Resume Oseanografi (Pasang Surut) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESUME OSEANOGRAFI “PASANG SURUT”



Nurafika (12011320042) Dosen Pengampu : Fatmawati, M.Pd.



KELAS 4A PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI UINSUSKA RIAU 2021



PASANG SURUT



Pasang Surut Air Laut adalah peristiwa perubahan tinggi rendahnya permukaan laut yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi benda-benda astronomi, terutama matahari dan bulan. Pengaruh benda astronomi lainnya sangatlah kecil karena ukurannya yang lebih kecil dari matahari dan jaraknya lebih jauh dari bulan. Periode pasang surut yang terjadi di seluruh dunia bervariasi, kebanyakan antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit. Pasang surut air laut merupakan salah satu gerak air laut selain gelombang laut dan arus laut. Pasang surut terdiri dari dua kata, yaitu pasang yang berarti keadaan saat permukaan air laut lebih tinggi dari pada rata-rata, dan surut yang berarti 8 keadaan saat permukaan air laut lebih rendah dari pada rata-rata. Di Indonesia istilah pasang surut sering disingkat dengan pasut. (Ahab, 2017). Mereka yang tinggal di tepi pantai biasanya akan dengan mudah membedakan pasang dan surut ini. Jika digunakan contoh sederhana, di saat pasang daerah yang berpasir di pantai menjadi lebih sempit karena terendam air. Sedangkan saat surut, daerah berpasir di pantai menjadi lebih luas. Selisih antara tinggi air saat laut pasang dengan tinggi air saat laut surut akan disebut sebagai “tinggi pasut”.



1. Mengenal aspek dan fase bulan Bulan adalah benda langit yang tidak mempunyai sinar, adapun cahaya yang tampak dari Bumi itu adalah akibat dari pantulan sinar Matahari. Dari hari ke hari bentuk dan ukuran Bulan selalu berubah-ubah sesuai dengan posisi Bulan terhadap Matahari dan Bumi. Bulan mempunyai 4 fase utama : 1) Bulan baru (new Moon) 2) Kuartal Pertama (1st quarter) 3) Bulan purnama (full Moon) 4) Kuartal ketiga atau terakhir (3rd quarter atau last quarter)



Selain fase utama juga dikenal fase antara, sehingga seluruhnya ada 8 fase. Delapan fase ini dapat dibedakan dalam proses sejak hilal muncul hingga tidak ada Bulan. Pada dasarnya ini merupakan 8 tahap bagian Bulan yang terkena sinar Matahari dan kenampakan geometris bagian Bulan yang dapat dilihat dari Bumi bagian kita berada. Adapun 8 fase bulan yaitu :



a. Fase Pertama Fase pertama ini dimana Bulan yang terkena sinar Matahari hanya sedikit sekali, berbentuk sabit dan semakin hari semakin membesar, dalam ilmu astronomi, proses semakin besarnya Bulan ini dinamakan waxing crescent Moon. Saat Bulan sabit pertama kali dapat dilihat inilah yang disebut dengan hilal yang menandai awal sebuah bulan dalam kalender qamariah.



Bulan baru terbit di sebelah timur hampir bersamaan dengan terbitnya Matahari, dan berada di tengah langit juga sekitar waktu tengah hari dan tenggelam juga hampir bersamaan dengan tenggelamnya Matahari di Barat, namun saat Matahari terbit hingga hampir tenggelam, kita tidak dapat melihat Bulan sabit karena intensitas cahayanya kalah dengan sinar Matahari, baru ketika menjelang Matahari tenggelam Bulan sabit akan tampak karena intensitas cahaya Matahari sudah melemah.



b. Fase Kedua Fase kedua, Bulan sabit mulai begerak dari hari ke hari hingga posisi Bulan sabit semakin tinggi di atas horizon. Sekitar tujuh hari sejak awal bulan, bagian Bulan yang terkena sinar Matahari semakin bertambah besar hingga Bulan akan tampak Bumi dengan bentuk setengah lingkaran. Fase ini dinamakan kuartal pertama atau tarbi‘ al-awwal. Pada fase kedua ini, terbit dan tenggelamnya Bulan lebih lambat dari Matahari, diperkirakan mencapai 6 jam. Terbitnya di ufuk Timur pada tengah hari, berada di tengah langit sekitar Matahari tenggelam, dan tenggelam di ufuk Barat sekitar tengah malam.



c. Fase Ketiga Dalam beberapa hari berikutnya, Bulan akan semakin tampak membesar. Dalam astronomi, fase ini dinamakan waxing humped Moon atau waxing gibbous Moon. Waktu terbit Bulan semakin terlambat dibandingkan dengan Matahari. Bulan baru terbit di ufuk Timur sekitar jam 15:00, tepat berada di tengah sekitar jam 21:00 dan tenggelam di ufuk Barat sekitar jam 03:00 pagi.



d. Fase Keempat Pada pertengahan Bulan (sekitar tanggal 15 bulan qamariah), sampailah pada saat Bulan mencapai titik oposisi dengan Matahari. Bagian Bulan yang menerima sinar Matahari hampir semuanya terlihat dari Bumi, dan Bulan tampak seperti bulan penuh. Kondisi ini dinamakan bulan purnama. Pada kondisi Bulan purnama, Bulan terlambat sekitar 12 jam dari Matahari. Bulan terbit saat Matahari tenggelam, berada di tengah saat tengah malam, dan tenggelam ketika Matahari terbit. Apabila Bulan betul-betul segaris dengan Bumi dan Matahari, maka akan terjadi gerhana Bulan, karena Bulan memasuki bayangan Bumi.



e. Fase kelima Sejak Bulan purnama atau terjadinya gerhana Bulan, bagian Bulan yang terkena sinar Matahari akan semakin mengecil, namun hal ini terjadi pada sisi yang lain. Dalam Astronomi dinamakan waning humped Moon atau waning gibbous Moon. Pada fase ini, Bulan sekitar 9 jam lebih awal (15 jam lebih lambat) daripada Matahari. Bulan terbit di ufuk Timur sekitar jam 21:00, berada di tengah sekitar jam 03:00 pagi, dan tenggelam di ufuk Barat sekitar jam 09:00.31



f. Fase keenam Bulan bergerak terus dan bentuk Bulan yang terlihat dari Bumi semakin mengecil. Sekitar 7 hari setelah Bulan purnama bulan akan tampak separuh seperti pada kuartal pertama namun pada arah yang sebaliknya. Ini disebut dengan kuartal terakhir atau Tarbi‘ aṡ-Ṡani. Pada fase ini, Bulan terbit lebih awal sekitar 6 jam dari pada Matahari. Ini



berarti, Bulan terbit di ufuk Timur sekitar tengah malam, tepat berada di tengah langit sekitar Matahari terbit dan tenggelam di ufuk Barat sekitar tengah hari.



g. Fase ketujuh Memasuki akhir minggu ke-4 sejak hilal, bentuk permukaan Bulan yang terkena sinar Matahari semakin mengecil hingga membentuk Bulan sabit tua. Bulan terbit sekitar 9 jam lebih awal daripada Matahari. Terbit di ufuk Timur sekitar jam 03:00 pagi, tepat di tengah langit sekitar jam 09:00 dan tenggelam di ufuk Barat sekitar jam 15:00.



h. Fase kedelapan Pada posisi ini, Bulan persis berada di antara Bumi dan Matahari (ijtimak), maka seluruh bagian Bulan yang tidak menerima sinar Matahari sedang persis menghadap ke Bumi. Dengan demikian, bagian Bulan yang menghadap ke Bumi semuanya gelap. Hal ini disebut dengan muḥak atau Bulan mati Pada fase ini, bulan terbit di ufuk Timur sekitar jam 06:00, berada di tengah langit sekitar tengah hari, dan tenggelam di ufuk Barat sekitar jam 18:00.



Fase Bulan seperti yang ada di atas, tergantung pada kedudukan Bulan terhadap Matahari jika dilihat dari Bumi. Kedudukan Bulan ini disebut dengan Aspek Bulan. Aspek Bulan dibedakan menjadi 3 (tiga) macam atau sebutan, yaitu Konjungsi, Oposisi, dan Kuarter. Video ilustrasi berkait dengan Aspek Bulan ini dapat dilihat di sini.:



1) Aspek Bulan disebut Konjungsi apabila kedudukan Bulan searah dengan Matahari. Pada keadaan tersebut, permukaan Bulan yang menghadap ke Bumi adalah bagian gelap atau tidak terkena sinar Matahari. Awal Bulan (new moon) dan Bulan Mati (black moon) terjadi pada kedudukan ini. 2) Aspek Bulan disebut Oposisi, apabila kedudukan Bulan berlawanan arah dengan Matahari. Kedudukan ini juga berarti Aspek Bulan ini merupakan kebalikan dari Konjungsi. Bulan Purnama terjadi pada kedudukan ini, karena permukaan Bulan yang terkena sinar Matahari menghadap ke Bumi. 3) Aspek Bulan disebut Kuarter, apabila kedudukan Bulan tegak lurus dengan garis imajiner Bumi-Matahari. Kedudukan ini membentuk Fase Bulan Perbani (quarter moon). Dalam masa revolusi Bulan atau perputaran Bulan terhadap Bumi, terjadi 2 (dua) kali kedudukan Kuarter, yaitu Kuarter Pertama dan Kuarter Ketiga. Kuarter Pertama disebut juga Bulan Perbani Awal (first quarter moon), dimana Bulan tampak setengah terang dan terlihat bertambah besar. Adapun Kuarter Ketiga atau Bulan Perbani Akhir (third/last quarter moon), Bulan juga tampang setengah terang namun terlihat bertambah kecil.



2. Teori Pasang Surut Air Laut a. Teori Keseimbangan (Equilibrium Theory) Teori keseimbangan dikemukakan oleh Sir Isaac Newton. Teori ini menjelaskan mengenai sifat-sifat pasang surut air laut secara kualitatif. Teori ini terjadi pada Bumi ideal dimana seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan juga pengaruh kelembaban diabaikan. Teori keseimbangan juga menyatakan bahwa naik turunnya permukaan air laut



ini sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut. Maka dari itu untuk memahami gaya pembangkit dari pasang surut ini dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi, bulan, matahari menjadi dua macam, yakni bumi-bulan dan bumi-matahari.



b. Teori Pasang Surut Dinamik (Dynamical Theory) Teori pasang surut dinamik ini dikemukakan oleh Laplace. Teori pasang surut dinamik ini melengkapi teori keseimbangan yang telah dijelaskan di atas, sehingga sifatsifat pasang surut dapat diketahui secara kuantitatif. Teori pasang surut dinamis ini menyatakan lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh permukaan bumi dengan kedalaman yang konstan. Namun keberadaan gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode yang sesuai dengan konstitue-konstituenya. Teori ini juga menyatakan bahwa gelombang pasang surut terbentuk karena dipengaruhi oleh resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi dan pengaruh gesekan dasar. Selain factor-faktor tersebut, menurut teori ini pasang surut air laut juga dipengaruhi oleh: a) Kedalaman perairan dan luas perairan. b) Pengaruh rotasi Bumi. c) Gesekan dasar rotasi Bumi.



c. Teori Pasang Surut Kisaran (Tidal Rangers Theory) Kisaran pasang surut (tidal ranges), yaitu perbedaan tinggi air pada saat pasang maksimum dengan tinggi air pada saat surut minimum, rata-rata berkisar antara 1 meter hingga 3 meter. Sebagai contoh, di Tanjung Priok Jakarta hanya sekitar 1 meter, Ambon



sekitar 2 meter, Bagan Siapi-api sekitar 4 meter, sedangkan yang tertinggi di muara Sungai Digul dan Selat Muli di Irian Jaya dapat mencapai sekitar 7 sampai 8 meter. Faktor-faktor alam yang dapat mempengaruhi terjadinya pasang surut antara lain: dasar perairan, letak benua dan pulau serta pengaruh gaya coriolis. Dasar perairan, terutama pada perairan dangkal, memperlambat perambatan gerakan pasang,sehingga suatu tempat dapat mempunyai Lunital Interval yang besar. Tahanan dasar dapat juga meredam energi pasang, sehingga pada perairan tertentu pasang sangat kecil. Pantai atau pulau dapat menyebabkan pematahan (refraksi) atau pemantulan (refleksi) gelombang pasang. Demikian pula gaya coriolis dapat mengubah perambatan pasang. Akibat adanya fenomena peredaman, pematahan dan pemantulan, maka komponen pasang mengalami perubahan tidak sama. Beberapa tempat misalnya hanya mengalami pasang naik satu kali, sedangkan di tempat lain terjadi dua kali pasang dan ada pula kombinasi dari kedua fenomena ini.



3. Tipe Pasang Surut 1) Pasang Surut Harian Tunggal (Diurnal Tide) Terjadinya satu kali air pasang dan satu kali air surut dengan periode rata-rata 12 jam 24 menit.



2) Pasang Surut Harian Ganda (Semi Diurnal Tide) Terjadinya dua kali pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dalam satu hari (secara berurutan dan teratur). Periode pasang surut biasanya 24 jam 50 menit.



3) Pasang Surut Campuran Condong ke Harian Tunggal. Terjadinya satu kali air pasang dan satu kali air surut dalam satu hari, tetapi terkadang hanya untuk sementara waktu (sebentar) terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut.



4) Pasang Surut Campuran Condong ke Harian Ganda. Terjadinya dua kali air pasang dan dua kali air surut tetapi dengan tinggi permukaan laut dan periode yang berbeda-beda.



4. Alat pengukuran dan prediksi pasang surut Beberapa alat prngukuran pasang surut diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Tide Staff. Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau centi meter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan.Tide Staff (papan Pasut) merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat. Syarat pemasangan papan pasut adalah : 



Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih tergenang oleh air







Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran sungai (aliran debit air).







Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang menyebabkan air bergerak secara tidak teratur







Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamati dan dipasang tegak lurus







Cari tempat yang mudah untuk pemasangan misalnya dermaga sehingga papan mudah dikaitkan







Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasang surut mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi







Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil







Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah.



2. Tide gauge. Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis. Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian direkam ke dalam komputer. Tide gauge terdiri dari dua jenis yaitu : 



Floating tide gauge (self registering) Prinsip kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang dapat diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Pengamatan pasut dengan alat ini banyak dilakukan, namun yang lebih banyak dipakai adalah dengan cara rambu pasut.







Pressure tide gauge (self registering) Prinsip kerja pressure tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge, namun perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk pengamatan pasang surut.



3. Satelit Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya sistem satelit Geos-3. Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang yaitu mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Prinsip Dasar Satelit Altimetri adalah satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit



memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsapulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit. Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di garis katulistiwa sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi pasang surut di wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi. Wilayah lepas laut pesisir Indonesia yang memiliki pasang surut cukup tinggi antara lain wilayah laut di timur Riau, laut dan muara sungai antara Sumatera Selatan dan Bangka, laut dan selat di sekitar pulau Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan muara sungai di selatan pulau Papua (muara sungai Digul) (Sumotarto, 2003). Keadaan pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari Samudra Pasifik dan Hindia serta morfologi pantai dan batimeri perairan yang kompleks dimana terdapat banyak selat, palung dan laut yang dangkal dan laut dalam. Keadaan perairan tersebut membentuk pola pasang surut yang beragam. Di Selat Malaka pasang surut setengah harian (semidiurnal) mendominasi tipe pasut di daerah tersebut. Berdasarkan pengamatan pasang surut di Kabil, Pulau Batam diperoleh bilangan Formzhal sebesar 0,69 sehingga pasang surut di Pulau Batam dan Selat Malaka pada umumnya adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol. Pasang surut harian (diurnal) terdapat di Selat Karimata dan Laut Jawa. Berdasarkan pengamatan pasut di Tanjung Priok diperoleh bilangan Formzhal sebesar 3,80. Jadi tipe pasut di Teluk Jakarta dan laut Jawa pada umumnya adalah pasut bertipe



tunggal. Tunggang pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6 meter. Di Laut Jawa umumnya tunggang pasang surut antara 1 – 1,5 m kecuali di Selat madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6 meter di jumpai di Papua (Diposaptono, 2007).



4. GPS Buoy System (pengukuran pasut, arus, dll) Aplikasi Gps Buoy System Aplikasi dari GPS Buoy System yang sekarang ini banyak



jumpai digunakan untuk pengamatan pasut lepas pantai, pengamatan pasut



pantai, GPS Buoy untuk koreksi radar altimetry, penentuan pola arus laut, Tsunami EWS, dan lain-lain. Baru-baru ini setelah terjadinya tsunami akibat gempa Aceh 2004, sistem GPS Buoy untuk Tsunami EWS banyak diperbincangkan, kemudian setelah itu juga bahkan banyak dibangun dibeberapa tempat sebagai bagian komponen system dari keseluruhan sistem EWS (Early Warning System). GPS Buoy menurut hasil percobaan, dapat mendeteksi sinyal gelombang tsunami yang muncul akibat terjadinya suatu gempa bumi di laut.



5. Teknologi Telemetri Pengukuran Pasang Surut Permukaan Air Laut Pembangunan Stasiun Pasang Surut permanen secara nasional sangat diperlukan untuk mempelajari dinamika perairan Indonesia guna mendukung keselamatan bernavigasi di laut dan penentuan batas maritim negara. Distribusi peralatan pengukur pasang surut nasional yang dikelola oleh BIG, BMKG, dan Dishidros masih didominasi oleh peralatan impor dan minim kandungan lokal.



Selain itu sensor yang ada masih belum terintegrasi dengan jaringan selular dan sistem informasi berbasis web. Peralatan pasang surut yang ada, juga masih perlu kustomisasi serta belum bisa plug and play sehingga aliran data dari sensor ke server masih membutuhan waktu yang relatif lama. LUWES hadir sebagai salah satu solusi dari kemandirian teknologi bangsa untuk penyediaan sensor pemantau pasang surut yang diwujudkan melalui empat keunggulan. Keempat keunggulan tersebut adalah : 1) Partnership, pengoperasian peralatan dilakukan secara bersama antara operator alat dengan provider melalui media monitoring real time berbasis web. 2) Reliability, peralatan cukup terjaga beroperasi penuh dan trouble shooting secara cepat melalui monitoring real time. 3) Quality, data sesuai dengan standard internsional sebagaimana yang ditetapkan oleh Guideline Integovernmental Oceanographic Commission (IOC) UNESCO yaitu dengan resolusi data milimeter. 4) Ketelitian Pengamatan, < 1% dan time drift dan height terkontrol GPS dan insitu calibration.



5. Manfaat Pasang Surut Air Laut a. Sebagai Sumber Tenaga Listrik Manfaat pasang surut air laut yang pertama adalah sebagai salah satu sumber energi listrik. Meskipun saat ini penggunaan dan juga pemanfaatan pasang surut air laut sebagai sumber pembangkit listrik tidak digunakan sebagai semestinya, namun ada potensi tinggi bagi gaya yang ditimbulkan oleh pasang surut air laut menjadi energi listrik.



Gaya pasang surut air laut dapat dimanfaatkan untuk menghidupkan generator yang dapat menjadi sumber listrik bagi pemukiman sekitar pesisir pantai. Karena di daerah pesisir pantai sulit untuk mencari sumber tenaga listrik, sehingga pasang surut air laut bisa di manfaatkan untuk menjadi sumber tenaga listrik. Namun masih butuh pengkajian lebih lanjut lagi untuk memastikan pemanfaatan potensi dari gaya pasang surut air laut untuk menjadi pembangkit listrik secara penuh. b. Pasang Surut Air Laut Dimanfaatkan Untuk Kegiatan Transportasi Perairan Pasang surut air laut juga memberikan manfaat untuk kegiatan transportasi perairan. Baik itu menggunakan kapal nelayan yang kecil, ataupun menggunakan jenis kapal besar, pasti menggunskskn tentang konsep pemanfaatan pasang surut air laut untuk kegiatan transportasi laut ini. Kondisi pasang surut air laut dapat dimanfaatkan untuk membantu kegiatan pelabuhan, seperti berangkat dan juga berlabuhnya kapal-kapal dari berbagai ukuran. Karena pasang surut air laut sangat mempengaruhi transportasi perairan dan banyak pengunjung yang akan mengunjungi pantai dan laut di daerah sekitar. Namun ketika air laut mulai pasang, maka kapal-kapal bisa pergi dan juga berlabuh pada pelabuhan, dan ketika air laut sedang surut, maka kapal-kapal dapat bersandar sejenak sebelum memulai perjalanannya. c. Pasang Surut Air Laut Dapat Membantu untuk Pembuatan Garam Garam yang dihasilkan dari air laut merupakan salah satu contoh konkrit dari manfaat pasang surut air laut bagi warga sekitar pesisir pantai. Ketika air pasang, maka ini merupakan waktu yang tepat untuk mengumpulkan air laut, yang kemudian akan dijemur dan akan membentuk kristal-kristal garam yang dapat menjadi salah satu mata



pencaharian utama dan juga sampingan bagi para warga yang tinggal di sekitar pesisir pantai selain mencari ikan di laut. d. Dimanfaatkan Untuk Kegiatan Water Sport Kegiatan water sport seperti surfing adalah salah satu jenis olahraga air yang mamanfaatkan pasang surut air laut untuk berselancar di laut, Sufing ini biasanya banyak di minati oleh para wisatawan yang datang berkunjung di wilayah pesisir pantai. Karena surfing merupakan olahraga air yang menguji adrenalin dan dapat memberikan manfaat tersendiri. Dan pasang surut air laut dapat membantu membuat dan juga menambah jumlah ombak di lautan yang tentu saja dapat memuat ombak menjadi semakin tinggi dan cocok jika melakukan olahraga surfing pada saat ombak tinggi. e. Pasang Surut Air Laut juga Dimanfaatkan Untuk Mata Pencarian Nelayan Manfaat pasang surut air laut lainnya adalah untuk mencari ikan. Ketika air laut sedang mengalami pasang, maka ikan-ikan banyak yang ikut terbawa hingga sangat dekat dengan pesisir pantai. Dan ketika surut, banyak pula ikan-ikan yang terdampar di pinggir pantai. Hal inilah yang seringkali dimanfaatkan oleh para penduduk di pesisir pantai untuk digunakan sebagai mata pencarian di laut atau di pantai, dengan memanfaatkan pasang surut air laut, dapat dengan mudah mencari ikan, dan menemukan hewan laut lainnya, seperti kepiting, udang dan juga lobster.



Dalil yang berhubungan dengan pasang surut. Sesungguhnya jarak di antara benda-benda di angkasa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gaya gravitasi. oleh sebab itu, Allah berfirman “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.” (Ar-Rahman:5). Seandainya jarak antara bumi dan bulan terlalu dekat, tentu hal itu akan menyebabkan meningkatnya persentase lautan sehingga lautan menutupi daratan dan lenyaplah kehidupan di permukaan bumi. Seandainya jarak antara bumi dan bulan terlalu dekat, tentu bulan akan tertarik oleh gaya gravitasi bumi. Hal itu akan menyebabkan bulan menambrak bumi dan musnahlah kehidupan.Namun, seandainya bulan menjauh dari bumi dan jarak di antara keduanya bertambah lebar, tentu tidak akan terjadi fenomena pasang surut air laut di muka bumi dan bulan akan tertarik oleh gaya gravitasi pelanet lain. Selain itu, bumi akan berotasi hanya dalam waktu 4 jam untuk sekali siklus rotasi sehingga panjang malam hanya 2 jam dan panjang siang pun hanya 2 jam. Bulan “bertanggung jawab” atas fenomena pasang surut air laut. Pasang adalah meningkatnya ketinggian air laut beberapa meter dan kemudian menurun lagi. Hal ini terjadi sebanyak 2 kali dalam sehari. Ketika bulan purnama tiba, pengaruh bulan terhadap fenomena pasang surut semakin besar. Naik turunnya ketinggian air laut pada saat purnama pun lebih tinggi. Misalnya diasumsikan bahwa perbedaan air pada saat pasang dan surut adalah setengah meter di tengah laut, sementara di pantai perbedaannya mecapai dua meter.