19𝑥325 10+10+19
= 594.23 𝑚𝑚
Gaya ultimit dibaris baris tendon dan kapasitas tumpu beton
Gaya baris kesatu : 𝑃𝑢1 = 1371.051 kN Gaya baris ke dua : 𝑃𝑢2 = 1371.051 kN Gaya garis ke tiga : 𝑃𝑢3 = 2604.998 kN Gaya tekan Ultimit total = 5347.10 kN
Cek tegangan tumpu dibawah pelat angkur Type
b (mm)
b’ (mm)
Dia. Sheat (mm)
Dia. Sheat (mm2)
Block Area (mm2)
12
215
275
63
3115.665
46225
12 19
215 265
275 325
63 84
3115.665 5538.96
46225 70225
Type
A1 (mm2)
A2 (mm2)
Sqrt (A1/A2)
Teg tumpu ijin (MPa)
12
122500
43109.33
2.84
30.08
75 Universitas Sumatera Utara
12
122500
43109.33
2.84
30.08
19
122500
64686.04
1.89
24.53
Tabel 4.7 Detail Pelat angkur strut and tie
Tegangan Tumpu aktual 1.2 x 5374.16 x103 𝑓𝑏 = = 42.736 𝑀𝑃𝑎 150904.71 Dari persamaan diatas , tekanan tumpu izin maksimum di beton dinaikkan 50% 𝑓𝑏 ≤ 0.7ϕ 𝑓′𝑐𝑖 √𝐴′𝑏 /𝐴𝑏 1.5 𝑓𝑏 ≤ 0.25 ϕ 𝑓′𝑐𝑖 Asumsikan bahwa kuat beton awal pada saat bertegangan adalah 𝑓′𝑐𝑖 = 0.75 𝑓𝑐 𝑓′𝑐𝑖 = 0.75x 𝑓𝑐 = 0.75 x 40 = 30 MPa Tabel 4.8 Tegangan tumpu strut and tie b
b’
(mm)
12
(mm)
Dia, Sheat (mm)
Dia, Sheat (mm2)
Block Area (mm2)
Ab (mm2)
Ab' (mm2)
Sqrt (Ab'/Ab)
Teg tumpu (fb)
215
275
63
3.115,67
46225
43.109,34
75625
1,324485
43,0623
12
215
275
63
3.115,67
46225
43.109,34
75625
1,324485
43,0623
19
265
345
84
5538,96
70225
64.686,04
119025
1,356481
44,1026
Tipe
𝑓𝑏 𝑖𝑗𝑖𝑛 ˃ 𝑓𝑏 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 = 42.736 MPa, OKE
3. 𝑎 2
Menggambar model tekan-dan-tarik =
(1000−325)mm 2
= 337.5𝑚𝑚 jadi ambil jarak 350mm didepan angker 550
Batang tarik 1-2 = 1371.051 450 = 1675.729 𝑘𝑁 Batang tarik 3-2 = 2604.998
187.5 450
= 1085.415 𝑘𝑁
Untuk memusatkan tegangan vertical di depan alat angker,maka gunakan tulangan D16 dari plat ujung baja kaku yang mentransfer beban dari alat angker kebeton
76 Universitas Sumatera Utara
=ϕ𝑓𝑦 𝐴𝑣 = 0.85𝑥400𝑥(2𝑥113.04) = 76.8672 𝑘𝑁 1675.729 𝑘𝑁 = 21.8 76.8672 𝑘𝑁 Gunakan 22D12 𝑛=
Gunakan sengkang tertutup D16 =ϕ𝑓𝑦 𝐴𝑣 = 0.85𝑥400𝑥(2𝑥200.96) = 136.6528 𝑘𝑁 1085.415 𝑘𝑁 = 7.9 136.6528 𝑘𝑁 pada jarak 0.2H= 320mm dari tepi maka gunakan 8D16- 40 mm
𝑛=
Gambar 4.9 Model Tekan dan tarik
77 Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.10 Penulangan angker ujung (a) zona angker. (b) Penampang balok
4.2.2. Metode Perencanaan T.Y Lin 4. Bantalan (Bearing) untuk Angkur
Perhitungan tegangan tumpuan rata-rata di beton (fcp ) :
Gambar 4.11 Daerah pengangkuran di Ujung balok
78 Universitas Sumatera Utara
Pada beban kerja : fcp = 0.6f′c √
A′ b Ab
< f′c = 40 MPa
Tabel 4.9 Tumpu pada beban kerja metode T.Y Lin Typ e
b (m m)
b’ (m m)
Dia. Sheat (mm)
Dia. Sheat (mm2)
Block Area (mm2)
A′ b (mm2)
Ab (mm2)
Sqrt (A′ b /Ab )
Teg tumpu
Pmax (kN)
As Disara nkan (mm2)
fcp (MPa)
12 12
215 215
275 275
63 63
3115.6 3115.6
46225 46225
75625 75625
43109.33 43109.33
1.3 1.3
39.89 39.89
1377.9 1377.9
34539 34539
19
265
335
84
5538.9
70225
112225
64686.04
1.2
39.64
2618.1
66036
Maka Tumpuan saat beban bekerja diujung balok aman < f′c = 40 MPa
Pada beban peralihan : A′
fcp = 0.8f′c √ A b − 0.2
1439.71kN
3.
OK
Tarik diagonal sudut Ambil, 𝑉𝑢 = 𝜙𝑉𝑛 = 1439.71 kN 𝑉
𝐴𝑠ℎ = 𝜙𝑓𝑢 = 𝑦
1439.71𝑥103 0.85𝑥400
= 4234.44 mm2 (Gunakan 6 dia.32 𝐴𝑠ℎ = 4825.5 𝑚𝑚2 )
82 Universitas Sumatera Utara
𝐴′𝑠ℎ harus disediakan dengan syarat (𝐴′𝑠ℎ ≥ 𝐴𝑠ℎ ) maka gunakan 7 dia.28 (𝐴′𝑠ℎ = 4310,3 𝑚𝑚2)
4.
Tarik diagonal pada ujung yang di perpanjang Kapasitas beton = 2𝜆√𝑓𝑐 ′ 𝑏𝑑 = 𝑉
1
1
2𝑥1𝑥√40𝑥142.23𝑥
650 832 𝑥 25.4 25.4
1000
𝐴𝑣 = 2𝑓 ( 𝜙𝑢 − 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) = 2𝑥400 (
1439.71𝑥103
𝑦
0.85
=126.45 kips = 563.3 kN
− 563.3𝑥103 ) = 1413.1 𝑚𝑚 2
(gunakan 5 D19 𝐴𝑣 = 1417.5 𝑚𝑚 2)
Cek perkuatan tambahan yang diperlukan: 𝜙𝑉𝑛 = 𝜙(𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 + 𝐴ℎ . 𝑓𝑦 + 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) 𝜙𝑉𝑛 = 0.85(1417.5𝑥400 + 246.0𝑥400 + 563.3𝑥103 ) = 2115.5 kN 𝜙𝑉𝑛 𝑉𝑢
=
2115.5 1439.71
= 1.47 ……………. Memenuhi syarat 𝐴𝑠 𝑏𝑎𝑟𝑠 dari desain Aid 11.2.3
f’c= 40 MPa = 5801.6 Psi fy= 400 MPa = 5801.6 Psi
𝐿𝑑 = 3000
𝑑𝑏 √𝑓′𝑐
Untuk diameter 32 mm = 1.26 inch 𝐿𝑑 = 3000
𝑑𝑏 √𝑓′𝑐
= 3000
1.26 √5801.6
= 49.6 inch = 126 cm
Untuk diameter 28 mm = 1.10 inch 𝐿𝑑 = 3000
𝑑𝑏 √𝑓′𝑐
= 3000
1.10 √5801.6
= 43.418 inch = 110 cm
83 Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.14 Detail penulangan dapped-end
4.4 Penulangan Geser pada beberapa variasi balok 4.4.1 Pada ujung balok konvensional dengan tendon melengkung Data-data Perencanaan menggunakan data-data yang telah disediakan dengan perletakan tendon yang sama, gaya prategang aksial dan dimensi tinggi balok dengan ujung perismatik 1600mm 𝑉𝑎 = 992.82 kN Tegangan setelah friksi 75%𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁 Sudut kabel = 4.68° 𝑃𝑖 𝑥 = 5355.49 𝑘𝑁 𝑃𝑖 𝑦 = 446.89 𝑘𝑁 Maka 𝑉𝑢 = 𝑉𝑎 +𝑃𝑖 𝑦 = 992.82 kN + 446.89 𝑘𝑁 = 1439.71 𝑘𝑁 Tegangan Inisial actual pada tendon ekivalen 𝑁𝑢 = 0.2𝑥𝑉𝑢 = 287.942 𝑘𝑁 Φ = 0.85
84 Universitas Sumatera Utara
Tegangan geser yang terjadi
:
Tinjauan Geser di bawah Garis Netral: 𝑓𝑣 (kPa)
𝑓𝑎 (kPa)
y (rad)
(m)
327,9
𝑉𝑟 = 𝑉𝑢 + 𝑃𝑦 (kN) 1320.74
4728.25
-4108,7
-0,58
0,03
4039,43
268,1
1189.73
4259.23
-2292,4
-0,65
0,01
0,069
4038,64
279,7
1130.23
4046.23
-70,97
-0,78
0,00
0,20
0,068
4038,96
275,1
1054.4
3774.75
1953,94
0,66
0,01
708,161
0,26
0,066
4039,55
266,3
974.48
3488.63
3782,27
0,54
0,04
394,280
637,592
0,31
0,063
4040,22
255,9
893.52
3198.78
5414,00
0,43
0,07
347,658
567,618
0,36
0,060
4040,91
244,7
812.32
2908.12
6849,14
0,35
0,13
7,00
307,423
497,644
0,40
0,058
4041,60
233,0
730.66
2615.75
8087,68
0,29
0.21
8,00
273,574
427,670
0,43
0,055
4042,28
221,0
648.7
2322.33
9129,63
0,24
0.34
9,00
246,111
357,696
0,46
0,052
4042,93
208,8
566.53
2028.18
9263,48
0,21
0.45
10,0
225,035
248,694
0,48
0,049
4043,54
196,5
445.2
1593.8
9879,99
0,16
0.61
11,0
210,350
100,665
0,50
0,045
4044,13
184,1
284.73
1019.32
10309,5
0,1
2.11
12,0
202,044
-47,365
0,50
0,042
4044,68
171,5
124.18
444.57
10552,5
0,04
11.55
12,8
200,000
-165,78
0,51
0,040
4045,09
161,4
-4.30
-15.4
10612,3
-0,00
97.19
X (m)
M (kNm)
V (kN)
E (m)
Α (rad)
𝑃𝑥 (kN)
𝑃𝑦 (kN)
0,15
723,190
992,819
0,01
0,081
4035,01
1,00
644,635
921,655
0,06
0,066
2,00
572,467
850,490
0,13
3,00
506,685
779,326
4,00
447,289
5,00 6,00
As
Tabel 4.11 Tinjauan geser di atas garis netral
Tinjauan Geser di bawah Garis Netral: 𝑓𝑣 (kPa)
𝑓𝑏 (kPa)
y (rad)
327,92
𝑉𝑟 = 𝑉𝑢 + 𝑃𝑦 (kN) 1320.74
4731.85
-3287,01
-0,48
0,02
268,08
1189.73
4262.47
-1833,9
-0,60
0,011
4038,64
279,74
1130.23
4049.31
-56,78
-0,78
0,00
0,068
4038,96
275,07
1054.4
3777.62
1563,15
0,68
0,01
0,26
0,066
4039,55
266,32
974.48
3491.29
3025,81
0,58
0,027
637,592
0,32
0,063
4040,22
255,92
893.52
3201.21
4331,20
0,49
0,052
347,658
567,618
0,36
0,060
4040,92
244,71
812.32
2910.33
5479,31
0,41
0,089
7,00
307,423
497,644
0,40
0,058
4041,61
233,01
730.66
2617.74
6470,15
0,34
0,143
8,00
273,574
427,670
0,44
0,055
4042,28
221,03
648.7
2324.09
7303,71
0,28
0.221
9,00
246,111
357,696
0,46
0,052
4042,93
208,83
566.53
2029.72
7410,79
0,25
0.292
10,00
225,035
248,694
0,49
0,049
4043,55
196,50
445.2
1595.01
7903,99
0,19
0.522
11,00
210,350
100,665
0,50
0,045
4044,13
184,06
284.73
1020.1
8247,65
0,12
1.358
12,00 12,80
202,044 200,000
-47,365 -165,78
0,51 0,51
0,042 0,040
4044,68 4045,10
171,55 161,49
124.18 -4.30
444.91 -15.41
8442,03 8489,86
0,05 0,00
7.387 62.11
X (m)
M (kNm)
V (kN)
E (m)
Α (rad)
𝑃𝑥 (kN)
𝑃𝑦 (kN)
0,15
723,190
992,819
0,01
0,081
4035,02
1,00
644,635
921,655
0,07
0,066
4039,43
2,00
572,467
850,490
0,14
0,069
3,00
506,685
779,326
0,20
4,00
447,289
708,161
5,00
394,280
6,00
Tabel 4.12 Tinjauan geser di bawah garis netral
85 Universitas Sumatera Utara
As (m)
Jarak sengkang yang digunakan : x (m) 0,15
Tinjauan Geser 1 30
Tinjauan Geser 2 20
Jarak yang diambil 50
1,00
10
10
50
2,00
0
0
50
3,00
10
10
100
4,00
40
27
100
5,00
70
52
100
6,00
130
89
150
7,00
210
143
150
8,00
340
221
200
9,00
450
292
200
10,00
810
522
250
11,00 12,00 12,80
211
1358
115.5 9719
7373 16211
250 250 250
Tabel 4.13 Jarak sengkang sepanjang balok beton prategang
Berdasarkan PCI Girder 6th Edition End Block sebagai landasan dihitung secara khusus Shear-friction 𝜇𝑒 =
1000𝜆𝑏ℎ𝜇 𝑉𝑢
≤ 3.4
(nilai pada tabel 3.3.)
650 900 1000𝑥1𝑥 25.4 𝑥 25.4 𝑥1.4 𝜇𝑒 = 992.82𝑥103 4.448 𝜇𝑒 = 5.68 karena nilai 𝜇𝑒 lebih besar dari yang diijinkan kita ambil 𝜇𝑒 = 3.4 1.
Penulangan horizontal : 992.82𝑥103
𝑉
𝐴𝑣𝑓 = 𝜙𝜇𝑢 𝑓 =0.85𝑥3.4𝑥400 = 858.84 𝑚𝑚2 𝑒 𝑦
𝐴𝑛 =
𝑁𝑢 𝜙𝑓𝑦
=
198.564𝑥103 0.85𝑥400
= 584.01 𝑚𝑚2 .
𝐴𝑠 = 𝐴𝑣𝑓 + 𝐴𝑛 = 858.84 𝑚𝑚2 +584.01 𝑚𝑚 2 = 1442.85 𝑚𝑚 2 (gunakan 3 D28 𝐴𝑠 = 1848.32 𝑚𝑚2 sepanjang 𝐿𝑑 = 110 𝑐𝑚 )
86 Universitas Sumatera Utara
2.
Penulangan Vertikal 𝐴𝑠ℎ =
(𝐴𝑣𝑓 +𝐴𝑛 )𝑓𝑦 𝜇𝑒 𝑓𝑦𝑠
=
(472.25+321.135) 𝑥400 3.4𝑥340
= 499.25 𝑚𝑚2
(gunakan 7 D12 𝐴𝑠ℎ = 791.28 𝑚𝑚 2) Sengkang ini diberi jarak h/4= 1600/4 = 400mm ,maka gunakakan 7 sengkang D12-50 mm
Gambar 4.15 Detail penulangan End Block Solid tendon melengkung
4.4.2 Pada ujung balok konvensional dengan tendon lurus Data-data
Dengan gaya prategang aksial yang sama dan dimensi tinggi balok yang sama 𝑉𝑎 = 992.82 kN Tegangan setelah friksi 75%𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁
87 Universitas Sumatera Utara
Tegangan geser yang terjadi
:
X (m) 0,15
M (kNm) 723,190
V (kN) 992,819
𝑓𝑣 (kPa) 3299,520
𝑓𝑏 (kPa) 4953,368
As (m)
Tinjauan Geser 2
Jarak yang diambil
0.013629
13.629
50
1,00
644,635
921,655
3299,520
4415,318
0.015290
15.290
50
2,00
572,467
850,490
3044,751
3921,013
0.015888
15.888
50
3,00
506,685
779,326
2789,983
3470,451
0.016449
16.449
50
4,00
447,289
708,161
2535,214
3063,633
0.016932
16.932
50
5,00
394,280
637,592
2282,577
2700,559
0.017294
17.294
50
6,00
347,658
567,618
2032,070
2381,229
0.017461
17.461
50
7,00
307,423
497,644
1781,564
2105,643
0.017312
17.312
50
8,00
273,574
427,670
1531,057
1873,801
0.016718
16.718
50
9,00
246,111
357,696
1280,550
1685,702
0.015543
15.543
50
10,0
225,035
248,694
890,324
1541,347
0.011819
11.819
50
11,0 12,0 12,8
210,350 202,044 200,000
100,665 -47,365 -165,78
360,379 -169,567 -593,524
1440,761 1383,869 1369,871
0.005118 0.002507
5.118 2.507
50 50
0.008865
8.865
50
Tabel 4.14 Tinjauan geser dan jarak sengkang yang digunakan
Berdasarkan PCI Girder 6th Edition End Block sebagai landasan dihitung secara khusus
Shear-friction 𝜇𝑒 =
1000𝜆𝑏ℎ𝜇 𝑉𝑢
≤ 3.4
(nilai pada tabel 3.3.)
650 900 1000𝑥1𝑥 25.4 𝑥 25.4 𝑥1.4 𝜇𝑒 = 1439.71𝑥103 4.448 𝜇𝑒 = 3.9 karena nilai 𝜇𝑒 lebih besar dari yang diijinkan kita ambil 𝜇𝑒 = 3.4 1.
Penulangan horizontal : 𝐴𝑣𝑓 = 𝑁𝑢 𝑉𝑢
=
𝐴𝑛 =
1439.71𝑥103
𝑉𝑢 𝜙𝜇𝑒 𝑓𝑦
287.942 1439.71 𝑁𝑢 𝜙𝑓𝑦
=
= 0.85𝑥3.4𝑥400 = 1245.42 𝑚𝑚2 = 0.2 (Memenuhi persyaratan minimum 0.2)) 287.942𝑥103 0.85𝑥400
= 846.88 𝑚𝑚2 .
88 Universitas Sumatera Utara
𝐴𝑠 = 𝐴𝑣𝑓 + 𝐴𝑛 = 1245.42 𝑚𝑚 2+846.88 𝑚𝑚2 = 2092, 𝑚𝑚2 (gunakan 4 D28 𝐴𝑠 = 2461.76 𝑚𝑚2 sepanjang 𝐿𝑑 = 110 𝑐𝑚 )
2.
Penulangan Vertikal 𝐴𝑠ℎ =
(𝐴𝑣𝑓 +𝐴𝑛 )𝑓𝑦 𝜇𝑒 𝑓𝑦𝑠
=
(1245.42 +846.88)𝑥400 3.4𝑥340
= 723.98 𝑚𝑚2
(gunakan 7 D12 𝐴𝑠ℎ = 791,28 𝑚𝑚 2)
Sengkang ini diberi jarak h/4= 1600/4 = 400mm ,maka gunakakan 7 sengkang D12-50 mm
Gambar 4.16 Detail penulangan End Block Solid tendon lurus
4.4.3. Pada Dapped End dengan Tendon Lurus Data-data 𝑉𝑢 = 992.82 kN 𝑃𝑡 = 7165.47 𝑘𝑁 Tegangan setelah friksi 75%𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁 𝑁𝑢 = 0.2𝑥𝑉𝑢 = 198.564 𝑘𝑁 Φ = 0.85
89 Universitas Sumatera Utara
Perhitungan penulangan dapped end 1.
Lentur dan tarik aksial pada ujung yang diperpanjang 𝐴𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛 𝐴𝑠 = =
𝑎 ℎ 1 [𝑉𝑢 ( ) + 𝑁𝑢 ( )] 𝑑 𝑑 𝜙𝑓𝑦
1 850 900 [992.82 𝑥103 ( ) + 198.564𝑥103 ( )] 0.85𝑥400 832 832
𝐴𝑠 = 3614.96 𝑚𝑚 2 ( Gunakan 4 dia. 32 As= 4019.2 mm2)
2.
Direct shear 𝜇𝑒 =
𝜇𝑒 =
1000𝜆𝑏ℎ𝜇 𝑉𝑢
≤ 3.4
(nilai pada tabel 3.3.)
650 900 1000𝑥1𝑥 25.4 𝑥 25.4 𝑥1.4 992.82𝑥103 4.448
𝜇𝑒 = 5.68 karena nilai 𝜇𝑒 lebih besar dari yang diijinkan kita ambil 𝜇𝑒 = 3.4 𝑁
𝐴𝑛 = 𝜙𝑓𝑢 =
198.564 𝑥 103
𝑦
𝐴𝑠 =
2𝑉𝑢 3𝜙𝑓𝑦 𝜇𝑒
0.85𝑥400
= 584.0117 mm2
2( 992.82)103
+ 𝐴𝑛 = 3𝑥0.85𝑥400𝑥3.4 + 584.0117 = 1156.57 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑎𝑥 = 3614.96 mm2 𝐴ℎ = 0.5 (𝐴𝑠 + 𝐴𝑛 ) = 2099.485 mm2 (Gunakan 3 dia. 32 𝐴ℎ = 2411.52 𝑚𝑚 2)
Cek kuat geser :
𝜙𝑉𝑛 = 𝜙1000. 𝑏. 𝑑 =
0.85𝑥1000𝑥
650 832 𝑥 25.4 25.4
1000
= 712.505 kips
𝜙𝑉𝑛 = 712.505 kips =3169.22 > 992.82 kN
OK
90 Universitas Sumatera Utara
3.
Tarik diagonal sudut Ambil, 𝑉𝑢 = 𝜙𝑉𝑛 = 992.82 kN 𝑉
𝐴𝑠ℎ = 𝜙𝑓𝑢 =
992.82 𝑥103 0.85𝑥400
𝑦
= 2920.058 mm2 (Gunakan 8 dia.22 𝐴𝑠ℎ =
3039.52 𝑚𝑚2 ) 𝐴′𝑠ℎ harus disediakan dengan syarat (𝐴′𝑠ℎ ≥ 𝐴𝑠ℎ ) maka gunakan 4 dia.32 (𝐴′𝑠ℎ = 3215.36 𝑚𝑚 2)
4.
Tarik diagonal pada ujung yang di perpanjang Kapasitas beton = 2𝜆√𝑓𝑐 ′ 𝑏𝑑 = 1
𝑉
1
2𝑥1𝑥√40𝑥142.23𝑥
650 832 𝑥 25.4 25.4
1000
𝐴𝑣 = 2𝑓 ( 𝜙𝑢 − 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) = 2𝑥400 (
992.82𝑥103
𝑦
0.85
=126.45 kips = 562.45 kN
− 562.45𝑥103 ) = 756.96 𝑚𝑚 2
(gunakan 7 D12 𝐴𝑣 = 791.28 𝑚𝑚 2)
Cek perkuatan tambahan yang diperlukan: 𝜙𝑉𝑛 = 𝜙(𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 + 𝐴ℎ . 𝑓𝑦 + 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) 𝜙𝑉𝑛 = 0.85(791.28𝑥400 + 2411.52 𝑥400 + 562.45𝑥103 ) = 1567.03 kN 𝜙𝑉𝑛 𝑉𝑢
=
1567.03 992.82
= 1.57 …………… Memenuhi syarat 𝐴𝑠 𝑏𝑎𝑟𝑠 Dari desain Aid 11.2.3
f’c= 40 MPa = 5801.6 Psi fy= 400 MPa = 5801.6 Psi
𝐿𝑑 = 3000
𝑑𝑏 √𝑓′𝑐
Untuk diameter 32 mm = 1.26 inch 𝐿𝑑 = 3000
𝑑𝑏 √𝑓′𝑐
= 3000
1.26 √5801.6
= 49.6 inch = 126 cm
91 Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.17 Detail penulangan dapped-end
4.5 Penulangan Geser pada beberapa variasi Lengkung Tendon 4.5.1 Tendon Lengkung 20o 𝑉𝑎 = 992.82 kN 𝑃𝑡 = 7165.47 𝑘𝑁 Tegangan setelah friksi 75%𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁 Sudut kabel = 20° 𝑃𝑖 𝑥 = 5050,002 𝑘𝑁 𝑃𝑖 𝑦 = 1838.050 𝑘𝑁 Maka 𝑉𝑢 = 𝑉𝑎 +𝑃𝑖 𝑦 = 992.82 kN + 1838.05 𝑘𝑁 = 2830.87 𝑘𝑁 𝑁𝑢 = 0.2𝑥𝑉𝑢 = 566.174 𝑘𝑁
92 Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.18 Dimensi dan gaya-gaya Dapped-End
Perhitungan penulangan dapped end 1.
Lentur dan tarik aksial pada ujung yang diperpanjang 𝐴𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛 𝐴𝑠 = =
1 ℎ 𝑎 [𝑉𝑢 ( ) + 𝑁𝑢 ( )] 𝜙𝑓𝑦 𝑑 𝑑
1 850 900 [2830.87𝑥103 ( ) + 566.174𝑥103 ( )] 0.85𝑥400 832 832
𝐴𝑠 = 10307.537 𝑚𝑚2 ( Gunakan 13 dia. 32 As= 10449.92 mm2)
2.
Direct shear 𝜇𝑒 =
𝜇𝑒 =
1000𝜆𝑏ℎ𝜇 𝑉𝑢
≤ 3.4
(nilai pada tabel 3.3.)
650 900 1000𝑥1𝑥 25.4 𝑥 25.4 𝑥1.4 2830.87𝑥103 4.448
𝜇𝑒 = 1.99 𝑁
𝐴𝑛 = 𝜙𝑓𝑢 =
566.174 𝑥 103
𝑦
𝐴𝑠 =
2𝑉𝑢 3𝜙𝑓𝑦 𝜇𝑒
0.85𝑥400
= 1665.217 mm2
2( 2830.87)103
+ 𝐴𝑛 = 3𝑥0.85𝑥400𝑥1.9 + 1665.217 = 4448.06 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑎𝑥 = 10307.537 mm2 𝐴ℎ = 0.5 (𝐴𝑠 + 𝐴𝑛 ) = 5986.377 mm2 (Gunakan 8 dia. 32 𝐴ℎ = 6430,72 𝑚𝑚 2)
93 Universitas Sumatera Utara
Cek kuat geser : 𝜙𝑉𝑛 = 𝜙1000. 𝑏. 𝑑 =
0.85𝑥1000𝑥
650 832 𝑥 25.4 25.4
1000
= 712.505 kips
𝜙𝑉𝑛 = 712.505 kips =3169.22 > 2830.87 kN
3.
OK
Tarik diagonal sudut Ambil, 𝑉𝑢 = 𝜙𝑉𝑛 992.82 kN 𝑉
𝐴𝑠ℎ = 𝜙𝑓𝑢 =
992.82 𝑥103
𝑦
0.85𝑥400
= 2920.058 mm2 (Gunakan 8 dia.22 𝐴𝑠ℎ =
3039.52 𝑚𝑚2 ) 𝐴′𝑠ℎ harus disediakan dengan syarat (𝐴′𝑠ℎ ≥ 𝐴𝑠ℎ ) maka gunakan 4 dia.32 (𝐴′𝑠ℎ = 3215.36 𝑚𝑚 2)
4.
Tarik diagonal pada ujung yang di perpanjang Kapasitas beton = 2𝜆√𝑓𝑐 ′ 𝑏𝑑 = 1
𝑉
1
2𝑥1𝑥√40𝑥142.23𝑥
𝐴𝑣 = 2𝑓 ( 𝜙𝑢 − 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) = 2𝑥400 (
1000 992.82𝑥103
𝑦
0.85
650 832 𝑥 25.4 25.4
=126.45 kips = 562.45 kN
− 562.45𝑥103 ) = 756.96 𝑚𝑚 2
(gunakan 7 D12 𝐴𝑣 = 791.28 𝑚𝑚 2)
Cek perkuatan tambahan yang diperlukan: 𝜙𝑉𝑛 = 𝜙(𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 + 𝐴ℎ . 𝑓𝑦 + 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) 𝜙𝑉𝑛 = 0.85(791.28𝑥400 + 2411.52 𝑥400 + 562.45𝑥103 ) = 1567.03 kN 𝜙𝑉𝑛 > 𝑉𝑢 OK
94 Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.19 Gambar peulangan Dapped-End lengkung 20o
4.5.2 Tendon Lengkung 30o 𝑉𝑎 = 992.82 kN Tegangan setelah friksi 75%𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁 Sudut kabel = 30° 𝑃𝑖 𝑥 = 4654.107 𝑘𝑁 𝑃𝑖 𝑦 = 2687.05 𝑘𝑁 Maka 𝑉𝑢 = 𝑉𝑎 +𝑃𝑖 𝑦 = 992.82 kN + 2687.05 𝑘𝑁 = 3679.87 𝑘𝑁 𝑁𝑢 = 0.2𝑥𝑉𝑢 = 735.97 𝑘𝑁
Perhitungan penulangan dapped end 1.
Lentur dan tarik aksial pada ujung yang diperpanjang 𝐴𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛 𝐴𝑠 = =
1 𝑎 ℎ [𝑉𝑢 ( ) + 𝑁𝑢 ( )] 𝜙𝑓𝑦 𝑑 𝑑
1 850 900 [3679.9𝑥103 ( ) + 735.97𝑥103 ( )] 0.85𝑥400 832 832
95 Universitas Sumatera Utara
𝐴𝑠 = 13399 𝑚𝑚 2 ( Gunakan 17 dia. 32 As= 13665 mm2)
2.
Direct shear 𝜇𝑒 =
𝜇𝑒 =
1000𝜆𝑏ℎ𝜇 𝑉𝑢
≤ 3.4
(nilai pada tabel 3.3.)
650 900 1000𝑥1𝑥 25.4 𝑥 25.4 𝑥1.4 3679.9𝑥103 4.448
𝜇𝑒 = 1.53 𝑁
𝐴𝑛 = 𝜙𝑓𝑢 = 2164.6 mm2 𝑦
𝐴𝑠 =
2𝑉𝑢 3𝜙𝑓𝑦 𝜇𝑒
2( 3679.9)103
+ 𝐴𝑛 = 3𝑥0.85𝑥400𝑥1.53 + 214.6 = 6867 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑎𝑥 = 13399 mm2 𝐴ℎ = 0.5 (𝐴𝑠 + 𝐴𝑛 ) = 7781.7 mm2 (Gunakan 10 dia. 32 𝐴ℎ = 8038.4 𝑚𝑚2) Cek kuat geser :
𝜙𝑉𝑛 = 𝜙1000. 𝑏. 𝑑 =
0.85𝑥1000𝑥
650 832 𝑥 25.4 25.4
1000
= 712.505 kips
𝜙𝑉𝑛 = 712.505 kips =3169.22 > 3679.9 kN
3.
TIDAK OK
Tarik diagonal sudut Ambil, 𝑉𝑢 = 𝜙𝑉𝑛 𝑉
𝐴𝑠ℎ = 𝜙𝑓𝑢 = 𝑦
3169.22𝑥103 0.85𝑥400
= 9321.2 mm2 (Gunakan 16 dia.28 𝐴𝑠ℎ = 9874 𝑚𝑚 2 )
𝐴′𝑠ℎ harus disediakan dengan syarat (𝐴′𝑠ℎ ≥ 𝐴𝑠ℎ ) maka gunakan 13 dia.32 (𝐴′𝑠ℎ = 10450 𝑚𝑚2)
4.
Tarik diagonal pada ujung yang di perpanjang Kapasitas beton = 2𝜆√𝑓𝑐 ′ 𝑏𝑑 =
2𝑥1𝑥√40𝑥142.23𝑥 1000
650 832 𝑥 25.4 25.4
=126.45 kips = 562.45 kN
96 Universitas Sumatera Utara
1
𝑉
1
𝐴𝑣 = 2𝑓 ( 𝜙𝑢 − 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) = 2𝑥400 (
3679.9𝑥103
𝑦
0.85
− 562.45𝑥103 ) = 4708.5 𝑚𝑚 2
(gunakan 13 D22 𝐴𝑣 = 4939.2 𝑚𝑚2 ) Cek perkuatan tambahan yang diperlukan: 𝜙𝑉𝑛 = 𝜙(𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 + 𝐴ℎ . 𝑓𝑦 + 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) 𝜙𝑉𝑛 = 0.85(4708.5𝑥400 + 781.7 𝑥400 + 562.45𝑥103 ) = 4890.4 kN 𝜙𝑉𝑛 > 𝑉𝑢 OK
Gambar 4.20 Gambar peulangan Dapped-End lengkung 30o
4.5.3 Tendon Lengkung 45o 𝑉𝑎 = 992.82 kN Tegangan setelah friksi 75%𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁 Sudut kabel = 45° 𝑃𝑖 𝑥 = 3800.062 𝑘𝑁 𝑃𝑖 𝑦 = 3800.062 𝑘𝑁 Maka 𝑉𝑢 = 𝑉𝑎 +𝑃𝑖 𝑦 = 992.82 kN + 3800.062 𝑘𝑁 = 4792.882 𝑘𝑁
97 Universitas Sumatera Utara
𝑁𝑢 = 0.2𝑥𝑉𝑢 = 958.58 𝑘𝑁
Perhitungan penulangan dapped end 1.
Lentur dan tarik aksial pada ujung yang diperpanjang 𝐴𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛 𝐴𝑠 = =
1 𝑎 ℎ [𝑉𝑢 ( ) + 𝑁𝑢 ( )] 𝜙𝑓𝑦 𝑑 𝑑
1 850 900 [4792.9𝑥103 ( ) + 958.58𝑥103 ( )] 0.85𝑥400 832 832
𝐴𝑠 = 17451 𝑚𝑚 2 ( Gunakan 22 dia. 32 As= 17684 mm2)
2.
Direct shear 𝜇𝑒 =
1000𝜆𝑏ℎ𝜇 𝑉𝑢
≤ 3.4
(nilai pada tabel 3.3.)
650 900 1000𝑥1𝑥 25.4 𝑥 25.4 𝑥1.4 𝜇𝑒 = 3679.9𝑥103 4.448 𝜇𝑒 = 1.17 𝑁
𝐴𝑛 = 𝜙𝑓𝑢 = 2819.3 mm2 𝑦
𝐴𝑠 =
2𝑉𝑢 3𝜙𝑓𝑦 𝜇𝑒
2( 4792.9)103
+ 𝐴𝑛 = 3𝑥0.85𝑥400𝑥1.53 + 2819.3 = 10796 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑎𝑥 = 17451 mm2 𝐴ℎ = 0.5 (𝐴𝑠 + 𝐴𝑛 ) = 10135 mm2 (Gunakan 13 dia. 32 𝐴ℎ = 10450 𝑚𝑚2 ) Cek kuat geser : 𝜙𝑉𝑛 = 𝜙1000. 𝑏. 𝑑 =
0.85𝑥1000𝑥
650 832 𝑥 25.4 25.4
1000
= 712.505 kips
𝜙𝑉𝑛 = 712.505 kips =3169.22 > 4792.9 kN
3.
TIDAK OK
Tarik diagonal sudut
98 Universitas Sumatera Utara
Ambil, 𝑉𝑢 = 𝜙𝑉𝑛 𝑉
𝐴𝑠ℎ = 𝜙𝑓𝑢 =
3169.22𝑥103 0.85𝑥400
𝑦
= 9321.2 mm2 (Gunakan 16 dia.28 𝐴𝑠ℎ = 9874 𝑚𝑚 2 )
𝐴′𝑠ℎ harus disediakan dengan syarat (𝐴′𝑠ℎ ≥ 𝐴𝑠ℎ ) maka gunakan 13 dia.32 (𝐴′𝑠ℎ = 10450 𝑚𝑚2)
4.
Tarik diagonal pada ujung yang di perpanjang Kapasitas beton = 2𝜆√𝑓𝑐 ′ 𝑏𝑑 = 1
𝐴𝑣 = 2𝑓 ( 𝑦
𝑉𝑢 𝜙
− 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) =
2𝑥1𝑥√40𝑥142.23𝑥
1 2𝑥400
1000
(
4792.882𝑥103 0.85
650 832 𝑥 25.4 25.4
=126.45 kips = 562.45 kN
− 562.45𝑥103 ) = 6345.3 𝑚𝑚2
(gunakan 17 D22 𝐴𝑣 = 6459 𝑚𝑚2 )
Cek perkuatan tambahan yang diperlukan: 𝜙𝑉𝑛 = 𝜙(𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 + 𝐴ℎ . 𝑓𝑦 + 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) 𝜙𝑉𝑛 = 0.85(6345.3𝑥400 + 10135 𝑥400 + 562.45𝑥103 ) = 6227.1 kN 𝜙𝑉𝑛 > 𝑉𝑢 OK
Gambar 4.21 Detail penulangan Dapped-End lengkung 45o
99 Universitas Sumatera Utara
Analisis Perbandingan :
𝑉𝑢 (kN) Tulangan tarik dan aksial 𝐴𝑠 Direct Shear 𝐴ℎ Tark diagonal sudut 𝐴𝑠ℎ Tarik diagonal Sudut 𝐴′𝑠ℎ Tarik diagonal 𝐴𝑣
00
200
300
450
992,82
2830,87
3679,87
4792,88
4D32 3D28 8D22 4D32 7D12
13D32 8D32 14D28 11D32 10D22
10D32 16D28 13D32 13D32 13D22
22D32 13D32 16D28 13D22 17D22
Tabel 4.15 Perbandingan beberapa variasi tendon
4.6 Diskusi Hasil Perencanaan
1.
Tugas akhir ini membandingkan persayaratan SNI 2012,metode T.Y Lin referensi perhitungan PCI Girder
2.
Pada Balok Girder I ataupun bentuk lainnya, End Block atau ujung-ujung beam dibuat balok solid diujung yaitu daerah terganggu / daerah pengangkuran global sepanjang tinggi balok
3.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data-data perecanaan yang diambil dari data-data yang sudah ada sebelumnya, dari data tersebut penampang tidak kuat (preliminary) karena daerah aman kabel tidak terpenuhi, maka pada kasus ini digunakan penampang Dappped end.
4.
Perencanaan SNI lebih detail karena dalam perencanaan tulangannya juga menganalisis distribusi tegangan berdasarkan metode Magnel, Guyon dan Zielinski and Rowe. Analisis ini bermanfaat untuk mendapatkan distribusi tegangan tarik melintang atau tulangan bursting
pada balok angkur
(endblock). 5.
Penulangan pada ujung balok Dapped end membutuhkan analisa berbeda dengan balok perismatik biasa, pada dapped end model-model keruntuhan
100 Universitas Sumatera Utara
lebih banyak dibandingkan dengan balok perismatik,sehingga diperlukan perencanaan tulangan yang lebih banyak. Pada ujung balok Dapped end digunakan tulangan Lentur dan tarik aksial, Direct shear, Tarik diagonal sudut dan Tarik diagonal Pada ujung balok perismatik digunakan tulangan terdapat Penulangan Horizontal, dan Penulangan Verikal 6.
Perencanaan tulangan geser pada ujung balok banyak dipengaruhi bentuk lintasan tendon, lintasan lengkung mereduksi lebih banyak gaya geser yang yang terjadi dibandingkan lintasan lurus. (Tabel 4.16)
7.
Tulangan geser Vertikal : Pada Dapped end tendon melengkung : 6239.97 𝑚𝑚2 Pada Ujung solid tendon melengkung : 3253.04 𝑚𝑚2 Pada Dapped end tendon lurus
: 3830.80 𝑚𝑚2
Pada Ujung solid tendon lurus
: 2637.60 𝑚𝑚2
Tulangan tarik dan aksial 𝐴𝑠
Dapped End Tendon melengkung 7D32
Dapped end Variasi tendon Lurus 4D32
Direct Shear 𝐴ℎ
4D28
3D28
Tark diagonal sudut 𝐴𝑠ℎ
6D32
8D22
Tarik diagonal Sudut 𝐴′𝑠ℎ
7D28
4D32
Tarik diagonal 𝐴𝑣
5 D19
7 D12
Penuklangan Horizontal 𝐴𝑠
Ujung solid Tendon melengkung 4D28
Ujung Solid Variasi tendon Lurus 3D28
Penulangan Vertikal 𝐴𝑠ℎ
7D12
7D12
Tabel 4.16 Pebandingan tulangan geser pada beberapa variasi end block
8.
Gaya geser ultimit yang digunakan : Untuk tendon melengkung digunaksn proyeksi gaya yang tegak lurus kearah sumbu x dan arah sumbu y, pada gambar diatas dijelaskan bahwa gaya tendon kearah y vertical yang kita gunakan melawan gaya aksi yang diberikan tendon, seperti yang diterangkan pada gambar 4.21.
101 Universitas Sumatera Utara
𝑉𝑢 = 𝑉𝑎 + 𝑃𝑖 𝑠𝑖𝑛Ɵ
Maka, Gaya geser ultimit yang digunakan dalam perencanaan tulangan pada ujung balok berujung penuh maupun dapped-end merupakan penjumlahan gaya lintang akibat pembebanan total ditambah gaya proyeksi kabel prategang terhadap arah sumbu Y vertical.
Gambar 4.22 Gaya geser ultimit yang digunakan untuk perhitungan tulangan geser
102 Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan dari studi tugas akhir ini adalah untuk menganalisis dan mendesain tulangan endblock balok prategang dengan meneliti tendon dan dimensi
1.
Dari analisis yang telah dilakukan , metode SNI 2012 menghasilkan jumlah tulangan yang digunakan 8D16 sedangkan pada metode T.Y Lin Jumlah tulangan yang digunakan 5D16. Maka metode T.Y lin menghasilkan desain yang lebh efisien dengan mereduksi tulangan yang digunakan sampai 37.50%.
2.
Pada variasi sudut tendon,semakin besar elevasi sudut tendon maka jarak tulangan geser semakin rapat dengan selisih sebesar 36.27% . Karena gaya prategang aksial yan diberikan cukup besar maka tendon dengan sudut 30° dan 45° tidak memenuhi batas kuat geser yang diperlukan.
3.
Pada perbandingan penampang berbentuk solid dan dapped end dengan gaya prategang dan tinggi penampang yang sama, penulangan berujung solid lebih efektif dan efisien digunakan dengan presentasi selisih 28.76%
4.
Tulangan bursting Magnel merupakan yang paling efisien dibanding metode Guyon dan Zeilinski and Rowe dengan presentasi selisih 33.33%
103 Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan studi analisis dan desain tulangan geser dengan beberapa variasi end block pada beton prategang 1.
Dalam penggambaran strut and tie untuk memperoleh model yang proporsional pada rangka batang gaya harus menggunakan skala, karena ketepatan
2.
gambar
diperlukan
untuk
perhitungan
selanjutnya.
Banyak metode yang dapat digunakan untu mnentukan penulangan ujung balok, hendaknya perencana memilih metode yang paling efektif dan efisien dalam pengaplikasiannya,
3.
Perlu penelitian khusus untuk mengkaji pengaruh gaya-gaya terhadap pola retak pada balok dengan menganalisis defleksi yang terjadi.
104 Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Abeles, P.W. & Bardhan-Roy, B. K., 1981. Prestressed Concrete Designer’s Handbook Third Edition. H.Charlesworth & Co. Ltd. Budiadi, Andri.2008. Desain Praktis Beton Prategang. Yogyakarta : CV Andi Offset Departemen Pekerjaan Umum. 2012. SNI 7833:2012 Tata Cara Perancangan beton pracetak dan beton prategang untuk bangunan Gedung. Dept. PU, Bandung. Departemen Pekerjaan Umum. 2013. SNI 2847:2012 Tata Cara Perhitungan Struktur Bangunan Gedung. Dept. PU, Bandung. Nawy, Edward G. 2001. Prestressed Concrete: a Fundamental Approach, 3th Edition. Jakarta: Erlangga. Lin,T. Y. & Ned H. Burns. 1981. Design of Prestresssed Concrete Structure Third Edition. USA: John Wiley & Sons Naaman, Antoine E. 1982. Prestressed Concrete Analysis and Design Fundamental. USA :McGraw-Hill Book company. Raju, N Krishna. 2009. Beton Prategang Second Edition. Jakarta: Erlangga. Fauzia, Irfani. Analisis dan Desain End Block balok beton prategang dengan model penunjang dan pengikat (Strut and Tie Model) (Tugas Akhir). Bandung: Universitas Kristen Maranatha Febrian K, Erik and Herawan. 2006. Evaluasi distribusi tegangan pada endblock beton prategang pascatarik
(Undergraduate Thesis). Semarang: Universitas
Dipenegoro Siregar, Adriansyah Pami Rahman. 2014. Redesain Prestress (Post-Tension) Beton Pracetak I Girde Antara Pier 4 dan Pier 5, Ramp 3 Junction Kualanamu (Tugas Akhir). Medan: Universitas Sumatra Utara
xv Universitas Sumatera Utara