Pert.7 (Khauf Dan Raja) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KHAUF DAN RAJA’ MAKALAH Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Akhlaq Tasawuf yang dibimbing oleh Mutrofin, M.Fil.I



Oleh Kelompok 6 Aziza Hajir Syafiq Al Faizar Viki Ainur Fatma Beta Larasati



(17208153046) (17208153061) (17208153063) (17208153070)



JURUSAN TADRIS BIOLOGI II-B FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG Februari 2016



A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya.



‫ت ككما كأكفثنكفي ك‬ ‫ك أكفن ك‬ ‫ك‬ ‫ت كعكل نكففكس ك‬ ‫ص ثككناكء كعلكفي ك‬ ‫نسفبكحانك ك‬ ‫ك كرببَكناكلننفح ص‬ “Maha suci engkau wahai Allah, kami tidak mampu memuji-Mu; Pujian atasMu, adalah yang engkau pujikan kepada diri-Mu”. Demikian ucapan para malaikat, Teramati bahwa semua makhluk kecuali nabi-nabi tertentu selalu menyertakan pujian mereka kepada Allah dengan menyucikan-Nya dari segala kekurangan. Semua itu menunjukkan bahwa makhluk tidak dapat mengetahui dengan baik dan benar betapa kesempurnaan dan keterpujian Allah Swt. itu sebabnya, mereka sebelum memuji-Nya bertasbih terlebih dahulu dalam arti menyucikan-Nya. Jangan sampai pujian yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan kebesaran-Nya. Bertitik tolak dari uraian mengenai kesempurnaan Allah, maka ada dua hal yang sangat significant yang harus dipelihara oleh seorang hamba agar pujian-pujian akan kemahakuasaan-Nya selalu terpatri dalam sanubarinya dengan harapan bahwa tiada sedikitpun kepantasan bagi seorang hamba untuk menyombongkan diri dan mengingkari rahmat Allah. Dua hal yang dimaksud adalah sifat khauf dan raja’. Dengan sifat khauf, seorang hamba akan senantiasa merasa takut untuk berbuat maksiat kepada-nya dan raja’ merupakan sifat yang senantiasa mengharap rahmat dan ampunan-Nya. Dengan memelihara kedua sifat ini, maka terbuktilah bahwa seorang hamba telah berakhlak kepada Allah Dua hal di ataslah (kauf dan raja’) yang akan kami uraikan pada bab kedua dari makalah ini.



1



2. Rumusa Masalah a. Apa pengertian dari khauf ? b. Bagaimana hakikat khauf ? c. Apa saja sumber-sumber khauf ? d. Apa macam-macam khauf? e. Apa pengertian raja’? f. Apa macam-macam raja’? g. Bagaimana sikap raja’ terhadap Allah? h. Bagaimana hikmah dari sikap raja’? i. Bagaimana tingkatan raja’? j. Bagaimana hubungan khauf dan raja’? k. Bagaimana peranan khauf dan raja’? l. Apa manfaat khauf dan raja’? 3. Tujuan penulisan a. Untuk mengetahui pengertian dari khauf b. Untuk mengetahui sumber khauf c. Untuk mengetahui macam-macam khauf d. Untuk mengetahui pengertian raja’ e. Untuk mengetahui macam-macam raja’ f. Untuk mengetahui sikap raja’ terhadap Allah g. Untuk mengetahui hikmah dari sikap raja’ h. Untuk mengetahui tingkatan raja’ i. Untuk mengetahui hubungan khauf dan raja’ j. Untuk mengetahui peranan khauf dan raja’ k. Untuk mengetahui manfaat khauf dan raja’



B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Khauf Secara bahasa Khauf berasal dari kata khafa, yakhafu, khaufan yang artinya takut. Takut yang dimaksud disini adalah takut kepada Allah SWT. Khauf adalah takut kepada Allah SWT dengan mempunyai perasaan khawatir akan adzab Allah yang akan ditimpahkan kepada kita. Cara untuk dekat kepada Allah yaitu mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Firman Allah surah An-Nur 52.



2



Artinya: “Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. Sedangkan definisi khauf menurut terminology adalah:



‫س يكفحصد ن‬ ‫ث لصتككوققصع كمايكصرند صمكن فالكمفكنرفوصه أكفويكفنفو ن‬ ‫ب‬ ‫ت صمكن افلكمفحبنفو ص‬ ‫اصفنفصكعالل فصفي النكفف ص‬ “Kondisi (bisikan) kejiwaan yang timbul sebagai akibat dari dugaan akan munculnya sesuatu yang dibenci atau hilangnya sesuatu yang disenangi”. Para pakar tasawuf juga berkomentar tentang pengertian khauf, berikut uraiannya: a) Al-Ashfahani menyatakan bahwa kha’uf adalah:



‫تككوققنع كمفكنرفوصه كعفن أككماكرةة كم ف‬ ‫ظننفونكةة أكفوكمفعلنفوكمةة كككما ك أكبَن البَركجاكء كو ال ك‬ ‫طكمكع تككوققنع‬ ‫ب كعفن أككماكرةة كم ف‬ ‫ظننفونكةة أكفوكمفعلنفوكمةة فصفي الننمفوصر القدفنيكصويبَصة كوالنفخكرصويبَصة‬ ‫كمفحبنفو ة‬ “Perkiraan akan terjadinya sesuatu yang dibenci karena bertanda yang diduga atau yang diyakini, sebagaimana harapan dan hasrat tinggi itu adalah perkiraan akan terjadinya sesuatu yang disenangi karena pertanda yang diduga atau diyakini, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi”. b) Hasan al Bashri Khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah SWT karena kurang sempurnanya pengabdiannya. Takut dan khawatir kalau-kalau Allah tidak senang kepadanya. c) Bishr al-Hafi Ketakutan kepada Allah adalah sebenar-benar harta yang hanya dimiliki oleh hati para hamba yang benar-benar bertakwa. Perasaan takut bukanlah dengan bercucuran air mata lantas dilap dengan kedua -dua tangan seseorang. Ketakutan yang sebenar adalah kamu mampu meninggalkan segala dosa yang akan mengundang azab-Nya. d) Imam Qusyairy Takut kepada Allah berarti takut terhadap hukumNya. Menurutnya khauf adalah masalah yang berkaitan dengan kejadian yang akan datang, sebab seseorang hanya merasa takut jika apa yang dibenci tiba dan yang dicintai sirna. Dan realita demikian hanya terjadi di masa depan. e) Sayyid Ahmad bin Zain al-Habsyi



3



Khauf adalah Suatu keadaan yang menggambarkan resahnya hati karena menunggu sesuatu yang tidak disukai yang diyakini akan terjadi dikemudian hari. f) Ibnu Khabiq Makna khauf menurutku adalah berdasarkan waktunya, yaitu takut yang tetap ada pada Allah saat ia dalam keadaan aman. g) Al-Falluji Khauf adalah suatu bentuk kegelisahan ketika seseorang memperkirakan sesuatu yang ia benci akan menimpanya. h) Al Ghazali Khauf adalah rasa sakit dalam hati karena khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak disenagi dimasa sekarang. Ulama mendefinisikan bahwa Khauf itu adalah suatu getaran yang terjadi dalam hati ketika ada Perasaan akan menemui hal-hal yang tidak disukai. Khauf mirip dengan khasyyah (takut). Hanya saja khasyyah terasa lebih mendalam, sebab ia disertai person mengagungkan dan hebat, seperti takut kepada Allah. Adapun khosyah serupa maknanya dengan khouf walaupun sebenarnya ia memiliki makna yang lebih khusus daripada khouf karena khosyah diiringi oleh ma’rifatullah ta’ala. Allah ta’ala berfirman: artinya, “Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Faathir: 28) Oleh sebab itu khosyah adalah rasa takut yang diiringi ma’rifatullah. Karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun aku, demi Allah… sesungguhnya aku adalah orang yang paling khosyah kepada Allah di antara kalian dan paling bertakwa kepada-Nya.” (HR. Bukhari, 5063, Muslim, 1108) Madaarijus Salikin,1/512, dinukil dari Hushuulul Ma’muul, hal. 79). Ar Raaghib berkata: Khosyah adalah khouf yang tercampuri dengan pengagungan. Mayoritas hal itu muncul didasarkan pada pengetahuan terhadap sesuatu yang ditakuti… (Al Mufradaat hal 149, dinukil dari Hushuulul Ma’muul, hal. 89) Adapun rohbah adalah khouf yang diikuti dengan tindakan meninggalkan sesuatu yang ditakuti, dengan begitu ia adalah khouf yang diiringi amalan… (Hushuulul Ma’muul, hal. 87)



4



Adapun lawan khauf ialah berani atau merasa aman. Akan tetapi penting di tekankan disini bahwa perasaan takut disini adalah takkut akan sejumlah akibat yang menyiksa atas pekerjaan maksiat. Orang-orang yang benar-benar takut adalah orang yang tidak mau mengerjakan apa yang dilarang Allah. Allah mewajibkan supaya kita taat kepada Allah, firman-Nya “taatilah kpada-Ku jika engkau benar-benar beriman”. Dengan demikian maka khauf memjadi syarat dari iman, yakni seseorang tidak dikatakan beriman jika ia tidak takut kepada Allah.1 Mukaddimah atau indakator luar dari khauf terdiri dari 4 hal: 1) Mengingat



dsa-dosa



yang



telah



dikerjakan



dan



mengingat



ketidakberdayaan untuk melawan untuk tidak melakukan kkedzaliman. 2) Mengingat beratnya siksa Allah bagi orang-orang yang durhaka dan mengakui dengan separuh hati bahwa dirinya pasri tisak akan kuat menghadapi penderitaan. 3) Mengingat kelemahan diri untuk menanggung sakitnya siksa. 4) Ingat akan kekuasaan Allah terhadap semua makkhluk-Nya. Rasa takut (khauf) wajib dipegang oleh seorang penempuh jalan ibadah, setidknya demi dua alasan: 1) Mencegah berbuat maksiat. Seperti diketahui bahwa maksiat bersumber dari hawa nafsu. Dan nafsu memilki tabiat terus-menerus menyuruh berbuat jahat. Nafsu selalu saja berkeinginan untuk melakukan kejahatan, memfitnah/menggoda. Untuk itu jalan agar terhindar dari maksiat adlah dengan membuat nafsu merasa ketakutan, diancam sekeras-kerasnya. 2) Mencegah ujub (sombong) atas keberhasilan melakukan taat.2 1



Dr. Asep Usman Ismail, 7 Metode Menjernihkan Nurani, (Bandung: Mizan Media Utama 2005) hal.173-174 2



Ibid, Hal. 169-171. 5



2. Hakikat Khauf Khauf adalah ibadah hati. Tidak dibenarkan khauf ini kecuali kepada Nya Subhanahu wa Ta’ala. Khauf adalah syarat pembuktian keimanan seseorang. Apabila khauf kepada Allah SWT berkurang dalam diri seseorang, maka ini sebagai tanda mulai berkurangnya pengetahuan dirinya terhadap Rabb nya, sebab orang yang paling tahu tentang Allah adalah orang yang paling takut kepada Nya.3 3. Sumber Khauf Khauf dapat bersumber dari dua hal: a) Khauf karena siksa Manusia megetahui bagaimana siksaan yang akan dia terima karena menentang Allah. Kesadaran itulah yang mendorong manusia untuk tetap mematuhi peraturan Allah. b) Khauf karena Cinta Manusia mengetahui bagaimana



Allah



dan



sifat-sifatNya,



PerbuatanNya, maka sampailah manusia pada kecintaan kepada Allah. 4. Macam-macam Khauf a) Khouf thabi’i seperti halnya orang takut hewan buas, takut api, takut tenggelam, maka rasa takut semacam ini tidak membuat orangnya dicela akan tetapi apabila rasa takut ini menjadi sebab dia meninggalkan kewajiban atau melakukan yang diharamkan maka hal itu haram. b) Khouf ibadah yaitu seseorang merasa takut kepada sesuatu sehingga membuatnya tunduk beribadah kepadanya maka yang seperti ini tidak boleh ada kecuali ditujukan kepada Allah ta’ala. Adapun menujukannya kepada selain Allah adalah syirik akbar. c) Khouf sirr seperti halnya orang takut kepada penghuni kubur atau wali yang berada di kejauhan serta tidak bisa mendatangkan pengaruh baginya akan tetapi dia merasa takut kepadanya maka para ulama pun menyebutnya sebagai bagian dari syirik. b.



Pengertian Raja’ 3



Syaikh Muhammad bin Sholih, Syarh Tsalatsatul Ushul, (Mesir: Daruts Tsaroya, 2005) Cet.2 hal. 137 6



Raja’ (harapan, berharap) adalah ketergantungan hati pada sesuatu yang dicintai yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Sebagaimana khauf (rasa takut) yang berhubungan dengan Sesutu yang akan terjadi dimasa yang akan datang, maka demikiaan juga raja’ (harapan) akan membawa implikasi terhadap hal yang dicita-citakan di masa yang akan datang. Dengan raja’ maka hati akan menjadi hidup dan merdeka. Perbedaan antara raja’ dengan tamanni (berangan-angan pada sesuatu yang mustahil) terletak pada nilai dan dampaknya. Tamanni dapat mengakibatkan orang menjadi malas dan tidak mau berjerih payah dan sungguh-sungguh. Sedangkan raja’ adalah kebalikan dari tamanni. Raja’ merupakan perbuatan terpuji sedangkan tamanni adalah perbuatan tercela. Menurut Syah Al-Kirmani, tanda raja’ adalah kebaikan taat. Menurut Abdullah bin Khubiq, raja’ mempunyai tiga bentuk. Pertama, orang yang mengerjakan perbuatan baik dan berharap dpat di terima. Kedua, orang yang mengerjakan pekerjaan jahat lantas dia bertobat dan mengharapakan ampunan. Ketiga orang yang berdusta dan tidak mengulangi perbuatan dosa, lalu mengharap ampunan. Barangsiapa yang mengetahui dirinya berbuat jahat, selayaknya dia bersikap khauf daripada bersikap raja’. Menurut satu pendapat, raja’ merupakan sikap percaya terhadap kedermawanan Allah swt. Menurut yang lain raja’ adalah melihat Tuhan dengan pandangan yang baik. Ada yang berpendapat raja’ dekatnya hati terhadap kelemah-lembutan Tuhan. Menurut yang lain raja’ adalah senangnya hati terhadap tempat kembali yang baik (akhirat). Sedangkan pendapat lain, raja’ adalah memandang keleluasaan rahmat Tuhan. Ahmad bin Ashim Al-Anthaki pernah ditanya, “apa tanda raja’ bagi seorang hamba? “ Ia menjawab, “apabila mendapatkan kebaikan, maka ia akan bersyukur dengan mengharapkan kenikmatan yang sempurna dari Allhah swt di dunia dan pengampunan yang sempurna di akhirat.



7



Menurut Abu Abdullah bin Khafif, yang dimaksud raja’ adalah merasa bahagia karena mendapatkan keutamaan dari Allah swt dan leganya hati karena dapat melihat keagungan Dzat yang diharapkan dan dicintai. Raja’ adalah bergantungnya hati dalam meraih sesuatu di kemudian hari. Raja’ merupakan ibadah yang mencakup kerendahan dan ketundukan, tidak boleh ada kecuali kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Memalingkan kepada selain Allah SWT adalah kesyirikan,bias berupa syirik besar ataupun syirik kecil tergantung apa yang ada dalam hati orang yang tengah mengharap.4 Raja’ tidaklah menjadikan pelakunya terpuji kecuali bila disertai amalan. Berkata Ibnu Qayyim dalam kitabnya “Madarijus Salikin” : “ bahwa raja’ tidak akan sah kecuali jika di barengi dengan amalan. Oleh karena itu tidaklah seorang dianggap mengharap jika tidak beramal. Ibnu Qayyim membagi raja’ menjadi tiga bagian, dua diantaranya raja’ yang benar dan terpuji pelakunya sedangkan yang lainnya tercela5. Raja’ yang menjadikan pelakunya terpuji adalah : Pertama, seseorang mengharap disertai dengan amalan taat kepada Allah SWT, diatas cahaya Allah SWT, ia senantiasa mengharap pahala Nya. Kedua, seseorang yang berbuat dosa lalu bertobat darinya dan ia senantiasa mengharap ampunan Allah SWT dan kebaikan Nya dan kemurahan Nya. Adapun yang menjadikan pelakunya tercela adalah seseorang yang terus menerus dalam kesalahan-kesalahannya lalu mengharap rahmat Allah SWT tanpa di barengi amalan, maka raja’ seperti ini hanyalah angan-angan belaka, sebuah harapan yang dusta. Raja’ menuntut adanya khauf dalam diri seorang mukmin, yang dengan itu akan memacunya untuk melakukan amalan-amalan sholeh, tanpa disertai khauf, raja’ hanya akan bernilai sebuah fatamorgana. Sebaliknya khauf juga menuntut adanya raja’, tanpa raja’ khauf hanyalah berupa keputusan tak berarti. Raja’ merupakan sikap optimis total. Ibarat seorang pedagang yang rela mempertaruhkan seluruh modal usahanya karena meyakini keuntungan Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Penerbit Amzah, 2005) hal. 183 4



5



Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Madarijus Salikin, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2010) hal 197 8



besar yang bakal segera diraihnya. Ibarat seorang ‘pecinta’ yang rela memertaruhkan segala miliknya demi menggapai cinta kekasihnya. Dia meyakini bahwa cintanya itulah bahagianya. Tanpanya, hidup ini tiada arti baginya. Raja’ atau pengharapan yang demikian besar menjadikan seseorang hidup dalam sebuah dunia tanpa kesedihan. Sebesar apa pun bahaya dan ancaman yang datang tidak mampu menghapus senyum optimisme dari wajahnya. Perbedaan raja’ (mengharap) dengan tamanny (berangan-angan), bahwa berangan-angan itu disertai kemalasan, pelakunya tidak pernah bersungguh-sungguh dan berusaha. Sedangkan mengharap itu disertai dengan usaha dan tawakal. c. Macam-Macam Raja’ Raja’ itu ada tiga macam, dua macam adalah raja’ yang terpuji dan yang yang satu adalah tercela, yaitu: a. Harapan seseorang agar dapat taat kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah, lalu dia mengharap pahala-Nya. b. Seseorang yang berbuat dosa lalu bertaubat dan mengharap ampunan Allah, kemurahan dan kasih sayang-Nya. c. Orang yang melakukan kesalahan dan mengharap rahmat Allah tanpa disertai usaha. Ini sesuatu yang menipu dan harapan yang dusta. d. Sikap Raja’ Kepada Allah 1) Optimis Optimis adalah memungkinkan seseorang melewati setiap warna kehidupan dengan lebih indah dan membuat suasana hati menjadi tenang. Allah berfirman dalam Q.S Yusuf ayat: 87



‫يبني اذهبوافتحسسسوامن يوسف من اخيه ول تئسوا من روح ا انه ل يا‬ ‫ئسو من روح ا ال القوم الكافرون‬. Artinya: “Dan



jangan



kamu



berputus



asa



dari



rahmat Allah.



Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. ”



9



Rasullah SAW bersabda: Artinya: “Orang berdosa yang mengharap rahmat Allah jauh lebih disayang Allah dari pada orang taat yang berputus asa.” (H.R Ibnu Mas’ud) 2) Dinamis Adalah sikap untuk terus berkembang, berfikir cerdas, kreatif, rajin, dan mudah beradaptasi dengan lingkungan. Orang yang bersikap dinamis tidak akan mudah puas dengan prestasi-prestasi yang ia peroleh, tetapi akan berusaha terus menerus untuk meningkatkan kualitas diri. Inilah ajaran dinamis seperti yang terkandung dalam Q.S Al-Insyirah: 7



‫فأذا فرغت فانصب‬. Artinya: “Apabila engkau telah selesai mengerjakan suatu urusan, maka bergegaslah untuk menyelesaikan urusan yang lain.” Rasulaah SAW bersabda: Artinya: “Bekerjalah kamu untuk urusan dunia, seolah-olah kamu akan hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari.” (H.R Ibnu Majah). e. Hikmah Raja’ 1) Menciptakan prasangka baik membuang jauh prasangka buruk 2) Mengharapkan rahmat Allah dan tidak mudah putus asa 3) Menjadikan dirinya tenang, aman, dan tidak merasa takut pada siapapun kecuali kepada Allah 4) Dapat meningkatkan amal sholeh untuk bertemu Allah 5) Dapat meningkatkan jiwa untuk berjuang dijalan Allah



10



6) Dapat meningkatkan kesadaran bahwasannya azab Allah itu amat pedih sehingga harus berpacu dalam kebaikan 7) Dapat meningkatkan rasa syukur atas nikmat yang telah diteriamnya 8) Dapat menghilangkan rasa hasud, dengki, dan sombong kepada orang lain 9) Dapat meningkatkan rasa halus untuk mencintai sesama manusia dan dicintainya. Baik Khauf maupun raja` merupakan dua ibadah yang sangat agung. Bila keduanya menyatu dalam diri seorang mukmin, maka seluruh aktivitas kehidupannya akan menjadi seimbang. Dengan khauf akan membawa diri seseorang untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi perkara yang diharamkan; dengan raja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap apa yang ada di sisi Allah. f. Tingkatan Raja’ Menurut Ibnu Ujaibah, orang-orang yang mengharap rahmat Allah tidak berada dalam satu tingkatan, tapi mereka berada dalam tingkatan yang berbeda-beda, yaitu: a. Pengharapan orang awam, yakni tempat kembali yang baik dengan diperolehnya pahala. b. Pengharapan orang khawwa, yakni ridha dan kedekatan di sisi-Nya. c. Pe`ngharapan orang khawwa al-khawwa, yakni kemampuan untuk melakukan musyahadah dan bertambahnya tingkatan derajat dalam rahasia-rahasia Tuhan yang disembah. 6 G. Hubungan Khauf Dan Raja’ Baik Khauf maupun raja` merupakan dua ibadah yang sangat agung. Bila keduanya menyatu dalam diri seorang mukmin, maka seluruh aktivitas kehidupannya akan menjadi seimbang. Dengan khauf akan Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf (Cet. XII; Jakrata: Qisthi Press, 2010), hal. 207. 6



11



membawa diri seseorang untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi perkara yang diharamkan; dengan raja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap apa yang ada disisi Allah SWT. Pendek kata, dengan khauf dan raja` seorang mukmin akan selalu ingat bahwa dirinya akan kembali ke hadapan Sang Penciptanya, di samping ia akan bersemangat memperbanyak amalan-amalan.Kedua sikap di atas harus dimiliki oleh seorang mukmin. Sikap ini menjadi ciri mukmin yang baik yang bisa menempatkan diri kapan ia harus berada pada posisi khauf dan kapan ia mesti berada pada posisi roja’. Namun, Sayid Alwi bin Abbas Al Maliki menyatakan, “Bagi seorang pemuda ia lebih baik mengutamakan sikap al-khauf sebab nafsu syahwat di masa muda jauh lebih besar yang dikhawatirkan dapat menyeret pada perbuatan buruk jika tidak mengutamakan sikap tersebut.” H. Peranan Khauf Dan Raja' Syaikhul



Islam



Ibnu



Taimiyah



rahimahullah



mengatakan:



“Ketahuilah sesungguhnya penggerak hati menuju Allah ‘azza wa jalla ada tiga: Al-Mahabbah (cinta), Al-Khauf (takut) dan Ar-Rajaa’ (harap). Rasa takut nantinya akan lenyap di akhirat (bagi orang yang masuk surga). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak ada rasa takut dan sedih yang akan menyertai mereka.” (QS. Yunus: 62) Sedangkan rasa takut yang diharapkan adalah yang bisa menahan dan mencegah supaya (hamba) tidak melenceng dari jalan kebenaran. Adanya rasa takut akan membantunya untuk tidak keluar dari jalan menuju sosok yang dicintainya, dan rasa harap akan menjadi pemacu perjalanannya. Khauf dan roja’ saling beriringan satu sama lain sehingga seorang hamba berada dalam keadaan takut kepada Allah ‘azza wa jalla dan khawatir tertimpa siksa-Nya serta mengharapkan curahan rahmat-Nya. Apabila seorang insan tidak merasa takut kepada Allah maka dia akan memperturutkan hawa nafsunya. Terlebih lagi apabila dia sedang menginginkan



sesuatu



yang



gagal



diraihnya.



Karena



nafsunya



menuntutnya memperoleh sesuatu yang bisa menyenangkan diri serta 12



menyingkirkan gundah gulana dan kesedihannya. “Orang-orang yang diseru oleh mereka itu justru mencari jalan perantara menuju Rabb mereka siapakah di antara mereka yang bisa menjadi orang paling dekat kepadaNya,mereka mengharapkan rahmat-Nya dan merasa takut dari siksa-Nya.” (QS. al-Israa’: 57) Allah menceritakan kepada kita melalui ayat yang mulia ini bahwa sesembahan yang dipuja selain Allah oleh kaum musyrikin yaitu para malaikat dan orang-orang shalih mereka sendiri mencari kedekatan diri kepada Allah



dengan



melakukan



ketaatan



dan



ibadah,



mereka



melaksanakan perintah-perintah-Nya dengan diiringi harapan terhadap rahmat-Nya dan mereka menjauhi larangan-larangan-Nya dengan diiringi rasa takut tertimpa azab-Nya karena setiap orang yang beriman tentu akan merasa khawatir dan takut tertimpa hukuman-Nya. Allah ta’ala berfirman. “Maka janganlah kalian takut kepada mereka (wali setan), dan takutlah kepada-Ku, jika kalian beriman.” (QS. Ali ‘Imran: 175) Di dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang beriman tidak boleh merasa takut kepada para wali syaithan dan juga tidak boleh takut kepada manusia sebagaimana Allah ta’ala nyatakan, “Janganlah kamu takut kepada manusia dan takutlah kepada-Ku.” (QS. alMaa’idah: 44) Rasa takut kepada Allah diperintahkan sedangkan takut kepada wali syaithan adalah sesuatu yang terlarang. I. Manfaat Khauf Dan Raja’ Keharusan seseorang memiliki rasa takut didasarkan atas dua hal 7; Pertama agar terhindar dari kemaksiatan, sebab nafsu yang senantiasa mengajak berbuat jahat itu cenderung melakukan hal yang tidak baik. Nafsu tidak akan berhenti berbuat jahat kecuali jika diancam. Cara mengatasi nafsu harus dilecut dan dicambuk sehingga dapat membuatnya jerah dan takut, baik berupa ucapan, tindakan, atau pikiran. Kedua agar tidak membangga-banggakan amal solehnya (ujub). Sebab jika sampai berbuat ujub maka dapat menimbulkan celaka dan nafsu itu tetap 7



Umar Faruq, Al-Risalah Qusyairiyah Fi Al-Ilmi Al-Tashawuf (terj), (Jakarta: Pustaka Amani,2002) hal. 156 13



harus dipaksa dengan dicela dan dihinakan mengenai apa yang ada padanya, berupa kejahatan, dosa-dosa dan berbagai macam bahaya lainnya. Adapun keharusan memiliki rasa raja’ juga dikarenakan dua hal 8, yaitu; Pertama agar bersemangat melakukan ketaatan, sebab berbuat baik itu berat dan syaitan selalu mencegahnya. Hawa nafsu selalu mengajak pada perbuatan yang jelek dan tidak baik. Kebanyakan orang memenuhi hawa nafsunya, sedangkan pahala itu tidak kelihatan, dengan demikian tentu nafsu tidak mau dan tidak semangat dalam melakukan kebaikan. Dalam menghadapi hal ini harus dihadapi dengan raja’, yakni rasa mengharap rahmat Allah dan kebaikan pahalanya agar senantiasa bersemangat dalam beribadah dan berbuat baik. Kedua agar terasa ringan menanggung rasa kesulitandan kesusahan. Karena jika seseorang telah mengetahui sesuatu yang telah menjadi tujuantentu seseorang tersebut akan rela berbuat apapun dan mengeluarkan apapun demi tercapainya tujuan tersebut. Dalam pandangan Al-Muhasibi, khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan seseorang membersihkan jiwa. Ia memasukkan kedua sifat itu dengan etika-etika, keagamaan lainnya, yakni, ketika disifati dengan khauf dan raja’, seseorang secara bersamaan disifati pula oleh sifat-sifat lainnya. Pangkal wara’, menurutnya adalah ketakwaan, pangkal ketakwaan adalah introspeksi diri (musabat Al-nafs), pangkal introspekasi diri adalah khauf dan raja’, pangkal khauf dan raja’ adalah pengetahuan tentang janji dan ancaman Allah, pangkal pengetahuan tentang keduanya adalah perenungan.9 C. KESIMPULAN



8



Ibid. hal. 157



9



Muhammad Sholihin, Tokoh-tokoh sufi lintas zaman, (Bandung: Pustaka Setia, 2003) hlm.60



14



Secara bahasa Khauf berasal dari kata khafa, yakhafu, khaufan yang artinya takut. Takut yang dimaksud disini adalah takut kepada Allah SWT. Khauf adalah takut kepada Allah SWT dengan mempunyai perasaan khawatir akan adzab Allah yang akan ditimpahkan kepada kita. Apabila khauf kepada Allah SWT berkurang dalam diri seseorang, maka ini sebagai tanda mulai berkurangnya pengetahuan dirinya terhadap Rabb nya, sebab orang yang paling tahu tentang Allah adalah orang yang paling takut kepada Nya. Khauf dapat bersumber dari dua hal yaitu Khauf karena siksa Manusia megetahui bagaimana siksaan yang akan dia terima karena menentang Allah. Kesadaran itulah yang mendorong manusia untuk tetap mematuhi peraturan Allah. Khauf karena CintaManusia mengetahui bagaimana Allah dan sifat-sifatNya, PerbuatanNya, maka sampailah manusia pada kecintaan kepada Allah. Macam-macam Khauf Khouf thabi’i seperti halnya orang takut hewan buas, takut api, takut tenggelam, maka rasa takut semacam ini tidak membuat orangnya dicela akan tetapi apabila rasa takut ini menjadi sebab dia meninggalkan kewajiban atau melakukan yang diharamkan maka hal itu haram. Khouf ibadah yaitu seseorang merasa takut kepada sesuatu sehingga membuatnya tunduk beribadah kepadanya maka yang seperti ini tidak boleh ada kecuali ditujukan kepada Allah ta’ala. Adapun menujukannya kepada selain Allah adalah syirik akbar.Khouf sirr seperti halnya orang takut kepada penghuni kubur atau wali yang berada di kejauhan serta tidak bisa mendatangkan pengaruh baginya akan tetapi dia merasa takut kepadanya maka para ulama pun menyebutnya sebagai bagian dari syirik. Raja’ adalah bergantungnya hati dalam meraih sesuatu di kemudian hari. Raja’ itu ada tiga macam, dua macam adalah raja’ yang terpuji dan yang yang satu adalah tercela, yaitu: Harapan seseorang agar dapat taat kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah, lalu dia mengharap pahalaNya. Seseorang yang berbuat dosa lalu bertaubat dan mengharap ampunan Allah, kemurahan dan kasih sayang-Nya. Orang yang melakukan kesalahan dan mengharap rahmat Allah tanpa disertai usaha. Ini sesuatu yang menipu 15



dan harapan yang dusta. Sikap Raja’ Kepada Allah Optimis adalah memungkinkan seseorang melewati setiap warna kehidupan dengan lebih indah dan membuat suasana hati menjadi tenang. Dinamis Adalah sikap untuk terus berkembang, berfikir cerdas, kreatif, rajin, dan mudah beradaptasi dengan lingkungan. Hikmah Raja’ Menciptakan prasangka baik membuang jauh prasangka buruk, Mengharapkan rahmat Allah dan tidak mudah putus asa, Menjadikan dirinya tenang, aman, dan tidak merasa takut pada siapapun kecuali kepada Allah, Dapat meningkatkan amal sholeh untuk bertemu Allah. Menurut Ibnu Ujaibah, orang-orang yang mengharap rahmat Allah tidak berada dalam satu tingkatan, tapi mereka berada dalam tingkatan yang berbeda-beda, yaitu: Pengharapan orang awam, yakni tempat kembali yang baik dengan diperolehnya pahala. Pengharapan orang khawwa, yakni ridha dan kedekatan di sisi-Nya. Pe`ngharapan orang khawwa al-khawwa, yakni kemampuan untuk melakukan musyahadah dan bertambahnya tingkatan derajat dalam rahasia-rahasia Tuhan yang disembah. Baik Khauf maupun raja` merupakan dua ibadah yang sangat agung. Bila keduanya menyatu dalam diri seorang mukmin, maka seluruh aktivitas kehidupannya akan menjadi seimbang. Khauf dan roja’ saling beriringan satu sama lain sehingga seorang hamba berada dalam keadaan takut kepada Allah ‘azza wa jalla dan khawatir tertimpa siksa-Nya serta mengharapkan curahan rahmat-Nya. Apabila seorang insan tidak merasa takut kepada Allah maka dia akan memperturutkan hawa nafsunya.



16



DAFTAR PUSTAKA



Qasim Abul. Hawazin Abdul Karim. Risalah Qusyairiah. Jakarta: Pustaka Amani Umar Faruq. 2002. Al-Risalah Qusyairiyah Fi Al-Ilmi Al-Tashawuf (terj). Jakarta: Pustaka Amani. Abdul Qadir Isa. 2010. Hakekat Tasawuf .Jakrata: Qisthi Press Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. 2010. Madarijus Salikin. Jakarta: Pustaka Al Kautsar. Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin. 2005. Kamus Ilmu Tasawuf,. Jakarta: Penerbit Amzah. Dr. Asep Usman Ismail. 2005. 7 Metode Menjernihkan Nurani. Bandung: Mizan Media Utama. Syaikh Muhammad bin Sholih. 2005. Syarh Tsalatsatul Ushul,.Mesir: Daruts Tsaroya.



17



18