Perkembangan Agama, Moral, Dan Sikap [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERKEMBANGAN AGAMA, MORAL, DAN SIKAP Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan Semester II



Dosen Pengampu : Arizka Harisa, S.Psi,. M.Si



Disusun oleh : Lina Na’imah



( 11160161000006 )



Haris Gunawan



( 11160161000015 )



Pendidikan Biologi II A



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Perkembangan Agama, Moral, dan Sikap ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Arizka Harisa, S.Psi,.M.Si selaku Dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai perkembangan agama, moral, dan sikap. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Demikianlah



makalah



ini kami buat mohon maaf apabila terdapat



kekurangan dan kesalahan, kami mohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca.



Tangerang Selatan, Maret 2017



Penulis



i



DAFTAR ISI



Kata Pengantar ........................................................................................................i Daftar Isi ...................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................1 1.3 Tujuan .........................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................3 2.1 Pengertian agama, moral, dan sikap..............................................................3 2.2 Teori perkembangan agama, moral, dan sikap .............................................4 2.3 Hubungan serta pengaruh agama, moral dan sikap.......................................8 2.4 Karakteristik moral, nilai, dan sikap remaja .................................................10 2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral, nilai, dan sikap remaja ...................................................................................11 2.6 Perbedaan individu dalam perkembangan moral, nilai, dan sikap ................12 2.7 Upaya pengembangan moral, nilai dan sikap serta implementasinya bagi pendidikan .............................................................................................13 BAB III PENUTUP ..................................................................................................17 3.1 Simpulan .......................................................................................................17 3.2 Saran-saran ....................................................................................................18 Daftar Pustaka ..........................................................................................................19



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup adalah perbuatan demikianlah kata Sutrisno Bachir. Dan masih banyak lagi definisi-definisi yang lain. Namun, yang terpenting adalah bahwa kehidupan adalah memperjuangkan apa yang menjadi nilai-nilai kehidupan itu. Ada tiga konsep yang masing-masing mempuyai makna, pengaruh, dan konsekuensi yang besar terhadap perkembangan perilaku individu, termasuk juga perilaku remaja, yaitu nilai, moral dan sikap.



Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kehidupan modern sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menghasilkan berbagai perubahan,pilihan dan kesempatan,tetapi mengandung



berbagai



resiko



akibat



kompleksitas



kehidupan



yang



ditimbulkan adalah munculnya nilai-nilai modern yang tidak jelas dan membingungkan anak. Untuk itu, makalah ini akan membahas tentang perkembangan agama, moral dan sikap serta pengaruhnya terhadap tingkah laku remaja. Karena antara nilai moral dengan tindakan tidak selalu terjadi hubungan yang positif, mengingat tingkat emosi pada usia remaja masih sangat labil. Oleh karena itu, peranserta orang tua, guru, teman-teman dan lingkungan sekitar sangat mempengaruhi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:



1



1.2.1 Apakah pengertian agama, moral, dan sikap ? 1.2.2 Apa sajakah teori dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan agama, moral, dan sikap ?



2



2



1.2.3 Bagaimana hubungan antara moral, nilai, dan sikap, serta pengaruhnya terhadap tingkah laku ? 1.2.4 Apa sajakah karakteristik moral, nilai, dan sikap remaja ? 1.2.5 Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral, nilai, dan sikap remaja ? 1.2.6 Bagaimana perbedaan individu dalam perkembangan moral, nilai, dan sikap ? 1.2.7 Bagaimana mengembangkan upaya, moral nilai, dan sikap, serta implikasinya bagi pendidikan ?



1.3 Tujuan 1.3.1 Untuk mengetahui pengertian agama, moral ,dan sikap. 1.3.2 Untuk mengetahui teori perkembangan agama, moral, dan sikap. 1.3.3 Untuk mengetahui



hubungan antara moral, nilai dan sikap, serta



pengaruhnya terhadap tingkah laku. 1.3.4 Untuk mengetahui karakteristik moral, nilai dan sikap remaja. 1.3.5 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral, nilai dan sikap remaja. 1.3.6 Untuk mengetahui perbedaan individu dalam perkembangan moral, nila dan sikap. 1.3.7 Untuk mengetahui cara mengembangkan upaya, moral nilai dan sikap, serta implikasinya bagi pendidikan.



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Agama, Moral, dan Sikap Kata “agama” menyangkut masalah yang berhubungan dengan kehidupan batiniah manusia. Makna kata “agama” banyak menimbulkan kontroversi yang sering lebih besar daripada arti penting permasalahannya. Harun Nasution merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu aldin, religi (relegere, religare) dan agama. Al-din (Semit) berarti undangundang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Adapun dari kata religi (Latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian, religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari a = tak; gam = pergi mengandung arti tak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turuntemurun. Bertitik tolak dari pengertian-pengertian kata-kata tersebut, menurut Harun Nasution, dipegang intisarinya adalah ikatan. Karena itu, agama mengandung arti ikatan yang harus dan dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap dengan pancaindra, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.1 Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhalak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara



1



Bambang Syamsul, Psikologi Agama, (Bandung :Pustaka Setia, 2008), h. 14.



3



4



perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.2 Dalam arti yang sempit sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Menurut Bruno (1987), sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu.3 Sedangkan, menurut Gerung, sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan beraeaksi individu terhadap suatu hal (Mappiare, 1982: 58). Sikap berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku seseorang dapat diramalkan tingkah laku apa yang dapat terjadi dan akan diperbuat jika telah diketahui sikapnya. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi berupa kecenderungan (predisposisi) tingkah laku. Jadi, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu pengahayatan terhadap objek tersebut.4 2.2 Teori Perkembangan Agama, Moral, dan Sikap a. Teori Perkembangan Agama Beberapa tokoh penggagas teori perkembangan agama diantaranya William James, Sigmun Freud, Carl Jung, Alfred Adler, Gordon Aliport, Erik H. Erikson, Erich Fromm, Rudolf Otto dan tokoh lainnya. Berikut ini teori perkembangan agama menurut William James sebagai “Bapak Psikologi Agama”. Beliau adalah seorang filosof dan psikolog berkebangsaan Amerika. Beliau lahir pada tahun 1842 dan meninggal dunia pada tahun 1910. Para ahli di bidang psikologi menganggapnya sebagai “Bapak



2



Sunarto, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta :Rineka Cipta, 2008), h. 169. Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung :Remaja Rosdakarya,1997), h. 120. 4 Sunarto, op.cit., h. 170. 3



5



Psikologi Agama”. Beliau pernah menjabat sebagai Presiden APA (American Psychology Association) dan menulis salah satu buku psikologi agama yang berjudul “Varieties of Religious experiences” (Ragam Pengalaman Beragama). Buku ini dianggap sebagai buku paling klasik yang membahas tentang psikologi agama dan dijadikan rujukan dalam berbagai pertemuan ilmiah. Pengaruh James sangat kuat dalam bidang psikologi agama. James membedakan antara agama institusional dan agama personal. Agama institusional adalah kelompok keagamaan atau organisai keagamaan dan berperan sangat penting dalam suatu kebudayaan masyarakat. Agama personal, di mana individu mengalami pengalaman keagamaan dan mistik, dapat dialami tanpa terkait dengan unsur budaya. James lebih tertarik untuk memahami pengalaman agama yang bersifat personal dibanding pengalaman agama yang bersifat sosial. Hipotesis pragmatism William James bersumber dari efikasi agama. Jika seseorang percaya terhadap agama dan melaksanakan aktivitas-aktivitas keagamaan, dan tindakan-tindakan tersebut kebetulan bekerja dengan baik maka praktek keagamaan tersebut menjadi pilihan utama bagi orang tersebut. Jika proses agama tersebut mengandung sedikit efisiensi maka tidak ada alasan untuk melanjutkan praktek tersebut.5 b. Teori Perkembangan Moral Teori Kohelberg mengenai perkembangan moral secara formal disebut cognitive-developmental theory of moralization, yang berakar pada karya Piaget. Asumsi utama Piaget adalah bahwa kondisi (pikiran) dan afek (perasaan) berkembang pararel dan keputusan moral merupakan proses perkembangan kognisi secara alami. Sebaliknya, kebanyakan ahli psikologi pada masa itu berasumsi bahwa pikiran moral lebih merupakan



5



Gazi dan Faozah, Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama terhadap Perilaku Manusia, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatulla Jakarta, 2010), h. 4.



6



proses psikologi dan sosial. Beberapa dari mereka berasumsi bahwa moralitas merupakan hasil dari pendidikan perasaan pada usia dini dan sedikit sekali hubungannya dengan proses berpikir rasional. Mereka percaya bahwa untuk memahami moralitas, seseorang harus mempelajari proses sosialisasi yang dipelajari anak-anak dengan mematuhi aturan dan norma masyarakat.6 Dari hasil penyelidikan-penyelidikan Kohlberg mengemukakan enam tahap (stadium) perkembangan moral yang berlaku secara universal dan dalam urutan tertentu. Ada tiga tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitu tingkat : I.



Prakonvensional



II.



Konvensional



III.



Post-konvensional Masing-masing tingkat terdiri dari dua tahap, sehingga keseluruhan ada enam tahapan (stadium) yang berkembang secara bertingkat dengan urutan yang tetap. Tidak setiap orang mencapai tahap terakhir perkembangan moral. Dalam stadium nol, anak menganggap baik apa yang sesuai dengan permintaan dan keinginannya. Sesudah stadium ini datanglah: Tingkat I; Prakonvensional, yang terdiri dari stadium 1 dan 2 Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman. Anak menganggap baik atau buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya. Pada stadium 2, berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Pada tahap ini, anak tidak lagi secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi. Jadi, ada relativisme. Relativisme ini artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan seseorang (hedonistik).



6



Suyanto, Humanisasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), h. 11.



7



Tingkat II : Konvensional Stadium 3, menyangkut orientasi mengenai anak yang baik. Pada stadium ini, anak mulai memasuki umur belasan tahun, di mana anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain. Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas. Pada stadium ini perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakatnya, melainkan bertujuan agar dapat ikut memperthankan aturan-aturan atau norma-norma sosial. Jadi perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan aturan-aturan yang ada, agar tidak timbul kekacauan. Tingkat III : Pasca-Konvensional Stadium 5, merupakan tahap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial. Pada stadium ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial, dengan masyarakat. Seseorang harus memperlihatkan kewajibannya, harus sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial karena sebaliknya, lingkungan sosial atau masyarakat akan memberikan perlindungan kepadanya, Stadium 6. Tahap ini disebut Prinsip Universal. Pada tahap ini ada norma etik disamping norma pribadi dan subjektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara seseorang dengan masyarakatnya ada unsur-unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak baik. Subjektivisme ini berarti ada perbedaan penilaian antara seorang dengan orang lain. Dalam hal ini, unsur etika akan menentukan apa yang boleh dan baik dilakukan atau sebaliknya.7 c. Teori Perkembangan Sikap



7



Sunarto, op.cit., h. 172.



8



Stephen R. Covey mengemukakan tiga teori determinisme yang diterima secara luas, baik sendiri-sendiri maupun kombinasi, untuk menjelaskan sikap manusia, yaitu : 1. Determinisme genetis (genetic determinism) berpandangan bahwa sikap individu diturunkan oleh sikap kakek-neneknya. Itulah sebabnya, seseorang memiliki sikap dan tabiat seperti sikap dan tabiat nenek moyangnya. 2. Determinisme psikis (psychic determinism) : berpandangan bahwa sikap individu merupakan hasil pelakuan, pola asuh, atau pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya. 3. Determinism lingkungan (environmental determinism) berpandangan bahwa perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan individu itu tinggal dan bagaimana lingkungan memperlakukan individu tersebut. Bagaimana atasan/pimpinan memperlakukan kita, bagaimana pasangankita memperlakukan kita, situasi ekonomi, atau kebijakankebijakan pemerintah, semuanya membentuk perkembangan sikap individu.8



2.3 Hubungan Antara Moral, Nilai, dan Sikap, Pengaruhnya terhadap Tingkah Laku Moral dan akhlak sangat penting dalam pergaulan hidup di dunia ini. Oleh karena itu Allah SWT. sengaja mengutus Nabi Muhammad SAW. untuk menyempurnakan akhlak yang mulia sebagaimana sabda beliau yakni sebagai berikut: ْ ‫ق‬ ‫َار َم‬ َ ‫اِنَ َما بُ ِعثْتُ ألت َِم َم َمك‬ ِ ‫األخال‬ )‫(الحديث‬



8



http://marabpisurya.blogspot.co.id/2010/05/perkembangan-nilai-moral-dan-sikap.html (Selasa, 14 Maret 2017 Pukul 14.45 WIB).



9



Artinya : “Sesungguhnya aku diutus, (tiada lain, kecuali) supaya menyempurnakan akhlak yang mulia”. (H.R Ahmad)9 Nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk sesuatu, moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap merupakan predikposisi atau kecenderungan individu untuk merespon terhadap suatu objek atau sekumpulan objek debagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang ada di dalam dirinya. Sistem nilai mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya akan menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut. Dengan sistem nilai yan dimiliki individu akan menentukan perilaku mana yang harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap dan perilaku nyata sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang mendasarinya.10 Bagi Sigmund Freud (Gerald Corey, 1989), yang telah menjelaskan melalui teori psikoanalisisnya, antara nilai, moral, dan sikap adalah satu kesatuan dan tidak dibeda-bedakan. Dalam konsep Sigmund Freud, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari tiga, yaitu :11 1. Id atau Das Es 2. Ego atau Das Ich 3. Super Ego atau Da Uber Ich. Id berisi dorongan naluriah, tidak rasional, tidak logis, tak sadar, amoral, dan bersifat memenuhi dorongan kesenangan yang diarahkan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan dan menghindari kesakitan. Ego merupakan eksekutif dari kepribadian yang memerintah mengendalikan dan mengatur kepribadian individu. Tugas utama Ego adalah mengantar dorongan-dorongan naluriah dengan kenyataan yang ada di dunia sekitar.



9



Hadits Digital dan terjemahan Mohammad Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi Remaja, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 134. 11 Gerald Corey, Teori dan Praktek KONSELING DAN PSIKOTERAPI, (Bandung : Refika Aditama, 2009), hal. 14. 10



10



Superego adalah sumber moral dalam kepribadin. Superego adalah kode moral individu yang tugas utamanya adalah mempertimbangkan apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego memprestasikan hal-hal yang ideal bukan hal-hal yang riil serta mendorong ke arah kesempurnaan bukan ke arah kesenangan. Dalam konteksnya hubungan antara nilai, moral, dan sikap adalah jika ketiganya sudah menyatu dalam superego dan seseorang yang telah mampu mengembangkan superegonya dengan baik, sikapnya akan cenderung didasarkan atas nilai-nilai luhur dan aturan moral tertentu sehingga akan terwujud dalam perilaku yang bermoral. Ini dapat terjadi karena superego yang sudah berkembang dengan baik dapat mengontrol dorongan-dorongan naluriah dari id yang bertujuan untuk memenuhi kesenangan dan kepuasan. Berkembangnya superego dengan baik, juga akan mendorong berkembang kekuatan ego untuk mengatur dinamika kepribadian antara id dan superego, sehingga perbuatannya selaras dengan kenyataannya di dunia sekelilingnya.



2.4 Karakteristik Moral, Nilai, dan Sikap Remaja Untuk menghindari kesimpangsiuran dan kesalahpahaman dalam penggunaan istilah, sebaiknya istilah remaja dijelaskan terlebih dahulu. Istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukkan makna remaja, antara lain adalah puberteit, adolescentia, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula dikatakan pubertas atau remaja. Istilah puberty (Inggris) atau puberteit (Belanda) berasal dari bahasa Latin: pubertas yang berarti usai kedewasaan (the age of manhood). Istilah adolescentia berasal dari kata Latin: Adulescentis. Dengan adulescentia dimaksudkan masa muda.12 Who menetapkan batas usia 19-20 tahun sebagai batasan usia remaja. WHO menyatakan walaupun definisi di atas terutama didasarkan pada usia kesuburan (fertilisasi) wanita, batasan tersebut berlaku juga untuk remaja



12



Sunarto, op.cit., h. 51.



11



pria, dan WHO membagi kurun usia dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun.13 Masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha melepaskan diri dari lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya maka masa remaja menjadi periode yang sangat penting dalam pembentukan nilai moral (Horrocks, Adi, Monks). Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol berkaitan dengan nilai moral adalah bahwa remaja sudah sangat merasakan pentingnya tata nilai moral dan mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan, atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang. Remaja merupakan masa dimana individu sudah bukan lagi seorang anakanak, namun juga belum dapat dikatakan sebagai dewasa. Remaja sangat dikaitkan dengan kondisi kejiwaan yang masih labil. Remaja masih belum dapat mengambil keputusan secara tepat namun ia sudah dapat menilai sesuatu hal yang baik atau buruk. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak remaja yang banyak melakukan hal-hal diluar batas moral. Karena remaja masih mencari jati dirinya, ingin mengetahui “siapakah aku sebenarnya” Itulah mengapa moral perlu diterapkan pada anak usia remaja. Dengan kelabil-an jiwa mereka, dengan kebingungan akan dirinya, jika diajarkan mengenai moral, maka remaja akan mudah memahami. Di usia remaja, mereka harus diajarkan pentingnya memiliki tata nilai moral, karena hal itu merupakan pedoman, pegangan, serta petunjuk untuk menemukan identitas diri mereka. Dan moral akan membentuk mereka menjadi manusia yang matang dan siap dalam bersosialisasi dan menghadapi polemik dalam masyarakat. Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berpikir formal, yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis maka pemikiran remaja 13



Ibid., h. 57.



12



terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka.14



2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral, Nilai, dan Sikap Remaja Sama seperti perkembangan lainnya, maka perkembangan nilai, moral, dan sikap dipengaruhi oleh berbagai faktor. Bagi para ahli psikoanalisis perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organik biologis. Menurut ahli psikoanalisis, nilai dan moral menyatu dalam kongsep superego. Superego di bentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar (khususnya dari orang tua). Oleh kerena itu, anak yang tidak memiliki hubungan harmonis dengan orang tuanya di masa kecil kemungkinan besar tidak akan mampu mengembangkan superego yang cukup kuat, sehingga mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma sosial. Teori-teori lain yang non-psikoanalisis beranggapan bahwa hubungan anak dengan orang tua bukan satu-satunya sarana pembentuk moral. Di dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai penverminan nilainilai hidup tertentu ternyata bahwa faktor lingkungan memegang peran penting. Diantara segala unsur lingkungan sosial yang berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilainilai tertentu. Dalam hal ini liangkungan sosial terdekat yang terutama terdiri dari mereka yang berfungsi sebagai pendidik dan pembina. Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg menunjukkan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nilai 14



Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, op.cit., h. 145.



13



kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas spontan pada anak-anak. Moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh Piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menurut tahap-tahap perkembanagan Piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.15



2.6 Perbedaan Individual dalam Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap Pengertian moral dan nilai pada anak-anak umur sepuluh atau sebelas tahun berbeda dengan anak-anak yang lebih tua. Pada anak-anak terdapat anggapan bahwa aturan-aturan adalah pasti dan mutlak oleh karena diberikan oleh orang dewasa atau Tuhan yang tidak bisa diubah lagi (Kohlberg, 1963). Pengertian mengenai aspek moral pada anak-anak lebih besar, lebih tentu dan nisbi. Ia bisa menawar atau minta mengubah sesuatu aturan kalau disetujui oleh semua orang. Untuk sebagian remaja seperti orang dewasa yang penalarannya terhambat atau kurang berkembang, tahap perkembangan moralnya ada pada tahap prakonvensional. Pada tahap ini seseorang belum benar-benar mengenal apalagi menerima aturan dan harapan masyarakat. Pada tingkatan yang paling awal, pedoman mereka hanyalah menghindari hukuman. Sedangkan bagi mereka yang dapat mencapai tingkat kedua sudah ada pengertian bahwa untuk memenuhi kebutuhan sendiri seseorang juga harus memikirkan kepentingan orang lain. Perbedaan perseorangan juga dapat dilihat pada latar belakang kebudayaannya. Jadi, ada kemungkinan terdapat individu atau remaja yang tidak mencapai perkembangan nilai, moral dan sikap serta tingkah laku yang diharapkan padanya.



15



Sunarto, op.cit., h. 174.



14



Oleh sebab itu, hal yang wajar jika terjadi perbedaan individual dalam suatu keluarga atau kelompok masyarakat tentang sistem nilai, moral, maupun sikap yang dianutnya. Perbedaan individual didukung oleh fase, tempo, dan irama perkembangan masing-masing individu. Dalam teori perkembangan pemikiran moral dari Kohlberg juga dikatakan bahwa setiap individu dapat mencapai tingkat perkembangan moral yang paling tinggi, tetapi kecepatan pencapaiannya juga ada perbedaan antara individu satu dengan lainnya meskipun dalam suatu kelompok sosial tertentu. Dengan demikian, sangat dimungkinkan individu yang lahir pada waktu yang relatif bersamaan, sudah lebih tinggi dan lebih maju tingkat pemikirannya.16 2.7 Upaya Mengembangkan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja serta Implikasinya dalam penyelenggaraan Pendidikan Suatu sistem sosial yang paling awal berusaha menumbuh kembangkan sistem nilai, moral, dan sikap kepada anak adalah keluarga. Ini didorong oleh keinginan dan harapan orang tua yang cukup kuat agar anaknya tumbuh dan berkembang menjadi individu yang memiliki dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, serta memiliki sikap dan perilaku yang terpuji sesuai dengan harapan orang tua, masyarakat sekitar, dan agama. Melalui proses pendidikan, pengasuhan, pendampingan, pemerintah, larangan, hadiah, hukuman, dan intervensi edukatif lainnya, para orang tua menanamkan nilai-nilai luhur, moral, dan sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi generasi penerus yang diharapkan. Perwujudan nilai, moral, dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Tidak semua individu mencapai tingkat perkembangan nilai-nilai hidup, perkembangan moral dan tingkah laku seperti yang diharapkan, maka kita



16



Sunarto, op.cit., h. 176.



15



dihadapkan dengan masalah pembinaan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai,moral dan sikap remaja adalah : a. Menciptakan komunikasi Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral. Anak tidak pasif mendengarkan dari orang dewasa bagaimana seseorang harus bertingah laku sesuai dengan norma dan nilai-nilai moral, tetapi anak-anak harus dirangsang supaya lebih aktif. Hendaknya ada upaya untuk mengikutsertakan remaja dalam beberapa pembicaraan dan dalam pengambilan keputusan keluarga, sedangkan dalam kelompok sebaya , remaja turut serta secara aktif dalam tanggung jawab dan penentuan maupun keputusan kelompok. Di sekolah para remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral misalnya dalam kerja kelompok , sehingga dia belajar tidak melakukan sesuatu yang akan merugikan orang lain karena hal ini tidak sesuai dengan nilai atau norma-norma moral. Kita mengetahui bahwa nilai-nilai hidup yang dipelajari memerlukan satu kesempatan untuk diterima dan diresapkan sebelum menjadi bagian integral dari tingkah laku seseorang. Dan kita ketahui pula bahwa nilai-nilai hidup yang dipelajari barulah betul-betul berkembang apabila telah dikaitkan dalam konteks kehidupan bersama. b. Menciptakan Iklim Lingkungan yang serasi Seseorang yang mempelajari nilai hidup tertentu dan moral, kemudian berhasil memiliki sikap dan tingkah laku sebagai pencerminan nilai hidup itu umumnya adalah seseorang yang hidup dalam lingkungan hidup yang secara positif, jujur, dan konsekuen senantiasa mendukung bentuk tingkah laku yang merupakan pencerminan nilai hidup tersebut. Ini berarti antara lain, bahwa usaha pengembangan tingkah laku nilai hidup hendaknya tidak hanya mengutamakan pendekatan-pendekatan intelektual semata-mata tetapi juga mengutamakan adanya lingkungan yang kondusif dimana faktor-faktor lingkungan itu sendiri merupakan penjelmaan yang konkret dari nilai-nilai



16



hidup tersebut. Karena lingkungan merupakan faktor yang cukup luas dan sangat bervariasi, maka tampaknya yang perlu diperhatikan adalah lingkungan sosial terdekat yang berfungsi sebagai pendidik dan pembina yaitu orang tua dan guru. Akhirnya perlu juga diperhatikan bahwa satu lingkungan yang lebih banyak bersifat mengajak, mengundang atau memberi kesempatan akan lebih efektif dari pada lingkungan yang ditandai dengan larangan-larangan dan peraturanperaturan yang serba membatasi.17 Agar anak-anak memiliki moral yang baik dan terhindar dari pelanggaranpelanggaran moral, maka perlu adanya kerjasama antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebaik apa pun pendidikan moral dalam keluarga tanpa adanya dukungan dari sekolah dan masyarakat, sulit bagi anak-anak untuk memiliki moral yang baik. Begitu juga pendidikan moral di sekolah, tanpa adanya dukungan dari keluarga dan masyarakat sulit bagi anak untuk memiliki moral yang baik. Dengan demikian, ketiga jenis lembaga ini tidak bisa dipisahkan dan harus saling mendukung. Model pendidikan nilai moral yang dapat diberikan kepada anak-anak di dalam keluarga, yaitu: (1) harus ditanamkan nilai-nilai agama sejak dini, yang diawali dengan pembinaan aqidah, dan (2) menanaman nilai-nilai akhlak sejak dini kepada anak-anak, seperti cara-cara berbicara, cara berpakaian, cara memilih teman, dan ditanamkan sifat-sifat yang baik. Model pendidikan nilai moral di yang dapat dilaksanakan di sekolah yaitu dengan cara menciptakan kultur religius di lingkungan sekolah dan dibarengi dengan adanya penguatan bidang studi aqidah akhlak kepada anak-anak. Model pendidikan nilai moral yang dapat dilaksanakan di masyarakat yaitu dengan cara membangun sebuah masyarakat yang religius dengan cara mengintensifkan belajar agama di lingkungan keluarga, di masjid-masjid dan mengisi waktu luang anak-anak dengan bimbingan agama.18



17



Sunarto, op.cit., h. 178. Jurnal pendidikan agama islam. Kokom Siti Komariah.Model Pendidikan. Nilai Moral Bagi Para Remaja Menurut Perspektif Islam. 2011. 18



BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Berdasarkan pemaparan di atas, maka kami dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Agama merupakan suatu panduan seseorang yang menjadi keyakinannya,



moral yaitu suatu tatanan adat istiadat seseorang atau kelompok yang telah menjadi kebiasaan, adapun sikap adalah tingkahkecendrungan laku baik ataupun buruk seseorang. 2. Teori yang mempengaruhi perkembangan agama, moral dan sikap



dikemukakan oleh William James, Kohlberg, Stephen R. Covey mengungkapkan pandangannya sendiri terhadap perkembangan agama, moral, dan sikap individu. 3. Agama, moral, nilai dan sikap saling berhubungan dan mempengaruhi terhadap tingkah laku seseorang yang ditandai dengan keyakinannya terhadap agamanya sendiri, sehingga timbul moral yang baik sesuai dengan masa perkembangannya. 4. Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berpikir formal, yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral, nilai dan sikap remajadiantaranya lingkungan keluarga khususnya orang tua, sekolah, pergaulan, serta lingkungan masyarakat. 6. Perbedaan individu dalam perkembangan moral, nilai dan sikap didukung oleh fase, tempo, dan irama perkembangan masing-masing individ.



17



18



7. Upaya untuk mengembangkan moral nilai dan sikap, serta implikasinya bagi pendidikan dengan mediasi orang tua serta kerja sama pada pendidik di sekolah agar terjalinnya komunikasi serta perkembangan moral peserta didik di sekolah.



3.2. Saran Dalam membentuk karakter yang lebih baik diperlukan pengawasan terutama dari orang tua, lingkungan masyarakat yang harmonis serta para pendidik



yang



efektif



di



lingkungan



sekolah.



Daftar Pustaka Ali, Mohammad dan Asrori, Muhammad. Psikologi Remaja. Jakarta : Bumi Aksara.2006. Anonim. http://marabpisurya.blogspot.co.id/2010/05/perkembangan-nilai-moraldan-sikap.html (Selasa, 14 Maret 2017 Pukul 14.45 WIB). Corey, Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama. 2009. Gazi dan Faozah. Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama terhadap Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatulla Jakarta. 2010. Hadits Digital dan terjemahan Jurnal pendidikan agama islam.Kokom Siti Komariah.Model Pendidikan Nilai Moral Bagi Para Remaja Menurut Perspektif Islam. 2011. Sunarto. Perkembangan peserta didik. Jakarta: Rineka Cipta. 2008. Suyanto. Humanisasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. 2009. Syah, Muhibin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya.1997. Syamsul, Bambang. Psikologi Agama. Bandung : Pustaka Setia. 2008.



19