28 0 485 KB
LAPORAN PELAKSANAAN MAGANG ANALISIS SENGKETA PAJAK BUT K ATAS PAJAK PENGHASILAN BADAN TAHUN 2014 PELAKSANAAN MAGANG DI PERSEKUTUAN SOEWITO, FAJAR, DAN REKAN (TaxPrime) TANGGAL, 08 Oktober 2018 S.D 08 Januari 2019 Oleh: MUHAMMAD NUR HIDAYAH
NIM 155030407111033
PROGRAM STUDI PERPAJAKAN JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019
ii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menjalankan program magang dengan baik serta menyelesaikan Laporan Magang ini dengan tepat waktu. Laporan Magang ini dibuat untuk memenuhi salah satu komponen penilaian dan juga syarat kelulusan dalam Mata Kuliah Magang yang diselenggarakan oleh Program Studi Perpajakan, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan KKN/Magang ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya;
2.
Bapak Dr. Mochamad AL Musadieq, M.BA., selaku Ketua Jurusan Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya;
3.
Ibu Dra. Saparilla Worokinasih, M.Si., selaku Ketua Program Studi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya;
4.
Ibu Priandhita Sukowidyanti Asmoro, SE., MSA.Ak., selaku Sekretaris Program Studi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya;
5.
Bapak Suharno yang telah memberikan bimbingan, arahan maupun saran atas laporan magang ini;
6.
Bapak dan ibu orang tua kedua penulis yang senantiasa memberikan dukungan baik moral maupun material;
7.
Bapak Soewito, Selaku Senior Partner dan Bapak Muhamad Fajar Putranto Selaku Managing Partner di TaxPrime yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani magang selama tiga bulan;
8.
Bapak Daulat Budiman Siahaan selaku General Affairs & Finance Manager yang telah memberikan pengarahan penulis selama magang.
9.
Bapak Awalludin dan Bapak Januar Ponco selaku Senior Tax Manager di TaxPrime atas rekomendasi dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis
iii
untuk menjalani magang, serta ilmu yang diberikan selama penulis menjalani magang; 10. Mas Prasetyo Selaku Supervisor Tax Audit and Dispute di TaxPrime atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama penulis menjalani magang; 11. Mbak Tiara, Mas Ali, Mbak Nabilla, mbak Seisti dan Mbak Gita selaku Junior Tax Consultant yang selalu memberikan dukungan dan arahan untuk menyelesaikan Laporan Akhir Magang; 12. Teman-teman seperjuangan Perpajakan angkatan 2015 yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan Laporan Magang ini;dan 13. Pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis dalam menyelesaikan Laporan Magang ini. Penulis menyadari bahwa penulisan Laporan Magang ini masih jauh dari kata sempurna karena berbagai keterbatasan ilmu penulis. Penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan Laporan Magang ini. Akhir kata, semoga Laporan Magang ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya. Malang,
Penulis
iv
DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN TANDA PENGESAHAN KATA PENGANTAR............................................................................................iii DAFTAR ISI............................................................................................................v DAFTAR TABEL..................................................................................................vii DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 A. Latar Belakang.........................................................................................1 B. Tujuan & Manfaat Kegiatan Magang......................................................3 1. Tujuan Umum......................................................................................3 2. Tujuan Khusus.....................................................................................4 3. Manfaat Bagi Mahasiswa....................................................................4 4. Manfaat Bagi Instansi..........................................................................5 5. Manfaat Bagi Program Studi Perpajakan FIA UB..............................5 BAB II RENCANA KEGIATAN............................................................................6 A. Tempat dan Waktu...................................................................................6 B. Metode Plaksanaan..................................................................................6 C. Jadwal Kegiatan.......................................................................................7 D. Pembagian Kerja......................................................................................8 BAB III HASIL KEGIATAN................................................................................15 A. Gambaran Umum Lokasi Magang.........................................................15 1. Sejarah TaxPrime...............................................................................15 2. Visi dan Misi Tax Prime....................................................................16 3. Tata Nilai TaxPrime...........................................................................17 4. Struktur Organisasi TaxPrime...........................................................18 v
5. Produk Perpajakan TaxPrime............................................................22 B. Bidang-Bidang Kegiatan........................................................................26 C. Bentuk-Bentuk Dukungan.....................................................................30 D. Hambatan-Hambatan.............................................................................31 BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................32 A. Temuan Gap antara Teori dengan Praktik.............................................32 1. Teori Terkait Sengketa Pajak............................................................32 1.1. Bidang Usaha Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi...................32 1.2. Perpajakan dalam Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi.............34 1.3. Penghasilan Bruto Kontraktor dan/atau Operator di Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi.......................................35 1.4. Biaya-biaya yang Terkait dengan Usaha di Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi......................................................36 1.5. Mekanisme Perhitungan Pajak Penghasilan Kontraktor dan/atau Operator Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi.............39 2. Praktik Sengketa Pajak......................................................................42 2.1. Gambaran Umum Sengketa Kasus Pajak Badan BUT K...........42 B. Analisis Gap atas Sengketa Kasus Pajak Penghasilan Badan BUT K....................................................................................................46 BAB V PENUTUP.................................................................................................62 A. Kesimpulan............................................................................................62 B. Saran.......................................................................................................62 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL Tabel 2.1: Jam Kerja Kegiatan Magang Tabel 2.2: Kegiatan Magang yang Dilakukan Ali Ghufron Tabel 2.3: Kegiatan Magang yang Dilakukan Moch. Taris Zulhilmi Table 3.1: Bidang-Bidang Kegiatan Tabel 4.1: Rincian Faktur Pajak Tabel 4.2: Hasil Pemeriksaan Tabel 4.3: Hasil Analisis Kasus PT. X
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Berkas Sengketa Pajak Yang Masuk Ke Pengadilan Pajak 2011-2012 Gambar 3.1 Logo TaxPrime Gambar 3.2 Menara Kuningan Gambar 3.3 Struktur Organisasi TaxPrime Gambar 3.4 Proses Rekap VAT Invoice Out PT SKPI Gambar 3.5 Proses Pembuatan TP Doc Gambar 3.6 Proses Analisa Bisnis Agen Travel Online Gambar 3.7 Timeline Pemeriksaan PT SKPI Gambar 3.8 Tabel Perbandingan PER-31/2012 dan PER-32/2015 Gambar 4.1 Alur Sengketa Keberatan PT. X
viii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I: Surat Balasan Kegiatan Magang dari Instansi Lampiran II: Absensi Peserta Magang Lampiran III: Surat Keterangan telah Menyeleseikan Kegiatan Magang Lampiran IV: Nilai Kegiatan Magang dari Instansi Lampiran V: Dokumentasi Tempat & Kegiatan Magang
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perpajakan dalam beberapa tahun terakhir semakin pesat berkat adanya terobosan teknologi. Perkembangan teknologi ini sudah selayaknya diketahui dan dipelajari oleh mahasiswa perpajakan yang merupakan stakeholder dari linkungan kementrian keuangan lebih khusus lagi Direktorat Jenderal pajak. Program Studi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya membuat suatu program yang salah satu tujanya
adalah
untuk
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan
mahasiswa, yaitu magang sebagai salah satu cara yang dapat membantu mahasiswa untuk mengetahui dan mempelajari serta menyepadankan pengetahuan yang sudah diperoleh selama masa perkuliahan dengan fenomena yang sesungguhnya terjadi di institusi tempat mahasiswa mengambil program magang. Program magang ini merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa akhir dan diberi bobot 3 SKS. Peningkatan kualitas calon lulusan agar dapat bersaing dalam dunia kerja dapat dicapai dengan banyak cara, salah satu caranya adalah melalui magang. Magang merupakan media yang berguna bagi mahasiswa untuk dapat mengetahui secara langsung menerapkan ilmu yang sudah diperoleh dalam masa perkuliahan serta dapat menjadi sebuah sarana untuk mempelajari perbedaan-perbedaan antara teori dan praktik yang dilakukan di institusi tersebut. Penulis sebagai mahasiswa yang sedang menempuh semester terakhir juga ikut serta dalam kegiatan magang sebagai pemenuhan kewajiban dari Universitas Brawijaya. Kegiatan magang dilaksanakan di Persekutuan Fajar, Soewitno dan rekan atau biasa dikenal dengan TaxPrime yang berlokasi di Jalan H.R. Rasuna Said Jakarta Selatan. TaxPrime merupakan badan usaha yang bergerak dibidang jasa perpajakan, yaitu konsultan pajak. Konsultan Pajak adalah orang yang memberikan jasa konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan
1
2
memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan. Hal ini diatur dalam PMK No.111/PMK/03/2014 Tentang Konsultan Pajak. Jasa-jasa konsultasi yang diberikan TaxPrime meliputi tax consulting, tax refund, tax exempt, tax dispute, tax diagnostic review, tax efficient structuring, international tax planning. Salah satu jasa yang diberikan, yaitu tax dispute, konsultan pajak membantu wajib pajak dalam mendampingi pemeriksaan pajak sebagai kuasa dari institusi yang sedang diperiksa. Pemeriksaan pajak merupakan tahapan paling awal dari proses sengketa pajak. Sengketa pajak biasanya disebabkan oleh perbedaan pandangan dalam menafsirkan peraturan perpajakn dan grey area di dalam undang-undang atau peraturan perpajakan yang lainya. Pada beberapa kasus, kurangnya strategi mempertahankan posisi pajak menjadi pemicu utama. Penyebab lainnya mungkin datang dari kurangnya pemahaman peraturan pajak. Hal ini dapat dilihat dari jumlah berkas sengketa pajak yang terus mengalami peningkatan setiap tahun. Table dibawah ini merupakan data yang diperoleh dari Sekretariat Pengadilan Pajak. Tabel 1.1 Berkas Sengketa Pajak yang Masuk Ke Pengadilan Pajak 2011-2017
No.
Jumlah Berkas Sengketa Pajak Menurut Terbanding/Tergugat Tahun 2011-2015 Jumlah Berkas Masuk Terbanding/Tergugat 2011 2012 2013 2014
1
Dirjen Pajak
2
Dirjen Bea & Cukai
3
Pemda
Total
4,888
5,114
5,188
7,289
1,941
1,754
2,749
3,016
236
485
462
561
7,065
7,353
8,399
10,866
Sumber : http://www.setpp.gepkeu.go.id/statistic
2015 7,454
4,068
964
12,486
Terdapat dua hal yang sangat prinsip terkait timbulnya sengketa pajak, yaitu melakukan menjalankan hukum sebagaimana yang diperintahkan dalam norma hukum pajak dan menjalankan hukum, tetapi tidak sesuai atau tidak semestinya dilakukan sesui dengan norma hukum pajak. Terdapat sebuah kasus persengketaan antara Wajib Pajak dengan Fiskus, yaitu kasus tentang BUT K atas PPh Badan tahun 2014. BUT K merupakan bentuk usaha tetap yang berbentuk Special Purpose Company yang bergerak dalam bidang usaha hulu minyak dan gas bumi. Sengketa pajak terjadi ketika diberlakukanya Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2017 stdtd Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 Tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi dimana BUT K setelah dilakukan pemeriksaan untuk tahun pajak 2014 ditemukan adanya koreksi yang menyebabkan pada tahun pajak 2014 menjadi lebih bayar. Perbedaan tafsir dan pandangan diantara Wajib Pajak dan Fiskus tersebut membuat penulis tertarik untuk mengkaji kasus tersebut kedalam laporan magang yang berjudul “Analisis Sengketa Pajak BUT K Atas Pajak Penghasilan Badan Tahun 2014” B. Tujuan dan Manfaat Magang 1. Tujuan Umum Magang adalah mata kuliah wajib yang biasa disebut KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang dilakukan mahasiswa Program Studi Perpajakan pada institusi yang merupakan stakeholder linkungan Direktorat Jenderal Pajak. Kegiatan magang ini bertujuan untuk menyepadankan ilmu yang sudah dipelajari selama masa perkuliahan dengan fenomena yang sesungguhnya terjadi dilapangan sehingga mahasiwa peserta magang dapat mengetahui secara langsung tentang bagaimana pelaksanaan kegiatan operasional pada institusi yang bersangkutan. Selain itu tujuan umum lainya dari mata kuliah magang ini adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan pengetahuan melalui pengalaman kerja nyata yang diperoleh di dunia kerja yang berguna sebagai bekal untuk memahami dunia kerja yang akan dihadapi setelah lulus dari universitas; b. Meningkatkan kompetensi perpajakan
bagi
lulusan
Program
Studi Perpajakan Universitas Brawijaya agar sesuai dengan praktik di dunia perpajakan; c. Mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan dengan cara mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya di bangku perkuliahan ke dalam pekerjaan; d. Memberikan pengalaman bekerja
dalam
tim
dan
melatih
kemampuan memecahkan masalah di lingkungan kerja; atau e. Membangun
link
and
match
sehingga
terbentuk
keterkaitan
dan kesepadanan antara kurikulum di perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja. 2. Tujuan Khusus Tujuan Khusus dari Penyelenggaraan program mata kuliah magang ini adalah sebagai berikut: a. Mengatahui proses persidangan di Pengadilan Pajak; b. Mengatahui bagaimana proses penyusunan surat Banding ke Direktur Jendral Pajak; dan c. Mengatahui bagaimana proses penyusunan Surat Sanggahan atas Surat Pembertiahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). 3. Manfaat Bagi Mahasiswa Ada pula manfaat kegiatan magang yang dilakukan bagi mahasiswa adalah sebagai berikut: a. Mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh selama menjalani perkuliahan di Program Studi Perpajakan di dalam dunia kerja;
b. Memperoleh ilmu, wawasan, dan keterampilan yang sebelumnya belum pernah diperoleh dari perkuliahan; c. Menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja ketika lulus dari Perguruan Tinggi; d. Belajar untuk bersikap profesional dan bertanggung jawab terhadap setiap pekerjaan yang dikerjakan; dan e. Dapat membandingkan teori yang diperoleh selama perkuliahan dengan kenyataan di dunia kerja. 4. Manfaat Bagi Instansi Adapun manfaat kegiatan magang yang dilakukan oleh mahasiswa bagi instansi adalah sebagai berikut: a.
Membantu menyelesaikan tugas dan pekerjaan di instansi tempat magang;
b.
Menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat antara instansi tempat magang dengan Program Studi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya (UB); dan
c.
Sebagai sarana transfer ilmu, agar tercipta mahasiswa yang siap menghadapi dunia kerja di masa mendatang.
5. Manfaat Bagi Program Studi Perpajakan FIA UB Adapun manfaat kegiatan magang bagi Program Studi Perpajakan FIA UB adalah sebagai berikut: a. Menjalin kerjasama dan hubungan baik antara fakultas pada khususnya dan pada Universitas pada umumnya dengan instansi tempat mahasiswa magang; b. Memperkenalkan program kepada instansi yang bergerak di bidang ilmu administrasi; c. Mendapatkan masukan untuk penyempurnaan kurikulum yang sesuai; dan d. Laporan magang dapat menjadi salah satu audit internal kualitas pengajaran
BAB II RENCANA KEGIATAN A. Tempat dan Waktu Kegiatan magang ini dilaksanakan selama 3 bulan (67 hari kerja), dimulai dari tanggal 08 Oktober 2018 sampai dengan tanggal 08 Januari 2019. Kegiatan magang bertempat di TaxPrime (Persekutuan Soewito, Fajar dan rekan) Menara Kuningan 15th Floor, Jalan H.R Rasuna Said kav. 5 Blok. X-7 Karet Kuningan, Jakarta Selatan. B. Metode Pelaksanaan Terdapat tiga metode kegiatan yang digunkan dalam pelaksanaan kegiatan magang di TaxPrime, yaitu 1. Tanya jawab dan praktik Pada hari pertama kegiatan magang dilaksanakan, peserta magang terlebih dahulu diberi pengarahan oleh manajer HR terkait budaya perusahaan dan peraturan-peraturan yang diterapkan. Selain itu, peserta magang dipersilahkan untuk menandatangani kontrak kerja sebagai karyawan magang. Setelah itu, peserta magang menerima pengarahan dan bimbingan dari pembimbing magang perusahaan terkait dengan job desc serta perkenalan kepada karyawan. Dari
segi
praktiknya,
peserta
magang
ditempatkan
dan
berpartisipasi langsung pada divisi Audit dan Sengketa Pajak (Audit and Tax Dispute) seperti membuat rekap rekening koran, mengambil berkasberkas yang terkait dengan sengketa pajak, mengambil data langsung ke klien atau instansi yang terkait dengan kasus yang sedang ditangani, membantu dalam proses penyusunan surat keberatan dan banding, serta membantu dalam membuat surat tanggapan SPHP. 2. Analisis Berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta magang, peserta magang dapat secara langsung mengamati kegiatan yang berlangsung di TaxPrime dan dapat menganalisis berbagai kasus yang
6
7
sedang ditangani dengan membandingkan teori yang diperoleh selama perkuliahan dan praktik yang ada dilapangan. 3. Prnyusungan laporan magang Peserta magang diwajibkan untuk membuat laporan magang sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan magang di TaxPrime. C. Jadwal Kegiatan Adapun jadwal kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan magang ini adalah sesuai dengan jam kerja yang berlaku di TaxPrime, yaitu: Tabel 2.1 Jam Kerja Kegiatan Magang Hari
Jam Kerja
Istirahat
Senin - Jumat
08.30 - 17.00 WIB
12.00 - 13.00 WIB
D. Pembagian Kerja Pada saat pelaksanaan kegiatan magang di TaxPrime, penulis ditempatkan pada divisi Audit dan Sengketa Pajak. Berikut adalah pekerjaan yang dilakukan penulis selama pelaksanaan kegiatan magang: Tabel 2.2 Kegiatan Magang yang Dilakukan Oleh Ali Ghufron Periode Oktober – Januari No
Hari &
Jenis Kegiatan
Tanggal 1
Senin, 8
Ekualisasi PPN PT X
Oktober
Pelaksanaan Muhammad Nur Hidayah
2018 2
Selasa, 9
Ambil dokumen pemeriksaan
Oktober
ke DJP
2018
Muhammad Nur Hidayah
3
Rabu, 10
Rekap dokumen yang akan
Oktober
dikembalikan ke WP
Muhammad Nur Hidayah
2018 4
Kamis, 11
Rekap Invoice tanda terima
Oktober
Muhammad Nur Hidayah
2018 5
Jumat, 12
Membuat powerpoint pph21
Oktober
Muhammad Nur Hidayah
2018 6
Senin, 15
Melanjutkan powerpoint
Oktober
pph21
Muhammad Nur Hidayah
2018 7
Selasa, 16
Mengantar berkas perkara ke
Oktober
Pengadilan
Muhammad Nur Hidayah
2018 8
Rabu, 17
Melanjutkan powerpoint
Oktober
pph21
Muhammad Nur Hidayah
2018 9
Kamis, 18
Melanjutkan powerpoint
Oktober
pph21
Muhammad Nur Hidayah
2018 10
Jumat, 19
Finishing PPT PPh21
Oktober
Muhammad Nur Hidayah
2018 11
Senin, 22
Company Visit SKK MIGAS
Oktober
Muhammad Nur Hidayah
2018 12
Selasa,23
Melakukan koreksi terhadap
Oktober
draft Banding
2018
Muhammad Nur Hidayah
13
Rabu,24
Melakukan koreksi terhadap
Oktober
draft Banding
Muhammad Nur Hidayah
2018 14
Kamis,25
Rekap Rekening Koran PT
Oktober
TRANE
Muhammad Nur Hidayah
2018 15
Jumat,26
Rekap Rekening Koran PT
Oktober
TRANE
Muhammad Nur Hidayah
2018 16
Senin,29
Rekap Rekening Koran PT
Oktober
TRANE
Muhammad Nur Hidayah
2018 17
Selasa,30
Rekap Rekening Koran PT
Oktober
TRANE
Muhammad Nur Hidayah
2018 18
Rabu,31
Rekap Rekening Koran PT
Oktober
TRANE
Muhammad Nur Hidayah
2018 19
Kamis,1
Rekap Rekening Koran PT
November
TRANE
Muhammad Nur Hidayah
2018 20
Jumat,2
Rekap Rekening Koran PT
November
TRANE
Muhammad Nur Hidayah
2018 21
Senin,5
Libur pindahan kantor
November
Muhammad Nur Hidayah
2018 22
Selasa,6
Rekap Rekening Koran PT
November
South East Java
2018
Muhammad Nur Hidayah
23
Rabu,7
Rekap Rekening Koran PT
November
South East Java
Muhammad Nur Hidayah
2018 24
Kamis,8
Rekap Rekening Koran PT
November
South East Java
Muhammad Nur Hidayah
2018 25
Jumat,9
Menyusun Laporan Magang
November
Muhammad Nur Hidayah
2018 26
Senin,12
Rekap Rekening Koran PT
November
TRANE
Muhammad Nur Hidayah
2018 27
Selasa,13
Rekap Rekening Koran PT
November
TRANE
Muhammad Nur Hidayah
2018 28
Rabu,14
Menyusun Draf Laporan
November
SPHP PT MKU
Muhammad Nur Hidayah
2018 29
Kamis,15
Menyusun Draf Laporan
November
SPHP PT MKU
Muhammad Nur Hidayah
2018 30
Jumat,16
Menyusun Draf Laporan
November
SPHP PT MKU
Muhammad Nur Hidayah
2018 31
Senin,19
Rekonsiliasi PPH 23 PT
November
WIKO
Muhammad Nur Hidayah
2018 32
Selasa,20
Rekonsiliasi PPH 23 PT
November
WIKO
2018
Muhammad Nur Hidayah
33
Rabu,21
Rekap GL PT GSSI
November
Muhammad Nur Hidayah
2018 34
Kamis,22
Rekap GL PT GSSI
November
Muhammad Nur Hidayah
2018 35
Jumat,23
Menyusun Draf Laporan
November
SPHP PT ARSI
Muhammad Nur Hidayah
2018 36
Senin,26
Menyusun Draf Laporan
November
SPHP PT ARSI
Muhammad Nur Hidayah
2018 37
Selasa,27
Menyusun Draf Laporan
November
SPHP PT ARSI
Muhammad Nur Hidayah
2018 38
Rabu,28
Rekonsiliasi PPH 23 PT
November
WIKO
Muhammad Nur Hidayah
2018 39
Kamis,29
Rekonsiliasi PPH 23 PT
November
WIKO
Muhammad Nur Hidayah
2018 40
Jumat,30
Rekonsiliasi PPH 23 PT
November
WIKO
Muhammad Nur Hidayah
2018 41
Senin,3
Rekonsiliasi PPH 23 PT
Desember
WIKO
Muhammad Nur Hidayah
2018 42
Selasa,4
Scaning dokumen
Desember
pemeriksaan
2018
Muhammad Nur Hidayah
43
Rabu,5
Mencetak SPT Tahunan klien
Desember
Muhammad Nur Hidayah
2018 44
Kamis,6
Mencetak SPT Tahunan klien
Desember
Muhammad Nur Hidayah
2018 45
Jumat,7
Membuat salinan soal USKP
Desember
A
Muhammad Nur Hidayah
2018 46
Senin,10
Membuat salinan soal USKP
Desember
A
Muhammad Nur Hidayah
2018 47
Selasa,11
Menyusun laporan magang
Desember
Muhammad Nur Hidayah
2018 48
Rabu,12
Mencetak SPT Tahunan klien
Desember
Muhammad Nur Hidayah
2018 49
Kamis,13
Mengalisis aspek perpajakan
Desember
Batubara
Muhammad Nur Hidayah
2018 50
Jumat,14
Mengalisis aspek perpajakan
Desember
Batubara dan JO
Muhammad Nur Hidayah
2018 51
Senin,17
Membuat salinan reading
Desember
comprehension
Muhammad Nur Hidayah
2018 52
Selasa,18 Desember 2018
Menyusun laporan magang
Muhammad Nur Hidayah
53
Rabu,19
Menyusun laporan magang
Desember
Muhammad Nur Hidayah
2018 54
Kamis,20
Scan soal USKP 2013
Desember
Muhammad Nur Hidayah
2018 55
Jumat,21
Scan soal USKP 2013
Desember
Muhammad Nur Hidayah
2018 56
Senin,24
Cuti Bersama
Desember
Muhammad Nur Hidayah
2018 57
Selasa,25
Libur Natal
Desember
Muhammad Nur Hidayah
2018 58
Rabu,26
Membuat notulensi rapat
Desember
(MoM)
Muhammad Nur Hidayah
2018 59
Kamis,27
Membuat notulensi rapat
Desember
(MoM)
Muhammad Nur Hidayah
2018 60
Jumat,28
Menyusun Laporan Magang
Desember
Muhammad Nur Hidayah
2018 61
Senin,31
Cuti Bersama
Desember
Muhammad Nur Hidayah
2018 62
Selasa,1 Januari 2019
Libur Tahun Baru
Muhammad Nur Hidayah
63 64 65
Rabu,2
Membuat notulensi rapat
Januari 2019
(MoM)
Kamis,3
Membuat notulensi rapat
Januari 2019
(MoM)
Jumat,4
Client Visit CIMB Niaga
Januari 2019 66
Senin, 7 Selasa, 8 Januari 2019
Hidayah Muhammad Nur Hidayah Muhammad Nur Hidayah
Menyusun Laporan Magang
Januari 2019 67
Muhammad Nur
Muhammad Nur Hidayah
Acara perpisahan
Muhammad Nur Hidayah
BAB III HASIL KEGIATAN A. Gambaran Umum Lokasi Magang 1. Sejarah TaxPrime TaxPrime adalah Perusahaan yang bergerak di bidang penyedia jasa konsultasi perpajakan. Diprakarsai oleh 14 orang yang sekarang ini telah menjadi partner di TaxPrime, Salah satunya adalah Soewito selaku Senior Partner dan Muhamad Fajar Putranto selaku Managing Partner di TaxPrime. Sebelum mendirikan TaxPrime Soewito dan Muhamad Fajar Putranto menjabat sebagai Petugas Pajak dari Direktorat Jendral Pajak, Posisi Terakhir Soewito di DJP adalah sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak Maumere (NTT) dan posisi terakhir Muhamad Fajar Putranto di DJP adalah sebagai account representative di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar 2 (LTO 2). Saat ini di TaxPrime terdapat dua divisi untuk memenuhi kebutuhan para pengguna Jasanya, yaitu divisi Transfer Pricing dan divisi All Taxes.
Gambar 3.1 Logo TaxPrime Sumber: http://www.taxprime.net TaxPrime resmi berdiri di pada tanggal 25 September 2012 berdasarkan Akta Notaris No.12 yang dibuat oleh Drs. Soebiantoro, S.H. sebagaimana telah diubah Pada Tanggal 13 Maret 2015 dengan Akta Notaris No. 10 di tahun 2015. Akta ini telah terdaftar dalam buku register Panitera Pengadilan Negri Jakarta Selatan tertanggal 3 Oktober 2012 dibawah Nomor 244/A/DLL/HKM/2012 PN. Jakarta Selatan, yang selanjutnya akta ini disebut dengan Persekutuan Perdata. Pada saat awal beroprasi tahun 2012 TaxPrime memilih lokasi Kantor di Sequitas Center 1st Floor, Jalan Jendral Sudirman Kav. 71
15
16
Senayan, Kebayoran Baru, DKI Jakarta, pada april tahun 2014 TaxPrime pindah gedung ke Menara Kuningan 15th Floor, Jalan H.R Rasuna Said kav. 5 Blok. X-7 Karet Kuningan, Jakarta Selatan, Indonesia. Dan pada tahun 2015 TaxPrime menambah lantai untuk keperluan oprasionalnya di 12th Floor. TaxPrime Sebagai salah satu konsultan pajak yang baru berdiri sudah mulai berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya klien yang sudah bekerja sama dengan TaxPrime baik orang pribadi maupun perusahaan. Sejalan dengan motivasi untuk selalu mengkedepankan kualitas dan profesionalitas di bidang perpajakan, TaxPrime memiliki spesialis dan profesional di bidang perpajakan dengan pengatahuan yang luas dalam menganalisa dan mengelola Transfer Pricing, melakukan manajemen evisiensi dan evektifitas atas trasaksi perpajakan internasional, memberikan layanan konsultasi atas pemenuhan kewajiban pajak domestik dan internasional, serta mendampingi dan menyelesaikan sengketa perpajakan di tingkat Keberatan, Banding dan peninjauan kembali melalui jasa konsultan. 2. Visi dan Misi TaxPrime Dalam menjalankan bisnis tentu terdapat tujuan yang ingin dicapai oleh setiap organisasi atau perusahaan, begitu juga dengan TaxPrime. Tujuan yang ingin dicapai ini digambarkan dalam visi dan misi. Visi dan misi TaxPrime adalah: a) Visi : “Our vision is to be the top ten tax consulting firm in Indonesia with highest ethical standard, and commitment to do the best what we can do”. b) Misi : “Our mission is to deliver premium tax consultancy that help our clients excel in their business and comply with the tax regulation”
3. Tata Nilai TaxPrime Nilai sangat penting dalam suatu organiasasi karena dapat mendorong organisasi tersebut bertindak atau mengikuti aturan sesuai dengan norma yang berlaku. Berikut adalah uraian nilai-nilai yang dimiliki TaxPrime: a. Passion, TaxPrime memberikan layanan dengan kualitas tertinggi untuk para klien dan pemangku kepentingan. TaxPrime hanya mempekerjakan orang-orang yang bekerja dengan penuh passion. TaxPrime terus berusaha untuk memenuhi komitmen dan melampaui apa yang diharapkan. b. Team Work, kerjasama dan komunikasi yang terbuka sangat penting untuk memenuhi visi dan misi dalam melayani klien secara efektif. TaxPrime berpartisipasi penuh sebagai anggota tim ketika bekerja dengan para kolega, klien, atau pemangku kepentingan lainnya. TaxPrime mendukung dan menguatkan satu sama lain dengan berbagi pengetahuan dan memanfaatkan keterampilan serta memanfaatkan sumber daya yang melintasi batas. c. Integrity, integritas merupakan dasar dari TaxPrime. Dalam setiap pekerjaan TaxPrime berusaha untuk transparan dan menjadi model good governance, menetapkan standar tinggi untuk diri sendiri serta para klien. d. Professional Experiences, TaxPrime telah menyampaikan layanan pajak profesional tepat waktu dan akurat kepada klien. Pengalaman TaxPrime
memperluas
dari
tingkat
self
assessment
hingga
penyelesaian Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak. e. Minimum Two Partners Involvement, TaxPrime memahami bahwa klien menghadapi risiko pajak yang semakin kompleks, klien pantas mendapatkan arahan dari para mitra (partners) TaxPrime yang paling berpengalaman dan berpengetahuan. Partner dan manager TaxPrime terlibat dalam setiap pekerjaan klien dan selalu tersedia, oleh karena itu TaxPrime menyediakan minimal dua partner di setiap pekerjaan klien.
f. Active Approach, tim TaxPrime dengan sungguh-sungguh berbagi cara berpikir “let’s do it”. TaxPrime menerapkan pengetahuan yang mendalam untuk setiap klien, dengan semangat untuk mengungkap peluang dan pilihan baru untuk klien sebagai proses mitigasi risiko pajak. TaxPrime tidak akan melupakan kebutuhan klien dan terus menyediakan informasi terkait, ide dan saran yang paling efisien kepada klien. 4. Struktur Organisasi TaxPrime
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Sumber: Company Profile TaxPrime Adapun tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap elemen di kantor TaxPrime dapat diperincikan sebaai berikut: a. Senior Partner Senior Partner adalah sebagai Founder dan sebagai Pemegang lisensi atas sertifikat Kantor Konsultan Pajak Persekutuan Perdata Soewito, Fajar dan Rekan. Jabatan Senior Partner dipegang oleh Bapak Soewito. Tugas pokok dari Senior partner adalah untuk mengawasi jalanya kinerja dari pegawai TaxPrime. b. Managing Partner
Tugas pokok Managing Partner adalah untuk mengatur strategi bisnis yang akan dilakukan dalam rangka memenuhi target yang ditetapkan, serta menjalankan jalanya oprasional kegiatan TaxPrime. Managing Partner juga bertanggung jawab atas membuat strategi dan memilih partner yang akan diterjunkan langsung untuk menangani kasus pajak yang diterima oleh TaxPrime. Posisi Managing Partner di duduki oleh bapak Muhamad Fajar Putranto. c. Partner Tugas pokok Partner adalah mencari Klien untuk diselesaikan masalah perpajakanya oleh TaxPrime. Partner bertanggung jawab atas pekerjaanya kepada Managing Partner dan Senior partner d. Head of General Affair and Finance ( GA & Finance) Tugas Pokok dari Head of General Affair and Finance biasanya tugas dari GA & Finance untuk melakukan pembayaran Gaji Karyawan serta Keuangan terkait dengan pembelian peralatan ataupun perlengkapan yang diperlukan di kantor. GA & Finance juga menangani terkait masalah Sumber Daya Manusia untuk merekrut karyawan baru ataupun mahasiswa yg ingin melakukan Internship. e. Finance and Accounting Staff Tugas Pokok dari Finance and Accounting Staff adalah bertanggung jawab langsung kepada Head of GA and Finance terkait dengan mencatat atau membuat pos pengeluaran setiap hari, membuat laporan keuangan TaxPrime. Finance and Accounting Staff juga bertugas membuat pertimbangan tunjangan transportasi karyawan berdasarkan absensi karyawan dan menentukan upah jam lembur serta bayaran bagi karyawan yang mendatangi klien (out of pocket). f. Secretary Tugas Pokok dari Secretary adalah bertanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh Head of GA and Finance, terkait dengan tugas membuat surat-surat yg dibutuhkan, membuat proposal ke klien, dan menangani history data.
g. Tax Manager Tugas pokok dari Tax Manager adalah bertugas untuk mengatur tugas yang diterima dari Partner dan sekaligus menunjuk supervisor yang akan bertanggung jawab menangani tugas tersebut. Tax Manager juga berperan membagi tugas dan juga memantau pekerjaan yang telah diberikan oleh supervisor. Tax Manager juga bertugas
memeriksa
tugas
tersebut
dan
memberikan
usulan
pembenaran apabila diperlukan. Tax Manager juga bertugas untuk mewakili Wajib Pajak (WP) bersama Partner terkait dengan Pemeriksaan, Keberatan, Gugatan, Banding, dan PK. h. Supervisor Supervisor yang berada di TaxPrime terdapat dua yaitu Supervisor Transfer Prising dan Supervisor All Tax. Tugas Pokok Supervisor adalah bertanggung kepada Tax Manager dan Partner terhadap tugas yang diberikan kepadanya. Tugas umum Supervisor mempersiapkan proposal untuk perjanjian pekerjaan ke klien di TaxPrime, Supervisor juga bertugas menunjuk Senior Tax Consultant untuk Projek yang di dapat untuk dimasukan ke dalam tim. Setelahnya Supervisor memberikan tugas-tugas kepada setiap anggota tim yang terdiri dari Senior Tax Consultant dan Junior Tax Consultant, supervisor juga memberikan arahan kepada tim nya agar dapat mengerjakan tugas dengan baik dan benar. Supervisor bertugas mereview hasil pekerjaan yang dikerjakan oleh Senior Tax Consultant dan Junior Tax Consultant dan memberikan saran apabila ada yang perlu di revisi dan yang nantinya akan memberikan laporan hasil pekerjaan yang sudah di revisi kepada Tax Manager ataupun Partner. Supervisor bagian Transfer Pricing mempunyai tugas umum yaitu mempersiapkan, mengumpulkan, mengawasi dan memanage TP Doc dan masalah Transfer Pricing berdasarkan Arm’s Length Principle; Menganalisa metode Transfer Pricing untuk membuat TP Doc; Menganalisa perusahaan Pembanding dan perjanjian untuk TP
Docmemimpin analisis transaksi perusahaan yang memiliki hubungan istimewa; Memimpin analisa dan mengatur matriks fungsi, asset yang digunakan, dan analisis asumsi risiko yang dialami klien; memimpin analisa ekonomi dalam TP Doc; Mencari/mengatur strategi perjanjian Pembanding (agreement comparable). i. Senior Tax Consultant Senior Tax Consultant (STC) di TaxPrime dibagi kedalam 4 wilayah kerja, yaitu: tax compliance, tax dispute, individual income tax, dan transfer pricing. Tugas pokok dari seorang Senior Tax Consultant adalah memilih Junior Tax Consultant untuk digabungkan ke dalam tim bersama Senior dan Supervisor dan juga mengontrol dan me-review tugas yang dikerjakan oleh Junior Tax Consultant. Senior tax Consultant bertanggung jawab atas pekerjaan atau project yang diberikan oleh Supervisor. Khusus bagi Senior Tax Consultant bagian Transfer Pricing bertugas membuat perancanaan TP Doc. Sedangkan Senior
Tax
Consultant
bagian
dispute
bertugas
melakukan
pengumpulan data mengenai Sengketa Pajak ke klien, dan membuat surat-surat terkait dengan Sengketa Pajak, seperti surat Gugatan, Keberatan, Banding, dan Peninjauan Kembali (PK). Senior Tax Consultant dibagian dispute juga bertugas untuk mendampingi atau pun mewakili klien, serta membuat laporan hasil persidangan setelah proses Sengketa Pajak berakhir. j. Junior Tax Consultant Tugas pokok dari seorang Junior Tax Consultant adalah mempertanggung jawabkan hasil pekerjaan yang diberikan oleh Supervisor dan Senior Tax Manager. Salah satu tugas dari seorang Junior Tax Consultant adalah merekapitulasi data-data yang diperoleh dari klien; Mencari data-data eksternal untuk keperluan analisa Transfer Pricing Documentation (TP Doc); Menghitung dan mengisi E-SPT PPN dan PPh 21 massa terutang serta mengisi E-SPT PPh Badan, Orang Pribadi Tahunan terutang; dan Merekomendasikan hasil sidang di
Pengadilan
Pajak
dan
mempersiapkan
surat
tanggapan/sanggahan/bantahan untuk keperluan sidang di Pengadilan Pajak. 5. Produk Perpajakan TaxPrime TaxPrime merupakan konsultan pajak yang menawarkan jasa konsultasi
perpajakan
yang
berkualitas,
baik
domestik
maupun
internasional, dalam rangka membantu klien memenuhi kewajiban dan kepatuhan perpajakanya. Produk-produk yang disediakan yaitu: a. Tax Provision (Ketentuan Pajak) Dalam menyediakan produk jasa tax provision, TaxPrime mendalami ketentuan perpajakan yang relevan disertai dengan kasus yang terjadi. Kemudian TaxPrime membaginya lagi ke dalam beberapa jenis pajak yaitu: Pajak Pertambahan Nilai (PPN); Pajak Penghasilan (PPh); Withholding Tax; dan produk jasa tambahan. Dalam penyediaan ketentuan PPN, TaxPrime membantu kliennya dengan menyediakan Surat Pemberitahuan (SPT) PPN secara elektronik serta e- faktur, yang dilaporkan oleh perusahaan klien dalam setiap bulan. Selain PPN, e- SPT PPh Badan maupun Orang Pribadi (OP) juga dikerjakan oleh TaxPrime untuk dilaporkan oleh perusahaan kliennya secara tahunan. Sedangkan untuk produk withholding tax TaxPrime membantu kliennya untuk menyiapkan SPT PPh Pasal 21 dan 26, Pasal 22, Pasal 23 dan 26, maupun PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang dilaporkan bulanan maupun tahunan. Sebagai konsultan pajak yang berusaha meningkatkan kualitas pelayanan, TaxPrime juga menyediakan jasa tambahan yang bergantung pada kebutuhan dan keinginan dari perusahaan kliennya. Produk ini dilaksanakan oleh Divisi All Taxes. b. Tax Consulting (Konsultasi Pajak) TaxPrime dalam pelayanan tax consulting berusaha untuk menyajikan peraturan terbaru untuk diaplikasikan dalam pemecahan masalah kliennya. Baik Senior Tax Consultant, Junior Tax Consultant, maupun Partner dan Supervisor berusaha menangani setiap kasus
dengan berdiskusi pada klien, otoritas pajak, dan asosiasi untuk menemukan interpretasi yang benar atas peraturan yang relevan dengan kasus pada kliennya tersebut. Klien yang pernah ditangani oleh TaxPrime mayoritas berasal dari perusahaan manufaktur, perusahaan patungan, konstruksi, jasa konsultasi pajak dan keuangan, yang tidak hanya untuk konsultasi mengenai peraturan terbaru, melainkan juga berupa kepatuhan atau compliance maupun pemeriksaan pajak atau tax auditing. c. Tax Refund (Pengembalian Pajak) Sebagai
perusahaan
konsultan
pajak,
TaxPrime
juga
menyediakan jasa berupa pengembalian pajak atau tax refund. Fasilitas jasa ini diberikan pada klien dengan cara mendiagnosa posisi pajak klien tersebut dan menganalisis risiko hukum maupun perencanaan strategi untuk penanganan risiko tersebut. Sebagai tindak lanjutnya, TaxPrime berusaha memberikan advice atas tindakan yang harus dilakukan klien untuk mengatasi masalah tersebut, sehingga klien memperoleh pengembalian pajak kembali dengan tetap mengikuti peraturan perpajakan yang berlaku. d. Tax Exempt (Pembebasan Pajak) Pembebasan pajak atau tax exempt menjadi salah satu jasa atau produk yang ditawarkan TaxPrime pada kliennya. Produk ini berusah membantu klien untuk memanfaatkan insentif pajak yang ditetapkan oleh pemerintah dengan mengikuti peraturan pajak terkait. Untuk mendukung upaya tersebut, TaxPrime juga membantu menyediakan surat pembebasan PPN, PPh Pasal 22, dan lain sebagainya. Keseluruhan upaya tersebut bertujuan agar klien TaxPrime mampu meningkatkan efisiensi pajak dan mengurangi arus kas perusahaan sebagai bentuk perencanaan pajak atau tax planning. e. Tax Dispute Resolution (Penyelesaian Sengketa Pajak) Untuk menghadapi masalah perpajakan, TaxPrime juga menangani penyelesaian kasus sengketa pajak dalam pemeriksaan
maupun mitigasi kasus pajak di Keberatan, Banding, gugatan, bahkan hingga Peninjauan Kembali (PK). Selain itu, TaxPrime juga mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan masalah sengketa dalam ranah pajak internasional melalui Mutual Agreement Procedure (MAP) maupun Advance Pricing Agreement (APA). Adapun wujud layanan ini berupa pencegahan sengketa pajak, bantuan audit pajak, dan bantuan penanganan masalah Keberatan dan Banding. Dalam upaya mencegah sengketa pajak, TaxPrime berupa mendalami karakteristik usaha dari kliennya, kemudian membuat planning mengenai rencana kebijakan dan proses bidang usaha yang menghindari kliennya dari pemeriksaan pajak maupun sengketa. Selain itu, dalam upaya membantu klien dalam pemeriksaan pajak, TaxPrime berusaha menegosiasikan permasalahannya dengan tim auditor pajak berikut rekomendasi pada klien untuk melanjutkan atau tidak ke ranah Keberatan, Banding, gugatan, bahkan PK. Setelah itu, TaxPrime membantu meninjau kasus sengketa pajak tersebut dan membantu menanggapi otoritas pajak (DJP) serta Pengadilan Pajak untuk mempertahankan posisi kliennya. f. Tax Diagnostic Review (Diagnosa Peraturan Pajak) TaxPrime juga mempunyai produk Diagnosa Peraturan Pajak yang diberikan untuk membantu klien secara berkesinambungan dan komprehensif dalam mendiagnosa peraturan pajak terbaru berikut risiko dan konsekuensi yang akan terjadi pada kliennya, baik itu Badan maupun Orang Pribadi. g. Tax Efficient Structuring (Menstrukturisasi Efisiensi Pajak) Produk ini menitik beratkan pada bagaimana menata pajak secara efisien yang merupakan upaya dari TaxPrime agar setiap klien merasa satisfied dengan kinerja perusahaan. Adapun cara yang dilakukan adalah dengan mendalami regulasi pajak sesuai dengan karakteristik bisnis usaha masing-masing klien, lalu mengembangkan model yang mencegah klien dari pengawasan / pemeriksaan pajak
maupun sengketa pajak. Cara tersebut dimulai dengan mendekati dan memahami karakteristik usaha bisnis, memetakan risiko pajak, serta terakhir berupa restrukturisasi keseluruhan proses bisnis demi mengefisiensikan
pajak
klien.
Kemudian,
TaxPrime
berusaha
memberikan rekomendasi terbaik bagi klien untuk mengurangi risiko yang akan terjadi. h. International Tax Planning (Perencanaan Pajak Internasional) Perencanaan pajak internasional atau international tax planning merupakan salah satu produk TaxPrime dimana klien yang biasanya terlibat adalah Perusahaan Multinasional atau multinational company. Konsultan di TaxPrime berusaha membantu kliennya tersebut untuk dapat mengikuti regulasi pajak terkait, seperti menentukan tempat untuk pendirian cabang perusahaan, strukturnya, serta pembiayaan operasional secara keseluruhan. Selain itu, klien juga dibantu untuk mengendalikan tax planning terkait transaksinya dan merestrukturisasi beban cross border tax secara efisien. i. Transfer Pricing TaxPrime turut membantu perusahaan multinasional dalam isu pajak internasional melalui produk andalannya yakni transfer pricing (TP). Dalam menyajikan produknya, TaxPrime membantu klien untuk mengembangkan strategi transfer pricing, menata pajak beserta operasi bisnisnya secara efisien, mempersiapkan dan mendokumentasikan TP dalam bentuk TP Doc, meninjau dan mengidentifikasi regulasi terkait, melakukan analisis Fungsi Aset Risiko (FAR), menyelesaikan sengketa dalam kasus TP melalui MAP maupun APA, serta melakukan in house training untuk melatih karyawan di perusahaan klien agar memahami transfer pricing. j. Avention Avention atau yang sebelumnya dinamakan One Source merupakan penyedia data bisnis dan perusahaan komersil yang dapat digunakan sebagai alat pencari data pembanding perusahaan untuk
membuat Transfer Pricing Documentation (TP Doc). Sebagai konsultan pajak yang membutuhkan data pembanding dalam pembuatan TP Doc, selain menggunakan database ini, TaxPrime juga menjadi satu- satunya distributor Avention di Indonesia. B. Bidang Kegiatan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh penulis selama magang adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Bidang-Bidang Kegiatan
Membuat
ekualisasi
Pajak
Pertambahan Nilai dan rekonsiliasi pajak
Mengambil berkas pemeriksaan di Direktorat Jenderal Pajak
Tax Audit & Dispute
Rekapitulasi dokumen yang akan dikembalikan ke client
Analisis PPh Pasal 21 dan membuat rekapitulasi rekening koran
Client
Visit
dan
membantu mengumpulkan berkas terkait sengketa pajak yang dialami Klien
Membantu proses pembuatan dan menyusun draft laporan SPHP, surat keberatan, dan surat banding.
Membuat
Minutes
of
Meeting
(notulensi) dari pembicaran klien kepada Taxprime Sumber: Dokumentasi dari TaxPrime, diolah oleh penulis, 2018.
Kegitan magang dimulai pada tanggal 8 Oktober 2018 sampai dengan tanggal 8 Januari 2019. Pada proses pelaksanaan magang di TaxPrime terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Penulis, antara lain: 1. Briefing dan Introducing Di hari pertama minggu pertama pelaksanaan magang, penulis terlebih dahulu diberikan briefing oleh Human Resource Supervisor perusahaan mengenai gambaran umum perusahaan, cara mengisi absen harian, batasan-batasan kerja staf magang, dan peraturan internal perusahaan. Hal ini dilakukan agar penulis mengetahui dan pengerti budaya organisasi TaxPrime. Selanjutnya, penulis diperkenalkan kepada seluruh pegawai TaxPrime dalam Divisi Tax Audit & Dispute. Selain itu penulis juga diperkenalkan pada pembimbing magang dan tim kerja dimana penulis ditempatkan. Setelah dilaksanakannya kegiatan pengenalan terhadap lingkungan kerja ini, diharapkan penulis dapat mengenal dan beradaptasi terhadap lingkungan kantor sehingga tercipta team work. 2. Melakukan Ekualisasi VAT In Pada saat hari pertama magang, penulis diberi tanggung Jawab untuk melakukan ekualisasi Invoice VAT In (Faktur Pajak Masukan). Ekualisasi tersebut bertujuan untuk mengecek kesesuian antara satu jenis pajak dengan pajak yang lainya.
Gambar 3.3 Tabel Ekualisasi PPN Sumber : Olahan Penulis Tahun, 2019
Ekualisasi dilakukan berdasarkan data Faktur Pajak yang diberikan oleh klien. Ekualisasi data dilakukan dalam Microsoft Excel dengan format yang sudah ditentukan, yakni berdasarkan Nama Perusahaan, NPWP, No Faktur, Tanggal faktur, Pajak Masukan, Halaman, Bulan Transaksi, No. Invoice, Tanggal Invoice. 3. Rekap Dokumen yang Akan Dikembalikan ke klien Dalam kegiatan ini, penulis diminta untuk memembuat daftar berkas-berkas milik klien yang harus dikembalikan. Tujuan membuat daftar berkas ini adalah untuk menghindari masalah hukum yang mungkin nantinya akan dilakukan oleh klien berkenaan dengan dokumen yang dipinjam oleh TaxPrime apabaila hilang atau tidak lengkap. Rekapitulasi dilakukan menggunakan MS. Excel dengan format yang telah disediakan. Dokumen rekapitulasi kemudian dicetak sebanyak tiga lembar, dua lembar untuk klien sebagai tanda terima dokumen dan satu lebar sebagai arsip Taxprime.
Gambar 3.4 Tabel Rekapitulasi Dokumen Sumber : Olahan Penulis Tahun, 2019 4. Membuat Analisis Pajak Penghasilan Pasal 21 Dalam kegiatan ini, penulis dituntut untuk dapat menganalisis bagaimana aspek – aspek perpajakan yang terkandung dalam Pajak Penghasilan Pasal 21. Analisis tersebut dituangkan dalam bentuk PPT
dengan format dan ketentuan yang sudah disediakan. Dalam pengerjaan analisis ini, penulis menemukan beberapa kejanggalan dalam lampiran PER 16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi. Kejanggalan itu berupa perbedaan perhitungan antara iuran pensiun dengan jaminan hari tua jika dibandingkan dengan peraturan sebelunya seperti PER 31 tahun 2012 dan PER 32 tahun 2015. Artinya setiap peraturan baru dikeluarkan, perhitungan ini tidak sama padahal peraturan yang diubah hanya besaran PTKP. Sehingga penulis berinisiatif untuk berdiskusi dengan manajer yang membawahi Divisi Audit. 5. Membantu Proses Penyusunan dan Pembuatan Draft Laporan SPHP, Surat Keberatan, dan Surat Banding Penyusunan draft laporan SPHP merupakan dokumen yang digunakan sebagai acuan divisi audit dalam membuat sanggahan atas keterangan tim pemeriksa dari DJP. Dokumen ini memuat ikhtisar hasil pemeriksaan yang dibuat oleh Tim Pemeriksa. Dalam penyusunan draft SPHP ini penulis tidak menemui adanya hambatan-hambatan karena penulis hanya ditugaskan untuk menyusunya sesuai format yang diberikan.
Gambar 3.5 Dokumen SPHP Sumber : Olahan Penulis Tahun, 2018
6. Membuat Minutes of Meeting (Notulensi) Dalam beberapa kali kesempatan penulis diminta untuk membuat MoM dari hasil rekaman pembicaraan ketika rapat, baik rekaman telepon atau rekaman rapat secara langsung. MoM dibuat sebagai pengingat untuk menindaklanjuti hasil rapat dan sebagai acuan dalam rapat berikutnya. Penyusun menemui beberapa kendala dalam membuat MoM ini. Pertama, disebabkan oleh kualitas rekaman yang kurang baik sehingga penulis harus membuat intepretasi sendiri dari pembicaraan. Kedua, penulis tidak dapat mengetahui suasana ketika rapat sehingga intepretasi penulis sangat terbatas, yaitu hanya dari apa yang penulis dengarkan. Ketiga, ketika beberapa orang berbicara secara bersamasama, menimbulkan noise pada rekaman yang menyebabkan tidak jelasnya siapa yang berbicara dan apa yang dibicarakan.
Gambar 3.6 Penyusunan Notulensi Rapat Sumber : Olahan Penulis Tahun, 2019 C. Bentuk-Bentuk Dukungan Dalam pelaksanaan Magang di TaxPrime, penulis melakukan bentuk-bentuk dukungan terhadap perusahaan, diantaranya: a. Memberikan bimbingan atas segala pekerjaan yang dilakukan; b. Dibimbing atas setiap tugas yang diberikan;
c. Peserta magang memperoleh kemudahaan untuk memperoleh informasi yang di perlukan oleh penulis dalam rangka pembuatan laporan ini; d. Peserta magang diberikan kepercayaan untuk menggunakan fasilitas sebagai sarana dalam kemudahan pelaksanaan kegiatan magang.
D. Hambatan-Hambatan Dalam menjalankan magang di TaxPrime penulis menemukan hambatan yang cukup signifikan yaitu berupa ketidaktepatan waktu sebagian pegawai TaxPrime yang seharusnya jam kerja dimulai pukul 08.30 namun sebagian dari mereka datang pukul 09.30. Hal ini tentunya dapat berpengaruh pada penulis disebabkan sebagian tugas harian dalam kegiatan magang yang diberikan berasal dari pegawai yang terlambat. Sehingga penulis tidak bisa menyelesaikan tugas harian magang dalam satu hari yang berdampak pada kurang optimalnya tugas harian magang yang dikerjakan penulis. Setelah penulis menanyakan alasan mengapa sebagian pegawai TaxPrime sering terlambat, beberapa pegawai mengatakan bahwa mereka setiap hari nya harus lembur dan biasa pulang tengah malam sehingga penulis dapat memakluminya.
BAB IV PEMBAHASAN A. Temuan Gap Antara Teori dan Praktik 1. Teori Terkait Sengketa Pajak 1.1. Bidang Usaha Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi Industri minyak dan gas bumi (migas) secara umum melakukan lima tahapan kegiatan, yaitu eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, transportasi, dan pemasaran. Lima kegiatan pokok ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kegiatan hulu (upstream) dan kegiatan hilir (downstream). Kegiatan usaha hulu migas adalah kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, sedangkan kegiatan usaha hilir adalah pengolahan, transportasi, dan pemasaran. Eksplorasi, yang meliputi studi geologi, studi geofisika, survei seismik, dan pengeboran eksplorasi, adalah tahap awal dari seluruh kegiatan usaha hulu migas. Kegiatan ini bertujuan mencari cadangan baru. Jika ditemukan cadangan yang ekonomis untuk dikembangkan, kegiatan eksplorasi akan dilanjutkan dengan kegiatan eksploitasi. Kegiatan eksploitasi adalah mengangkat migas ke permukaan bumi. Aliran migas akan masuk ke dalam sumur, lalu dinaikkan ke permukaan melalui tubing (pipa salur yang dipasang tegak lurus). Pada sumur yang baru berproduksi, proses pengangkatan ini dapat memanfaatkan tekanan alami, tanpa alat bantu. Namun, bila tekanan formasi tidak mampu memompa migas ke permukaan, maka dibutuhkan metode pengangkatan buatan. Migas yang telah diangkat akan dialirkan menuju separator (alat pemisah minyak, gas, dan air) melalui pipa salur. Separator akan memisahkan minyak (liquid) dan gas. Liquid selanjutnya akan dialirkan menuju tangki pengumpul, sedangkan gas akan dialirkan melalui pipa untuk selanjutnya dimanfaatkan, atau dibakar, tergantung pada volume, harga, dan jarak ke konsumen gas.
32
33
Rangkaian aktivitas eksplorasi dan eksploitasi meliputi serangkaian aktivitas kompleks dan bersifat jangka panjang. Tentunya, kegiatan sektor ini diatur dengan regulasi khusus. Dalam mengelola usaha hulu migas, Indonesia mengembangkan model kontrak bagi hasil (production sharing contract) atau kontrak kerja sama. Dengan model ini, negara memegang kontrol atas pengelolaan sumber daya migas. Terdapat beberapa karakter kontrak kerja sama. Pertama, kegiatan produksi dilakukan hanya setelah cadangan dinilai komersial oleh pemerintah. Untuk mendapatkan persetujuan pemerintah, operator harus menunjukkan rencana kerja dan anggaran yang dibutuhkan. Kedua, kepemilikan migas ada di tangan pemerintah hingga titik penyerahan. Semua migas adalah milik pemerintah, sampai titik penjualan. Setelah itu, barulah kontraktor memiliki hak sebagian hasil produksi, sesuai besaran yang telah diatur dalam kontrak. Ketiga, manajemen operasi berada di tangan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang merupakan lembaga negara yang dibentuk khusus untuk melaksanakan pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha hulu migas. Perencanaan anggaran dan program kerja kontraktor harus mendapat persetujuan dari SKK Migas, sebagai wakil dari pemerintah. SKK Migas memberikan persetujuan atas rencana kerja dan anggaran (work program and budget atau dikenal dengan istilah WP&B), biaya, dan juga metode keteknikan yang digunakan. Dalam Kontrak Kerja Sama, Kontraktor KKS wajib menyediakan dana awal untuk membiayai kegiatan hulu migas baik pada fase eksplorasi maupun fase eksploitasi. Bila berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis, maka lapangan akan mulai berproduksi. Pengembalian biaya investasi hanya diberikan setelah menghasilkan migas, yaitu dengan cara dicicil dari sebagian hasil produksi migas.
Kontraktor KKS akan menerima bagiannya berupa sejumlah volume minyak atau gas. 1.2. Perpajakan dalam Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi Sejak tahun 1983, Indonesia telah mencanangkan pajak sebagai sumber pemasukan dana alternatif untuk mendampingi posisi dominan dari minyak dan gas bumi. Pajak tersebut mempunyai fungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan untuk memasukkan dana yang sebesar-besarnya ke kas Negara untuk menopang penyelenggaraan dan aktivitas pemerintahan. Salah satu pajak yang merupakan sumber penerimaan berasal dari pajak pada pengusahaan tambang minyak. Hingga saat ini, dengan pertimbangan bahwa Negara Indonesia
belum
memiliki
kemampuan
teknologi
untuk
mengeksplorasi, mengeksploitasi, dan mengolah hasil minyak, serta belum memiliki modal dan sumber daya manusia yang memadai, maka pengusahaan tambang minyak masih diusahakan dalam bentuk kerja sama dengan investor. Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, kerjasama dalam bentuk kerja sama Production Sharing Contract (kontrak bagi hasil). Production
Sharing
Contract
merupakan
suatu
penggabungan usaha antara pemerintah yang diwakili oleh Badan Pelaksana (sekarang Satuan Kerja Khusus) sebagai Badan Hukum Milik Negara dengan perusahaan lainnya untuk mengeksplorasi dan memproduksi minyak dan gas bumi. Ciri yang menonjol dari Production Sharing Contract adalah manajemen dan kepemilikan aset berada pada Pemerintah yang diwakili oleh Badan Pelaksana, serta yang dibagi adalah hasil produksi setelah dikurangi biaya operasi. Dengan mempergunakan kontrak bagi hasil tersebut, Negara akan memperoleh sejumlah bagian hasil sesuai dengan porsi pembagian yang disepakati dengan kontraktor dalam perjanjian tersebut. Perolehan tersebut merupakan penerimaan Negara dari
sektor migas. Selain itu, Negara juga memperoleh penerimaan berupa pajak yang dikenakan atas hasil pembagian yang diterima oleh kontraktor. Sebagai tindak lanjut pengenaan pajak terhadap kontraktor yang bergerak dibidang usaha sektor hulu minyak dan gas bumi, pemerintah mengeluarkan peraturan yang terkini, yaitu Peraturan Pemerintah No.79 tahun 2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No.27 tahun 2017 tentang Biaya Operasi
Yang
Dapat
Dikembalikan
dan
Perlakuan
Pajak
Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Dalam peraturan ini diatur lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban kontraktor migas dan DJP, perhitungan penghasilan bruto dan biaya-biaya yang terkait dengan pengusahaan disektor minyak dan gas bumi, serta mekanisme perhitungan pajak penghasilan 1.3. Penghasilan Bruto Kontraktor dan/atau Operator di Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi Penghasilan bruto merupakan dasar dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak setelah dikurangi biaya-biaya. Penghasilan bruto kontraktor sektor hulu minyak dan gas bumi dijelaskan dalam pasal 9 ayat (1) PP No.27 Tahun 2017 sebagai berikut: 1) Penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil Penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil dihitung berdasarkan nilai realisasi minyak dan/atau gas bumi bagian kontraktor dari equity share dan FTP share ditambah minyak dan/atau gas bumi yang berasal dari pengembalian biaya operasi ditambah minyak dan/atau gas bumi tambahan yang berasal dari pemberian insentif atau karena hal lain dikurangi nilai realisasi penyerahan DMO minyak dan/atau gas bumi ditambah Imbalan DMO ditambah varian harga atas lifling.
2) Penghasilan dalam rangka kontrak jasa Penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka kontrak jasa dihitung berdasarkan imbalan yang diterima dari Pemerintah ditambah nilai realisasi penjualan atas minyak dan/atau gas bumi yang berasal dari pengembalian biaya operasi. 3) Penghasilan lain di luar kontrak kerja sama. Penghasilan lain di luar kontrak kerja sama terdiri atas: a) uplift atau imbalan lain yang sejenis; dan/atau b) penghasilan yang berasal dari pengalihan participating interest. 1.4. Biaya-biaya yang Terkait dengan Usaha di Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi Selanjutnya dalam pasal 11 dijelaskan mengenai biaya-biaya yang terkait dengan operasi kontraktor hulu minyak dan gas bumi, yaitu 1) Biaya eksplorasi Biaya eksplorasi terdiri atas: a. Biaya pengeboran terdiri atas:
Biaya pengeboran eksplorasi; dan
Biaya pengeboran pengembangan;
b. Biaya geologis dan geofisika terdiri atas:
Biaya penelitian geologis; dan
Biaya penelitian geofisika;
c. Biaya umum dan administrasi pada kegiatan eksplorasi;dan d. Biaya penyusutan. 2) Biaya eksploitasi Biaya eksploitasi terdiri atas: a. Biaya langsung produksi untuk:
Minyak bumi; dan
Gas bumi.
b. Biaya pemrosesan gas bumi; c. Biaya utility terdiri atas:
Biaya perangkat produksi dan pemeliharaan peralatan; dan
Biaya uap, air, dan listrik;
d. Biaya umum dan administrasi pada kegiatan eksploitasi; dan e. Biaya penyusutan. 3) Biaya lain Biaya lain terdiri atas: a. Biaya untuk memindahkan gas dari titik produksi ke titik penyerahan b. Biaya kegiatan pasca operasi kegiatan usaha hulu. Biaya umum dan administrasi untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sebagaimana dimaksud pada poin (1) dan (2) sebagai berikut: a. Biaya administrasi dan keuangan; b. Biaya pegawai; c. Biaya jasa material; d. Biaya transportasi; e. Biaya umum kantor; dan f. Pajak tidak langsung, pajak daerah, dan retribusi daerah. Biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan pajak penghasilan harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam pasal 12 ayat (1), yaitu a. Dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dab terkait langsung dengan kegiatan operasi perminyakan di wilayah kerja kontraktor yang bersangkutan di Indonesia;
b. Menggunakan harga wajar yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan; c. Pelaksanaan operasi perminyakan sesuai dengan kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang baik; d. Kegiatan operasi perminyakan sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang telah mendapatkan persetujuan Kepala Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6. Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 yang dapat dikembalikan dalam 1 (satu) tahun kalender terdiri atas: a. Biaya bukan modal tahun berjalan; b. Penyusutan biaya modal tahun berjalan; dan c. Biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada tahun-tahun sebelumnya. Jumlah
maksimum
biaya
operasi
yang
dapat
dikembalikan untuk kontrak jasa ditentukan sebesar imbalan yang diberikan oleh Pemerintah. Apabila terdapat biaya operasi yang dapat dikembalikan yang belum dapat diperhitungkan dalam 1 (satu) tahun kalender dapat diperhitungkan pada tahun berikutnya. Biaya langsung minyak bumi dan gas bumi dibebankan pada masing-masing produksi. Dalam hal terdapat biaya bersama minyak dan gas bumi, biaya bersama tersebut dialokasikan sesuai dengan proporsi nilai relatif hasil produksi. Apabila suatu wilayah kerja telah menghasilkan satu jenis hasil produksi minyak bumi atau gas bumi, sementara jenis produksi yang lainnya belum menghasilkan, biaya bersama dialokasikan secara adil berdasarkan kesepakatan antara Badan Pelaksana dan kontraktor. Pengembalian
biaya
operasi
untuk
minyak
bumi
dilakukan hanya terhadap lifting minyak bumi, sedangkan pengembalian biaya operasi untuk gas bumi dilakukan hanya
terhadap nilai penjualan gas bumi. Dalam hal pengembalian biaya operasi minyak bumi atau gas bumi tidak mencukupi dari hasil produksinya atau nilai penjualannya, ditentukan: a.
Biaya operasi gas bumi yang melebihi nilai produksinya, selisihnya dibebankan pada hasil produksi minyak bumi;
b.
Biaya operasi minyak bumi yang melebihi nilai produksinya, selisihnya dibebankan pada nilai penjualan gas bumi.
1.5. Mekanisme
Perhitungan
Pajak
Penghasilan
Kontraktor
dan/atau Operator Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi Penentuan dan penghitungan besaran pajak penghasilan badan kontraktor berdasarkan kontrak bagi hasil sektor hulu minyak dan gas bumi diatur dalam pasal 25 meliputi: 1.
Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi kontraktor untuk kontrak bagi hasil, dihitung berdasarkan penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dikurangi biaya bukan modal tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya modal tahun berjalan
dikurangi
biaya
operasi
yang
belum
dapat
dikembalikan pada tahun-tahun sebelumnya. 2.
Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya kontrak.
3.
Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan tarif pajak yang ditentukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.
4.
Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor yang kontraknya ditandatangani sebelum berlakunya peraturan
Pemerintah ini, dihitung berdasarkan tarif pajak perseroan atau pajak penghasilan pada saat kontrak ditandatangani. 5.
Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), terutang pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
6.
Dalam hal kontraktor berbentuk badan hukum Indonesia, penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperlakukan sebagai deviden yang disediakan untuk dibayarkan dan terutang pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7.
Atas pemenuhan kewajiban pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diterbitkan surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi setelah dilakukan pemeriksaan pajak.
8.
Sebelum surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi diterbitkan, dapat diterbitkan surat keterangan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sementara,
9.
Ketentuan mengenai penerbitan surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan surat keterangan pembayaran pajak penghasilan
minyak
bumi
dan
gas
bumi
sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. 10. Kontraktor dibebaskan dari pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas barang yang digunakan dalam operasi perminyakan pada kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi.
11. Ketentuan mengenai tata cara pembebasan bea masuk dan pemungutan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diatur sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Sementara itu, untuk menentukan dan menghitung besaran pajak penghasilan kontraktor dalam rangka kontrak jasa diatur dalam pasal 26, yaitu 1.
Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi kontraktor dalam rangka kontrak jasa, berdasarkan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dikurangi biaya bukan modal tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya modal tahun berjalan dikurangi seluruh biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 yang belum dikembalikan.
2.
Ketentuan
mengenai
jumlah
maksimum
pengurang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah imbalan yang diberikan oleh Pemerintah kepada kontraktor diatur dengan Peraturan Menteri. 3.
Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya kontrak.
4.
Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan tarif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pajak penghasilan.
5.
Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperlakukan sebagai deviden yang disediakan untuk dibayarkan dan terutang pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal penentuan dan penghitungan besaran pajak untuk kontraktor diluar kontrak kerja sama diatur dalam pasal 27, yaitu 1.
Atas penghasilan lain kontraktor berupa uplift atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf a dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.
2.
Atas penghasilan kontraktor dari pengalihan participating interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif: a.
5% (lima persen) dari jumlah bruto, untuk pengalihan participating interest selama masa eksplorasi; atau
b.
7% (tujuh persen) dari jumlah bruto, untuk pengalihan participating interest selama masa eksploitasi.
3.
Pengenaan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b,
dikecualikan
sepanjang
untuk
melakukan
kewajiban pengalihan participating interest sesuai kontrak kerja sama kepada perusahaan nasional sebagaimana tertuang dalam kontrak kerja sama. 4.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan dan pembayaran atas pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
2. Praktik Sengketa Pajak 2.1. Gambaran Umum Sengketa Kasus Pajak Badan BUT K BUT K merupakan cabang perusahaan yang berpusat di Singapura yang bergerak di bidang usaha sektor hulu minyak dan gas bumi. Wilayah kerja BUT K terletak di Laut Natuna, 486 km timur laut Singapura dan 1.247 km utara Jakarta. Dalam menjalankan operasinya, BUT K bekerjasama dengan BUT S yang tertuang dalam PSC (Production Sharing Contract) dan sudah mendapatkan persetujuan dari Badan Pelaksana (SKK MIGAS). PSC tersebut juga memuat bahwa BUT S akan bertindak sebagai operator dalam
proyek ini, sehingga akan menempatkan BUT K sebagai silent partner atau hanya sebagai participant dengan participant interest sebesar 15%. Pada tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan pajak terhadap BUT K terhadap masa pajak dan tahun pajak 2014 dengan surat perintah pemeriksaan
Nomor
PRIN-00616/WPJ
.07/KP.l005/RIK.SIS/2016 tanggal 25 Oktober 2016 untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang diatur dalam PP No.27 Tahun 2017 dengan peraturan pelaksana PER - 20/PJ/2017. Terhadap hasil pemeriksaan BUT K, ditemukan adanya koreksi pada pos peredaran usaha, yaitu Equity Share berupa koreksi positif sebesar USD 404.559,12, Cost Recovery berupa koreksi negatif sebesar USD 821.976,38 dan Lifting Price Veriance berupa koreksi positif sebesar USD 289,02 sehingga secara keseluruhan
terdapat
kelebihan
pembayaran
sebesar
USD
417.128,23. Atas koreksi tersebut KPP Minyak dan Gas Bumi menerbitkan SKPLB dengan Nomor 00001/446/14/081/17 tanggal 8 Mei 2017. Koreksi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1 Ringkasan Rekonsiliasi Pajak . Menurut No 1
2 3 4 5 6 7
Pos Peredaran Usaha FTP Share - FTP Share Tahun Berjalan - FTP Tahun sebelumnya - FTP Share Diperhitungkan Equity Share Cost Recovery Lifting Price Variance Insentif Investasi (DMO) DMO Fee Jumlah Peredaran Usaha
Wajib Pajak (USD)
Pemeriksa (USD)
4,269,043.66 0,00 0,00
4,269,043.66 0,00 0,00
5,479,095,20 23,562,851,74 331,313,36 0,00 (1,335,742.34) 200,361.35 32,506,922,97
5,883,654.32 22,740,875,35 331,602,39 0,00 (1,335,742.34) 200,361.35 32,089,794,74
Koreksi (USD) 0,00 0,00 0,00 404,559,12 (821,976,38) 289,02 0,00 0,00 0,00 (417,128,23)
Sumber: Surat Keberatan (Data diolah sendiri oleh penulis),2019
Berdasarkan
pada
hasil
koreksi
tersebut,
BUT
K
mengajukan keberatan pada tanggal 31 Juli 2017 dengan Nomor KP /TA.2014/R- SKPLB/0004. Keberatan tersebut diajukan karena BUT K menyadari bahwa terdapat kesalahan koreksi, yaitu pada akun cost recovery yang secara langsung akun ini saling berkelindan dengan equity share dan lifting price variance. Berdasarkan PER - 28/PJ/2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER - 20/PJ/2017 Tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan Di Bidang Usaha Hulu Minyak dan/atau Gas Bumi menyatakan bahwa Cost recovery adalah Biaya Operasi yang dapat dikembalikan berupa Biaya Bukan Modal dan Penyusutan Biaya Modal. Dalam
menentukan
besarnya
equity
share,
dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut : Equity Share = ETS [Total Lifting - FTP (20% x Total Lifting) - Cost Recovery] x Persentase bagi hasil kontraktor Ket: - Total lifting adalah sejumlah minyak mentah dan/atau gas bumi yang dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody transfer point) - Persentase bagi hasil adalah bagian kontraktor dan/atau operator yang sudah disepakati dengan Badan Penyelenggara Kemudian pada akun Lifting Price Variance atau varian harga lifting yang juga salah satu elemen pembentuk peredaran usaha memiliki keterkaitan dengan equity share dan juga cost recovery. Lifting Price Variance adalah selisih harga yang terjadi karena perbedaan harga minyak mentah Indonesia bulanan dengan harga minyak mentah Indonesia rata-rata tertimbang. Dalam menentukan
besarnya lifting price variance dapat menggunakan persamaan sebagai berikut: Lifting
Price
Variance
=
Total
Lifting
(Contractor
Liftings+Over/Under Liftings) - Total Entitlement (Contractor FTP Share + Cost recovery + Contractor Equity Share
+
Gross
Domestic
Requirement) Pada persamaan tersebut diatas, untuk memperoleh nilai lifting price variance melibatkan juga akun equity share dan cost recovery sehingga koreksi yang dilakukan pada cost recovery secara langsung akan mempengaruhi equity share dan lifting price variance. Pada hakikatnya, cost recovery sudah disepakati bersama oleh BUT K dan BUT S dengan SKK MIGAS ketika kontraktor dan/atau
operator
memulai
perencanaan
untuk
melakukan
penambangan minyak dan gas bumi yang menyatakan atas biayabiaya tersebut sudah termasuk dalam persetujuan SKK Migas nomor SRT- 0695/SKK00000/2014/Sl perihal Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Revisi Tahun 2014 Wilayah Kerja Kakap tanggal 26 Agustus 2014 dan surat SKK Migas Nomor SRT-Ol 19/SKKC4000/2016/S4 tanggal 24 Maret 2016 perihal Official Lifting/Revenue and Cost Recoverables/Total Recoverables tahun buku 2014. Hal ini merujuk pada ketentuan dalam Pasal 5 PP No27 Tahun 2017 mengenai rencana kerja dan anggaran sebelum memulai penambangan. Pada pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa: “Dalam melaksanakan operasi perminyakan, kontraktor wajib menyusun rencana kerja dan anggaran sesuai dengan kaidah praktik bisnis dan keteknikan yang baik serta prinsip kewajaran”
Rencana kerja dan anggaran adalah suatu perencanaan kegiatan dan pengeluaran anggaran tahunan oleh kontraktor untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja yang terdiri atas pengeluaran rutin dan pengeluaran proyek. Kemudian dalam pasal 11 tentang Cost Recovery (biaya operasi) dijelaskan jenis-jenis biaya operasi, yaitu biaya eksplorasi, biaya eksploitasi, dan biaya lain. Kemudian atas biaya-biaya tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Badan Pelaksana sesuai dengan Pasal 6 yang menyebutkan bahwa terhadap pengeluaran proyek, sebelum dilaksanakan
wajib
mendapatkan
persetujuan
otorisasi
pembelanjaan finansial dari Kepala Badan Pelaksana. Oleh sebab itu, cost recovery yang terdapat dalam rencana kerja dan anggaran sudah sesuai dengan aturan yang berlaku karena SKK MIGAS selaku Badan Pelaksana sudah mengeluarkan surat persetujuan dengan Nomor SRT- 0695/SKK00000/2014/Sl perihal Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Revisi Tahun 2014 Wilayah Kerja Kakap tanggal 26 Agustus 2014. B. Analisis Gap atas Sengketa Kasus Pajak Penghasilan Badan BUT K Pokok sengketa: Atas koreksi cost recovery yang mempengaruhi nilai peredaran usaha secara kesuluruhan karena cost recovery berkelindan dengan equity share dan lifting price variance yang merupakan elemen pembentuk perederan usaha seperti yang digambarkan pada subbab sebelumnya. Bahwa yang menjadi dasar atas dilakukan koreksi tersebut oleh Tim Pemeriksa adalah pasal 12, 13, dan 16 PP No.27 Tahun 2017 dengan nilai koreksi secara keseluruhan sebesar USD 417.128,23 sehingga menyebabkan jumlah PPh Badan yang harus dibayar berkurang dan KPP Minyak dan Gas Bumi menerbitkan SKPLB.
Menurut Pemeriksa: Pemeriksa melakukan koreksi atas peredaran usaha dengan total sebesar (USD 417.128,23) dengan rincian koreksi sebagai berikut: Menurut SPT/WP
USD 32.506.922,97
Menurut Pemeriksa
USD 32.089.794,74 (USD 417.128,23)
Selisih tersebut didapat dari koreksi pada cost recovery, equity share dan lifting price variance yang dapat dirincikan sebagai berikut: A. Koreksi Cost Recovery Tabel 4.2 Tabel Koreksi Cost Recovery Penjelasan Koreksi Cost Recovery
Menurut Operator SPT/WP (USD)
Uncovered Other Cost Current Year Operating Costs Depreciation – Prior Year Assets Depreciation – Current Year Assets
0 145,753,941.63
Pemeriksa
Koreksi
(USD)
(USD) 0
0
140,423,395.62 5,330,546.01
321,316.27
321,316.60
0,33
11,010,420.34
10,861,123.46
149,296.88
Total Cost Recovery 157,085,678.34 151,605,835.68 5,479,842.56 Sumber: Surat Keberatan (Data diolah sendiri oleh penulis),2019 Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen pendukung yang ada, hasil pemeriksaan atas biaya operasi Wajib Pajak diketahui bahwa terdapat biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam perhitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan di bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan rincian sebagai berikut: 1. Koreksi Current Year Operating Cost
Dalam pos ini, terdapat beberapa koreksi yang dilakukan Tim Pemeriksa disebabkan oleh hal-hal berikut ini: a. Terdapat 9 akun biaya yang merupakan imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan. b. Terdapat 14 akun biaya yang dikeluarkan bukan dalam rangka untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan terkait langsung dengan kegiatan operasi perminyakan. c. Terdapat 2 akun biaya atas jamuan makan/entertainment yang tidak ada bukti pendukung berupa daftar nominatifnya d. Terdapat 2 akun biaya yang digunakan untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari pekerja, pengurus, pemegang participating interest, dan pemegang saham e. Terdapat 2 akun biaya atas pembelian asset yang langsung dibebankan sebagai biaya operasi, tidak melalui mekanisme depresiasi f. Terdapat 1 akun biaya atas langganan telepon selular dan isi ulang pulsa yang hanya dapat dibebankan 50% dari jumlah biaya dalam tahun pajak yang bersangkutan. g. Terdapat 1 akun biaya atas sumbangan yang tidak termasuk dalam biaya yang dapat dibebankan berdasarkan pasal 6 ayat (1) UU PPh h. Terdapat 1 akun biaya atas pengembangan masyarakat dan lingkungan yang hanya dapat dikeluarkan pada tahap eksplorasi, sementara BUT K sudah pada tahap eksploitasi i.
Terdapat 1 akun biaya atas PPN yang dapat dimintai kembali yang seharusnya dilakukan melalui tata cara pembayaran kembali (reimbursement) bukan dibebankan pada cost recovery.
j. Terdapat 1 akun biaya atas Overhead tidak didukung dengan bukti yang cukup dalam rangka menguji arus uang, arus barang/jasa, dan dokumen pendukung transaksi. 2. Koreksi Depreciation -Prior Year Assets
Pemeriksa melakukan penghitungan ulang atas penyusutan aset Wajib Pajak dibandingkan dengan penghitungan penyusutan menurut Wajib Pajak, terdapat beberapa item asset yang nilai penyusutannya berbeda sehingga dilakukan koreksi sebagai berikut: Tabel 4.3 Koreksi Aset Bulan/ No
Tahun
Jenis Harta
Perole han
1
Penyusutan Dasar Penyusut
2014 Tarif
an (USD)
menurut Pemeriksa (USD)
Penyusutan 2014
Koreksi
menurut
Penyusutan
Wajib
2014
Pajak
(USD)
(USD)
Dryer Machine L/3 Hp, Mooel
2012
Les 37 Aw
464.57
50%
232,29
1,825,98
1.393,69
15.503.91 25%
15,503.91
14,109,89
(1.384,02)
15,735.20
15,735.87
(0,33)
F3300
2
Non-
2010
Directional
Jumlah
Sumber: Surat Keberatan (Data diolah sendiri oleh penulis),2019 3. Koreksi Depreciation - Current Year Assets Pemeriksa melakukan penghitungan ulang atas penyusutan aset Wajib Pajak dibandingkan dengan penghitungan penyusutan menurut Wajib Pajak, terdapat beberapa item asset yang nilai penyusutannya berbeda sehingga dilakukan koreksi, yaitu Tabel 4.4 Koreksi Penyusutan Penyusut
Bula No
Jenis Harta
n/Ta
Dasar
hun
Penyusutan
Perol
(USD)
an 2014 Ta
menurut
rif
Wajib Pajak
ehan 1
Access
Control
System 2
Access System
Control
(USD)
Penyusutan 2014 menurut Pemeriksa (USD)
Koreksi Penyusutan 2014 (USD)
2014
0.00
50%
773.00
0.00
773.00
2014
4,178.00
50%
1,316.00
2,089.00
(773.00)
3
Attendant Console, Ac4, Siemens
4
Attendant Console, Ac4, Siemens
5
Multipurpose Power Pack 50 Kw
6
Inflatable Sea Boom Jumlah
2014
0.00
50%
333.00
0.00
333.00
2014
1,800.00
50%
567.00
900.00
(333.00)
2014
120,000.00
25%
30,000.00
39,375.00
2014
335,000.00
25%
83,750.00
109,921.88
266,035.88 116,739.00
149,296.88
460,978.00
69,375.0 0 193,671. 88
Sumber: Surat Keberatan (Data diolah sendiri oleh penulis),2019 B. Koreksi Equity Share Untuk menentukan besarnya Equity Share, maka dilakukan penghitungan sesuai skema bagi basil migas. Terdapat koreksi atas Cost Recovery yang akan mempengaruhi porsi bagi basil antara Kontraktor dan Pemerintah. Koreksi Cost Recovery akan dialokasikan ke perhitungan bagi hasil minyak dan perhitungan bagi basil gas. Wajib Pajak tidak menyampaikan data pemisahan biaya yang dialokasikan ke minyak dan ke gas ataupun kode penunjuk di GL (General Ledger) yang menunjukkan bahwa biaya tersebut sebagai biaya minyak atau sebagai biaya gas, maka Pemeriksa mengalokasikan koreksi Cost Recovery secara proporsional, sehingga didapat nilai koreksi untuk BUT K yang memiliki participant interest sebesar 15%, yaitu USD 404,559.12 C. Koreksi Lifting Price Variance Koreksi Lifting Price Variance (LPV) karena adanya koreksi Cost Recovery dan Equity Share menurut Pemeriksa, sehingga dilakukan penghitungan LPV ulang oleh Pemeriksa dan menemukan selisih dengan perhitungan LPV menurut Wajib Pajak sebesar USD 289.02 Menurut BUT K: Di dalam Konsep Production Sharing Contract (PSC) telah diatur secara jelas pembagian hasil (Equity To be Split) antara Pemerintah Republik Indonesia dan Kontraktor. Di dalam PSC tersebut juga diatur bahwa Kontraktor harus membayar Pajak Penghasilan sesuai dengan peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku sebagaimana disebutkan dalam Section V, angka 5.2 sub 5.2.17:
"contractor severally be subject to and pay to the Government of the Republic of Indonesia the Income Tax including final tax on profits after tax deduction imposed on it pursuant to the Indonesian Income Tax Law and its implementing regulations and comply with the requirements of the tax law in particular with respect to filing of returns, assessment of tax and keeping and showing of books and records" Dalam butir 3 Surat Menteri Keuangan kepada Menteri Pertambangan dan Energi No S- 443a/MK.012/1982 tanggal 8 Mei 1982 tentang Interpretasi S.K Menteri Keuangan Nomor 267/KMK.012/1978 menyebutkan sebagai berikut: “Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dan untuk mempertahankan diperlakukannya secara utuh prinsip pembagian atas dasar "after tax basis" seperti dimaksud dalam perjanjian bagi hasil, maka diperlukan adanya kesamaan pengertian mengenai unsur-unsur yang dipergunakan untuk menetapkan pendapatan kotor dan biaya-biaya yang dapat dipotongkan (recoverable costs), baik untuk keperluan pelaksanaan perjanjian bagi hasil maupun untuk perhitungan pajak ... ". Berdasarkan uraian dalam butir tersebut, disebutkan bahwa untuk mempertahankan uniformity principle, maka biaya Cost Recovery adalah sama dalam perhitungan pajak. Setelah berlakunya Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, dalam Bagian Umum Huruf a disebutkan bahwa: "Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto akan sama dengan biaya yang dapat dikembalikan oleh Pemerintah”
Selanjutnya dalam Pasal 11 bagian memori penjelasan disebutkan bahwa:
Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan adalah sama dengan biaya yang akan dikembalikan oleh Pemerintah kepada kontraktor dalam rangka kontrak kerja sama, demikian pula sebaliknya. Prinsip ini biasa dikenal dengan nama uniformity principle.
Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan biaya yang menjadi dasar dalam penghitungan bagi hasil dan penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Uniformity Principle sebagaimana dijelaskan dalam surat Menteri
Keuangan nomor S-443a/MK.O l 2/1982 dan dimaksudkan dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2010 merupakan penegasan bahwa Perhitungan Bagi Hasil (Financial Quarterly Report I "FQR") dan perhitungan hak/kewajiban yang mengikutinya didasarkan pada Perhitungan Bagi Hasil (FQR) yang diakui dan digunakan oleh SKK Migas. Jumlah biaya usaha/operasi yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Badan tahun 2014 sebesar USD 23,562,851.74. Nilai tersebut sama dengan nilai yang tercantum pada FQR Tahun 2014 dikalikan 15% Participating Interest yang menjadi porsi BUT K dan atas jumlah biaya usaha/operasi tersebut telah mendapatkan konfirmasi dari SKK Migas melalui surat Nomor SRT-0119/SKKC4000/2016/S4 tanggal 24 Maret 2016 perihal Official Lifting/Revenue and Cost Recoverables/Total Recoverables tahun buku 2014. Selanjutnya,
mengenai
perhitungan
pajak
penghasilan
untuk
kontraktor PSC diatur dalam PP 79 tahun 2010 Pasal 9 Ayat 2 sebagai berikut: "Penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil dihitung berdasarkan nilai realisasi minyak dan/atau gas bumi bagian kontraktor dari equity share dan FTP share ditambah minyak dan/atau gas bumi yang berasal dari pengembalian biaya operasi ditambah minyak dan/atau gas bumi tambahan yang berasal dari pemberian insentif atau karena
hal lain dikurangi nilai realisasi penyerahan DMO minyak dan/atau gas bumi ditambah imbalan DMO ditambah varian harga atas lifting " Terkait aturan diatas, Pihak BUT K sudah mematuhinya. Hal ini tercermin dalam Financial Quarterly Report. Selain itu, untuk tahun 2014 juga sudah melakukan rekonsiliasi dengan pihak SKK Migas dimana Rapat Koordinasi Pemeriksaan atas Pemeriksaan Perhitungan Bagi Hasil dan Perpajakan Tahun Buku 2014 ini dihadiri oleh SKK Migas, BPK RI, BPKP, DJP Kantor Pusat, KPP Migas dan KKKS. Rekonsiliasi ini bertujuan mencocokkan data basis perhitungan pajak penghasilan yang BUT K miliki dengan yang dimiliki oleh SKK Migas, sehingga seharusnya sudah tidak diperlukan lagi pemeriksaan pajak karena semua sudah sepakat pada hasil rekonsiliasi. Menurut Penulis: Dalam pandangan penulis, bahwa untuk bidang usaha migas, panas bumi, batubara. dan berbasis syariah sudah terdapat ketentuan khusus yang mengaturnya sehingga untuk bidang usaha tersebut tidak terikat dengan UU PPh dalam menghitung jumlah pajak yang terutang. Dalam ilmu hukum hal ini dikenal dengan istilah “lex specialis derogat lex generalis” yang berarti aturan yang besifat khusus mengesampingkan aturan yang bersifat umum. Aturan yang dimaksud termaktub dalam pasal 31D UU No.7 Tahun 1983 stdtd. UU No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan yang menyebutkan secara eksplisit, yaitu “Ketentuan mengenai perpajakan bagi bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batubara, dan bidang usaha berbasis syariah diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah” Dari pasal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk bidang usaha pertambangan, panas bumi, batubara, dan berbasi syariah tidak
menggunakan UU PPh dalam menentukan besarnya pajak penghasilan yang terhutang atau yang seharusnya terhutang kecuali Peraturan Pemerintah yang dimaksud menyatakan sebaliknya. Seperti misalnya dalam pasal 12 ayat (2) huruf d PP No.79 tahun 2010 yang merujuk pada UU PPh terkait sumbangan, yaitu “Untuk pemberian sumbangan bencana alam atas nama Pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan” Selanjutnya diatur lebih lanjut dalam PP No.79 tahun 2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 27 Tahun 2017 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, DJP memiliki kewenangan dalam menetapkan biaya operasi pada BUT K karena pemeriksaan tersebut sudah memiliki payung hukum, yaitu pada pasal 30 ayat (1) PP 27 Tahun 2010 yang menyatakan: “Untuk perhitungan pajak, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan besarnya biaya pada tahapan Eksplorasi dan tahapan Eksploitasi setiap tahunnya di bidang usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi setelah mendapat rekomendasi dari SKK Migas.” Jika dilihat dari pasal 30 ayat (1) tersebut, DJP memiliki kewenangan dalam menetapkan besarnya biaya-biaya operasi pada tahapan eksplorasi dan ekspoitasi namun harus mendapat rekomendasi dari SKK Migas. Oleh sebab itu, atas dasar tersebut BUT K dilakukan pemeriksaan. Namun, hal menarik yang penulis temukan adalah adalah pemeriksaan tersebut dilakukan untuk masa dan tahun pajak 2014 dimana PP No.79 Tahun 2010 masih berlaku. Pada pasal dan ayat yang sama PP No.79 Tahun 2010 menyatakan:
“Untuk perhitungan pajak, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan besarnya biaya pada tahapan eksplorasi setiap tahunnya di bidang usaha hulu minyak bumi dan gas bumi setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pelaksana,” Disana terlihat sangat jelas perbedaan mengenai kewenangan DJP dalam menetapkan biaya operasi. Pada PP No.27 Tahun 2017 DJP berwenang untuk mentapkan biaya pada tahapan eksplorasi dan eksploitasi. Namun, pada PP No.79 Tahun 2010 DJP hanya berwenang untuk menetapkan biaya hanya pada tahapan eksplorasi. Dalam PP No.27 Tahun 2017 tidak ada satu pasal dan satu ayat pun yang menyatakan peraturan ini berlaku surut, sehingga penulis berpendapat bahwa kesalahan yang dilakukan oleh DJP sungguh disayangkan mengingat lembaga ini seharusnya yang paling memahami peraturan-peraturan yang masih berlaku atau yang seharusnya masih berlaku karena pada saat dilakukanya pemeriksaan BUT K pada masa dan tahun pajak 2014 sudah pada tahap eksploitasi, sementara biaya operasi sudah disepakati oleh SKK MIGAS pada tahap eksplorasi yang tertuang dalam Work Program and Budget (WP&B). Beberapa hal menarik yang lainya adalah ketentuan yang mengatur masalah pemenuhan kewajiban pembayaran pajak. Dalam bab V tentang penghitungan pajak penghasilan pada pasal 25 ayat (1) - (7) dijelaskan mengenai mekanisme penghitungan pajak penghasilan bagi kontraktor bidang usaha hulu minyak dan gas bumi sebagaimana telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Poin yang penulis ambil dalam pasal ini terletak pada ayat (7) yang menyatakan: “Atas pemenuhan kewajiban pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diterbitkan surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi setelah dilakukan pemeriksaan pajak.” Penulis berkesimpulan bahwa dalam rangka pemenuhan kewajiban pembayaran pajak setelah kontraktor melakukan prosedur penghitungan pajak
pada ayat (1) sampai (6) harus dilakukan pemeriksaan pajak terlebih dahulu sebelum melakukan pembayaran pajak penghasilan karena untuk melakukan pembayaran
pajak
penghasilan
harus
mendapatkan
surat
ketetapan
pembayaran pajak. Pemeriksaan pajak sendiri dalam UU KUP adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Namun, perlu digarisbawahi bahwa UU KUP bersifat lex generalis karena terdapat aturan khusus yang mengatur mengenai pemeriksaan dibidang usaha hulu migas. Peraturan yang mengatur mengenai pemeriksaan pajak ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 1971 dan masih berlaku hingga saat ini. Peraturan- peraturan tersebut diantaranya, yaitu Undang-Undang Pertamina Nomor 8 Tahun 1971, Keputusan Presiden RI Nomor 31 Tahun 1983 dan Surat Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur Pengawasan Kontraktor Minyak Asing (sekarang Direktur Pengawasan Badan Usaha Perminyakan dan Gas Bumi) Nomor S-471/PJ.71/1990 tanggal 16 Juli 1990 yang menyatakan bahwa kewenangan pemeriksaan terhadap Kontraktor PSC termasuk pemeriksaan pajak berada di tangan BPKP. Kemudian dalam surat S-3347/PJ.731/2001 yang ditetapkan tanggal 10 September 2001 tentang Periksaan
BPKP
Terhadap
Wajib
Pajak
KPS
dan
BUMN/BUMD
menyebutkan bahwa: “Pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPKP baik terhadap PSC maupun BUMN/BUMD tidak didasarkan atas status SPT Wajib Pajak yang bersangkutan apakah menyatakan lebih bayar atau tidak. Oleh karena itu, mengingat hal tersebut diatas kepada Saudara diminta untuk membuat daflar Wajib Pajak PSC atau BUMN/BUMD yang SPT-nya menyatakan lebih bayar (terlampir) serta menyampaikan ke Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Perminyakan untuk Wajib Pajak PSC dan ke Deputi Kepala BPKP
Bidang
Pengawasan
BUMN/BUMD dengan
BUMN/BUMD
untuk
Wajib
Pajak
tembusan ke Perwakilan BPKP setempat agar terhadap Wajib Pajak - Wajib Pajak tersebut segera dilakukan pemeriksaan oleh BPKP." Kemudian dipertegas kembali dalam PP No.79 Tahun 2010 dalam pasal 30 ayat (2) dan (3), yaitu 2.
Sebelum menetapkan besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), auditor Pemerintah atas nama Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan.
3.
Dalam hal besaran biaya yang direkomendasikan Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan besaran biaya hasil pemeriksaan auditor Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), auditor Pemerintah dan Badan Pelaksana wajib menyelesaikan perbedaan tersebut. Auditor pemerintah terbagi menjadi dua, yaitu auditor eksternal
pemerintah yang dilaksanakan oleh BPK (Badan Pengawas Keuangan) dan auditor internal pemerintah yang dikenal dengan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) yang dilaksanakan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Pada pasal 30 tersebut sudah sangat jelas bahwa pemeriksaan pajak hanya dapat dilakukan oleh auditor pemerintah dalam hal ini adalah BPKP, sehingga DJP tidak memilki kewenangan apapun dalam hal melakukan pemeriksaan pajak. DJP baru memiliki kewenangan dalam melakukan pemeriksaan pajak setelah diterbitkanya PP No.27 Tahun 2017. Pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh DJP menurut ketentuan PP No.27 Tahun 2017 ini tidak menggunakan UU KUP sebagai pedoman dalam pemeriksaan, tetapi menggunakan pedoman pelaksanaan pemeriksaan bersama karena pada ayat (2) dijelaskan bahwa yang melakukan pemeriksaan adalah DJP dan/atau auditor pemerintah. Penulis berpendapat penggunaan pedoman pelaksanaan pemeriksaan bersama ini ditujukan untuk mendapat kejelasan hukum sebab apabila masing-masing lembaga menggunakan aturanya sendiri-sendiri akan
mengakibatkan kebingungan para kontraktor dan pemerintah akan kehilangan kepercayaan. Pada PP No.27 Tahun 2017 tersebut tidak ada satu pasal dan ayat pun yang menyebutkan bahwa Peraturan Pemerintah ini bisa berlaku surut sehingga penulis berpendapat bahwa DJP telah melakukan kesalahan karena telah menerapkan peraturan yang baru diberlakukan pada masa sebelum peraturan tersebut berlaku. Oleh sebab itu, atas hasil pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh DJP yang menghasilkan SKPLB sebesar USD 417.128,23 seharusnya dapat dibatalkan demi hukum karena sebab-sebab tersebut diatas. Berikut merupakan tabel perbandingan antara PP No.79 Tahun 2010 dengan PP No.27 Tahun 2017 pada pasal 30, yaitu Tabel 4.5 Perbandingan PP No.79 Tahun 2010 dan PP No.27 Tahun 2017 Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2010 Ayat (1) “Untuk perhitungan pajak, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan besarnya biaya pada tahapan eksplorasi setiap tahunnya di bidang usaha hulu minyak bumi dan gas bumi setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pelaksana.”
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2017 Ayat (1) “Untuk perhitungan pajak, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan besarnya biaya pada tahapan Eksplorasi dan tahapan Eksploitasi setiap tahunnya di bidang usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi setelah mendapat rekomendasi dari SKK Migas.”
Ayat (2) “Sebelum menetapkan besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), auditor Pemerintah atas nama Direktorat Jenderal Pajak melakukan Pemeriksaan.”
Ayat (2) “Sebelum menghitung besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dan/atau auditor Pemerintah atas nama Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan.”
Ayat (3) “Dalam hal besaran biaya yang direkomendasikan Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan besaran biaya hasil
Ayat (3) “Dalam hal besaran biaya yang direkomendasikan SKK Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan besaran biaya
Pemeriksaan auditor Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), auditor Pemerintah dan Badan Pelaksana wajib menyelesaikan perbedaan tersebut."
hasil pemeriksaan auditor Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), auditor Pemerintah dan SKK Migas wajib menyelesaikan perbedaan tersebut.”
Ayat (4) “Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dalam Pasal 25 ayat (7) diatur dalam pedoman pelaksanaan pemeriksaan bersama.” Ayat (5) “Hal-hal terkait penyampaian rekomendasi, penyelesaian perbedaan besaran biaya hasil pemeriksaan, dan pedoman pelaksanaan pemeriksaan bersama diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.” Sumber: PP No.79 Tahun 2010 dan PP No.27 Tahun 2017 (Data diolah sendiri oleh penulis),2019 Selanjutnya adalah masalah
uniformity principle. Pengertian
uniformity principle seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya merupakan biaya-biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak harus diartikan sama dengan biaya yang dihitung berdasarkan PSC. Berdasarkan berita acara rekonsiliasi pajak penghasilan tahun 2014 yang dihadiri oleh SKK Migas, BPK RI, BPKP, DJP Kantor Pusat, KPP Migas dan KKKS penulis menemukan bahwa penyelesaian hak dan kewajiban kontraktual dari KKKS dan SKK Migas/Pemerintah untuk suatu tahun buku didasarkan pada Perhitungan Bagi Hasil (Financial Quarterly Report/FQR) yang digunakan bersama oleh SKK Migas dan KKKS. Apabila terdapat sengketa yang berasal dari hasil pemeriksaan/audit maupun yang bukan berasal dari pemeriksaan/audit atau sengketa yang berpengaruh terhadap penghitungan FQR harus memperhatikan bahwa penyelesaian hak dan kewajiban tahun buku yang telah lalu berdasarkan FQR saat itu dianggap selesai. Jadi, ketika hak dan kewajiban kontrak sudah
diselesaikan untuk suatu tahun buku dengan dasar FQR yang digunakan oleh KKKS dan SKK MIGAS, maka akan dianggap telah selesai seluruhnya untuk FQR saat itu karena Uniformity Principle PSC merupakan konsep bahwa biaya yang digunakan untuk Perhitungan Bagi Hasil (FQR) merupakan biaya yang akan digunakan untuk kepentingan pelaporan pajak penghasilan. Hal ini pula yang dimaksud dalam memori penjelasan PP 79 Tahun 2010 pasal 11 bahwa biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto akan sama dengan biaya yang dapat dikembalikan oleh Pemerintah. Dalam kaitanya mengenai uniformity principle ini, menurut pendapat penulis merupakan hal yang aneh apabila terdapat lembaga negara yang saling bertentangan. Pada kasus BUT K ini terjadi hal demikian, DJP mengoreksi biaya yang sebenanya sudah disepakati oleh SKK MIGAS sejak awal BUT K akan melakukan operasi dan pada rapat rekonsiliasi pajak tahun 2014 yang juga pada saat itu dihadiri oleh DJP. Sesungguhnya pada saat rapat rekonsiliasi pajak tahun 2014 tersebut dapat dimanfaatkan oleh DJP apabila terdapat hal yang tidak sesuai dengan peraturan, tetapi pada akhir nya DJP menyetujui hasil rekonsiliasi tersebut yang meyiratkan bahwa terhadap laporan keuangan yang direkonsiliasi tersebut sudah sesuai dengan peraturanperaturan yang berlaku. Apabila dikemudian hari dilakukan koreksi terhadap biaya-biaya yang sebelumnya sudah disepakati bersama berarti terdapat suatu kesalahan sistem yang terjadi antar lembaga ini, sehingga dikhawatirkan akan merusak citra pemerintah
Indonesia dan akan mengurangi
kepercayaan investor terhadap Indonesia.
tingkat
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pada hakikatnya bidang usaha sektor hulu minyak dan gas bumi memiliki ketentuan tersendiri dalam perhitungan pajaknya yang diatur dalam PP No.27 Tahun 2017 stdtd. PP No.79 Tahun 2010 tentang Tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi sehingga dengan adanya aturan ini UU PPh yang berlaku secara umum harus dikesampingkan. Terkait kasus pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh KPP Migas terhadap BUT K yang menghasilkan produk hukum berupa SKPLB dapat dinilai cacat hukum karena DJP selaku pemeriksa tidak mempunyai kewenangan apapun dalam melakukan pemeriksaan. Kewenangan sesungguhnya untuk melakukan pemeriksaan pajak terletak pada BPKP selaku auditor internal. Penetapan biaya operasi pada kontraktor yang sudah pada tahap eksploitasi juga tidak bisa dilakukan oleh DJP karena kewenangan untuk menetapkan biaya operasi hanya pada tahap eksplorasi sesuai dengan pasa 30 ayat (1) PP No.79 Tahun 2010 dimana pada saat dilakukan pemeriksaan terhadap BUT K untuk tahun pajak 2014 peraturan tersebut masih berlaku. Oleh sebab itu, maka terhadap pemeriksaan pajak terhadap BUT K dan produk hukum yang diterbitkan oleh DJP berupa SKPLB seharusnya dapat dibatalkan demi hukum. B. Saran Tim Pemeriksa sebelum melakukan pemeriksaan seharusnya dapat mencari dan memverifikasi dasar hukum yang jelas dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan pemeriksaan. Rumitnya sistem perpajakan di Indonesia yang antar peraturanya dapat saling tumpang tindih dapat diduga sebagai faktor biasnya pemahaman Tim Pemeriksa yang dapat menjadi pemicu kesalahan dalam melakukan interprestasi suatu produk hukum. Oleh karena itu, penyederhanaan sistem perpajakan seharusnya dapat menjadi prioritas utama DJP untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk solusi jangka pendek yang paling tepat adalah membuat database pajak yang secara sistematis terkoneksi langsung
62
dengan data pusat SKK MIGAS sehingga DJP dapat memantau laporanlaporan yang dibuat dan disetujui oleh SKK MIGAS secara realtime 24 jam. Dengan begitu, DJP dapat dengan mudah menentukan kontraktor mana saja yang dapat dilakukan pemeriksaan dan mana yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan.
DAFTAR PUSTAKA
64
LAMPIRAN-LAMPIRAN
65