Pertempuran Laut Aru [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO



STUDI KASUS PERTEMPURAN LAUT ARAFURU DITINJAU DARI GELAR KEKUATAN, INTELIJEN TAKTIS, JALANNYA PERTEMPURAN DAN KODAL PIHAK INDONESIA SERTA MANFAATNYA BAGI TNI AL



BAB I PENDAHULUAN



1.



Umum. Papua Barat yang lebih dikenal dengan sebutan Irian Barat saat itu. Irian Barat



merupakan salah satu wilayah di sisi paling Timur wilayah NKRI dan berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini, wilayah ini menjadi sengketa antara pemerintah Indonesia dan Belanda pasca Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945. Berbagai jalur diplomasi telah dilaksanakan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan ibu pertiwi. Upaya pemerintah Indonesia melalui jalur diplomasi dimulai dari perjanjin RoemRoyen yang dilakukan Indonesia dengan Netherland sesuai dengan resolusi PBB tanggal 28 Januari 1949, yang ditindak lanjuti dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) yng diselenggarakan di Den Haag Belanda tahun 1949. Dalam KMB pemerintah Netherland menyanggupi untuk mengakui kedaulatan Indonesia dihadapan beberapa negara sebagai negara penengah sengketa Indonesia dan Netherlands. Namun pada kenyataannya pemerintah Netherlands terus mengulur-ngulur waktu untuk menyerahkan Irian Barat kepada pemerintah Indonesia. Peristiwa yang terjadi di laut Arafuru pada tahun 1962 dilatarbelakangi oleh pihak Belanda yang tidak mau menyerahkan Irian Barat ke pangkuan Indonesia. Pertengahan bulan April 1960, mereka justru mengumumkan mengenai diperkuatnya pertahanan Irian Barat dengan mendatangkan sebuah kapal induk, penambahan jumlah pasukan infantri serta diperbantukannya satu skwadron pesawat tempur jet. Pengiriman kapal induk karel Doorman ke perairan Irian Barat tesebut mendapat protes dari berbagai negara yang ditandai dengan penolakan mereka terhadap persinggahannya dalam perjalanan menuju perairan Irian Barat. Disamping memperkuat pertahanan di Irian Barat, pemerintah Belanda juga mengumumkan rencana pembentukan negara Papua. Langkah



2



semacam ini jelas tidak akan meredakan ketegangan antara Indonesia dan Belanda, bahkan memaksa pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah-langkah tegas. Konflik antara Indonesia dan Belanda semakin meningkat karena masalah tersebut sehingga pada tahun 1960 Indonesia memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Belanda. Dan pada puncak kemarahan pemerintah Indonesia ditandai dengan pencetusan Trikora oleh Presiden Soekarno di Yogyakarta tepat pada tanggal 19 Desember 1961. Tri Komando Rakyat (Trikora) merupakan hasil perumusan Dewan Pertahanan Nasional saat itu, yang isinya adalah: a.



Gagalkan pembentukan “Negara Boneka“ bikinan kolonial Belanda.



b.



Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat.



c.



Bersiaplah untuk mobilisasi umum



Sebagai langkah pertama yang dilakukan dalam membebaskan Irian Barat adalah dengan melakukan infiltrasi dan operasi intelijen ke Irian Barat. ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) mendapat tugas melaksanakan infiltrasi pada tahun 1962. Pengiriman Satuan Tugas ini merupakan keinginan dari Presiden Soekarno yang disampaikan langsung kepada KSAL Laksamana Madya Laut RE Martadinata yang langsung diteruskan kepada Komodor Laut Jos Sudarso selaku Deputi Operasi MBAL dan Kolonel Sudomo selaku Kepala Direktorat Operasi dan Latihan Taktis MBAL. Satuan Tugas tersebut dibentuk dengan kekuatan 4 Motor Torpedo Boat (MTB) tipe Jaguar, yaitu: KRI Macan Tutul, KRI Macan Kumbang, KRI Harimau dan KRI Singa. KRI ini digunakan untuk mengangkut dua regu dari Peleton Intai Tugas Istimewa TNI AD ke Kaimana. Ikut dalam kapal ini adalah Deputi I (Ops) KSAL Komodor Yosaphat Soedarso, dengan Kapten Kapal Wiratno. Kapal ini tidak dilengkapi komponen senjata utama yang dibawa yaitu torpedo MK-3 buatan Inggris dan hanya menyisakan meriam anti serangan udara kaliber 40 mm dan caliber 12,7 mm. Hal ini disebabkan karena saat itu Indonesia diembargo oleh Inggris karena Inggris berada pada phiak yang sama dengan Belanda di organisasi NATO. Misi infiltrasi ke Irian Barat ini dipimpin oleh Direktur Operasi MBAL Kolonel Sudomo selaku Dansatgas STC-9 yang berada diKapal RI Harimau. Tugas rahasia ini tidak dikoordinasikan dengan jajaran dan kesatuan lain, dengan maksud untuk menjaga kerahasiaan. Bahkan selama pelayaran menuju ke Irian Barat kapal-kapal MTB tersebut dilarang untuk singgah di pelabuhan-pelabuhan yang dilewati. Sesuai rencana waktu



3



pendaratan dilakukan pada tanggal 15 januari 1962 pukul 24.00. Dari RV III dengan kecepatan sekitar 20 knot, pukul 17.00 ketiga MTB segera menuju Kaimana dengan formasi berbanjar. Pada posisi 04.49o lintang selatan, 135.02o bujur timur dengan haluan 239o ketiga kapal MTB tersebut dipergoki dua pesawat intai maritime Belanda jenis Neptune dan Firefly dan tak jauh dari posisi tiga MTB, dua fregat Belanda Hr.Ms. Kortenaer dan Hr.Ms. Eversten sedang melaksanakan pratoli. Dengan kondisi tersebut akhirnya pertempuranpun tidak dapat terhindarkan lagi. KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang diperintahkan untuk berputar arah dan kembali ke pangkalan yang akhirnya selamat, sedangkan KRI Macan Tutul tenggelam dalam pertempuran. Dari peristiwa pertempuran laut tersebut, dapat diambil nilai-nilai luhur yang patut untuk dicontoh dan diteladani oleh para generasi penerus dan prajurit matra laut, yaitu semangat pengabdian yang tulus dan ikhlas, dilandasi oleh jiwa nasionalisme dan patriotisme dalam upaya menjaga dan mempertahankan keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia. Semangat pantang menyerah, rela berkorban jiwa maupun raga dalam menjaga martabat Negara dan Bangsa Indonesia di mata dunia, serta sikap teguh pada tujuan yang dilandasi keberanian dan jiwa kesatria sebagai prajurit matra laut sejati, pada akhirnya telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang gigih dan tidak mudah menyerah. Aktualisasi nilai-nilai kejuangan dan kepahlawanan menjadi kontribusi positif bagi segenap prajurit matra laut untuk mewujudkan TNI AL yang handal dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Selain itu dalam studi kasus ini, banyak hal-hal penting yang dapat dikaji sebagai bahan pembelajaran dan masukan yang berguna untuk digunakan sebagai bahan masukan dalam perencanaan konsep operasi kedepan. Pertimbangan perencanaan



operasi,



pertimbangan



informasi



intelijen,



dan



kelemahan-kelemahan



pelaksanaan operasi ini dapat menambah wawasan dan memberikan gambaran bagi kita semua, guna menghadapi tantangan-tantangan dalam penugasan di masa mendatang.



2.



Maksud dan Tujuan. a.



Maksud. Penulisan Kertas Karya Kelompok (Taskapok) ini dimaksudkan untuk



menganalisa tinjauan gelar kekuatan, Intelijen Taktis, jalannya pertempuran, dan kodal dari pihak Indonesia.



4



b.



Tujuan.



Sebagai bahan masukan kepada Lembaga atau Pimpinan TNI AL



dalam rangka menentukan kebijakan serta manfaat-manfaat yang dapat diambil oleh TNI AL.



3.



Metode dan Pendekatan. a.



Metode Penulisan



yang



digunakan



dalam



kertas



karya



kelompok ini



adalah



menggunakan metode deduktif dengan analisis secara kualitatif (deskriptif analisis). b.



Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam kertas karya kelompok ini adalah studi



kepustakaan berdasarkan referensi yang tersedia, internet dan pendekatan empiris.



4.



Ruang Lingkup dan Tata Urut. a.



Ruang Lingkup.



Ruang lingkup pembahasan dalam Taskapok ini meliputi



analisis pada pertempuran Laut Arafuru ditinjau dari aspek gelar kekuatan, Intelijen Taktis, jalannya pertempuran, dan kodal dari pihak Indonesia. b.



5.



Tata Urut.



Dengan tata urut pembahasan sebagai berikut:



BAB I



: Pendahuluan



BAB II



: Kronologis Pertempuran Laut Arafuru



BAB III



: Landasan Pemikiran



BAB IV



: Analisa



BAB V



: Hal-Hal yang Bermanfaat Bagi TNI AL



BAB VI



: Penutup



Pengertian. a.



Heroisme adalah berani membela keadilan dan kebenaran untuk bangsa dan



negaranya dalam artian nilai juang dan jiwa kepahlawanan. b.



Patriotisme adalah cinta tanah air yang berarti seseorang yang rela berkorban



dengan segenap jiwa dan raganya untuk kemakmuran dan kejayaan negaranya. c.



Operasi Trikora adalah Komando Pembebasan Irian Barat Tri Komando Rakyat



(Trikora). Gagalkan pembentukan negara Boneka Papua buatan Belanda kolonial,



5



kibarkan sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia, dan persiapkan untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa. d.



Pertempuran Laut Arafuru adalah pertempuran laut yang sangat patriotis,



dimana para prajurit laut bertempur dengan semangat juang tinggi dan rela berkorban demi membela negara dan bangsa. Pertempuran laut berlangsung dengan kekuatan yang tidak seimbang, sehingga mengakibatkan tenggelamnya KRI Macan Tutul. Komodor Yos Sudarso dan ajudannya Lettu Memet, Komandan RI Macan Tutul Kapten Wiratno dan 25 orang lainnya ikut tenggelam dan gugur sebagai pahlawan kusuma bangsa. e.



Tentara Profesional.1 yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara



baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi. f.



Paradigma.2 adalah



kerangka



berpikir



yang



dapat



digunakan



untuk



mempermudah dan menyederhanakan suatu persoalan.



1



Undang-Undang RI No. 34 tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia



2



Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia ed. 3, Balai Pustaka, Jakarta 2002.



BAB II KRONOLOGIS KEJADIAN



6.



Pra Kejadian. a.



Pada tanggal 18 Agustus 1945: Dalam pidato pengantar Proklamasi, Soekarno



menyatakan bahwa wilayah Indonesia adalah wilayah Hindia-Belanda dulu (Nederland Indie) yang meliputi wilayah dari Sabang hingga Merauke. b.



Pada tanggal 4 Desember 1950, kembali dilangsungkan konferensi Uni di Den



Hag. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Mr. Moh Roem. Dalam perundingan tersebut kedua belah pihak tetap mempunyai penafsiran yang berbeda sehingga perundingan selalu dibayangi jalan buntu. c.



Pertengahan bulan April 1960, Belanda justru mengumumkan mengenai



diperkuatnya pertahanan Irian Barat dengan mendatangkan sebuah kapal induk, penambahan jumlah pasukan infantri serta diperbantukannya satu skuadron pesawat tempur jet. d.



Pada tanggal 14 Desember 1961, Dewan Pertahanan Nasional melangsungkan



sidang pertama. Dalam sidang tersebut ditetapkan pembentukan suatu organisasi baru yang diberi nama Komando Tertinggi (KOTI) Pembebasan Irian Barat (Pemirbar). Konsep yang disusun oleh Dewan Pertahanan Nasional terkenal dengan nama Tri Komando Rakyat atau TRIKORA, sebagai jawaban rakyat Indonesia atas Belanda yang telah meresmikan Komite Nasional Papua. e.



Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden/Panglima Tertinggi APRI/Panglima



Besar Komando Pembebasan Irian Barat Soekarno mengumumkan Tri Komando rakyat (TRIKORA) kepada seluruh rakyat dan Angkatan Perang Republik Indonesia.



7.



Kejadian. a.



Tahap Persiapan 1)



Angkatan Laut sebagai unsur tempur, unsur angkut pasukan dan unsur



logistik membutuhkan tambahan material, sehingga pada tanggal 6 januari 1961 MKN Jenderal Nasution telah mendatangani kontrak pembelian senjata dengan Uni Sovyet untuk membeli 12 kapal selam, kapal roket cepat, roket cutters, pesawat udara, helikopter dan peralatan berat amfibi marinir kurang lebih 3 resimen. Sejumlah personel yang akan mengawaki peralatan tersebut



7



dikirim ke Uni Sovyet untuk dididik dan dilatih supaya menjadi profesional dalam mengawaki Alutsista tersebut. 2)



Selain dari Negara Uni Sovyet, Angkatan Laut juga membeli dan



menambah peralatannya dari negara-negara lain. Dari Negara Yugoslavia dibeli Subchaser/buru selam, kemudian dari Jerman Barat dibeli sejumlah Motor Torpedo Boat (MTB). Kapal-kapal MTB ini sangat lincah dan cocok jika digunakan di selat dan perairan laut Indonesia. Sementara itu, Letnan Kolonel Laut Haryono Nimpuno pada bulan Mei 1961 ditugasi oleh Pimpinan AL untuk mengambil tiga buah kapal perang jenis LST di Guam. 3)



Dengan datangnya peralatan perang yang dibeli dari Uni Sovyet,



kekuatan Angkatan Laut RI meningkat dengan sangat pesat, baik dari segi material seperti penambahan kapal-kapal serta fasilitas di darat, maupun bidang personel. 4)



Jika dibandingkan dengan keadaan tahun 1959, kekuatan Angkatan Laut



RI pada tahun 1961 telah meningkat sebagai berikut : a)



Fasilitas perawatan personel berupa perumahan, mess dan



ksatrian untuk menampung 7.030 orang menjadi untuk 10.103 orang, ada kenaikan sekitar 190 %. b)



Jumlah personel dari 11.103 orang meningkat menjadi 30.766



orang, ada kenaikan sekitar 180 %. c)



Kekuatan Armada telah bertambah menjadi 117 kapal perang,



yang berarti ada kenaikan sekitar 170 %. b.



Tahap Linla. Jalannya Operasi penyusupan yang sesuai rencana dilaksanakan oleh empat



MTB,terbagi atas beberapa etape : 1)



Pada Etape I Pelabuhan Samudera Tanjung Priok-Titik Rendevous I di



Pulau Gili Genteng (Selat Madura). a)



Pada tanggal 9 Januari pukul 18.00 WIB satu per satu keempat



MTB keluar dari Pelabuhan Samudera Tanjung Priok, dipimpin langsung oleh Kolonel Sudomo yang baru saja dinaikan pangkatnya



8



dari letkol menjadi kolonel. Keberangkatan keempat kapal tersebut dilepas oleh Deputi I KSAL Komodor Yos Soedarso. b)



Tiga dari empat MTB yang bertolak tersebut membawa satu



peleton (21 orang) Tugis (Tugas Istimewa) anggota dari Batalyon Angkutan Air Angkatan Darat, dibawah pimpinan Capa Muhadi. Selama pelayaran menuju daerah sasaran, keempat MTB berada dalam kondisi total black out dan radio silence. c)



Kemudian keesokan harinya pada tanggal 10 Januari 1962 pukul



18.00 konvoi MTB tiba di titik RV I di Pulau Gili Genteng (Selat Madura) untuk refueling pada RI Pati Unus. Sedangkan RI Matjan Kumbang baru masuk pada tanggal 11 januari 1962 pukul 05.00 melalui jalur utara Pulau Madura. 2)



Pada Etape II Pulau Gili Genteng-Titik RV II di Teluk Hading. a)



Keempat kapal MTB kemudian melanjutkan pelayaran menuju titik



RV II di Teluk Hading (di ujung Timur P. Flores) pada keesokan harinya. b)



Kemudian Tanggal 13 Januari 1962 pukul 06.00 pagi, RI Harimau



telah tiba di titik RV II, sedangkan RI Matjan Tutul dan RI Singa sedang refueling pada RI Rakata disekitar Teluk Hading. 3)



Pada Etape III Teluk Hading-Titik RV III di Dobo (sekitar Pulau Ujir dan



Pulau wasir di kepulauan Aru) a)



Pada tanggal 13 Januari 1962 pukul 10.00 pagi, RI Singa, RI



Harimau, dan RI Matjan Tutul melanjutkan pelayaran menuju RV III di Dobo, sedangkan RI Matjan Kumbang akan menyusul kemudian. b)



Pada sore harinya yaitu tanggal 13 Januari 1962, RI Multatuli



yang sudah tiba di titik RV melalui Ambon untuk mengangkut pasukan menuju Pulau Ujir di sebelah barat Kepulauan Aru. Pulau Ujir merupakan Titik RV III antara kapal-kapal MTB dan RI Multatuli. c)



RI Harimau tiba di RV III pada tanggal 14 Januari 1962 pukul



24.00 waktu setempat. Kemudian pada tanggal 15 Januari 1962 tiba pula secara berturut-turut yaitu RI Matjan Tutul pukul 03.00 dan RI Matjan Kumbang pada pukul 04.00 waktu setempat.



9



d)



Setelah kapal-kapal MTB kecuali RI Singa bertemu dengan RI



Multatuli yang membawa pasukan infiltran di titik RV III, melaksanakan pemindahan pasukan dari RI Multatuli ke masing-masing MTB sesuai rencana sebelumnya. e)



Setelah brifing selesai, segera dilakukan persiapan-persiapan



sebab hari “H” jam “D” yang ditentukan akan berlangsung beberapa jam lagi, yakni tanggal 15 Januari 1962 pukul 24.00 waktu setempat. Namun kegiatan persiapan pada siang hari sempat terganggu karena pesawat pengintai Belanda muncul di udara. Sejak sehari sebelumnya sedikitnya dua kali pesawat jenis Neptune dan Firefly terbang di atas RI Multatuli yang membawa pasukan Angkatan Darat yang akan didaratkan, namun berkat kerja keras dan disiplin yang tinggi dari pasukan tersebut, akhirnya segala persiapan dapat juga selesai pada waktunya. c.



Tahap Pertempuran. 1)



Pada tanggal 15 Januari 1962 pukul 16.00 WIB, ketiga kapal MTB sudah



dalam keadaan siap tempur. Tepat pukul 17.00 waktu setempat ketiga MTB mulai bergerak meninggalkan titik RV III Pulau Ujir menuju sasaran pantai Kaimana. 2) Sebelum tolak Kolonel Sudomo masih tetap berusaha agar Komodor Yos Soedarso tidak perlu ikut berlayar dengan alasan sebagai pertimbangan tugas utama hanya mengantar infiltran, tetapi beliau tetap menolak bahkan ingin ikut bersama sekoci para infiltran untuk menancapkan Sang Saka Merah Putih yang telah dibawa beliau dari Jakarta. Akhirnya Komodor Yos Soedarso ditempatkan di RI Matjan Tutul bersama para infiltran. 3)



Konvoi dari ketiga MTB di laut Arafuru ini tidak merasa jika sejak pukul



20.25 mereka sebenarnya telah diketahui dari udara oleh patroli pesawat Neptune Belanda. Jaraknya pada saat itu kurang lebih sekitar 60 mil dari Vlakke Hoek. Selanjutnya Neptune melaporkan kedudukan ketiga MTB tersebut kepada fregat Hr. Ms. Eversteen, Hr. Ms. Kortenaer dan Hr. Ms. Utrecht yang sedang berpatroli di perairan selatan Irian Barat.



10



Gambar 2.1 HrMs Kortenaer Sumber : https://onzevloot.weebly.com/hrms-kortenaer-f-807.html3 4)



Pada pukul 21.45 pesawat Neptune tersebut mulai mengambil posisi



siap menyerang. Untuk menerangi sasaran, mereka lebih dulu menembakkan flare, namun flare tidak menyala. Pada saat itulah RI Matjan Kumbang sebagai kapal jaga melaporkan kepada RI Harimau mengenai adanya sebuah pesawat terbang yang melintas di atas konvoi. Secara bersamaan, dilaporkan juga bahwa radar RI Matjan Kumbang telah mendeteksi adanya echo pada baringan 070, jarak sekitar 9 mil. Kolonel Sudomo kemudian mengamati dengan teropong pada baringan tersebut dan diyakini bahwa siluet kapal-kapal tersebut (satu di sebelah kiri dan dua lainnya di sebelah kanan konvoi) adalah fregat dan destroyer Belanda, kemudian siluet ketiga kapal tersebut diinformasikan kepada Kolonel Moersjid yang berada di RI Harimau. Mereka kemudian mengetahui bahwa kapal-kapal tersebut adalah Hr. Ms. Eversten, Utrecht dan 3



https://onzevloot.weebly.com/hrms-kortenaer-f-807.html, diakses pada tanggal 13 Maret 2019, pukul 22.35 Wib



11



Kortenaer. Selanjutnya Kolonel Sudomo berkesimpulan bahwa keberadaan ketiga MTB tersebut sudah diketahui musuh dan misi ini harus dibatalkan karena tidak pernah ada perintah operasi untuk menyerang Belanda, apalagi kekuatan persenjataan yang dimiliki oleh ketiga MTB tersebut tidak seimbang dengan ketiga kapal perang Belanda tersebut. 5)



Pukul 21.50, Sudomo memerintahkan ketiga MTB putar haluan menuju



halu 239 º dan menghindar secepatnya untuk bisa kembali ke pangkalan. Secara bersamaan, ketiga kapal tersebut cikar kanan, menuju haluan 239 º. RI Harimau dengan kecepatan tinggi mendahului lambung kiri RI Matjan Kumbang dengan merubah haluan menuju 239 º. Namun secara mengejutkan RI Matjan Tutul justru dengan kecepatan tinggi lewat lambung kanan RI Matjan Kumbang mengambil haluan 329 º. Haluan ini mengarah ke posisi Hr. Ms. Eversten. 6)



Pukul 22.02, Neptune melancarkan serangan kedua. Penembakan flare



menerangi seluruh cakrawala, dilanjutkan dengan tembakan roket mengarah ke formasi STC-9, tetapi tidak mengenai sasaran. Tiga menit kemudian RI Matjan Kumbang membalas serangan Neptune dengan kedua meriam penangkis serangan udara 40 mm dan kedua senapan mesin 12,7 mm. 7)



Pukul 22.07, Eversten pertama kali memuntahkan peluru meriam 120



mm nya ke arah RI Matjan Tutul, karena diduga kapal tersebut akan melancarkan serangan dengan menggunakan torpedo. Selanjutnya pukul 22.08 terdengar perintah legendaris dari Komodor Yos Soedarso “Kobarkan Semangat pertempuran”. Dibarengi dengan tembakan dari kedua senjata kaliber 40 mm RI Matjan Tutul diarahkan langsung ke Hr. Ms. Eversten. Tembakan tersebut sia-sia karena jarak tembak di luar jangkauan. Nampaknya komando sudah diambil alih oleh Komodor Yos Soedarso dari tangan Komandan RI Matjan Tutul Kapten Wiratno. 8)



Pukul 22.10, sebuah tembakan Eversten mengenai buritan RI Matjan



Tutul. Terjadi kebakaran keci namun dapat segera diatasi. Kemudian pada saat itu RI Matjan Tutul merubah haluan ke kiri mengarah ke 239 º. Melihat manuver tersebut, Hr. Ms. Eversten juga putar haluan ke kanan sejajar haluan Matjan Tutul sambil terus menghujani RI Matjan Tutul dengan tembakan meriam 120



12



mm nya. Pukul 22.35, tembakan kedua dari Eversten mengenai bagian tengah RI Matjan Tutul. Kapal meledak dan seluruh penumpangnya berhamburan di antara kobaran api yang sangat besar. 9)



Pukul 22.35, tembakan Hr. Ms. Eversten sekali lagi tepat mengenai



anjungan RI Matjan Tutul. Kapal RI Matjan Tutul kemudian berhenti bergerak dan pukul 22.50 mulai tenggelam ke dasar laut pada posisi 04 º 49’ 00’’ S – 135 º 02’ 00’’ T.



8.



Pasca Kejadian. Pada tanggal 16 Januari 1962 pukul 10.00 RI Harimau dan RI Matjan Kumbang



kembali ke lokasi tenggelamnya RI Matjan Tutul untuk menolong korban yang mungkin masih terapung-apung, dimana sebanyak 25 ABK RI Matjan Tutul tewas selebihnya yang selamat ditawan Belanda. Operasi Trikora, secara militer tidak menghasilkan kemenangan secara taktis, tetapi secara strategis, Operasi Trikora ini membuahkan hasil untuk Indonesia. dimana Amerika Serikat mendesak dan bahkan mengembargo Belanda agar melakukan perundingan antara Indonesia dan Belanda. Amerika Serikat khawatir bahwa Indonesia akan berpaling ke Uni Soviet



BAB III LANDASAN PEMIKIRAN



9.



Landasan Teori. a.



Teori A.T. Mahan Alfred Thayer Mahan dalam bukunya “The Influence of Sea Power Upon History



1660-1783”, mengemukakan bahwa untuk menjadikan bangsa yang besar harus dapat menguasai kepentingan-kepentingannya di laut yaitu dengan menggunakan Sea Power ataupun mengandalkan kekuatan laut. Tujuannya adalah untuk menguasai jalur atau selat penting agar dapat mendesak kekuatan bahari lawan. Kekuatan laut kemudian dapat dikalahkan dengan tekanan tidak langsung termasuk blokade atau dengan penyerangan terhadap sasaran tertentu di laut. Penguasaan jalur transportasi atau



komunikasi



laut



oleh



kekuatan maritim merupakan prasyarat bagi



tercapainya suatu tingkat penguasaan terhadap lawan serta pengendalian terhadap situasi konflik secara keseluruhan. 4 Beberapa prinsip armada: pentingnya lokasi-lokasi atau basis tertentu yang strategis, komunikasi yang efektif sehingga kekuatan bisa dikoordinasikan. Semuanya itu dibutuhkan agar supaya Angkatan Laut dapat mencapai sasaran-sasaran utama yaitu pengendalian laut, kemampuan untuk menggunakan laut bagi diri sendiri dan tidak dapat digunakan oleh musuh. Keunggulan sepihak dalam perang laut tidak hanya memberikan pihak yang kuat saja. Sebaliknya keunggulan tersebut merupakan penguasaan laut yang khas dan luar biasa dimana hal tersebut memberikan kekuatan untuk mempengaruhi secara efektif. Penguasaan laut dapat dapat dikatakan kebal terhadap tindakan balasan sehingga dapat bertindak secara bebas pada tempat dan waktu yang dikehendaki. Kekuatan pengendalian laut dapat berada dimana-mana dan bersifat mobile, sehingga dapat mencegah pendadakan dan konsentrasi musuh untuk mengadakan pengepungan. Dengan cara demikian maka kekuatan laut yang unggul dapat melumpuhkan kekuatan laut yang kuat sekalipun. Dalam studi kasus pertempuran arafuru teori sea power digunakan dalam penggunaan misi infiltrasi rahasia meski dengan kekuatan yang kecil tetapi diharapkan 4



A.T. Mahan (1983), “The Influence of Sea Power Upon History”. New York: Little Brown Company.



14



mampu memberikan penggunaan laut yang tepat dalam mencapai keberhasilan misi. b.



Teori Henry E. Eccles. Menjelaskan hubungan antara strategi, logistik dan taktik. Strategi dan taktik



adalah sarana yang digunakan oleh pemimpin untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan militer yaitu memenangkan peperangan.



Secara umum logistik diartikan



sebagai ilmu dan kecakapan dalam hal manajemen, rekayasa dan kegiatan disain teknik, pembekalan serta pemeliharaan sumber daya guna mendukung operasi militer, sedang dalam konteks operasi militer, logistik diartikan sebagai pembentukan dan pemeliharaan kekuatan secara berlanjut untuk dapat dikerahkan secara langsung demi tercapainya tujuan strategik. Informasi intelijen digunakan sebagai pertimbangan oleh para pemimpin dan perencana militer untuk menentukan strategi dan taktik apa yang tepat untuk diterapkan dan seberapa besar logistik yang dibutuhkan serta bagaimana pola penyiapan dan dukungannya. 5 Dalam penerapan teori ini bahwa Indonesia akan mengirimkan satuan tugas khusus yang terdiri dari 4 kapal MTB yang mengangkut pasukan untuk dikirimkan ke daratan Irian barat dalam suatu misi infiltrasi rahasia dalam rangka merebut kembali kedaulatan di Irian Barat. c.



Teori Sun Tzu. Dalam teori Sun Tzu disebutkan bahwa “Kenali musuh anda dan kenali diri



anda, maka dalam 100 kali pertempuran anda akan meraih 100 kali kemengangan, kenali lapangan, kenali cuaca maka kemenganan anda tidak akan terancam dan anda akan mendapatkan kemenangan lengkap”. 6 Perencanaan yang dilakukan sebelum misi infiltrasi akan dihadapkan dengan teori ini dengan memperhitungkan bagaimana kekuatan lawan yang akan dihadapi dan segala aspek kesulitan termasuk cuaca dan medan di daerah pertempuran. d.



Teori Ken Booth. Dalam teorinya Ken Booth menerangkan bahwa peran universal Angkatan Laut



di dunia mengandung makna Trinitas, dalam pengertian bahwa tiga peran yang saling berkaitan dan melekat antara satu dan yang lainnya. Tiga peran tersebut adalah :



5 6



Eccles, Henry E. (1959). Logistics in the National Defense .Harrisburg, PA: The Stacpole Company. ISBN 0-313-22716-0. https://xendro.wordpress.com/2008/08/22/sun-tzu/



15



1)



Peran militer (The War Fighting Role), yakni Angkatan Laut bertugas di



masa damai dan di masa perang, dalam rangka menegakkan kedaulatan dan keutuhan negara di laut. 2)



Peran Polisionil (The Constabulary/Policing Role), yakni bertujuan



memelihara ketertiban umum di perairan suatu negara termasuk laut teritorial dan Indonsia timur, melaksanakan penegakan hukum di laut guna memberikan konstribusi terhadap stabilitas dan pembangunan nasional. 3)



Peran Diplomasi (The Diplomacy Role), yakni bertujuan utama untuk



mendukung tugas-tugas diplomatik sebagai wakil/duta bangsa sesuai kebijakan politik luar negeri pemerintah. Peran militer adalah peran yang diangkat dalam studi kasus Pertempuran Arafuru dengan penggunaan kekuatan militer untuk mendukung kebijakan pemerintah Indonesia. e.



Doktrin. Doktrin yang akan dipergunakan sebagai landasan pemikiran adalah Doktrin



Operasi Laut Gabungan (Opslagab). Opslagab adalah operasi pertempuran laut yang diselenggarakan oleh suatu Kogasgab yang terdiri dari satgasla TNI AL sebagai kekuatan inti dan satgasud TNI AU sebagai perkuatan untuk menghambat, menggagalkan dan menghancurkan kekuatan laut musuh di kawasan laut tertentu yang dapat mengancam integritas NKRI. Opslagab bertujuan untuk meningkatkan dan memadukan kekuatan serta kemampuan gabungan sehingga dapat menghambat, menggagalkan dan menghancurkan kekuatan laut musuh di kawasan laut dan dalam waktu tertentu. Operasi Infiltrasi yang dilaksanakan oleh Satgas khusus yang dikirimkan pada pertempuran Arafuru merupakan salah satu dari bentuk operasi laut yang sesuai dalam Doktrin Opslagab yaitu Operasi Khusus dimana operasi pertempuran laut dilaksanakan secara khusus untuk melaksanakan tugas tertentu dalam mencapai sasaran pokok. Asas-asas yang terdapat dalam Doktrin Opslagab yaitu: 1)



Teguh pada tujuan



2)



Pemusatan kekuatan



16



3)



Kerja sama



4)



Pendadakan



5)



Ofensif



6)



Kesatuan komando



7)



Moril



8)



Ekonomis



9)



Kekenyalan



10)



Kerahasiaan



11)



Administrasi



12)



Manfaat



Dalam pembahasan Pertempuran Arafuru ini akan dipilih beberapa asas yang sekiranya terkait dengan pertempuran tersebut.



BAB IV PEMBAHASAN



10.



Analisis Pertempuran Laut Arafuru. Pertempuran di Laut Arafuru tidak semata bermakna pertempuran laut dan semangat



rela berkorban dari pelaku sejarah, namun lebih dari itu jiwa atau semangat pengorbanan dari masa ke masa menyangkut eksistensi dan kedaulatan sebuah negara sebagai harga mati yang harus diperjuangkan bagi seluruh prajurit. Dengan menganalisa kejadian peristiwa pertempuran di Laut Arafuru yang merupakan wujud aktualisasi semangat nasionalisme dan patriotisme, yang melahirkan nilai-nilai kejuangan TNI, Jati diri, dan Trisila TNI AL, maka diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam rangka meningkatkan semangat pengabdian Prajurit TNI hususnya para prajurit TNI AL. Ditinjau dari aspek gelar kekuatan, intelijen taktis, jalannya pertempuran dan kodal di pihak Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut: a.



Gelar Kekuatan. 1)



Deployment. Pada tahap ini menjelaskan gelar kekuatan yang dilaksanakan dari



pangkalan awal menuju pangkalan depan di Pulau Ujir. Sesudah menerima perintah dari Men/Pangal untuk mempersiapkan pelaksanaan operasi infiltrasi, Letkol Sudomo kemudian menyelenggarakan rapat staf. Dalam rapat tersebut dibahas berbagai macam alternatif. Menurut kajian, kapal selam merupakan sarana angkutan infiltran yang paling ideal dan tidak banyak menghadapi resiko. Hanya saja, kapal selam memiliki keterbatasan dan daya angkut jumlah pasukan, Di samping itu, pada kenyataannya armada kapal selam Indonesia saat itu masih belum siap untuk mendukung operasi infiltrasi. Secara sangat kebetulan, pada saat itu armada ALRI baru saja diperkuat dengan kedatangan delapan Kapal Cepat Torpedo (KCT) Motor Torpedo Boat (MTB) yang dibeli dari Jerman. Barat. Empat dari delapan KCT itulah yang kemudian dipilihnya sebagai kapal pengangkut infiltran, alasan untuk memilih KCT karena KCT merupakan kapal paling baru, cepat dan dapat bermanuver secara lincah seandainya harus menghindari musuh. Dalam melaksanakan infiltrasi, Sudomo segara menyusun gugus tugas dengan mengandalkan dukungan dari keempat KCT eks Jerman Barat tersebut.



18 Pembentukan Satuan Tugas Chusus 9 (STC-9) Djanuari7 dengan misi infiltrasi yang bertujuan untuk mengirim infiltran masuk ke Irian Barat awal Januari 1962 atas Perintah Presiden Soekarno selaku Panglima Tertinggi KOTI Pemilbar. Adapun unsur yang terlibat adalah: a)



4 Kapal MTB yang terdiri dari RI Harimau, RI Matjan Tutul, RI



Matjan Kumbang, RI Singa. Keempat kapal MTB ini adalah unsur utama yang mempunyai tugas khusus untuk mendaratkan pasukan infiltrasi ke Irian Barat. (namun pada pelaksanaannya RI Singa tidak dapat melanjutkan perjalan hingga sampai di RV III karena kehabisan bahan bakar ketika menepuh perjalanan dari RV II menuju RV III) b)



1 Kapal Korvet RI Hasanuddin sebagai tempat bekal ulang bahan



bakar berikut perbekalan lain, bertemu di RV I di sekitar Pulau Giri Raja. c)



RI Rakata sebagai tempat bekal ulang bahan bakar berikut



perbekalan lain, bertemu di RV II perairan Teluk Hading. d)



RI Multatuli sebagai tempat bekal ulang sekaligus Kapal Markas di



posisi RV III di perairan kepulauan Kei, Maluku Tenggara. e)



Pasukan sukarelawan pemuda-pemuda Irian yang dilatih TNI AD



yang akan melaksanakan infiltrasi ke Irian Barat dengan menggunakan 4 MTB.Keempat KCT tersebut adalah RI Matjan Tutul, RI Matjan Kumbang, Rl Harimau dan RI Singa. Satuan ini diberi nama Satuan Tugas Chusus (STC-9). dibawah Komandan Satgas Kolonel Soedomo yang on board di KRI Harimau. Keempat MTB dilengkapi dengan masing-masing dua senjata meriam Boffors kaliber 40 mm dan untuk menghadapi serangan udara dilengkapi dua senapan mesin kaliber 12,7 mm. Keempat MTB tidak dilengkapi dengan senjata torpedo karena MTB eks Jerman Barat tersebut datang di Indonesia dalam keadaan tidak ada torpedonya dikarenakan Jerman sebagai Negara pembuat baru saja kalah dalam PD II dan dibatasi dalam memproduksi peralatan perang. Termasuk kena pembatasan memproduksi torpedo ditambah Indonesia diembargo oleh Inggris karena Belanda dan Inggris tergabung dalam NATO. Dengan demikian MTB yang seharusnya membawa senjata utama torpedo, 7



Julius Pour,(2011). Konspirasi di balik tenggelamnya Matjan Tutul, Kompas, hal.2



19



diterima Indonesia hanya tabung torpedo kosong sehingga ruangan tempat penyimpanan torpedo dapat digunakan untuk tempat infiltran nantinya. STC-9 mempunyai misi untuk membawa para infiltran sedekat mungkin dari pantai sekitar kaimana yang selanjutnya melaksanakan infiltrasi dengan perahu-perahu karet. STC-9 yang memiiliki kemampuan inferior, tidak dibentuk untuk melaksanakan aksi pertempuran dengan kapal-kapal frigate Belanda yang superior, dalam pergerakan menuju daerah operasi dibagi beberapa etape untuk melaksanakan bekal ulang bahan bakar di laut, seluruh unsur tidak diperbolehkan untuk sandar dipangkalan-pangkalan dengan pertimbangan kerahasiaan. Tanggal 9 Januari 1962, RI Macan Tutul, RI Harimau, RI



Macan



Kumbang dan RI Singa tolak dari Tanjung Priuk menuju Irian Barat. Tugas pokok dari Satgas STC-9 pada tahap deployment ini adalah bergerak secepatcepatnya dengan tetap menjaga kerahasiaan melalui jalur yang sudah direncanakan untuk menuju ke pangkalan depan di Pulau Ujir untuk menerima perintah lebih lanjut. Konvoi berlayar dalam formasi, peran penggelapan, diam radio , (komunikasi dgn bendera dan lampu flash) dan kecepatan tinggi menuju pulau Ujir, kepulauan Kei, maluku tenggara untuk mengangkut para Infiltran yang berada di KRI Multatuli. Dalam menjaga aspek kerahasiaan, STC-9 mengambil rute yang sepi dan melaksanakan bekul di dilaut dengan dukungan logistik dari kapal-kapal yang telah disiapkan pada tiga titik RV seperti yang dijelaskan pada BAB II diatas. Dalam perjalanan dari Tanjung Priok menuju titik RV. 1, RI Matjan Kumbang mengalami kerusakan kemudi di utara Indramayu sehingga harus ditinggalkan oleh konvoi yang selanjutnya menunggu di RV 1. Kerusakan dapat ditanggulangi dan Matjan Kumbang dapat mencapai RV 1 pada tanggal 10 januari 1961. RI Harimau masuk menuju pangkalan Surabaya dalam rangka mengambil spare part untuk RI Matjan Kumbang. Hal ini bertentangan dengan aspek kerahasiaan yang ditekankan dari awal pelayaran dimana seluruh unsur tidak diperbolehkan untuk sandar dipangkalan-pangkalan.



20



Etape selanjutnya STC-9 bergerak menuju titik RV II di perairan Flores, NTT. Hal yang sama dialami oleh Matjan Kumbang dimana mengalami kerusakan yang lebih berat yaitu pada keempat mesinnya. Karena harapan yang sangat kecil, Kolonel Soedomo memerintahkan untuk pemindahan PK-PK yang berada di KRI Matjan Kumbang ke kapal lainnya. Selanjutnya konvoi bergerak menuju RV II. KRI matjan kumbang berhasil mengatasi kerusakan dan mengambil jalan pintas untuk menyusul ketertinggalan dengan melewati selatselat sempit. Pada tanggal 15 Januari 1962, pukul 04.00 WIT dini hari, konvoi dapat mencapai titik RV III di perairan Pulau Ujir kecuali KRI Singa yang kehabisan bahan bakar dan ditinggalkan di perairan Maluku. KRI Harimau, KRI Matjan Tutul dan KRI Matjan Kumbang kemudian menuju KRI Multatuli yang lego jangkar 2 nm dari pantai Letfuan dengan 111 infiltran on board.



I



Gambar 4.1. Oleat Gerak STC-9 pada saat menuju Pangkalan depan Pada tanggal 12 januari 1962 pukul 23.00 WIB, para infiltran yang berjumlah 111 orang yang merupakan sukarelawan binaan Angkatan Darat, menggunkan 2 pesawat Hercules AURI take off dari bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta menuju landasan darurat Letfuan di Maluku. Dalam



21



rombongan tersebut ikut serta Komodor Yos Soedarso, Deputi 1 KASAL, Kolonel (inf) Moersid, Asops KASAD dan ADC Komodor Yos Soedarso yaitu Letnan F.X. Soeprapto. Pada tanggal 23 Januari 2018, Hercules landing dengan selamat dan setelah debarkasi infiltran kembali T/O menuju Jakarta. Setelah 3 MTB merapat, selanjutnya di KRI Multatuli dilaksanakan rapat terbatas terkait rencana infiltrasi yang dipimpin oleh Kolonel Soedomo selaku Dansatgas



STC-9.



Briefing



singkat



tersebut



merupakan



pengambilan



keputusan recana akhir dari operasi infiltrasi. 2)



Employment. Pada tahap ini adalah tahap pelaksanaan Operasi Infiltrasi oleh Satgas



STC-9 dari Pangkalan depan menuju daerah operasi. Sesuai tugas pokok yang diarahkan pada saat briefeing di RI Multatuli adalah STC-9 membawa para infiltran menuju ke pantai dengan sandi “Pantai Merah” yang terletak di dekat Kaimana, daratan Irian Barat. 8 Pada tahap pelaksanaan tiap kapal akan mendapat 1 pleton infiltran. Sesuai rencana operasi STC-9 ditugaskan mengantar infiltran mendekati pantai secara silent raid dengan RI Harimau sebagai kapal pemimpin. Saat itu ditetapkan formasi pelayaran dengan urutan Harimau, Matjan Tutul, dan Matjan Kumbang. Setiap kapal harus selalu mempertahankan jarak, masing-masing 0,5 mil laut. Selain itu, seandainya rencana pendaratan gagal, semua kapal harus segera menghindar. Mereka diarahkan kembali menuju titik rendezvous darurat di Tual, Pulau Kei.9 Pada briefing tersebut juga ditetapkan oleh Dansatgas bahwa Komodor Jos Soedarso Bersama Ajudan, Letnan F.X Soeprapto dan perwira intelijen Kapten Memet Sastrawiria, ikut naik di RI Matjan Tutul, sedangkan Kolonel Soedomo, Kolonel Moersjid berada di kapal komando RI Matjan Kumbang. Pada tanggal 15 Januari 1962 pukul 18.00 seharusnya STC-9 sudah bertolak menuju daerah operasi di Kaimana, namun pada saat itu tiba-tiba melintas pesawat Neptune dan Firefly milik Belanda sehingga persiapan dihentikan dan seluruh geladak kapal dikosongkan. Laporan resmi telah



8 9



Julius Pour,(2011). Konspirasi di balik tenggelamnya Matjan Tutul, Kompas, hal.102 Ibid hal.103



22



menyebutkan, beberapa hari sebelumnya pesawat tersebut selalu rutin terbang melintasi area RV III, bahkan sesudah RI Multatuli lego jangkar dilokasi, penerbangan mereka berlangsung semakin sering.10 Dari fakta-fakta tersebut diatas maka dapat dianalisis bahwa: a)



Pada tahap Deployment Gelar kekuatan yang dilaksanakan dari



Pangkalan Awal ke Pangkalan depan sudah sesuai dengan asas kerahasian karena selama mereka melaksanakan linla menggunakan kebijakan pancaran tertutup dan melaksanakan peran penggelapan. Selain itu STC-9 juga memilih track jauh dari daratan yang jarang dilalui oleh kapal-kapal sipil. Dalam melaksanakan bekal ulangpun juga dilaksanakan ditengah laut melalui kapal-kapal RI yang telah menunggu ditiap-tiap titik RV. b)



Selama dalam perjalanan RI Matjan Kumbang mengalami



beberapa kali kerusakan namun akhirnya dapat bergabung kembali dengn unsur-unsur STC-9 setelah beberapa kali melaksanakan perbaikan ditengah laut oleh ABK RI Matjan Kumbang. Hal ini membuktikan bahwa ABK RI Matjan Kumbang sesuai dengan asas moril, yaitu dengan semangat dan dedikasi tinggi para ABK mampu memperbaiki mesin dan kemudi yang rusak walaupun memakan waktu seharian penuh dengan kondisi kapal ditengah laut yang bergelombang. c)



RI Singa akhirnya tidak bisa bergabung di RV III karena



kehabisan bahan bakar, hal ini membuktikan bahwa perencanaan kebutuhan



bahan



bakar



tidak



disiapkan



dengan



baik



dan



ini



bertentangan dengan asas Administrasi pada Doktrin Opslagab. Dimana dalam penyiapan suatu operasi harus diperhitungkan secara rinci logistik dan segala kebutuhan lainnya selama pelaksanaan operasi. d)



Pada saat unsur STC-9 berada dipangkalan depan dan akan



bertolak menuju daerah operasi, posisi mereka telah diketahui sebelumnya, sehingga dapat diasumsikan bahwa pelaksaan operasi tersebut telah diketahui oleh pihak Belanda. Hal ini tidak sesuai dengan 10



Ibid hal.116



23



asas kerahasiaan pada Doktrin Opslagab, dimana pada pelaksanaan operasi harus mengutamakan unsur kerahasiaan. b.



Intelijen Taktis. Infiltrasi 3 MTB ke wilayah Kaimana belum bisa dikatakan sebagai misi intelijen



sepenuhnya walaupun memegang prinsip kerahasiaan dalam melaksanakan misi. Analisis dari segi intelijen taktis atas pertempuran Aru adalah sebagai berikut: 1)



Aspek Cuaca. Pada bulan-bulan januari di perairan Aru berlaku Angin Musim Barat



dengan pola angin di utara Indonesia umumnya bergerak dari arah utara menuju timur laut dengan kecepatan angin berkisar antara 5 hingga 25 knot, karakteristik tinggi gelombang 2-3 meter. Dengan pola kecepatan angin dan ketinggian gelombang tersebut menunjukkan kondisi perairan Arafuru pada saat itu membahayakan bagi pelayaran bagi seluruh ukuran kapal. Hal ini sangat menguntungkan bagi pelaksanaan operasi 3 MTB dengan asumsi bahwa kondisi alam tidak bersahabat dengan pelayaran sehingga memperkecil peluang ketemu dengan patroli kapal laut (AL) Belanda disekitar wilayah tersebut. 2)



Aspek Medan. Lokasi titik tujuan Kaimana yang tegak lurus dari titik awal di Ujir Dobo



sangat riskan, merupakan medan terbuka tidak terlindung oleh pulau – pulau. Jalur yang akan dilalui STC-9 merupakan medan laut terbuka tanpa ada pulaupulau yang dapat digunakan sebagai pelindung ataupun pengecoh radar lawan, sementara taktik tempur MTB tersebut dengan kelincahan dan kecepatannya lebih akan menguntungkan jika digunakan pada pertempuran di perairan kepulauan. Dengan medan yang terbuka seperti itu tentu akan memudahkan unsur Belanda dalam menemukan keberadaan STC-9, apalagi satgas STC-9 menggunakan kecepatan konvoi 20 knot dan bergerak dalam formasi yang tentu saja itu hanya dimiliki oleh kekuatan militer. 3)



Aspek Musuh. Sejak bulan April 1960, Belanda telah meningkatkan kekuatan Komando



Pertahanan Udara Belanda di Guinea Baru (Commando Luchtverdediging



24



Nederlands Nieuw Guinea/ CLVNNG) dengan sandi Plan Fidelio. Hal tersebut dilakukan oleh Belanda setelah mengetahui banyaknya operasi infiltrasi yang dilakukan Indonesia saat itu. Pada tanggal 6 Agustus 1960, kapal Induk HRMS Karel Dorman merapat dibiak, mengangkut pesawat terbang Hawker Hunter MK-01 dan helikopter Aloutte serta beragam tipe tempur lainnya. Dengan semakin meningkatnya ketegangan di wilayah Irian Barat Belanda memperkuat lagi kekuatan militernya dengan rincian sebagai berikut: a)



Kekuatan Udara: 1)



12 pesawat buru sergap Hawker Hunter MK-01,



2)



1 (satu) flight helikopter intai Aloutte,



3)



6 (enam) pesawat tempur,



4)



setengah skuadron pesawat angkut DC-3 Dakota,



yang



kesemuanya tergabung dalam Skuadron 322 berpangkalan di Biak. 5)



Skuadron 322 ini juga diperkuat dengan dua radar tipe 15



Mk-IV.



b)



Kekuatan Darat,



Tentara Kerajaan di bawah pimpinan Kolonel



W.D.N Euckhout dengan kekuatan 1 (satu) brigade infantri Orange Gelderand yang terdiri dari: 1)



3 (tiga) batalyon tempur ;



2)



Detasemen Penangkis Serangan Udara berkekuatan 500



orang berikut pasukan cadangan; dan 3)



c)



1 (satu) batalyon Brigade Papua.



Kekuatan Laut.



Pertahanan



Belanda



bertumpu



pada



Angkatan Laut Kerajaan dibawah komando Laksamana L.E.H Reesers dengan kekuatan: 1)



1 (satu) kapal perusak (destroyer),



2)



3 (tiga) kapal kawal perusak (escort destroyer),



3)



10 (sepuluh) Landing Ship Tank (LST),



25



4.



2 (dua) kapal survey.



5)



Batalyon Korp Marinir



6)



Skuadron 6. Terdiri dari: (a)



1 (satu) Skuadron pesawat anti kapal selam AS-4



Firefly, (b)



3 (tiga) pesawat amfibi PBY-5A Catalina yang



kesemuanya berpangkalan di Jeffman, Sorong. 7)



Skuadron 321, terdiri dari: (a)



6 (enam) pesawat intai P2V-7 Neptune



(b)



setengah skuadron pesawt intai maritim yang



dioperasikan korp marinir yang berpangkalan di Biak.



Gambar 4.2. Hr. Ms. Karel Dorman Sumber: https://onzevloot.weebly.com/hrms-kortenaer-f-807.html11



11



https://onzevloot.weebly.com/hrms-kortenaer-f-807.html, diakses pada tanggal 13 Maret 2019, pukul 22.30 Wib



26



Bulan Agustus 1961 telah mulai ditempatkan 2 buah pesawat terbang Neptune di perairan Barat Irian. Tugas khususnya ialah menyelidiki kebenaran berita tentang adanya kapal selam Indonesia yang melakukan kegiatankegiatan di pantai Irian Barat. Apabila diperlukan segera akan dilengkapi dengan 6 buah pesawat. Pemesanan pesawat jenis ini sebanyak 10 buah sedang dilakukan di Amerika Serikat. Skwadron pesawat buru-sergap Hawker Hunter telah diperlengkapi menjadi 1 skwadron penuh, dipusatkan di Boruku (Biak), 6 buah di antaranya sudah siap untuk tugas operasi. Sedangkan Early Warning System mereka menggunakan radar yang besar daya jangkauannya, sudah siap dipasang di pulau Noomfoor. Daerah operasi ditujukan ke pulaupulau Morotai dan Jailolo di Halmahera Utara. Daerah-daerah ini diperkirakan menjadi pangkalan Indonesia, yang dapat menyerang langsung ke pusat-pusat pertahanan Belanda di Biak tanpa diketahui dan terlihat oleh pos-pos intai di kepulauan Raja Empat. Early Warning System di bagian Selatan dilakukan oleh pos-pos yang diperkuat dengan kegiatan patroli sepanjang pantai. Disamping ini dibantu juga oleh radar yang berada pada kapal-kapal perang dan survey yang bergerak mobile di sepanjang perairan selatan. 57 Kapal perang Belanda ditempatkan di Irian Barat secara bergiliran (afios-system). Hal demikian seperti terjadi pada bulan April 1961, di perairan Irian Barat terdapat 2 kapal perusak dan 3 kapal kawal perusak. Penggantian ini berlaku setiap sebulan sekali.



27



Gambar 4.3. Hr. Ms. Eversteen Sumber: https://www.flickr.com/photos/navyinside/2188405033912 Dari seluruh



informasi tersebut



adalah informasi intelijen yang



seharusnya sudah didapatkan oleh TNI AL sebelum melaksanakan operasi infiltrasi yang melibatkan Satuan Tugas STC-9. Namun pada kenyataannya informasi tersebut tidak didapatkan, sehingga ketika STC-9 berangkat dari Pangkalan Jakarta menuju daerah operasi, mereka tidak mengetahui bakal musuh yang akan mereka hadapi. Dalam hal ini TNI AL tidak mendapatkan informasi Intelijen kekuatan musuh yang akan dihadapi, bahkan dengan mengirimkan STC-9 yang terdiri dari 4 MTB yang tidak dilengkapi senjata utamanya (Torpedo) adalah sesuatu yang sangat dipaksakan.



c.



Tinjauan Jalannya Pertempuran. Ditinjau dari aspek jalannya pertempuran



dapat dijelaskan sebai berikut: 1)



Tahap Perencanaan Tahap perencanaan ini dimulai ketika Men/Pangal Laksamana Raden



Eddy Martadinata selesai mengikuti rapat di Istana Merdeka, langsung mengumpulkan seluruh anggota Staf Operasi MBAL. Dengan kalimat jernih kepada semua stafnya, beliau mengungkapkan hasil rapat di Istana Merdeka, 12



https://www.flickr.com/photos/navyinside/21884050339, diakses pada tanggal 13 Maret 2019, pukul 22.35 Wib



28



dimana Presiden/Pangti APRI baru saja memerintahkan untuk segera dilakukan infiltrasi. Men/Pangal kemudian menunjuk Kepala Direktorat Operasi dan Latihan MBAL Letnan Kolonel Sudomo untuk segera menyiapkan material dan personel untuk mendukung operasi tersebut. Sesudah menerima perintah dari Men/Pangal, untuk menyiapkan fasilitas operasi Letnan Kolonel Sudomo kemudian menyelenggarakan rapat staf. Secara sangat kebetulan, pada masa itu Armada ALRI baru saja diperkuat dengan kedatangan delapan buah MTB yang dibeli dari Jerman Barat. Empat dari delapan MTB itulah yang kemudian dipilih sebagai kapal pengangkut infiltran. Alasan untuk memilih MTB adalah karena MTB merupakan kapal paling baru, berkecepatan tinggi dan mudah bergerak dengan tangkas seandainya harus membawa tambahan pasukan. Bagaimanapun juga, Letnan Kolonel Sudomo segera menyusun sebuah Gugus Tugas (Task Force) dengan mengandalkan dukungan dari keempat MTB eks Jerman Barat tersebut. Masing-masing RI Matjan Tutul (650) dengan Komandan Kapten Wiratno, RI Harimau (654) dengan Komandan Kapten Samuel Muda, RI Matjan Kumbang (653) dengan Komandan Kapten Sidhoparomo dan satu lagi yaitu RI Singa (655) dengan Komandan Letnan Subagito. Satuan Tugas ini diberi nama Satuan Tugas Chusus 9 (STC-9). Letnan Kolonel Sudomo dalam brifing-nya menjelaskan tentang tugas yang akan mereka hadapi. Selanjutnya memerintahkan untuk mempersiapkan kapal masing-masing. Mereka akan melaksanakan Silent Operation yang masih dirahasiakan dan operasi ini diberi nama sandi Operasi Lintas.



2)



Tahap Persiapan a)



Persiapan Bantuan Logistik. (1)



Persiapan unsur-unsur laut yang akan memberikan bekal



ulang bagi keempat MTB yang bergerak dari pangkalan awal Jakarta sampai ke titik RV III di Pulau Ujir cukup baik. (2)



RI Multatuli sebagai unsur pengangkut satu kompi pasukan



infiltran dari pantai di sekitar Letfuan ke titik RV dengan kapal-



29



kapal MTB di sekitar Pulau Ujir memiliki fasilitas Kodal dan akomodasi yang cukup baik dengan demikian pasukan dapat beristirahat



sehingga



dapat



menghindari



kejenuhan



dan



kecapaian sebelum melakukan operasi infiltrasi. b)



Persiapan Kekuatan Tempur. (1)



Kapal-kapal MTB adalah kapal-kapal yang baru dibeli dari



pemerintah Jerman Barat dengan demikian tingkat kemampuan operasionalnya dapat diandalkan. (2)



RI Multatuli sebagai kapal pengangkut infiltran dari pantai



di sekitar Letfuan ke posisi RV III di sekitar Pulau Ujir cukup besar dan fasilitas Kodal serta akomodasinya cukup memadai. (3)



Pesawat-pesawat Hercules C-130 yang mengangkut satu



kompi pasukan infiltran dari PAU Halim Perdanakusuma ke Letfuan, berada dalam kondisi siap operasi.



3)



Tahap Pelaksanaan. a)



Pengintaian. Pengintaian dari udara dan laut terhadap kekuatan tempur



Belanda yang melaksanakan patroli/berada di sekitar daerah operasi tidak dapat dilaksanakan, karena Angkatan Laut dan Angkatan Udara Indonesia pada saat itu belum memiliki pesawat-pesawat patroli maritim, disamping itu kapal selam belum siap untuk dioperasikan. Dengan demikian kekuatan tempur dan pola operasi patroli musuh di daerah operasi tidak diketahui secara pasti. b)



Pengembangan Kekuatan. Pengembangan kekuatan tidak begitu mendapat perhatian karena



pada saat itu seluruh kekutan darat, laut dan udara fokus pada persipan pelaksanaan operasi Djajawijaja yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus 1962. Selain itu operasi yang dilaksanakan saat ini adalah operasi



infiltrasi/penyusupan



yang



sangat



rahasia,



sehingga



pengembangan kekuatan dalam jumlah besar hanya akan menimbulkan



30



kecurigaan di pihak Belanda sehingga membahayakan kerahasiaan STC-9. c)



Pelaksanaan Serangkaian Kegiatan Tempur. Pihak



Belanda,



telah



mengetahui



sejak



awal



adanya



keberangkatan 4 MTB dari jakarta pada 9 Januari 1962 telah diketahui oleh dinas intelijen belanda MARID (Marine Inlichtingen Dienst) yang berhasil menyadap lebih dari 100.000 percakapan tanpa disandi dan 60.000 komunikasi berita yang disandi. Kemungkinan besar berita-berita operasi Trikora sudah banyak yang tersadap oleh Belanda yang memiliki kantor di Singapura dan Biak. 13 Hal ini dibuktikan adanya pamfletpamflet dan media informasi adanya operasi pengiriman 4 MTB tersebut dan telegram dari pimpinan Belanda (Dinas Intelijen) berupa perintah untuk menghancurkan MTB yang bergerak menuju papua nugini yang berada dalam jarak tembaknya.



Gambar 4.4 Surat Perintah Penembakan, DTG 11 Des 1962,12.00 LT Sumber: Secrets of Intelligence Signals during the Cold War and Beyond



13



Aid M. M., and Wiebes C., ‘Secrets of Intelligence Signals during the Cold War and Beyond’, 2001



31



Gambar 4.5 Buletin Belanda tentang serangan ke Papua Nugini Sumber: Secrets of Intelligence Signals during the Cold War and Beyond Pada pukul 18.30 WIT, ketiga MTB bergerak dalam formasi 1 dengan peran penggelapan, diam komunikasi dan kecepatan tinggi menuju pantai pendaratan infiltrasi disekitar Kaimana. Malam tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa malam tersebut tepat bulan mati, sehingga diharapkan kerahasiaan terjaga khususnya dari pengamatan visual baik oleh pesud Neptun maupun KAA Belanda. Setelah kurang lebih 3 jam perjalanan, pada pukul 21.37 WIT pesawat Neptune melaporkan bahwa pesud tersebut terbang diatas 3 MTB dengan kecepatan tinggi 30 nm dari pantai dan segera setelahnya diperintahkan untuk melaksanakan iluminasi (penerangan) dan penembakan. Dengan manuver menukik pesawat Neptune tidak berhasil menembakan rocket flare dan juga missfire untuk penembakan senapan mesin mitraliurnya. Dalam



situasi



tersebut,



Soedomo



memerintahkan



untuk



tidak



melaksanakan penembakan dan berbalik, akan tetapi pengawak meriam



32



yang panik melaksanakan penembakan tanpa perintah, dan berakibat fatal.



Gambar 4.6 Manuver tiga MTB dan S. Evertsen Sumber: Secrets of Intelligence Signals during the Cold War and Beyond "Misschien was de situatie anders geweest als er niet was geschoten. Het ging om discipline. Ik had een order gegeven en toen is er toch een jongen gaan schieten, Umisschien uit opwinding. Dat was fataal”.14 Hal tersebut menyebabkan Belanda untuk melakukan serangan selanjutnya secara besar. Hr. Ms. Evertsen yang berpatroli dekat, secara sigap mendekat dan melaksanakan penembakan salvo yang dibantu dengan penerangan oleh penembakan roket flare dari Hr. Ms. Kortenaar. Dalam situasi yang panik, Yos Soedarso mengambil alih komando dengan memerintahkan RI Matjan Harimau dan RI Matjan Kumbang untuk berbalik arah, kembali menuju perairan pulau ujir, Aru. Komodor Yos Sudarso yang berada di RI Matjan Tutul mengambil alih inisiatif untuk memancing perhatian kapal-kapal Belanda tertuju hanya pada



14



Soedomo, anderetijden.nl



33



satu sasaran, sekaligus menghindarkan serangan terhadap RI Macan Kumbang dan RI Harimau. Matjan Tutul bermanuver bergerak lurus kearah Evertsen dan Kortenaar. Taktik ini berhasil memancing kapal AL Belanda untuk mengkonsentrasikan serangan terhadap RI Matjan Tutul yang mereka duga akan menembakan Torpedo atau ditabrakkan kepada salah satu kapal perangnya. Dengan demikian, pengallihan perhatian tersebut berhasil menyelamatkan sebagian besar infiltran dan 2 kapal lainnya, meski harus dibayar dengan tenggelamnya RI Macan Tutul. Sebelum tenggelam Komodor Yos Soedarso dalam radio komunikasi menggemborkan kalimat terkahir “Kobarkan semangat pertempuran, sampai titikk penghabisan". Pukul 22.32 WIT, KRI Matjan Tutul tenggelam setelah tertembak pada bagian buritan dimana terdapat gudang amonisi yang menyebabkan ledakan dahsyat.



Gambar 4.7 Posisi Tenggelamnya RI Matjan Tutul Sumber: Secrets of Intelligence Signals during the Cold War and Beyond



34



4)



Tahap Pengakhiran Pengakhiran pada Operasi ini ketika RI Matjan Kumbang mulai



diarahkan ke RV-III.15Kedua unsur tersebut tiba di Pulau Ujir pukul 01.30 waktu setempat. Setibanya disana Kolonel Sudomo mengirimkan berita kepada Kasal di Jakarta melalui kawat telegram yang berada di pos bentukan yang ada di Pulau Ujir. Namun berita tersebut baru diterima Kasal pada pagi hari pukul 04.00 WIB. Pada tanggal 16 Januari 1962 pukul 10.00 RI Harimau dan RI Matjan Kumbang kembali ke lokasi tenggelamnya RI Matjan Tutul untuk menolong korban yang mungkin masih terapung-apung, dimana sebanyak 25 ABK RI Matjan Tutul tewas selebihnya yang selamat ditawan Belanda. Dari beberapa fakta tersebut diatas, hasil analisis jalannya pertempuran adalah sebagai berikut: 1)



Penggunaan kapal cepat torpedo MTB untuk menurunkan 111 infiltran di



malam hari adalah suatu pilihan tepat. Kecepatan tinggi dan ukuran yang relatif kecil adalah kombinasi tepat untuk mencegah pendeteksian oleh lawan. Ketiga MTB ini ditugaskan untuk secepatnya menurunkan para infiltran di perairan sekitar Kaimana. Dilihat dari tugas yang diberikan, ketiga kapal ini tidak disiapkan untuk berhadapan dengan kekuatan AL Belanda yang relatif lebih kuat. Oleh karenanya, waktu pengiriman yang dipilih adalah malam hari saat bulan mati untuk menembus patrol laut dan udara Belanda dengan pertimbangan jarak observasi visual yang terbatas. Hal ini sesuai dengan asas kerahasiaan dan asas pendadakan pda Doktrin Operasi laut. 2)



Manuver kapal Matjan Tutul yang bergerak lurus menuju posisi Evertsen



tidakah tepat dikarenakan kemampuan jarak jangkau Evertsen 120mm(Enemy Maximum Engagement weapon Range = EMER) lebih jauh daripada kemampuan jarak jangkau Macan Tutul 40 mm (Own Maximum Engagement weapon Range = OMER). Dengan taktik pertempuran jarak dekat (Plan Grouse) dimana salah satu prosedurnya adalah melaksanakan zig-zag pada saat memasuki EMER musuh sampai mencapai jarak OMER sendiri untuk melaksanakan tembakan balasan. 15



Julius Pour,(2011). Konspirasi di balik tenggelamnya Matjan Tutul. Kompas, hal.166



35



3)



Pada tahap persiapan yang dilakukan saat itu sesuai dengan Teori



Henry E. Eccles yang menjelaskan hubungan antara strategi, logistik dan taktik. 4)



Secara keseluruhan jalannya operasi SCT-9 sesuai dengan teori Ken



Both yaitu melaksanakan Peran Militer, dalam hal ini TNI Angkatan Laut bertugas dimasa damai dan dimasa perang, dalam rangka meneggakkan kedaulatan dan keutuhan negara di laut. 5)



Dengan adanya fakta bahwa operasi yang dilaksanakan STC-9 sudah



diketahui oleh intelijen Belanda bahkan sejak keberangkatan dari Jakarta, maka keputusan mundur yang diambil oleh Kolonel Soedomo selaku Komandan STC-9 merupakan langkah yang tepat mengingatr kebocoran ini sangat menguntungkan pihak Belanda dalam pengembangan taktis sebaliknya jika operasi ini dilanjutkan maka Kolonel Soedomo akan berpotensi terjadinya kehilangan inisiatif sehingga akan mengarah pada kondisi dimana sudah tidak ada lagi tindakan positif yang bisa dilakukan.



d.



Komando dan Pengendalian.



Ditinjau



dari



aspek



komando



dan



pengendalian dapat dijelaskan sebagai berikut: Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno memerintahkan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk melaksanakan gerakan pembebasan Irian Barat dengan mengumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta. Setelah itu pada



2



Januari



dikumandangkannya



1962



Komando



Trikora,



ini



Mandala merupakan



dibentuk



sebagai



langkah



untuk



respon



atas



memperkuat



kesiapsiagaan. Pimpinan Angkatan Bersenjata langsung dibawah Panglima Tertinggi yaitu Presiden Soekarno. Susunan Komando Tugas Pembebasan Irian Barat adalah sebagai berikut: 1)



Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat adalah



Presiden Soekarno. 2)



Wakil Panglima Besar adalah Jenderal A.H. Nasution




3)



Kepala Staf adalah Letnan Jenderal Achmad Yani.



36



Presiden Soekarno kemudian menunjuk Brigjen Soeharto sebagai Panglima Komando Mandala dan dilantik pada tanggal 13 Januari 1962 sekaligus menaikkan pangkat Brigjen Soeharto menjadi Mayjen dan merangkap sebagai Deputy KASAD untuk wilayah Indonesia Bagian Timur. Komando Mandala Pembebasan Irian Barat bermarkas di Makassar, susunan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat adalah sebagai berikut: 1)



Panglima Mandala : Mayor Jenderal Soeharto



2)



Wakil Panglima I



: Kolonel Laut Sudomo



3)



Wakil Panglima II



: Letkol Udara Leo Wattimena



4)



Kepala Staf Umum : Kolonel Achmad Taher.



Pengendali rencana infiltrasi dari TNI AD adalah sebagai berikut: 1)



Perwira Penanggung Jawab infiltrasi: Asintel KSAD Kolonel Magenda



2)



Perwira Pelaksana: Letnan Kolonel Roejito



Panglima



Tertinggi



Presiden



Soekarno



memerintahkan



kepada



Menteri/Panglima Angkatan Laut Laksamana R.E. Martadinata untuk dilakukan infiltrasi melalui laut, dengan sasaran wilayah di arah Selatan Kaimana, di sekitar Vlakke Hoek. Selanjutnya, menindaklanjuti perintah Panglima Tertinggi, Menteri/ Panglima Angkatan Laut Laksamana R.E. Martadinata memerintahkan Letnan Kolonel Sudomo yang saat itu menjabat Kepala Direktorat Operasi dan Latihan Angkatan Laut untuk menyusun Gugus Tugas Laut. Berdasarkan direktif ini, Kolonel Sudomo menyiapkan unsur-unsur KRI sebagai satuan operasional pelaksanaan operasi infiltrasi tersebut dan diberi nama Satuan Tugas Chusus-9 (STC-9), Kolonel Sudomo sekaligus menjabat sebagai Komandan STC-9. STC-9 tersebut mengandalkan dukungan dari keempat Motor Torpedo Boat (MTB) eks Jerman Barat tersebut masing-masing yaitu Rl Harimau dengan komandan Kapten Samuel Muda sekaligus menjabat sebagai Komandan Skuadron STC-9, RI Matjan Tutul dengan komandan Kapten Wiratno, RI Matjan Kumbang dipimpin Kapten Sidhoparomo dan RI Singa dengan komandan Letnan Pelaut Soegardjito. Sementara itu Komodor Yos Soedarso ikut serta dalam operasi dengan berada di KRI MatjanTutul. Keikutsertaan Komodor



37



Yos Sudarso secara langsung dalam operasi infiltrasi adalah menjadi Komandan Eskader dalam bidang Operasi.16 Berdasarkan pengorganisasian diatas jika dituangkan kedalam Doktrin Operasi Laut Gabungan sekarang ini, tugas dan tanggungjawab Komando dan Pengendalian (Kodal) pada operasi ini adalah sebagai berikut: 1)



Presiden RI Soekarno berlaku sebagai pemegang kekuasaan tertinggi



yang memiliki wewenang komando tertinggi untuk mengerahkan dan menggunakan kekuatan ABRI. 2)



Mayjen Soeharto sebagai Panglima Komando Mandala yang memegang



Komando dan Pengendalian Operasi dengan tugas mengkomposisikan satuan, memberikan tugas, menentukan saran, mengendalikan dan mengawasi sumber daya yang diberikan serta memimpin dengan kewenangan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas. 3)



Kolonel Sudomo sebagai Komandan STC-9 memegang fungsi Komando



dan



Pengendalian



yang



bertugas



merencanakan,



mengarahkan



dan



mengendalikan operasi dari satuan-satuannya. Pelaksanaan Kodal pada operasi ini mengalami kendala dalam pelaporan yang disebabkan oleh tidak terjalinnya sistem peralatan komunikasi dari Komandan STC-9 kepada Panglima Komando Mandala. Pelaporan harus dilaksanakan melalui Pangkalan Angkatan Laut terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan ke pusat Komando Mandala.



Fakta-fakta di atas menggambarkan beberapa hal yang menjadi analisis yaitu: 1)



Direktif mengenai pembentukan Gugus Tugas Laut yang diterima



Kolonel



Sudomo



sebagai



Komandan



STC-9,



seharusnya



merupakan



pendelegasian langsung dari Panglima Komando Mandala Mayjen Soeharto bukan dari Menteri/ Panglima Angkatan Laut Laksamana R.E. Martadinata. 2)



Keberadaan Komodor Yos Soedarso yang onboard di RI Matjan Tutul



berlaku sebagai Komandan Eskader bidang Operasi bertugas mengawasi jalannya pertempuran dan bertanggungjawab terhadap Menteri/ Panglima 16



Wawancara Soedomo (kini Laksamana TNI AL Purn) dengan MetroTV



38



Angkatan Laut Laksamana R.E. Martadinata terhadap segala kesiapan bidang operasional. 3)



Oleh karena sistem pelaporan yang tidak terjalin secara langsung antara



Komandan STC-9 dengan Panglima Komando Mandala maka penentuan dan pengambilan keputusan yang bersifat segera saat pertempuran tidak dapat dilaksanakan dengan baik.17



11.



Hal-hal Positif dan Negatif. a.



Hal-hal positif. 1.



Pelaksanaan persiapan operasi sudah dilakukan sesuai dengan



tahapan-tahapan pengambilan keputusan sejak diterimanya Direktif dari Komando Atas. 2.



Persiapan yang dilakukan saat itu sesuai dengan Teori Henry E. Eccles



yang menjelaskan hubungan antara strategi, logistik dan taktik 3.



Pemilihan unsur-unsur dalam penggelaran kekuatan sudah tepat yaitu



melalui pendekatan kemampuan melaksanakan infiltrasi sebagai tugas pokok operasi. 4.



Gelar kekuatan yang dilaksanakan dari Pangkalan Awal ke Pangkalan



depan sesuai dengan asas kerahasian dimana selama linla menggunakan kebijakan pancaran tertutup dan melaksanakan peran penggelapan. 5.



Semangat dan dedikasi tinggi para ABK mampu memperbaiki mesin dan



kemudi yang rusak walaupun memakan waktu seharian penuh dengan kondisi kapal ditengah laut yang bergelombang menunjukkan moril yang tinggi para ABK RI Matjan Kumbang. 6.



Waktu pengiriman yang dipilih adalah malam hari saat bulan mati untuk



menembus patrol laut dan udara Belanda dengan pertimbangan jarak observasi visual yang terbatas. Hal ini sesuai dengan asas kerahasiaan dan asas pendadakan pda Doktrin Operasi laut. 7.



Operasi yang dilaksanakan SCT-9 sesuai dengan teori Ken Both yaitu



melaksanakan Peran Militer, dalam hal ini TNI Angkatan Laut bertugas dimasa 17



Cholil, M. Sejarah Operasi-Operasi Pembebasan Irian Barat. Jakarta, Dephankam, 1979. hal. 39.



39



damai dan dimasa perang, dalam rangka meneggakkan kedaulatan dan keutuhan negara di laut. 8.



Keputusan mundur yang diambil oleh Kolonel Soedomo selaku



Komandan STC-9 merupakan langkah yang tepat mengingat kebocoran informasi yang sudah terjadi tentang pergerakan operasi infiltrasi. b.



Hal-hal Negatif 1.



Perencanaan kebutuhan bahan bakar tidak disiapkan dengan baik dan



ini bertentangan dengan asas Administrasi. 2.



Pelaksanaan operasi yang telah diketahui oleh pihak Belanda tidak



sesuai dengan asas kerahasiaan. 3.



TNI AL tidak mendapatkan informasi Intelijen kekuatan musuh yang



akan dihadapi. 4)



Manuver kapal Matjan Tutul yang bergerak lurus menuju posisi Evertsen



tidakah tepat dikarenakan kemampuan jarak jangkau Evertsen 120mm. 5)



Sistem pelaporan secara langsung yang tidak terjalin antara Komandan



STC-9 dengan Panglima Komando Mandala maka penentuan dan pengambilan keputusan yang bersifat segera saat pertempuran tidak dapat dilaksanakan dengan baik. 6)



Dengan kejadian rusaknya RI Matjan Kumbang maka hal ini



menggambarkan kesiapan operasional yang tidak maksimal.



BAB V MANFAAT YANG DAPAT DIAMBIL BAGI TNI AL



Dari Pertempuran Laut Arafuru, terdapat manfaat yang dapat diambil yaitu: 12.



Aspek Edukatif. 1)



Penggunaan landasan teori, doktrin dan prosedur pada pertempuran laut



arafuru menjadi pembelajaran bagi TNI AL dalam melaksanakan operasi-operasi laut baik OMP maupun OMSP. 2)



Tahap perencanaan pada penyelenggaraan operasi laut merupakan bagian



yang sangat penting dalam penggelaran kekuatan disertai kesiapan operasi demi tercapainya tujuan operasi. 3)



Informasi intelijen yang akurat menjadi bagian penting dalam satu kesatuan



operasi laut dalam rangka pengambilan keputusan dan pengembangan taktis di medan tempur. 4)



Establishment dari jaringan komunikasi pada komando dan pengendalian



sangat diperlukan dalam rangka melaksanakan pelaporan situasi tempur dengan tujuan pengambilan keputusan dan pengembangan taktis yang akurat.



13.



Aspek Inspiratif 1)



Semangat tempur dan dedikasi terhadap tugas yang ditunjukkan ABK RI



Matjan Tutul dan Matjan Kumbang saat pertempuran menunjukkan moril yang tinggi sebagai seorang abdi negara. 2)



Pengambilan keputusan yang tepat oleh Kolonel Soedomo sebagai seorang



Komandan ditengah-tengah keterbatasan informasi dan komunikasi dengan Komando Mandala menggambarkan tingkat kemampuan tempur tinggi yang perlu diteladani dalam hal profesionalisme.



14.



Aspek Instruktif 1)



Pelaksanaan



perencanaan



operasi



yang



lebih



komprehensif



dapat



memaksimalkan kesiapan operasi alutsista dalam rangka pencapaian tujuan operasi.



41



2)



Aplikasi ilmu pengetahuan, teori, doktrin dan prosedur yang dipadukan dengan



intuisi dalam operasi tempur laut, memudahkan pengambilan keputusan yang tepat dan pengembangan taktis yang akurat di medan tempur. 3)



Informasi intelijen yang akurat penting digunakan untuk pengambilan keputusan



yang tepat dan pengembangan taktis yang akurat. 4)



Pelaksanaan



establishment



jaringan



komunikasi



antara



komando



dan



pengendalian satuan atas dan satuan bawah sangat diperlukan dalam melaksanakan pelaporan situasi tempur dengan tujuan pengambilan keputusan dan pengembangan taktis yang akurat.



BAB VI PENUTUP



15.



Kesimpulan. Pelaksanaan Operasi Infiltrasi yang dilaksanakan tidak mampu mencapai tujuan,



Faktor utama yang menyebabkan kegagalan adalah: a.



Asas kerahasiaan tidak terwujud mengakibatkan pelaksanaan operasi infiltrasi



yang telah diketahui oleh pihak Belanda. b.



Jaringan komunikasi langsung antara Komandan STC-9 dengan Panglima



Komando Mandala tidak established menyebabkan pelaporan situasi terakhir tidak terjalin, mengakibatkan tidak adanya pengembangan taktis sehingga Komandan STC9 kehilangan asas inisiatif di medan tempur. c.



Akibat dari tidak adanya pengembangan taktis dan inisiatif, asas teguh pada



tujuan pun pada operasi infiltrasi tidak dapat diwujudkan, sehingga tujuan pokok operasi tidak tercapai. d.



Keputusan Komandan STC-9 pada saat diketahui dan diserang Belanda



merupakan keputusan yang tepat, dimana jika kerahasiaan tidak tercapai maka langkah



yang



harus



diambil



adalah



dengan



bermanuver



secepat-cepatnya



menghindari serangan menuju ke area aman, melaksanakan konsolidasi dan melaksankan rencana selanjutnya sebagai pengembangan taktis lanjutan. 16.



Saran. a.



Perlu adanya peningkatan dalam keamanan informasi untuk mengantisipasi



kebocoran rencana operasi. b.



Perlu adanya kelengkapan peralatan komunikasi yang memadai dan aman



saat pelaksanaan operasi dalam rangka memaksimalkan fungsi Komando dan Pengendalian operasi. c.



Perlu adanya pelatihan yang secara berkesinambungan dalam rangka



mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme, membangun intuisi dan melatih kemampuan tempur pengawak kapal perang RI. Ketua Taskapok,



Yovan Ardhianto Yusuf Mayor Laut(P) NRP 15426/P