12 0 119 KB
MAKALAH PELAYANAN KEFARMASIAN
“PERANAN APOTEKER TERHADAP PHARMACEUTICAL CARE & PELAYANAN FARMASI KLINIK DI RUMAH SAKIT”
OLEH : NAMA STAMBUK KELAS DOSEN
: : : :
ADE SUCIADI EMAL N21114757 A Dra. HADIJAH TAHIR, Apt., Sp.FRS
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Apoteker tidak banyak lagi meracik obat karena obat yang diresepkan dokter kebanyakan obat jadi berkualitas tinggi yang disiapkan oleh pabrik farmasi. Sejalan dengan perkembangan kemajuan ilmu kedokteran, khususnya dalam bidang farmakologi dan banyaknya jenis obat yang beredar menyebabkan dokter merasa ketinggalan dalam ilmunya. Peran farmasis dalam farmasi klinis antara lain mengkaji instruksi
pengobatan
atau
resep
pasien;
mengidentifikasi,
mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan
alat
kesehatan;
memantau
efektifitas
dan
keamanan
penggunaan obat dan alat kesehatan; memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga; memberi konseling kepada pasien/keluarga; melakukan pencampuran obat suntik; melakukan penyiapan nutrisi parenteral; melakukan penanganan obat kanker; melakukan penentuan kadar obat dalam darah; melakukan pencatatan setiap kegiatan dan melaporkan setiap kegiatan (Depkes RI, 2004). Keinginan yang kuat untuk mengembalikan peran seorang farmasis di dunia kesehatan membuat pelayanan kefarmasian berkembang menjadi farmasis klinik (clinical pharmacist). Clinical
pharmacist merupakan istilah untuk farmasis yang menjalankan praktik kefarmasian di klinik atau di rumah sakit. Keberadaan praktik profesional dari farmasis ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggantikan peranan dokter, tetapi
bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan peningkatan pelayanan kesehatan terkait adanya peresepan ganda untuk satu orang pasien, banyaknya obat-obat baru yang bermunculan, kebutuhan akan informasi obat, angka kesakitan dan kematian yang terkait dengan penggunaan obat serta tingginya pengeluaran pasien untuk biaya kesehatan akibat penggunaan obat yang tidak tepat Karenanya, begitu penting dan kompleks nya kini fungsi dan tugas
dari seorang Apoteker dalam keberlangsungan proses
pengobatan pasien di Rumah Sakit. Agar seluruh fungsi dan tugas tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya, maka diperlukan suatu sistem yang mengatur tentang seluruh aspek yang harus diperhatikan
oleh
seorang
Apoteker
dalam
menjalankan
peranannya sebagai pemberi pelayanan Pharmaceutical Care di Rumah Sakit. 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar
belakang
diatas
maka
rumusan
masalahnya adalah “Bagaimana tanggung jawab seorang apoteker dalam ruang lingkup Pharmaceutical Care di Rumah Sakit, khususnya pada layanan farmasi klinik.
1.3.
Tujuan Pembahasan Adapun tujuan pembahasan ini adalah untuk Mengetahui dan memahami tanggung jawab seorang apoteker dalam ruang lingkup Pharmaceutical Care di Rumah sakit , khususnya pada pelayanan farmasi klinik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pharmaceutical care adalah tanggung jawab pemberi pelayanan obat / tenaga kefarmasian sampai pada efek yang diharapkan yaitu meningkatnya kualitas hidup pasien.
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana
prasarana,
sediaan
farmasi
dan perbekalan
kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Pihak yang paling bertanggung jawab atas keberlangsungan Pharmaceutical care adalah tenaga kefarmasian. Yang termsuk dalam tenaga kefarmasian menurut PP. 32 / 96 adalah : Apoteker, Asisten apoteker, dan Ahli madya farmasi. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau. Selanjutnya dinyatakan bahwa pelayanan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti Standar Pelayanan
Kefarmasian yang selanjutnya diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan,
yaitu
kegiatan
yang
bersifat
manajerial
berupa
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan. Apoteker
dalam
melaksanakan
kegiatan
Pelayanan
Kefarmasian tersebut juga harus mempertimbangkan faktor risiko yang terjadi yang disebut dengan manajemen risiko. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi: 1. pengkajian dan pelayanan Resep; Pelayanan
Resep
dimulai
dari
penerimaan,
pemeriksaan ketersediaan, pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error). 2. penelusuran riwayat penggunaan Obat; Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan digunakan,
Farmasi riwayat
lain
yang
pengobatan
pernah dapat
dan
sedang
diperoleh
dari
wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien. 3. rekonsiliasi Obat; Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan
Obat
yang
telah
didapat
pasien.
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan
dosis
atau
interaksi
Obat.
Kesalahan
Obat
(medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. 4. Pelayanan Informasi Obat (PIO); Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit. 5. konseling; Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat
jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. 6. visite; Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara
langsung,
memantau
terapi
dan Obat
mengkaji dan
masalah
Reaksi
Obat
terkait
Obat,
yang
Tidak
Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. 7. Pemantauan Terapi Obat (PTO) Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif
dan
rasional
bagi
pasien.
Tujuan
PTO
adalah
meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). 8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap
respon
terhadap
Obat
yang
tidak
dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. 9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); Evaluasi evaluasi
Penggunaan penggunaan
Obat
(EPO)
Obat
merupakan
yang
program
terstruktur
dan
berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan EPO yaitu: a. mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat; b. membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu; c. memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat; dan d. menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.
10. Dispensing sediaan steril Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD ) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi 2.2.
yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. Tanggung Jawab Apoteker dalam Ruang Lingkup Pharmaceutical Care Fungsi dari asuhan kefarmasian adalah (Heppler and strand, 1990) : a. Identifikasi aktual dan potensial masalah yang berhubungan dengan obat. b. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat / Drug Related Problem (DRP). c. Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dangan obat.
Apoteker bertanggung jawab dalam menjalankan Pharmaceutical Care, antara lain : 1. Menetapkan kebutuhan terapi obat pasien sepanjang waktu, yang artinya (a) semua kebutuhan terapi obat pasien digunakan sewajarnya dalam segala kondisi, (b) Terapi obat oleh pasien adalah yang paling efektif, (c) Terapi obat yang diterima oleh pasien adalah yang paling aman, dan (d) pasien sanggup dan mau untuk menjalankan medikasi. 2. Tanggung jawab apoteker termasuk dalam menjalankan identifikasi, resolusi, dan pencegahan kesalahan terapi obat (drug therapy problems) 3. Menjamin bahwa tujuan terapi dapat digunakan baik untuk pasien. Praktisi pharmaceutical care bertanggung jawab untuk memantau
kondisi pasien untuk memastikan bahwa pengobatan mencapai hasil yang diinginkan 4. Praktisi pharmaceutical care memenuhi tanggung jawab Klinis dengan cara menemukan standar professional dan ethical behavior prescribed dalam filsafat dari Praktik Asuhan Kefarmasian. 5. Standar dalam sikap frofesional termasuk menyediakan asuhan kefarmasian dalam specified standard of care, membuat keputusan secara
etis,
menunjukan
collegiality,
kolaborasi,
memelihara
kompetensi, menerapkan research findings where appropriate, and being sensitive to limited resources 6. Melakukan yang terbaik untuk pasien. Dalam segala kasus, tidak membuat kesalahan. Mengatakan yang sebenarnya pada pasien. Be fair. Setia. Mengakui that the patient is the ultimate decision maker. Selalu menjaga privasi pasien. Berdasarkan hasil kongres WHO di New Delhi (1988), maka pada tahun 1990, badan dunia di bidang kesehatan tersebut mengakui/merekomendasi/menetapkan kemampuan untuk diserahi tanggung jawab kepada farmasis yang secara garis besar adalah sebagai berikut (Anonim, 1990) : a. Memahami prinsip-prinsip jaminan mutu (quality assurance) obat sehingga dapat mempertanggung jawabkan dan fungsi kontrol. b. Menguasai masalah-masalah jalur distribusi obat (dan pengawasannya), serta paham prinsip-prinsip penyediaannya. c. Mengenal dengan baik struktur harga obat (sediaan obat). d. Mengelola informasi obat dan siap melaksanakan pelayanan informasi.
e. Mampu memberi advice yang informatif kepada pasien tentang penyakit ringan (minor illnesses), dan tidak jarang kepada pasien dengan penyakit kronik yang telah ditentukan dengan jelas pengobatannya. f. Mampu menjaga keharmonisan hubungan antara fungsi pelayanan medik dengan pelayanan farmasi
BAB III PEMBAHASAN
Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas penggunaan obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama apoteker dalam hal keselamatan pasien adalah memastikan bahwa semua pasien mendapatkan pengobatan yan optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan berbagai penelitian yang menunjukan bahwa kontribusi apoteker dapat menurunkan Medication Errors.
Dalam relasi antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagai penyedia obat (pelayanan tradisional farmasi), dokter dipercaya terhadap hasil dari farmakoterapi. Dengan berubahnya situasi secara cepat di sistem kesehatan, prektek asuhan kefarmasian diasumsikan apoteker bertanggung jawab terhadap pasien dan masyarakat tidak hanya menerima asumsi tersebut. Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi
pemilihan
penyimpanan,
dan
perbekalan distribusi,
farmasi, alur
pengadaan,
pelayanan,sistem
penerimaan, pengendalian
(misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi. Kegiatan famasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam
tim
pelayanan
kesehatan
perlu
didukung
mengingat
keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki kontribusi besar dalam menurunkan insiden/ kesalahan. Dengan demikian apoteker bertanggung jawab langsung pada pasien tentang biaya, kualitas, hasil pelayanan kefarmasian. Dalam menjalankan pekerjaannya seorang apoteker dituntut untuk memenuhi tangung jawabnya sebagai apoteker. Tanggung jawab seorang apoteker meliputi berbagai aspek salah satunya dalam ruang lingkup
pharmaceutical care. Tanggung jawab apoteker dalam ruang lingkup pharmaceutical care adalah sebagai berikut: 1.
2.
Menetapkan kebutuhan terapi obat pasien sepanjang waktu, yang artinya a. Semua kebutuhan terapi obat pasien digunakan sewajarnya dalam segala kondisi; b. Terapi obat oleh pasien adalah yang paling efektif; c. Terapi obat yang diterima oleh pasien adalah yang paling aman; d. Pasien sanggup dan mau untuk menjalankan medikasi. Tanggung jawab apoteker termasuk dalam menjalankan identifikasi, resolusi dan pencegahan kesalahan terapi obat (drug therapy
3.
problems). Menjamin bahwa tujuan terapi dapat digunakan baik untuk pasien. Praktisi pharmaceutical care bertanggung jawab untuk memantau kondisi pasien untuk memastikan bahwa pengobatan mencapai hasil yagn
4.
diinginkan. Tanggung jawab ini dipenuhi oleh merawat setiap pasien sebagai individu dengan cara yang menguntungkan pasien, bahaya meminimalkan,
5.
dan jujur, adil, dan etis. Praktisi pharmaceutical care
memenuhi tanggung jawab klinis dengan
cara menemukan standar profesionla dan ethical behavior prescribed 6.
dalam filsafat dari Praktik pharmaceutical care. Standar dalam sikap profesional termasuk menyediakan
asuhan
kefarmasian dalam specified standard of care, membuat keputusan secara
etis,
menunjukan
collegiality,
kolaborasi,
memelihara
kompetensi, menerapkan temuan penelitian mana yang tepat, dan menjadi sensitif terhadap sumber daya yang terbatas.
7.
Ini adalah tanggung jawab perawatan praktisi farmasi untuk menahan rekan
8.
jawab
untuk
menerapkan
standar
yang
sama
kinerja
profesional. Keberhasilan praktek akan tergantung pada hal itu. Melakukan yang terbaik untuk pasien. Dalam segala kasus, tidak membuat kesalahan. Mengatakan yang sebenarnya pada pasien. Selalu menjaga privasi pasien.
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan a. Pharmaceutical care adalah tanggung jawab pemberi pelayanan obat / tenaga kefarmasian sampai pada efek yang diharapkan yaitu meningkatnya kualitas hidup pasien. b. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan
obat,
penyerahan
obat,
informasi
obat
dan
pencatatan/penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Direktur Rumah Sakit Umum dan Pendidikan, Standar Pelayanan Rumah Sakit, Jakarta. Amstrong dkk, 2005, The contribution of community pharmacy to improving the public’s helath, Report 3 : An overview of evidencebase from 1990-2002 and recommendations for action. Anonim. 1990. The Role of the Pharmacist in Health Care System. Cipolle dkk, 1998, Pharmaceutical Care Practice : The Clinician’s Guide, 2nd Edition. Hepler
and
Stranf,
1990,
Opportunities
and
Responsibilities
in
Pharmaceutical Care. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31392/5/Chapter%20I.pdf