Potensi Panas Bumi Telaga Ngebel Ponorogo [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

POTENSI PANAS BUMI TELAGA NGEBEL PONOROGO PEMBANGKIT DAN MANAGEMEN ENERGI LISTRIK Ahmad Afif Fahmi (2209 100 130)



POTENSI PANAS BUMI TELAGA NGEBEL PONOROGO



A. Kondisi kelistrikan di Indonesia Saat ini kapasitas terpasang pembangkit nasional adalah sebesar 30.941 MW yang tersebar atas pulau Sumatera 4.948 MW, Jawa-Madura-Bali 23.009 MW, Kalimantan 1.175 MW, Sulawesi 1.195 MW, Nusa Tenggara 265 MW, Maluku 182 MW, Papua 168 MW. 83% dari total kapasitas terpasang pembagkit tersebut atau sebesar 25.752 MW dioperasikan oleh PT PLN (Persero), 14% atau 4.269 MW dioperasikan oleh perusahaan listrik swasta (Independent Power Producer – IPP), dan 3% atau 920 MW dioperasikan oleh perusahaan pembangkit terintegrasi (Private Power Utility – PPU). Rasio elektrifikasi baru mencapai 66% dan rasio desa berlistrik sebesar 93%. Tingginya pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik yang mencapai rata-rata 9% per-tahun yang tidak mampu dikejar oleh pertumbuhan pasokan tenaga listrik, telah menyebabkan beberapa sistem kelistrikan di daerah mengalami kondisi krisis penyediaan tenaga listrik. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) rata-rata daerah seluruh Indonesia adalah 70,59 dan rata-rata reduksi shortfall-nya sebesar 1,64. IPM merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kemajuan suatu daerah dalam program pembangunan. Sedangkan reduksi shortfall adalah angka yang mengukur rasio pencapaian kesenjangan anatar jarak yang sudah ditempuh dengan yang harus ditempuh untuk mencapai kondisi yang ideal. B. Kondisi kelistrikan di Jawa-Madura –Bali Kapasitas terpasang dari sistem tenaga listrik Jawa Madura Bali adalah sebesar 23.009 MW. Dengan angka beban puncak yang telah mencapai 19.739 MW. Pertumbuhan beban puncak rata-rata selama 5 tahun terakhir sebesar 10,9 % sedangkan rasio elektrifikasinya sebesar 59,3%.



Gambar 1. Kurva Beban Harian JAMALI



C. Kondisi Kelistrikan di Jawa Timur Kapasitas terpasang pembangkit listrik PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur sampai dengan akhir Desember 2007 mencapai 14,87 MW dengan 49 unit pembangkit dan jumlah penyulang 863 buah dengan rincian : 1. 2. 3. 4. 5.



PLTD 26 unit dengan kapasitas terpasang total 12,42 MW PLTM 3 unit dengan kapasitas terpasang total 2,45 MW Panjang Jaringan Tegangan Menengah 29.929,27 Kms Panjang Jaringan Tegangan Rendah 57.989,21 Kms Total Gardu Distribusi 20 kV 36.275 Unit dan 4.274,02 MVA



Sedangkan daya mampu sebesar 12.4 MW. Angka beban puncak sebesar 6,12 MW. Dengan kondisi seperti ini PLN Distribusi Jawa Timur harus melayani beban puncak sebesar 3869 MW sedangkan daya pada trafo distribusi sebesar 6514 MW. Hal ini bisa terjadi karena PLN Jawa Timur mengambil daya atau membeli daya dari Pembangkit anak perusahaan PLN, seperti PT. Indonesia Power dan PT. PJB. Dengan total kapasitas pembangkit 6160 MW. Total luas daerah Jawa Timur 46.428 km2, 29 Kabupaten, 9 Kota, 658 Kecamatan, 8.497 Desa dengan Jumlah penduduk 37,79 juta jiwa, dengan jumlah 10,275 juta rumah tangga, total pelanggan sebanyak 6,729 juta pelanggan dengan angka rata rata per kapita pada tahun 2006 untuk Propinsi Jawa Timur tercatat sebesar 0,24 kVA/Kapita dan 515,19 kWh/kapita, sedang ratio elektrifikasi tahun 2007 terhitung 65,49 % dan ratio elektrifikasi desa 99,20 %.



Gambar 2. Kurva Beban Harian JAWA TIMUR



Angka pemadaman rata-rata selama satu tahun sebesar 77,88 menit/pelanggan/tahun. Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 9,77% dibanding tahun 2005 sedangakan angka intensitas pemadaman dalam satu tahun 2,153 kejadian/pelanggan, nilai ini juga mengalami penurunan sebesar 13,15% dari tahun 2005. Indeks Pembangunan Manusia Jawa Timur di tahun 2006 dan 2007 berturut-turut yakni 69,2 dan 69,78 dengan reduksi shortfall sebesar 1,94. Dibandingkan dengan seluruh Indonesia angka ini menempati peringkat ke-20 dan ke-19 sehingga masih tergolong rendah dan butuh usaha dari pemerintah propinsi untuk menggalakkan lagi usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas SDM di Jawa Timur seperti peningkatan di sektor pendidikan dan kesehatan masyarakat. D. Kondisi Kelistrikan di Ponorogo Kondisi kelistrikan di Ponorogo adalah tidak memiliki pembangkit sendiri, sehingga sangat tergantung dari daya PLN P3B region Jawa Bali (Jaringan Transmisi 70 kVolt) atau PLN distribusi Jawa Timur. Daya terpasang sebesar 116,13 MVA dengan beban puncak sebesar 39,17 MW. Jumlah pelanggan listrik di Ponorogo pada tahun 2008 yakni sebesar 177.853 pelanggan dengan presentase terbesar adalah pelanggan rumah tangga dengan nilai 95,55%. Energi konsumsi perkapitanya sebesar 173,56 kWh/ kapita. Rasio elektrifikasi Kabupaten Ponorogo pada tahun 2007 mencapai 67,09 %. Angka ini di atas rata-rata rasio elektrifikasi Jawa Timur sehingga dapat digolongkan baik. Berikut ini adalah komposisi dari pelanggan : a) b) c) d)



Rumah tangga publik bisnis Industri



: 95,55% : 2,57% : 1,85% : 0,032%



Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo yakni sebesar 68,55 dan reduksi shortfall-nya 4,33. Meskipun IPM kabupaten Ponorogo masih rendah dibandingkan rata-rata IPM Jawa Timur (69,78) namun angka reduksi shortfall-nya yang tinggi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kemajuan di Ponorogo akan semakin meningkat dengan cepat. Tabel 1. SAIFI Kabupaten Ponorogo (Kejadian/Pelanggan) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 SAIFI 0,7264 1,952 1,8003 1,5153 1,4581



2008 2,6321



2009 2,3603



Tabel 2. SAIDI Kabupaten Ponorogo (menit/pelanggan/tahun) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 SAIDI 2,47 85,39 76,19 65,62 64,64



2008 159,21



2009 89,30



Nilai SAIDI dan SAIFI kabupaten Ponorogo lebih rendah dari rata-rata nilai SAIDI dan SAIFI Jawa Timur sehingga dari segi keandalan cukup baik. E. Potensi Panas Bumi Telaga Ngebel



Kabupaten Ponorogo memiliki potensi panas bumi yang terletak pada telaga Ngebel, Kecamatan Ngebel di lereng Gunung Wilis. Dengan Deskripsi berupa :  



Mata Air padusan dengan temperatur 74 °C Batuan Ubahan dan Fumarol dengan temperatur 87.7 °C



Perkiraan temperatur bawah permukaan sekitar 240 °C dengan luas wilayah prospek 15 km2. Dengan kondisi lingkungan berupa endapan vulkanik Gunung Wilis, potensi cadangan terduga sebesar 120 Mwe, potensi ini dapat dimanfaatkan langsung ataupun untuk membangkitkan energi listrik. Potensi panas bumi ini dalam wilayah kerja panas bumi 1 Jawa Timur. Maksudnya pembangkita panas bumi yang akan diprioritaskan dibangun pertama kali di Jawa Timur. Estimasi potensi cadangan terduga berdasar formula Standarisasi Potensi Panas Bumi Indonesia (DGSM, 1999), adalah : Q= 0,11585 x A x (Tres - T cut off) °C Q A T res T cut off



= Potensi energi panas bumi terduga (Mwe) = Luas daerah potensi (km2) = suhu bawah permukaan (°C) = suhu cut off yaitu 120 °C



Berdasarkan data di atas untuk PLTPB Ngebel perkiraan potensinnya : Q= 0,11585 x 15 x (240-120)= 208,53 Mwe



(200 Mwe)



Namun dari pengkajian PGE dan Keputusan Menteri ESDM, potensi yang dimanfaatkan sebesar 120 Mwe saja. Jumlah penduduk Ponorogo pada tahun 2007 menurut data dari Badan Pusat Statistik Ponorogo yakni sebesar 891.302 jiwa. Sedangkan potensi panas bumi Ngebel 120 MW sehingga potensi panas bumi per kapitanya 0,135 kW/kapita. Dari potensi 120 MW ini belum ada yang dimanfaatkan untuk Pembangkit Tenaga Listrik Panas Bumi. Teknologi pembangkit listrik panas bumi berdasarkan jenis fluida kerja panas bumi yang diperoleh dibagi menjadi 3 jenis. Tabel 3. Sistem Pembangkitan Panas Bumi No Sistem Pembangkitan 1 Vapor dominated system 2 flushed steam system 3 Binary cycle system



Klasifikasi >370 C 170-370 C 150-205 C



Dari data tersebut sistem yang cocok digunakan adalah flushed steam system mengingat suhu temperatur bawah permukaan mencapai 240 °C. Pada sistem ini fluida keluar dari sumur dengan tingkat kekeringan (dryness) yang sangat rendah, air lebih dominan atau berupa campuran dua phase ( two phase mixture). Untuk memperoleh uap yang lebih baik digunakan flash separator. Di dalam flash separator tekanan diturunkan sehingga campuran 2 phasa memperoleh tingkat kekeringan yang lebih baik.



Gambar 2. Flushed Steam System Prinsip kerja PLTP sama saja dengan PLTU. Hanya saja uap yang digunakan adalah uap panas bumi yang berasal langsung dari perut bumi. Karena itu, PLTP biasanya dibangun di daerah pegunungan atau dekat gunung berapi, namun PLTP memerlukan biaya investasi yang besar terutama untuk biaya eksplorasi dan pengeboran perut bumi. Berikut ini adalah sebagai berikut : 1. Fluida dari sumur produksi dimasukkan ke flash separator. Fluida yang masuk akan mengalami penurunan tekanan dan menguap. Cairan yang terpisah akan berada dibagian bawah tabung sedangkan uap kering naik ke atas tabung flash. Biasanya terdiri dari 2 tahap separator untuk mendapatkan uap yang benar-benar kering). 2. Selanjutnya, uap kering akan disalurkan menuju turbin uap (condensing turbin). Uap akan memutar turbin dan menggerakkan generator. 3. Uap sisanya akan didinginkan kembali menjadi air oleh condenser yang kemudian dikembalikan ke perut bumi melalui sumur injeksi. Condenser di sini juga berfungsi untuk menciptakan perbedaan suhu antara uap yang masuk dengan uap yang keluar turbin sehingga dapat memutar turbin. Emisi yang dihasilkan dari proses ini yang paling signifikan hanyalah uap air. Selain itu dalam jumlah kecil juga dihasilkan karbon dioksida, nitrat oksida, dan belerang. Namun jumlah ini hampir 50 kali lebih kecil bila dibandingkan dengan emisi gas yang dihasilkan oleh pembangkit berbahan bakar fosil. Pada system ini bisa mempergunakan turbin jenis silinder tunggal dua aliran (single cylinder double flow) dengan beberapa tingkatan yang merupakan kombinasi dari turbin aksi (impuls) dan reaksi. Yang membedakan antara turbin aksi dan reaksi adalah pada proses ekspansi dari uapnya. Pada turbin aksi, proses ekspansi (penurunan tekanan)



dari fluida kerja hanya terjadi di dalam baris sudu tetapnya saja, sedangkan pada reaksi proses dari fluida kerja terjadi baik di dalam baris sudu tetap maupun sudu geraknya. Jenis turbin yang digunakan bisa menggunakan jenis condensing turbin dimana keluaran uap dari turbin dijaga agar vacuum oleh kondenser sehingga diperoleh efisiensi pembangkitan listrik yang maksimum. Generator yang digunakan harus memiliki kapasitas daya lebih tinggi dibandingkan kapasitas daya dari turbin uapnya. Kapasitas generator yang digunakan direncanakan adalah sebesar 1 x 120 MW dengan pilihan spesifikasi sebagai berikut. Tabel 4. Pilihan Spesifikasi Generator Produk Kapasitas RPM THOSIBA 120-150 MW 3000 SCODA 110-125 MW 30003600 GE 115-126 MW 3000 ALSTOM 115-150 MW 3000



Tegangan 15 kV 11 kV



Arus 3,2-6,8 kA 4,3-6,8 kA



PF 0,85 0,85



f (Hz) 50 50-60



11 kV 15 kV



4,6-6,8 kA 4,2-6,2 kA



0,85 0,85



50 50



F. Rincian Biaya Investasi Awal Pembangunan Pembangkit PLTPB Ngebel direncanakan memiliki kapasitas 120 MW dengan faktor kapasitas sebesar 0,8 (asumsi paling rendah), menggunakan panas bumi yang konsumsi panas buminya direncanakan sebagai berikut. Tabel 4. Konsumsi panas bumi PLTPB Ngebel Kapasitas Konsumsi/jam Konsumsi/hari (ton/h) (ton/h) 120 MW 12,5 300



Konsumsi/tahun (ton/tahun) 108.750



Energi listrik per tahun dari PLTP : Energi Listrik = Kapasitas x Jam operasi x Faktor kapasitas = 120 MW x 8760 jam/tahun x 0,8 = 840.960.000 kWh/tahun Kebutuhan panas bumi untuk memproduksi 1 kWh adalah = Konsumsi energi / Energi Listrik = 108.750 ton/tahun / 840.960.000 kWh/tahun = 0,129 kg/kWh Dengan sistem yang telah disebutkan di atas maka dapat dibuat perincian biaya investasi untuk pembangunan PLTPB mulai dari AMDAL sampai biaya pembangunan pembangkit. Berikut ini adalah tabel rincian investasi pembangunan PLTPB Ngebel. Tabel 5. Rincian Investasi Biaya Proyek Pembebasan lahan dan infrastruktur Eksplorasi 4 buah sumur @ 5.500



Cost (US$ x 1000) 3.000 3.300 22.000



AMDAL 3.000 Peralatan injeksi 2 unit @ 5.000 10.000 Pembangunan peralatan pengeboran 12 unit @ 60.000 5.000 Utilitas Produksi 33.000 Peralatan pembangkit 132.000 Total 266.300 Jadi besar investasi awal untuk pembangunan PLTPB Ngebel ini diperkirakan sebesar 266,3 juta USD dengan data sebagai berikut : Tabel 6. Data PLTPB Ngebel Jenis Data Installed Capacity Life Time Fuel Type Capital Investment Cost



Nilai 120 MW 25 Years Steam Geothermal 266,3 Milion USD



Dari tabel di atas maka dapat diketahui bahwa biaya pembangunan per kW-nya adalah sebagai berikut :



G. Pertimbangan Kredit Karbon Sebagai upaya untuk meredam tingkat pembuangan gas-gas rumah kaca yang menyebabkan efek rumah kaca pada atmosfir bumi maka ditandatangani Protokol Kyoto. Beberapa negara dari seluruh dunia yang meratifikasi berkomitmen untuk mengurangi emisi gas karbon berdasarkan sampai pada tahun 2012. Mereka mengalokasikan berapa besar emisi gas yang boleh dibuang setiap tahunnya. Negara-negara Uni Eropa (EU), menciptakan sistem alokasi di mana perusahaanperusahaan di dalam EU dialokasikan berapa besar emisi karbon yang dikeluarkan perusahaan tersebut. Bila melebihi alokasinya, maka mereka akan dihukum dengan membayar uang. Kalau tidak ingin dihukum, perusahaan tersebut bisa membeli alokasi dari perusahaan lain yang tidak terpakai. Maka terciptalah sistem perdangangan alokasi karbon Uni Eropa (European Union Allowances). Berbeda dari sistem EU, di tempat lain bila perusahaan yang melebihi alokasinya bisa membeli kredit karbon dari proyek-proyek yang terbukti bisa mengurangi emisi karbon. Proyek-proyek ini bisa dilakukan di mana saja di dunia ini dengan syarat harus mendapat persetujuan oleh negara yang ditempati maupun disetujui oleh PBB. Salah satu proyek yang berkesempatan mendapat kredit karbon ini adalah proyek pembangunan PLTPB mengingat proyek ini adalah proyek yang ramah lingkungan dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Kementerian ESDM menaksir besarnya kredit karbon yang dapat diperoleh mencapai 70 % sampai 80 % dari biaya investasi pembangunan proyek. Dengan kata lain



bahwa dengan adanya kredit karbon ini dapat menurunkan biaya investasi pembangunan PLTPB sebesar 70 % sehingga diperoleh nilai investasi sebenarnya adalah sebagai berikut:



Dengan memanfaatkan adanya kredit karbon ini akan memangkas 70 % capital investment cost sehingga dapat menjadi sebuah kesempatan yang baik untuk lebih banyak lagi mengembangkan pembangkit listrik ramah lingkungan yang lain seperti PLTSurya, PLTAir, dan lain-lain. H. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Kawasan telaga ngebel merupakan obyek wisata alam potensial. Luas kawasan yang meliputi seluruh Desa di Kecamatan Ngebel adalah 59,50 Km2. Telaga ngebel dikelilingi panorama alam yang indah berupa hutan lindung dan berbagai kehidupan flora dan fauna. Selain sebagai objek wisata dan hutan lindung, kawasan ini juga berfungsi sebagai kawasan resapan air. Kerusakan kawasan ini akan membahayakan kawasan dibawahnya. Seperti terjadinya banjir di sekitar DAS Tempuran di Kecamatan Ponorogo yang merupakan daerah pertemuan dari 3 sungai, maupun longsor khususnya di Kecamatan yang berada di areal perbukitan yaitu Kecamatan Ngrayun, Sambit, Sawooo, dan Sooko. Telah diketahui bahwa proyek dengan besaran dan jangka waktu seperti ini akan memiliki potensi untuk berdampak pada lingkungan dan masyarakat baik secara positif maupun negatif. Berikut ini adalah efek paling signifikan yang kemungkinan ditimbulkan: 1. Dampak sosial yang berkaitan dengan:  Tumbuhnya lapangan perkerjaan  Kesejahteraan para pekerja  Kesehatan, Keselamatan, dan kesejahteraan masyarakat  Pembebasan lahan  Penanaman modal masyarakat 2. Dampak langsung dan tidak langsung terhadap ekologi 3. Dampak pada air permukaan dan air tanah 4. Efek kebisingan 5. Dampak kualitas udara dari pembuangan H2S pada operasional 6. Resiko kontaminasi tanah 7. Pengelakan emisi gas rumah kaca 8. Pengelolaan dan produksi limbah Berikut ini adalah rangkuman dampak lingkungan :



Fase



Kegiatan



Dampak



Signifikansi Dampak



Kualitas air dan Hidrologi Eksplorasi, pengeboran, Abstraksi pada Kurang konstruksi dan musim kemarau tersedianya air operasional untuk kebutuhan manusia dan ekologi Pengalihan aliran Kerusakan pada air ekologi



Pembukaan vegetasi



lahan Peningkatan beban sedimentasi yang mencapai aliran air lokal



Tumpahan akibat penyimpanan bahan bakar dan kimia yang tidak sesuai



Masuknya bahan kimia dan bahan bakar ke dalam aliran air setempat



Eksplorasi, pengeboran, Pembangunan konstruksi dan sumur dan potensi operasional hidrofraktur menjadikan jalur baru antara akuifer dangkal dan dalam



Air yang diolah untuk kepentingan domestik menjadi bermineral tinggi yang berasal dari akuifer dalam. Perubahan aliran dan ketinggian air tanah.



Dampak yang merugikan dengan signifikansi yang tinggi Dampak yang merugikan dengan signifikansi yang menengah Dampak yang merugikan dengan signifikansi yang tinggi Dampak yang merugikan dengan signifikansi yang tinggi



Air tanah



Perataan tanah



Pembukaan lahan vegetasi dan konstruksi jalan dan peningkatan resiko longsoran Besaran pembuangan limbah operasional



Kebisingan



Menurunnya kualitas air tanah setempat dalam jangka pendek Berpotensinya penyerapan mineral ke dalam air tanah dangkal yang digunakan untuk kebutuhan domestik



Dampak yang merugikan dengan signifikansi yang tinggi



Dampak merugikan dengan signifikansi tinggi Dampak merugikan dengan signifikansi menengah Dampak merugikan dengan signifikansi rendah



yang



yang yang



yang yang



yang



Eksplorasi, pengeboran, Meningkatnya Gangguan Dampak konstruksi dan kebisingan lokasi sementara untuk merugikan operasional konstruksi reseptor setempat dengan signifikansi menengah Kebisingan Gangguan Dampak meningkat akibat permanen bagi merugikan kegiatan reseptor setempat dengan operasional signifikansi pembangkit listrik rendah Ekologi



yang



Eksplorasi, pengeboran, Pembukaan lahan konstruksi dan vegetasi, operasional penggalian, pembuangan tanah, dan lain-lain Pengenalan staff terhadap area



yang



Perubahan keanekaragaman hayati



Dampak merugikan dengan signifikansi rendah Meningkatnya Dampak perburuan dan merugikan gangguan dengan terhadap signifikansi kehidupan satwa rendah liar



yang yang



yang



yang yang



yang



Udara Eksplorasi, pengeboran, Pembukaan lokasi, Gangguan debu konstruksi dan pekerjaan operasional penggalian dan kegiatan konstruksi



Pengujian sumur



Menara pendingin dan emisi „rock muffer‟



Perubahan Iklim Operasional



Pembangkit Listrik



Dampak tidak penting sampai merugikan dengan signifikansi yang menengah Pelepasan H2S Dampak tidak dan partikulat penting sampai merugikan dengan signifikansi yang menengah Pelepasan H2S Dampak tidak penting sampai merugikan dengan signifikansi yang menengah Pemindahan GHG



Dampak menguntungkan dengan signifikansi tinggi



Limbah Eksplorasi, pengeboran, Kegiatan sehari- Kontaminasi air Dampak konstruksi dan hari termasuk tanah dan aliran merugikan operasional pengeboran air akibat limbah dengan



yang



lumpur, limbah oli, penggalian bahan kimia dan lain-lain Geologi dan Erosi Eksplorasi, pengeboran, Penggalian tanah konstruksi dan untuk „Well Pads‟ operasional jalan dan pembangkit listrik



Meningkatnya erosi dan stabilitas lereng menurun



Kontaminasi Tanah Eksplorasi, pengeboran, Penyimpanan, Perubahan dalam konstruksi dan pengangkutan dan kandungan kimia operasional penggunaan bahan tanah dan kimia, bahan bakar larangan dan limbah di penggunaan, lokasi konstruksi resiko tidak langsung lainnya bagi lingkungan Arkeologi dan Warisan Budaya Eksplorasi, pengeboran, Pekerjaan Gangguan konstruksi dan penggalian pada terhadap operasional fase konstruksi arkeologi/warisan budaya setempat Lalu Lintas Eksplorasi, pengeboran, Lalu lintas Semakin padatnya konstruksi dan berkaitan dengan lalu lintas yang operasional lokasi lapangan menyebabkan keterlambatan jaringan lalu lintas Lalu lintas Dampak fisik dari berkaitan dengan lalu lintas lokasi lapangan uap konstruksi pada infrastruktur jalan setempat.



signifikansi yang menengah



Dampak yang merugikan dengan signifikansi yang rendah Dampak yang merugikan dengan signifikansi yang tinggi



Dampak yang merugikan dengan signifikansi yang rendah Dampak yang merugikan dengan signifikansi yang menengah Dampak yang merugikan dengan signifikansi yang menengah



Setelah diketahui beberapa dampak lingkungan yang mungkin dapat terjadi maka harus sudah diambil tindakan atau dilaksanakan prosedur yang mengacu pada langkahlangkah mitigasi untuk menghindari ataupun mengurangi efek-efek tersebut. Berikut ini adalah bentuk-bentuk mitigasi yang dapat diterapkan : Kegiatan Abstraksi pada musim kemarau



Pengalihan aliran air



Pembukaan lahan vegetasi



Langkah-langkah Mitigasi Memilih laju aliran abstraksi dan waktu untuk memastikan terjaganya minimum aliran anak sungai Menyediakan kapasitas pengalihan yang cukup atau menyediakan aliran baru untuk menyamai aliran yang lama Praktek konstruksi yang baik, termasuk membatasi area kerja, meminimalisir



Tumpahan akibat penyimpanan bakar dan kimia yang tidak sesuai



bahan



Pembangunan sumur dan potensi hidrofraktur menjadikan jalur baru antara akuifer dangkal dan dalam Perataan tanah Pembukaan lahan vegetasi dan konstruksi jalan dan peningkatan resiko longsoran Meningkatnya kebisingan lokasi konstruksi Pembukaan lokasi, pekerjaan penggalian dan kegiatan konstruksi Pengujian sumur Menara pendingin dan emisi „rock muffer‟ Penggalian tanah untuk „Well Pads‟ jalan dan pembangkit listrik Lalu lintas berkaitan dengan lokasi lapangan uap



pembukaan lahan vegetasi serta reboisasi. Merancang kapasitas kolam water treatment yang cukup untuk mengelola air limbah. Rancangan sumur yang layak dan memonitor kualitas air tanah secara berkelanjutan. Tambahan monitoring level air dari ESMP Kontruksi terbaik, seperti memastikan sudut kemiringan, menstabilkan lerenga dan pembibitan ulang lahan Membatasi jam kerja, mematikan mesin apabila tidak diperlukan Langkah mengurangi dan mengendalikan debu, Menggunakan APD (alat pelindung diri) Menggunakan rock muffer untuk mempertinggi sumber emisi Pemantauan personal H2S dan memonitor konsentrasi ambien H2S secara teratur Penguatan dinding penahan atau struktur yang sesuai lainnya Pengelolaan lalu lintas oleh EPC kontraktor dan potensi peningkatan sebagai bagian dari program CSR.



Dampak Negatif a) Uap panas bumi yang keluar dari sumur terdiri atas uap air, air panas, dan beberapa jenis pengotor. Cara menanggulangi: Pada alat pemisah dan pembersih pengotor seperti belerang dipisahkan b) Belerang yang telah dipisahkan akan menjadi masalah jika dibuang sembarangan seperti jika dibuang di sungai yang merupakan sumber kehidupan di pedesaan sehingga limbah harus diolah dan dimanfaatkan. c) Meningkatnya kebisingan dan getaran. Cara menaggulangi: Menaruh turbin di ruangan tertutup dan menanami sekitar lokasi pembangkit d) Rawan terjadi kecelakaan kerja. Cara menanggulangi: Menerapkan standar K3 (kesehatan dan keselamatan Kerja) yang ketat seperti pembatasan akses masuk bagi yang tidak berwenang, standar pakaian kerja dll Dampak Positif a) Panas bumi termasuk energy ramah lingkungan karena mengeluarkan emisi karbon 100 kg/MWh jauh berada di bawah ambang batas 782 kg / MWh b) Belerang yang diolah dapat dijual c) Proses produksi tidak menghasilkan limbah cair dan tidak ada emisi gas NOx dan SO2 I. Analisis Ekonomi Proyek pembangunan PLTPB ini akan membutuhkan biaya investasi yang sangat besar terutama untuk biaya eksplorasi dan pengeboran perut bumi. Namun dengan



dibangunnya pembangkit ini diharapkan manfaat yang lebih besar dapat dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Ponorogo khususnya dan Jawa Timur umumnya. Hadirnya PLTPB ini diharapkan mampu memenuhi permintaan energi listrik masa mendatang yang tentunya akan semakin meningkat seiring bertambahnya penduduk dan perkembangan industri di berbagai sektor. Nilai strategis lainnya yaitu akan meningkatkan pendapatan pemerintah daerah di sektor pajak. J. Analisis Sosio-Budaya Hadirnya pembangkit 120 MW ini diprediksi akan meningkatkan rasio elektrifikasi dari Kabupaten Ponorogo dan sekitarnya mengingat tercukupinya pasokan energi listrik. Peningkatan rasio elektrifikasi diharapkan akan memajukan pembangunan sumber daya manusia (pendidikan dan kesejahteraan) dan infrastruktur di Kabupaten Ponorogo dan sekitarnya. Dibukanya pembangkit ini tentunya akan menciptakan peluang kerja baik ketika pembangunan proyek maupun saat telah beroperasi nantinya. Berikut ini adalah rangkuman Dampak Sosial : Fase



Kegiatan



Pengadaan Pekerja Eksplorasi, pengeboran, Rekrutmen konstruksi dan operasional



Dampak



Signifikansi Dampak



Pengadaan pekerja



Dampak yang menguntungkan dengan signifikansi yang rendah Dampak dari kesejahteraan para pekerja yang bertempat tinggal di sekitar lokasi Eksplorasi, pengeboran, Bekerja dan tinggal Menurunnya Dampak yang konstruksi dan di lapangan kesejahteraan merugikan dengan operasional para pekerja signifikansi yang dalam hal rendah kesehatan yang tidak memadai dan keselamatan kerja Dampak terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat Eksplorasi, pengeboran, Kegiatan di dalam konstruksi dan lapangan operasional



Pembebasan Lahan



Resiko terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat



Dampak yang merugikan dengan signifikansi yang menengah



Eksplorasi, pengeboran, Pembebasan Lahan konstruksi dan operasional



Investasi Masyarakat Akan segera dimulai dan Investasi berkelanjutan untuk masyarakat semua fase



Pembayaran kompensasi dengan uang untuk tanah , aset dan hasil panen yang terambil



Dampak yang menguntungkan dengan signifikansi yang rendah



Pengembangan Masyarakat



Dampak menguntungkan dengan signifikansi menengah



Berikut ini adalah langkah-langkah mitigasi yang dapat dilakukan : Kegiatan Rekrutmen



Kegiatan di dalam lapangan



Pembebasan Lahan



Investasi masyarakat



Langkah-langkah Mitigasi Mengumumkan kebijakan rekrutmen yang diterbitkan termasuk memprioritaskan masyarakat setempat Mengurangi dampak lingkungan seperti kebisingan, debu dan limbah Pembatasan akses masuk ke dalam site serta mengembangkan mekanisme penanganan keluhan masyarakat setempat Melanjutkan menggunakan praktek pembeli yang bersedia/penjual yang bersedia. Hanya akan melakukan “pegambilalihan” sebagai jalan terakhir dan mengikuti aturan yang ada Mengembangkan perencanaan investasi partisipasi masyarakat Studi kelayakan untuk pengadaan listrik di pedesaan



K. Kesimpulan 1. Rasio elektrifikasi Kabupaten Ponorogo pada tahun 2007 mencapai 67,09 %. Angka ini di atas rata-rata rasio elektrifikasi Jawa Timur sehingga dapat digolongkan baik. 2. Meskipun IPM kabupaten Ponorogo masih rendah (68,55) dibandingkan rata-rata IPM Jawa Timur namun angka reduksi shortfall-nya (4,33) yang tinggi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kemajuan di Ponorogo akan semakin meningkat dengan cepat. 3. Telaga Ngebel, Gunung Wilis berpotensi untuk membangkitkan tenaga listrik sebesar 120 MW 4. Berdasarkan data mengenai suhu bawah permukaan panas bumi di Ngebel yakni sebesar 240 °C maka uap dari sumur produksiNgebel mengandung air dan harus dipisahkan sebelum digunakan untuk memutar turbin.



5. Teknologi pembangkitan panas bumi yang bisa digunakan berdasarkan suhu terukur adalah Flushed Steam System atau Binary Cycle System namun direkomendasikan untuk menggunakan Flushed Steam System mengingat temperatur kerjanya paling sesuai.