Persiapan Data Pasang Surut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM PASANG SURUT (OS3105) PERSIAPAN DATA PASANG SURUT Disusun sebagai laporan dalam pelaksanaan praktikum mata kuliah Pasang Surut (OS3105)



Dosen Pengampu: Prof. Dr. Eng. Nining Sari Ningsih, M.S.



Asisten: Nada Kamilia S



12917019



Ainun Azhari



12918037



Disusun oleh: Jihan Alfira Fitriana



12919008



PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2020



i



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1.



Latar Belakang ......................................................................................... 1



1.2.



Tujuan ....................................................................................................... 1



BAB II TEORI DASAR ......................................................................................... 2 2.1.



Pasang Surut ............................................................................................. 2



2.2.



Gaya Pembangkit Pasang Surut (GPP) .................................................... 4



2.3.



Tipe-tipe Pasang Surut ............................................................................. 4



2.4.



Low-pass Filtering ................................................................................... 5



BAB III METODOLOGI ........................................................................................ 6 3.1.



Daerah Kajian ........................................................................................... 6



3.2.



Data .......................................................................................................... 6



3.3.



Langkah Pengerjaan ................................................................................. 7



BAB IV HASIL DAN ANALISIS ........................................................................ 15 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 19 5.1.



Kesimpulan ............................................................................................. 19



5.2.



Saran ....................................................................................................... 19



DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20



ii



DAFTAR GAMBAR



Gambar 1. Gerak partikel air di perairan dalam, transisi, dan dangkal (Aziz, 2006) ....................................................................................................................... 3 Gambar 2. Data CSV yang akan diolah. ................................................................ 6 Gambar 3. Pemilihan stasiun pada laman IOC ...................................................... 7 Gambar 4. Tab UHSLC ......................................................................................... 7 Gambar 5. Pengunduhan data CSV ....................................................................... 7 Gambar 6. Membuka file .ipynb dengan Google Colaboratory ............................ 8 Gambar 7. Mengunggah file .csv .......................................................................... 8 Gambar 8. Melengkapi deskripsi data ................................................................... 9 Gambar 9. Proses penginstallan dan import library ............................................ 10 Gambar 10. Plot lokasi kajian pada peta ............................................................. 10 Gambar 11. Loading data .................................................................................... 10 Gambar 12. Membuat header informasi pada data .............................................. 10 Gambar 13. Mencuplik data sesuai waktu kajian ................................................ 11 Gambar 14. Mengkonversi satuan elevasi ........................................................... 11 Gambar 15. Membuat tabel baru dan mengganti index data ............................... 12 Gambar 16. Membuat informasi stastika deskriptif pada data ............................ 12 Gambar 17. Membuat grafik elevasi dan grafik interaktifnya............................. 13 Gambar 18. Melakukan low-pass filtering .......................................................... 13 Gambar 19. Membuat grafik kedua data ............................................................. 13 Gambar 20. Membuat plot grafik data harian...................................................... 14 Gambar 21. Menyimpan data dengan format tabel admiralty ............................. 14



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bumi merupakan sistem dinamik yang kompleks dengan komposisi perairan lebih luas dibanding daratan. Laut sebagai komponen mayor di Bumi berinteraksi dengan komponen lain, seperti hidrosfer, kriosfer, atmosfer, secara kimia maupun fisika yang ditandai dengan adanya pertukaran, penyimpanan, dan transpor zat serta energi (Segar & al, 2018). Interaksi-interaksi ini dapat mempengaruhi berbagai fenomena di laut lepas. Beberapa contohnya ialah tsunami, gelombang badai, pemanasan global, kenaikan air laut, dan sebagainya. Adapun fenomena laut yang berkaitan dengan parameter oseanografi, yaitu gelombang pasang surut. Pasang surut merupakan fenomena naik turunnya muka air laut yang disebabkan oleh adanya gaya tarik bulan dan benda angkasa lainnya. Tidak hanya mempengaruhi bagian permukaan saja, pasang surut juga dapat menimbulkan energi yang besar di seluruh massa air. Wawasan mengenai pasang surut ini diperlukan dalam berbagai kepentingan, misalnya pembangunan pelabuhan, bangunan pantai dan lepas pantai, pengelolaan budidaya wilayah pesisir, pelayaran, sampai menghasilkan energi listrik.



1.2. Tujuan 1. Praktikan mampu mempersiapkan data pasang surut. 2. Praktikan dapat memahami kegunaan dan cara melakukan proses low-pass filtering. 3. Praktikan dapat memahami perbedaan grafik data elevasi sebelum dan setelah dilakukan filtering. 4. Praktikan dapat menentukan tipe pasang surut berdasarkan grafik pasang surut.



1



BAB II TEORI DASAR 2.1. Pasang Surut Pasang surut adalah pergerakan naik turunnya pemukaan laut yang disebabkan oleh gaya tarik grativasi antara gerak rotasi bumi, bulan, dan matahari (Segar & al, 2018). Pasang surut dapat membangkitkan arus pasut dan tidal mixing, interaksi antara arus pasang surut dengan topografi dasar laut dapat membangkitkan gelombang yang lebih besar di dasar laut (Prarikeslan, 2016). Laut akan disebut pasang apabila elevasi muka air laut naik atau lebih tinggi dari MSL dan akan disebut surut apabila elevasi muka air laut turun atau lebih rendah dari MSL. Fenomena pasang surut ini disebabkan oleh adanya gaya tarik bulan yang berlawanan arah dengan efek sentrifugal. Gaya sentifugal ini juga muncul akibat Bumi memiliki kemauan untuk mempertahankan diri di tempatnya. Dalam satu bulan, dapat terjadi dua kali pasang surut purnama dan pasang surut perbani. Pasang surut purnama (spring tides) terjadi ketika bumi, bulan, dan matahari berada dalam satu garis lurus. Saat pasang purnama terjadi, akan dihasilkan pasang yang sangat tinggi dan surut yang sangat rendah, atau biasa disebut tunggang pasut tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya gaya tarik dari dua benda angkasa terhadap bumi. Sedangkan pasang surut perbani (neap tides) terjadi ketika posisi bulan, bumi, dan matahari berada pada sudut 90หš. Pada saat ini, pasang yang dihasilkan akan cenderung rendah dan surut yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh posisi matahari, bumi, dan bulan yang menghasilkan gaya tarik tidak terlalu kuat untuk menghasilkan pasang surut dengan tunggang pasut tinggi. Pasang surut bukan hanya menjadi salah satu topik pembelajaran oseanografi, melainkan juga perlu dipelajari oleh berbagai pihak dalam penentuan batas negara, penentuan datum peta, kegunaan dalam navigasi dan pendaratan transportasi laut, sumber energi alternatif, dan sebagainya. Pasang surut merupakan fenomena naik turunnya air laut dengan gelombang yang panjang. Gelombang laut adalah pergerakan naik turunnya muka air laut dengan arah tegak lurus permukaan air laut dan membentuk kurva sinusoidal.



2



Berdasarkan perbandingan kedalaman perairan (d) dengan penjang gelombang, gelombang laut dapat diklasifikasikan menjadi (Nesting, 2002 dalam Aziz 2006): 1. Gelombang perairan dalam (Deep water waves) di mana d/L > ยฝ 2. Gelombang perairan transisi (Transitional waves) di mana 1/20 < d/L < ยฝ 3. Gelombang perairan dangkal (Shallow water waves) di mana d/L < 1/20



Gambar 1. Gerak partikel air di perairan dalam, transisi, dan dangkal (Aziz, 2006)



3



2.2. Gaya Pembangkit Pasang Surut (GPP) Pasang surut dibangkitkan dengan gaya tarik gravitasi antara air di permukaan bumi dengan bulan dan matahari. Gaya-gaya ini menyebabkan permukaan laut di Bumi berubah membentuk dua tonjolan. Satu tonjolan menghadap ke bulan dan yang lainnya berlawanan. Bulan merupakan pengaruh terbesar dari fenomena pasang surut karena jaraknya yang paling dekat dengan bumi. Gaya tarik menarik bulan dan bumi dapat diuraikan dalam persamaan berikut: ๐น=๐บ



๐‘€๐‘’ ๐‘€๐‘š ๐‘Ÿ2



dengan ๐‘€๐‘’ merupakan massa bumi (5,972 x 1024 kg), ๐‘€๐‘š merupakan massa bulan (7,3477 x 1022 kg), r merupakan jarak pusat bumi dengan pusat bulan (404.158 km), dan G merupakan konstanta gravitasi bumi (6,674 x 10-11 m3/kg.s2). Semakin jauh jarak bumi dengan bulan (posisi apogee) maka akan semakin kecil juga gaya tariknya. Teori pasang surut setimbang yang ditemukan oleh Sir Isaac Newton menjelaskan bahwa seluruh permukaan bumi ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman diabaikan. Teori ini juga menganggap bahwa naik turunnya permukaan air laut sebanding atau sama dengan gaya pembangkit pasang surut. Maka dalam pemahaman GPP ini, diperlukan untuk menguraikan pergerakan sistem bumi, bulan, dan matahari, yakni sistem bumi-bulan berevolusi mengelilingi sumbu, bumi berotasi pada sumbunya, dan revolusi bulan mengelilingi bumi. 2.3. Tipe-tipe Pasang Surut Pasang surut merupakan gelombang panjang yang memiliki periode tertentu. Jenis pasang surut di setiap perairan berbeda karena adanya faktor geografi, batimetri, efek Coriolis, dan sebagainya. Oleh karena itu, tipe pasang surut dapat dibagi menjadi empat, yaitu semidiurnal, diurnal, campuran dominan harian tunggal, dan campuran dominan harian ganda. Penentuan tipe-tipe pasang surut dapat dilihat dari nilai formzahlnya. Nilai formzahl adalah nilai hasil perhitungan komponen harmonik pasang surut dengan membandingkan nilai amplitude dari empat komponen utama, yakni M2, S2, O1, dan K1. ๐น=



(๐‘‚1 + ๐พ1 ) (๐‘€2 + ๐‘†2 )



4



Tipe pasang surut semidiurnal memiliki periode 12 jam yang artinya dalam waktu 24 jam terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. tipe pasang surut diurnal memiliki periode 24 jam yang artinya dalam waktu 24 jam terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Tipe pasang surut campuran dominan harian tunggal terjadi satu kali pasang dan satu kali surut, tetapi tunggang pasut dan periodenya berbeda. Sedangkan pada tipe pasang surut campuran dominan harian ganda, terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tunggang pasut dan periode yang berbeda, dan terkadang hanya terjadi satu pasang dan satu surut saja. 2.4. Low-pass Filtering Pasang surut merupakan salah satu bentuk gelombang laut. Pasang surut dapat diukur dengan menggunakan alat bernama tide gauge. Dalam perekaman data pasang surut, tidak semua data yang terekam merupakan pengaruh dari gerak pasang surut. Bisa berasal dari gelombang lain, hempasan kapal di pelabuhan, atau gelombang pecah lainnya. Untuk mendapatkan data gelombang pasang surut dapat digunakan metode filtering. Terdapat dua jenis filtering, yaitu high-pass filtering dan low-pass filtering. Pasang surut merupakan gelombang laut berfrekuensi rendah, oleh karena itu digunakan low-pass filtering. Low-pass filtering merupakan metode filtering yang menyeleksi dan membuang data-data dengan frekuensi tinggi atau data yang berfrekuensi di atas nilai cut-off yang sudah ditentukan. Berikut langkah-langkah untuk menggunakan metode low-pass filtering. a. Domain dari data gelombang yang berupa periode diubah menjadi frekuensi b. Tentukan nilai cut-off atau nilai batas yang diinginkan untuk menyaring data, lalu lakukanlah proses filtering. c. Data yang telah disaring kemudian diubah kembali dalam bentuk domain periode.



5



BAB III METODOLOGI 3.1. Daerah Kajian Pada praktikum Modul 1 ini, digunakan data elevasi muka air laut yang bersumber dari website IOC. Dalam menyusun laporan praktikum digunakan data pada bulan Mei 1992 di Sibolga, Sumatera Utara, Indonesia dengan koordinat 1หš43โ€™59โ€ U dan 98หš47โ€™60โ€ T. 3.2. Data Data yang digunakan dalam proses pengerjaan praktikum ini adalah data elevasi muka air laut dengan keterangan jam, tanggal, bulan, dan tahun.



Gambar 2. Data CSV yang akan diolah.



6



3.3. Langkah Pengerjaan 1. Pengunduhan Data a. Data elevasi muka air di Sibolga pada Mei 1992 diunduh melalui laman http://www.ioc-sealevelmonitoring.org/, menu โ€˜station detailsโ€™ diklik dan dipilih stasiunnya.



Gambar 3. Pemilihan stasiun pada laman IOC b. Pada bagian โ€˜Long-term MSL dataโ€™, โ€˜UHSLCโ€™ diklik agar tab untuk pengunduhan data terbuka. Lalu tabel bagian โ€˜Countryโ€™ diurutkan untuk memudahkan pencarian data.



Gambar 4. Tab UHSLC c. Data Sibolga pada kolom CSV diklik kanan dan copy address. Link disalin di address bar dan akan terunduh secara otomatis. Lalu nama file CSV diubah menjadi daerah kajian.csv (atau Sibolga.csv).



Gambar 5. Pengunduhan data CSV 2. Persiapan Pengolahan Data



7



Pada modul ini digunakan bahasa pemrograman Python agar mempermudah proses persiapan data pasut melalui Google Colaboratory yang dapat diakses melalui web/browser. a. File bernama Pasut_M1_NIM.ipynb di Google Drive disalin ke Google Drive pribadi dan dibuka dengan menggunakan Google Colaboratory. File .ipynb diubah namanya sesuai dengan NIM praktikan.



Gambar 6. Membuka file .ipynb dengan Google Colaboratory b. File .csv diunggah dengan mengklik icon folder di menu bagian kiri, lalu di-drag, dan dilakukan โ€˜salin jalurโ€™ dengan mengklik titik tiga pada file .csv yang sudah terunggah.



Gambar 7. Mengunggah file .csv 3. Pengolahan data Setelah seluruh file berhasil terunduh dan Google Colaboratory telah siap, langkah selanjutnya adalah pengolahan data elevasi muka air laut. 8



a. Deskripsi data dilengkapi lalu dibaca seluruh instruksi dan rules penggunaan notebook.



Gambar 8. Melengkapi deskripsi data b. Seluruh library pada code box di-install dan di-import dengan menekan tombol โ€œShift + Enterโ€.



9



Gambar 9. Proses penginstallan dan import library c. Pada kotak โ€˜Plot Daerah Kajianโ€™, identitas daerah kajian diisi dan dijalankan kode untuk membuat peta interaktif.



Gambar 10. Plot lokasi kajian pada peta d. Untuk loading data, disalin jalur (copy path), lalu code box tersebut dijalankan.



Gambar 11. Loading data e. Data .csv yang sebelumnya hanya data mentah, akan dilengkapi informasinya menggunakan header pada setiap kolom yaitu Tahun โ€“ Bulan โ€“ Tanggal โ€“ Jam โ€“ Elevasi_mm



Gambar 12. Membuat header informasi pada data



10



f. Untuk melihat infomasi data yang dimiliki, dapat digunakan fungsi .info() dan .head(). Lalu dilakukan pencuplikan data pada Mei 1992.



Gambar 13. Mencuplik data sesuai waktu kajian g. Satuan elevasi (mm) dikonversi menjadi satuan meter, lalu kolom elevasi (mm) dihapus karena sudah tidak digunakan lagi.



Gambar 14. Mengkonversi satuan elevasi h. Dibuat kolom baru pada data yang berisikan informasi waktu lengkap dengan format โ€œtahun โ€“ bulan โ€“ tanggal jam:menitโ€. Lalu kolom baru ini dijadikan sebagai index data.



11



Gambar 15. Membuat tabel baru dan mengganti index data i. Untuk mengetahui informasi statistika deskripif pada data ataupun salah satu variabel, diguanakan fungsi .describe()



Gambar 16. Membuat informasi stastika deskriptif pada data j. Data grafik elevasi muka air laut di-plot dan ditambahkan informasi judul โ€˜Mei 1992โ€™. Lalu agar melihat data secara detail, dapat dibuat grafik interaktif.



12



Gambar 17. Membuat grafik elevasi dan grafik interaktifnya k. Dilakukan low-pass filtering dengan frekuensi cut-off 1/6 jam. Artinya, data yang diloloskan adalah data yang memiliki frekuensi < 1/6 jam atau data yang memiliki periode di atas 6 jam.



Gambar 18. Melakukan low-pass filtering l. Data hasil filtering digabungkan dengan data awal dan dibuat plot grafik elevasi muka air lautnya.



Gambar 19. Membuat grafik kedua data 13



m. Pola data elevasi muka air laut harian diinspeksi di tanggal tertentu, lalu dibuat plot grafik untuk ditinjau informasi statistiknya dari data harian.



Gambar 20. Membuat plot grafik data harian n. Dipersiapkan format tabel data elevasi muka air yang menyesuaikan dengan tabel admiralty, lalu file disimpan dalam format .xlsx.



Gambar 21. Menyimpan data dengan format tabel admiralty



14



BAB IV HASIL DAN ANALISIS



Pada praktikum kali ini digunakan Python dalam proses pengolahan data dan diperlukan instalasi library. Pertama, Pandas dapat digunakan untuk memuat sebuah file ke dalam tabel menyerupai spreadsheet dan dapat membaca file dari berbagai format misalnya .txt, .csv, dll. Kedua, Numpy dapat digunakan untuk operasi vektor dan matriks. Ketiga, Math dapat digunakan untuk operasi matematis sederhana, contohnya perkalian, pembagian, modulo, dll, serta fungsi hiperbolik, trigonometri, dan logaritma untuk bilangan real. Keempat, Matplotlib digunakan untuk memvisualisasikan data supaya lebih indah dan rapi dengan menggunakan plot data 2D dan 3D. Kelima, Plotly cocok digunakan untuk pengembangan machine learning, serta biasa digunakan untuk visualisasi data imersif. Keenam, folium digunakan untuk memvisualisasikan data pada suatu peta leaflet. Data filtering adalah sebuah metode untuk mengurangi atau menghilangkan data-data noise atau eror dari proses pengolahan data. Filtering terdiri dari dua jenis, yaitu high-pass filtering dan low-pass filtering. Untuk mem-filter data, dibutuhkan nilai cut-off sebagai batas data yang akan diambil. High-pass filtering adalah metode filtering yang membuang dan menyeleksi data-data di di bawah nilai cutoff yang telah ditentukan. Sementara low-pass filtering merupakan metode yang membuang dan menyeleksi data-data di atas nilai batas yang telah ditentukan. Pasang surut adalah fenomena gelombang laut yang memiliki periode tinggi atau frekuensi yang rendah. Maka dari itu, diperlukan metode low-pass filtering untuk dapat mengambil data berfrekuensi rendah dari data gelombang laut pada suatu stasiun. Dengan mengambil data berfrekuensi rendah, maka kita juga dapat mengetahui bahwa data-data tersebutlah yang merupakan data pasang surut. Namun, untuk mendapatkan hasil data akhir sesuai dengan keinginan, maka harus menggunakan nilai cut-off yang paling optimal. Nilai cut-off yang terlalu rendah dapat mengakibatkan data-data yang kita inginkan bisa ikut terseleksi. Sedangkan apabila nilai cut-off yang ditentukan terlalu tinggi, akan semakin banyak



15



noises yang tidak kita inginkan dapat lolos. Dalam menentukan nilai cut-off, dapat digunakan ketentuan berikut. ๐‘“๐‘š < ๐‘“๐‘ < ๐‘“๐‘  โˆ’ ๐‘“๐‘š Artinya adalah frekuensi cut-off (๐‘“๐‘ ) yang ditentukan harus lebih besar frekuensi data yang kita inginkan (๐‘“๐‘š ), dan harus lebih kecil dari frekuensi data awal (๐‘“๐‘  ) dikurangi frekuensi data yang kita inginkan. Melalui ketentuan ini, kita dapat menentukan jenis filtering apa yang akan digunakan dan nilai cut-off berapa yang akan diambil. Sebagai percobaan, data awal .csv Sibolga pada Mei 1992 akan di-filter menggunakan metode low-pass filtering dengan nilai cut-off 6 jam, 12 jam, dan 24 jam. Dengan frekuensi cut-off 1/6 jam berarti akan diambil data dengan frekuensi di bawah 1/6 jam, frekuensi 1/12 jam akan diambil data dengan frekuensi di bawah 1/12 jam, dan frekuensi 1/24 jam akan diambil data dengan frekuensi di bawah 1/24 jam.



Gambar 22. Grafik data elevasi 1 hari sebelum dan sesudah filtering dengan cutoff 6 jam Dari data gelombang stasiun Sibolga pada Mei 1992, dicuplik data pasang surut satu hari pada 31 Mei 1992. Grafik warna biru adalah grafik data elevasi sebelum filtering dan warna merah adalah grafik data elevasi sesudah filtering. Sebelum filtering, bentuk grafik terlihat tidak mulus karena ada gangguan data/noise lain. Terbukti setelah dilakukan filtering dengan cut-off 6 jam, grafik menjadi lebih berbentuk sinusoidal tanpa tonjolan di manapun. Dapat disimpulkan



16



bahwa dengan mem-filter data, dapat menghilangkan data-data yang memiliki frekuensi di atas 1/(6 jam).



Gambar 23. Grafik data elevasi 1 bulan sebelum dan sesudah filtering dengan cutoff 6 jam Apabila ditinjau lebih jauh lagi dalam 1 bulan, hasil yang didapatkan juga kurang lebih sama. Dalam 1 bulan, tidak ada perbedaan ketinggian signifikan antara data awal dan data filtering. Ketika melihat data 1 bulan, sudah bisa dilihat tipe pasang surut yang muncul. Di stasiun Sibolga mengalami 2 kali pasang dan 2 kali surut dalam satu hari, namun tinggi setiap pasangnya jauh berbeda dan pada minggu keempat tinggi surutnya pun juga berbeda jauh. Ciri-ciri ini merupakan ciri-ciri tipe pasang surut campuran dominan harian ganda. Analisis ini juga didukung dengan artikel pada jurnal oleh Khasanah et al., 2017 dengan judul Analisis Harmonik Pasang Surut untuk Menghitung Nilai Muka Surutan Peta (Chart Datum) Stasiun Pasut Sibolga dan pada jurnal lain oleh Gultom et al., dengan judul Sistem Informasi Pasang Surut Berbasis Android di Wilayah Kerja Pangkalan TNI Angkatan Laut (Studi Kasus Belawan, Tarempa, Sibolga, Natuna dan Cilacap).



17



Gambar 24. Grafik data elevasi 1 bulan sebelum dan sesudah filtering dengan cutoff 12 jam dan 24 jam Namun apabila dilakukan filtering dengan cut-off yang lebih kecil lagi, akan tampil 3 grafik sebagai berikut. Grafik biru adalah grafik data awal, grafik merah adalah grafik setelah dilakukan filtering 12 jam, dan grafik hijau adalah grafik setelah dilakukan filtering 24 jam. Terlihat perbedaan yang sangat signifikan apabila dibandingkan dengan nilai cut-off sebelumnya. Tinggi pasang yang lolos menjadi lebih rendah dan surut yang lolos menjadi lebih tinggi. Sehingga tipe pasang surut yang terlihat menjadi berbeda dari sebelumnya, yaitu tipe diurnal karena terjadi 7 kali pasang dan 7 kali surut dalam 7 hari. Namun belum ditemukan jurnal ilmiah penelitian pasang surut di Stasiun Sibolga dengan tipe diurnal. Jurnal ilmiah yang biasanya dipublikasi akan menganalisis tipe pasang surut menggunakan konstanta harmonik dan perhitungan lainnya, bukan hanya melalui penglihatan mata saja. Didukung juga dari NOAA, bahwa perairan di dekat Stasiun Sibolga cenderung memiliki tipe pasang surut campuran. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bisa jadi nilai cut-off 24 jam kurang optimal sehingga data-data pasang surut yang seharusnya diinginkan, malah terbuang karena melewati nilai batas. Tentunya diperlukan riset lebih banyak lagi mengingat terdapat gap pada data IOC dan data jurnal ilmiah selama sekitar 25 tahun.



Gambar 25. Pola pasang surut dunia diperbarui pada 2017 (sumber: NOAA)



18



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Data pasang surut dapat dipersiapkan dengan menggunakan python melalui Google Colaboratory yang bisa mengolah data dengan cepat dan akurat 2. Data



filtering



adalah



sebuah



metode



untuk



mengurangi



atau



menghilangkan data-data noise atau eror dalam proses pengolahan data. Maka, diperlukan metode low-pass filtering untuk dapat mengambil data berfrekuensi rendah dari data gelombang laut pada suatu stasiun. Dengan mengambil data berfrekuensi rendah, maka kita juga dapat mengetahui bahwa data-data tersebutlah yang merupakan data pasang surut. 3. Grafik data awal dan setelah filtering 6 jam tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Namun pada data filtering 12 jam dan 24 jam, terlihat perbedaan yang cukup jauh apabila dibandingkan dengan nilai cut-off sebelumnya. Tinggi pasang yang lolos menjadi lebih rendah dan surut yang lolos menjadi lebih tinggi. 4. Data awal, data setelah filtering 6 jam, data setelah filtering 12 jam, memiliki tipe pasang surut yang sama yaitu tipe campuran dominan harian ganda. Pada data setelah filtering 24 jam, tipe pasang surut berubah menjadi tipe diurnal. 5.2. Saran Modul serta hands-on praktikum kali ini cukup jelas dan tidak terlalu rumit. Namun ke depannya bisa gunakan data pada tahun yang memiliki gap tidak terlalu jauh dari tahun ini. Supaya analisisnya bisa lebih akurat dan relate karena sumber literatur yang banyak. Terima kasih.



19



DAFTAR PUSTAKA



Arsian, M. (2017, September 13). Library Python untuk Data Science. Diambil dari Codepolitan: https://www.codepolitan.com/5-library-python-untuk-datascience-59b774b6cad97 Azis, M. F. (2006). Gerak di Laut. Oseana, 9-21. Fink, C., & al, e. (n.d.). How to Find the Optimum Cutoff Frequency for Filtering Kinematic Data. Folium. (n.d.). Retrieved from Github: http://python-visualization.github.io/folium/ Gabriel, D., & An, K.-N. (1999). Estimate of the Optimum Cutoff Frequency for the Butterworth Low-Pass Digital Filter. Applied Biomechanics, 318-329. Gultom, F., Harsono, G., Pranowo, W. S., & Adrianto, D. (n.d.). Sistem Informasi Pasang Surut Berbasis Android di Wilayah Kerja Pangkalan TNI Angkatan Laut (Studi Kasus Belawan, Tarempa, Sibolga, Natuna, dan Cilacap). 8192. Khasanah, I. U., Wirdinata, S., & Guvil, Q. (2017). Analisis Harmonik Pasang Surut untuk Menghitung Nilai Muka Surutan Peta (Chart Datum) Stasiun Pasut Sibolga. Seminar Nasional Strategi Pengembangan Infrastruktur ke3, 243-249. Prarikeslan, W. (2016). Oseanografi. Jakarta: KENCANA. Segar, D. A., & al, e. (2018). Introduction to Oceanography Fourth Edition. Boston: American Meteorological Society. Surinati, D. (2007). Pasang Surut dan Energinya. Oseana, 15-22.



20