Pola Asuh Stunting [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GAMBARAN POLA ASUH PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK STUNTING DI KELURAHAN KOTA UNENG



OLEH : BERNADETHA ARISNA 225202000428



YAYASAN ST. LUKAS KEUSKUPAN MAUMERE AKADEMI KEPERAWATAN ST. ELISABETH LELA TAHUN AJARAN 2022/2023



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kekurangan gizi yang banyak mendapatkan perhatian akhir-akhir ini adalah masalah gizi kronik dalam bentuk anak pendek (stunting). Stunting merupakan masalah gizi kronis, artinya muncul sebagai akibat terakumulasi dalam waktu yang cukup lama. Setiap orang tua memiliki gaya tersendiri untuk memberikan pola asuh terhadap anak. Pada pratiknya, tidak semua pola asuh yang diterapkan kepada anak dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Sehingga pola asuh orang tua dapat menjadi salah satu faktor timbulnya masalah dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu stunting. Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusia). Penyebab stunting yaitu kurangnya asupan gizi yang diterima oleh janin atau bayi. Penyebab anak mengalami kekerdilan (stunting) antara lain: faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita, kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan, masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk Layanan ANC (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas (Eko Putro Sandjojo, 2017). Menurut WHO, prevalensi balita kerdil (stunting) di seluruh dunia pada tahun 2022 sebesar 22% atau sebanyak 149,2 juta anak. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4%. Sedangkan di Kabupaten Sikka sendiri, prevelensi stunting dalam 4 tahun terakhir mengalami penurunan yaitu tahun 2019 sebanyak 4.164 (25,1%) anak stunting, tahun 2020 sebanyak 4.010 (19,6%) anak stunting, tahun 2021 sebanyak 3.947 (18,2%) anak stunting dan pada tahun 2022 sebanyak 3.174 (13,8%) anak stunting. Pada tahun 2021 jumlah anak stuning di Kelurahan Kota Uneng sebanyak 28 anak. (Dinkes Kabupaten Sikka, 2022).



Lingkungan adalah tempat tinggal yang berpngaruh untuk kelangsungan makluk hidup. Pola asuh orang tua adalah cara orang tua dalam mendidik anak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan pengasuh anak dalam keluarga telihat dari pola asuh yang diberikan merupakan seluruh interaksi antara objek sehari-hari yang berlangsung secara rutin sehingga membentuk suatu pola dan merupakan usaha yang diarahkan untuk mengubah tingkah laku sesuai dengan keinginan si pendidik atau pengasuh. Setiap orang tua mempunyai pola asuh tersendiri dalam mendidik anak-anak mereka. Pola asuh tersebut berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Orang tua mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap anak, setiap orang tua mempunyai pola asuh tersendiri dari segi mengasah, mengasuh, dan mengasih dalam berhubungan bersama anak-anak, dan ini berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. (Jurnal Tunas Bangsa, Vol 6 No. 1, Februari 2019). Hasil penelitian Utari Juliani, 2018 tentang hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian stunting menunjukan bahwa salah satu satu masalah yang mempengaruhi stunting adalah umur, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan orang tua. Berdasarkan hasil penelitian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pola asuh orang tua yang memiliki anak stunting di kelurahan Kota Uneng. B. Rumusan Masalah Bagaimana gambaran pola asuh pada orang tua yang memiliki anak stunting C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mendapatkan gambaran pola asuh orang tua yang memiliki anak stuntaing di Kelurahan Kota Uneng



2. Tujuan Khusus a) Mengidentifikasi Karakteristik Responden : 1) Umur Orang Tua 2) Umur Anak 3) Jenis Kelamin Anak 4) Pendidikan Orang Tua 5) Pekerjaan Orang Tua 6) Status Perkawinan b) Mengidentifikasi Pola Asuh : 1) Pola Menyusun Menu 2) Pola Mengelola Menu 3) Pola Menyajikan Makanan Anak 4) Cara Memberikan Makan 5) Pola Asuh Ibu Kepada Anak Pola Asuh Otoriter 6) Pola Asuh Demokratis 7) Pola Asuh Permisif 8) Pola Asuh Lalai 9) Pola Asuh Orang Tua 10) Pola Asuh Orang Tua Tunggal 11) Pola Asuh Dengan Kakek Nenek 12) Pola Asuh Dengan Baby Sitter



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. KONSEP DASAR TEORI STUNTING 1. Pengertian Stunting adalah kondisi tinggi badan seeorang lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusia). Stunted (Short Stature) atau tinggi/panjang badan terhadap umur yang rendah digunakan sebagai indikator malnutrisi kronik yang menggambarkan riwayat kurang gizi wanita dalam jangka waktu lama (Sudargo, 2010). Menurut Dekker



et al (2010),



bahwa stunting pada balita atau rendahnya tinggi/panjang badan menurut umur merupakan indikator kronik malnutrisi (dkk, 2010). (Atikah Rahayu, 2018) 2. Penyebab Stunting Beberapa faktor yang mempengaruhi stunting antara lain : a) Praktek Pengasuh Yang Kurang Baik Praktek pengasuh yang kurang baik termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan,serta setelah ibu melahirkan. Beberapa



fakta dan informasi yang ada



menunjukan bahwa 60% anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif dan dari 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI). MP-ASI diberikan/dimulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunilogis anak terhadap makanan maupun minuman.



b) Terbatasnya Layanan Kesehatan Termasuk Layanan ANC, PNC, Dan Pembelajaran Dini Yang Berkualitas Informasi yang dikumpulkan dan dipublikasi kemenkes dan bank dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 68% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang memadai kelayanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya akses kelayanan pembelajaran dini yang berkualitas (1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di layanan paud/pendidikan anak usia dini. c) Masih Kurangnya Akses Rumah Tangga/Keluarga Ke Makanan Bergizi Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal. Menurut beberapa sumber (RISKESDAS,2003 SDKI, 2012, SUSENAS), komoditas makanan Jakarta 94% lebih mahal dibandingkan dengan di New York, Delhi, India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih dari pada di Singapura. Terbatasnya akses makanan bergizi di Indonesia juga dicacat telah berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia. d) Kurangnya Akses Air Bersih Dan Sanitasi Data yang diperoleh di lapangan menunjukan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) di ruangan terbuka. Serta 1 dari 3 rumah tangga memiliki akses air minum bersih. (M.Jusuf Kala, 2017) 3. Ciri-Ciri Stunting Agar dapat mengetahuan kejadian stunting pada anak maka perlu diketahui ciri-ciri anak yang mengalami stunting sehingga jika anak mengalami stunting dapat ditangani sesegera mungkin. 1. Tanda pubertas terlambat 2. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih diam, anak tidak banyak melakukan eye contact



3. Pertumbuhan terhambat 4. Wajah tampak lebih muda dari usianya 5. Pertumbuhan gigi terlambat 6. Perfoma buruk pada tes perhatian dan memori belajar (Atikah Rahayu, 2018). 4. Pengukuran Status Stunting Dengan Antropometri PB/U Atau TB/U Panjang badan menurut umur merupakan pengukuran antropometri untuk status stunting. Panjang badan merupakan antropometri yang mengambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, panjang badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan panjang badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap panjang badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Pengukuran tinggi badan harus disertai pencatatan usia (TB/U). Tinggi badan diukur dengan menggunakan alat ukur tinggi badan Stadiometer Holtain (bagi yang bisa berdiri) atau Baby Length Board (bagi balita yang belum bisa berdiri). Stadiometer Holtain/Mikrotoice dipasang di dinding dengan petunjuk kepala yang dapat digerakkan dengan posisi horizontal. Alat tersebut juga memiliki jarum penunjuk tinggi dan papan tempat kaki. Alat tersebut cukup mahal, sehingga dapat diganti dengan Meter Stick yang digantung di dinding dengan petunjuk kepala yang dapat digerakan secara horizontal. Stick pada petunjuk kepala disertai dengan skala dalam cm. Kategori dan ambang batas status gizi stunting balita berdasarkan PB/U, dapat dilihat pada tabel berikut: Indikator



Status Gizi



Keterangan



Panjang badan menurut Sangat pendek (Stunted) < - 3,0 SD umur (TB/U)



Pendek Normal



(Stunted)



≥ - 3 SD s.d < - 2 SD > - 2 SD



Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam kurun waktu singkat dan dapat terjadi pula dalam waktu yang cukup lama. Gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat sering terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat



menurunnya nafsu makan seperti diare dan infeksi saluran pernapasan atau karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan pertumbuhan yang berlangsung dalam waktu yang lama dapat terlihat pada hambatan pertambahan tinggi badan. Keadaan gizi yang seimbang tidak hanya penting bagi pertumbuhan yang normal, tetapi juga proses-proses lainnya termasuk



diantaranya



adalah



proses



perkembangan



anak,



kecerdasan,



pemeliharaan kesehatan dan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. (Waibela, P et.,1999;filol,F et al.,2009). Gagal tumbuh (Growth Faltering) merupakan suatu kejadian yang di temui pada hampir setiap anak Indonesia. Gagal tumbuh pada dasarnya merupakan ketidakmampuan anak untuk mencapai berat badan atau tinggi badan sesuai dengan jalur pertumbuhan normal. Kegagalan pertumbuhan yang nyata biasanya mulai terlihat pada usia 4 bulan yang berlanjut sampai anak usia 2 tahun, dengan puncaknya pada usia 12 bulan. (Atikah Rahayu, S.KM.,M.PH, 2018) 5. Dampak Buruk Yang Dapat Ditimbulkan Oleh Stunting 1. Jangka pendek adalah tergantungnya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. 2. Dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunya kemampuan kognitif dalam prestasi belajar, menurunya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua. (Atika Rahayu,2018) 6. Faktor Yang Mempengaruhi Stunting Faktor-faktor yang mempengaruhi stunting pada anak antara lain: a) Asupan Pada Masa Kehamilan Status gizi ibu selama dalam kandungan merupakan faktor penentu yang sangat penting dari pertumbuhan dan perkembangan janin, diet sehat yang seimbang penting sebelum dan selama masa kehamilan (Willianson, 2006). Apabila ibu hamil mengalami kekurangan gizi pada masa kehamilan akan berakibat kematian, anemia, lesuh, dan lemah. Begitu pun pada janin dan bayi akan berakibat kematian pada bayi, retardasi



pertumbuhan



retaruteri



(Stunted), BBLR,



cacat



lahir,



meningkatkan resiko infeksi serta dapat mengalami kerusakan otak (Linkages, 2004) b) ASI Eksklusif Dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Bayi atau balita dalam praktek pemberian ASI ekslusif maupun MP-ASI yang kurang optimal dan terbatasnya makanan dalam hal kualitas, kuantitas dan jenis akan memberikan kontribusi terhadap stunting. (WHO, 2012) c) Status Ekonomi Status ekonomi yang rendah dianggap memiliki dampak yang signifikan terhadap kemungkinan anak menjadi kurus dan pendek (UNICEF, 2013). Menurut Bishwakarma (2011), keluarga dengan status ekonomi baik akan dapat memperoleh pelayanan umum yang lebih baik seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, akses jalan, dan lainnya sehingga dapat mempengaruhi status gizi anak. Selain itu, daya beli keluarga akan semakin meningkat sehingga akses keluarga terhadap pangan akan menjadi lebih baik. (Khoirun Ni’mah dkk 2015) d) Pola Asuh Menurut Santoso, 2015, pola asuh merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara lebih spesifik,



kekurangan



gizi



dapat



menyebabkan



keterlambatan



pertumbuhan badan, serta keterbatasan perkembangan otak dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadapa penyakit infeksi. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuh oleh ibunya. (Ramayana dkk 2014) karena perhatian dan dukungan terhadap anak akan memberikan dampak positif bagi keadaan status gizi anak. 7. Penanganan Stunting P enanganan stunting dilakukan melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif pada sasaran 1.000 hari pertama kehidupan seseorang anak sampai berusia 6 tahun. a) Intervensi Gizi Spesifik 1) Intervensi yang ditunjukan kepada ibu hamil dan anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan.



2) Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan. 3) Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek. b) Intervensi Gizi Sensitif 1) Intervensi yang di tunjukan melalui berbagai kegitan pembangunan diluar sektor kesehatan. 2) Sasarannya. 8. Penilaian Status Gizi Status gizi seseorang tergantung dari asupan gizi dan kebutuhannya, jika antara asupan gizi dengan kebutuhan tubuhnya seimbang, maka akan menghasilkan status gizi yang baik. Kebutuhan asupan gizi setiap individu berbeda antar individu. Hal ini tergantung pada usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan (PSG Netty Thamaria, 2017) metode penilaian status gizi terdiri dari dua metode langsung dan metode tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung meliputi metode antropometri, biokimia, klinik, dan biofisik. Sedangkan metode tidak langsung adalah konsumsi makanan, statistik, vital dan faktor-faktor ekologi. Metode penilaian status gizi yang banyak digunakan yaitu antropometri karena cara kerjanya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar, alat-alat antropometri yang digunakan harga terjangkau, mudah dibawa, dapat dipesan, dan dibuat di daerah setempat. Atropometri dapat dibakukan , dapat menggambarkan riwayat gizi masa lalu, dapat mengevakuasi perubahan status gizi pada waktu tertentu atau antar generasi, serta dapat digunakan pada suatu golongan yang beresiko malnutrisi (Supariasa, 2016) 9. Pencegahan Stunting Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi spesifik yang ditunjukan dalam 1000 hari pertama kehidupan ( HPK). Intervensi gizi spesifik untuk mengatasi permasalahan gizi pada ibu hamil, ibu menyusui 0-6 bulan, ibu menyusui 7-23 bulan, anak usia 0-6 bulan dan anak usia 7-23 bulan. Permasalahan gizi ini bisa diatasi ketika mereka memahami masalahnya dan mengetahui cara mengatasinya sesui dengan kondisi masing-masing.



Pemberian konseling gizi kepada individu dan keluarga dapat membantu untuk mengenali masalah kesehatan terkait gizi, memahami penyebab terjadinya masalah gizi, dan membentuk individu serta keluarga memecahkan masalahnya sehingga terjadi perubahan perilaku untuk dapat menerapkan perubahan perilaku makan yang telah disepakati bersama. B. KONSEP POLA ASUH 1. Pengertian Pola asuh adalah interaksi antara orang tua dan anak, yaitu bagaimana cara, sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak, termasuk cara menerapkan aturan, mengajar nilai dan norma memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukan sikap dan perilaku baik sehingga jadi panutan bagi anaknya (Theresia, 2012). Pengasuh merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak (Santoso, 2015). Secara lebih spesifik, kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan, serta keterbatasan perkembangan otak dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Pada masa ini juga anak masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. (Ramayana dkk 2014) karena perhatian dan dukungan terhadap anak akan memberikan dampak positif bagi keadaan status gizi anak. 2. Macam-Macam Pola Asuh Pola asuh dibagi menjadi 2 yaitu: a) Pola Asuh Makan Pola asuh makan anak dipengaruhi oleh kualitas makan dan gizi yang dikonsumsi. Sementara itu kualitas makan dan gizi sangat tergantung pada pola asuh makan anak yang diterapakan oleh keluarga. (Stare dan Willian 2012 dalam karya di 2013 menyatakan bahwa makanan merupakan kebutuhan fisiologis maupun psikologis untuk anak dan orang tua. Oleh Karena itu, perlu diciptakan situasi pemberian makan kepada anak yang memenuhi kebutuhan : 1) Fisiologis yaitu memenihi kebutuhan zat gizi untuk proses metabolisme, aktivitas dan tumbuh kembang anak.



2) Psikologis yaitu untuk memberikan kepuasan kepada anak dan untuk memberikan kenikmatan lain yang berkaitan dengan anak 3) Edukatif yaitu mendidik bayi dan anak terampil mengkonsumsi makanan dan membina kebiasanan dan perilaku makan, memilih dan menyukai makanan yang baik, dan dibenarkan oleh keyakinan atau agama orang tua masing-masing (Samsudin, 2013) Pemberian makan yang baik yang benar dapat menghasilkan gizi yang baik sehingga meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan seluruh potensi genetik yang ada secara optimal. Pemberian makan pada anak dapat memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : 1) Menyusun Menu Pengaturan makanan dan perencanaan menu harus disesuaikan selalu dilakukan dengan hati-hati sesuai dengan kebutuhan gizi, usia dan keadaan kesehatannya. Pemberian makanan yang teratur berarti memberikan semua zat gizi yang di perluhkan baik untuk energi maupun untuk tumbuh kembang yang optimal. Pengaturan makan harus mencakupi jenis makanan yang diberikan, waktu usia makan mulai diberikan, besarnya porsi makanan setiap kali makan dan frekuensi pemberian makan setiap harinya (Lastariwati et al..2019). 2) Mengolah Menu Mengelolah makanan balita harus memperhatikan syarat keamanan pangan. Keamanan pangan untuk balita tidak cukup hanya menjaga kebersihan tetapi juga perlu diperhatikan selama proses pengelolaan. Proses pengelolaan pangan memberikan beberapa keuntungan, misalnya memperbaiki nilai gizi dan daya cerna, memperbaiki citra rasa maupun aroma, serta memperpanjang daya simpan. 3) Menyajikan Makanan Anak Penyajian makanan salah satu hal yang dapat mengguah selera makan anak. Penyajian makan dapat dibuat menarik baik dari variasi bentuk, warna dan rasa. (Suryana dkk, 2022).



4) Cara Memberian Makan Untuk Anak Anak balita sudah dapat makan seperti anggota keluarga lainnya dengan frekuensi yang sama yaitu, pagi, siang dan malam serta 2 kali makan selingan yaitu menjelang siang dan sore hari. Cara pemberian makan pada anak yaitu dengan porsi kecil, teratur dan jangan dipaksa karena dapat menyebabkan anak menolak makanan (Suryana dkk, 2022) b) Pola Asuh Perilaku Ibu Kepada Anak Pola asuh orang tua diidentifikasi melalui adanya perhatian dan kehangatan, yaitu orang tua dalam mengasuh dan menjalani hubungan interpersonal dengan anak disadari adanya perhatian, penghargaan, dan kasih sayang, kebebasan berinisiatif, yaitu kesediaan orang tua untuk memberikan kesempatan kepada anak unttuk menyampaikan dan mengembangkan pendapat dan idenya. Pemikiran dengan tepat mempertimbangan hak-hak orang lain, nilai dan norma yang berlaku: kontrol terarah, pola pengawasan dan pengendalian orang tua dengan cara memberikan bimbingan, arahan, dan pengawasan terhadap sikap dan perilaku anak, pemberian tanggung jawab, yaitu kesediaan orang tua memberikan peran dan tanggung jawab terhadap anak atas segala sesuatu yang dilakukan (S.Nurcahayani Desywindowati, 2013) 3. Tipe Pola Asuh Orang Tua a) Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter adalah gaya membatasi dan menghukum ketiak orang tua memaksa anak-anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan serta upaya mereka. Orang tua otoriter menepatkan batasanbatasan dan kontrol yang tegas pada anak dan memungkinkan sedikit pertukaran verbal. Anak-anak dari orang tua otoriter sering tidak bahagia, takut, dan ingin membandingkan dirinya dengan orang lain, gagal untuk beraktivitas dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah (Hart, dkk, 2003 dalam Santrock, 2011)



Dampak terburuk dari sikap otoriter orang tua bagi anak menurut Subini (2011) adalah : 1) Dapat menimbulkan depresi pada anak 2) Hubungan anak dengan orangtua tidak akrab 3) Anak cendrung menurut dan takut 4) Anak menjadi terkekang 5) Kemungkinan berontak di luar rumah sangat tinggi 6) Dapat mengakibatkan dendam pada anak b) Pola Asuh Demokratis Pada asuhan demokratis (Authoritative Parenting) mendorong anak-aanak untuk menjadi mandiri, tetapi masih menetapkan batasan dan kontrol atas tindakan mereka. Komunikasi verbal memberi dan menerima ekstentif diperoleh, dan orang tua sangat nurturant terhadap anak-anak. Anak-anak yang orang tuanya demokratis yang sering gembira, terkendali, cenderung memelihara hubungan yang bersahabat dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa dan menangani stress dengan baik (santrock, 2011) c) Pola Asuh Permisif Pola asuh permisif (Indulgent) merupakan sebuah gaya pengasuh ketika orang tua sangat terlibat dengan akan-anak mereka, orang tua permisif, tetapi menempatkan beberapa tuntutan atau kontrol mereka. Orang tua seperti ini membiarkan anak-anak mereka melakukan apa yang mereka inginkan. Hasilnya anak-anak tidak pernah belajar untuk melakukan perilaku mereka sendiri dan selalu mengharapkan untuk mendapatkan keinginana mereka. Namun anak-anak yang orang tuanya permisif jarang belajar untuk menghormati orang lain dan mengalami kesulitan mengeendalikan perilaku mereka. Mereka mingkin mendominasi, egosentris, patuh dan kesulitan hubungan teman sebaya (Santrock, 2011)



d) Pola Asuh Lalai Pola asuh lalai (Neglectful Parenting) merupakan gaya ketika orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak-anak yang orang tuanya lalai mengembangkan rasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua yang lebih penting daripada mereka. Anak-anak tersebut cendrung tidak kompeten secara sosial. Banyak orang miskin dalam pengendalian dirinya kurang miskin. Mereka sering memiliki harga dirinya rendah dan tidak matang, serta mungkin terasing dari keluarga. (Siti Nur Aidah, 2020). 4. Jenis-Jenis Pengasuh a) Pola Asuh Orang Tua Sudah menjadi tugas orang tua untuk memberikan anak pengalaman yang dibutuhkan anak agar kecerdasan berkembang sempurna. Ayah dan ibu memiliki peran yang sama dalam pengasuhan anak-anaknya. Namun ada sedikit perbedaan dalam sentuhan dari apa yang ditampilkan oleh ayah dan ibu. Peran ibu, antara lain: menumbuhkan perasaan sayang, cinta, melalui kasih sayang dan kelembutan seorang ibu, menumbuhkan kemampuan berbahasa dengan baik kepada anak, mengajarkan anak perempuan berperilaku sesuai jenis kelaminannya dengan baik. Peran ayah antara lain : menumbuhkan



rasa



percaya



diri



dan



berkompeten



kepada



anak,



menumbuhkan untuk anak agar mampu berprestasi, mengajarkan anak untuk tanggung jawab. (Rakhmawati, 2015) b) Pola Asuh Orang Tua Tunggal Menjadi orang tua tunggal membutuhkan tenaga ekstra dalam merawat anak. Orang tua tunggal dapat terjadi akibat perceraian atau perpisahan, kematian pasangan. Wanita tidak menikah yang membesarkan anaknya sendiri, atau adopsi oleh pria atau wanita yang tidak menikah. Pola asuhan dengan orang tua memiliki beberapa masalah yang dapat memengaruhi kesehatan anakanak. Hidup dalam rumah tangga dengan orang tua tunggal dapat menimbulakan stress baik bagi individu dewasa dan anak-anak. Orang tua tunggal dapat merasa kewalahan karena tidak ada individu lain untuk berbagi tanggung jawab sehari-hari dalam mengatur asuhan. Mempertahankan pekerjaan, menjaga rumah dan keuangan. komunikasi dan dukungan penting



untuk optimalkan fungsi pola asuhan dengan orang tua tunggal. Orang tua tunggal harus memberikan dukungan yang lebih besar untuk anak-anak mereka. (Kyle,Terri dan Susan Carman, 2014) c) Pola Asuh Dengan Kakek-Nenek Dalam pola asuhan oleh kakek-nenek memiliki kecendrungan lebih banyak untuk mengasuh sang cucu dibandingkan kakek. Penelitian secara konsisten telah menemukan bahwa nenek memiliki kontak yang lebih banyak dengan cucunya dibandingkan kakek. Peran kakek-nenek dapat memiliki fungsi yang berbeda dalam keluarga. Kelompok etnis dan budaya dan situasi yang berbeda. Keberagaman pengasuhan cucu pada usia lanjut juga timbul pada penyelidikan yang dalam tentang bagaimana kakek-nenek berinteraksi dengan cucu mereka. ( Khairini, Erriz dan Yapina Widyawati, 2013) d) Pola Asuh Dengan Baby Sitter Perawat asuhan adalah situasi ketika anak diasuh dalam situasi hidup lain yang terpisah dari orang tua atau wali legalnya. Sebagian besar anak –anak yang ditempatkan dalam perawat asuh telah menjadi korban penganiayaan atau pengabaian. Anak-anak dalam perawat asuh lebih cenderung memperlihatkan banyak masalah medis, emosi, perilaku atau perkembangan. Perhatian individual terhadap anak dalam perawatan asuh sangat penting. Pendekatan multidisiplin terhadap asuhan yang mencakup orang tua kandung, orang tua asuh, anak profesioanal layanan kesehatan, dan pelayanan pendukung sangat penting untuk memenuhi kebutuhan anak akan pertumbuhan dan perkembangan perawat memainkan peran penting dalam mendukung anak .



5. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Anak a. Pendidikan Orang Tua Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masa anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masa anak selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak. b. Lingkungan Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang di berikan orang tua kepada anaknya. c. Budaya Sering kali orang tua sering mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam pengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil



dalam



pendidikan



anak



kearah



kematangan.



Orang



tua



mengharapkan anaknya dapat diterima di masyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh kepada anaknya. d. Status Sosial Ekonomi Status ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau masyarakat yang ditinjau dari segi sosial, ekonomi, seperti lingkar pendidikan, pendapatan dan lainnya. Orang tua dari kelas menengah-rendah cenderung lebih keras atau lebih permisif dalam mengasuh anak. (Yayah Rokayah,S.P)



C. KERANGKA KONSEP 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Umur Orang Tua Umur Anak Jenis Kelamin Anak Pendidikan Orang Tua Pekerjaan Orang Tua Status Perkawinan



1. Pola Menyusun Menu 2. Pola Mengelola Menu 3. Pola Menyajikan Makanan Anak 4. Cara Memberikan Makan 5. Pola Asuh Ibu Kepada Anak 6. Pola Asuh Otoriter 7. Pola Asuh Demokratis 8. Pola Asuh Permisif 9. Pola Asuh Lalai 10. Pola Asuh Orang Tua 11. Pola Asuh Orang Tua Tunggal 12. Pola Asuh Dengan Kakek Nenek 13. Pola Asuh Dengan Baby Sitter



1. Budaya 2. Status Sosial Ekonomi



Pola Asuh



>80-100 > 70-79 < 70



: Baik : Sedang : Kurang



BAB III METODE PENELITIAN



A. Desain Penelitian Desain atau rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2008). Penelitian ini merupakan deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kini (Nursalam, 2008) B. Populasi, Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi pada penelitian ini adalah semua orang tua yang memilik anak stunting dengan jumalah anak stunting 28 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Nursalam ,2008). Pada penelitian ini sampelnya yang disambil harus memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi . a) Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan di teliti (Nursalam, 2008). Kriteria inklusi pada penelitian adalah :  Orang tua dari anak stunting yang bersedia menjadi responden b) Kriteria eklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2008). Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :  Orang tua dari anak stunting yang tidak koperatif Rumus: n=



N 1+ n ( d ) kuadrat



3. Sampling Sampling adalah suatu proses dalam penyeleksi porsi dari populasi untuk dapat diwakili populasi (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini di gunakan teknik sampel dengan cara memilih sampel



diantara populasi yang yang sesuai



dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian) sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. C. Lokasi Dan Waktu Penelitian Lokasi atau tempat penelitian adalah daerah dimana suatu kejadian dilakukan. 1. Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kota Uneng. 2. Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 2 minggu, dari tanggal 01 November sampai dengan 14 November 2022. D. Pengumpulan Data 1. Instrument Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan instrument penelitian kuisioner. Kuisioner diberikan pada orang tua yang memiliki anak stunting. 2. Pengolahan Data Setelah data dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan cara sebagai berikut : a) Editing Editing adalah melakukan pemeriksaan ulang apabila ada data yang isinya meragukan atau kurang jelas. b) Coding Coding adalah pekerjaan memindahkan data dari daftar pertanyaan yang memberikan informasi. Data diubah menjadi bentuk angka untuk mempermudah penelitian selanjutnya.



c) Tabulating Tabulating



adalah



pekerjaan



penyusunan tabel utama



menyususn



tabel-tabel



mulai



dari



yang berisi seluruh data pertanyaan sampai



dengan tabel khusus yang telah benar-benar ditentukan bentuk dan isinya sesuai dengan tujuan penelitian. Setelah tabel terbentuk, maka tabel tersebut siap dianalisa dan dinyatakan dalam bentuk tulisan. E. Analisa Data Data yang dikumpulkan diklarifikasi dan ditabulasi, kemudian diolah serta disajikan dalam bentuk tabel frekuensi atau variable penelitian di interpretasikan dengan menggunakan skala ordinal yaitu 76%-100% baik, 56%-75% cukup, dan >56% kurang. F. Etika Penulisan Penelitian yang bertentangan dengan subyek tidak boleh bertentangan dengan etika. Pada penelitian ini telah mengajukan permohonan kepada pihak yang terkait: 1. Informed Concent (Lembar Persetujuan Responden) Lembar persetujuan diberikan disaat melakukan pengumpulan data. Tujuannya adalah agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak selama dalam penelitian. 2. Anonymity (Tanpa Nama) Responded tidak boleh mencantumkan nama pada lembar responden. Untuk mengetahui keikutsertaan peserta, peneliti cukup memberi tanda pada lembar persetujuan tersebut. 3. Confidentially (Kerahasiaan) Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti. G. Keterbatasan Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian, yaitu: 1. Sampel yang diambil hanya terbatas di Kelurahan Kota Uneng sehingga hasilnya kurang akurat. 2. Penelitian terkait merupakan penelitian pemula sehingga dalam melaksanakan penelitian hasilnya kurang memuaskan.



DAFTAR PUSTAKA



Buku Saku Desa Dalam Penanganan Stunting, Eko Putra Sandjojo, 2017, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi (Kata Pengantar) Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, (2022). (Kata Pengantar) Jurnal Tunas Bangsa, Vol 6NO.1, Februari (2019) (Kata Pengantar) Study Guide-Stunting Dan Upaya Pencegahannya, Atikah Rahayu,S.KM.,M.PH, 2018, CV Mine (Pengertian Stunting) 100 Kabupaten /Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting), M.Jusuf Kala,2017, TNPK2K (Penyebab Stunting) Study Guide-Stunting Dan Upaya Pencegahannya, Atikah Rahayu,S.KM.,M.PH, 2018, CV mine (Ciri-Ciri, Dampak Dan Pengukuran Status Stunting) Tips Menjadi Orang Tua Inspirasi Masa Kini, Siti Nur Aidah, 2020, Penerbit KBM INDONESIA (Pengertian Pola Asuh,Tipe Pola Asuh) Pola Mendidik Metode 3A (Asah, Asuh, Asah) Yayah Rokayah,S.Pd, (FKTO’’Pola Asuh)