Powerful Asset Management [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Sambutan Direktur Utama Indonesia Power Adanya perubahan lingkungan bisnis mendorong manajemen Indonesia Power untuk me-review dan mengembangkan sistem tata nilai yang mengarah pada pengembangan strategi dan teknologi—khususnya teknologi pembangkitan dan manajemen aset—serta proses improvement dengan digitalisasi untuk mewujudkan eksekusi ekselen. Sebagai perusahaan yang memiliki aset fisik—dalam hal ini aset pembangkit dengan jumlah sangat signifikan, yaitu 80% dari total aset perusahaan, maka sangatlah penting bagi Indonesia Power untuk memahami dan menguasai dengan baik manajemen aset fisik. Untuk itu, Program Manajemen Aset pun menjadi salah satu prioritas perusahaan dalam mengelola aset pembangkitnya. Dalam meraih Menjadi Perusahaan Energi Terbaik yang Tumbuh Berkelanjutan, Indonesia Power menggunakan cara-cara best practice di seluruh dunia dalam memproduksi listriknya serta dalam mengelola aset dan lingkungannya. Keandalan ini diwujudkan melalui komitmen dalam menjalankan manajemen aset, Life Cycle Management (LCM) operasi dan pemeliharaan pembangkit yang ekselen, serta continuos improvement yang didukung oleh operator dan teknisi pembangkit yang memiliki keahlian dan kompetensi di bidangnya. Komitmen Indonesia Power dalam menerapkan sistem pengelolaan aset perusahaan sesuai best practice ditunjukkan salah satunya dengan meraih sertifikasi ISO 55001 untuk Sistem Manajemen Aset (International Standar). Pengalaman dan implementasi Manajemen Aset Indonesia Power selayaknya dapat dibukukan untuk menjadi lesson learned dan sarana evaluasi yang mengarah ke maksud untuk memastikan siklus perbaikan dan peningkatan, baik dari sisi proses maupun layanan, dapat berjalan secara lebih konsisten, berkelanjutan, dan terarah. Hal ini diharapkan pula dapat berujung pada peningkatan pencapaian kinerja perusahaan yang unggul dan sustain. Buku ini adalah sebagai Kado kenangan istimewa di HUT PT Indonesia Power yang ke 25 dan Harlitnas yang ke-75. Kami ucapkan terima kasih dan mengapresiasi atas terbitnya Buku ini. M. Ahsin Sidqi



iii



iv



Sambutan Narasumber Sejak berdiri tahun 1995, PT Indonesia Power telah menjadi perusahaan penyedia energi listrik yang terpercaya sebagai solusi pemenuhan kebutuhan pasokan listrik di Indonesia. Ketersediaan, keandalan dan efisiensi menjadi kunci yang krusial bagi Indonesia Power dalam menyediakan pasokan energi listrik bagi masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan fondasi yang pada kuat tata kelola pembangkit yang holistik yang didasarkan asset management - yang best practice, untuk meningkatkan value perusahaan yang sustain dengan mempertimbangkan Performance - Finansial dan Risiko yang optimum, serta memperhatikan regulasi dan kepentingan stakeholder. Untuk itu, maka buku POWERFUL ASSET MANAGEMENT ini hadir sebagai salah satu suplemen untuk lebih mengokohkan awareness dan wawasan seputar pengelolaan aset fisik khususnya di ranah bisnis pembangkitan. Tantangan seputar pengelolaan aset adalah tantangan kita bersama. Dalam hal ini, Indonesia Power juga mendapat tantangan untuk bisa mempertahankan dan menguatkan efektivitas dari strategi maupun operasional perusahaan, meningkatkan pendapatan dan kepuasan pelanggan, sementara secara bersamaan mengoptimalkan biaya operasi dan support. Kami pribadi merasa bangga, tidak hanya Indonesia Power telah mampu menuangkan praktik terbaik seputar manajemen aset, namun juga mampu melahirkan beragam inovasi melalui pendayagunaan teknologi dan digitalisasi untuk pengelolaan manajemen aset secara terintegrasi. Selain menjadikan buku ini sebagai panduan, memicu munculnya lebih banyak inovasi dari para insan Indonesia Power. Kami juga berharap buku ini dilanjutkan/dikembangkan tidak hanya tataran operasional namun juga tataran yang lebih strategis dalam konteks korporasi dan kebijakan regulasi di atasnya untuk kiprah Indonesia Power yang lebih powerful bagi bangsa! Supangkat Iwan Santoso



v



vi



Kata Pengantar PT Indonesia Power sebagai Perusahaan Pembangkitan terbesar saat ini akan Menyambut HUT PT Indonesia Power yang ke 25 Tahun. Suatu usia yang dewasa dan matang dan terus diharapkan tumbuh berkembang mencapai visi misinya. Untuk menorehkan catatan dalam pengelolaan Pembangkitan yang holistik maka buku POWERFUL ASSET MANAGEMENT (PAM-IP) ini hadir untuk memberi gambaran dan tambahan lesson learned bagi internal perusahaan juga ke Induk Perusahaan yaitu PLN maupun eksternal. Pembahasan pada buku ini meliputi tahapan-tahapan dan hal-hal apa saja yang harus dipenuhi dalam penerapan Asset Management (AM) dalam suatu organisasi pengelola aset pembangkit listrik mengacu pada persyaratan dan panduan penerapan sistem manajemen aset dalam konteks organisasi yang ditetapkan oleh series ISO 55000, pada pengelolaan pembangkit listrik dengan contoh penerapan AM di PT Indonesia Power. Pembahasan AM dalam buku juga akan menjelaskan strategi penerapan AM dalam suatu organisasi pengelola aset pembangkit listrik melalui tiga elemen organisasi yaitu technology, process dan people. Penjelasan strategi penerapan AM diperkuat dengan contoh kasus upaya PT Indonesia Power dalam mengoptimalkan pengelolaan aset dengan cara menyeimbangkan performa, risiko dan biaya. Juga akan disertakan ulasan awal digitalisasi proses bisnis dan pembentukan digital mindset sumber daya manusianya. Untuk itu, di dalam buku ini kami sertakan juga beberapa dokumentasi prestasi dan peristiwa yang menjadi eviden keberhasilan pengelolaan aset di lingkungan Indonesia Power berikut beberapa inovasi yang secara signifikan memberi kontribusi pada pengelolaan aset. Semoga sedikit banyak buku ini dapat memberikan manfaat kepada segenap pembaca, sebagai bahan pendampingan dan bisa memunculkan diskusi, pendalaman serta ide darinya. Jakarta 2020 – Tim Penyusun



vii



viii



Daftar Isi SAMBUTAN DIREKTUR UTAMA INDONESIA POWER .....................................III SAMBUTAN NARASUMBER ........................................................................... V KATA PENGANTAR ...................................................................................... VII DAFTAR ISI ....................................................................................................IX DAFTAR GAMBAR........................................................................................ XV DAFTAR TABEL ........................................................................................... XIX BAB I STRATEGI DAN PERENCANAAN MANAJEMEN ASET .............................. 1 1.1 ASET PEMBANGKITAN INDONESIA POWER .................................................. 1 1.2 MANAJEMEN ASET DAN ISO55000 ......................................................... 3 1.2.1 Apa Itu Manajemen Aset ................................................................ 4 1.2.2 Mengapa Manajemen Aset itu penting ......................................... 8 1.2.3 Karakteristik Manajemen Aset yang Baik...................................... 9 1.2.4 Manfaat Manajemen Aset yang Baik .......................................... 10 1.2.5 Tentang ISO dan ISO 55000 ......................................................... 11 1.2.6 Mengelola Aset secara Efektif...................................................... 16 1.2.7 ISO 55000 dalam Kontinuitas Aset Efektif ................................... 17 1.3 KEBIJAKAN, STRATEGI DAN TUJUAN MANAJEMEN ASET ............................... 20 1.3.1 Tujuan Manajemen Aset di Indonesia Power .............................. 20 1.3.2 Kebijakan Manajemen Aset.......................................................... 23 1.3.3 Pemantauan Eksekusi Strategi Manajemen Aset dengan KPI .... 27 1.4 IMPROVEMENT YANG TERFOKUS ............................................................ 35 1.4.1 Perbaikan Proses dan Prosedur.................................................... 35 1.4.2 Penerapan Manajemen Perubahan dan Pelatihan ..................... 38 1.5 MANAJEMEN RISIKO ........................................................................... 43 1.5.1 Analisis Risiko ................................................................................ 46 1.5.2 Garis Besar Manajemen Risiko..................................................... 47 1.5.3 Jenis Risiko..................................................................................... 50 1.5.4 Analisis Risiko Kuantitatif ............................................................. 52 1.5.5 Panduan Praktis dari ISO 55001 .................................................. 53 1.5.6 Mencermati Kondisi Aset.............................................................. 54



ix



BAB II ASESMEN DAN PENILAIAN MANAJEMEN ASET .................................. 57 2.1 ASESMEN MANAJEMEN ASET ................................................................ 57 2.1.1 Maturity Manajemen Aset ............................................................58 2.1.2 Prinsip Maturity Manajemen Aset ................................................61 2.1.3 Manfaat Dilakukannya Asesmen Maturity ..................................62 2.1.4 Karakteristik Organisasi yang Mature ..........................................63 2.1.5 Contoh Skala Maturity ..................................................................64 2.1.6 Audit Sistem Manajemen Aset......................................................66 2.1.7 Tinjauan Manajemen ....................................................................66 2.2 PENGUKURAN KINERJA DENGAN QUICK WIN ............................................. 67 2.2.1 Komitmen Indonesia Power ..........................................................67 2.2.2 Key Performance Indicators ..........................................................69 2.2.3 Indikator Kinerja Terkait Maintenance .........................................71 BAB III KEPATUHAN K3L DAN FINANSIAL ...................................................... 73 3.1 KEPATUHAN TERHADAP KESEHATAN DAN SAFETY ....................................... 73 3.1.1 K3L sebagai Prioritas di Indonesia Power.....................................73 3.1.2 Pernyataan Kebijakan K3L Indonesia Power ................................77 3.1.3 Fire & Safety Academy Indonesia Power ......................................80 3.1.4 Persyaratan dan Kompetensi Safety.............................................82 3.1.5 Persyaratan K3L .............................................................................83 3.1.6 Persyaratan Induksi dan Pelatihan K3L ........................................88 3.1.7 Alat Pelindung Diri .........................................................................91 3.1.8 Peralatan Safety yang Kritikal.......................................................97 3.2 MANAJEMEN LINGKUNGAN .................................................................. 99 3.2.1 Bagaimana Pembangkit Listrik Dapat Menyebabkan Dampak 100 3.2.2 Dampak Pembangkit pada Lingkungan .................................... 102 3.2.3 Komitmen Indonesia Power ....................................................... 114 3.3 KEPATUHAN FINANSIAL ASET ............................................................... 121 3.3.1 Manajemen Aset untuk Sustainability ....................................... 122 3.3.2 Aset dan Pemasukan Organisasi ............................................... 123 3.3.3 Dampak Terjadinya Downtime .................................................. 126 BAB IV PENGUATAN TEKNOLOGI UNTUK PENGELOLAAN ASET .................. 129 4.1 ASSET REGISTER DAN RENCANA MAINTENANCE ....................................... 129 4.1.1 Kesadaran Akan Aset Kunci........................................................ 129 4.1.2 Pentingnya Daftar Aset .............................................................. 131 4.1.3 Pengetahuan Aset ...................................................................... 133 4.1.4 Manajemen Aset Perusahaan .................................................... 135 4.1.5 Kapabilitas Inti Enterprise Asset Management ......................... 138 x



4.1.6 IBM Maximo Enterprise Asset Management ............................ 141 4.2 ALIRAN INFORMASI YANG EFISIEN ......................................................... 143 4.2.1 Mengoptimalkan Manajemen Data .......................................... 143 4.2.2 Peningkatan Efisiensi Operasional dengan IBM Maximo ......... 145 BAB V PENGOPTIMALAN MAINTENANCE UNTUK RELIABILITY DAN AVAILABILITY ............................................................................................. 151 5.1 OPTIMALISASI RENCANA MAINTENANCE ................................................ 152 5.1.1 Jenis Kegiatan Maintenance ...................................................... 152 5.1.2 Memahami Kegagalan Peralatan .............................................. 154 5.1.3 Maintenance Berbasis Kondisi ................................................... 157 5.1.4 Maintenance Berbasis Pemakaian............................................. 162 5.1.5 Maintenance Run to Failure ....................................................... 166 5.1.6 Pro dan Kontra Strategi Maintenance ....................................... 172 5.2 CONDITION MONITORING .................................................................. 175 5.2.1 Maintenance Sebagai Tool untuk Manajemen Aset ................. 175 5.2.2 Perencanaan Maintenance ........................................................ 177 5.2.3 Mode Kegagalan Aset................................................................. 177 5.2.4 Prescriptive Maintenance........................................................... 187 5.2.5 Reliability Efficiency Optimization Centre .................................. 195 5.2.6 Driver Maintenance Preskriptif REOC ........................................ 198 5.3 WORK PERMIT & CONTROL ................................................................ 201 5.3.1 Tactical Maintenance ................................................................. 204 5.3.2 Non Tactical Maintenance ......................................................... 207 5.3.3 Improvement............................................................................... 208 5.3.4 IP- DIGIMONX.............................................................................. 209 5.4 ADMINISTRASI SUKU CADANG ............................................................. 210 5.4.1 Tujuan Manajemen Persediaan ................................................. 210 5.4.2 Katalogisasi ................................................................................. 211 5.4.3 Manajemen Persediaan.............................................................. 211 5.4.4 Dependent Demand .................................................................... 213 5.4.5 Item Independent Demand......................................................... 214 5.4.6 Kesalahan Inventaris................................................................... 216



xi



BAB VI ORGANISASI DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA ...... 217 6.1 PENGEMBANGAN MITRA BISNIS ........................................................... 217 6.1.1 Pengadaan yang Berpusat pada Reliability .............................. 218 6.1.2 Prinsip Dasar dan Etika Pengadaan........................................... 220 6.1.3 Evaluasi Penyedia ....................................................................... 222 6.1.4 Seleksi, Uji Coba Peralatan, dan Acceptance ............................ 224 6.2 KONTRAKTOR DAN MANAJEMEN KONTRAK ............................................. 225 6.2.1 Apa yang Bisa Di-outsource-kan................................................ 226 6.2.2 Apa yang Bukan untuk Di-outsource -kan ................................. 227 6.2.3 Manfaat Outsourcing ................................................................. 228 6.2.4 Seputar Kontrak .......................................................................... 229 6.2.5 Jenis Kontrak Secara Umum ...................................................... 231 6.2.6 Poin Penting pada Perancangan Kontrak.................................. 235 6.2.7 Etika Dalam Pengadaan Barang/Jasa ....................................... 238 6.3 PENGEMBANGAN SDM ..................................................................... 240 6.3.1 Tantangan Penguatan SDM Indonesia Power .......................... 240 6.3.2 Kompetensi Manajemen Aset pada ISO 55001......................... 243 6.4 OPERATOR ASSET CARE ..................................................................... 252 6.4.1 Mengapa Melatih Operator Tentang Maintenance ................. 252 BAB VII PENGOPTIMALAN ASSET LIFE CYCLE .............................................. 261 7.1 MANAJEMEN LIFE CYCLE ASET ............................................................. 261 7.1.1 Life Cycle Aset ............................................................................. 261 7.1.2 Biaya Life Cycle ........................................................................... 270 7.1.3 Keputusan Akuisisi ...................................................................... 270 7.1.4 Keputusan Penggantian ............................................................. 272 7.1.5 Rencana Manajemen Aset life cycle .......................................... 272 7.2 OPTIMALISASI SUKU CADANG .............................................................. 273 7.2.1 Keberadaan Persediaan di Perusahaan ..................................... 273 7.2.2 Mengidentifikasi Kekritisan Suku Cadang ................................. 275 7.2.3 Lead time dalam Manajemen Persediaan................................. 279 7.2.4 Menentukan Stok Persediaan Optimal ...................................... 281 7.2.5 Sistem Pengendalian Persediaan ............................................... 283 7.3 SMART INVENTORY MANAGEMENT SYSTEM ............................................ 286 7.3.1 IP-ProInventory ........................................................................... 288 7.3.2 Digitalisasi Gudang..................................................................... 288 7.3.3 Fase 1 (Efisiensi Transaksi)......................................................... 289 7.3.4 Fase 2 (Data Integrity)................................................................ 291 7.3.5 Fase 3 (Perencanaan Inventori) ................................................. 292 7.3.6 Fase 4 (Warehouse Mapping Based on Augmented Reality) ... 293 xii



BAB VIII DIGITAL TRANSFORMATION ......................................................... 295 8.1 MENYIKAPI DINAMIKA PERUBAHAN ...................................................... 296 8.1.1 Selaras dengan Transformasi PLN ............................................. 296 8.1.2 People, Structure dan Technology ............................................. 297 8.1.3 Change Management dan Leadership....................................... 298 8.1.4 Strategic Change Leadership dan Digital Transformation ........ 299 8.2 STRATEGI TRANSFORMASI DIGITAL ........................................................ 300 8.2.1 Kerangka Kerja Transformasi Digital ......................................... 300 8.2.2 Kaizen dan Agile .......................................................................... 302 8.2.3 Scrum dan PASTI ......................................................................... 305 8.3 DATA TO COMPETENCE ...................................................................... 308 8.4 ROADMAP DIGITALISASI ..................................................................... 311 8.5 MANFAAT ...................................................................................... 314 8.5.1 Digitalize Business Function Process With IP-Apps ................... 314 8.5.2 Intangible Benefit........................................................................ 317 8.6 ASSET INFORMATION......................................................................... 320 8.6.1 Penerapan dan Fungsinya .......................................................... 321 8.6.2 Hasil Penerapan .......................................................................... 326 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 329



xiii



xiv



Daftar Gambar Gambar 1 Lingkup definisi manajemen aset ................................................... 4 Gambar 2 Manajemen Aset adalah sistem pendukung untuk bisnis ................ 5 Gambar 3 Aset manajemen pada organisasi pembangkitan sebagaimana mengacu pada ISO 55001 .................................................... 24 Gambar 4 Kebijakan tata kelola PT Indonesia Power ..................................... 27 Gambar 5 Siklus monitoring dan evaluasi tata kelola PT. Indonesia Power....................................................................................................... 28 Gambar 6 Elemen pada Standar ISO ............................................................. 29 Gambar 7 Mengatasi proses dan prosedur yang buruk ................................. 36 Gambar 8 Improvement tata kelola di PT Indonesia Power ........................... 37 Gambar 9 UP Semarang Indonesia Power meraih Asian Power Awards, penghargaan "Oscar" di bidang energi di Malaysia tahun 2019 Kategori Power Plant Upgrade of The Year, sebagai hasil dari perbaikan proses dan prosedur................................................................. 38 Gambar 10 Rencana untuk mengembangkan program pelatihan EAM .......... 41 Gambar 11 Program-program perusahaan pendukung tata kelola manajemen aset di PT Indonesia Power .................................................... 42 Gambar 12 Kerangka pengelolaan risiko Indonesia Power ............................ 44 Gambar 13 Garis besar manajemen risiko .................................................... 48 Gambar 14 Roadmap manajemen risiko Indonesia Power tahun 20192023 ......................................................................................................... 49 Gambar 15 Skala Maturity Manajemen Aset (Asset Management Consulting Limited - 2016) ........................................................................ 59 Gambar 16 Ilustrasi bow tie dari Skala Kematangan IAM .............................. 65 Gambar 17 Forum Leader 2019 di mana Direksi bersama Senior Leader Indonesia Power merumuskan Quick Wins 2019 sekaligus mengukuhkan komitmen untuk meningkatkan keandalan dan efisiensi pengelolaan pembangkit. ............................................................ 67 Gambar 18 Quick Wins Indonesia Power 2019 untuk mencapai Human capital Excellent (HCE), Operation Maintenance Excellent (OME), dan Business Development Excellent (BDE)................................................ 68 Gambar 19 Penandatanganan Key Performance Index (KPI) oleh 133 Eksekutif Kantor Pusat dan 146 Eksekutif Unit Indonesia Power yang dilakukan serentak ................................................................................... 70 Gambar 20 PT Indonesia Power meraih Subroto Award kategori Efisiensi Energi Nasional (UJP Lontar dan UJP Jawa Barat 2 Pelabuhan Ratu) pada 2019 dari kementerian ESDM menjadi bukti tercapainya kinerja pengelolaan aset, .......................................................................... 71 xv



Gambar 21 Workshop Leadership In Safety yang diikuti oleh Manajer Operasi seluruh unit PT Indonesia Power untuk meningkatkan komitmen kepemimpinan terhadap budaya K3 pada Level Manajemen .............................................................................................. 73 Gambar 22 Sepuluh unit Indonesia Power meraih beragam penghargaan seputar K3 - Zero Accident, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan Pencegahan Penanggulangan HIV-AIDS - dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ............................................................................................. 76 Gambar 23 Centre of Excellence (COE) Fire & Safety Academy Indonesia Power saat menjadi tuan rumah Apel Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional Provinsi Jawa Tengah tahun 2020............... 78 Gambar 24 Sertifikasi personil Indonesia Power terkait K3............................ 80 Gambar 25 Daftar pelatihan yang tersedia pada fasilitas Fire & Safety Academy Indonesia Power ........................................................................ 81 Gambar 26 Beberapa bentuk kegiatan simulasi fire suppresion Indonesia Power ....................................................................................... 81 Gambar 27 Penandatanganan MoU Indonesia Power dengan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS) peningkatan kemampuan di bidang K3.......................................................................... 83 Gambar 28 Indonesia Power melalui UP Bali meraih penghargaan ASEAN OSHNET Award Kategori Excellence di Kamboja sebagai apresiasi terhadap Perusahaan yang Zero Accident dalam kurun waktu 3 tahun berturut-turut ................................................................... 90 Gambar 29 Kegiatan Workshop Behaviour Based Safety di salah satu unit Indonesia Power untuk ajang untuk menguatkan budaya K3 selama bertugas ....................................................................................... 96 Gambar 30 Indonesia Power dinobatkan sebagai Green Company oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) dan majalah SWA, atas kontribusinya terhadap kelestarian lingkungan setempat maupun global........................................................................................ 100 Gambar 31 PT Indonesia Power melalui UP Bali meraih penghargaan tertinggi dalam kinerja pengelolaan lingkungan (Proper) dalam pemeringkatan periode 2017—2018 dengan 11 unit lainnya meraih Proper Hijau dan 2 unit meraih Proper Biru............................................. 101 Gambar 32 Seminar lingkungan oleh PT. Indonesia Power UP Suralaya sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap kelestarian alam sekaligus untuk kelangsungan bisnis perusahaan .................................... 104 Gambar 33 Ilustrasi dampak industri pada efek gas rumah kaca (lokasi gambar bukan di Indonesia) .................................................................... 104 xvi



Gambar 34 Indonesia Power meraih 3 penghargaan di ajang Asean Coal Awards 2019 sebagai bukti pemanfaatan teknologi batubara yang ramah lingkungan oleh Indonesia Power ................................................ 106 Gambar 35 Contoh waste ash dan slag....................................................... 109 Gambar 36 Peresmian Program Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Indonesia Power yang mengubah sampah menjadi pellet untuk bahan bakar kompor anglo dan gasifier di pembangkit listrik, sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan ................................................. 112 Gambar 37 Proses pencacahan sampah yang telah dipeyeumisasi sebelum dijadikan pelet di Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) ......... 116 Gambar 38 Gasifier untuk mengubah pelet menjadi listrik di PLTD/G.......... 117 Gambar 39 Program Plasma Nano Bubble sebagai remidiasi Kali Item ........ 118 Gambar 40 Kerjasama Indonesia Power dengan EDF Group untuk pengembangan EBT ................................................................................ 118 Gambar 41 PLTS Atap Bali Power Generation Unit ...................................... 119 Gambar 42 Penganugerahan PROPER kepada Indonesia Power .................. 120 Gambar 43 Enterprise Asset Management excellence PT Indonesia Power..................................................................................................... 130 Gambar 44 Indonesia Power meraih penghargaan TOP IT on Industry 4.0 Development 2018 selama dua tahun berturut-turut sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya pengelolaan aset melalui dukungan teknologi ................................................................................ 131 Gambar 45 Workshop Pengelolaan Persediaan Material Pemeliharaan dari fungsi System Analysis and Program Development SAP untuk pengelolaan aset yang lebih baik ............................................................ 133 Gambar 46 Organisasi padat aset saat ini membutuhkan serangkaian kemampuan perusahaan yang kuat, didukung oleh teknologi mobile terbaru dan analitik big data................................................................... 138 Gambar 47 Manajemen data yang buruk membawa serta berbagai tantangan............................................................................................... 144 Gambar 48 Mendapatkan insight dengan memanfaatkan perangkat yang terhubung dan data operasional aset real time ............................... 149 Gambar 49 Pola Kegagalan (Sumber: John Moubray, Nolan & Heap) .......... 155 Gambar 50 Barrier perlindungan reliability ................................................. 156 Gambar 51 Kurva PF - mencari tanda-tanda awal kegagalan ....................... 157 Gambar 52 Diagram Workflow Run to Failure ............................................. 166 Gambar 53 Ilustrasi dampak kebijakan maintenance terhadap kurva hidup...................................................................................................... 176 Gambar 54 Kurva P – F. Grafik menunjukkan peristiwa: A, kegagalan mulai terjadi; P, potensi kegagalan; dan F, kegagalan fungsional. ........... 178 xvii



Gambar 55 Interval P – F net. Grafik menunjukkan peristiwa: A, kegagalan mulai terjadi; P, potensi kegagalan; F, kegagalan fungsional; dan Interval inspeksi ti. ......................................................... 179 Gambar 56 Tinjauan konsep maintenance. Keluar dari standar EN13306 (Terminologi maintenance. European standard: EN 13306:2010.). .......... 180 Gambar 57 Teknik condition monitoring dan persamaan medisnya ............. 184 Gambar 58 Interval condition monitoring dan delay time............................ 185 Gambar 59 Aliran Proses Dasar WPC .......................................................... 203 Gambar 60 IP-DigimonX di Playstore .......................................................... 209 Gambar 61 Sistem inventori ....................................................................... 213 Gambar 62 Item yang fast moving— siklus reorder ..................................... 214 Gambar 63 Vendor Gathering Indonesia Power untuk menguatkan terwujudnya Supply Chain Excellence ...................................................... 217 Gambar 64 Peresmian IP Academy berbasis digital: Virtual Classroom, Virtual Reality, Gamification, Micro Learning, dan REOC Simulator.......... 242 Gambar 65 Kerangka kompetensi pada ISO 55001 ...................................... 244 Gambar 66 Gambaran kompetensi untuk setiap elemen peran ................... 246 Gambar 67 Kegiatan Assessment Kompetensi Operation & Maintenance Excellence (AKOME) ke IV yang dihadiri perwakilan seluruh unit Indonesia Power sebagai wadah berbagi ilmu. .................... 254 Gambar 68 Tahapan life cycle ..................................................................... 271 Gambar 69 Format Informasi QR Code ....................................................... 288 Gambar 70 QR Code pada Bon Permintaan................................................. 289 Gambar 71 proses penerimaan barang pada ERP (sebelum inovasi) ............ 290 Gambar 72 Proses penerimaan barang pada ERP (setelah inovasi) .............. 290 Gambar 73 Proses penerimaan barang pada ERP (setelah inovasi) .............. 291 Gambar 74 Proses inventarisasi sebelum implementasi memerlukan waktu 15 menit ...................................................................................... 292 Gambar 75 Proses inventarisasi setelah implementasi yang dilakukan hanya 5 menit......................................................................................... 292 Gambar 76 Chart Control pada IP-ProInventory .......................................... 293 Gambar 77 Warehouse mapping design based on augmented reality ......... 293 Gambar 78 Diagram Alir Change (Perubahan)............................................. 298 Gambar 79 Diagram Alir Change Management ........................................... 298 Gambar 80 Kerangka Kerja Transformasi Digital (Westerman George, Bonnet Didier, 2014)............................................................................... 301 Gambar 81 Metode Kaizen berbanding Kaikaku ......................................... 302 Gambar 82 Indonesia Power’s Triangle Loop Of Transformation Approach ................................................................................................ 304 Gambar 83 Kerangka Kerja Scrum .............................................................. 306 Gambar 84 Kerangka kerja Scrum pada PASTI Digital Transformation ......... 307 xviii



Gambar 85 Sample Scrum Sprint from PASTI .............................................. 307 Gambar 86 Model Data To Competency ..................................................... 308 Gambar 87 Skema Artificial Intelligence ..................................................... 309 Gambar 88 Level data dan Informasi REOC ................................................. 310 Gambar 89 Kerangka Kerja PASTI pada Digital Transformation ................... 312 Gambar 90 Penyusunan roadmap digitalisasi Indonesia Power ................... 312 Gambar 91 Roadmap Digital Transformation Indonesia Power ................... 313 Gambar 92 Subyek untuk manajemen aset................................................. 321 Gambar 93 Keuntungan yang didapat atas tercapainya keselarasan dan keintegrasian.......................................................................................... 325 Gambar 94 Bentuk integrasi dari sistem manajemen aset ........................... 327



Daftar Tabel Tabel 1 Upaya mitigasi terhadap risiko berkelanjutan .................................... 45 Tabel 2 Isu penting dan ekspektasi stakeholder Indonesia Power................... 74 Tabel 3 Pengetahuan manajemen aset ........................................................ 134 Tabel 4 Acpect, Key Factor, dan Goal Indonesia Power’s Triangle Loop of Transformation Approach ................................................................... 304 Tabel 5 Detail kerangka kerja PASTI ............................................................. 311 Tabel 6 Aplikasi Pendukung Transformasi Digital PT Indonesia Power .......... 314 Tabel 7 Perkembangan transformasi digital Indonesia Power ...................... 317 Tabel 8 Keselarasan transformasi digital Indonesia Power ........................... 319 Tabel 9 Acuan ISO untuk manajemen aset ................................................... 320



xix



Bab I Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset 1.1 Aset Pembangkitan Indonesia Power



PT Indonesia Power (selanjutnya disebut Indonesia Power) merupakan salah satu Anak Perusahaan PT. PLN (Persero) yang sebelumnya bernama PT. PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa Bali I (PLN PJB I) dan didirikan pada tanggal 03 Oktober 1995 sebagai langkah untuk memulai kemandirian bisnis sektor pembangkitan tenaga listrik di Indonesia. Pada tanggal 03 Oktober 2000, nama PLN PJB I secara resmi berubah menjadi PT Indonesia Power sebagai penegasan atas tujuan Perusahaan yang menjadi Perusahaan pembangkit tenaga listrik independen yang berorientasi bisnis murni. Pada tahun 2012 Indonesia Power melebarkan sayap ke seluruh Indonesia dengan mengembangkan portofolio melalui pengembangan Usaha Jasa Operation & Maintenance (O&M) di luar sistem Jawa dan Bali serta pembangkit energi terbarukan yang ramah lingkungan. Aset pembangkit yang dimiliki oleh Indonesia Power meliputi Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA), Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Menurut data 1



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset operasional Jawa Bali, realisasi pasokan energi listrik di sistem Jawa Bali pada tahun 2019 adalah sebesar 194.560 GWh, meningkat 3,71% dibandingkan realisasi pada tahun 2018 sebesar 187.605 GWh. Dari total pasokan tersebut, Indonesia Power memasok sebesar 19,22% atau sebesar 37.391 GWh. Hasil produksi tenaga listrik Indonesia Power dijual kepada induk Perusahaan yaitu PLN sebagai single buyer. Mekanisme penjualan energi listrik melalui Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) periode lima tahunan. Dalam perjanjian tersebut, PLN membayar pasokan tenaga listrik yang disediakan oleh Perusahaan dan entitas anak sebesar jumlah yang ditentukan berdasarkan formula pembayaran. Sehingga aspek pemasaran Indonesia Power ditujukan untuk mengelola dan meningkatkan kepercayaan pemegang saham dan kepuasan pelanggan. Sebagai salah satu Perusahaan pengelola berbagai jenis pembangkit di Indonesia menjadikan pengalaman tersebut sebagai modal dasar dalam meraih peluang. Keunggulan tersebut perlu dikelola dan diciptakan suatu strategi yang sesuai dalam menghadapi tantangan dan persaingan yang makin ketat dengan meninjau faktor internal dan eksternal Perusahaan. Strategi Utama Perusahaan dalam Rencana Jangka Panjang Periode 20202024, yaitu: 1.



2.



3.



4.



5.



Meningkatkan kinerja dan daya saing pembangkit melalui peningkatan ketersediaan, keandalan, dan efisiensi thermal pembangkit yang ramah lingkungan sesuai best practice asset management dengan pengelolaan biaya dan investasi yang optimal. Melakukan pengembangan bisnis pembangkit secara mandiri maupun melalui skema kemitraan strategis, baik pada lokasi baru maupun lokasi eksisting, dengan prioritas penggunaan teknologi pembangkit yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Mengembangkan bisnis non pembangkit yang meliputi jasa operasi dan pemeliharaan, termasuk Maintenance Repair Overhaul (MRO), dan bisnis non electricity di dalam dan luar PLN Group. Meningkatkan peran Anak Perusahaan sesuai dengan value creation yang ditetapkan, apakah sebagai sumber pendapatan atau sebagai arm’s length bisnis Perusahaan. Meningkatkan keamanan dan jumlah pasokan energi primer non bahan bakar minyak dengan harga yang kompetitif.



2



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset 6.



7.



Pemenuhan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia (SDM) serta leadership untuk mencapai Human Capital Excellent fit Industry 4.0 yang adaptif terhadap perubahan. Pencapaian proses bisnis ekselen melalui implementasi transformasi digital untuk meningkatkan kinerja Perusahaan.



1.2 Manajemen Aset dan ISO55000



Standar manajemen aset ISO 55000 mendefinisikan aset sebagai: item, benda atau entitas yang memiliki value potensial atau aktual bagi suatu organisasi. Ini adalah definisi yang sangat umum yang dapat mencakup semua jenis aset. Untuk memfokuskan pengertian ini, kita arahkan ke jenis aset berikut yang biasanya dapat diidentifikasi dalam organisasi: • Aset Fisik • Aset Keuangan • Aset Manusia • Aset Informasi • Aset Tak Berwujud Aset fisik adalah item-item seperti plant, mesin, bangunan, jalan, kendaraan, kereta api, pesawat terbang, pipa, kabel, peralatan komunikasi, dan infrastruktur lainnya.



3



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Selain aset fisik, kita juga mempertimbangkan aset keuangan, manusia, dan juga informasi sejauh aset informasi ini mendukung pengelolaan aset fisik. Aset tidak berwujud adalah hal-hal non fisik seperti goodwill dan kekayaan intelektual.



1.2.1



Apa Itu Manajemen Aset



ISO 55000 mendefinisikan Manajemen Aset sebagai kegiatan terkoordinasi dari suatu organisasi untuk merealisasikan value dari aset.



Gambar 1 Lingkup definisi manajemen aset



Institute of Asset Management, IAM, memperluas definisi ini dan mendefinisikan Manajemen Aset sebagai "disiplin yang menyediakan teknik untuk mengubah tujuan mendasar suatu organisasi menjadi implikasi praktis untuk memilih, memperoleh (atau menciptakan), mengoperasikan dan memelihara aset yang tepat guna mencapai tujuan tersebut; sembari mencari pendekatan total value terbaik (kombinasi optimal dari biaya, risiko, kinerja dan sustainability).” Ilustrasi dasar tentang bagaimana peran aset fisik dan manajemen aset dalam organisasi ditunjukkan pada Gambar 2. Di sini kita melihat bahwa pendorong utamanya adalah permintaan pelanggan yang mengarah pada tujuan dan rencana bisnis. Untuk memenuhi tujuan bisnis, kita memerlukan



4



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset operasi bisnis yang membutuhkan dukungan dari aset-aset fisik. Manajemen Aset berfungsi untuk menyediakan aset guna mendukung operasi bisnis ini. Dalam pelaksanaannya kemudian dibutuhkan Sistem Manajemen Aset yang mendukung perencanaan, akuisisi, maintenance, dan logistik aset. Layanan pendukung lainnya seperti teknologi informasi, layanan keuangan dan hukum juga diperlukan di semua kegiatan.



Gambar 2 Manajemen Aset adalah sistem pendukung untuk bisnis



Manajemen Aset adalah disiplin strategis yang memberikan tingkat ketelitian dan akuntabilitas terhadap cara organisasi dalam memutuskan: • bagaimana dan di mana • apa yang harus diinvestasikan • aset apa yang paling kritis • risiko apa yang perlu dikelola • tuntutan apa yang harus dipenuhi • apa yang perlu diketahui • bagaimana pengetahuan ini harus ditangkap dan disebarluaskan • bagaimana organisasi harus ditata dan dipimpin • tipe dan tim SDM macam apa yang dibutuhkan • bagaimana kegiatan harus dijalankan • bagaimana kinerja aktual harus diukur • bilamana diperlukan perbaikan.



5



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Manajemen Aset melibatkan pengambilan keputusan terkait apa yang disebutkan di atas dan masih banyak lainnya ke dalam kerangka kerja yang koheren untuk memastikan outputnya bisa melayani tujuan organisasi. Ini adalah pendekatan yang holistik dan integratif untuk mengelola seluruh umur aset, mulai dari awal hingga pembuangannya, yang melibatkan penglihatan ke depan dan ke belakang, ke luar maupun ke dalam, dan penyeimbangan kebutuhan semua pemangku kepentingan - yang ada saat ini dan yang dari masa depan. Manajemen Aset yang baik ditandai dengan garis pandang yang jelas dari para direktur di ruang rapat hingga para staf di garis depan, dari strategi manajemen aset hingga dijabarkan ke task-task individu. Ini membutuhkan kebijakan aset untuk dijustifikasi, strateginya disusun menjadi yang berbasis eviden, dampak yang dihasilkan dibuat agar bisa dilacak, dan informasi asetnya harus terbaru dan dapat diandalkan. Ini juga membutuhkan proses end-to-end yang jelas dan dikomunikasikan dengan baik, didukung oleh peran dan tanggung jawab yang tidak ambigu, dan manajer yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman untuk memahami, berkontribusi dan memberlakukan kebijakan, strategi, dan pengelolaan aset seusia hidupnya. Di atas segalanya, kepentingan yang tinggi harus diletakkan pada pengetahuan dan pembelajaran juga komitmen yang serius untuk pembelajaran berkelanjutan dari SDM, tim dan organisasi. Manajemen Aset: • Adalah pola pikir yang memandang aset fisik bukan sebagai benda mati logam/plastik/beton yang tidak berubah, tetapi sebagai objek dan sistem yang merespons lingkungan, bisa berubah dan biasanya terdeteriorasi atau memburuk seiring penggunaan atasnya, dan akan semakin bertambah tua sampai kemudian mengalami gagal/ berhenti bekerja/mati. • merupakan pengakuan bahwa aset memiliki life cycle • sama pentingnya bagi mereka yang bekerja di bidang keuangan maupun bagi para enjinir • merupakan pendekatan untuk mendapatkan apa yang terbaik dari aset untuk kepentingan organisasi dan/atau pemangku kepentingannya • tentang memahami dan mengelola risiko yang terkait dengan kepemilikan aset.



6



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Prinsip utama dalam Manajemen Aset adalah LINE OF SIGHT ... yang berarti: • Suatu pendekatan dalam suatu organisasi untuk mengatur pekerjaan yang secara langsung dikenakan pada aset berdasarkan tujuan organisasi bersangkutan • suatu disiplin yang mengakui, mengakomodasi, dan menyelaraskan risiko kepemilikan atas aset tertentu dengan tujuan organisasi yang mengoperasikan aset bersangkutan. Beberapa contohnya: Contoh 1. Keputusan 'Manajemen Aset' yang baik misalnya untuk membeli sistem pipa baja stainless berspesifikasi tinggi yang mahal dalam proses industri. Meski biaya awalnya lebih tinggi, namun biaya maintenance-nya bisa jadi lebih rendah dan umur yang diharapkan bisa jadi 3 kali lebih lama, risiko kegagalan yang mengganggu jadi lebih rendah dan karena itu sebagai dampaknya risiko bagi organisasi dari perspektif kinerja, kesehatan & safety dan lingkungan jadi jauh lebih rendah. Karenanya, total biaya life cyclenya bisa jadi lebih rendah dan risiko total bagi organisasi melalui pembelian sistem perpipaan yang lebih mahal tadi merupakan keputusan Manajemen Aset yang baik. Contoh 2. Keputusan Manajemen Aset yang buruk misalnya untuk mengurangi frekuensi aktivitas pemeliharaan pada suatu aset tanpa memperhatikan dampak penuh dalam mengambil keputusan tersebut. Pengurangan frekuensi aktivitas pemeliharaan kemungkinan memberikan manfaat finansial jangka pendek, tetapi biaya jangka panjang yang jauh lebih besar dapat terjadi jika aset tersebut mengalami kegagalan sebelum waktunya. Tentu saja, pemeliharaan merupakan upaya untuk mengenali kelainan dan mencegah kegagalan, sehingga diperlukan analisis yang tepat untuk dapat membuktikan bahwa strategi pemeliharaan yang diputuskan dapat memberikan net benefit bagi organisasi!



7



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



1.2.2



Mengapa Manajemen Aset itu penting



Manajemen Aset penting karena dapat membantu organisasi untuk: 1. Mengurangi total biaya pengoperasian aset. 2. Mengurangi biaya modal berinvestasi di basis aset. 3. Meningkatkan kinerja operasi aset (mengurangi tingkat kegagalan, meningkatkan availability, dan lain-lain). 4. Mengurangi potensi dampak kesehatan dari pengoperasian aset. 5. Mengurangi risiko safety dari pengoperasian aset. 6. Meminimalkan dampak lingkungan dari pengoperasian aset. 7. Menjaga dan meningkatkan reputasi organisasi. 8. Meningkatkan kinerja regulasi organisasi. 9. Mengurangi risiko hukum yang terkait dengan aset operasi. Kunci dari Manajemen Aset yang baik adalah dapat MENGOPTIMALKAN manfaat yang ada. Artinya, Manajemen Aset mempertimbangkan seluruh hal di atas dan menentukan bagaimana perpaduan aktivitas terbaik untuk mencapai keseimbangan optimal bagi seluruh hal di atas bagi kepentingan organisasi. Manajemen Aset secara eksplisit difokuskan pada membantu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan dan untuk menentukan perpaduan yang optimal dari rangkaian kegiatan berdasarkan tujuan tersebut. Pengembalian investasi pada aset fisik dapat berupa berbagai hal, diantaranya adalah sebagai berikut: • Delivery layanan yang lebih menguntungkan. • Kontribusi kondisi aset fisik bersangkutan terhadap biaya pemeliharaan dan operasional. • Bagaimana perencanaan jangka panjang akan mampu mengurangi pengeluaran modal dan operasional serta maupun menarik perhatian investor untuk memberikan bantuan pendanaan. • Bagaimana availability yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi masyarakat sehingga dapat mengakses layanan yang penting. • Bagaimana ketahanan terhadap cuaca buruk ataupun ketahanan ancaman teroris dapat meningkatkan reputasi bisnis.



8



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset • •



Bagaimana kondisi kesehatan aset ketika diserahkan kepada generasi berikutnya. Bagaimana histori kondisi penurunan aset ketika tidak dioperasikan lagi.



Tujuan dari Manajemen Aset adalah untuk memungkinkan organisasi dalam memiliki aset yang sesuai dengan kebutuhan bisnisnya, dan untuk menyediakan layanan pendukung sehingga dapat beroperasi secara efektif. Dalam istilah yang lebih abstrak, tujuan Manajemen Aset adalah untuk memungkinkan organisasi dalam merealisasikan value dari aset untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen aset mendukung perealisasian value dan juga menyeimbangkan biaya keuangan, lingkungan dan sosial, risiko, tingkat dan kualitas layanan, dan kinerja aset.



1.2.3



Karakteristik Manajemen Aset yang Baik



Setiap organisasi yang ingin mencapai Manajemen Aset yang baik, harus mempertimbangkan karakteristik berikut: a)



Multidisipliner: Manajemen Aset harus menyelaraskan aktivitas dan batas-batas disiplin lintas departemen serta menghindari silo. b) Sistematis: Manajemen Aset harus diterapkan secara ketat dan terstruktur, yang dicapai melalui sistem manajemen terpadu.



9



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset c)



Berorientasi sistem: Manajemen Aset harus berfokus pada sistem aset, bukan pada aset terisolasi, mencari net total value. d) Berbasis risiko: Pertimbangan risiko harus merupakan dasar terhadap seluruh pengambilan keputusan. e) Optimal: Manajemen Aset harus menemukan kompromi terbaik antara tujuan yang saling bertentangan (yaitu pilihan biaya investasi modal atau pengeluaran operasional). f) Berkelanjutan: Manajemen Aset harus mengoptimalkan value aset selama siklus hidupnya, dan harus mencakup kinerja sistem yang berkelanjutan, lingkungan dan konsekuensi jangka panjang lainnya. g) Terintegrasi: Manajemen Aset harus mempertimbangkan semua bidang yang berpartisipasi dalam Mekanisme Akuntabilitas secara keseluruhan, bukan hanya sebagai jumlah dari bagian-bagian tersebut. h) Siklik: Manajemen Aset harus melaksanakan peninjauan terusmenerus dan menjalankan proses pembelajaran untuk memastikan bahwa sistem dan proses secara jelas selaras dengan tujuan strategis organisasi dan dapat terus memenuhi kebutuhan organisasi. Kurangnya fokus Manajemen Aset dapat menyebabkan masalah dari komunikasi yang buruk antara bidang operasi dan bidang pemeliharaan ataupun antara staf dan manajemen senior. Hal ini dapat terjadi pada situasi dalam mengatasi masalah atau potensi masalah baik dalam bentuk fisik maupun langkah-langkah untuk mengatasi masalah keuangan yang diperlukan.



1.2.4



Manfaat Manajemen Aset yang Baik



Manajemen Aset yang baik memberikan manfaat berikut ini, yang memungkinkan organisasi untuk secara efektif dan efisien mengoptimalkan kapabilitas bisnisnya, dan untuk mencapai tujuan profitabilitas dan pemberian layanan: • Pendekatan sistematis untuk keputusan berbasis aset, sehingga persyaratan, akuisisi, dan pembuangan asetnya bisa sesuai dengan tujuan bisnis; • Dukungan logistik yang tepat selama life cycle aset, menciptakan peningkatan kinerja aset;



10



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset • •







Proses internal yang efektif untuk mengelola aset; Manfaat dalam memenuhi target bisnis dan regulasinya, termasuk: o target operasional, o target keuangan, o peraturan lingkungan, o peraturan kesehatan dan safety, o persyaratan asuransi, o manajemen risiko. Kerangka kerja sistematis untuk pelatihan dan pengembangan staf, dalam memahami dan mengelola portofolio aset.



Rangkaian standar ISO 55000 memberikan kerangka umum untuk pengelolaan aset fisik. Adopsi ISO 55000 dapat memberikan: • Pandangan terstruktur dan pemahaman tentang manajemen aset; • Hubungan yang efektif antara manajemen puncak, manajemen aset, operasi, dan maintenance; • Peningkatan pengembalian keuangan aset; • Keputusan manajemen aset yang terinformasi dengan baik; • Manfaat asuransi, kesehatan dan safety, peraturan, dan manajemen risiko; • Pengakuan/pemasaran perusahaan; • Perbaikan dalam pelatihan dan pengembangan.



1.2.5



Tentang ISO dan ISO 55000



ISO adalah organisasi internasional nonpemerintah yang independen untuk penstandardisasian. ISO dibuat pada tahun 1946 dengan tujuan untuk memfasilitasi koordinasi internasional dan penyatuan standar industri. Saat ini, ISO terdiri dari 163 anggota nasional. ISO 55000, Manajemen Aset — Tinjauan umum, prinsip, dan terminologi, diluncurkan pertama kali pada tahun 2014 yang memberikan gambaran umum tentang manajemen aset 11



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset dan sistem manajemen untuk pengelolaan aset. Selain itu juga terdapat ISO 55001: Manajemen aset — Sistem Manajemen — Persyaratan dan ISO 55002: Manajemen aset — Sistem Manajemen — Pedoman penerapan ISO 55000, serta ISO TS 55010 yang merupakan pedoman tentang penyelarasan fungsi keuangan dan non-keuangan dalam manajemen aset. Target pengguna standar-standar ini adalah: • Mereka yang mempertimbangkan bagaimana meningkatkan realisasi value untuk organisasi mereka dari basis asetnya • Mereka yang terlibat dalam pendirian, implementasi, maintenance, dan peningkatan sistem manajemen aset • Mereka yang terlibat dalam perencanaan, desain, implementasi, dan peninjauan kegiatan manajemen aset Penerapan standar ini diyakini memungkinkan organisasi untuk mencapai tujuannya melalui manajemen aset yang efektif dan efisien. Penerapan sistem manajemen aset membantu memastikan bahwa tujuan tersebut dapat dicapai secara konsisten dan berkelanjutan dari waktu ke waktu. Rangkaian standar ISO 55000 adalah set standar internasional pertama untuk manajemen aset. Mereka muncul dari Spesifikasi Publik (PAS) 55. PAS55 diluncurkan oleh British Standards Institute (BSI), pada tahun 2004, sebagai hasil dari upaya yang dipimpin oleh Institute of Asset Management (IAM). Ini dianggap sebagai spesifikasi pertama yang diakui secara internasional untuk Manajemen Aset. Rangkaian standar ISO 55000 sejajar dengan sistem manajemen utama lainnya. Ini termasuk ISO 9001 untuk manajemen kualitas, ISO 14001 untuk manajemen lingkungan, dan ISO 31000 untuk manajemen risiko. Rangkaian standar ISO 55000 memberikan standar manajemen pertama untuk menerapkan ISO Annex SL. Annex SL adalah struktur tingkat tinggi untuk menyediakan struktur universal, teks inti identik, dan istilah serta definisi umum untuk semua standar manajemen. Migrasi ke ISO 55000 dari PAS55 dianggap cukup mudah dengan elemen serupa. Perbedaan utamanya adalah bahwa PAS55 difokuskan pada manajemen aset fisik yang optimal, sementara ISO 55000 adalah standar untuk semua jenis aset.



12



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Standar Internasional untuk Organisasi (ISO 55000) dikembangkan khusus untuk Asset Management (AM), yang terdiri dari serangkaian empat komponen, ISO 55000, ISO 55001, ISO 55002, dan ISO TS 55010. ISO 55000 bukan hanya tentang maintenance tetapi juga tentang penciptaan value. Aset memungkinkan organisasi untuk mencapai tujuan strategis dan memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan. Mengelola aset secara optimal telah menjadi penting bagi organisasi untuk tetap kompetitif di pasar global saat ini. ISO 55000 membutuhkan perubahan dalam kebijakan, proses, dan orang-orang yang dengan demikian menantang status quo dan mengarah ke rezim integritas aset yang sama sekali baru. Integritas aset mengharuskan organisasi untuk mematuhi standar dan berbagai peraturan. Mengadopsi ISO 55000 akan memungkinkan organisasi untuk menyelaraskan cara aset dikelola dan dipertahankan, ini akan meningkatkan pengembalian investasi dengan mengurangi biaya, sambil mendukung value aset tanpa mengorbankan tujuan organisasi.



Definisi dan Terminologi dalam ISO 55000 Berikut ini disajikan serangkaian definisi dari ISO 55000. • Capability: Mengukur kapasitas dan kemampuan suatu entitas (sistem, orang, atau organisasi) untuk mencapai tujuannya • Competence: Kemampuan menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai hasil yang diinginkan • Continual improvement: Aktivitas berulang untuk meningkatkan kinerja • Effectiveness: Sejauh mana kegiatan yang direncanakan direalisasikan dan hasil yang direncanakan tercapai • Monitoring: Menentukan status suatu sistem, proses, atau aktivitas • Measurement: Proses untuk menentukan value • Policy: Niat dan arah organisasi seperti yang dinyatakan secara formal oleh manajemen puncaknya • Objective: Hasil yang ingin dicapai. Suatu sasaran dapat bersifat strategis, taktis, atau operasional • Requirement: Kebutuhan atau harapan yang dinyatakan, umumnya tersirat atau wajib • Risk: Pengaruh ketidakpastian pada tujuan • Asset: Barang, benda, atau entitas yang memiliki value potensial atau aktual bagi suatu organisasi



13



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset • • • •







• • • • • •



Asset life: Periode dari penciptaan aset hingga akhir masa pakai aset Life Cycle: Tahapan yang terlibat dalam pengelolaan suatu aset Asset management: Aktivitas yang terkoordinasi dari suatu organisasi untuk mewujudkan value dari aset Strategic Asset Management Plan (SAMP): Informasi yang terdokumentasi yang menentukan bagaimana tujuan organisasi akan dikonversi menjadi tujuan manajemen aset, pendekatan untuk mengembangkan rencana manajemen aset, dan peran sistem manajemen aset dalam mendukung pencapaian tujuan manajemen aset Asset management plan: Informasi terdokumentasi yang menentukan kegiatan, sumber daya, dan rentang waktu yang diperlukan untuk aset individu, atau pengelompokan aset, untuk mencapai tujuan manajemen aset organisasi Preventive action: Tindakan untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian potensial atau situasi potensial yang tidak diinginkan lainnya Predictive action: Tindakan untuk memantau kondisi suatu aset dan memprediksi kebutuhan akan tindakan pencegahan atau tindakan korektif Corrective action: Tindakan untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian dan mencegah terulangnya Management system: Set elemen yang saling terkait atau berinteraksi dari suatu organisasi untuk menetapkan kebijakan dan tujuan dan proses untuk mencapai tujuan tersebut Asset management system: Sistem manajemen untuk manajemen aset yang fungsinya adalah untuk menetapkan kebijakan manajemen aset dan tujuan manajemen aset Asset management system: Sistem manajemen untuk manajemen aset yang fungsinya adalah untuk menetapkan kebijakan manajemen aset dan tujuan manajemen aset



14



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



Hal Fundamental ISO 55000 mengidentifikasi empat dasar-dasar atau fundamental dari Manajemen Aset sebagai berikut: Value - penciptaan, akuisisi, maintenance, perbaikan, dan retensi umum aset infrastruktur hanya boleh dilakukan untuk memberikan value kepada organisasi dan pemangku kepentingannya. Tujuan dan kegiatan Manajemen Aset harus sepenuhnya selaras dengan tujuan organisasi untuk menentukan dan memastikan derivasi value dari aset. Alignment - konversi tujuan organisasi dan Manajemen Aset menjadi rencana Manajemen Aset dan intervensi aset sepenuhnya selaras di lapangan untuk mendapatkan value dan memberikan tujuan organisasi. Ini harus ditetapkan melalui keputusan teknis dan keuangan berbasis risiko dan berbasis informasi, dikoordinasikan dan terus dikuatkan oleh Sistem Manajemen Aset. Leadership - pertimbangan faktor orang-orang yang mempengaruhi realisasi value dan tujuan organisasi dari aset. Ini termasuk kepemimpinan dan komitmen dari bagian organisasi paling atas, budaya, peran dan tanggung jawab, kompetensi, pemberdayaan dan otoritas yang tepat, komunikasi, koordinasi fungsi dan kesadaran akan tujuan organisasi dan Sistem Manajemen Aset di seluruh organisasi. Assurance - tata kelola organisasi yang efektif untuk memastikan aset akan memberikan value yang diinginkan dan tujuan organisasi. Ini termasuk pengelolaan sumber daya yang optimal dalam batasan-batasan yang relevan, membentuk orang-orang yang efektif dan efisien, proses dan sistem untuk mencapai kapabilitas yang diperlukan, dan pemantauan serta peningkatan berkelanjutan.



15



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



1.2.6



Mengelola Aset secara Efektif



Sangatlah penting bagi organisasi untuk mengelola aset mereka secara efisien. Ini membutuhkan efektivitas dalam hal perencanaan, akuisisi, operasi, dan pembuangan aset terbaik untuk memenuhi permintaan pemberian service saat ini dan masa depan. Manajer yang bertanggung jawab harus memasukkan manajemen aset ke dalam organisasi. Organisasi dapat mencapai integritas aset dengan: •



Menyesuaikan aset dengan kebutuhan pemberian layanan.







Mengelola aset dalam sumber daya yang tersedia dan kebutuhan persyaratan hukum/teknis yang ada.







Memastikan aset sesuai dan selaras dengan tujuan kebijakan organisasi.







Organisasi mengadopsi pendekatan life cycle untuk merencanakan investasi aset dan keputusan manajemen;







Memantau, mengevaluasi, dan meningkatkan kinerja aset.







Menetapkan tanggung jawab dan pertanggungjawaban untuk memelihara, dan secara efisien dan efektif menggunakan aset yang sudah ada;







Memastikan pengambilan keputusan yang diinformasikan melalui informasi aset yang memadai, termasuk kondisi aset, penggunaan aset alternatif dan yang ada dan value residunya.







Mengidentifikasi dan mengelola risiko kepemilikan dan operasi aset.







Menyiapkan peningkatan berkelanjutan dan pendekatan manajemen adaptif terhadap kebijakan dan praktik investasi aset.



16



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



1.2.7



ISO 55000 dalam Kontinuitas Aset Efektif



Rangkaian standar ISO 55000 menetapkan persyaratan untuk penerapan manajemen aset fisik dalam organisasi yang intensif aset. Ini dirancang untuk memastikan organisasi dan para pemangku kepentingan, regulator, penjamin asuransi, dan investor bahwa organisasi memiliki sistem untuk mengelola aset dengan cara yang memberikan value yang selaras dengan tujuan organisasi. Penerapan ISO 55000 memberikan banyak keuntungan, di antaranya adalah sebagai berikut: • Memberi perhatian terhadap standar dan untuk menarik investor/ pendanaan. • Meningkatkan pengembalian keuangan aset • Memvalidasi kebutuhan untuk investasi infrastruktur • Mempertahankan staf yang kompeten • Mengurangi tarif asuransi. • Mengelola risiko aset dan bisnis Selain itu, ISO 55000 mencakup seluruh life cycle suatu aset: mulai dari desain, hingga rekayasa, pengadaan, pemasangan, start-up, operasi, maintenance, pemulihan, penonaktifan, dan pembuangan; proses ini secara populer disebut sebagai 'from cradle to grave'. 17



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Seri standar ISO 55000 dibagi menjadi empat bagian: 1. ISO 55000 Asset Management yang memberikan tinjauan kritis, konsep dan terminologi. 2. ISO 55001 Asset Management yang menetapkan persyaratan untuk Sistem Manajemen yang efektif. Ini berisi serangkaian klausul "harus", yang menyatakan apa yang perlu dilakukan organisasi untuk mematuhi standar. ISO 55001 mengharuskan organisasi untuk menyiapkan rencana manajemen life cycle. 3. ISO 55002 Asset Management; menawarkan interpretasi dan panduan untuk sistem seperti itu untuk diimplementasikan. Bagian ini berisi klausa yang memberikan pedoman tentang bagaimana persyaratan klausul ISO 55001 yang sesuai sepatutnya dilaksanakan. 4. ISO TS 55010 "Pedoman tentang penyelarasan fungsi keuangan dan non-keuangan dalam manajemen aset" diluncurkan pada 17 September 2019. Spesifikasi ini disusun untuk membantu organisasi dalam meningkatkan keselarasan antara fungsi keuangan dan nonkeuangan. Spesifikasi ini akan menguntungkan organisasi yang berupaya menyeimbangkan biaya, risiko, dan kinerja dengan memberikan kejelasan yang lebih besar seputar pengambilan keputusan dan hubungan antara manajemen puncak dan operasi. Rencana manajemen life cycle juga harus mencakup risiko yang terkait dengan aset spesifik dan konsekuensi dari risiko bersangkutan. Proses penentuan kapan aset akan gagal membantu untuk menentukan life cycle aset dan bagaimana cara mengelola aset bersangkutan secara efisien. Untuk memastikan reliability dan produktivitas aset, organisasi sepatutnya mengadopsi struktur ISO 55000 berikut.



Konteks Organisasi Penggerak eksternal dan internal organisasi harus diuraikan, demikian juga batasan dan kapasitas untuk memenuhi tujuan perusahaan misalnya yang terkait dengan regulasi, keuangan, budaya organisasi dan lingkungan serta nilai-nilai organisasi. Dampak pemangku kepentingan terhadap proses pengambilan keputusan harus dipertimbangkan. Lingkup manajemen aset dalam organisasi haruslah jelas.



18



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



Kepemimpinan Manajemen senior harus dilibatkan ketika menyiapkan kepemimpinan manajemen aset dalam suatu organisasi, kebijakan yang jelas yang mendukung rencana strategis organisasi harus ditetapkan dan ditinjau. Kepemimpinan yang berkomitmen menggerakkan manajemen senior untuk memastikan terselenggaranya peningkatan berkelanjutan, availability sumber daya, dan kebijakan manajemen aset yang efektif.



Perencanaan Organisasi harus membuat rencana bisnis yang lengkap sebelum operasinya, dan harus terus memperbarui dan merevisinya. Ketatnya perencanaan di awal mempengaruhi perbedaan antara keberhasilan dan kegagalan. Oleh karena itu, Organisasi harus memiliki cara strategis untuk menghadapi risiko, prospek, dan tujuan manajemen asetnya. Dalam upaya merencanakan secara efisien bagaimana organisasi akan mengoperasikan dan memelihara asetnya, ISO 55000 menguraikan persyaratan yang harus dipenuhi dan dipertimbangkan. Rencana terpadu ini akan membahas apa yang akan dilakukan, kapan dan siapa yang akan melakukannya, dan bagaimana hal itu akan dilakukan dan dievaluasi.



Support Kerjasama dan kolaborasi dengan departemen lain akan diperlukan untuk pengelolaan aset yang efektif. Informasi harus dapat diakses, didokumentasikan, dikendalikan, dikomunikasikan, dan diaudit untuk mendukung proses tersebut.



Operasi Para personil harus kompeten dan terlatih untuk mengelola dan mengoperasikan aset. Rencana dan implementasi harus dimasukkan kembali ke dalam sistem manajemen aset, termasuk aktivitas apa pun yang dioutsourcing-kan, dan melibatkan aktivitas manajemen perubahan.



19



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



Evaluasi Kinerja Organisasi harus menentukan teknik untuk memantau dan mengukur asetnya dan bagaimana data akan dianalisis, dievaluasi, dan divalidasi. Laporan ini digunakan untuk menilai kinerja aset dan manajemen risiko.



Improvement Organisasi harus memastikan bahwa adanya ketidaksesuaian sehubungan dengan aset didokumentasikan dan dievaluasi. Tindakan korektif dan preventif harus dilakukan untuk peningkatan aset dan manajemen aset yang berkelanjutan.



1.3 Kebijakan, Strategi dan Tujuan Manajemen Aset



1.3.1



Tujuan Manajemen Aset di Indonesia Power



Guna menangkap peluang pertumbuhan secara optimal dan mengatasi keterbatasan serta memberikan value creation yang maksimal untuk PLN Group dan IP Group, maka peran Anak Perusahaan akan semakin jelas dan ditingkatkan. Sebagian anak perusahaan akan dimaksimalkan sebagai sumber pendapatan lainnya melalui dividen dan penjualan di pasar non-PLN, sedangkan sebagian lainnya sebagai enabler bisnis Perusahaan. Strategi ini adalah untuk menjawab keterbatasan PLN dalam melakukan penyertaan modal sekaligus memanfaatkan adanya anak perusahaan yang dapat menghasilkan pendapatan dari luar PLN Group. Arah pengembangan Anakanak Perusahaan ke depan juga akan aligned dengan strategic mission SOLID.



20



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Dalam hal ini, maka Indonesia Power berkomitmen untuk meningkatkan kapabilitas diri sebagai Anak Perusahaan sesuai dengan value creation yang ditetapkan, apakah sebagai sumber pendapatan atau sebagai enabler bisnis Perusahaan. Ini semua dicapai salah satunya melalui pengoptimalan pelaksanaan manajemen aset. Standar internasional tentang manajemen aset, ISO 55000, menggambarkan manfaat manajemen aset sebagai organisasi yang berkemampuan untuk merealisasikan value dari penggunaan aset-aset yang dimiliki dalam pencapaian tujuan organisasi mereka. Apa yang merupakan value akan tergantung pada tujuan, sifat dan maksud organisasi, serta kebutuhan dan harapan para pemangku kepentingan. Manajemen aset itu penting bagi organisasi karena kontrol dan tata kelola aset yang efektif sangatlah krusial dalam mewujudkan value guna mencapai keseimbangan kinerja, biaya, dan risiko yang diinginkan. Pemahaman tentang value yang dapat diturunkan dari manajemen aset harus mencerminkan value yang relevan dengan berbagai pemangku kepentingan organisasi. Tujuan organisasi menetapkan arah strategis organisasi. Tujuan organisasi diturunkan sebagai bagian dari proses strategi dan harus selalu mencerminkan kepentingan semua pemangku kepentingan utama bagi organisasi. Tujuan manajemen aset adalah tujuan yang berasal dari tujuan organisasi, yang relevan dengan penggunaan aset. Tujuan organisasi dapat bersifat finansial dan non-finansial dan sering kali saling tergantung karena mewakili kepentingan yang berbeda dari para pemangku kepentingan yang berbeda. Pengaruh potensial dari manajemen aset dalam pencapaian tujuan organisasi tergantung pada pentingnya aset fisik untuk organisasi dan tunduk pada industri, struktur bisnis, dan faktor internal dan eksternal dalam konteks organisasi.



21



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



Value berkaitan dengan tujuan organisasi karena tujuan ini harus mencerminkan kebutuhan dan harapan para pemangku kepentingan. Value juga berkaitan dengan keseimbangan kinerja, biaya, dan risiko. Secara umum, apa yang sebenarnya menciptakan value adalah pendorong value atau value driver, yang dapat berupa strategi, sistem, proses, aset, atau elemen lain dari manajemen aset yang memengaruhi kinerja, biaya, dan/atau risiko untuk tujuan penciptaan value. Unsur-unsur manajemen aset hanya ada untuk tujuan penciptaan value di mana beberapa elemen diperlukan untuk elemen lain untuk melakukannya. Elemen-elemen ini disebut value enabler. Perbedaan antara value driver dan value enabler dapat membantu organisasi memahami “bagaimana” manajemen aset benar-benar bisa menciptakan value. Bahwasanya value driver memiliki dampak positif langsung pada penciptaan value, maka value enabler memiliki efek tidak langsung pada kinerja dan penciptaan value. Contohnya adalah bahwa prosedur baru untuk proses kerja adalah value driver dengan efek langsung pada kinerja, biaya dan dengan demikian value, sedangkan pelatihan manajemen aset umum untuk personel lapangan akan menjadi value enabler. Biaya pelatihan bersifat langsung, tetapi kinerja pelatihan harus diidentifikasi melalui value driver lainnya seperti peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pekerjaan. Sistem manajemen aset tidak boleh memiliki elemen apa pun yang tidak mendorong atau mengaktifkan value dan value enabler apa pun harus dikaitkan secara kausal dan logis dengan value driver. Jika misalnya aset atau aktivitas tidak dengan sendirinya menghasilkan value (enabler value), harus



22



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset bisa dijelaskan bagaimana aset atau aktivitas ini dapat mendukung elemen lain (value driver) dalam menciptakan value. Ada banyak peluang terkait bagaimana suatu organisasi dapat meningkatkan realisasi value dari aset dan dalam pengambilan keputusan di antara peluang-peluang ini. Organisasi harus bisa mencari keseimbangan yang diinginkan antara tujuan dan kinerja organisasi, biaya dan risiko.



1.3.2



Kebijakan Manajemen Aset



Pernyataan kebijakan (policy statement) adalah pernyataan dari keseluruhan tujuan atau prinsip yang diadopsi oleh suatu organisasi. Pernyataan kebijakan memberikan arahan di tingkatan tinggi, yang bertujuan memandu proses pengambilan keputusan bisnis. ISO 55001 mensyaratkan organisasi untuk menyatakan kebijakan manajemen aset. Kebijakan ini diperlukan untuk memberikan dasar bagi penetapan tujuan manajemen aset dengan melibatkan komitmen untuk memenuhi persyaratan aset dan komitmen untuk perbaikan berkelanjutan. Prinsip kebijakan lain terkait dengan tata kelola dan praktik bisnis, dan bisa jadi dalam bentuk referensi ke dokumen lain yang relevan. Contohnya adalah prosedur untuk memastikan pilihan Penyedia atau penyedia layanan yang transparan. Namun, kita juga dapat menentukan bahwa minat akan dukungan logistik memungkinkan dilakukannya pemilihan dari berbagai 23



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset penyedia. Contoh lain adalah pekerjaan harus dilakukan sesuai dengan undang-undang, standar, dan pedoman yang relevan, termasuk perlindungan kesehatan, safety, dan lingkungan. Kebijakan yang terkait dengan outsourcing dan penyimpanan perangkat keterampilan tertentu dalam organisasi dapat ditetapkan. Tanggung jawab tingkat tinggi juga dapat ditetapkan di bawah payung Kebijakan, misalnya, peran dewan perusahaan dalam menyetujui dan memantau rencana akuisisi aset modal dan dalam meninjau kinerja aset.



Gambar 3 Aset manajemen pada organisasi pembangkitan sebagaimana mengacu pada ISO 55001



Konten Kebijakan Manajemen Aset Bagian 5.2 dari ISO 55001: 2014 memiliki beberapa persyaratan khusus mengenai konten Kebijakan Manajemen Aset. Di antara ini adalah bahwa kebijakan manajemen aset haruslah: ▪ Sesuai dengan tujuan organisasi ▪ Memberikan kerangka kerja untuk menetapkan tujuan Manajemen Aset ▪ Meliputi komitmen untuk memenuhi persyaratan [wajib dan legal] yang berlaku ▪ Meliputi komitmen untuk peningkatan berkelanjutan dari Sistem Manajemen Aset



24



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Selain itu, ada sejumlah persyaratan lain mengenai hal-hal seperti: ▪ persyaratan agar kebijakannya didokumentasikan, selalu tersedia dan dikomunikasikan, dan ▪ persyaratan agar kebijakannya ditinjau secara berkala dan diperbarui jika perlu.



Apa Isi Kebijakan Manajemen Aset kita? Jadi, untuk menyatukan semua ini, apa saja atribut utama dari Kebijakan Manajemen Aset yang baik? Pertama, sebaiknya pendek – semisal tidak lebih dari satu atau dua halaman. Kita bisa pandang Kebijakan Manajemen Aset sebagai yang serupa dengan Kebijakan safety atau Kebijakan Lingkungan organisasi. Biasanya ini adalah dokumen satu halaman yang diposting secara mencolok di sekitar organisasi kita - misal di area penerimaan tamu. Ingatlah bahwa kebijakan harus memberikan prinsip panduan di Level atas atau umum saja, dan detailnya harus dimuat dalam dokumen lain - kemungkinan besar dalam Rencana Manajemen Aset Strategis, atau dalam kebijakan, rencana, dan prosedur terkait lainnya. Kedua, kebijakan tersebut harus bermanfaat dalam memberikan panduan mengenai manajemen aset dan keputusan terkait aset. Jika anggota organisasi tidak yakin tentang bagaimana mereka harus membuat keputusan, maka Kebijakan Manajemen Aset harus menunjukkan prinsipprinsip Level atas atau umum yang harus diterapkan ketika membuat keputusan bersangkutan. Prinsip-prinsip pasti yang terkandung dalam kebijakan akan tergantung, setidaknya sampai batas tertentu, pada industri organisasi, strategi keseluruhannya, dan konteks lingkungan di mana organisasi beroperasi. Namun demikian, ada kemungkinan banyak elemen umum yang akan berlaku untuk organisasi sebagian besarnya, jika tidak semuanya (sebagaimana ada banyak elemen umum pada kebijakan safety di kebanyakan organisasi).



25



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Ketiga, ada beberapa elemen wajib yang harus ada dalam kebijakan Manajemen Aset. Ini adalah: ▪ Komitmen untuk mematuhi semua persyaratan legislatif, peraturan dan hukum yang relevan, dan ▪ Komitmen terhadap peningkatan berkelanjutan dari Sistem Manajemen Aset



Bagaimana Seharusnya Kebijakan Manajemen Aset Dikembangkan? Setidaknya sama pentingnya dengan apa yang terkandung dalam Kebijakan Manajemen Aset adalah bagaimana hal itu dikembangkan. Seperti disebutkan sebelumnya, manajemen puncak perlu menunjukkan komitmen terhadap manajemen aset yang efektif dalam organisasi, dan salah satu cara untuk melakukan ini adalah melalui Kebijakan Manajemen Aset. Oleh karena itu, menjadi masuk akal jika manajemen puncak terlibat dalam pengembangan dan penyetujuan kebijakan, dan bahwa kebijakan itu kemudian ditandatangani oleh manajemen puncak, atau anggota tim manajemen puncak. Dalam hal ini, Kebijakan Manajemen Aset harus dianggap sama dengan Kebijakan safety atau Kebijakan Lingkungan yang ada di sebagian besar organisasi. Seperti yang diketahui oleh semua orang, mendapatkan keselarasan dan konsensus di antara para Manajer Senior mengenai konten dokumen jenis ini tidaklah mudah, dan seringkali membutuhkan waktu lebih lama dari yang kita harapkan. Salah satu “korban” dari upaya mendapatkan konsensus, seringkali, adalah terkait dengan keringkasan isi - jadi, meski disarankan agar panjang isi Kebijakan Manajemen Aset tidak lebih dari satu atau dua halaman, tapi jika dokumen yang lebih panjang diperlukan untuk mendapatkan konsensus dan komitmen dari Top Management, maka bersiaplah untuk menerima bahwa mendapatkan konsensus dan komitmen ini jauh lebih penting daripada panjangnya dokumen.



26



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



Gambar 4 Kebijakan tata kelola PT Indonesia Power



Penting juga bahwa struktur dan panjang Kebijakan Manajemen Aset kita konsisten dengan kebijakan lainnya (seperti Kebijakan safety dan Kebijakan Lingkungan) yang bisa jadi sudah dimiliki organisasi. Ini akan mengirimkan pesan yang konsisten mengenai pentingnya semua kebijakan ini - jadi berusahalah untuk memastikan bahwa panjang dan tingkat perincian yang terkandung dalam Kebijakan Manajemen Aset konsisten dengan kebijakankebijakan lain ini.



1.3.3



Pemantauan Eksekusi Strategi Manajemen Aset dengan KPI



Menggunakan standar ISO 55000 untuk referensi, paparan berikut ini menguraikan bagaimana KPI dapat digunakan secara efektif sehingga pengaturan manajemen aset tidak hanya efisien, tetapi juga efektif untuk organisasi yang lebih besar. Key Performance Indicators (KPI) diakui oleh sebagian besar praktisi industri sebagai motivator organisasi yang efisien dan didorong oleh data. Memang benar, namun KPI sering dikembangkan secara sewenang-wenang dan bisa jadi bahkan tanpa mempertimbangkan efek pada organisasi yang lebih besar atau keselarasan dengan strategi dan tujuan organisasi. Agar indikator benar-benar berharga, indikator tersebut harus bermakna dan dapat diterapkan serta terkait dengan tujuan organisasi dan pada akhirnya strategi organisasi. Michael Porter, profesor strategi terkenal di Harvard Business School, menulis bahwa efektivitas operasional bukanlah strategi. 27



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Maksudnya adalah bahwa organisasi berkinerja tinggi, yang memberikan KPI terbaik di kelasnya, sering gagal karena kinerja itu tidak terkait dengan strategi organisasi atau strategi bisnis yang efektif. Maksudnya adalah bahwa efisiensi untuk kepentingannya sendiri, atau efisiensi tanpa efektivitas strategis, bukanlah upaya berkelanjutan. Jadi apa hubungannya ini dengan manajemen aset? Pada Januari 2014, ISO 55000 diperkenalkan sebagai standar internasional yang menyediakan kerangka kerja untuk sistem manajemen aset. Inti dari standar ini adalah untuk meminta organisasi manajemen aset menyelaraskan kegiatan dengan tujuan organisasi, dan tujuan organisasi dengan strateginya, dan mengukur kinerjanya. Tampaknya para penulis standar ini sudah memahami sentimen dari Porter.



Gambar 5 Siklus monitoring dan evaluasi tata kelola PT. Indonesia Power



Bagian menjelaskan bagaimana KPI dapat digunakan secara efektif sehingga organisasi manajemen aset tidak hanya bisa efisien, tetapi juga efektif untuk organisasi yang lebih besar.



Kerangka kerja Istilah seperti strategi, tujuan, rencana, dan kebijakan, semuanya berisiko untuk diterapkan secara ambigu, tergantung pada organisasi dan situasinya. Terkadang, bahkan di dalam organisasi, strategi dari satu kelompok adalah



28



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset tujuan dari kelompok lain. Jadi sebelum memahami hubungannya, kita harus terlebih dahulu menjabarkan pendekatan dan penerapan yang konsisten. Perspektif manajemen aset, ISO 55000 menyediakan kerangka kerja untuk hal ini. Gambar 6 mewakili elemen-elemen yang diuraikan dalam standar ISO. Sekedar menegaskan, tujuan organisasi adalah tujuan perusahaan secara keseluruhan. Ini adalah tujuan dari bisnis. Rencana manajemen aset strategis (Strategic Asset Management Plan, SAMP) adalah rencana terdokumentasi yang “menentukan bagaimana tujuan organisasi dikonversikan menjadi tujuan Manajemen Aset .” Ini adalah rencana tindakan tentang bagaimana fungsi manajemen aset akan mendukung tujuan dan sasaran perusahaan. Apa yang menguatkan SAMP adalah tujuan dari manajemen aset, rencana manajemen aset, kebijakan manajemen aset, dan evaluasi kinerjanya.



Gambar 6 Elemen pada Standar ISO



Tujuan manajemen aset adalah tujuan manajemen aset sebagaimana yang diperlukan untuk bisa mendukung SAMP. Rencana manajemen aset adalah rencana tindakan untuk memenuhi tujuan, dan kebijakan manajemen aset terkait erat dengan misi organisasi. Per ISO, itu adalah "niatan dan arah" dari fungsi manajemen aset untuk memenuhi tujuannya. Kinerja dan evaluasi adalah tindakan mengukur, memantau, dan menganalisis kinerja aset, fungsi manajemen aset, dan sistem manajemen aset. Ini bukan hanya kinerja teknis dari portofolio aset fisik, tetapi juga kinerja proses dalam sistem manajemen aset.



29



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Sistem manajemen aset diuraikan sebagai semua proses bisnis dan interaksi yang terjadi dalam organisasi terkait dengan manajemen aset. Ini mencakup baik proses manajemen aset internal maupun hubungan dengan fungsi bisnis lain di dalam perusahaan. Jelas, dalam standar ISO ada kerangka kerja yang dipikirkan dengan matang untuk memastikan bahwa kegiatan manajemen aset secara khusus telah terselaras dengan tujuan perusahaan. Ini adalah sumber value nyata dari standar ISO karena membatasi fungsi manajemen aset agar tidak menyimpang dari organisasi yang lebih besar. Kerangka kerja ini memastikan bahwa kinerja yang ditunjukkan, diukur, dan dianalisis adalah yang diperlukan untuk memenuhi tidak hanya tujuan manajemen aset, tetapi juga tujuan perusahaan.



Key Performance Indicators Sekarang peran Indikator Kinerja Utama (KPI) telah ditetapkan dalam konteks ISO 55000 dan fungsi manajemen aset, maka adalah penting untuk membahas desain dan penerapan taktisnya secara lebih komprehensif. KPI dapat didefinisikan sebagai "serangkaian tindakan yang membantu manajer mengevaluasi ... kinerja perusahaan dan membantu mengenali kebutuhan akan perubahan ..." Tindakan ini bertindak sebagai insight manajer terhadap kemajuan organisasi menuju pemenuhan sasaran yang ditetapkan oleh strategi dan tujuan. Agar KPI jadi bermakna, dia haruslah memuat, setidaknya, empat komponen ini: tujuan, sumber, kriteria kinerja, dan rencana tindakan. Objective: Berasal dari SAMP dan pada akhirnya tujuan organisasi, ini adalah tujuan atau hasil yang diinginkan. KPI harus dengan jelas mengukur kinerja yang terkait dengan pemenuhan atau pencapaian tujuan. Best practice-nya adalah untuk secara eksplisit mendefinisikan hubungan ini ketika melaporkan hasil KPI yang akan memastikan bahwa semua pemangku kepentingan memahami pentingnya metrik. Penting juga untuk dicatat bahwa hubungan antara tujuan dan KPI tidak harus 1: 1. Misalnya, jika tujuan manajemen aset adalah untuk memenuhi ambang batas biaya per unit tertentu, bisa jadi akan ada banyak KPI yang 30



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset gunanya untuk memantau kinerja, seperti pengeluaran maintenance keseluruhan, pengeluaran kontraktor, kualitas first pass, dan OEE. ISO 55001 Bagian 9.1 memberikan panduan lebih lanjut. Di sana dinyatakan bahwa organisasi "harus mengevaluasi dan melaporkan kinerja aset, kinerja manajemen aset termasuk keuangan dan non-keuangan ..., dan efektivitas sistem manajemen aset." dengan kata lain, organisasi harus mengukur tujuan yang terkait tidak hanya dengan kinerja teknis peralatan fisik tetapi juga kinerja kegiatan dan proses pendukung yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan SAMP dan pada akhirnya memberikan value pada tujuan organisasi atau perusahaan. Performance Criteria: KPI harus memiliki kriteria atau definisi kinerja yang jelas. Stakeholder harus memahami apa yang merupakan kesuksesan, dan yang lebih penting pada titik mana adanya penyimpangan membutuhkan tindakan. Sekali lagi, ini harus secara spesifik terkait dengan tujuan yang dievaluasi oleh metrik. Tujuannya adalah untuk memenuhi tujuan strategis dan memberikan hasil, bukan serta merta untuk mencapai target "kelas dunia" atau hasil benchmark. Batas atas dari kriteria kinerja haruslah realistis, tetapi juga masih cukup agresif untuk memastikan tujuan sebenarnya akan dipenuhi jika metriknya tetap tercapai. Batas bawahnya harus menyediakan peluang yang cukup bagi manajer untuk mengimplementasikan tindakan untuk memulihkan kinerja, yang menghindari gagal dalam mencapai tujuan keseluruhan. Jika batas bawahnya ditetapkan terlalu rendah, pada saat suatu tindakan sudah dapat diambil, bisa jadi akan sudah terlambat untuk melakukan pemulihan secara memadai. ISO 55001 Bagian 9.1 menyatakan bahwa "organisasi harus memastikan bahwa pemantauan dan pengukurannya memungkinkan organisasi untuk memenuhi persyaratan." Ini menguraikan bahwa tingkat kinerja untuk KPI itu ada untuk memastikan tujuan strategis terpenuhi. Source: KPI hanya bisa sekuat data dan informasi dari mana mereka dibuat. Setiap KPI harus memiliki tinjauan integritas data yang jelas dan rencana untuk memastikan KPI itu sudah didasarkan pada informasi yang akurat. Selain itu, setiap KPI harus memiliki owner yang jelas dengan tanggung jawab untuk memperbarui, memantau, dan mendokumentasikan.



31



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Bagian 9.1 menyatakan bahwa "organisasi harus menyimpan informasi terdokumentasi yang sesuai, sebagai bukti dari hasil pemantauan, pengukuran, analisis dan evaluasi." Pelaporan, Tindakan, dan Analisis: Metrik harus terlihat oleh semua pemangku kepentingan yang diperlukan agar tindakan dan analisis dapat terjadi. Karenanya hasilnya harus dilaporkan dan didiskusikan dengan semua pemangku kepentingan yang diperlukan, baik yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pengelolaan metrik. Namun, hanya memantau KPI tidaklah memberikan value aktual bagi organisasi. Ini adalah tindakan yang diambil untuk menjaga kepatuhan dan memperbaiki penyimpangan yang memastikan tujuan bisa tercapai. Harus ada rencana tindakan spesifik dengan ownership yang jelas untuk setiap penyimpangan atau varians dalam metrik. Analisis lebih lanjut untuk memahami sumber penyimpangan juga harus dilakukan untuk memastikan bahwa akar permasalahannya dipahami. ISO 55001 bagian 10.1 memberikan panduan khusus tentang bagaimana organisasi harus mengelola ketidaksesuaian dan peningkatan berkelanjutan yang terkait dengan kinerja manajemen aset.



Indikator Kinerja Leading vs. Lagging Ketika menerapkan KPI, perlu dipahami perbedaan antara indikator leading dan indikator lagging. Adalah penting untuk menggunakan kombinasi indikator leading dan lagging agar bisa lebih efektif memantau status hasil yang diinginkan. Indikator Leading: Indikator leading memberikan insight tentang status tujuan atau hasil sebelum terjadi perubahan atau adanya gangguan pada hasil bersangkutan. Indikator ini memberikan insight lanjutan dan merupakan prediksi dari hasil. Indikator Lagging: Indikator lagging memberikan umpan balik tentang suatu tujuan hanya setelah tujuan itu terlewatkan atau terpenuhi. Ini memungkinkan dilakukan analisis untuk meningkatkan kinerja dan mengidentifikasi akar penyebab penyimpangan, tetapi jarang akan memberikan kesempatan untuk melakukan penyesuaian pada waktunya agar tetap bisa mempertahankan hasil yang diinginkan.



32



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Tujuan untuk memenuhi tingkat unit tertentu yang diproduksi per bulan dapat digunakan untuk menggambarkan penerapan indikator leading dan lagging. Untuk menghasilkan jumlah unit yang diinginkan, aset harus online selama 95% dari periode produksi. Uptime peralatan dengan ambang batas 95% adalah KPI yang jelas untuk mengelola dan melacak kinerja yang sesuai rencana. Namun, metrik ini hanya memberikan insight kepada manajer setelah uptime 95% yang diperlukan terlewatkan dan hilangnya produksi selanjutnya. Oleh karenanya, yang seperti ini dianggap sebagai indikator lagging. Misalkan enjinir reliability plant bertanggung jawab untuk memastikan dan meningkatkan uptime peralatan. Enjinir dapat menerapkan beragam tool seperti analisis root cause untuk mengidentifikasi tindakan korektif guna meminimalkan cacat peralatan. Seiring dilakukannya perbaikan pada aset dan dihindarinya kegagalan tambahan, maka waktu kerja dan akhirnya hasil produksi akan dapat dipertahankan. Manajer dapat memonitor tindakan korektif yang diterapkan sebagai prediktor uptime di masa depan dan mengambil tindakan sebelum apa yang menjadi tujuan terkompromikan. Karena itu, maka yang seperti ini dianggap sebagai indikator leading. Perhatikan betapa pentingnya untuk memonitor indikator leading dan indikator lagging. Indikator leading dalam contoh ini pada kenyataannya hanya dianggap sebagai prediktor kinerja masa depan. Mungkin, berdasarkan pengalaman sebelumnya, ditemukan korelasi antara tindakan korektif dengan hasil kinerja di masa depan. Kemungkinannya, itu akan menjadi prediktor yang akurat, namun dapatkah dijamin bahwa tindakan yang tepat telah diidentifikasi atau bahwa analisisnya tidaklah cacat? Tidak, maka perlu juga untuk memantau kinerja uptime peralatan yang lagging juga. Indikator lagging memberikan visibilitas paling tinggi ke status hasil yang diinginkan. Mendayagunakan indikator baik yang leading maupun yang lagging memungkinkan manajer untuk memastikan kegiatan yang tepat telah dilakukan guna memastikan tercapainya tujuan, serta bisa tahu ketika tujuannya berpotensi luput diraih.



33



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



Penerapan Bagaimana pentingnya menyelaraskan metrik kinerja dengan tujuan strategis organisasi dan manajemen aset baiknya diilustrasikan dengan contoh. Dalam skenario ini, manajer aset tertarik untuk membuat tolok ukur metrik best practice untuk organisasi maintenance-nya. Dia telah membaca buku dan menghadiri konferensi untuk menyelidiki metrik dan KPI yang digunakan di organisasi dan industri lain. Akhirnya, ia memutuskan bahwa ia ingin memaksimalkan kepatuhan jadwal maintenance harian untuk memastikan kelompok perencanaannya efektif, melacak waktu rata-rata antar maintenance (mean time between maintenance, MTBM) sampai memantau kinerja program Preventive maintenance, dan mengurangi biaya kontraktornya untuk mengurangi biaya tenaga kerja keseluruhan per unit, semuanya adalah metrik yang sudah mapan. Dia memutuskan target agresif yang “berkelas dunia” dan mengimplementasikan scorecard. Beberapa bulan pertama berlalu dan dia meninjau metriknya dengan manajer plant. Apa yang terjadi? Semuanya berwarna merah. Tidak hanya itu, selama waktu dia berfokus pada kepatuhan jadwal harian mengakibatkan terjadinya konflik dengan manajer operasi terkait penjadwalan produksi. Selain itu, ia harus membawa kontraktor untuk membantu mengatasi penyimpangan jadwal operasi yang meningkatkan biaya tenaga kerjanya per unit. Akhirnya, waktu rata-rata antar maintenance-nya jadi sangat berkurang, juga sebagai akibat dari penyimpangan jadwal dan opportunity maintenance. Bagaimana upaya untuk mencapai hasil "best practice" yang dipantau oleh metrik sampai bisa mengakibatkan konflik dalam organisasi ini? Singkatnya, hasil yang diinginkan oleh manajer ini bersifat terlalu umum dan tidak terselaras dengan tujuan strategis perusahaannya. Kepatuhan jadwal harian yang tinggi, MTBM yang tinggi, dan biaya kontraktor yang rendah adalah karakteristik dari operasi yang bervolume tinggi, berbiaya rendah, dan yang terdiversifikasi minimal. Namun, tujuan organisasi di perusahaannya adalah lead time yang rendah, operasi yang sangat fleksibel dan sangat beragam. Untuk memenuhi tujuan ini, jadwal produksinya jadi sangat fleksibel dan diperlukan operasi untuk bereaksi terhadap pesanan dengan cepat guna memenuhi persyaratan lead time yang rendah. 34



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Metrik yang diterapkan malah menghasilkan aktivitas dan tujuan manajemen aset yang bertentangan dengan tujuan organisasi. Untuk mendukung hasil yang diinginkan perusahaan, manajer aset harus berfokus pada fleksibilitas dan metrik seperti waktu rata-rata untuk perbaikan (Mean time To Repair, MTTR) dan memindahkan kepatuhan jadwal ke tinjauan mingguan alih-alih harian. Dalam hal ini biaya kontraktor bisa jadi merupakan metrik yang tepat untuk memantau dan mengelola, namun fleksibilitas dalam tenaga kerja yang diperlukan untuk mendukung operasi bisa jadi tidak memungkinkan ambang batasnya menjadi yang "terbaik di kelasnya." Meskipun ini adalah contoh yang sangat sederhana dan dalam kehidupan nyata akan berdampak minimal, yang seperti ini bisa menggambarkan pentingnya interaksi dan keselarasan seperti yang ditentukan dalam ISO 55000. Fungsi manajemen aset adalah untuk menambah value bagi organisasi, sebagaimana didefinisikan oleh organisasi itu, bukannya agar efisien untuk kepentingannya sendiri.



1.4 Improvement yang Terfokus



1.4.1



Perbaikan Proses dan Prosedur



Akan tetapi, mengimplementasikan aset kelas dunia hanya akan bernilai kecil jika proses yang buruk digunakan untuk mengoperasikan dan memeliharanya. Namun yang mengejutkan, banyak perusahaan yang kaya aset masih menggunakan praktik maintenance yang tidak efisien di seluruh operasi mereka. Penjadwalan kerja sering dilakukan secara manual, di atas



35



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset kertas; manajemen suku cadang sering dilakukan secara lokal di setiap lokasi; dan maintenance-nya reaktif atau hanya didasarkan pada jadwal yang tidak fleksibel dan telah ditentukan sebelumnya. Selain itu, prosedur yang digunakan untuk melaksanakan berbagai task - seperti melacak tenaga kerja, mengelola inventaris, dan memproses pesanan - seringkali rumit, berlebihan, dan dipenuhi dengan kesalahan dan inefisiensi. Dan perencanaan work order untuk kegiatan maintenance ini sering tidak didefinisikan dengan baik, mengakibatkan hilangnya waktu, kurangnya komponen yang tepat, pengerjaan ulang, jadwal maintenance yang terlewat, dan bahkan kondisi kerja yang tidak aman. Perusahaan perlu mengambil beberapa tindakan yang masuk akal untuk menyelesaikan tantangan ini. Pertama, mereka harus menganalisis proses dan prosedur yang ada untuk menemukan peluang untuk perbaikan, dengan orang-orang operasi yang sangat terlibat dalam upaya ini. Analisisnya harus menghasilkan dokumentasi yang jelas tentang langkah-langkah proses manamana yang dapat dimodifikasi dan dikuatkan, mana-mana yang dapat sepenuhnya dihilangkan, dan mana-mana yang dapat diganti dengan alternatif yang lebih baik dan lebih cepat (lihat Gambar 7). Prinsip panduan utama harus menjadi fokus pada pengembangan proses yang sederhana, mudah diikuti, dan dapat diadopsi dengan cepat.



Gambar 7 Mengatasi proses dan prosedur yang buruk



36



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Sumber eksternal, termasuk perusahaan sejawat, konsultan strategi EAM, konsultan teknologi, integrator sistem, dan penasihat standar industri, dapat memberikan insight dan panduan lebih lanjut tentang di mana peluangpeluang bisa muncul ada dan bagaimana cara menguatkan prosesnya. Perusahaan yang lebih matang dalam pengembangan EAM yang efektif dapat menawarkan saran praktis berdasarkan pengalaman dan pelajaran yang mereka dapat sendiri. Tentu saja, semua masukan tersebut harus diperiksa melalui lensa situasi unik perusahaan masing-masing untuk menentukan tindakan terbaik apa yang harus dilakukan.



Gambar 8 Improvement tata kelola di PT Indonesia Power



Setelah proses dan prosedur barunya tersedia, dan didukung oleh teknologi baru, perusahaan harus secara teratur mengukur apakah itu semua diikuti seperti yang diharapkan, dan jika tidak, mengapa tidak. Sangatlah penting untuk mengukur hasil dan menggunakan indikator kinerja utama yang konsisten sebagai dasar untuk menghargai perilaku yang baik, sebagai sebuah praktik yang dapat membawa perubahan besar dalam mengubah keyakinan, sikap, dan tindakan karyawan.



37



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



Gambar 9 UP Semarang Indonesia Power meraih Asian Power Awards, penghargaan "Oscar" di bidang energi di Malaysia tahun 2019 Kategori Power Plant Upgrade of The Year, sebagai hasil dari perbaikan proses dan prosedur



1.4.2



Penerapan Manajemen Perubahan dan Pelatihan



Dalam setiap transformasi organisasi besar, mengelola perubahan dan memperlengkapi karyawan untuk berkembang di lingkungan baru sangatlah penting. Seperti disebutkan di atas, perusahaan sering lalai untuk melibatkan staf lapangan operasional dalam merancang program EAM secara keseluruhan, yang mana ini merupakan kegagalan yang dapat dengan mudah menyebabkan resistensi yang tinggi dan adopsi yang buruk dari program di lapangan nantinya. Selain itu, para pemimpin senior, karena takut kehilangan karyawan yang kritis dan berkurangnya produktivitas, sering merasa enggan untuk mengungkapkan sifat dan besarnya perubahan yang akan terjadi. Jadi adalah sangat penting untuk membangun dan memelihara jalur komunikasi terbuka dengan semua pemangku kepentingan dalam program ini. Faktanya, pengalaman kita menunjukkan bahwa strategi dan rencana bisnis yang tidak dikomunikasikan secara jelas akan meningkatkan tekanan karyawan, memicu kobaran desas-desus negatif, menurunkan produktivitas, dan dapat mengakibatkan hilangnya personel kunci secara tidak terduga.



38



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Tidak adanya perencanaan yang memadai untuk dukungan pascaimplementasi seringkali merupakan faktor dalam kurangnya efektivitas program dalam jangka panjang. Tentu saja, pasti akan ada "kesalahan" dalam desain, data, dan proses setelah program baru diimplementasikan, tetapi itu semua akan jauh lebih mudah untuk diperbaiki jika semua pemangku kepentingan ada di dalamnya. Tanpa perencanaan support yang efektif untuk mendorong "ownership" oleh semua pemangku kepentingan dalam mempertahankan solusi, program EAM tidak akan bisa berhasil dalam jangka panjang. Pelatihan yang memadai juga penting untuk mencapai tingkat buy-in yang tinggi dari semua pihak yang terlibat. Seringkali, perusahaan tidak mengevaluasi apakah karyawan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melakukan task-task baru mereka dan juga dalam melaksanakan secara mahir untuk proses, prosedur, dan teknologi yang telah dimodifikasi. Pengguna yang kurang terlatih seringnya merasa frustrasi dan memilih kembali ke proses yang lama dan tidak efisien, atau mulai menggunakan teknologi baru dengan cara yang tidak pernah dimaksudkan. Pelatihan yang efektif juga dapat membantu mengurangi frustrasi yang sering dirasakan oleh pekerja yang lebih tua ketika mereka diminta untuk mengubah kebiasaan kerja mereka, dan dapat membantu memitigasi risiko dari pekerja semacam tersebut, dan pengetahuan dan pengalaman penting mereka, keluar dari perusahaan.



39



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Dalam kasus lain, pelatihan tidak dilakukan dengan baik. Hal ini dapat disebabkan oleh buruknya kualitas materi pelatihan dan penyampaian pelatihan, atau trainer yang tidak cukup berpengalaman dalam manajemen aset agar bisa menjalin hubungan dengan, dan menanggapi, peserta pelatihan yang lebih berpengalaman. Terlalu seringnya, perusahaan meremehkan waktu dan sumber daya yang diperlukan untuk memberikan pelatihan yang efektif, dan tidak jelas jadinya siapa yang bertanggung jawab untuk menetapkan tingkatan pelatihan yang diperlukan. Upaya manajemen perubahan yang berhasil dimulai dengan kelompok "sponsor" terpilih dari perubahan EAM yang akan datang. Kelompok ini harus merupakan gabungan dari karyawan senior dan menengah yang menghargai dan memberikan kredibilitas pada pendekatan baru. Sponsor ini harus bertindak sebagai suar untuk komunikasi yang jelas dan jujur mengenai tujuan dari strategi manajemen aset secara keseluruhan, dan juga tujuan dari semua perubahan yang akan dilaksanakan, baik terhadap orang, proses, atau teknologi. Selain itu, para pemimpin senior perlu melibatkan pekerja lapangan dalam mendesain dan mengimplementasi program EAM yang baru. Ini berarti bersikap terang-terangan terkait alasan untuk perubahan, dan secara aktif meminta dan dengan serius mempertimbangkan saran-saran yang datang dari orang-orang di lapangan. Meskipun tidak semua ide dapat ditindaklanjuti, saluran komunikasi yang jelas yang mendorong terjadinya dialog dan memberikan pembaruan yang bermanfaat, dan bisa melalui buletin dan coffee morning dan pertemuan departemen, yang mana akan bisa memadamkan rumor dan isu, hingga membuat karyawan bisa tetap bersikap positif terkait perubahan yang akan terjadi. Perusahaan juga perlu menyusun rencana untuk mempertahankan improvement proses dalam jangka panjang. Rencana tersebut harus mencakup pembentukan tim yang di-task-kan untuk memastikan bahwa proses-proses baru berfungsi sebagaimana yang dirancang, pekerja lapangan di-support ketika mereka menghadapi masalah, penguatan di masa depan didorong dan diprioritaskan, dan pelatihan yang berkelanjutan terus diberikan kepada karyawan baru. Langkah pertama dalam mengembangkan program pelatihan EAM superior terdiri dari penilaian kemampuan dan keterampilan tenaga kerja saat ini. 40



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Kemampuan ini perlu dipetakan terhadap serangkaian proses dan prosedur yang baru saja diperbarui untuk mengungkap adanya kesenjangan atau ketidakseimbangan. dengan menggunakan informasi ini, perusahaan kemudian dapat menentukan strategi pelatihan secara keseluruhan untuk mengisi kesenjangan dan mencapai mix keterampilan yang lebih baik (Gambar 10).



Gambar 10 Rencana untuk mengembangkan program pelatihan EAM



Perusahaan disarankan untuk mengembangkan program pelatihan yang disesuaikan dengan budaya dan gaya belajar masing-masing, apakah itu berarti event offline, pelatihan berbasis web, pelatihan berbasis regional, atau metode lainnya.



41



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



Gambar 11 Program-program perusahaan pendukung tata kelola manajemen aset di PT Indonesia Power



Satu perusahaan yang sedang mengalami transformasi EAM bisa mengembangkan program yang kuat dengan mendorong karyawan di lapangan untuk tidak hanya membantu merancang program yang baru tetapi juga untuk melatih rekan-rekannya terkait teknologi yang baru. Pendekatan ini meningkatkan kredibilitas program, mengarah pada adopsi yang kuat dan munculnya perasaan positif tentang perubahan yang akan datang.



42



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



1.5 Manajemen Risiko



Dalam menjalankan operasional bisnisnya, Indonesia Power memiliki potensi risiko yang perlu terus diidentifikasi dan diukur yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal. Indonesia Power mengimplementasikan Sistem Manajemen Risiko sesuai dengan framework ISO 31000:2018 untuk menghasilkan praktik manajemen risiko dengan perspektif lebih luas, mudah dipahami, terukur serta mendukung koordinasi dan integrasi antar unit kerja di Perusahaan. Penerapan Sistem Manajemen Risiko di Perusahaan terdiri dari tahapan pengelolaan risiko yang sistematis. Memahami dan mengelola risiko adalah persyaratan universal di seluruh ISO 55001. Sangatlah lazim dalam definisi dan implementasi Sistem Manajemen Aset secara keseluruhan, untuk merencanakan apa yang harus dilakukan terhadap aset guna mengelola risiko, dan dalam operasi, yaitu melakukan hal-hal tertentu pada aset untuk mengelola risiko. ISO 55001 secara eksplisit mengacu pada standar ISO tentang Manajemen Risiko, ISO 31000. Perhatikan bahwa definisi risiko dalam ISO 31000 - "risiko adalah efek ketidakpastian pada objectives" - termasuk di dalamnya ancaman dan peluang atas objectives.



43



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



Gambar 12 Kerangka pengelolaan risiko Indonesia Power



Mirip dengan pendekatan ISO 55001 untuk Manajemen Aset, ISO 31000 menjelaskan kerangka kerja untuk menerapkan manajemen risiko, alih-alih memberikan panduan 'how to' terkait manajemen risiko. Organisasi diharuskan untuk membuat kerangka kerja dan proses manajemen risiko yang sesuai untuk industri dan konteksnya masing-masing. Indonesia Power telah membuat rencana respons untuk melakukan tindakan mitigasi dan pencegahan untuk mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi terkait aspek ekonomi, lingkungan dan sosial.



44



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Tabel 1 Upaya mitigasi terhadap risiko berkelanjutan Profil Risiko Risiko Dampak Lingkungan: • Terjadi pencemaran lingkungan



Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3): • Terjadi kecelakaan kerja



Risiko SDM: • Kompetensi SDM Perusahaan belum memenuhi standar best practice • Kebutuhan human capital belum memenuhi formasi jabatan



Risiko Efisiensi: • Kehilangan potensi pendapatan atau penambahan biaya



Mitigasi Pemenuhan kepatuhan tata kelola lingkungan meliputi: • Revitalisasi Continuous Emission Monitoring System (CEMS); • Program pemenuhan PROPER; • Pemanfaatan limbah Fly ash and Bottom ash (FABA) dan Non FABA; • Revitalisasi TPS dan TPA; • Konservasi air, ekosistem kawasan pesisir dan daerah aliran sungai (DAS). Implementasi Roadmap K3 meliputi: • Penyempurnaan fire protection sesuai National Fire Protection Association’s (NFPA)/Factory Mutual (FM) Global; • Pengembangan Safety Control Room (SCR); • Penerapan Contractor Safety Management System; • Peningkatan Budaya K3 dari compliance menjadi commitment; • Pembangunan aplikasi K3 (near miss, IZAT); • Penggunaan teknologi untuk mengurangi volatility batubara; • Penerapan industrial cleaning untuk area produksi PLTU. • Perkuatan organisasi dan kompetensi Operation and Maintenance Excellence (OME); • Perkuatan organisasi dan kompetensi Business Development Excellence (BDE); • Pengembangan Knowledge Management; • Rekrutmen, penyempurnaan jalur karier dan remunerasi. • Program peningkatan efisiensi dan konservasi energi melalui program Peningkatan dan Pembudayaan



45



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Profil Risiko



• Risiko Tata Kelola: • Implementasi tata kelola pembangkit secara best practice belum optimal



• • •



Risiko Kelangsungan Usaha: • Terancamnya keberlangsungan usaha Perusahaan



• • • • • • • • •



1.5.1



Mitigasi Efisiensi Energi Ekselen (5E), Program Audit Energi dan upaya penurunan emisi; Optimalisasi harga batubara untuk meningkatkan daya saing pembangkit Penyempurnaan kualitas Tatakelola Asset Management; Penajaman program Lifecycle Management (LCM) Level asset; Penyempurnaan siklus overhaul untuk pembangkit manufaktur China; Perkuatan kapasitas dan kapasitas UJH; Menyusun Roadmap pengembangan pembangkit EBT; Pengembangan pembangkit; Pengembangan pembangkit renewable; Pengembangan bisnis jasa O&M; Pengembangan bisnis baru untuk memaksimalkan peluang bisnis Perusahaan; Penetapan peran Anak Perusahaan untuk mendukung bisnis Perusahaan; Program peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di Perusahaan; Memastikan regulatory compliance.



Analisis Risiko



Tujuan dari analisis risiko dan manajemen risiko adalah untuk menjawab empat pertanyaan mendasar berikut: • Kondisi melenceng apa yang bisa terjadi? • Seberapa besar kemungkinannya terjadi? • Apa konsekuensinya jika itu sampai terjadi? • Bagaimana kemungkinan dan konsekuensinya bisa dikurangi atau dimitigasi?



46



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



Analisis risiko berkaitan dengan mengidentifikasi risiko dan menilai kemungkinan dan konsekuensi potensial. Peristiwa dapat memiliki konsekuensi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan, misalnya, proyek konstruksi dapat menghadapi cuaca baik ataupun buruk. Analisis risiko dapat membantu kita menghindari dampak buruk, dan bersiap untuk menghadapinya jika dan ketika itu terjadi. Penilaian risiko melibatkan kesediaan untuk mempertimbangkan kemungkinan yang kita sebenarnya tidak ingin mempertimbangkannya. ISO Guide 73 mendefinisikan berbagai istilah yang berkaitan dengan risiko. Berikut ini adalah istilah-istilah utamanya:  Risiko - risiko terjadinya sesuatu (suatu peristiwa) yang akan berdampak pada objectives.  Hazard - sumber bahaya potensial.  Konsekuensi - hasil dari suatu peristiwa dalam bentuk kerugian, keuntungan, atau cedera.  Likelihood - deskripsi kualitatif tentang probabilitas atau frekuensi terjadinya suatu peristiwa.



1.5.2



Garis Besar Manajemen Risiko



Manajemen risiko melibatkan pengenalan risiko dan pengambilan langkahlangkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak potensial. Ini melibatkan penciptaan peran, tanggung jawab, dan otoritas terkait dengan risiko. Dalam praktiknya, ini berarti bahwa analisis bahaya dilakukan di mana kita membuat daftar risiko, yang dikenal sebagai Risk register. Kita kemudian menganalisis risikonya, dengan mempertimbangkan signifikansinya dan 47



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset bagaimana risiko tersebut dapat diatasi atau dikurangi. Kita kemudian membuat kontrol, prosedur, dan rencana darurat yang diperlukan untuknya. Garis besar umum dari prosedur ini ditunjukkan pada Gambar 13, yang didasarkan pada diagram dalam standar yang disebutkan sebelumnya.



Gambar 13 Garis besar manajemen risiko



Dalam menetapkan peran, tanggung jawab, dan wewenang, prinsip umumnya adalah bahwa manajer dengan wewenang anggaran atas suatu area memiliki tanggung jawab atas risiko di area bersangkutan. Ini karena otoritas anggaran diperlukan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi masalah risiko. Saran spesialis juga bisa jadi diperlukan sehubungan dengan fungsi teknis dan bahaya tertentu. Untuk tujuan ini, kita dapat membentuk tim penilai risiko di seluruh perusahaan yang berspesialisasi dalam memahami jenis risiko yang terjadi dalam bisnis. Ini bisa menjadi task kelompok manajemen aset, atau manajer aset yang relevan, tetapi juga penting untuk melibatkan personel operasi setempat. Spesialis equipment khusus, spesialis liability legal, dan spesialis kesehatan, safety, dan lingkungan bisa dilibatkan sesuai keperluan. Tim asesmen risiko memberi nasihat tentang analisis risiko, kegiatan mitigasi



48



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset risiko, dan rencana kontinjensi dan merekomendasikan dukungan pendanaan kepada otoritas anggaran reguler, seperti manajer plant. Indonesia Power telah menyusun Roadmap Manajemen Risiko tahun 20192023 sebagai acuan pelaksanaan tugas Bidang Manajemen Risiko.



Gambar 14 Roadmap manajemen risiko Indonesia Power tahun 2019-2023



Adanya Roadmap Manajemen Risiko adalah untuk membuat langkahlangkah dalam perencanaan dan pelaksanaan manajemen risiko Indonesia Power menjadi lebih terarah. Penerapan manajemen risiko di Indonesia Power telah mengidentifikasi risiko-risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan Perusahaan. Beberapa aktivitas utama Indonesia Power telah dipetakan, yang jika terpapar krisis dapat mengakibatkan tidak tersedianya energi listrik. Oleh karena itu, Indonesia Power berupaya membentuk Business Continuity Management System (BCMS) yang terintegrasi dengan proses manajemen risiko sebagai bentuk penanganan risiko. BCMS berperan dalam upaya meminimalisir dampak dari krisis terhadap aktivitas utama Indonesia Power sebagai penyedia energi listrik. Penerapan BCMS akan dimulai dari awareness terhadap krisis sampai ke langkah-langkah yang dilakukan saat krisis terjadi.



49



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



1.5.3



Jenis Risiko Sovereign Risk



Risiko sovereign adalah risiko yang terkait dengan peristiwa di luar kendali organisasi, terutama yang melibatkan tindakan pemerintah. • Pemerintah mengubah undang-undang, peraturan, atau tingkat subsidi; • Perubahan sentimen politik; • Perang dan perdamaian. Risiko sovereign dapat diimbangi dengan klausa force majeure dalam kontrak yang menetapkan bahwa risiko tertentu dikecualikan dari kewajiban kontraktor.



Solution Risk Risiko solusi adalah di mana solusi yang diharapkan untuk suatu masalah, atau teknologi yang mendasari suatu proyek, ternyata tidak berfungsi atau menjadi sangat mahal. Risiko solusi mudah untuk terabaikan atau diremehkan. Banyak kerugian besar telah terjadi karena solusi yang salah dipilih untuk suatu pengembangan. Manajer proyek harus menyadari masalah ini dan menghindari komitmen yang berlebihan terhadap solusi yang sebenarnya tidak terbukti. Jika ragu, lakukan studi percontohan atau lakukan penelitian lebih lanjut.



Risiko Pengembangan Teknis Pekerjaan pembangunan terkenal berisiko. Diasumsikan kemajuan teknis seringkali tidak terwujud. Proyek yang melibatkan perangkat lunak, menggabungkan perangkat lunak dan perangkat keras, atau mengintegrasikan dua atau lebih sistem sangatlah sulit. Dianjurkan untuk menganggap pengembangan hanya sebagai pengembangan, dan tidak melompat ke fase produksi sebelum konsepnya terbukti.



50



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



Risiko Performance Kinerja yang dihasilkan dari suatu pengembangan bisa jadi terbukti tidak memuaskan. Aspek-aspek produksi atau dukungan dari suatu pengembangan bisa jadi terbukti tidak memuaskan, atau perkembanganperkembangan baru bisa jadi menyalip konsep aslinya.



Risiko Administrasi Risiko dapat timbul dari peristiwa di dalam organisasi kita tetapi di luar proyek. Departemen lain tidak berkomitmen; ada keterlambatan atau kurangnya persetujuan, dan keterlambatan, atau tidak dijalankannya kegiatan terkait yang diperlukan untuk proyek.



Safety dan Lingkungan Safety dan dampak lingkungan seringkali merupakan faktor risiko. Undangundang dan prosedur ekstensif berkaitan dengan safety dan perlindungan lingkungan biasanya dikenakan terhadap industri atau pekerjaan berbahaya di mana terdapat aturan yang harus diidentifikasi dan dipatuhi.



Risiko Penyedia Penyedia bisa jadi gagal mengirim, atau bisa jadi ada keterlambatan dalam pengiriman. Mungkin juga ada perubahan pada harga atau tingkat support.



Sumber Daya Fasilitas fisik atau SDM dalam hal desain, pengembangan, akuisisi, produksi, operasi, atau penjualan bisa jadi gagal terwujud.



51



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



1.5.4



Analisis Risiko Kuantitatif



Analisis risiko kuantitatif berfungsi dalam hal pendefinisian risiko sebagai probabilitas. Konsep dalam pendekatan kuantitatif adalah: • Probabilitas kejadian - Probabilitas bahwa suatu peristiwa terjadi dalam periode atau situasi risiko tertentu. • Tingkat Kejadian - Rata-rata berapa kali suatu peristiwa terjadi per tahun, atau per interval waktu lainnya. • Biaya-risiko - Probabilitas bahwa peristiwa buruk terjadi dikalikan dengan biaya jika peristiwa itu betul-betul terjadi. • Biaya-risiko per tahun — Tingkat kejadian peristiwa per tahun × $ biaya per peristiwa. Teknik untuk memperkirakan risiko-biaya meliputi yang berikut: • analisis statistik kegagalan dan data kinerja yang berhasil • “perasaan" berdasarkan pengalaman dan penilaian • penggunaan pohon event, atau simulasi. Meskipun biaya-risiko dapat menjadi panduan, hasil dari tingkat kejadian yang sangat rendah dikalikan dengan biaya yang sangat tinggi tidak selalu menghasilkan angka yang bermakna ketika ini terkait dengan analisis keuangan konvensional. Biaya risiko dari liabilitas bisnis bisa jadi sulit untuk dinilai. Sangat diinginkan untuk membuat manajemen senior membuat penilaian risiko dan biaya potensial, karena manajemen menengah dapat membuang waktu dan sumber daya pada studi yang terlalu rinci, ketika suatu keputusan, katakanlah untuk mengganti atau mempertahankan kelompok peralatan lama tertentu, dapat dengan cepat dibuat oleh seorang manajer senior dengan pandangan yang lebih menyeluruh tentang situasi bersangkutan.



52



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



1.5.5



Panduan Praktis dari ISO 55001



Pernyataan panduan praktis tentang risiko berikut bersifat umum dan dapat diterapkan di seluruh klausa ISO 55001: •















Identifikasi risiko harus dilakukan pada setiap komponen Kerangka Manajemen Aset mulai dari penetapan tujuan organisasi hingga pelaksanaan pekerjaan dan operasi jaringan. Dalam kebanyakan kasus, sumber utama risiko berasal dari keputusan yang diambil pada tingkat strategis, misalnya mengurangi waktu kepemilikan untuk meningkatkan availability, keputusan apakah akan melakukan outsourcing kegiatan maintenance dan pembaruan, penetapan target untuk mencapai tingkat ketepatan waktu tertentu. Risikonya akan jadi lebih dipahami ketika penilaian risiko berlangsung melalui komponen lain dari kerangka kerja Manajemen Aset, yang menghasilkan gambaran lengkap tentang profil risiko. Matriks Risiko Perusahaan menggambarkan kriteria penilaian risiko yang digunakan untuk mengukur dan membandingkan risiko (biasanya probabilitas dan konsekuensinya). Matriks Risiko Korporat yang tersusun dengan baik akan memungkinkan penentuan ukuran dan peringkat risiko yang konsisten dari berbagai sumber, yang dapat berdampak pada sejumlah tujuan perusahaan, misalnya safety, kinerja unit, keuangan. Risk register menyediakan format terstruktur untuk mencatat risiko. Setiap risiko harus dikaitkan dengan satu atau lebih komponen dari kerangka kerja Manajemen Aset. Risk register harus mencatat penyebab setiap risiko, kemungkinan dan konsekuensinya, kontrol saat ini dan juga mitigasinya. Ini akan memberikan dasar yang kuat untuk mengevaluasi risiko dan untuk memprioritaskan tindakan kontrol dan mitigasi tambahan. Tingkat perincian yang dilakukan dalam penilaian risiko harus sepadan dengan tingkat keparahan dan kompleksitas risiko. Diperlukan pendekatan formal untuk risiko safety, dan sebagian besar tool risiko canggih telah dikembangkan di bidang ini, misalnya analisis bow-tie, analisis fault dan analisis event tree. Untuk sumber risiko lain, bisanya kurang cukup tersedia informasi empiris untuk bisa dilakukan penilaian yang sepenuhnya kuantitatif.



53



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset •



Tindakan risiko harus diprioritaskan untuk mendukung pencapaian keseimbangan yang tepat antara biaya, risiko dan kinerja. Metode analisis cost-benefit menyediakan mekanisme yang mapan untuk perbandingan semacam itu, biasanya melibatkan monetisasi risiko untuk memungkinkan perbandingan dengan biaya keuangan.



1.5.6



Mencermati Kondisi Aset



Untuk melakukan perencanaan aset, kita perlu memahami kekritisan dari berbagai item. Ini akan menjadi potensi kerugian produksi jika terjadi kegagalan, dan juga mencerminkan masalah safety dan lingkungan. Analisis kritikalitas membantu kita dalam memprioritaskan pekerjaan maintenance dan juga dalam menyediakan dasar untuk merancang redundansi dan untuk membuat rencana darurat. Ada banyak contoh di mana hilangnya unit produksi telah menyebabkan gangguan besar. Kondisi aset biasanya akan memburuk selama masa manfaatnya. Depresiasi normal mencerminkan hilangnya kondisi ini secara umum. Jika kondisi suatu aset sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi memenuhi tujuan fungsionalnya, maka tindakan korektif harus diambil untuk memulihkan fungsionalitasnya itu.



54



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset Pertimbangannya adalah: • Kondisi aset terkait dengan fungsi dan safety utama. • Kondisi aset terkait dengan tingkat layanan yang diharapkan, khususnya bagi aset yang memburuk secara bertahap dan di mana kondisi tersebut kemudian masih dapat dipulihkan, seperti kasusnya untuk jalan dan bangunan. Suatu pendekatan adalah untuk menilai kondisi pada skala yang ditentukan. Ini bisa jadi dalam bentuk skala 1-5 seperti: 1 = sangat bagus 2 = bagus 3 = sedang 4 = buruk 5 = sangat buruk Respons terhadap memburuknya kondisi aset dapat melibatkan skala waktu di mana tindakan korektif perlu diambil, seperti: • Segera, • Dalam 1 bulan, • Dalam waktu 3 bulan, • Dalam 1 tahun, • Pantau pada pemeriksaan selanjutnya. Untuk setiap jenis peralatan yang diberikan, detailnya bisa dijabarkan dalam prosedur inspeksi atau condition monitoring. Poin kuncinya adalah mewaspadai kondisi aset dan merespons secara tepat waktu guna mempertahankan fungsi dan safety.



55



Strategi dan Perencanaan Manajemen Aset



Halaman ini sengaja dikosongkan



56



Bab II Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset 2.1 Asesmen Manajemen Aset



Sejak tahun 2016, Indonesia Power mendapatkan kontrak pengelolaan jasa O&M secara menyeluruh (asset manager contract) untuk pembangkit di Pulau Jawa, dimana Indonesia Power bertanggung jawab terhadap kinerja pembangkit yang dikelola tersebut. Praktik terbaik muncul dari beberapa organisasi dan distandarisasi hingga bisa diadopsi oleh banyak organisasi. Seiring waktu practice ini menjadi kebiasaan dan praktik di banyak sektor, dan ini memungkinkan organisasi yang kurang maju untuk membandingkan diri mereka dengan yang lain, lalu menggunakan hasilnya untuk merencanakan tahap selanjutnya dari perkembangan mereka. Jadi, bagaimana kita mengukur manajemen aset yang baik? Bagaimana bisnis dapat ditantang untuk bergerak melampaui syarat kepatuhan? Bagaimana kita mendefinisikan tingkat maturity proses yang dibutuhkan organisasi?



57



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset Penerapan sistematis dari prinsip-prinsip manajemen aset telah terbukti bisa memberikan kontribusi positif bagi organisasi. Ini mengarah pada efisiensi yang lebih besar dalam pengelolaan aset, kohesi yang lebih besar antara berbagai fungsi organisasi, peningkatan komunikasi dengan regulator dan pemangku kepentingan lainnya, peningkatan kepercayaan dalam keputusan investasi dan justifikasinya, dan lebih banyak pengetahuan dan manajemen keterampilan berikut transfernya yang lebih efektif. Semua ini membutuhkan langkah-langkah yang harus dipenuhi oleh organisasi dan pemangku kepentingan berikut bukti yang mereka yakini. Standar dapat ditetapkan dalam beberapa cara - oleh inovator yang tidak tertandingi, melalui kontestasi, melalui konsensus industri atau melalui pemaksaan oleh negara. Mereka divalidasi di pasar oleh permintaan akan produk dan layanan yang mewujudkannya.



2.1.1



Maturity Manajemen Aset



Maturity Manajemen Aset mengacu pada kemampuan orang, proses, teknologi, kepemimpinan, dan budaya organisasi untuk memperoleh dan memberikan value dari asetnya guna memenuhi kebutuhan organisasi dan pemangku kepentingannya secara berkelanjutan. Maturity Manajemen Aset umumnya dinilai berdasarkan praktik baik yang dikenal dalam Manajemen Aset. Ini adalah subjek yang kompleks dan tidak dibahas secara rinci dalam buku ini. Kepatuhan terhadap ISO 55001 menunjukkan bahwa capability Manajemen Aset yang terstruktur, yaitu dalam tingkat maturity tertentu, telah ditetapkan dan diterapkan oleh suatu organisasi. Posisi relatif kepatuhan ISO 55001 nominal terhadap skala keseluruhan maturity Manajemen Aset dapat dilihat pada Gambar 15. Maturity Manajemen Aset adalah sejauh mana kapabilitas, kinerja, dan kepastian yang berkelanjutan dari suatu organisasi berada dalam kecocokan terhadap tujuan pemenuhan kebutuhan saat ini dan masa depan dari para pemangku kepentingannya, termasuk kemampuan organisasi untuk memperkirakan dan merespons konteks operasinya.



58



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset



Gambar 15 Skala Maturity Manajemen Aset (Asset Management Consulting Limited - 2016)



Organisasi yang menunjukkan maturity Manajemen Aset harus dapat memperkirakan dan merespons perubahan lingkungan bisnis dan kebutuhan pemangku kepentingan yang berubah dengan cara-cara yang mempertahankan keselarasan berbagai aktivitas dalam organisasi. Tingkat maturity Manajemen Aset terkait dengan kepatuhan ISO 55001 bisa jadi sesuai untuk beberapa organisasi, tergantung pada konteks, risiko, dan peluang spesifik masing-masing. Meningkatkan maturity Manajemen Aset tidak selalu berarti meningkatkan kompleksitas dalam hal kapabilitas. Bagian penting dari pencapaian tingkat maturity Manajemen Aset yang tepat adalah untuk memahami betapa pentingnya suatu aset, aktivitas, proses, atau sistem teknologi untuk memberikan value bagi organisasi dan pemangku kepentingan serta membangun pendekatan yang sesuai. Misalnya, perencanaan intervensi aset 59



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset dapat berkisar dari metode sederhana berbasis kertas hingga penggunaan tool pemodelan yang canggih, berbasis teknologi, tergantung pada kekritisan aset yang relevan. Manajemen Aset secara umum masih merupakan bidang yang berkembang dan apa yang diakui sebagai best practice di satu industri bisa jadi tidak sama di industri lain. Batas best practice yang diketahui, seperti yang diperlihatkan di tepi kanan Gambar 15, juga terus bergerak seiring dengan semakin matangnya industri dan organisasi, semakin berkembangnya teknologi dan berevolusinya teknik. Kepatuhan terhadap ISO 55001 saja jarang bisa memberikan 'jawaban akhir' atau tingkat maturity Manajemen Aset yang optimal untuk suatu organisasi. Untuk mencapai value maksimum dari aset biasanya akan membutuhkan organisasi untuk mengembangkan kemampuan Manajemen Aset di luar kepatuhan dengan persyaratan ISO 55001. Apa yang dilakukan ISO 55001 adalah memastikan bahwa suatu organisasi memiliki Sistem Manajemen Aset yang kompeten dan efektif. Ini akan memungkinkan organisasi untuk, dari waktu ke waktu, terus menguatkan pemahamannya tentang cara terbaik untuk mendapatkan dan memberikan value dari asetnya dan untuk menetapkan tingkat maturity Manajemen Aset yang sesuai berdasarkan manfaat bisnis terkait. dengan demikian, ini merupakan target awal praktik yang baik bagi organisasi yang ingin mencapai manfaat dari Manajemen Aset.



60



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset



2.1.2



Prinsip Maturity Manajemen Aset



Prinsip-prinsip berikut ini berlaku untuk maturity Manajemen Aset: a)



b)



c) d) e)



f)



g)



h)



i) j)



Pertimbangan harus diberikan pada kapabilitas organisasi di seluruh lanskap manajemen aset, termasuk integrasi dari kapabilitas ini dalam mencapai tujuan organisasi; Pertimbangan harus diberikan pada kinerja dan value yang diberikan suatu organisasi kepada para pemangku kepentingannya, termasuk terhadap pencapaian tujuan organisasi; Pertimbangan harus diberikan hingga sejauh mana Sistem Manajemen Aset tertanam dan terintegrasi dengan sistem dan proses bisnis lainnya; Pertimbangan harus diberikan pada perspektif berikut: Aset, Proses (Structured), Tata Kelola (Assurance) dan Budaya (Structuring); Maturity Manajemen Aset tidaklah sama dengan kompleksitas, misalnya, solusi yang sederhana dapat menjadi solusi yang matang untuk organisasi atau konteks operasi tertentu; Maturity Manajemen Aset dapat diukur pada skala dengan pita yang telah ditentukan dan deskripsi karakteristik yang diharapkan dan ditunjukkan di setiap pitanya; Bergerak melalui pita maturity yang lebih rendah dapat dicirikan sebagai proses yang lebih selaras, disiplin, dan terintegrasi. Tingkat pencapaian ini karenanya dapat dinilai dalam hal kesesuaiannya dengan persyaratan sistem manajemen seperti ISO 55001: bergerak melalui pita maturity tinggi akan dinilai menggunakan karakteristik yang lebih holistik, proporsional, dan bersifat 'perilaku'; Bahwasanya persyaratan untuk ISO 55001, yang mendefinisikan 'good practice' dalam sistem manajemen, bisa jadi akan tetap relatif stabil, namun best practice dalam Manajemen Aset akan terus berkembang. Definisi dan pita maturity perlu mencerminkan hal ini; Best practice bisa jadi spesifik terkait konteks, industri, budaya dan pemangku kepentingan; dan Penilaian maturity di masa lalu bisa jadi bukan refleksi dari maturity saat ini karena adanya evolusi best practice ini. Oleh karena itu asesmen menjadi kurang dapat diandalkan seiring berjalannya waktu dan hasil asesmen harus dibatasi waktu.



61



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset Evolusi maturity organisasi berkembang dari tingkat maturity yang lebih rendah, yang cenderung berfokus pada proses-aligned, disiplin, dan terintegrasi (dievaluasi oleh kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan dalam ISO 55001), menuju tingkat maturity yang lebih tinggi yang terkait dengan karakteristik yang lebih holistik, proporsional dan bersifat 'perilaku'. Fokus organisasi pada Level maturity pertama adalah untuk mengintegrasikan dan mencapai kontrol terkoordinasi dari proses yang ada, sedangkan fokus dari Level yang lebih tinggi adalah untuk mengoptimalkan dan menyempurnakan kegiatannya. Ketika mengevaluasi maturity Manajemen Aset suatu organisasi, adalah penting untuk mempertimbangkan konteks operasionalnya. Untuk menentukan konteks operasional organisasi, karakteristik berikut harus dianalisis: • Kekritisan sistem aset: Ini merujuk pada pentingnya mengelola aset secara optimal dan skala konsekuensi akibat tidak melakukannya. • Skala dan kompleksitas portofolio aset: Ini akan mengukur kesulitan dalam mengelola aset secara optimal. • Volatilitas lingkungan bisnis: Ini akan menyoroti kendala/peluang untuk mengelola aset secara optimal selama seluruh life cyclenya.



2.1.3



Manfaat Dilakukannya Asesmen Maturity



Pertimbangan dan asesmen maturity Manajemen Aset memberikan manfaat sebagai berikut: a) Jalur yang jelas dan bertahap untuk menguatkan Manajemen Aset; b) Demonstrasi yang lebih objektif terkait kemampuan, kompetensi, dan kemajuan yang ada; c) Membantu menetapkan target yang realistis dan objective untuk improvement; d) Memberikan bahasa yang konsisten untuk membahas kekuatan dan kelemahan terkait manajemen aset; dan e) Memungkinkan dilakukannya benchmarking, bahkan antara organisasi yang mengelola aset yang berbeda di lingkungan operasi yang berbeda.



62



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset Meningkatkan maturity manajemen aset dapat memberikan manfaat berikut: 1) Menyelaraskan aktivitas dan perilaku individual yang diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi; 2) Meningkatkan hasil keuangan dan non-keuangan; 3) Memberikan kejelasan tentang tujuan dan arah masa depan organisasi; 4) Meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan diri, baik di dalam organisasi maupun di mata para pemangku kepentingan eksternal; 5) Lingkungan kerja yang lebih positif dan kooperatif, dengan produktivitas yang lebih tinggi; 6) Mengoptimalkan biaya life cycle; 7) Menyelaraskan risiko dengan selera risiko pemangku kepentingan; 8) Menciptakan lebih banyak konsistensi antara hasil yang diprediksi dan yang benar-benar dicapai; 9) Mengakui dan meningkatkan eksploitasi atas kekuatan yang ada dalam organisasi; 10) Peningkatan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi eksternal; 11) Lingkungan yang lebih baik untuk inovasi dan kreativitas; 12) Keyakinan yang lebih besar dalam delivery kinerja dan value masa depan; dan 13) Kondisi yang tepat untuk membangun dan mempertahankan budaya untuk sukses.



2.1.4



Karakteristik Organisasi yang Mature



Organisasi pada tingkat maturity Manajemen Aset tertinggi biasanya akan menunjukkan karakteristik umum berikut: a) Organisasi ini dapat menunjukkan bahwa kemampuan, kinerja, dan jaminan berkelanjutan mereka di seluruh lanskap Manajemen Aset memiliki kecocokan terhadap tujuan dalam konteks operasi mereka; b) Mereka memberikan hasil yang memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan mereka saat ini dan di masa depan; c) Mereka terus menguatkan Sistem Manajemen Aset dan elemenelemen Manajemen Aset di luar Sistem Manajemen; d) Mereka responsif terhadap perubahan tuntutan dan lingkungan;



63



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset e) Kepemimpinan dan komitmen yang selaras terlihat di semua tingkatan dalam organisasi; f) Kegiatan lintas disiplin ilmu dalam organisasi terintegrasi dan keputusan-keputusannya secara jelas terselaraskan dengan persyaratan pemangku kepentingan; g) Kepentingan lebih besar melekat pada Indikator Kinerja Utama yang berpandangan ke depan, berfokus pada tujuan pemangku kepentingan, meskipun KPI yang berpandangan ke belakang bersifat melengkapi dan juga bisa digunakan untuk melacak kinerja; h) Biaya, risiko, dan kinerja dipahami di semua tingkatan dalam organisasi; i) Setiap orang di organisasi berusaha untuk memberikan value yang lebih besar kepada para pemangku kepentingan dan ada budaya 'melakukan apa yang terbaik untuk organisasi secara keseluruhan' di mana; j) Antarmuka organisasinya mulus; k) Terdapat proporsionalitas yang tepat dalam presisi dan kuantifikasi risiko, biaya, dan kinerja, dalam pengumpulan data, analisis, dan metode pengambilan keputusan; l) Mampu menunjukkan solusi value terbaik dan untuk mengukur dampak dari opsi atau waktu yang tidak optimal; m) Ada bukti penelitian proaktif dalam mengidentifikasi peluang improvement, termasuk adaptasi dan perbaikan dari sektor industri lainnya; dan n) Menyadari posisi dibandingkan dengan pesaing atau kelompok sebaya, dan dapat menunjukkan, melalui tolok ukur atau pengakuan independen, bahwa mereka mengungguli organisasi lain tersebut.



2.1.5



Contoh Skala Maturity



Skala Maturity Manajemen Aset dari The Institute of Asset Management: o o o



Innocent - Organisasi belum mengakui kebutuhan akan persyaratan ini dan/atau tidak ada bukti komitmen untuk menerapkannya Aware - Organisasi telah mengidentifikasi kebutuhan untuk persyaratan ini, dan ada bukti niat untuk mengembangkannya. Developing - Organisasi telah mengidentifikasi cara untuk mencapai persyaratan secara sistematis dan konsisten, dan dapat



64



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset



o



o



o



menunjukkan bahwa ini sedang dikembangkan dengan rencana yang kredibel dengan sumber daya yang telah teralokasi. Competent - Organisasi dapat menunjukkan bahwa ia secara sistematis dan konsisten telah mencapai persyaratan yang ditetapkan dalam ISO 55001. Optimising - Organisasi dapat menunjukkan bahwa ia secara sistematis dan konsisten mengoptimalkan praktik Manajemen Asetnya, sejalan dengan tujuan organisasi dan konteks operasi. Excellent - Organisasi dapat menunjukkan bahwa ia menggunakan praktik kerja unggulan, dan mencapai value maksimum dari pengelolaan asetnya, sesuai dengan tujuan organisasi dan konteks operasi.



Empat dari tingkat maturity ini mudah dirasakan dan dapat mewakili kriteria untuk pencapaian atau kecukupan, sementara dua di antaranya (Developing dan Excellent) lebih bersifat transisi dan dapat diperlakukan sebagai kriteria atau bukti perkembangan yang sedang berjalan. Mencapai Level 3 atau "Competent" setara dengan mematuhi ISP55001.



Gambar 16 Ilustrasi bow tie dari Skala Kematangan IAM



Level Maturity atau kemajuan organisasi juga ditunjukkan dalam ilustrasi 'dasi kupu-kupu - bow tie', yang dikembangkan oleh IAM (Gambar 16). Suatu organisasi mulai menerapkan manajemen aset dengan proses penyelarasan dan integrasi, kondisi ini menyatu dengan kondisi sentral atau Level kompetensi (good practice); melanjutkan proses organisasi memperluas 65



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset maturity mereka dan membedakan dalam mendefinisikan Level target lebih lanjut dari 'best appropriate practice'.



2.1.6



Audit Sistem Manajemen Aset



Audit adalah proses memeriksa sistem untuk melihat apakah proses yang ditentukan telah diikuti dengan benar dan bahwa catatan dalam sistem mencerminkan aset nyata dan juga peristiwa nyata. Audit terhadap sistem manajemen aset diperlukan dari waktu ke waktu. Hasil dari audit harus menjadi dasar untuk memperbaiki kesalahan, kelalaian, atau ketidaksesuaian. Mereka juga dapat membentuk dasar untuk perbaikan dalam sistem. Personil yang bekerja dalam sistem harus didorong untuk mengusulkan potensi improvement. Pemeriksaan audit khusus akan mencakup: • Kondisi aset, availability, dan kesesuaiannya untuk kepentingan • Kompatibilitas aset fisik dan register aset • Manajemen konfigurasi • Pengambilan stok • Analisis risiko dan status manajemen



2.1.7



Tinjauan Manajemen



Tinjauan manajemen adalah proses mengevaluasi sistem manajemen aset untuk memeriksa kesesuaian dan efektivitasnya sehubungan dengan tujuan manajemen aset. Tinjauan manajemen harus dilakukan dari waktu ke waktu. Tinjauan harus mempertimbangkan apakah perubahan diperlukan dalam sistem manajemen aset, dengan mempertimbangkan perkembangan aset dan hasil audit aset. Perkembangan dapat mencakup perubahan dalam jumlah atau jenis aset yang didukung, perubahan teknis dan peraturan, dan kinerja aset relatif terhadap indikator utama. Tinjauan dapat mengakibatkan perubahan sumber daya, kepegawaian, sistem informasi, dan peran serta tanggung jawab personel. Laporan atas tinjauan harus disimpan untuk kepentingan follow-up.



66



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset



2.2 Pengukuran Kinerja dengan Quick Win 2.2.1



Komitmen Indonesia Power



Direksi bersama Senior Leader Indonesia Power berkomitmen untuk meningkatkan keandalan dan efisiensi pengelolaan pembangkit. Adapun komitmen tersebut mencakup eksekusi langkah strategis dalam rangka (1) peningkatan persediaan dan kualitas batubara, serta kemampuan coal handling, dan (2) membantu PT PLN (Persero) untuk percepatan penyiapan fasilitas pendukung ketersediaan gas maupun pemanfaatan biofuel. Komitmen berikutnya adalah (3) melakukan kerja sama strategis untuk memastikan ketersediaan technical advisor, material cadang, dan program strategis lainnya. Hal ini sebagai upaya peningkatan monitoring, early warning system, dan evaluasi operasi serta keandalan.



Gambar 17 Forum Leader 2019 di mana Direksi bersama Senior Leader Indonesia Power merumuskan Quick Wins 2019 sekaligus mengukuhkan komitmen untuk meningkatkan keandalan dan efisiensi pengelolaan pembangkit.



67



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset Indonesia Power juga berkomitmen untuk (4) mengeksekusi program EBT dan bisnis lainnya di luar PLN, (5) meningkatkan kapabilitas leadership dan kemampuan teknis SDM serta mendorong keunggulan dan daya saing perusahaan. yang tak kalah penting, (6) kesungguhan seluruh elemen perusahaan untuk melaksanakan strategi eksekusi tahun 2019 sebagai langkah nyata dalam peningkatan keandalan dan efisiensi pengelolaan pembangkit dengan menerapkan KPI yang tajam.



Gambar 18 Quick Wins Indonesia Power 2019 untuk mencapai Human capital Excellent (HCE), Operation Maintenance Excellent (OME), dan Business Development Excellent (BDE)



68



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset



2.2.2



Key Performance Indicators



Key Performance Indicators (KPI) adalah kuantitas terukur yang dimaksudkan untuk menunjukkan sejauh mana suatu sistem telah memenuhi harapan yang dikenakan padanya. Indikator kinerja membantu dalam hal: • Memberikan indikasi tingkat tinggi tentang seberapa baik kegiatannya dikelola. • Menyoroti area yang perlu diperhatikan. Indikator kinerja digunakan untuk mengukur pencapaian kinerja sistem. Mereka menunjukkan seberapa baik suatu aset, atau sistem aset dalam memenuhi tujuan yang dinyatakan. Mereka biasanya akan berhubungan dengan levels of service yang ditentukan. Oleh karena itu, mereka adalah pedoman yang berharga bagi pengguna, pelanggan, dan manajemen senior dalam menilai dan membandingkan kinerja yang sifatnya lintas periode waktu dan lintas sistem yang sebanding. Pada tingkatan operasional, indikator kinerja berguna bagi manajer sebagai petunjuk cepat tentang bagaimana suatu sistem bekerja dan sebagai indikasi area kekuatan dan kelemahan. Indikator kinerja idealnya harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi perilaku partisipannya, selain untuk memotivasi peningkatan kinerja yang tulus. Dalam praktiknya, indikator kinerja dapat memiliki efek yang memotivasi atau menurunkan motivasi tergantung pada bagaimana pengaruhnya terhadap orang atau kelompok tertentu.



69



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset



Gambar 19 Penandatanganan Key Performance Index (KPI) oleh 133 Eksekutif Kantor Pusat dan 146 Eksekutif Unit Indonesia Power yang dilakukan serentak



Jika pekerjaan maintenance dilakukan saat mesin menganggur karena alasan operasional hingga menciptakan "unavailability" yang diperhitungkan terhadap maintenance, maka peluang maintenance tidak akan diambil. Jika semisal biaya untuk ban mobil dibebankan ke anggaran operasi, maka operator akan memiliki motivasi lebih untuk mengendara dengan hati-hati daripada jika biayanya keluar dari anggaran maintenance. Penyedia layanan dapat menikmati apa yang dikenal sebagai 'pencil whipping', yang berarti membuat gerakan yang dirancang khusus untuk memenuhi atau melebihi indikator. Misalnya, indikator kinerja pada task-task perbaikan yang telah diselesaikan dapat ditangani dengan menutup satu pekerjaan sebelum tenggat waktunya dan kemudian memulai pekerjaan lain untuk menyelesaikan pekerjaan yang tersisa. dengan demikian bahaya dari indikator kinerja adalah bahwa orang yang dinilai berdasarkan indikator akan bekerja untuk indikator tersebut, tetapi tidak serta merta untuk kebaikan sistem secara keseluruhan. Ukuran kinerja tunduk pada variasi acak, dan untuk memutuskan secara formal apakah variasi itu signifikan atau tidak, maka diperlukan analisis statistik, atau setidaknya, kesadaran akan prinsip-prinsip statistik.



70



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset



Gambar 20 PT Indonesia Power meraih Subroto Award kategori Efisiensi Energi Nasional (UJP Lontar dan UJP Jawa Barat 2 Pelabuhan Ratu) pada 2019 dari kementerian ESDM menjadi bukti tercapainya kinerja pengelolaan aset,



2.2.3



Indikator Kinerja Terkait Maintenance



Berikut ini adalah beberapa contoh item yang dapat digunakan sebagai dasar untuk indikator kinerja. a.



Availability plant yang tinggi



b.



Backlog maintenance dalam hal jumlah work order dan total work load.



c.



Kinerja anggaran, biaya maintenance direncanakan



d.



Kepatuhan dengan rencana maintenance mingguan,% kegiatan terlaksana



e.



Menanggapi work request yang disetujui secara angka dan waktu.



f.



Jumlah jam yang direncanakan dan dijadwalkan sebagai % dari total jam maintenance.



71



aktual



versus yang



Asesmen dan Penilaian Manajemen Aset g.



Kepatuhan terhadap peraturan sebagaimana diauditnya



h.



Downtime tak terencana yang rendah



i.



Cidera Keselematan dan Kesehatan Kerja yang minimal



j.



Jam Preventive Maintenance, Predictive Maintenance, dan Condition-Based Maintenance sebagai % dari semua jam maintenance yang tinggi



k.



Jam Breakdown Maintenance sebagai % dari semua jam maintenance yang rendah



l.



Kerugian produksi karena maintenance yang rendah



m. Biaya maintenance sebagai % dari turnover n.



Biaya maintenance sebagai % dari value penggantian plant



o.



Work order kerja ulang/total work order



p.



Overtime maintenance/total overtime perusahaan menjadi kurang dari 5%



q.



Level service inventory,% item terpenuhi dari stok.



r.



Turnover inventory menjadi 2-3 kali/tahun



s.



Pelatihan, proporsi karyawan/tahun yang menerima pelatihan lebih dari 40%



t.



Pengeluaran untuk pelatihan karyawan menjadi lebih dari 4% dari payroll



u.



Investasi tersimpan sebagai% dari value penggantian plant



v.



Biaya kontraktor sebagai % dari biaya maintenance



w. Utilisasi tenaga kerja maintenance menjadi tinggi, tetapi tidak terlalu tinggi sehingga respons terhadap pekerjaan mendesak jadi terhambat.



72



Bab III Kepatuhan K3L dan Finansial 3.1 Kepatuhan Terhadap Kesehatan dan Safety 3.1.1



K3L sebagai Prioritas di Indonesia Power



Di Indonesia Power, perlindungan terhadap karyawan dan komunitas selalu menjadi prioritas nomor satu. Indonesia Power berkomitmen untuk beroperasi dengan cara yang aman, etis, dan bertanggung jawab, dan dengan hati-hati mematuhi kebijakan yang dirancang untuk memastikan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan karyawan kami dan orang-orang yang kami layani.



Gambar 21 Workshop Leadership In Safety yang diikuti oleh Manajer Operasi seluruh unit PT Indonesia Power untuk meningkatkan komitmen kepemimpinan terhadap budaya K3 pada Level Manajemen



Memahami pentingnya pelanggan dan komunitas kami dalam bidang health, safety and environment (K3L atau K3L), Indonesia Power berupaya untuk menyediakan solusi pembangkitan yang menghasilkan kinerja kesehatan dan safety kerja berkelas dunia, serta teknologi canggih yang memenuhi persyaratan lingkungan yang ketat. Melalui serangkaian prosedur dan proses operasi yang komprehensif, Indonesia Power telah mencapai rekam jejak yang proven, meminimalkan risiko yang melekat dalam industri sambil membantu pelanggan untuk mencapai target tanggung jawab sosialnya.



73



Kepatuhan K3L dan Finansial Di Indonesia Power, safety masuk sebagai bagian dari isu penting dan ekpektasi stakeholder terhadap Perusahaan terkait hak asasi manusia, yang mana antara lain: Tabel 2 Isu penting dan ekspektasi stakeholder Indonesia Power



Stakeholder Pegawai



Isu Penting • Kesehatan dan Keselamatan Kerja • Kompensasi jam lembur • Kebebasan berpendapat







• • •



Masyarakat



• Kesehatan dan keselamatan • Lapangan Pekerjaan • Kelestarian Lingkungan



• •



• Pemerintah



• Pelanggaran HAM







Eskpektasi terkait Peran Perusahaan Peningkatan kesejahteraan karyawan berupa pemenuhan hak-hak pekerja. Peningkatan pemberian fasilitas. Kepedulian terhadap pegawai. Lebih terbuka tentang informasi yang ada. Bebas dari pencemaran lingkungan. Informasi mengenai Proses pembangkitan listrik serta dampaknya terhadap lingkungan. Siaga dan Tanggap Kondisi Darurat Bencana Ketaatan atau kepatuhan pada peraturan dan perundang-undangan terkait HAM.



Menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman Indonesia Power berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman untuk semua personel, sambil juga memastikan keamanan aset fisik. Dalam hal kesehatan kerja, masing-masing lokasi plant Indonesia Power melakukan pelatihan reguler dan kursus penyegaran yang dirancang



74



Kepatuhan K3L dan Finansial untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya kesehatan potensial dan mengajari karyawan tentang cara merespons jika terjadi insiden. Menjadikan safety sebagai perilaku Indonesia Power mengusahakan tempat kerja yang bebas cedera, menargetkan praktik kerja yang aman dan 100 persen keterlibatan karyawan. Sebagai bagian dari upaya ini, Indonesia Power menyediakan pelatihan reguler, mendalam, pendampingan dan edukasi spesifik per pekerjaan, didukung oleh prosedur internal, sistem manajemen mutu, instruksi kerja dan peralatan pelindung. Keterampilan, praktik, dan kebijakan K3L yang diajarkan di lingkungan Indonesia Power kepada para personil menjadi tertanam dalam praktik kerja sehari-hari mereka, dan sering kali menjadi perilaku yang dibawa bersama sepanjang karier mereka. Komitmen Indonesia Power terhadap kesehatan dan safety diperluas sampai kepada orang-orang yang mengunjungi site. Setelah melewati pos pemeriksaan keamanan untuk memasuki lokasi plant, pengunjung menerima safety induction yang mencakup tinjauan umum kebijakan K3L perusahaan dan aturan spesifik lokasi, dan informasi tentang penggunaan peralatan pelindung diri, protokol dan batasan safety setempat, dan langkah tanggap darurat dan evakuasi. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja tidak hanya dilakukan bagi pegawai Indonesia Power tapi juga bagi kontraktor. Pencapaian gemilang di bidang K3 pada Indonesia Power dibuktikan dengan beberapa indikator, yaitu, diraihnya pengakuan berupa: ̶ Zero Accident Award; ̶ Bendera Emas untuk Resertifikasi SMK3; ̶ P2HIV; ̶ ISRS Level 4 Seri 7; ̶ ASEAN-OSHNET Excellence ̶ Subroto Award; ̶ ISO 17025:2015.



75



Kepatuhan K3L dan Finansial



Gambar 22 Sepuluh unit Indonesia Power meraih beragam penghargaan seputar K3 - Zero Accident, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan Pencegahan Penanggulangan HIV-AIDS dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi



Secara garis besar kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh Indonesia Power terkait hak asasi manusia selama ini telah memberikan dampak positif bagi stakeholder. Bagi Indonesia Power dalam jangka panjang untuk menjaga keberlanjutan Perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Pemegang Saham serta secara khusus atas pelaksanaan kegiatan operasional yang memperhatikan dan menghormati hak asasi manusia. Manfaat kegiatan tanggung jawab perusahaan terhadap hak asasi manusia, di mana K3L termasuk salah satu di antaranya, sebagai berikut: 1. 2.



3.



Meningkatkan reputasi Perusahaan di kalangan pemangku kepentingan. Mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya risiko terkait hal asasi manusia, baik internal maupun eksternal perusahaan. Meningkatkan motivasi dan engagement pegawai di lingkungan kerja.



76



Kepatuhan K3L dan Finansial Selain itu, kegiatan tanggung jawab Perusahaan terkait hak asasi manusia diharapkan memberikan dampak positif baik langsung maupun tidak langsung bagi pembangunan berkelanjutan melalui produksi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.



3.1.2



Pernyataan Kebijakan K3L Indonesia Power



Pernyataan kebijakan K3L menentukan apa yang harus dicapai oleh Indonesia Power dan anggota tim staf yang bekerja di IP Power Station dan bertanggung jawab untuk mengoperasikan instalasi adalah palungan yang aman sesuai dengan tujuan kebijakan K3L. Kebijakan K3L harus berlaku juga untuk semua pihak eksternal yang bekerja di lokasi plant atau mengunjungi lokasi plant. Ini merujuk misalnya kepada staf service eksternal yang bekerja di lokasi selama periode maintenance Indonesia Power berkomitmen untuk menyediakan dan memelihara lingkungan kerja yang aman dan sehat serta operasi pembangkit listrik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk semua anggota tim staf dan kepada masyarakat di sekitar lokasi plant, dan untuk memberikan informasi, pelatihan dan pengawasan yang diperlukan untuk mencapai hal ini. Semua pihak yang terlibat berkomitmen untuk melindungi hak-hak dasar semua pekerja yang ditunjuk dan masyarakat, serta merasa berkewajiban untuk menciptakan hubungan manajemen kerja yang sehat sebagai unsur utama dalam operasi plant yang sustainable dan sukses. Semua pihak yang terlibat mulai dari manajemen atas pembangkit hingga setiap pekerja harus bertanggung jawab atas semua prosedur K3L yang disyaratkan, dan dengan cara yang sama, semua anggota tim staf harus menyadari tanggung jawab mereka dalam mematuhi Kebijakan K3L. Persyaratan berikut ini bersifat mandatory untuk Indonesia Power dan setiap pekerja untuk penerapan lingkungan yang tidak terganggu dan lingkungan kerja yang aman dan sehat melalui:  keterlibatan dalam sistem K3L di tempat kerja;  berpegang teguh pada prosedur dan peralatan yang benar;  mengenakan pakaian dan peralatan pelindung jika diperlukan;  melaporkan rasa sakit atau ketidaknyamanan sesegera mungkin; 77



Kepatuhan K3L dan Finansial  memastikan bahwa semua kecelakaan dan insiden dilaporkan;  membantu pekerja baru, peserta pelatihan dan pengunjung ke tempat kerja untuk memahami prosedur K3L yang tepat dan mengapa prosedur bersangkutan perlu ada;  memberi tahu dengan segera manajer yang bertanggung jawab tentang masalah K3L;  menjaga tempat kerja tetap rapi untuk meminimalkan risiko terpeleset dan terjatuh Pernyataan Kebijakan K3L diterapkan untuk mencapai tujuan-tujuan berikut:  Tidak ada korban jiwa dari pekerja, pengunjung maupun publik;  Tidak ada kecelakaan dan insiden bagi pekerja, pengunjung maupun publik;  Tidak ada situasi atau kejadian yang membahayakan atau mengancam keselamatan;  Tidak ada masalah, risiko atau dampak terhadap lingkungan;  Continuous improvement dari kinerja kesehatan & safety di lokasi dalam kondisi yang praktikal.



Gambar 23 Centre of Excellence (COE) Fire & Safety Academy Indonesia Power saat menjadi tuan rumah Apel Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional Provinsi Jawa Tengah tahun 2020



78



Kepatuhan K3L dan Finansial Indonesia Power mempunyai komitmen dan kesadaran untuk selalu meningkatkan budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Hal ini dikarenakan, produktivitas pegawai akan meningkat seiring dengan meningkatnya rasa kenyamanan dan keamanan di lingkungan Perusahaan dengan mengacu pada: 1. Undang - undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja; 2. Keputusan Direksi Nomor:41.K/010/IP/2012 tentang Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan di PT Indonesia Power; 3. Keputusan Direksi Nomor:165.K/010/IP/2016 tentang Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja PLTU Batubara di PT Indonesia Power. Dalam pelaksanaan K3, Indonesia Power setiap tahunnya menyusun rencana kegiatan K3 sebagai berikut: 1. Pembangunan pusat pelatihan K3 (Fire Safety Academy) di Pandean Lamper Semarang; 2. Audit Resertifikasi SMK3 3. Pelatihan dan Workshop K3; 4. Bulan K3 Nasional; 5. Simulasi Tanggap Darurat; 6. Pemantauan dan Pengukuran lingkungan kerja; 7. Pemberian Zero Accident Award; 8. Penyediaan wearpack fire resistant bagi operator coal handling. 9. Assessment K3 terkait Fire Protection System based on NFPA 10. Lomba Pemadam kebakaran Dalam rangka menjamin tercapainya target dari program kerja Departemen K3L, maka diperlukan sumber daya manusia yang ahli di bidangnya. Salah satu usaha yang dilakukan oleh Departemen K3L adalah mensertifikasi sumber daya yang ada sehingga kompeten dalam bidang yang ditempatinya. Berikut merupakan grafik kenaikan pemenuhan jumlah pegawai untuk tiap unit yang tersertifikasi di Lingkungan PT Indonesia Power dari tahun 20162017.



79



Kepatuhan K3L dan Finansial



Gambar 24 Sertifikasi personil Indonesia Power terkait K3



3.1.3



Fire & Safety Academy Indonesia Power



FSA (Fire & Safety Academy) merupakan fasilitas pelatihan K3 milik PT Indonesia Power yang berkonsentrasi pada penanganan keadaan darurat di unit pembangkit Low Rank Coal. FSA ini menyediakan program pendidikan dan pelatihan bidang K3 dengan menggunakan miniatur peralatan umum yang ada di pembangkit antara lain simulator control room pembangkit, miniatur coal handling, fire ground yang dilengkapi peralatan umum pembangkit seperti bunker, trafo, smoke chamber, peralatan-peralatan ketenagalistrikan, gedung workshop dan fasilitas lainnya yang terlengkap di Indonesia.



80



Kepatuhan K3L dan Finansial



Gambar 25 Daftar pelatihan yang tersedia pada fasilitas Fire & Safety Academy Indonesia Power



Gambar 26 Beberapa bentuk kegiatan simulasi fire suppresion Indonesia Power



81



Kepatuhan K3L dan Finansial



3.1.4



Persyaratan dan Kompetensi Safety



Safety dari pengguna, operator, dan pengelola adalah persyaratan umum bagi sistem berbasis aset. Manajemen safety mensyaratkan adanya kapabilitas organisasi yang kompeten dalam menentukan dan menerapkan prosedur yang diperlukan untuk memenuhi standar safety terkait. Para personil harus mengetahui peraturan safety yang berlaku bagi aset terkait dan bagaimana penggunaannya. Peraturan ini akan memberikan pedoman untuk melakukan operasi dan maintenance. Personel yang terlibat dalam operasi atau maintenance sistem harus mematuhi peraturan dan praktik safety yang berlaku. Kompetensi yang ada harus dijamin dalam bentuk kombinasi kerangka kualifikasi, standar kompetensi, dan prosedur penilaian kompetensi. Program pelatihan diperlukan untuk memberikan dan mendukung pengetahuan dan praktik safety. Anggota staf memerlukan catatan terdokumentasi yang mengidentifikasi pelatihan dan kompetensi yang dicapai. Tinjauan atau audit berkala harus dilakukan berdasarkan kompetensi safety yang diperlukan dan dicapai oleh anggota staf. Ini memberikan peluang untuk memperbaiki kesenjangan keterampilan jika memang ada. Kompetensi kontraktor dalam hal safety ditinjau sebagai bagian dari proses tender kontrak dengan tinjauan kinerja kontraktor yang sedang berlangsung dan disertai penilaian di tempat kerja.



82



Kepatuhan K3L dan Finansial



Gambar 27 Penandatanganan MoU Indonesia Power dengan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS) peningkatan kemampuan di bidang K3



3.1.5



Persyaratan K3L Kesehatan



Tujuan utama bagian ini adalah untuk memastikan ruang kerja yang sehat untuk personel pembangkit listrik. Fasilitas harus dijaga tetap bersih dan bebas dari effluvia dan kebocoran yang timbul dari saluran pembuangan, lubang, jamban untuk keperluan higienis dan kesehatan. Juga, akumulasi kotoran dan limbah harus dipindahkan dari lantai dan dari ruang kerja untuk memastikan ruang kerja yang aman. Sehubungan dengan aspek higienis, pembersihan ruang kerja harus dilakukan seminggu sekali dengan mencuci dan mendisinfeksi, jika perlu. Setiap ruang kerja harus memiliki ventilasi yang memadai dengan mengalirkan udara segar. Selain itu, suhu ruangan harus sesuai untuk keamanan, kenyamanan, dan kesehatan personel. Di ruang kerja di mana dihasilkan suhu tinggi, ventilasi atau teknik penurunan suhu lebih lanjut (seperti isolasi) harus dipertimbangkan.



83



Kepatuhan K3L dan Finansial Ruang kerja untuk setiap pekerja tidak boleh kurang dari 11 m3 (400 kaki kubik). Ruang di atas 4 meter (14 kaki) dipertimbangkan dalam ruang kerja yang terkalkulasi. Personil pembangkit listrik harus memiliki akses mudah ke air minum bersih. Lokasi keluaran air harus mudah diakses dan diberi label "air minum". Jika jumlah pekerja melebihi angka 250, air minum harus didinginkan selama cuaca panas. Jamban dan urinal harus dipisahkan untuk pekerja pria dan wanita. Selain itu, fasilitas ini harus diberi ventilasi, penerangan dan dijaga dalam kondisi bersih dan tersanitasi sepanjang waktu untuk di satu sisi mencegah bahaya kesehatan dan di sisi lain untuk meningkatkan kenyamanan kerja personel. Debu dan gas buang harus dikelola untuk mencegah masalah kesehatan bagi personel. Penghirupan dan kontak langsung harus dihindari. Jika terjadi kebocoran asap, semua tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan pengotor harus dilakukan.



Kelembaban Buatan Di plant mana pun di mana kelembaban udara meningkat secara buatan, air yang digunakan untuk tujuan tersebut harus diambil dari sumber pasokan air minum, atau harus seperti yang telah dimurnikan.



Kepadatan Tidak ada ruangan di plant yang bisa jadi terlalu padat orang sedemikian rupa sehingga membahayakan kesehatan pekerja yang dipekerjakan di dalamnya.



Pencahayaan Buatan Di setiap bagian plant tempat pekerja bekerja atau melintasi, harus disediakan dan dijaga pencahayaan alami atau buatan yang cukup dan sesuai.



84



Kepatuhan K3L dan Finansial



Keamanan Tujuan utama bagian ini adalah untuk mencegah kecelakaan atau masalah apa pun yang dapat membahayakan pekerja dan operasi pembangkit listrik. Mesin-mesin dan bagian-bagian mesin berikut harus dipagari untuk menghindari insiden dan cedera: • Setiap parts yang bergerak • Headrace dan tailrace dari setiap turbin atau roda • Setiap bagian dari generator listrik, motor atau compound berputar • Setiap bagian dari transmisi mesin Jika diperlukan pemeriksaan terhadap mesin yang bisa bergerak, pemeriksaan tersebut harus dilakukan oleh pekerja pria dewasa yang terlatih, diinstruksikan atau diawasi dengan mengenakan pakaian safety yang sesuai. Baik wanita maupun anak-anak tidak boleh membersihkan, melumasi atau memeriksa bagian mesin yang bergerak. Tidak ada orang muda yang akan bekerja di sekitar dan dengan mesin yang dianggap berbahaya. Bukaan, lubang dan tangki harus ditutup atau dipagari dengan aman untuk menghindari kecelakaan saat jatuh. Setiap kerekan atau lift haruslah: • memiliki konstruksi mekanik yang baik; • dirawat dengan baik • diperiksa secara menyeluruh oleh personel yang berwenang setiap enam bulan sekali • dilengkapi dengan penutup dan gerbang untuk menghindari kecelakaan • diberi label terkait kapasitas muat maksimumnya Tindakan efektif harus diambil di sekitar mesin dan peralatan pembangkit listrik yang beroperasi pada tekanan di atas tekanan atmosfer. Tekanan kerja yang aman tidak boleh dilampaui selama operasi.



85



Kepatuhan K3L dan Finansial Lantai, tangga, lorong dan gang harus dirawat dengan baik dan dilengkapi dengan pagar dan pegangan tangan. Akses aman ke setiap ruang kerja harus diberikan. Tidak ada wanita atau remaja yang membawa beban berlebihan. Karena adanya gas di pembangkit listrik, tidak ada orang yang boleh masuk ke dalam bilik atau pipa mana pun yang mengandung asap berbahaya yang dapat menyebabkan sesak napas atau sangat mudah terbakar. Lebih jauh lagi, tidak ada lampu listrik dengan tegangan melebihi 24 volt dibolehkan berada dalam ruang yang disebutkan di atas. Pada bagian yang berbahaya dari plant, di mana asap asfiksasi dapat dikeluarkan, alat bantu pernapasan yang sesuai harus tetap siap untuk digunakan. Ruang pembakaran sebaiknya tidak diakses sebelum memastikan adanya pendinginan ruangan untuk tujuan keamanan. Ruang kerja yang harus diakses oleh anggota personel harus diamankan sebelum masuk. Untuk mencegah kerusakan tinggi jika terjadi kebakaran, instalasi harus dilengkapi dengan memadai. Pintu harus selalu dibuka dari dalam dan harus terbukanya ke luar. Setiap jendela, pintu atau jalan keluar harus ditandai dalam bahasa yang dapat dimengerti. Peralatan peringatan harus dipasang di pembangkit listrik untuk memberikan peringatan jika terjadi kebakaran. Seluruh personel harus dilatih dengan tepat untuk mencegah insiden jika terjadi kebakaran.



Keamanan Bangunan dan Mesin Jika menurut Inspektur terlihat bahwa setiap bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau bagian dari jalan lintas, mesin di plant berada dalam kondisi sedemikian rupa sehingga akan membahayakan kehidupan atau safety manusia, ia dapat memerintahkan pada Manajer dari faktor bersangkutan, sebuah perintah tertulis terkait penetapan tindakan yang menurutnya harus diadopsi, dan mengharuskan tindakan itu dilakukan sebelum tanggal yang ditentukan. Jika menurut Inspektur tampak bahwa penggunaan bangunan atau bagian dari bangunan atau parts mana pun dari jalan, mesin di plant melibatkan bahaya yang mengancam jiwa atau safety manusia, ia dapat melayani 86



Kepatuhan K3L dan Finansial sebagai manajer plant dan memerintahkan secara tertulis yang melarang penggunaannya sampai kondisi tadi telah diperbaiki atau diubah dengan benar.



Kerekan dan Lift Jika terjadi kerusakan atau keruntuhan tali, rantai atau attachment, maka perlengkapan efisien yang mampu menopang cage-nya bersama dengan beban maksimumnya harus disediakan dan di-maintain.



Crane, Mesin Pengangkat dan Kerekan Lainnya Setiap bagiannya, termasuk peralatan kerja, baik yang sifatnya fiks (tak berpindah) ataupun yang dapat dipindahkan, dan perlengkapan penahan dan pemasangan, haruslah • memiliki konstruksi yang baik, dengan material yang kuat; • dipelihara dengan baik, dan harus diperiksa secara menyeluruh oleh penguji yang berwenang, setidaknya sekali dalam setiap periode dua belas bulan dan sebuah register harus disimpan berisikan keterangan yang telah dituliskan pada setiap pemeriksaan tersebut; Tidak ada mesin seperti itu boleh dimuat di luar beban kerja yang aman, dan untuk ini harus ditandai dengan jelas tentangnya.



Jam Kerja Orang Dewasa Tidak ada pekerja dewasa yang dibuat bekerja lebih dari empat puluh empat jam dalam seminggu. Dalam satu hari pekerja tidak boleh bekerja lebih dari delapan jam. Setiap lima jam kerja, maka setengah jam harus digunakan untuk istirahat. Hari Minggu bukanlah hari kerja kecuali bisa jadi ada pergeseran atau kasus khusus di mana pengecualian dapat dibuat. Jika seorang pekerja bekerja lebih dari jam yang ditentukan di atas, ia berhak untuk dibayar dengan upah dua kali lipat dari upah biasanya untuk lemburnya. Akhirnya, pekerja tidak boleh bekerja dua kali dalam satu hari di dua fasilitas terpisah 87



Kepatuhan K3L dan Finansial



Shift Malam Jika seorang pekerja di sebuah plant bekerja pada shift yang melampaui tengah malam, hari berikutnya baginya akan dianggap sebagai periode dua puluh empat jam dimulai dengan berakhirnya shift tersebut dan jam kerjanya setelah tengah malam akan dihitung sebagai jam kerja dari hari sebelumnya;



Mempekerjakan Orang Muda Tidak ada anak yang belum menyelesaikan usia tiga belas tahun dibolehkan atau diizinkan untuk bekerja di pembangkit listrik. Seorang anak yang telah menyelesaikan usia tiga belas tahun atau remaja tidak diperbolehkan bekerja di pembangkit listrik kecuali dia telah mendapatkan sertifikat kebugaran. Dalam hal ini, dan di bawah pengawasan manajer pembangkit listrik ia bisa diperkenankan bekerja. Dalam hal pekerja anak, waktu kerjanya tidak boleh melebihi empat jam dalam sehari. Waktu kerjanya tidak boleh antara 6 sore sampai 6 pagi. Karena itu, tidak ada shift malam yang dapat dilakukan oleh anak-anak. Pada hari yang sama tidak ada anak yang boleh bekerja di dua tempat terpisah. Daftar pekerja anak harus dibuat di pembangkit listrik yang bersangkutan. Registri harus selalu dapat diakses oleh inspektur.



3.1.6



Persyaratan Induksi dan Pelatihan K3L



Apa yang disebut pelatihan berarti mendukung pekerja dan staf manajemen untuk belajar bagaimana melakukan task-nya, menjelaskan kepada kolega dan karyawan pihak ketiga apa yang harus mereka lakukan atau tidak boleh dilakukan, atau hanya memberikan mereka informasi yang perlu mereka ketahui. Pelatihan seharusnya tidak boleh dipahami sebagai kursus 'ruang kelas' formal.



88



Kepatuhan K3L dan Finansial Penyediaan informasi lingkungan, kesehatan dan safety oleh pelatih yang kompeten harus mendukung setiap pekerja dan anggota tim staf manajemen untuk: • memastikan bahwa anggota staf tahu cara bekerja dengan aman dan tanpa risiko terhadap kesehatan dan lingkungan; • mengembangkan budaya K3L positif, di mana pekerjaan yang aman, sehat, dan ramah lingkungan menjadi kebiasaan kedua bagi setiap orang yang terlibat; • memenuhi kewajiban hukum untuk melindungi kesehatan dan safety karyawan dan untuk melindungi lingkungan dari segala dampak dan bahaya. Pelatihan K3L yang efektif: • akan berkontribusi dalam membuat anggota tim staf menjadi kompeten dalam persyaratan lingkungan, kesehatan dan safety; • dapat mendukung pengoperasian fasilitas pembangkit listrik dengan menghindari tekanan yang dapat ditimbulkan oleh insiden, kecelakaan, dan masalah lingkungan; • dapat mendukung untuk menghindari biaya keuangan akibat insiden, kecelakaan dan masalah lingkungan



Induksi Pekerja Sebelum personil yang memulai pekerjaan atau memasuki lokasi sebagai pengunjung, staf K3L harus memastikan bahwa semua personel menjalani kursus induksi K3L yang menekankan perlunya standar tertinggi perlindungan lingkungan, kesehatan dan keselamatan dan menyampaikan persyaratan untuk memenuhi ketentuan rencana K3L yang berlaku. Kursus induksi harus dirancang untuk mencakup: semua informasi relevan yang berkaitan dengan bahaya yang diketahui dan risiko potensial yang timbul dari kegiatan di lokasi bersangkutan; tindakan yang harus diambil jika terjadi insiden/kondisi darurat; deskripsi yang jelas tentang mekanisme pemantauan bahaya/sistem pelaporan atas near miss; pengantar singkat dari anggota tim staf K3L. Semua induksi harus didukung oleh evaluasi formal terkait pemahaman individu akan informasi induksi. Catatan terkait ini semua harus tetap



89



Kepatuhan K3L dan Finansial tersedia untuk diperiksa oleh pihak Indonesia Power atau pihak yang berwenang.



Induksi Bagi Pengunjung Dalam hal kunjungan situs oleh tamu dan pengunjung, staf K3L harus memastikan bahwa semua pengunjung telah menjalani induksi K3L yang menginformasikan tentang risiko di lokasi dan setiap Tindakan K3L yang diterapkan. Pengunjung harus membiasakan diri dengan penggunaan peralatan pelindung pribadi apa saja yang diperlukan untuk dikenakan selama masa inap di lokasi. Tidak ada pengunjung yang dapat memasuki situs tanpa induksi K3L dan tanpa APD (Alat Pelindung Diri) yang memadai. Pengunjung diminta untuk mengkonfirmasi tanda terima induksi dan PPE dengan tanda tangan di buku tamu site.



Gambar 28 Indonesia Power melalui UP Bali meraih penghargaan ASEAN OSHNET Award Kategori Excellence di Kamboja sebagai apresiasi terhadap Perusahaan yang Zero Accident dalam kurun waktu 3 tahun berturut-turut



90



Kepatuhan K3L dan Finansial



3.1.7



Alat Pelindung Diri



Tujuan dari Alat Pelindung Diri (APD) adalah untuk memberikan barrier yang efektif antara pekerja dan benda, zat, dan proses yang berpotensi membahayakan. Minimal, APD dasar haruslah mencakup: • Topi keras; • Kacamata pengaman; • Rompi vis tinggi; • Sarung tangan (berlaku untuk task); dan • Alas kaki pengaman. Pekerja harus memeriksa APD-nya sebelum digunakan untuk memverifikasi apakah sudah cocok untuk digunakan. APD yang rusak atau cacat harus segera dikeluarkan dari penggunaan. Semua APD yang dikeluarkan dari layanan akan ditandai sebagai out of service. APD akan dipilih berdasarkan informasi berikut: • Asesmen hazard; • Lembar data keamanan material (Material Safety Data Sheet, MSDS); • Persyaratan pelanggan/klien; dan • Persyaratan yurisdiksi legislatif



Perlindungan Kepala • • • • •



Personil harus mengenakan topi keras yang dalam kondisi baik dan memenuhi persyaratan dan standar yurisdiksi legislatif. Topi bump dan topi keras dari logam tidak boleh dikenakan sebagai pelindung kepala. Personil harus mengenakan topi keras dengan logo perusahaan mereka dan nama pekerja jelas ditampilkan di topi keras. Dilarang mengubah topi keras Topi keras harus dikenakan dengan cara yang ditentukan oleh pemanufaktur.



91



Kepatuhan K3L dan Finansial • •



Hanya aparel kepala yang dirancang untuk dikenakan di bawah topi keras saja yang diizinkan. Topi keras diperlukan saat pengelasan. Topi keras ini harus dilengkapi dengan perisai yang sesuai.



Perlindungan Mata dan Wajah • • •



• • • • •



Semua personel harus mengenakan pelindung mata dan wajah yang sesuai dengan kebijakan PCL di lokasi kerja aktif. Pelindung wajah dan mata harus dijaga kebersihannya dan dalam kondisi baik. Jika seorang pekerja tidak dapat mengenakan kacamata safety, seperti yang didokumentasikan oleh catatan dokter, pengaturan alternatif harus dibuat untuk memverifikasi bahwa wajah dan mata individu tersebut terlindungi. Semua komponen kacamata dengan preskripsi yang digunakan untuk pelindung mata harus memenuhi standar peraturan yang berlaku dan disetujui. Kacamata preskripsi akan mencakup pelindung samping yang harus memenuhi standar peraturan yang berlaku. Kacamata pelindung diharuskan untuk kacamata resep yang tidak memenuhi standar. Pelindung wajah diperlukan saat meng-grinding/memotong baja, beton, dan dalam penggunaan bahan kimia. Saat menggunakan pelindung wajah, kacamata pengaman juga diperlukan di bawah pelindung wajah.



Perlindungan Tangan Semua personil harus memiliki sarung tangan yang sesuai untuk task mereka. Sarung tangan harus dikenakan saat melakukan aktivitas kerja dengan bahaya yang dapat menyebabkan cedera pada tangan.



92



Kepatuhan K3L dan Finansial



Perlindungan Kaki • • • •



Semua personel di lokasi kerja harus memakai alas kaki pengaman. Minimumnya adalah CSA yang disetujui, kelas satu (segitiga hijau), boot cut "tinggi yang sesuai dengan task bersangkutan. Tidak ada sepatu lari jenis apa pun diizinkan di tempat kerja. Alas kaki pengaman harus dalam kondisi baik. Karyawan bertanggung jawab untuk memverifikasi bahwa alas kaki mereka dalam kondisi kerja yang tepat.



Perlindungan Pendengaran Personel akan menerima tinjauan umum tentang persyaratan perlindungan pendengaran selama orientasi proyek. Pelatihannya harus mencakup identifikasi area perlindungan pendengaran yang diperlukan, bahaya yang terkait dengan paparan kebisingan, dan penggunaan, maintenance, dan keterbatasan peralatan pelindung yang disediakan di lokasi. Personel tidak boleh terkena kebisingan yang melebihi batas paparan pekerjaan (OEL) yang tercantum di bawah ini: • 85 dBA Lex Level paparan kebisingan harian; • Tingkat kebisingan puncak 140 dBC. Ini dapat dilakukan dengan: • Melembagakan kontrol teknis; • Praktik kerja/kontrol administratif; dan/atau • Memberikan perlindungan pendengaran pribadi. Ada dua jenis perlindungan pendengaran yang diakui tersedia untuk digunakan dalam mengurangi paparan kebisingan secara efektif - yakni penutup telinga (earplugs dan earmuffs). Dalam kebanyakan kasus, penyumbat telinga adalah pelindung pendengaran yang dapat diterima. Sumbat kapas tidak dapat diterima dan tidak untuk digunakan. Saat menggunakan penutup telinga untuk perlindungan pendengaran, perhatian khusus harus diberikan untuk memeriksa apakah penutup telinga ini telah didesinfeksi sebelum digunakan oleh karyawan lain.



93



Kepatuhan K3L dan Finansial Pekerja harus diberi tahu tentang bahaya yang terkait dengan paparan terhadap kebisingan dan tujuan serta batasan alat pendengaran pelindung oleh pengawas masing-masing. Sesuai persyaratan yang disyaratkan, pemeriksaan pendengaran harus dilakukan dalam waktu enam bulan dan setiap tahun setelah itu. Untuk membantu subkontraktor/kontraktor dalam memenuhi persyaratan, pengujian pendengaran ini akan dijadwalkan sepanjang masa proyek dan tanggalnya dikomunikasikan kepada para pemangku kepentingan.



Perlindungan Anggota Tubuh Di mana ada risiko cedera pada anggota tubuh dan pekerja, perlindungan tubuh yang memadai harus dikenakan dan peralatan yang dirancang untuk melindungi karyawan dari cedera pada anggota tubuh mereka dan tubuh harus digunakan (yaitu chainsaw chaps). Jika ada risiko cedera karena area kerja yang padat dan/atau pergerakan mesin di dan/atau di sekitar area kerja, semua karyawan harus mengenakan pakaian bervisibilitas tinggi. Ketika pekerjaan dilakukan dalam suhu yang sangat panas atau dingin, pakaian pelindung yang dikenakan harus ditinjau ulang untuk memverifikasi bahwa itu memadai. Personil harus diberitahu tentang tindakan pencegahan khusus yang perlu diambil atau pakaian pelindung khusus yang perlu dikenakan. Minimal diperlukan lengan 4 inci (tidak ada tank top/kemeja ketat yang diizinkan)



Perlindungan Pernafasan Bagian ini memberikan uraian tentang berbagai jenis respirator yang dapat digunakan di lokasi kerja untuk perlindungan pernapasan. Opsi Perlindungan Pernafasan meliputi: • •



Respirator Debu/Partikulat Sekali Pakai - Masker partikel sekali pakai (tipe double strapped) dirancang untuk melindungi paru-paru dari partikel gangguan. Pemurni Udara, Respirator Setengah Masker - respirator setengah masker yang memurnikan udara memiliki penutup wajah karet yang pas



94



Kepatuhan K3L dan Finansial















di hidung dan di bawah dagu. Ini dilengkapi dengan kartrid yang memurnikan udara saat pemakainya bernafas. Berbagai jenis kartrid tersedia untuk berbagai jenis kontaminan udara. Respirator Pemurni Udara Penuh - respirator full-piece pemurni udara bekerja pada prinsip yang sama dengan respirator setengah-masker yang dijelaskan di atas. Bagian wajahnya membentang di sekitar seluruh wajah, menutupi mata, hidung, dagu, dan mulut. Jenis masker ini harus digunakan ketika bekerja dengan bahan kimia yang sangat korosif untuk melindungi mata dan wajah dari percikan kimia atau di mana kombinasi pelindung wajah dan respirator diperlukan. Powered Air Purifying Respirators (PAPR) - PAPR memiliki kipas portabel bertenaga baterai yang mengalirkan udara melalui partikel atau filter kimia dan meniupnya ke bagian permukaan. Unit kipas dan filter dapat menjadi bagian integral atau bagian muka atau dipasang pada bagian belakang atau sabuk pemakainya. Tersedia bagian masker penuh dan setengah serta berbagai helm dan juga tudung. Jenis respirator ini biasanya digunakan ketika terdapat konsentrasi partikel yang tinggi. Respirator Airline - Respirotor airline menyediakan udara segar dan bersih bagi pemakainya dari sumber yang tidak bergerak seperti kompresor atau silinder udara tekan. Respirator ini bisa dilengkapi dengan masker wajah, helm, atau tudung penuh atau setengah masker. Udara pernapasannya harus berkualitas tinggi dan memenuhi spesifikasi peraturan.



Pengujian Kecocokan Respirator Sebelum mengeluarkan respirator yang dapat digunakan kembali dan pas untuk pekerja, pekerja harus berhasil lulus tes kecocokan kualitatif pada respirator itu. Aspek persyaratan uji kelayakan diuraikan di bawah ini: •







Seorang pekerja tidak dapat dilengkapi dengan respirator yang menyegel wajah jika ada rambut wajah di antara kulit dan permukaan penyekat wajah. Rambut yang menyembul di permukaan penyegelan dianggap rambut wajah tidak diperbolehkan. Setiap pekerja yang menunjukkan kesulitan bernafas atau reaksi psikologis yang parah selama setiap fase pengujian kecocokan pekerja harus diperiksa oleh dokter, dan dokter pemeriksa harus diberikan informasi yang cukup untuk memungkinkan dokter 95



Kepatuhan K3L dan Finansial







tersebut memberi tahu tentang kemampuan pekerja tadi untuk memakai respirator. Pengujian kecocokan diulang setidaknya setahun sekali, atau lebih sering, jika ada perubahan yang dapat mengubah kecocokan respirator (yaitu penurunan atau kenaikan berat badan)



Pakaian dan Perhiasan Untuk perlindungan pribadi dan untuk membatasi penyebaran kontaminasi terkait konstruksi di seluruh fasilitas, pekerja tidak akan diizinkan untuk mengenakan: • pakaian atau perhiasan yang longgar • pakaian berminyak; • pakaian sobek atau compang-camping; • kemeja cut-off atau "muscle" (lengan shirt 4” adalah panjang lengan minimum yang diijinkan); atau Personel tempat kerja yang mengenakan kemeja, pakaian lain dan stiker yang menampilkan bahasa atau pendapat yang menyinggung akan diminta untuk menghapus materi ofensif atau meninggalkan situs dengan segera.



Gambar 29 Kegiatan Workshop Behaviour Based Safety di salah satu unit Indonesia Power untuk ajang untuk menguatkan budaya K3 selama bertugas



96



Kepatuhan K3L dan Finansial



3.1.8



Peralatan Safety yang Kritikal



Peralatan atau sistem safety kritikal adalah item dengan tingkat kegagalan yang dapat membahayakan nyawa manusia atau menyebabkan kerusakan signifikan. Sistem ini biasanya tunduk pada persyaratan hukum dan persyaratan maintenance. Manajemen enjiniring untuk sistem semacam ini diatasi oleh topik Sistem Enjiniring dan oleh topik spesifik yang berkaitan dengan industri berisiko tinggi. Sistem kritis safety memerlukan penerapan teknik yang dirancang untuk menilai dan memastikan operasi yang aman dari plant berisiko tinggi. Sistem ini terjadi di plant yang beroperasi pada suhu dan tekanan tinggi atau rendah, terutama di mana ini mengandung bahan yang mudah terbakar, beracun, atau berbahaya, seperti ditemukan di industri pengolahan minyak dan gas, kimia, dan mineral. Teknik inspeksi berlaku untuk pipa dan bejana tekan, pompa, valve, kompresor, selang, dan alat pelindung. Prinsip yang sama berlaku untuk struktur yang berhubungan dengan safety lainnya seperti peralatan pengangkat dan tanah lapang. Desain sistem untuk safety melibatkan penggunaan item-item seperti safety valve, sistem redundan, sistem cadangan, dan instrumentasi untuk memperingatkan atau menutup situasi berbahaya. Penggunaan pakaian pelindung dan peralatan serta prosedur safety juga penting dalam penerapan ini. Integritas sistem kritis safety melibatkan beberapa fitur di atas dan di atas yang biasanya ditemukan untuk sistem yang lebih umum, meskipun ada overlap yang cukup besar. Berikut ini adalah beberapa contoh peralatan atau sistem yang bersifat kritikal untuk safety-nya: • boiler, bejana tekan, dan perpipaan • apa pun yang melibatkan zat berbahaya atau beracun • derek, kerekan, dan platform kerja yang tinggi • perangkat amusement • lift dan eskalator • unit pendingin udara dan menara pendingin • tabung gas • sistem penerbangan • sistem kereta api



97



Kepatuhan K3L dan Finansial • • • • • •



industri nuklir tangki penyimpanan peralatan sumur dan kepala sumur sistem deteksi kebakaran sistem pemadam api instrumentasi yang terkait dengan safety.



98



Kepatuhan K3L dan Finansial



3.2 Manajemen Lingkungan Indonesia Power memiliki komitmen yang kuat terhadap pengelolaan lingkungan hidup demi terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman serta bisnis Perusahaan yang berkesinambungan. Ketentuan mengenai Pengelolaan Lingkungan diatur dalam Keputusan Direksi Nomor 41.K/010/IP/2012 tentang Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan di PT Indonesia Power.. Pada tingkat internasional, Indonesia Power menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan yang mengacu kepada ISO 14001 yang selanjutnya pada tahun 2014 di integrasi ke dalam Integrated Manajemen System (IMS) secara berkelanjutan. Untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam RJP 2016-2020, Indonesia Power telah menetapkan strategi Perusahaan dalam pengelolaan Lingkungan berdasarkan analisis SWOT yaitu Meningkatkan ketersediaan, keandalan dan efisiensi thermal pembangkit yang dikelola dan ramah lingkungan (Green Power Plant). Melalui Keputusan Direksi Nomor: 249 .K/010/lP/2015 tentang Pedoman Penerapan Green Power Plant di Lingkungan PT Indonesia Power, seluruh unit pembangkit PT Indonesia Power bersinergi untuk menerapkan Green Power Plant. Green Power Plant adalah Perusahaan Pembangkit Tenaga Listrik yang beroperasi secara andal, aman dan ramah Lingkungan yang berhasil meningkatkan benefit, baik terhadap ekonomi, sosial maupun lingkungan guna mendukung keberlanjutan usaha secara jangka panjang.



99



Kepatuhan K3L dan Finansial



Gambar 30 Indonesia Power dinobatkan sebagai Green Company oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) dan majalah SWA, atas kontribusinya terhadap kelestarian lingkungan setempat maupun global.



3.2.1



Bagaimana Pembangkit Listrik Dapat Menyebabkan Dampak



Pembangkit listrik dapat mempengaruhi lingkungan melalui konstruksi dan operasinya. Efek-efek ini, atau dampaknya, bisa bersifat sementara atau permanen. Pembangkit listrik dan komponen tambahannya (misalnya pipa gas alam, intake dan pembuangan air, sistem pengiriman dan penyimpanan batubara, saluran transmisi baru dan tempat pembuangan limbah) mengambil ruang di tanah dan di udara, menggunakan sumber daya air, dan, di banyak kasus, memancarkan polutan ke udara. Footprint plant di tanah menghilangkan peluang bagi orang lain untuk membeli atau menggunakan tanahnya. Hal ini juga dapat memengaruhi penggunaan lahan tanah yang berdekatan. Pembangkit listrik tenaga batu bara mencakup beberapa bangunan yang relatif tinggi dan tumpukan exhaust yang tinggi. Tinggi plant dapat menyebabkan masalah keamanan untuk pesawat atau dampak visual lain bagi pemilik tanah di lingkungan setempat. Jika tanah yang akan digunakan untuk pembangkit listrik adalah “ladang hijau”, sebidang tanah yang belum berkembang dengan sebagian besar vegetasi (plant, padang



100



Kepatuhan K3L dan Finansial rumput, atau vegetasi ladang tua), akan ada dampak pada penggunaan lahan, tanah, dan satwa liar yang ada di lokasi bersangkutan. Pembangkit berbahan bakar fosil dan pembangkit berbahan bakar biomassa membakar bahan bakar untuk menghasilkan udara panas atau uap yang dibutuhkan untuk memutar turbin pembangkit listrik. Pembakaran bahan bakar menghasilkan gas buangan dan produk sampingan lainnya, termasuk polutan udara. Penggunaan air untuk membuat uap membutuhkan sejumlah besar air dari sungai atau danau terdekat, atau dari akuifer air bawah tanah setempat, dan itu harus dimurnikan. Dalam beberapa kasus, airnya harus dikeluarkan dari plant setelah digunakan. Jumlah air bekas yang dibuang, suhu air buangan, dan konsentrasi polutan dalam air adalah semua faktor yang harus dipertimbangkan. Berbagai limbah padat dapat diproduksi, dan ini harus ditangani. Pembakaran batubara menghasilkan abu sebagai limbah padat. Pembangkit listrik yang menggunakan air untuk membuat uap atau untuk pendinginan harus sering menyaring dan memurnikan air sebelum dibuang ke permukaan air. Padatan yang disaring adalah produk sampingan yang harus dibuang dengan tepat.



Gambar 31 PT Indonesia Power melalui UP Bali meraih penghargaan tertinggi dalam kinerja pengelolaan lingkungan (Proper) dalam pemeringkatan periode 2017—2018 dengan 11 unit lainnya meraih Proper Hijau dan 2 unit meraih Proper Biru



101



Kepatuhan K3L dan Finansial



3.2.2



Dampak Pembangkit pada Lingkungan



Masalah lingkungan dalam proyek pembangkit listrik tenaga panas terutama meliputi: 1. Emisi udara; 2. Efisiensi energi dan emisi Gas Rumah Kaca (Greenhouse Gas, GHG); 3. Konsumsi air dan perubahan habitat perairan; 4. Limbah cair; 5. Limbah padat; 6. Bahan dan minyak berbahaya; 7. Kebisingan.



Emisi Udara Emisi utama ke udara dari pembakaran bahan bakar fosil atau biomassa adalah sulfur dioksida (SO 2 ), nitrogen oksida (NO X), partikel (PM), karbon monoksida (CO), dan gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO 2 ). Tergantung pada jenis bahan bakar dan kualitas zat lain seperti logam berat (misalnya, merkuri, arsen, kadmium, vanadium, nikel, dll.), Senyawa halida (termasuk hidrogen klorida dan hidrogen fluorida), dioksin dan furan, hidrokarbon yang tidak terbakar dan bahan organik mudah menguap lainnya Senyawa (VOC) dapat dipancarkan dalam jumlah yang lebih kecil, tetapi bisa jadi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap lingkungan karena toksisitas dan/atau persistensinya. Sulfur dioksida dan nitrogen oksida juga terlibat dalam pengendapan asam jarak-jauh dan trans-batas. Beberapa tindakan, seperti pilihan bahan bakar dan penggunaan langkahlangkah untuk meningkatkan efisiensi konversi energi, akan mengurangi emisi berbagai polutan udara, termasuk CO2 , per unit pembangkit energi. Mengoptimalkan efisiensi pemanfaatan energi dari proses pembangkitan tergantung pada berbagai faktor, termasuk sifat dan kualitas bahan bakar, jenis siklus pembangkitan yang dipilih (misalnya, reciprocating engine, single atau combined cycle gas turbine, steam turbine), konfigurasinya (misalnya, pembangkit listrik atau co-atau tri-generasi listrik, pemanasan dan pendinginan), suhu operasi turbin pembakaran, tekanan operasi dan suhu turbin uap, kondisi iklim setempat, jenis sistem pendingin yang digunakan dan potensi panas di dekatnya pengguna. Langkah-langkah yang disarankan untuk mencegah, meminimalkan, dan mengendalikan emisi udara meliputi:



102



Kepatuhan K3L dan Finansial  Penggunaan bahan bakar terbersih yang tersedia secara ekonomis (misalnya gas alam lebih disukai daripada minyak, yang lebih disukai daripada batubara). Untuk sebagian besar pembangkit listrik besar, pilihan bahan bakar seringkali merupakan bagian dari kebijakan energi nasional, dan bahan bakar, teknologi pembakaran dan teknologi pengendalian polusi, yang semuanya saling terkait dan harus dievaluasi dengan sangat hati-hati di bagian hulu proyeknya untuk mengoptimalkan kinerja lingkungan proyek.  Saat membakar batubara, preferensi diberikan untuk batubara dengan kandungan panas tinggi, abu rendah, dan sulfur rendah  Mempertimbangkan manfaat untuk mengurangi kadar abu, terutama untuk batubara abu tinggi dengan pencucian batubara;  Pemilihan teknologi pembangkit listrik dan pengendalian polusi terbaik untuk bahan bakar yang dipilih guna menyeimbangkan manfaat lingkungan dan ekonomi. Pilihan teknologi dan sistem pengendalian polusi akan didasarkan pada Penilaian Lingkungan (Environmental Assessment, EA) yang sifatnya spesifik per lokasi. Beberapa contohnya termasuk penggunaan sistem efisiensi energi yang lebih tinggi, seperti sistem turbin gas combined cycle untuk gas alam dan unit berbahan bakar minyak, dan supercritical, ultra-supercritical atau yang berpotensi di masa depan dalam teknologi integrated coal gasification combined cycle (IGCC) atau carbon capture and storage (CCS) untuk unit berbahan bakar batubara;  Merancang ketinggian tumpukan dan konfigurasi menurut Good International Industry Practice (GIIP) untuk menghindari konsentrasi permukaan tanah yang berlebihan dan meminimalkan dampak, termasuk endapan asam;  Mempertimbangkan penggunaan fasilitas gabungan panas dan listrik (CHP, atau co-generasi). dengan menggabungkan keluaran panas yang bermanfaat dengan produksi daya, fasilitas CHP dapat mencapai efisiensi termal sebesar 70–90 persen, dibandingkan dengan efisiensi listrik 30–60 persen yang tersedia dari pembangkit listrik saja, yang dapat berkontribusi pada penghematan energi primer.  Emisi tidak boleh menyumbang sebagian besar untuk pencapaian standar kualitas udara ambien yang relevan, untuk memungkinkan pembangunan berkelanjutan di masa depan dalam airshed yang sama.



103



Kepatuhan K3L dan Finansial



Gambar 32 Seminar lingkungan oleh PT. Indonesia Power UP Suralaya sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap kelestarian alam sekaligus untuk kelangsungan bisnis perusahaan



Efisiensi Energi dan Emisi GRK Karbon dioksida, salah satu gas rumah kaca utama (GRK) di bawah Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, dikeluarkan dari pembakaran bahan bakar fosil.



Gambar 33 Ilustrasi dampak industri pada efek gas rumah kaca (lokasi gambar bukan di Indonesia)



104



Kepatuhan K3L dan Finansial Rekomendasi untuk menghindari, meminimalkan, dan mengimbangi emisi karbon dioksida dari pembangkit listrik termal yang baru dan yang sudah ada antara lain:  Penggunaan bahan bakar fosil yang kurang intensif karbon (yaitu, bahan bakar yang mengandung lebih sedikit karbon per unit dengan value kalorinya — gas lebih sedikit dari minyak dan minyak lebih sedikit dari batubara) atau co-firing dengan bahan bakar rendah karbon (misalnya, biomassa, yang dianggap karbon-netral jika diproduksi dalam hasil berkelanjutan tanpa mempertimbangkan energi yang digunakan untuk panen, pemrosesan dan transportasi)  Penggunaan teknologi efisiensi konversi energi yang lebih tinggi, tunduk pada kesesuaian teknis untuk penerapan dan kelayakan finansial. Sebagai contoh, plant supercritical memiliki efisiensi konversi energi yang lebih tinggi daripada plant subcritical, combined cycle gas turbine (CCGT) memiliki efisiensi konversi energi yang lebih tinggi daripada pembangkit siklus sederhana, dan CHP memiliki efisiensi konversi energi yang lebih tinggi daripada pembangkit listrik saja. Elemen-elemen lain dari pembangkit listrik juga dapat mempengaruhi efisiensi seperti parameter siklus uap (mis., Tekanan dan suhu) untuk pembangkit listrik berdasarkan siklus Rankine uap, teknologi pendinginan dan abatement, efisiensi listrik (misalnya, motor listrik untuk kipas dan pompa, ESP), efisiensi konversi energi dan konservasi energi. Penggunaan teknik pemantauan dan kontrol proses kinerja tinggi, desain dan maintenance sistem pembakaran yang baik sehingga efisiensi dan emisi GRK yang dirancang awalnya dapat terus dipertahankan;  Jika memungkinkan, sertakan loss transmisi dan distribusi serta langkahlangkah sisi demand. Sebagai contoh, investasi dalam manajemen beban puncak dapat mengurangi persyaratan siklus fasilitas pembangkit sehingga meningkatkan efisiensi operasinya. Kelayakan jenis opsi off-set ini dapat bervariasi tergantung pada apakah fasilitas tersebut merupakan bagian dari utilitas terintegrasi secara vertikal atau merupakan produsen listrik independen;  Pertimbangkan emisi siklus bahan bakar dan faktor-faktor di luar lokasi seperti pasokan bahan bakar, kedekatan dengan pusat-pusat muatan, potensi untuk penggunaan panas limbah di luar lokasi, atau penggunaan gas limbah terdekat (gas blast furnace atau metana coal bed) sebagai bahan bakar;



105



Kepatuhan K3L dan Finansial  Jika undang-undang yang berlaku tidak mencakup kerangka kerja manajemen karbon, pertimbangan harus diberikan pada partisipasi dalam mekanisme manajemen emisi gas rumah kaca sukarela (misalnya, skema perdagangan), atau offset emisi berkualitas tinggi. Selama pengembangan proyek pembangkit listrik tenaga panas, para pendukung harus mempertimbangkan solusi alternatif termasuk kesesuaian teknis dan trade-off antara modal dan biaya operasi yang terlibat dalam penggunaan teknologi yang berbeda dengan alasan terdokumentasi mengapa opsi yang dipilih adalah yang paling layak. Sebagai contoh, plant supercritical bisa jadi memiliki biaya modal yang lebih tinggi daripada plant subcritical untuk kapasitas yang sama, tetapi biaya operasional lebih rendah. Fasilitas baru harus ditujukan untuk berada di kuartil teratas efisiensi energi untuk pembangkit rata-rata negara/kawasan dengan jenis dan kapasitas bahan bakar yang sama. Rehabilitasi fasilitas yang ada harus mencapai peningkatan efisiensi yang signifikan. Instalasi harus menggunakan pemantauan kinerja tinggi dan teknik kontrol proses, desain yang baik, dan maintenance sistem pembakaran, sehingga efisiensi yang awalnya dirancang dan juga kinerja emisi GRK-nya dapat dipertahankan.



Gambar 34 Indonesia Power meraih 3 penghargaan di ajang Asean Coal Awards 2019 sebagai bukti pemanfaatan teknologi batubara yang ramah lingkungan oleh Indonesia Power



106



Kepatuhan K3L dan Finansial



Konsumsi Air dan Perubahan Habitat Perairan Turbin uap kondensasi yang digunakan dengan boiler dan Heat Recovery Steam Generators (HRSG) yang digunakan dalam unit combined cycle gas turbine membutuhkan sistem pendingin untuk mengembunkan uap yang digunakan untuk menghasilkan listrik. Sistem pendingin yang digunakan dalam pembangkit listrik tenaga panas meliputi: (i) sistem pendingin sekali pakai di mana air pendingin yang memadai dan air permukaan penerimanya tersedia; (ii) sistem pendingin sirkuit tertutup basah (evaporatif); dan (iii) sistem pendingin kering sirkuit tertutup (mis. kondensor berpendingin udara). Pembangkit listrik termal kemungkinan akan terpengaruh oleh dampak perubahan iklim karena mereka sering: (i) berlokasi di daerah dengan sensitivitas tinggi terhadap perubahan iklim (seperti di zona pesisir dan di muara sungai); (ii) dioperasikan dalam jangka waktu lama (20 tahun atau lebih); (iii) bergantung pada pasokan bahan bakar yang dapat terganggu; dan, (iv) bergantung pada air sebagai bagian integral dari generasi. Perubahan iklim dapat meningkatkan hambatan pada sumber daya air melalui perubahan pola curah hujan (misalnya, kekeringan yang menghabiskan sumber daya air untuk pendinginan) dan suhu rata-rata sehingga membatasi kapasitas penyerapan panas dari aliran air, dan karenanya berpengaruh ke kapasitas pembangkit listrik. Fasilitas pembakaran yang menggunakan sistem pendingin sekali pakai membutuhkan sejumlah besar air yang dibuang kembali ke air permukaan penerima dengan suhu tinggi. Air juga diperlukan untuk makeup boiler, peralatan stasiun tambahan, ash handling, dan sistem FGD. Langkah-langkah manajemen yang direkomendasikan untuk mencegah atau mengendalikan dampak terhadap sumber daya air dan habitat perairan termasuk: •



Melestarikan sumber daya air, khususnya di daerah dengan sumber daya air terbatas, dengan: o Penggunaan sistem air pendingin siklus tertutup, resirkulasi (mis., menara pendingin konsep natural atau forced), atau sistem pendingin kering sirkuit tertutup (mis. kondensor berpendingin udara) jika perlu untuk mencegah dampak buruk yang tidak dapat 107



Kepatuhan K3L dan Finansial



• •







diterima. Kolam pendingin atau menara pendingin adalah teknologi utama untuk sistem air pendingin resirkulasi. Sistem air pendingin sekali pakai bisa jadi dapat diterima jika kompatibel dengan hidrologi dan ekologi sumber air dan air penerima dan dapat menjadi alternatif yang disukai atau layak untuk teknologi kontrol polusi tertentu seperti scrubber air laut. o Penggunaan scrubber kering dalam situasi di mana kontrol ini juga diperlukan atau daur ulang air limbah di plant berbahan bakar batubara untuk digunakan sebagai makeup FGD. o Penggunaan sistem berpendingin udara. Pengurangan kecepatan asupan desain layar maksimum hingga 0,5 kaki/detik (atau 0,15 m/detik). Pengurangan aliran asupan ke tingkat berikut termasuk penyisihan untuk kebutuhan air yang berubah dan ketersediaan air karena perubahan iklim: o Untuk sungai atau aliran air tawar ke aliran yang cukup untuk mempertahankan penggunaan sumber daya (yaitu, irigasi dan perikanan) serta keanekaragaman hayati selama kondisi aliran rendah tahunan rata-rata. o Untuk danau atau waduk, aliran intake tidak boleh mengganggu stratifikasi termal atau pola pergantian air sumber. o Untuk muara atau sungai pasang surut, pengurangan aliran intake menjadi satu persen dari volume perjalanan pasang surut. Jika ada spesies yang terancam, hampir punah, atau dilindungi lainnya atau jika ada perikanan dalam zona hidrolik pengaruh intake, maka perlu pengurangan impingement dan entrainment ikan dan kerang dengan pemasangan teknologi seperti jaring penghalang (musiman atau sepanjang tahun), sistem penanganan dan pengembalian ikan, saringan jaring halus, saringan kawat baji, dan sistem penghalang filter air. Contoh langkah-langkah operasional untuk mengurangi impingement dan entrainment termasuk penghentian musiman, jika perlu, atau pengurangan aliran atau penggunaan layar secara terus menerus. Merancang lokasi struktur intake ke arah yang berbeda atau lebih jauh ke dalam badan air juga dapat mengurangi impingement dan entrainment.



108



Kepatuhan K3L dan Finansial



Limbah Padat Pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara dan berbahan bakar biomassa menghasilkan limbah padat terbanyak karena tingginya persentase abu dalam bahan bakar. Limbah padat adalah fly ash, bottom ash, slag boiler, sludge FGD (walaupun biomassa mengandung lebih sedikit sulfur daripada batubara dan oleh karena itu FGD bisa jadi tidak diperlukan ketika menggunakan biomassa), reject/pyrite plant batubara (tergantung bahan bakar yang digunakan), menara pendingin lumpur, lumpur pengolahan air limbah dan lumpur pengolahan air. Boiler, fluidifier, dan pirolisa fluidized-bed combustion (FBC) menghasilkan fly ash dan bottom ash, yang disebut bed ash. Fly ash yang dihilangkan dari gas buang mencapai 60-85 persen dari residu abu batubara di boiler batubara bubuk dan 20 persen di boiler stoker. Bottom ash termasuk terak (slag) dan partikel yang lebih kasar dan lebih berat dari fly ash. Karena adanya bahan sorben, limbah FBC memiliki kandungan kalsium dan sulfat yang lebih tinggi dan kandungan silika dan alumina yang lebih rendah daripada limbah bahan bakar padat konvensional. Limbah kering dan semi-kering pasca-pembakaran atau air-pollution control residues (APCR) juga memiliki kandungan kalsium dan sulfat yang lebih tinggi.



Gambar 35 Contoh waste ash dan slag



109



Kepatuhan K3L dan Finansial Limbah pembakaran minyak termasuk fly ash dan bottom ash biasanya hanya dihasilkan dalam jumlah yang signifikan ketika sisa bahan bakar minyak dibakar dalam boiler uap berbahan bakar minyak. Teknologi lain (misalnya, turbin pembakaran dan mesin diesel) dan bahan bakar (misalnya, minyak sulingan dan HFO) menghasilkan sedikit atau tanpa limbah padat, meskipun pra-perlakuan HFO-nya dapat menghasilkan sejumlah besar lumpur. Secara keseluruhan, limbah pembakaran minyak dihasilkan dalam jumlah yang jauh lebih kecil daripada limbah pembakaran bahan bakar padat yang dibahas di atas. Pembangkit listrik tenaga panas berbahan bakar gas pada dasarnya tidak menghasilkan limbah padat karena kandungan abu yang dapat diabaikan, terlepas dari teknologi pembakarannya. Langkah-langkah yang disarankan untuk mencegah, meminimalkan, dan mengendalikan volume limbah padat dari pembangkit listrik termal meliputi: •











Penanganan limbah padat yang kering, khususnya fly ash. Metode penanganan kering tidak melibatkan penyumbatan permukaan dan, oleh karena itu, tidak menghadirkan risiko ekologis yang diidentifikasi untuk penyumbatan (misalnya, penyerapan logam oleh satwa liar). Potensi bahaya yang terkait dengan tingkatan, misalnya, pH atau leachability perlu dipertimbangkan dan dikelola. Lebih lanjut, jika ada risiko partikel dari fly ash, maka bisa jadi diperlukan sistem redaman dari perspektif safety dan dampak lingkungan; Daur ulang limbah padat yang digunakan seperti semen dan produk beton lainnya, isian konstruksi (termasuk isian struktural, isian yang dapat dialirkan, dan dasar jalan), penggunaan pertanian seperti pupuk kalsium atau fosfor (disediakan jejak logam atau tingkat bahan berbahaya lainnya yang bisa jadi ada dalam batas yang diterima) ambang batas), penerapan pengelolaan limbah, penerapan pertambangan, bahan konstruksi (misalnya, gipsum sintetis untuk eternit), dan penggabungan ke dalam produk lain asalkan residu (seperti logam bekas dan radioaktivitas) semuanya tidak dianggap berbahaya. Memastikan kualitas bahan bakar dan aditif yang konsisten membantu memastikan limbah padat dapat didaur ulang; Jika penggunaan kembali (reuse) yang menguntungkan tidaklah memungkinkan, maka direkomendasikan pembuangan limbah padat di tempat pembuangan akhir yang diizinkan (ditempatkan 110



Kepatuhan K3L dan Finansial



















untuk meminimalkan kontak dengan air selama peristiwa cuaca normal dan tidak normal) dengan kontrol lingkungan seperti kontrol run-on/run-off, liner, sistem pengumpulan lindi, tanah pemantauan air, kontrol closure, cover harian (atau operasional lainnya), dan kontrol PM fugitive; Pengumpulan bottom ash dan fly ash kering, atau pengumpulan basah yang melbatkan tahap pengendapan, dari pembangkit listrik yang membakar minyak bahan bakar berat jika mengandung logam mulia bernilai tinggi seperti vanadium dan mendaur ulang untuk pemulihan vanadium (jika memungkinkan secara ekonomi) atau dibuang di tempat yang diizinkan dengan kontrol lingkungan; Pengelolaan pembuangan dan reklamasi ash untuk meminimalkan dampak lingkungan - khususnya migrasi logam beracun, jika ada, ke badan permukaan dan air tanah yang berdekatan, di samping pengangkutan padatan tersuspensi dalam limpasan permukaan karena curah hujan musiman dan banjir, yang bisa jadi diperburuk oleh dampak perubahan iklim. Khususnya, konstruksi, operasi, dan maintenance penampungan permukaan harus dilakukan sesuai dengan standar yang diakui secara internasional; Penggunaan kembali lumpur dari pengolahan air limbah dari plant FGD. Lumpur ini dapat digunakan kembali di plant FGD karena komponen kalsiumnya. Ini juga dapat digunakan sebagai aditif dalam pembakaran pembangkit listrik tenaga batu bara untuk meningkatkan perilaku pelelehan abu; dan Lumpur HFO biasanya serupa dalam komposisi umum dengan HFO yang digunakan. Jika lumpur HFO diharapkan mengandung bahan berbahaya yang berpotensi tingkat signifikan, maka harus diuji pada awal operasi plant dan diklasifikasikan sebagai berbahaya atau tidak berbahaya menurut peraturan setempat atau pendekatan yang diterima secara internasional. Jika tidak berbahaya, lumpur HFO dapat dibakar di lokasi;



111



Kepatuhan K3L dan Finansial



Gambar 36 Peresmian Program Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Indonesia Power yang mengubah sampah menjadi pellet untuk bahan bakar kompor anglo dan gasifier di pembangkit listrik, sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan



Minyak dan Bahan Berbahaya Bahan berbahaya yang disimpan dan digunakan di fasilitas pembakaran termasuk di antaranya bahan bakar padat, cair, dan gas; bahan kimia pengolahan udara, air, dan air limbah; dan bahan kimia maintenance peralatan dan fasilitas (mis. cat, jenis pelumas tertentu, dan pembersih). Selain itu, langkah-langkah harus diambil untuk mencegah, meminimalkan, dan mengendalikan bahaya yang terkait dengan pembongkaran, penyimpanan, dan penanganan bahan berbahaya di pembangkit listrik thermal. Contoh langkah-langkah pengendalian bahaya tertentu dapat mencakup: • Penggunaan tangki bertekanan bawah-tanah, berdinding ganda untuk penyimpanan amonia cair murni (misalnya, untuk digunakan sebagai reagen untuk SCR); dan • Penggunaan konveyor tertutup, sistem transfer pneumatik dan silo dengan peralatan ekstraksi dan filtrasi yang sesuai untuk mencegah emisi PM dari penanganan kapur dan batu kapur. 112



Kepatuhan K3L dan Finansial



Kebisingan Sumber utama kebisingan di pembangkit listrik tenaga panas meliputi generator turbin dan auxiliaries; boiler dan auxiliaries, seperti pulverizer batubara; mesin reciprocating; kipas dan pekerjaan saluran; pompa; kompresor; kondensor; precipitators, termasuk rapper dan vibrator pelat; perpipaan dan valve; motor; transformer; circuit breakers; dan menara pendingin. Pembangkit listrik termal yang digunakan untuk operasi beban dasar dapat beroperasi terus menerus sementara pembangkit yang lebih kecil bisa jadi beroperasi lebih jarang tetapi masih menimbulkan sumber kebisingan yang signifikan jika terletak di daerah perkotaan.



Langkah-langkah tambahan yang direkomendasikan untuk mencegah, meminimalkan, dan mengendalikan kebisingan dari pembangkit listrik termal meliputi: •







Penempatan fasilitas baru dengan mempertimbangkan jarak dari sumber kebisingan ke reseptor (mis. reseptor perumahan, sekolah, rumah sakit, tempat keagamaan) sejauh mungkin. Jika penggunaan lahan lokal tidak dikontrol melalui zonasi atau tidak ditegakkan secara efektif, periksa apakah reseptor perumahan bisa datang di luar batas plant yang diperoleh. Dalam beberapa kasus, bisa jadi akan lebih efektif secara biaya untuk memperoleh tanah tambahan sebagai zona penyangga daripada mengandalkan langkah-langkah pengendalian kebisingan teknis, jika memungkinkan; Penggunaan teknik kontrol kebisingan seperti: menggunakan penutup mesin akustik; memilih struktur sesuai dengan efek isolasi kebisingannya untuk menyelimuti bangunan; menggunakan muffler atau peredam suara di saluran masuk dan buang; menggunakan 113



Kepatuhan K3L dan Finansial







3.2.3



bahan serap suara di dinding dan langit-langit; menggunakan isolator vibrasi dan koneksi fleksibel (mis. pegas baja heliks dan elemen karet); menerapkan desain terperinci yang cermat untuk mencegah kemungkinan kebocoran kebisingan melalui lubang atau untuk meminimalkan variasi tekanan dalam perpipaan; dan Modifikasi konfigurasi plant atau penggunaan barrier kebisingan seperti tanggul dan vegetasi untuk membatasi kebisingan sekitar pada garis properti plant, terutama di mana reseptor kebisingan sensitif bisa disediakan.



Komitmen Indonesia Power



Penguatan nilai keberlanjutan yakni integrasi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan terus menjadi komitmen Indonesia Power. Hal ini diwujudkan melalui penguatan human capital excellence, penguatan pengelolaan lingkungan, program efisiensi, penguatan lini Energi Baru Terbarukan (EBT), percepatan pemerataan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan hingga ke pelosok negeri, serta berbagai inovasi program pengembangan masyarakat.



114



Kepatuhan K3L dan Finansial Indonesia Power menerapkan Sistem Manajemen yang Terintegrasi (InPower IMS) di mana pengelolaan lingkungan menjadi salah satu komponen di dalamnya. Di tingkat strategis, Kantor Pusat bertindak memberikan arahan bagi unit-unit di lingkungan Perusahaan, dan unit-unit mengelola aspek lingkungan sesuai dengan sifat dan skala dampak masing-masing. Indonesia Power melakukan upaya-upaya untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca dengan inventaris Gas Rumah Kaca, efisiensi energi dan mengurangi emisi. Di tahun 2018, Indonesia Power berhasil melakukan efisiensi energi sebesar 6.317.002,49 GJ. Kondisi ini meningkat 33,06% dari tahun 2017 berkat Program 5E (Enhancing and Embedding Energy Efficiency Excellence). Sama halnya dengan hal pengelolaan sumber daya air, dimana penggunaan air Indonesia Power menurun sebanyak 10,60% atau menjadi 13.326.671,79 m3. Begitupun dalam hal pengelolaan limbah, dimana terjadi penurunan limbah B3 yang dihasilkan, yaitu sebanyak 504.065,38 (menurun 8,74%). Jumlah limbah B3 yang dimanfaatkan kembali meningkat drastis dari 104,80 di tahun 2017 menjadi 739,55 ton di tahun 2018. Selain yang diutarakan di sub bab ini, beberapa program konservasi Keanekaragaman Hayati juga dilakukan misalnya konservasi Elang Jawa, Jalak Bali, Penyu Lekang, Sapi Putih Taro, Tukik, Rusa Timor, Badak Jawa, Mangrove dan Terumbu Karang, juga berbagai Tanaman Langka. Di tahun 2019, Indonesia Power berhasil melakukan penurunan konsumsi energi sebesar 464.711.748 GJ atau turun 7,90% dari tahun 2018. Efisiensi energi juga berhasil dilakukan sebesar 41.779.993,04 GJ, dimana kondisi ini meningkat 10,72% dari tahun 2018 berkat Program 5E (Enhancing and Embedding Energy Efficiency Excellence) yang semakin inovatif setiap tahunnya. Selain itu, Indonesia Power juga berhasil mengurangi jumlah emisi yang dikeluarkan sebesar 2.286.006,72 ton CO2. Ini artinya Indonesia Power berhasil mengurangi emisi sebesar 17% dari tahun sebelumnya. Begitupun dalam hal pengelolaan limbah, dimana terjadi penurunan jumlah limbah B3 yang dimanfaatkan kembali meningkat 11,21% dari 739,55 ton di tahun sebelumnya menjadi 822,49 ton di tahun 2019 ini. Sama halnya dengan daur ulang air yang digunakan kembali, yang berhasil ditingkatkan dari tahun sebelumnya menjadi 1.641.661,69 m3.



115



Kepatuhan K3L dan Finansial Beberapa program konservasi Keanekaragaman Hayati juga dilakukan di 2019, misalnya konservasi Elang Jawa, Jalak Bali, Penyu Lekang, Sapi Putih Taro, Tukik, Rusa Timor, Badak Jawa, Mangrove, Terumbu Karang, Pohon Endemik dan Tanaman Langka. Berkat berbagai upaya di bidang lingkungan dan sosial, Indonesia Power berhasil mendapatkan 2 PROPER Emas untuk Unit PLTDG Pesanggaran dan PLTP Kamojang-Darajat POMU. Secara total untuk seluruh unit, Indonesia Power meraih 2 PROPER Emas, 11 PROPER Hijau, dan 6 PROPER Biru.



Tempat Olah Sampah Setempat TOSS merupakan program pengelolaan sampah yang digulirkan sebagai solusi atas permasalahan sampah di Kabupaten Klungkung. Program yang diinisiasi Indonesia Power Bali PGU bersama dengan STT PLN ini telah mengubah sampah menjadi sumber energi alternatif. Dalam hal ini, sampah diolah di TOSS dan dibuat menjadi pellet yang digunakan sebagai energi primer PLTDG Pesanggaran maupun bahan bakar bagi rumah tangga.



Gambar 37 Proses pencacahan sampah yang telah dipeyeumisasi sebelum dijadikan pelet di Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS)



116



Kepatuhan K3L dan Finansial Dalam program TOSS (Tempat Olah Sampah Setempat) di Bali, Indonesia Power telah berhasil:  Mereduksi sampah 1.184,40 ton/tahun;  Mengurangi emisi 54.600 CO2 eq/tahun;  Melakukan potensi perputaran ekonomi kelompok Rp243 juta/tahun;  Menjadikan 14 orang dari 38 Pengangguran berpenghasilan.



Gambar 38 Gasifier untuk mengubah pelet menjadi listrik di PLTD/G



Remediasi Kali Item Indonesia Power dukung Program Remediasi Kali Item yang digulirkan Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan dengan memfasilitasi empat unit Plasma Nano Bubble. Plasma Nano Bubble merupakan alat yang dikembangkan LIPI untuk mengembalikan kualitas air Kali Item serta menghilangkan bau kali yang menyengat.



117



Kepatuhan K3L dan Finansial



Gambar 39 Program Plasma Nano Bubble sebagai remidiasi Kali Item



Pengembangan Energi Terbarukan Pengembangan pembangkitan EBT salah satunya adalah komitmen Indonesia Power dalam rangka menjaga mutu lingkungan. Salah satu strategi Indonesia Power untuk mencapai sustainability adalah dengan meningkatkan porsi pengembangan pembangkit renewable energy karena kecenderungan pengembangan pembangkit di dunia saat ini adalah menggunakan energi terbarukan. Hal ini tercermin dari meningkatnya target porsi pembangkit renewable energy di RUPTL dan proses pinjaman untuk proyek-proyek pembangkit renewable energy dan ramah lingkungan lebih mudah diperoleh. Selain pembangkitan yang sudah ada, Indonesia Power juga berupaya terus meningkatkan produksi Energi Listrik Terbarukan (EBT) melalui pengembangan EBT seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Hybrid dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).



Gambar 40 Kerjasama Indonesia Power dengan EDF Group untuk pengembangan EBT



118



Kepatuhan K3L dan Finansial Potensi pengembangan energi terbarukan di Indonesia dinilai sangat menarik bagi BUMN setrum asal Prancis, électricité de France (EDF Group). Terkait ini, komitmen untuk mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) kembali diwujudkan Indonesia Power melalui kerja sama EDF dalam tiga hal, yakni solar PV (PLTS), PLTA/hydro, dan off grid aset. Indonesia Power melalui anak perusahaan, PT Indo Tenaga Hijau, berhasil meresmikan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap atau PLTS Rooftop dengan memanfaatkan modul Photo Voltage (PV) dari Canadian Solar yang dapat menurunkan emisi yang dihasilkan oleh unit pembangkit yang selama ini dioperasikan menggunakan energi primer gas ataupun minyak.



Gambar 41 PLTS Atap Bali Power Generation Unit



PLTS Atap yang dikembangkan memanfaatkan modul Photo Voltage (PV) dari Canadian Solar. Teknologi ini menjadi salah satu metode untuk menurunkan emisi yang dihasilkan oleh unit pembangkit yang selama ini dioperasikan menggunakan energi primer gas ataupun minyak. PLTS Atap Bali Power Generation Unit terpasang di dua titik, masing-masing berdaya 136 kWp di Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dan Gas (PLTDG) Pesanggaran dan sebesar 90 kWp di PLTG Pemaron yang diperkirakan akan mampu memangkas nilai emisi hingga 39T CO2.



119



Kepatuhan K3L dan Finansial



Proper Komitmen Indonesia Power dalam upaya pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat yang berkesinambungan kembali dibuktikan melalui raihan 19 PROPER di penghujung tahun 2019.



Gambar 42 Penganugerahan PROPER kepada Indonesia Power



PROPER adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan yang dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak tahun 1995. Penilaian yang dilakukan berdasarkan indikator yang terukur ini bertujuan untuk mendorong peningkatan peran perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrumen insentif dan disinsentif. Disamping itu, juga untuk menimbulkan efek stimulan dalam pemenuhan peraturan lingkungan dan nilai tambah terhadap pemeliharaan sumber daya alam, konservasi energi, dan pengembangan masyarakat. Raihan 2 Proper Emas di tahun ini merupakan bukti upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan Indonesia Power secara menyeluruh dan berkesinambungan. Berbagai upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan secara berkelanjutan oleh Indonesia Power tersebut telah mampu mendorong pencapaian yang melampaui aspek yang dipersyaratkan (beyond compliance) dalam pengelolaan lingkungan.



120



Kepatuhan K3L dan Finansial



3.3 Kepatuhan Finansial Aset



Keputusan manajemen aset melibatkan penerapan kombinasi pengetahuan teknis dan keuangan. Manajer aset memainkan peran kunci dalam memastikan bahwa fakta fisik dan data keuangan dan biaya yang digunakan dalam membuat keputusan manajemen aset cukup akurat dan cukup selaras sehingga keputusan yang baik dapat dibuat. Untuk menjalankan fungsifungsi ini dengan sukses, manajer aset harus terbiasa dengan bahasa dan metode akuntansi dan analisis keuangan. Manajemen aset adalah tentang mengelola aset secara lebih efektif - yaitu tentang membuat keputusan yang lebih baik tentang dan untuk aset, baik yang sudah ada maupun yang akan datang. Kunci utama untuk mencapai pengambilan keputusan yang lebih baik adalah memiliki jenis informasi yang tepat yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan. Sasaran yang berusaha dicapai oleh pengambilan keputusan yang lebih baik adalah tingkat layanan yang dipenuhi, risiko, termasuk kesehatan masyarakat, safety, keuangan, dan lingkungan, yang berkurang, dan biaya yang dioptimalkan. Di tahun 2019 ini, Indonesia Power berhasil membukukan pendapatan usaha sebesar Rp 42.583.849 juta; relatif stabil dari tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 43.038.300 juta. Laba tahun berjalan naik 110,48%, dari Rp3.501.624 juta tahun 2018 menjadi 7.370.309 juta pada tahun 2019. Dari 121



Kepatuhan K3L dan Finansial nilai tersebut, Indonesia Power dapat mendistribusikan nilai ekonomi kepada pemangku kepentingan sebesar Rp34.388.335 juta dan kontribusi pada penerimaan negara dari sektor pajak sebesar Rp1.159.376 juta.



3.3.1



Manajemen Aset untuk Sustainability



Sustainability dapat didefinisikan sebagai memenuhi "... kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri" (Brundtland Commission, 1992). Hal ini didasarkan pada pengakuan bahwa ketika sumber daya dikonsumsi lebih cepat daripada yang diproduksi atau diperbarui, maka sumber daya itu akan terus berkurang sampai tidak ada lagi. Dalam dunia yang berkelanjutan, permintaan masyarakat terhadap alam seimbang dengan kemampuan alam untuk memenuhi permintaan itu. Sustainability mensyaratkan bahwa kriteria pengambilan keputusan diperluas untuk mencakup dampak sosial dan lingkungan, serta dampak ekonomi yang lebih luas; dan untuk mempertimbangkan dampak-dampak tersebut dari generasi ke generasi, periode waktu yang lebih lama daripada yang dipertimbangkan untuk sebagian besar keputusan yang dibuat oleh lembaga saat ini. Pengambilan keputusan yang lebih baik sangat penting untuk mencapai tujuan manajemen aset dan sustainability. Salah satu kunci untuk membuat keputusan yang lebih baik adalah memiliki informasi yang tersedia pada waktu yang tepat untuk mendukung proses pengambilan keputusan. Pakar efisiensi energi Joseph Romm melaporkan bahwa untuk bangunan biasa, pada saat “1% dari biaya di muka proyek dihabiskan, hingga maka 70% dari biaya life cyclenya bisa jadi sudah terpakai”. Jelas, ada kebutuhan untuk memiliki informasi yang tepat untuk dapat memahami dampak pada biaya life cycle sebelum suatu keputusan dibuat. Salah satu metode analisis yang digunakan untuk manajemen aset yang memfasilitasi optimasi biaya jangka panjang adalah penggunaan life cycle cost analyses (LCCA). Analisis biaya life cycle (LCCA) biasanya mencakup evaluasi biaya yang dikeluarkan oleh suatu aset selama masa manfaatnya dan membandingkannya dengan aset lain untuk menemukan solusi biaya yang paling murah. Biaya-biaya ini umumnya termasuk biaya akuisisi, instalasi, operasi, maintenance, dan pembuangan. Namun, karena tujuan 122



Kepatuhan K3L dan Finansial manajemen aset juga termasuk memenuhi standar Level of service (LOS) dan mengurangi risiko, solusi dengan biaya lowest life cycle cost (LCC) seringkali bukan solusi yang optimal. LCCA "kritikal" memenuhi tujuan manajemen aset dengan memasukkan LOS, kondisi, kekritisan, kerentanan, risiko, dan sisa masa manfaat ke dalam analisisnya. Tujuan dari LCCA kritis bukan hanya solusi biaya paling rendah tetapi juga solusi biaya paling rendah yang memenuhi tujuan manajemen aset, atau solusi biaya "optimal". Untuk memasukkan tujuan LOS ke dalam LCCA kritikal, kondisi yang ada dan LOS yang diinginkan dari suatu aset harus dibandingkan untuk menentukan apakah ada kesenjangan. Identifikasi kesenjangan ini memberikan dasar untuk menentukan aset mana yang perlu dikuatkan untuk memenuhi target LOS dan, sebaliknya, aset mana yang berpotensi bisa mempertahankan penurunan target LOS. Menggabungkan risiko, kombinasi matematis dari kekritisan dan kerentanan, dan mengelola pengurangannya melibatkan identifikasi aset yang perlu dikurangi tingkat risikonya di saat ini dan, sebaliknya, aset yang berpotensi bisa mempertahankan peningkatan tingkat risiko. Menganalisis risiko dan tujuan LOS memungkinkan aset yang prioritas teridentifikasi. Aset dengan kesenjangan terbesar antara LOS dan kondisi dan aset-aset dengan risiko tertinggi adalah yang prioritasnya tertinggi. Aset prioritas tinggi ini kemudian dapat dikelola lebih dekat dan efektif, dan pengambilan keputusannya dapat mencakup LCCA kritikal. Sustainability adalah konsep mengelola sumber daya alam dengan cara yang tidak menyebabkan kerusakan pada ekosistem dan memungkinkannya untuk membawa hasil sebanyak mungkin, sementara memungkinkan aktivitas manusia menjadi produktif dan juga tahan lama.



3.3.2



Aset dan Pemasukan Organisasi



Seperti yang sudah dibahas di Bab I, ISO 55000 mendefinisikan aset sebagai 'benda, barang, atau entitas yang memiliki value aktual atau potensial' bagi organisasi. Aset dapat berupa kelas sebagai produksi, peralatan dan struktur operasi. Semua aset tidak sama dalam hal value, beberapa darinya punya value lebih penting untuk mencapai tujuan organisasi daripada yang lain. Sementara, aset tertentu menghadirkan tingkat risiko yang lebih tinggi untuk sasaran bisnis daripada yang lain.



123



Kepatuhan K3L dan Finansial ISO 55000 mempertanyakan apakah semua aset sudah terkelola, dan memandang pengelolaan aset sebagai serangkaian aktivitas terkoordinasi untuk mewujudkan value maksimum semua aset. Integritas aset dapat membantu memberikan value bisnis nyata, organisasi harus mendukung pemahaman karyawan terkait value dan pemahaman risiko. Fungsi aset adalah untuk mendukung penyajian service kepada organisasi. Jika suatu aset tidak berkontribusi secara efektif ke pelayanan dari waktu ke waktu, maka aset itu tidak boleh dipertahankan atau digunakan. Keputusan tentang kepemilikan dan retensi aset harus selalu didorong oleh service. Organisasi yang bergantung pada aset perlu terus waspada tentang pentingnya mengklasifikasikan aset dalam hal dampak kegagalan suatu aset pada organisasi. Penilaian kekritisan aset harus digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan konsekuensi kegagalan sehingga memungkinkan organisasi untuk mengalokasikan sumber daya maintenance aset yang sering kali terbatas. Kinerja aset akan meningkat jika peralatan dipertahankan dalam kondisi yang sesuai. Untuk mencapai ini, maintenance yang penting harus dilakukan secara rutin. Manajer senior dan semua personel harus mengakui maintenance sebagai hal penting untuk kekritisan aset; dan karena itu, mengelola aset secara efektif membutuhkan pengetahuan aset yang sangat baik.



Pengetahuan Aset Pengetahuan operasional aset kritikal memungkinkan manajer aset dan manajemen membuat perkiraan instan dan akurat yang mengarah pada keputusan bisnis yang menyeluruh. Manajemen harus mengetahui lokasi aset, elemen, atau parts yang penting untuk peralatan utama. Manajemen harus melacak perubahan, upgrade dan kompatibilitas peraturan, disarankan untuk mencantumkan tanggal dan jenis keputusan.



124



Kepatuhan K3L dan Finansial



Kekritisan Aset Kekritisan aset mendefinisikan kemungkinan pentingnya kegagalan aset dan konsekuensi terhadap bisnis secara keseluruhan. Ini dicapai dengan menilai konsekuensi kegagalan aset terhadap kriteria yang dikembangkan dalam faktor dampak bisnis. Faktor dampak bisnis safety, kualitas, keluaran dan biaya harus digunakan untuk penilaian. Seri ISO 55000 mensyaratkan bahwa pendekatan strategis harus digunakan untuk menentukan kekritisan aset dan sistem aset, dan menimbangnya dengan tepat ketika membuat keputusan. Penting bagi organisasi untuk menentukan aset dengan fungsi paling penting dalam organisasi. dengan memeriksa kekritisan suatu aset, para pemangku kepentingan dapat secara sistematis mencapai kesepakatan tentang aset mana yang penting bagi bisnis dan alasannya, agar bisa dengan tepat menetapkan sumber daya untuk maintenance-nya. Organisasi harus memiliki daftar semua aset untuk dikelola dan memastikan manajer aset telah mengelola portofolio aset secara efisien dan efektif.



125



Kepatuhan K3L dan Finansial



3.3.3



Dampak Terjadinya Downtime



Ketika sebuah mesin rusak, biasanya ada kehilangan produksi atau layanan, serta biaya perbaikan, dan sedikit atau tidak ada penghematan yang bisa didapat pada biaya lain dalam melakukan bisnis. Banyak proyek melibatkan justifikasinya berdasarkan pengurangan downtime aktual atau potensial. Dalam kaitannya dengan kepatuhan finansial, organisasi harus menyadari sepenuhnya dampak dari terjadinya Downtime terhadap kesehatan finansial organisasi dan implikasi yang tidak sesederhana terwakili dalam wujud rupiah. Dampak dari downtime dapat sangat bervariasi tergantung pada keadaan. Dalam membuat kasus bisnis untuk akuisisi atau improvement berbasis aset, adalah lebih diharapkan untuk mengatasi masalah yang terkait dengan dampak downtime atau kerugian layanan lainnya yang bisa jadi terjadi jika proyeknya tidak dikejar. Berikut ini adalah beberapa jenis biaya yang timbul dari downtime: Kehilangan produksi yang tidak bisa ditebus Dalam hal ini, penjualan produk jadi hilang dan pendapatan terkait juga hilang. Biaya downtime adalah biaya penjualan yang hilang dikurangi bahan habis pakai yang tidak terpakai. Ini berlaku untuk setiap mesin yang downtime-nya menghasilkan hilangnya produksi yang tidak dapat dipulihkan. Mesin yang sepenuhnya berdampak pada pendapatan yang hilang disebut sebagai mesin bottleneck. Upaya peningkatan aset sering diarahkan untuk menghilangkan bottleneck ini, dengan maksud meningkatkan throughput dan mengurangi kerentanan pendapatan terhadap kegagalan di bottleneck. Kehilangan produksi yang dapat dipulihkan Waktu henti mesin dapat menyebabkan kerugian produksi yang dapat diakibatkan oleh kerja lembur, subkontrak, pembelian di luar, dll. Saat mesin down, beberapa biaya dapat dihemat, misalnya daya dan bahan habis pakai lainnya. Tetapi biaya tenaga kerja yang menganggur seringkali tidak dapat dipulihkan. Dalam hal ini biaya downtime adalah biaya tambahan untuk menjalankan mesin dalam waktu lembur. Untuk subkontrak, ini adalah biaya subkontrak dikurangi penghematan bahan habis pakai. Untuk pembelian dari 126



Kepatuhan K3L dan Finansial luar, ini adalah biaya pembelian luar dikurangi barang habis pakai yang tidak digunakan. Kerugian keuangan kontraktual Kegagalan men-deliver produk secara tepat waktu dapat mengakibatkan kerugian finansial sebagai bagian dari kontrak. Akhirnya produk alternatif bisa jadi harus dibeli dari sumber yang lebih mahal. Kehilangan Goodwill Hal ini dapat mengakibatkan penjualan yang hilang di masa mendatang dan bisa jadi memiliki dampak negatif secara politis. Kapasitas Cadangan Untuk mengurangi dampak downtime mesin, kita bisa menggunakan kapasitas cadangan. Sebagai contoh, sebuah perusahaan mengoperasikan armada kendaraan roda empat untuk mendukung operasinya. Dalam operasi normal, ada 80 kendaraan yang harus tersedia. Perusahaan memiliki armada 90 kendaraan, menyediakan pool perbaikan untuk menangani kerusakan dan maintenance rutin. Ketentuan kapasitas cadangan ini adalah biaya. Jika kerusakannya terjadi hingga sejauh kerugian produksi, ini merupakan tambahan untuk biaya menyediakan kapasitas cadangan.



127



Kepatuhan K3L dan Finansial



Halaman ini sengaja dikosongkan



128



Bab IV Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset 4.1 Asset Register dan Rencana Maintenance



4.1.1



Kesadaran Akan Aset Kunci



Manajemen aset yang sukses tergantung pada manajer yang memiliki pemahaman yang jelas tentang aset yang diperlukan untuk mempertahankan bisnis secara fisik dan menjaganya agar tetap bisa menguntungkan. Ada value dalam memiliki daftar aset (asset register) kunci organisasi yang mencakup informasi tentang spesifikasi dan usia yang leading. Adanya standar kesadaran yang tinggi terhadap aset-aset utama akan mendorong tercapainya manajemen aset yang baik. Secara khusus, ini memfokuskan perhatian karyawan di semua tingkatan pada peran dan signifikansi aset yang organisasi bergantung padanya. Penting juga untuk mempromosikan kesadaran tentang berbagai aset dan keterkaitannya dalam menyediakan kapabilitas mendasar.



129



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset



Gambar 43 Enterprise Asset Management excellence PT Indonesia Power



Sistem informasi manajemen aset mengandung sejumlah besar informasi terperinci. Untuk bisa melihat kayu untuk pohon, daftar aset kunci, yang pada dasarnya adalah laporan yang dihasilkan dari daftar aset lengkap, mencantumkan item kunci pada tingkatan keputusan manajemen senior. Daftar aset kunci adalah dokumen yang berguna dalam perencanaan pengembangan kapabilitas dan penganggaran modal. Dokumen ini akan memasukkan informasi seperti: • Judul aset/kapabilitas • Detail konfigurasi singkat • Lokasi • Usia • Kondisi aset • Perkiraan sisa sapai • Nilai pembukuan • Biaya penggantian • Riwayat terkini, misalnya, overhaul terakhir atau tanggal upgrade • Masalah yang dikenal • Rencana yang dikenal



130



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset



Gambar 44 Indonesia Power meraih penghargaan TOP IT on Industry 4.0 Development 2018 selama dua tahun berturut-turut sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya pengelolaan aset melalui dukungan teknologi



4.1.2



Pentingnya Daftar Aset



Internet of Things (IoT) pada dasarnya mengubah cara organisasi dalam menciptakan value, bersaing, dan bermitra dengan entitas lain. dengan mengembangkan peluang baru untuk insight, relevansi, dan keunggulan kompetitif, IoT mengubah pengalaman konsumen. Organisasi menggunakan IoT untuk meningkatkan kinerja operasional, menguatkan pengalaman pelanggan, memimpin transformasi industri, memajukan kelestarian lingkungan dan meningkatkan skala keahlian kelembagaan. Di hampir setiap industri padat aset (seperti energi dan utilitas, minyak dan gas, manufaktur atau transportasi), organisasi ditantang terkait cara memaksimalkan value aset di sepanjang life cyclenya. Bahkan, dalam survei terbaru terhadap manajer aset di seluruh dunia, lebih dari 75 persen responden menyebutkan reliability sistem sebagai alasan mendasar untuk berinvestasi dalam Enterprise Asset Management. 1. Organisasi padat-aset saat ini harus secara konstan melacak, menilai, dan mengelola reliability beragam aset fisik, teknologi, dan manusia. Organisasi131



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset organisasi ini harus mengelola inventaris dan produksi. Mereka memperbaiki mesin, merekrut dan menjadwalkan karyawan, menyebarkan dan mengelola infrastruktur TI, memelihara plant fisik, dan mengelola infrastruktur linier atau memutar aset. Untuk semakin memperumit masalah, infrastruktur teknologi saat ini sangatlah kompleks, biasanya menjalankan penerapan dan data dalam silo yang dapat membatasi efektivitas operasi dan efisiensi lintas organisasi. Organisasi-organisasi ini harus berurusan dengan aset fisik yang terus menua yang membutuhkan maintenance dan perbaikan berkelanjutan, termasuk pembangkit listrik, jembatan, sistem saluran pembuangan, generator atau perangkat elektronik seperti meteran pintar. Kinerja aset dan kualitas produk dan layanan organisasi dipengaruhi oleh reliability aset atau peralatan. Akibatnya, meningkatnya kebutuhan untuk maintenance aset dan manajemennya dapat berdampak langsung pada kepuasan pelanggan. Dinamika ini juga berlaku untuk proses. Produksi, maintenance, atau proses layanan bertambah dan terkikis, sehingga barang jadi atau keluaran layanan bisa jadi tidak memenuhi standar kualitas yang semula ditentukan. Aset yang paling berharga adalah pengelolaan sumber daya manusia, dan yang memiliki tantangannya tersendiri. Karyawan yang setia mengabdi, misalnya, terus menua menuju masa pensiun, yang dapat berarti hilangnya pengetahuan dan keterampilan, ditambah biaya pelatihan karyawan baru. Terlepas dari tantangan ini, produk atau layanan organisasi harus terus berkembang untuk memenuhi permintaan pelanggan. Beberapa variabel harus terus dikelola secara efektif. Ini termasuk masalah-masalah seperti meningkatnya komoditisasi dan persaingan global, kepatuhan terhadap peraturan industri dan pemerintah, operasi yang green dan sustainable, kesehatan dan safety di tempat kerja, dan biaya yang lebih tinggi untuk melakukan bisnis. Semua faktor ini berkontribusi pada kemunculan Industry 4.0, tren otomatisasi saat ini dalam teknologi manufaktur yang menggabungkan sistem fisik, IoT dan komputasi cloud. Dengan mengingat tantangan-tantangan ini, bagaimana sebuah organisasi dapat mengendalikan aset dan tetap menguntungkan? Organisasi yang sukses membangun kelincahan dalam model bisnis mereka. Kemampuan 132



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset untuk beradaptasi terhadap perubahan dengan menguatkan operasi dapat membuat perbedaan antara mampu bertahan hidup atau punah. Manajemen aset, didorong oleh insight berharga dari data IoT, bisa memiliki dampak signifikan. Salah satu langkah pentingnya adalah menyatukan proses yang mengelola berbagai fungsi di berbagai situs organisasi. Ketika kerangka kerja ini tersedia, organisasi dapat mengoptimalkan produksi dan sistem layanan di setiap situs. Sebagai hasilnya, organisasi dapat menggunakan kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan aset kompleks yang diperlukan untuk mencapai hasil bottom-line. Jelas, Enterprise Asset Management sangatlah penting untuk mencapai kesehatan organisasi. Ketika ditangani dengan benar, ini bisa menjadi kunci untuk operasi yang berkelanjutan di saat anggaran sedang berkurang. Manajemen aset juga dapat membantu memperpanjang masa manfaat peralatan, menguatkan pengembalian investasi dan menunda pembelian baru.



Gambar 45 Workshop Pengelolaan Persediaan Material Pemeliharaan dari fungsi System Analysis and Program Development SAP untuk pengelolaan aset yang lebih baik



4.1.3



Pengetahuan Aset



Manajemen aset tergantung pada pengetahuan tentang aset organisasi. Ini melibatkan pengetahuan tentang peralatan saat ini dalam hal teknologinya, penyebarannya, kondisinya, dan peran bisnisnya. Ini juga melibatkan pengetahuan tentang potensi perkembangan di masa depan. Manajer aset 133



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset perlu memiliki pengetahuan kerja praktis dari aset kunci di tingkatan manajemen, sehingga dapat membuat keputusan bisnis yang baik. Mereka perlu mengetahui aset mana yang merupakan elemen dalam kemampuan tertentu, yaitu, susunan item tambahan yang diperlukan untuk mendukung peralatan utama tertentu. Ada juga persyaratan untuk manajemen konfigurasi, yaitu, melacak perubahan sistematis untuk konfigurasi peralatan, seperti peningkatan teknis dan kompatibilitas peraturan. Untuk item utama yang memerlukan keputusan modal di masa depan, disarankan untuk mencantumkan tanggal dan jenis keputusan yang akan dibutuhkan. Misalnya, untuk armada truk, kita memerlukan pengetahuan tentang tahun-tahun sisa masa pakai kendaraan, dan tentang waktu tunggu untuk memperoleh penggantian, sehingga kita dapat merencanakan strategi penggantian cukup jauh di muka. Pengetahuan ini, dikombinasikan dengan penilaian persyaratan bisnis di masa depan, dan perkembangan dalam jenis peralatan yang tersedia dari produsen, akan memungkinkan kita untuk membuat keputusan yang tepat waktu dan tepat waktu dalam batasan risiko bisnis. Tabel 3 Pengetahuan manajemen aset 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.



Aset apa saja yang kita miliki? Dimana semua aset itu berada? Seperti apa signifikansi bisnis dari aset kunci kita Bagaimana posisi profil dan loss dari aset kunci kita? Seperti apa utilisasi aset kita termasuk peak load dan faktor musimannya? Apakah terdapat ketidakseimbangan gross — seperti kekurangan atau surplus yang luar biasa, atau misalokasi dari perlengkapan atau personil? Bagaimana kondisi dari setiap aset kunci? Apakah terdapat issue yang signifikan terkait reliability atau availability? Sampai berapa lama lagi aset-aset tertentu bisa bertahan? Apakah terdapat risiko yang signifikan? Apakah biaya maintenance menjadi masalah? Apakah ada aset yang terkait dengan perkembangan dan peluang pasar? Apakah ada yang sekiranya bakal berguna bagi kita yang ditawarkan oleh pasar?



134



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset



4.1.4



Manajemen Aset Perusahaan



Ada banyak alasan terkait adanya peningkatan demand untuk manajemen aset yang lebih baik. Ketika organisasi meningkatkan kepentingan, risiko, kuantitas atau biaya aset perusahaan, aset kritikal atau modal mereka, mereka akan melihat adanya peningkatan yang sesuai dalam minat manajemen untuk mempertahankan kontrol dan visibilitas aset ini. Terlebih lagi, di era baru teknologi seluler, cloud, dan analitik ini, ada lebih banyak peluang untuk mengumpulkan, mengkonsolidasikan, dan menganalisis informasi tentang aset untuk membantu menyempurnakan kinerja. Selain itu, pemerintah, badan pengatur, pemegang saham dan pemangku kepentingan utama lainnya telah menekan organisasi di sektor publik dan swasta untuk dapat menemukan dan melacak keberadaan aset dan kewajiban sewa. Semakin tinggi risiko atau biaya peluang karena tidak mengetahui di mana aset berada, semakin besar insentif bagi manajemen untuk menerapkan sistem pelacakan aset. Manajemen aset perusahaan dapat memberikan insight dan visibilitas real-time ke dalam hampir semua aset fisik, dan di seluruh maintenance, perbaikan, dan keseluruhan rantai pasokan. Kemampuan dasar manajemen aset merupakan bagian integral dari pengelolaan infrastruktur organisasi yang lebih cerdas. Keterampilan tersebut meliputi pelacakan, pemantauan, dan pengelolaan informasi seputar reliability aset, penggunaannya dan kinerjanya. Enterprise Asset Management (EAM) membahas seluruh manajemen life cycle dari aset fisik organisasi untuk membantu dalam memaksimalkan value. Ini mencakup desain, konstruksi, commissioning, operasi, maintenance, dan



135



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset penonaktifan atau penggantian plant, peralatan, fasilitas, dan aset bernilai tinggi lainnya. Aset bernilai tinggi adalah aset yang memiliki dampak operasional dan finansial yang signifikan pada lini bisnis utama dan profitabilitas perusahaan. Apa yang menjadikannya "perusahaan" adalah kenyataan bahwa ia mencakup departemen, lokasi, fasilitas, unit bisnis, dan wilayah. Tujuan mengelola aset dengan cara ini meliputi: • Meningkatkan utilisasi dan kinerja • Mengurangi biaya modal • Mengurangi biaya operasi • Memperpanjang umur aset • Meningkatkan ROA (return on assets, pengembalian aset). Industri padat aset beroperasi di pasar yang sangat kompetitif, dan setiap kali aset gagal bisa berdampak sangat mengganggu dan berbiaya mahal. Pada saat yang sama, mereka harus mematuhi peraturan safety, kesehatan, dan lingkungan yang ketat. Mempertahankan availability, reliability, profitabilitas, dan safety operasional plant, peralatan, fasilitas, dan aset lainnya sangat penting untuk mencapai keberhasilan organisasi. Beberapa perusahaan masih menganggap manajemen aset fisik sebagai istilah yang lebih terfokus pada bisnis untuk manajemen maintenance. Bahkan, istilah "computerized maintenance management system" (CMMS) telah umum digunakan untuk menggambarkan ruang pasar ini. Namun, banyak organisasi lain yang berkembang melampaui batasan ini. Alih-alih, mereka mengambil pandangan holistik yang mempertimbangkan dampak manajemen aset di seluruh organisasi: bagaimana hal itu memengaruhi operasi, desain, kinerja aset, produktivitas karyawan, dan biaya life cycle. Ekspansi ini bertepatan dengan pergeseran dari CMMS ke EAM. Manajemen aset memiliki dampak langsung pada profitabilitas, karena hal itu mempengaruhi kualitas produk atau layanan yang dihasilkan atau dideliver. Ini dapat menjustifikasi harga dan akhirnya menentukan profitabilitas. Kuantitas barang yang diproduksi atau layanan yang dideliver secara langsung berkontribusi terhadap pendapatan teratas bagi organisasi di hampir semua industri. Pendapatan organisasi dapat dipengaruhi apakah barang itu merupakan hard asset, seperti komponen mesin, atau layanan yang di-deliver ke pelanggan.



136



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset Manajemen aset juga memiliki dampak logis pada biaya operasional. Efisiensi yang direalisasikan dengan mengelola tenaga kerja, inventaris, dan layanan dukungan lainnya secara langsung berdampak pada laba, dengan membantu pengendalian biaya. Intervensi pengguna yang lebih tepat waktu dan presisi dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi penggunaan material, dan mengurangi biaya dalam berbisnis. Tantangan signifikan bagi organisasi saat ini adalah dalam menyeimbangkan biaya operasional terendah dengan beban penggunaan portofolio aset. Akibatnya, organisasi biasanya menimbun persediaan dan armada untuk memastikan bahwa mereka selalu memiliki aset yang mereka butuhkan. Organisasi lain menimbun cadangan untuk mempersingkat waktu perbaikan dengan menghilangkan penundaan yang disebabkan oleh rantai pasokan yang tidak efisien. Masing-masing polis asuransi ini datang dengan premi tinggi yang terkait dengan biaya maintenance, perbaikan, dan biaya keuangan terus menerus yang jarang terhenti. Strategi-strategi ini dapat terus meningkat, ketimbang mengurangi biaya. Namun, menggunakan EAM akan membantu dalam mengendalikan atau menghilangkan kelebihan stok dan penimbunan, dan juga dapat membantu mengurangi investasi modal tetap organisasi hingga berkontribusi pada hasil bottom-line yang positif.



137



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset



4.1.5



Kapabilitas Inti Enterprise Asset Management



Dengan Maximo Enterprise Asset Management, organisasi yang intensif aset dapat menemukan kapabilitas inti ini dalam serangkaian solusi spesifik industri. Gambar 46 menunjukkan bagaimana mobilitas dan analitik bisa memperluas fungsi masing-masing kategori. Ini menunjukkan titik-titik integrasi dengan enterprise resource planning (ERP), geographic information system (SIG), dan supervisory control and data acquisition (SCADA) yang membantu memaksimalkan value lintas aset.



Gambar 46 Organisasi padat aset saat ini membutuhkan serangkaian kemampuan perusahaan yang kuat, didukung oleh teknologi mobile terbaru dan analitik big data



Kemampuan inti dari Enterprise Asset Management meliputi:



Manajemen Kerja Organisasi intensif aset harus mampu mengelola aktivitas kerja baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan secara terpusat, mulai dari permintaan awal hingga penyelesaian dan pencatatan aktual. Pekerja mobile perlu mencapai lebih banyak hal di lapangan, mulai dari pembacaan meter, hingga meng-capture tanda tangan elektronik, hingga menggunakan bar code dan kemampuan RFID untuk pelacakan dan manajemen aset.



138



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset Kombinasi fitur yang tepat dapat menyederhanakan proses kerja untuk meningkatkan produktivitas.



Manajemen Aset Solusi Enterprise Asset Management yang efektif harus mengelola dan mengoptimalkan penggunaan semua aset untuk mencapai availability, reliability, dan kinerja aset yang lebih besar. Hasilnya adalah kemampuan untuk memperpanjang umur aset karena aset terpelihara dengan lebih baik. Kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisis data tentang operasi aset memungkinkan organisasi untuk beralih dari corrective maintenance (perbaikan yang dilakukan setelah masalah terjadi) ke Preventive maintenance (perbaikan terjadwal berdasarkan pengalaman). Langkah terakhir adalah pindah ke predictive maintenance (perbaikan dilakukan karena data untuk aset tertentu menunjukkan bahwa situasi failure sudah dekat).



Perencanaan dan Penjadwalan Perencana dan penjadwal adalah jantung dari proses kerja yang dioptimalkan. Untuk menurunkan biaya maintenance dan meningkatkan penggunaan sumber daya, personel harus dapat melihat secara grafis semua work order dan jadwal Preventive maintenance pada Gantt chart. Navigasi intuitif melalui work order dapat membantu operator dalam mengelola task dan dependensi kerja. Para kru yang dikirim untuk pekerjaan khusus di lokasi-lokasi terpencil sangat membutuhkan keterampilan, tool, dan dokumentasi yang tepat, yang merupakan strategi mahal yang digunakan dalam situasi paling kritis. Selain itu, kemampuan untuk menemukan dan melacak sumber daya lapangan pada peta publik dapat membantu dalam menguatkan manajemen tenaga kerja dan dalam membantu menguatkan efisiensi kerja darurat.



139



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset



Manajemen Rantai Pasok Ketika aset bisnis tradisional menjadi lebih memungkinkan secara teknologi, maka operasi dan fungsi TI akan semakin menyatu dalam lingkungan bisnis dalam teknologi yang bergerak cepat saat ini. Akibatnya, salah satu cara untuk mengelola penerapan operasional secara efektif adalah dengan menggabungkannya. Organisasi yang berupaya mengelola rantai pasokannya dengan lebih baik harus: o Menemukan support yang mampu mengelola berbagai jenis aset dan informasi maintenance. o Membangun sistem teknologi tunggal untuk mengelola hampir semua jenis aset dan informasi (misalnya, produksi, linier, fasilitas, transportasi, dan infrastruktur) termasuk dukungan kalibrasi dan penggunaan kemampuan mobile. o Memiliki solusi manajemen aset terintegrasi yang memungkinkan pengembalian aset yang optimal, kepatuhan pada peraturan, dan bisa membantu meminimalkan risiko. o Mampu mengembangkan proses yang lebih cerdas dan memberi rantai pasokan yang inovatif dan terintegrasi penuh yang dirancang untuk industri padat aset.



Kesehatan dan Safety Tujuan utama inisiatif kesehatan, safety, dan lingkungan adalah untuk mengurangi risiko secara keseluruhan, untuk mematuhi peraturan yang sesuai, dan untuk menciptakan lingkungan operasi yang aman dan efisien di mana aset digunakan. Mencapai tujuan-tujuan ini adalah sebagaimana melakukan standardisasi pada praktik kesehatan, safety, dan lingkungan seperti mengintegrasikan praktik-praktik ini dengan manajemen operasi sehari-hari. Pengalaman pengguna yang intuitif sangat penting untuk mendukung kemampuan ini bagi Enterprise Asset Management. dengan navigasi dan fitur yang mudah, organisasi dapat merampingkan proses kerja untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi kebutuhan akan pelatihan pengguna. Kemampuan untuk memvisualisasikan lokasi kerja dan aset secara geografis pada peta juga dapat membantu organisasi meningkatkan efisiensi tenaga kerja dan kualitas layanan pelanggan.



140



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset



4.1.6



IBM Maximo Enterprise Asset Management



Solusi Maximo menawarkan visibilitas, kontrol, dan otomatisasi informasi kunci yang diperlukan organisasi untuk mencapai efisiensi yang lebih besar dalam manajemen aset. Produk ini mengelola hampir semua jenis aset, dari aset fisik tradisional hingga aset pintar yang muncul, pada platform teknologi tunggal. IBM Maximo dapat mendukung maintenance infrastruktur fisik organisasi dan menguatkan layanan pelanggan, menguatkan pengembalian aset, memungkinkan kepatuhan yang lebih besar, menguatkan kinerja aset, dan mengurangi risiko. Dan ini akan dapat menyelesaikan task-task dalam periode waktu yang lebih singkat, sambil memberikan visibilitas dan kontrol yang lebih baik dari semua informasi yang diperlukan guna menyelaraskan dengan tujuan bisnis keseluruhan organisasi. IBM Maximo dirancang untuk secara alami sejajar dengan best practice manajemen aset di seluruh organisasi atau dalam industri. Ini memberikan kapabilitas dan fungsionalitas terkemuka di industri yang memungkinkan modal, industri padat aset untuk meningkatkan manfaat dari sistem Enterprise Asset Management terintegrasi untuk mengelola aset dan fasilitas penting dalam organisasi. IBM Maximo menyatukan life cycle aset yang komprehensif dan kegiatan manajemen maintenance, memberikan insight tentang semua aset perusahaan, kondisi dan proses kerjanya untuk mencapai perencanaan dan 141



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset kontrol yang lebih baik, sambil menguatkan fungsi bisnis dalam suatu organisasi. IBM Maximo memberikan kemampuan generasi berikutnya untuk menguatkan investasi dalam Enterprise Asset Management, termasuk: ▪











Akses mobile built-in: Menggunakan IBM Maximo Anywhere, pengguna dapat mengakses pekerjaan dan kemampuan manajemen aset melalui browser dari perangkat apa pun. Kemampuan perangkat lunak Maximo disediakan dalam faktor berbentuk ponsel atau tablet, memungkinkan akses langsung dari mana saja secara virtual. Pemetaan built-in dan manajemen kru: Organisasi dapat secara geografis mengelola kru dan menetapkan pekerjaan dengan fleksibilitas yang lebih besar, dengan memvisualisasikan alamat layanan untuk pekerjaan dan aset pada peta publik. Designer aplikasi menyediakan dukungan untuk peta Google, Bing dan Esri. Wawasan analitis: Adalah lebih mudah untuk memantau kesehatan organisasi dan membuat keputusan yang lebih cerdas. Paket intelijen bisnis khusus untuk Enterprise Asset Management memberikan insight untuk menguatkan manajemen kegagalan aset, manajemen work order, dan manajemen inventaris.



Selain itu, solusi ini dapat menggunakan aspek-aspek kunci berikut dari Enterprise Asset Management untuk keuntungan bisnis: ▪











Manajemen maintenance aset: Dioptimalkan di tingkat proses. Contohnya termasuk maintenance reaktif, preventif dan terencana yang menggabungkan material dan manajemen layanan. Modul aset dan manajemen kerja Maximo secara umum membahas persyaratan ini. Manajemen risiko aset: Dioptimalkan pada Level kinerja aset. Misalnya, reliability aset, service dan manajemen kinerja, IBM Maximo Calibration dan indikator dan metrik kinerja utama, seperti mean time to repair dan mean time between failures, mengatasi persyaratan tersebut Manajemen infrastruktur: Dioptimalkan pada service performance Level. Contohnya termasuk manajemen utilitas dan fasilitas. Manajemen aset spasial dan linier, fasilitas dan integrasi dengan sistem manajemen gedung cerdas memenuhi persyaratan ini



142



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset ▪



Condition-Based maintenance: Banyak aset membutuhkan lebih banyak insight daripada upaya Preventive maintenance. Beberapa aset tampaknya mengalami fail secara acak. dengan IBM Maximo dan IBM Maximo Asset Health Insights, organisasi dapat mengembangkan pendekatan khusus yang memungkinkannya menangkap pengetahuan tentang bagaimana kesehatan aset di-assess dan kemudian menggunakan insight tersebut untuk mengelola tim untuk melakukan maintenance hanya bila diperlukan, hingga bisa mengurangi biaya dan Downtime yang tidak direncanakan.



4.2 Aliran Informasi yang Efisien



4.2.1



Mengoptimalkan Manajemen Data



Data adalah sumber kehidupan setiap solusi EAM. Kemampuan untuk mengelola dan memelihara aset sangat tergantung pada kualitas data yang tersedia tentang aset bersangkutan. Tetapi tantangan dalam mengelola semua data ini rumit, mengingat banyaknya sistem yang berbeda, baik otomatis dan manual, yang mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan semuanya. Sistem ini, biasanya dirangkai bersama dari berbagai upaya legacy, yang seringkalinya tidak sesuai dan kualitasnya beragam. Akibatnya, banyak perusahaan yang berjuang untuk menghasilkan data yang lengkap,



143



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset koheren, akurat yang diperlukan untuk mengoperasikan program EAM baru secara efektif. Daftar masalah potensialnya panjang: Data tentang status aset, suku cadang pengganti, maintenance, penjadwalan tenaga kerja, dan sejenisnya seringkali tidak terorganisir dengan baik, tidak terintegrasi dengan baik, dan dimaintain secara berlebihan di lebih dari satu gudang. Kualitas data bisa buruk, dan field data utama bisa entah rusak atau hilang sama sekali. Data yang dikelola dengan buruk juga dapat menyebabkan perkiraan yang tidak akurat dan perencanaan serta penjadwalan kerja yang buruk, sehingga mendorong peningkatan biaya operasi. Jika kualitas data tidak di-assess dan dioptimalkan sebelum program EAM baru diimplementasikan, maka semua inefisiensi ini hanya akan muncul kembali, hingga menciptakan masalah yang sama dalam solusi baru (lihat Gambar 47).



Gambar 47 Manajemen data yang buruk membawa serta berbagai tantangan



Langkah pertama dalam mengoptimalkan data yang akan digunakan oleh sistem teknologi program baru melibatkan penginventarisasian lengkap atas data yang saat ini digunakan oleh sistem. Sistem otomatis akan lebih mudah ditemukan dan dianalisis, tetapi log manual dan lembar kerja Excel yang sering digunakan dalam kegiatan maintenance dapat menjadi masalah nyata. Alur kerja manajemen data yang berdedikasi - termasuk pemrofilan data,



144



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset kualitas, pembersihan, pengujian, validasi, dan dukungan pasca-produksi sangatlah penting dalam memastikan kualitas data setinggi mungkin. Solusi teknologi EAM yang baru harus dirancang untuk mencakup proses yang bisa memvalidasi data saat datanya dimasukkan, meminimalkan entri data yang terlalu sulit, menambahkan field data baru yang diperlukan, dan membuat antarmuka pengguna yang mudah untuk dikerjakan. Di sini juga, para pekerja di garis depan harus dilibatkan untuk membantu upaya tersebut. Dan sekarang perangkat mobile sudah dapat digunakan untuk mencatat berapa banyak waktu yang diperlukan untuk melakukan berbagai kegiatan maintenance di lapangan secara real time, maka proses SDM yang termasuk dalam sistem baru harus dirancang dengan sangat hati-hati untuk menghindari kemungkinan masalah pada integrasi urusan penggajian.



4.2.2



Peningkatan Efisiensi Operasional dengan IBM Maximo Praktik Maintenance Lanjutan



Ada banyak elemen berbeda yang harus dipertimbangkan sebelum kita bisa mendapatkan gambaran lengkap tentang apa yang diperlukan untuk memaksimalkan ROI aset, termasuk di antaranya: • • • • • • • •



Lokasi aset Rencana dan riwayat maintenance Kontrak Garansi Sewa Inventori parts Tool Teknisi



Semua bagian ini dan juga lainnya sangatlah penting untuk memecahkan puzzle manajemen aset. Misalnya, beberapa organisasi lebih siap daripada yang lain dalam melakukan Preventive maintenance. Beberapa perusahaan bisa jadi memilih untuk memperbaiki asetnya hanya setelah aset bersangkutan rusak. yang lain dapat beroperasi di industri padat aset seperti telekomunikasi. Untuk organisasi-organisasi ini, risiko bahwa aset tertentu



145



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset akan mengalami drop cukuplah tinggi, sehingga Preventive maintenance merupakan pilihan yang baik bagi waktu dan sumber daya mereka. Sementara SAP PM dan Maximo mendukung basic maintenance berbasis waktu atau penggunaan, Maximo juga mendukung praktik maintenance lanjutan yang sangat penting dalam industri padat modal. Maximo dirancang untuk bisa menguatkan reliability-centered maintenance (RCM), predictive maintenance, dan proses maintenance yang dioptimalkan secara finansial. Perusahaan yang menggunakan SAP PM bisa jadi memerlukan solusi pihak ketiga tambahan untuk memanfaatkan proses ini. Indikator kinerja utama dan service-Level agreement Indikator kinerja utama (KPI) Maximo terkait dengan perjanjian tingkat layanan untuk menjaga agar personel kontrak dan pemangku kepentingan pemerintah memandang tinggi akan reliability aset dan kinerja manajemen logistik. Adalah mudah saja untuk menganalisis data bisnis Maximo melalui KPI, grafik, dan integrasi baru yang kuat dengan IBM Watson Analytics ™. Seperangkat KPI telah dikonfigurasikan di awal untuk memfasilitasi beberapa pertanyaan bisnis standar: apakah kita cenderung melakukan pelanggaran SLA, berapa banyak work request terbuka yang open untuk suatu departemen, dan sebagainya. KPI ini memberikan representasi visual dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. KPI memberikan dasar untuk membangun tampilan "dashboard" bagi pihak manajemen atau mereka yang ditaskkan bekerja dalam solusi terkait. Kekuatan KPI dalam solusi Maximo adalah bahwa mereka dapat dikustomisasi untuk menggunakan beragam variabel, termasuk opsi situs, unit dan sistem. Ini berarti umpan baliknya ditargetkan bagi viewer-nya. Misalnya, seseorang di Organisasi A dapat melihat KPI yang sama dengan seseorang di Organisasi B, tetapi konten yang ditampilkan hanyalah data yang sesuai untuk organisasi masing-masing. Maintenance Aset Berbasis Preventif dan Berbasis Kondisi Maximo memungkinkan maintenance aset yang berbasis kondisi dan juga yang preventif. Selain itu, Maximo dapat membantu manajemen vendor melalui dukungan atas berbagai kontrak dan service agreement. Misalnya,



146



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset Prescriptive Maintenance IBM menerapkan machine learning untuk membantu enjinir reliability dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko reliability aset yang dapat mempengaruhi operasi plant atau bisnis. Prescriptive maintenance dapat membantu mengoptimalkan sumber daya maintenance untuk mengurangi biaya keseluruhan dan mengidentifikasi risiko operasi dengan menggunakan data operasional.



Konvergensi Aset Kekuatan pasar yang muncul yang membentuk masa depan EAM adalah konvergensi aset, yang mana didorong oleh meningkatnya kecanggihan aset operasi yang mencakup perangkat keras dan perangkat lunak. Peralatan operasional — baik di lantai plant, pembangkit listrik atau terintegrasi ke dalam infrastruktur — semakin tergantung pada TI untuk operasi dan maintenance-nya. Aset juga semakin terhubung ke jaringan komputer untuk kepentingan administrasi dan pemantauan jarak jauh. Semakin banyak aset operasi, termasuk aset produksi, transportasi dan fasilitas, telah memasukkan komponen peningkatan kinerja.  Perangkat di lantai plant semakin menggabungkan perangkat lunak operasi dan penerapan produksi, dan terhubung ke infrastruktur TI melalui alamat IP. Aset ini biasanya memiliki sistem pemantauan bawaan untuk pengelolaan jarak jauh, RFID aktif, mikroprosesor, firmware, perangkat penyimpanan.  Armadanya memiliki monitor onboard sebagai Global Positioning Systems (GPS).  Membangun otomatisasi untuk pengendalian lingkungan, keamanan dan manajemen infrastruktur, semakin tinggi penggunaan perangkat keras, perangkat lunak, dan jaringan. SRO Data Replicator menghubungkan sistem Maximo yang beroperasi pada aset yang digunakan untuk sistem pusat melalui replikasi bandwidth rendah yang andal. Tidak ada sistem logistik lain di pasaran yang memiliki kemampuan replikasi khusus yang dapat dikonfigurasi semacam ini.



147



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset Antarmuka pengguna ERP membutuhkan terlalu banyak modifikasi dan produk tambahan untuk memungkinkan pekerja maintenance di lapangan bisa menggunakan perangkat lunak secara efisien. Men-deploy ERP ke operasi lapangan dengan konektivitas terbatas, bandwidth atau infrastruktur sulit atau bahkan yang terkesan tidak mungkin.



Data real-time dan Internet of Things Ekosistem yang kuat memungkinkan organisasi mengakses sistem sistem, Penyedia, dan mitra. Berikut adalah beberapa contoh fungsi bisnis yang dikuatkan dengan menggunakan Maximo untuk memanfaatkan ekosistem IoT dalam organisasi yang intensif aset:  Mengkonfigurasi hierarki aset untuk meminimalkan risiko operasional. Semua aset tidaklah sama dan tidak boleh diperlakukan sama, terutama di lingkungan dengan sumber daya yang terbatas. Maximo memungkinkan organisasi untuk membangun dan mempertahankan hierarki berdasarkan kekritisan aset (dan risikonya). Ini akan bisa membantu pengguna dalam memutuskan tingkat investasi IoT yang diperlukan untuk menghubungkan elemen infrastruktur organisasi. Selain itu, ini akan memungkinkan dan menguatkan analitik prediktif menggunakan data real-time.  Lokasi aset dan konfigurasinya dalam sistem sistem sangatlah penting untuk menguatkan informasi IoT. Maximo mendukung ini melalui hierarki lokasi dan metafora layar linear dan spasial.  Maximo bisa dengan mudah menangkap histori maintenance dan data kegagalan sesuai dengan metodologi maintenance termutakhir. Maximo menggabungkan informasi pemantauan kinerja real-time dengan riwayat maintenance dan data kegagalan, hingga memungkinkan dilakukannya predictive analytics, predictive maintenance, dan reliability-centered maintenance.  Perpesanan dua arah, diaktifkan oleh Watson IoT Platform, memungkinkan pengguna untuk memberi tahu personel lapangan dan bahkan mengubah operasi peralatan berdasarkan data maintenance dan pemicu analitik prasetel.  Mengoptimalkan pelaksanaan maintenance dengan mengintegrasikan informasi maintenance, operasional, kesehatan, safety dan lingkungan. Maximo K3L bekerja dengan data IoT untuk menyatukan; manajemen insiden, perizinan, risiko, manajemen perubahan, dan lebih banyak lagi 148



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset dan manajemen perubahan di antara contoh penerapannya dalam menyatukan kerja K3L dan maintenance ke dalam satu platform tunggal. Mengetahui lokasi dan konfigurasi aset memungkinkan dilakukannya pengambilan keputusan operasional. Maximo memiliki kemampuan spasial dan fitur penjadwalan canggih yang, ketika dikombinasikan dengan data real time (melalui IoT), memungkinkan manajer untuk mengoptimalkan jadwal produksi dan maintenance.



Mengoptimalkan Kinerja Aset dengan Analitik Maximo memungkinkan organisasi yang intensif aset untuk memanfaatkan perangkat yang terhubung, dengan menggabungkan data operasional aset real-time dengan informasi aset kritis. Menerapkan Maximo bersama sistem bisnis dan perusahaan yang kritikal termasuk SAP — dapat membantu mengurangi kompleksitas secara signifikan, mentransformasikan proses bisnis, memodernisasi infrastruktur yang menua, mengintegrasikan dan mengoptimalkan berbagai sistem, dan memungkinkan pengguna untuk memperoleh insight dan intelligence berharga dari tahun-tahun sebelumnya dari data dan catatan maintenance historis.



Gambar 48 Mendapatkan insight dengan memanfaatkan perangkat yang terhubung dan data operasional aset real time



149



Penguatan Teknologi untuk Pengelolaan Aset Menyaring Insight dari Internet of Things Maximo dapat menyaring insight dari Internet of Things untuk membantu dalam:  Memfokuskan sumber daya maintenance  Mengurangi downtime yang tidak direncanakan  Meningkatkan efisiensi operasional  Memberikan visibilitas real-time dalam penggunaan aset  Memperpanjang masa manfaat peralatan dan menunda pembelian baru  Meningkatkan pengembalian aset  Menyatukan proses dari berbagai fungsi Enterprise Asset Management di beberapa situs



150



Bab V Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Untuk mendukung tercapainya operational excellence yang merupakan driver utama dalam pencapaian value Optimizing Cost Efficiency dan peningkatan kepercayaan pemegang saham serta kepuasan pelanggan, maka Perusahaan perlu meningkatkan ketersediaan, keandalan dan efisiensi pembangkit. Program peningkatan keandalan dan efisiensi merupakan program prioritas untuk mencapai sasaran utama OME, dan program keandalan dan efisiensi merupakan program yang harus berjalan beriringan, tidak saling terpisah. Meningkatkan ketersediaan, keandalan, dan efisiensi thermal pembangkit yang dikelola dan ramah lingkungan yang mengacu kepada pengelolaan biaya dan investasi yang optimal. Untuk menjamin ketersediaan dan kehandalan pembangkit, Kami melakukan: • Pengembangkan kapasitas pegawai untuk manajemen aset, melaksanakan program Life Cycle Management dan melaksanakan Condition Based Management, untuk mencapai tata kelola pembangkit yang sesuai dengan best practice di industri; •



Penggunaan gas sebagai bahan bakar primer sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak dan pembangunan pembangkit energi terbarukan seperti tenaga panas bumi, hidro dan mikrohidro;







Pelaksanaan kajian teknis pada pembangkit dengan reverse engineering untuk mengembalikan kinerja pembangkit yang berusia tua dan mengurangi ketergantungan Perusahaan terhadap OEM;







Peninjauan ulang proses pembelian untuk mendukung operasi dan pemeliharaan dan efisiensi biaya.



151



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



5.1 Optimalisasi Rencana Maintenance



Tujuan maintenance adalah untuk memberikan availability mesin dan peralatan ke departemen produksi atau layanan, dalam amplop yang disediakan oleh kondisi mesin yang mendasarinya dan sumber daya yang tersedia. Maintenance tidak dapat mengubah item berusia 10 tahun menjadi baru, tetapi item itu dapat dipertahankan, atau dikembalikan ke, kondisi kerja yang sesuai dengan usianya, asalkan masih layak secara teknis dan sumber daya.



5.1.1



Jenis Kegiatan Maintenance



Sejumlah istilah berikut digunakan untuk menggambarkan kegiatan maintenance. Kategorinya tidak harus saling eksklusif dan beberapanya bisa beririsan secara makna. Routine - Pekerjaan yang dilakukan secara teratur. Termasuk pembersihan, pelumasan, inspeksi, servis, condition monitoring. Emergency - Tindakan yang harus segera dilakukan dalam menanggapi situasi yang mendesak, bisa jadi atau bisa jadi tidak melibatkan gangguan aktual.



152



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Deferred - Pekerjaan korektif yang dapat dilakukan pada waktu yang tepat, sbagai lawan dari "emergency". Preventive Maintenance - Maintenance yang bertujuan mencegah kegagalan. Pelumasan, servis, penggantian komponen berdasarkan usia atau waktu servis, seperti penggantian oli pada 10.000 km, atau maintenance mesin setelah jumlah jam pemakaian yang ditentukan. Predictive Maintenance - Maintenance yang ditujukan untuk memprediksi kemungkinan kegagalan dan mengambil tindakan untuk menghindari inservice failure. Condition monitoring. Corrective Maintenance - maintenance untuk memperbaiki kesalahan yang telah diketahui. Bisa bersifat Emergency atau Deferred. Meliputi semua kegiatan selain yang Routine. Termasuk aktivitas yang dilakukan dengan mengikuti kondisi yang diidentifikasi oleh pelaporan, inspeksi, condition monitoring, atau Breakdown. Breakdown - Terjadinya kegagalan item atau sistem Nonbreakdown - Kegagalan suatu item atau sistem tidak terjadi, tetapi tetap diperlukan tindakan Scheduled Maintenance - maintenance yang merupakan bagian dari jadwal terencana. Dapat mencakup routine maintenance, corrective maintenance yang ditangguhkan (deferred) dan shutdown. Berbeda dari maintenance yang emergency. Proactive Maintenance - Analisis root cause dan kegiatan improvement. Irregular Cyclic Maintenance - Aktivitas maintenance yang dapat diekspektasikan untuk terjadi kembali, meskipun tidak dengan cara yang terjadwal secar ketat. Kegiatan-kegiatan ini dapat dipicu oleh pengamatan normal atau oleh condition monitoring. Contohnya adalah penggantian terhadap: • ban • mesin • baterai 153



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability •



sistem pembuangan



Penganggaran untuk maintenance harus memungkinkan untuk dilakukannya kegiatan-kegiatan ini, yang akan terus berlangsung dan dapat menghasilkan biaya yang signifikan tetapi tidak teratur.



Task Terkait Lainnya Cukup umum untuk menemukan bahwa sumber daya maintenance juga digunakan untuk task-task terkait seperti;  Pembangunan kembali (rebuild)  Turnarounds  Modifikasi  Pemasangan peralatan baru  Investigasi  Fungsi atau kesempatan khusus Dianjurkan untuk menjadwalkan semua kegiatan ini dalam jadwal perencanaan sumber daya yang sama dalam Sistem Informasi Manajemen Aset atau CMMS. Ini akan memberikan penilaian yang seimbang terhadap beban kerja dan prioritas.



5.1.2



Memahami Kegagalan Peralatan



Jika sifat kegagalan yang sebenarnya tidak dipahami, maka akan sulit untuk mengidentifikasi gejala dan akar penyebabnya. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 49, sekitar 89% dari pola kegagalan komponen adalah bersifat acak. Menjadwalkan PM berbasis waktu untuk mengatasi kegagalan acak tidak hanya tidak tepat, tetapi juga membuang-buang uang. Untuk bisa secara efektif mengurangi risiko mode kegagalan acak (infant mortality, random, break-in awal), kita memerlukan strategi hibrid yang mencakup operator-operator.



154



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



Gambar 49 Pola Kegagalan (Sumber: John Moubray, Nolan & Heap)



Kita dapat meminimalkan risiko infant mortality dan kegagalan break-in awal dengan menggunakan Standard Operating Procedures (SOP) dan pengujian penerimaan untuk memverifikasi pemasangan atau perbaikan. SOP startup dan shutdown harus ditinjau secara menyeluruh untuk konten yang dapat menyebabkan penyalahgunaan atau kegagalan peralatan. Kriteria pengujian penerimaan (acceptance test) harus dievaluasi untuk mode kegagalan utama dan perbaikan. Minta operator untuk memperbarui SOP dan memberikan masukan untuk kebijakan pengujian penerimaan. Kita dapat meminimalkan risiko kegagalan acak dengan menambahkan lapisan perlindungan pada reliability aset. Gambar 50 mengilustrasikan bagaimana operator dapat memberikan perlindungan semacam ini. Melalui maintenance dan inspeksi peralatan rutin, operator mengidentifikasi gejala kegagalan aset yang tertunda dan lalu mengambil tindakan yang tepat. Gejala, atau sinyal fokus, harus mengikuti proses degradasi yang dapat dipantau oleh operator melalui inspeksi. Brainstorming tim lintas fungsi bisa mengungkap gejala yang dapat diamati atau diukur. Operator akan memainkan peran kunci dalam mengidentifikasi kemungkinan sinyal marabahaya, tetapi sebagian besarnya akan membutuhkan pelatihan.



155



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



Gambar 50 Barrier perlindungan reliability



Operator adalah yang paling dekat dengan peralatan dan tahu kapan peralatan itu bekerja dalam mode operasi yang stabil. Selain sistem pemantauan on-line yang dimiliki, operator bisa menggunakan indera mereka (yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan) untuk mendeteksi sinyal abnormal yang biasanya terkait dengan peralatan bermasalah. Kurva titik kegagalan (point of failure, PF) pada Gambar 51 menunjukkan bagaimana memburuknya suatu gejala dari waktu ke waktu, atau siklus, dan di mana operator dapat memberikan jalur deteksi tambahan jika kegagalan dimulai antara tanggal pengumpulan predictive maintenance (PdM). Semakin dini operator dapat mendeteksi gejala-gejala ini, maka semakin banyak waktu organisasi perlu merencanakan dan melaksanakan perbaikan. Dalam beberapa kasus, tindakan sederhana dapat menyelesaikan penyebab tekanan dan kurva PF bisa diperpanjang. Inspeksi oleh operator akan menambahkan lapisan perlindungan terhadap kegagalan peralatan dan harus dipertimbangkan untuk setiap EMP.



156



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



Gambar 51 Kurva PF - mencari tanda-tanda awal kegagalan



5.1.3



Maintenance Berbasis Kondisi



Condition Based Maintenance atau CBM adalah prosedur modern yang menggunakan kondisi peralatan untuk menentukan apa, jika ada, prosedur pengujian dan maintenance yang harus dilakukan. CBM mirip dengan program Preventive maintenance yang mencakup beragam prosedur predictive maintenance. Namun perlu dicatat bahwa predictive maintenance cenderung berorientasi pada peralatan sedangkan CBM berorientasi pada sistem. Peralatan dijaga seperti biasa termasuk semua tes normal serta penyesuaian dan inspeksi mekanis visual. Prosedur on-line dan off-line dilakukan dan data uji dikumpulkan ke dalam basis data yang terkomputerisasi. Teknisi uji menggunakan komputer notebook untuk tujuan ini. Data dapat diinputkan dengan keyboard, atau dalam beberapa kasus peralatan uji akan menyimpan datanya secara langsung. Hasil tes awalnya ditinjau oleh teknisi yang melakukan pekerjaan. Tinjauan ini dapat melalui perangkat lunak analisis statistik dan/atau dengan pemeriksaan dan perbandingan sederhana. Setelah melakukan tinjauan awal, datanya diunggah ke komputer pusat, di mana itu akan ditinjau lebih mendalam.



157



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Maintenance berbasis kondisi dideskripsikan sebagai proses yang membutuhkan ketrampilan teknologi dan manusia yang mengintegrasikan semua indikator kondisi peralatan yang tersedia (data diagnostik dan kinerja, data yang dicatat operator, riwayat maintenance, dan pengetahuan desain) untuk membuat keputusan yang tepat-waktu tentang persyaratan maintenance bagi peralatan penting. Maintenance berbasis kondisi mengasumsikan bahwa mode kegagalan peralatan akan mengikuti satu atau lebih gaya degradasi klasik dan bahwa ada pengetahuan lokal yang memadai tentang kinerja historis peralatan untuk melakukan ekstrapolasi dari sisa umurnya. Ini sendiri merupakan bentuk prognostik yang sebagiannya didasarkan pada sains, dan sebagiannya pada pengalaman yang didapat dari staf instalasi. Teknik pengukuran, pengamatan, pengujian, dan intuisi operator inilah yang membentuk program maintenance berbasis kondisi plant. Tujuan maintenance berbasis kondisi adalah untuk mengoptimalkan reliability dan availability dengan menentukan kebutuhan kegiatan maintenance berdasarkan kondisi peralatan. dengan menggunakan "teknik prediktif", maka teknologi, condition monitoring, dan pengamatan dapat digunakan untuk memproyeksikan ke depan dalam upaya untuk menetapkan waktu kegagalan yang paling bisa jadi dan tindakan penguatan kemampuan plant untuk merencanakan dan bertindak secara proaktif. PdM/CBM mengasumsikan bahwa peralatan memiliki indikator yang dapat dipantau dan dianalisis untuk menentukan kebutuhan akan kegiatan maintenance yang diarahkan pada kondisi. Maintenance berbasis kondisi memungkinkan tercapainya biaya terendah dan program maintenance yang paling efektif dengan menentukan aktivitas yang benar pada waktu yang tepat. Sebagai perbandingan, Preventive maintenance mengasumsikan bahwa waktu operasi adalah faktor kunci dalam menentukan kemungkinan kondisi peralatan. Jika tidak ada hubungan yang erat antara waktu operasi dan kebutuhan maintenance, maka kegiatan Preventive maintenance ini seringkali tidak diperlukan dan sumber daya maintenance-nya akan terbuang sia-sia. Kadang-kadang peralatan berada dalam kondisi yang lebih buruk setelah maintenance dilakukan dan akan gagal lebih cepat daripada jika tidak dilakukan.



158



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Maintenance berbasis kondisi dicapai dengan mengintegrasikan semua data yang tersedia untuk memprediksi kegagalan peralatan yang akan datang serta untuk menghindari maintenance yang mahal. Proses ini sangat tergantung pada kemampuan untuk mengenali kondisi operasi yang tidak diinginkan seperti yang diukur oleh sistem pemantauan diagnostik. Proses ini juga memungkinkan peralatan untuk terus beroperasi dalam kondisi yang tidak diinginkan saat sedang dipantau hingga maintenance dapat dijadwalkan. Tujuan utama dari program strategi maintenance yang dioptimalkan yang mencakup maintenance berbasis prediksi dan kondisi adalah: • Meningkatkan availability o Mengurangi outage paksa o Meningkatkan reliability • Meningkatkan usia peralatan o Mengurangi keausan karena seringnya rebuilding o Meminimalkan potensi masalah disassembly dan reassembly o Mendeteksi masalah saat terjadinya • Menghemat biaya maintenance o Mengurangi biaya perbaikan o Mengurangi lembur/overtime o Mengurangi kebutuhan inventaris suku cadang Maintenance berbasis kondisi mengacu pada serangkaian task yang dilakukan untuk mendeteksi kegagalan peralatan yang mulai terjadi, untuk menentukan tindakan maintenance yang diperlukan, dan untuk mengembalikan peralatan bersangkutan ke kondisi yang dapat dioperasikan setelah mendeteksi kondisi kegagalan yang baru terjadi. Pemantauan kondisi dapat terdiri dari pemantauan berkelanjutan (misalnya, diagnostik on-line yang digunakan dalam sistem instrumentasi digital atau pemantauan keausan thrust generator turbin) menggunakan kegiatan atau instrumentasi yang dipasang secara permanen pada interval tertentu untuk memantau, mendiagnosis, atau men-tren kondisi fungsional peralatan . Hasil dari kegiatan ini mendukung penilaian kemampuan fungsional saat ini dan masa depan dari peralatan yang dipantau dan menjadi dasar penentuan bagi sifat dan jadwal maintenance.



159



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



Teknologi Condition monitoring Berbagai teknologi dapat dan harus digunakan sebagai bagian dari program maintenance berbasis kondisi yang komprehensif. Karena sistem mekanis atau mesin bertanggung jawab atas sebagian besar peralatan plant, maka monitoring vibrasi umumnya merupakan komponen kunci dari sebagian besar program maintenance berbasis kondisi. Namun, monitoring vibrasi tidak dapat memberikan semua informasi yang diperlukan untuk program maintenance berbasis kondisi yang berhasil. Teknik ini terbatas pada condition monitoring mekanis dan bukan parameter penting lainnya yang diperlukan untuk menjaga reliability dan efisiensi mesin. Oleh karena itu, program maintenance berbasis kondisi komprehensif harus mencakup teknik pemantauan dan diagnostik lainnya. Teknik-teknik ini meliputi: 1.



2.



Monitoring vibrasi. Analisis vibrasi mendeteksi gerakan berulang permukaan pada mesin yang berputar atau berosilasi. Gerakan berulang dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan, misalignment, resonansi, efek listrik, kesalahan bantalan elemen bergulir, atau banyak masalah lainnya. Berbagai frekuensi vibrasi dalam mesin yang berputar berhubungan langsung dengan geometri dan kecepatan operasi mesin. dengan mengetahui hubungan antara frekuensi dan jenis cacat, analis vibrasi dapat menentukan penyebab dan tingkat keparahan kesalahan atau kondisi permasalahan. Histori dari mesin dan pola degradasi sebelumnya sangatlah penting dalam menentukan kondisi operasi mesin saat ini dan di masa depan. Analisis akustik. Emisi akustik didefinisikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan generasi, transmisi, penerimaan dan efek suara. Ini adalah suara struktural atau air-borne yang dapat dideteksi yang dapat memanifestasikan dirinya sebagai sinyal pada benda-benda mekanik, gelombang tekanan yang terkait dengan bocornya uap atau gas, atau dengung pada peralatan listrik. Teknologi akustik mencakup frekuensi serendah 2 Hz dan setinggi rentang mega-Hertz. Melalui proses pemfilteran, passing pita frekuensi, dan pemilihan sensor, potensi penggunaan untuk pengujian akustik untuk mendiagnosis kondisi peralatan dan pengoperasian hampir tidak terbatas.



160



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability 3.



4.



5.



6.



Teknik analisis motorik. Pemantauan kondisi motor listrik pasti melibatkan penentuan sejauh mana kerusakan dan kegagalan isolasi listrik. Tes isolasi tradisional telah terkonsentrasi di dinding tanah, dengan tes umumnya adalah ketahanan isolasi. Perhatian yang kurang diberikan pada insulasi turn-to turn atau phase-to-phase, namun ada bukti yang menunjukkan bahwa kerusakan film tipis ini juga merupakan penyebab utama kegagalan motor. Pengujian valve yang dioperasikan motor. Tujuan dari pengujian kinerja MOV adalah untuk mengkonfirmasi bahwa pengaturan dan pengoperasian MOV berada dalam batas yang dapat diterima. Kriteria penerimaan untuk pengujian kinerja berbasis MCC dapat berasal dari data uji baseline. Setelah kriteria penerimaan ditetapkan, hasil uji kinerja statis digunakan untuk secara berkala mengevaluasi kinerja MOV aktual terhadap kriteria penerimaan yang ditetapkan. Pengujian kinerja statis berkala tidak dimaksudkan untuk menegaskan kembali kriteria penerimaan, tetapi hanya keberadaan margin yang dapat diterima. Termografi. Teknologi pengukuran termal mengukur suhu absolut atau relatif dari parts atau area peralatan utama yang sedang dipantau. Adanya temperatur yang abnormal mengindikasikan masalah yang berkembang. Suhu dan perilaku termal komponen plant adalah faktor paling penting dalam maintenance peralatan plant. Karena alasan ini, maka suhu sering dianggap sebagai kunci keberhasilan maintenance plant dan merupakan kuantitas yang paling diukur. Ada dua jenis peralatan yang digunakan dalam teknologi ini, yakni kontak dan non-kontak. Metode kontak pengukuran suhu menggunakan termometer dan termokopel masih umum digunakan untuk banyak penerapan. Namun, pengukuran nonkontak menggunakan sensor inframerah telah menjadi alternatif yang semakin diinginkan daripada metode konvensional. Tribologi. Salah satu teknologi dasar maintenance berbasis kondisi adalah analisis oli pelumas. Alasan untuk ini adalah bahwa analisis minyak pelumas adalah tool yang sangat efektif untuk memberikan peringatan dini terhadap masalah peralatan potensial. Tujuan pemantauan dan analisis oli adalah untuk memastikan bahwa bantalan telah dilumasi dengan benar. Ini terjadi dengan memantau kondisi pelumas dan permukaan internal yang bersentuhan dengan pelumas.



161



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



5.1.4



Maintenance Berbasis Pemakaian



Pendekatan tradisional untuk maintenance instrumen adalah menjadwalkan task-task harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Pendekatan ini tidak mempertimbangkan penggunaan instrumen yang sebenarnya — yakni jumlah sampel dan penerapan yang dijalankan. Task-nya bisa jadi dilacak di buku log, di papan tulis, atau bahkan sticky note. Pendekatan manual ini bisa terasa membosankan, membutuhkan waktu analis yang banyak, dan rentan terjadi kesalahan. Selain itu, task maintenance yang hilang bisa berdampak mahal. Sementara para pengguna umumnya merawat peralatan mereka, survei baru-baru ini terhadap personel layanan menemukan bahwa 40-50% layanan dapat dikaitkan dengan task maintenance yang terlewatkan seperti penggantian consumable atau pembersihan secara berkala. Sebuah studi aktuaria lima tahun menemukan bahwa Preventive maintenance yang teratur dapat menghemat rata-rata 3,4 hari per tahun; mengurangi biaya layanan sebesar 41%; dan mengurangi perbaikan tak terduga sebesar 35%. Jelaslah, pendekatan yang paling rasional dan efisien adalah dengan mencocokkan task-task maintenance dengan pemakaian instrumen, dan mengadaptasinya secara real-time. Ada kalanya industri kita terlalu terisolasi dari industri sejenis. Jelaslah bahwa manajemen fasilitas kelembagaan, dan fasilitas pendidikan khususnya, mewakili bisnis yang unik. Namun, tampaknya kita tidak membahas apa yang dipertimbangkan oleh manajer aset lain sebagai best practice sesering yang seharusnya. Salah satu best practice seperti itu, usage-based maintenance (UBM), telah ada di bidang manufaktur dan teknologi selama bertahuntahun. Praktek ini juga menawarkan manfaat bagi industri manajemen fasilitas pendidikan.



Mendasarkan Maintenance pada Pemakaian Mari kita mulai dengan berita yang terbaik: Program UBM memberikan semua manfaat dari program Preventive maintenance tradisional (seperti yang paling sering terlihat dalam pendidikan tinggi) tetapi lebih murah untuk dilaksanakan. Mengingat bahwa kita semua berusaha untuk mencapai



162



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability kondisi paling ideal dari peningkatan maintenance terencana (planned maintenance, PM) sebagai ganti dari maintenance yang tidak direncanakan, dengan sedikit atau tanpa dana tambahan, maka manfaat ini jadi menarik. Prinsipnya sederhana, tetapi implementasinya adalah tempat di mana sebagian besar sejawat berjuang. Berbeda dengan program PM tradisional berbasis kalender dengan program berbasis pemakaian pada Level tertinggi, perbedaannya terletak pada penjadwalan kegiatan maintenance-nya. Dalam sistem berbasis kalender kita menjadwalkan kegiatan berdasarkan tanggal kalender (komputer) yang mewakili minggu, bulan, kuartal, dan sebagainya. Setiap sistem mekanik dijadwalkan untuk aktivitas maintenance berdasarkan waktu absolut yang dilewati sejak aktivitas terakhir. Sistem berbasis pemakaian menjadwalkan PM berdasarkan waktu aktual suatu sistem telah berjalan. Karenanya, pemakaian yang lebih banyak menghasilkan lebih banyak maintenance. Visualisasikan mobil yang diganti oli setiap tiga bulan versus setiap 5.000 mil. Mengapa perlu mengganti oli jika seseorang menghabiskan musim panas jauh dari rumah dan meninggalkan mobilnya di garasi? Untuk melihatnya dari perspektif lain, pertimbangkan ada sebuah plant. Maintenance berbasis pemakaian berasal dari plant-plant di mana sebagian besar aset yang dapat dipelihara sangat penting untuk memproduksi "widget." Jika aset ini gagal, maka jalur produksi akan ditutup. Dalam lingkungan ini lahirlah penerapan maintenance berbasis reliability yang didorong oleh pemakaian (usage) atau waktu-berjalan (run-time). Dalam industri kita, satu kegagalan tidak akan menghentikan seluruh jalur produksi. Namun, penerapan yang sama memiliki manfaat penting lainnya dalam bentuk peningkatan kinerja sistem (baca, penghematan energi) dan pengurangan kegagalan yang tidak direncanakan yang seringkali membutuhkan perbaikan dengan biaya yang meningkat secara dramatis.



Mengklasifikasikan Aset Rahasia dari penerapan UBM untuk menghemat uang adalah kenyataan bahwa tidak seperti plant, banyak aset kita tidak beroperasi 24/7, dan banyak aset serupa memiliki jam operasi yang bervariasi per periode waktu. Mengingat fakta ini, kita dapat menghimpun decision tree untuk mengklasifikasikan aset dan mencari penerapan UBM, yang diharapkan 163



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability menemukan penghematan dalam tenaga kerja. Penilaian awal dari inventaris peralatan yang dapat di-maintain menentukan aset-aset yang terikat dan yang dapat dioperasikan. Aset terikat adalah aset yang tidak memiliki komponen bergerak dan tidak tunduk pada beragam permintaan layanan. Barang-barang yang dapat dioperasikan yang membutuhkan energi untuk bisa berfungsi masuk di golongan ini karena berdampak pada biaya energi. Barang-barang yang menggunakan sumber daya seperti air dan dapat dioperasikan seperti perlengkapan kamar mandi sudah termasuk juga. Aset ini memenuhi satu atau lebih kriteria berikut: • Mengkonsumsi energi • Bersifat elektromekanis dan melakukan suatu fungsi • Memberikan pemanasan atau pendinginan untuk penghuni gedung • Semua jenis pencahayaan internal atau eksternal Setelah daftar kandidat UBM dibuat, kita harus merujuk pada task dan frekuensi maintenance yang disarankan oleh pemanufaktur Semakin lama, pemanufaktur menentukan task maintenance berdasarkan jam operasional. Jika demikian, kita dapat menggunakan data ini dan langsung ke upaya pengumpulan data berikutnya: mengukur pemakaian. Pilihan terbaiknya adalah dengan mengeksploitasi sistem otomasi gedung (Building Automation System, BAS) dan parameter operasi pengumpulan untuk semua peralatan dalam daftarnya. Informasi ini digunakan untuk mendorong dimulainya kegiatan PM alih-alih penggunaan kalender. Informasi lainnya seperti penurunan tekanan dan perubahan suhu adalah kandidat yang ideal untuk mendorong bentuk UBM ini juga.



Beban "Normal" Terkadang jam task dan frekuensi tidak tersedia dalam format penggunaan. Dalam hal ini, kita harus mengonversi task dan frekuensi standar yang dipublikasikan, dengan asumsi mereka didasarkan pada apa yang dianggap sebagai beban normal. “Normal" ini umumnya menunjukkan bahwa sistem beroperasi dalam lingkungan bisnis yang khas dengan jam normal, misalnya, 8:00 pagi - 5:00 sore. Jika informasi ini tidak tersedia, maka profesional fasilitas dapat memperkirakan penggunaan tipikal untuk setiap kelas aset, dan value ini ditambah dengan task dan frekuensi yang terkait menjadi



164



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability baseline. Selanjutnya, frekuensi berbasis waktu atau kalender dikonversi ke frekuensi penggunaan dengan membagi hari operasi kalender untuk setiap task PM yang disarankan dan frekuensi dengan jam operasi nominal aktual atau yang diperkirakan. Dengan kata lain, task PM bulanan dikonversi menjadi jam operasi dengan memperkirakan hari yang dioperasikan per bulan menjadi jam. Angka ini sekali lagi adalah baseline dan tidak dimodifikasi untuk peningkatan atau penurunan kondisi pemakaian. Frekuensi task dan frekuensi maintenance yang dipublikasi atau plant dimuat ke dalam sistem manajemen maintenance sebagai task dan jam operasional (frekuensi). Beberapa dari kita tidak akan dapat menggunakan data BAS untuk mendorong aktivitas PM. Pilihan kedua adalah pengukuran sementara atau bahkan pengamatan fisik untuk membuat set sampel. Meter biaya rendah dapat dipasang untuk memantau operasi selama berbagai periode untuk mengumpulkan kumpulan sampel yang representatif. Jika ini tidak memungkinkan, maka jam operasional yang diamati dapat dikumpulkan dengan secara strategis memantau aset operasi. Data ini kemudian disegarkan secara berkala dan dimuat ke dalam sistem maintenance atau sistem berbasis kertas untuk mendorong frekuensi task PM untuk beragam bangunan dan sistem terkait.



165



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



5.1.5



Maintenance Run to Failure



Dalam dunia maintenance dan reliability, kita menghabiskan banyak waktu untuk berpikir dan merencanakan cara-cara untuk mempertahankan atau mendesain ulang beberapa peralatan agar bisa lebih tahan lama atau lebih andal. Namun, ada situasi di mana solusi yang andal atau rencana maintenance-nya tidak efektif secara biaya dan rekomendasinya adalah "run to failure". Maintenance run to failure adalah strategi maintenance yang kadang-kadang lebih tepat disebut "Fit and Forget" karena tidak ada rencana maintenance di luar penggantian lengkap atas suatu kegagalan. Ini adalah teknik penting dalam aspek industri tertentu. Pada dasarnya, RTF itu bisa diilustrasikan dengan pasta gigi yang usia pakainya habis begitu isi odolnya habis. Tidak ada maintenance apapun yang bisa membuat tabung odolnya terisi. Ketika sudah habis, maka tinggal beli saja yang baru.



Gambar 52 Diagram Workflow Run to Failure



Maintenance run to failure tidak boleh disalahartikan sebagai penggantian kegagalan yang tidak disengaja (Unintended Failure Replacement, UFR) yang merupakan kegagalan akibat kelalaian atau ketidaktahuan tanpa rencana untuk mengatasinya. RTF adalah strategi yang sangat disengaja di mana item bersangkutan dimaksudkan untuk dijalankan sampai mengalami gagal dan si



166



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability pemilik siap untuk mengambil tindakan perbaikan dengan segera setelah kegagalannya terjadi. Dalam beberapa industri, banyak peralatan bersifat RTF seperti program luar angkasa di mana satelit berada di luar jangkauan manusia dan tidak dapat diservis. Di mana maintenance run to failure bisa diterapkan? Aset berusia pendek tidaklah kuat atau secara desain tidak tahan lama. Termasuk di dalamnya adalah bola lampu pijar, motor pintu overhead, pompa sirkuit, pemanas air, lampu peringatan lalu lintas udara di menara radio, atau apa pun yang biasanya diganti 5 kali atau lebih dalam masa pakai bangunan. Aset sekali pakai adalah item-item yang umumnya murah atau sekali pakai. Ini dapat mencakup peredam kejut mobil, ban mobil, signage, piston pneumatik pada jalur perakitan, sebagian besar kartrid printer, hingga sapu dan pel. Aset tahan lama atau aset yang tidak dapat di-maintain adalah barang yang tidak diharapkan bisa aus, seperti fondasi beton bangunan atau struktur baja interior bangunan bertingkat tinggi. Mereka semua tidak memerlukan maintenance untuk memenuhi fungsinya dan juga tidak diharapkan sampai mengalami gagal. Aset dengan kapitalisasi rendah adalah aset yang bisa jadi mengalami maintenance, seperti alat pemadam kebakaran yang diisi ulang setelah digunakan, tetapi dibuang berdasarkan usia atau kondisinya. Ini bisa termasuk rak sepeda, perabot kantor, detektor asap, ballast lampu neon, kipas langit-langit, peralatan olahraga, alat maintenance seperti bor listrik dan pita pengukur, atau peralatan kantor seperti monitor, mouse, keyboard, atau tikar kursi. Aset non-kritis seperti elemen kompor yang mengalami gagal hanya akan menyebabkan kemungkinan penggantian ketika sudah berubah menjadi tidak nyaman. Kompor biasanya memiliki empat atau lebih elemen permukaan sehingga fungsi perangkatnya hampir tidak terganggu karena kegagalan tunggal.



167



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



Setiap aset harus dianalisis secara sendiri-sendiri untuk menentukan pendekatan maintenance apa yang mendukung tujuan dan sasaran jangka pendek dan jangka panjang organisasi. Berikut adalah tiga langkah yang dapat digunakan untuk melihat apakah run to failure memiliki tempat dalam strategi manajemen aset: Langkah pertama: Ketahui biaya asetnya, baik untuk membeli maupun mengganti. Untuk aset murah yang cepat dan mudah diganti, bisa jadi lebih murah untuk menggunakan "Gagal dan Ganti" daripada sampai mengeluarkan biaya tenaga kerja untuk melakukan task Preventive maintenance. Run to failure juga jadi masuk akal diterapkan jika suku cadangnya murah dan tersedia dalam persediaan suku cadang, dan jika biaya tenaga kerja untuk memperbaiki atau mengganti asetnya itu murah. Langkah Dua: Ketahui biaya tenaga kerja yang terkait dengan life cycle aset yang dipertimbangkan. Biaya tenaga kerja untuk maintenance sangat bervariasi tergantung pada task dan jenis tenaga kerja terampil yang dibutuhkan. Mengetahui berapa biaya tenaga kerjanya dapat membantu dalam membuat keputusan berdasarkan informasi. Kita harus dapat melacak dan menganalisis biaya tenaga kerja untuk: 168



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability • • •



Task Preventive Maintenance (PM) Biaya tenaga kerja untuk perbaikan paling umum pada aset saat rusak Biaya tenaga kerja untuk menggantinya saat gagal



Langkah ketiga: Ketahui Downtime dan biaya lain yang terkait dengan kegagalan aset. Biaya downtime di sini termasuk biaya tenaga kerja untuk mengembalikan aset ke status fungsional dan "kerusakan sekunder" yang bisa terjadi sebagai akibat dari kegagalan aset. Sebelum memutuskan pendekatan run to failure, pertimbangkanlah potensi komplikasi dari kerusakan sekunder. Dalam banyak kasus, kerusakan sekunder yang diakibatkan oleh kegagalan aset primer bisa jadi jauh memakan biaya dan berkonsekuensi lebih besar daripada kerusakan aset yang asli. Ini bisa disebabkan oleh: • Peningkatan biaya karena downtime peralatan yang tidak direncanakan • Peningkatan biaya tenaga kerja lembur untuk perbaikan atau penggantian • Kerusakan/kegagalan tambahan untuk peralatan lain • Masalah safety atau keamanan • Tingkat kenyamanan atau kepuasan pengguna fasilitas Memahami total biaya downtime untuk setiap aset akan memberi kita gambaran nyata tentang biaya lengkap dari strategi run to failure untuk setiap aset yang sedang dipertimbangkan. Tujuan utama dari rencana maintenance strategis adalah untuk mengoptimalkan efisiensi peralatan, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan produktivitas. Memenuhi tujuan-tujuan tersebut membutuhkan pendekatan yang seimbang yang dapat mencakup Preventive Maintenance (PM), predictive maintenance (PdM) dan run to failure (RTF) sebagaimana yang terbaik ditentukan oleh analisis data yang cermat, keputusan maintenance strategis, dan proses improvement berkelanjutan.



169



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Maintenance run to failure membutuhkan pertimbangan yang baik Meskipun sebagian besar pakar industri bersepakat bahwa Preventive maintenance (PM) atau predictive maintenance (PdM) akan menghasilkan biaya operasi yang lebih rendah dan peningkatan produktivitas aset, namun menjalankan run to failure bisa jadi masuk akal dalam situasi tertentu. Meski demikian, keputusan untuk membiarkan peralatan bekerja sampai rusak harus menjadi keputusan sadar berdasarkan analisis data dan tujuan maintenance strategis, dan bukan dampak dari kurangnya perencanaan di pihak manajemen fasilitas. Mesin pencuci piring yang benar-benar berfungsi tetapi mengeluarkan suara memekik bisa jadi dianggap gagal jika berada di dapur restoran mahal dan bunyinya mengganggu pengunjung. Bagian yang gagal bisa jadi diganti, tetapi dalam situasi komersial itu bisa menandakan serangkaian perbaikan yang akan datang sehingga seluruh unit bisa saja diganti untuk mempercepat operasi dan menghemat uang. Mengetahui kapan harus menyatakan kegagalan secara total alih-alih memulai perbaikan adalah bagian dari skillset. Kapankah Run to Failure Tidak Cocok untuk Diterapkan Ada saat-saat tertentu ketika Run to Failure bukan jadi pilihan yang tepat, selain karena pertimbangan konsekuensi operasional. Dalam keadaan berikut, Run to Failure bukan merupakan pilihan dan perlu dihindari;  Kegagalannya tersembunyi dan tidak tampak terbukti oleh kru operasi dalam keadaan normal. Ini berarti bahwa kegagalannya akan tak terdeteksi sampai sesuatu yang lain mengalami gagal dan akibatnya kondisinya makin parah. Jenis-jenis ini biasanya ditemukan di perangkat safety dan proteksi. Contoh kegagalan tersembunyi adalah pencegah ledakan yang adai di tumpahan minyak teluk.  Konsekuensi lingkungan semacam ini adalah area yang tidak sesuai untuk run to failure. Dalam hal ini, konsekuensi dari kegagalan dapat berupa pelepasan ke lingkungan, pelanggaran peraturan, dll. Run to failure harus dihindari ketika hasil dari kegagalannya adalah dampak negatif terhadap lingkungan.



170



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability  Konsekuensi ke arah kesehatan & safety adalah area lain yang tidak cocok untuk run to failure. Konsekuensi dari kegagalan dapat menyebabkan cedera atau kematian, dan karena itu run to failure bukanlah pilihan yang layak. Manfaat Maintenance Run to Failure Ada dua hasil yang bermanfaat saat menggunakan RTF. yang satu menghemat biaya sementara yang lain meningkatkan produktivitas. Idealnya itu adalah gabungan dari keduanya. RTF dapat menghemat uang dengan menghilangkan dampak maintenance rutin. Memeriksa dan membersihkan semua head sprinkler di ladang atau lapangan golf akan memiliki dampak waktu yang sangat besar dan menaikkan biaya. Adalah jauh lebih mudah untuk mencatat kegagalan sesekali dan mengganti seluruh unit. Untuk merampingkan dan menguatkan operasi guna meningkatkan produktivitas, fasilitas dengan puluhan orang yang merakit elektronik bisa jadi akan memiliki suku cadang pengganti dalam jumlah besar. Besi solder, kaca pembesar, multimeter, dan sebagainya, terlalu murah untuk dimaintain, dan terlalu padat karya untuk diservis. Merencanakan kegagalan sama seperti mempersiapkan kru pit mobil balap. Sebelum balapan, mereka berupaya keras mempertahankan dan menyiapkan mobilnya untuk operasi yang andal. Selama balapan, mereka sudah terlatih dan bersiap dengan suku cadang, tool, dan peralatan untuk dengan cepat menangani "run to failure" ketika itu terjadi. Secara umum, organisasi sudah terbiasa dan terlatih dalam menjalankan Preventive maintenance maupun predictive maintenance, juga Realibility Centered Maintenance untuk penguatan reliability. Berikutnya, organisasi perlu juga melatih dan membiasakan “kru pit” dalam menangani “run to failure”.



171



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



5.1.6



Pro dan Kontra Strategi Maintenance Breakdown Maintenance



Strategi maintenance yang paling sederhana adalah 'Breakdown maintenance'. Di sinilah aset sengaja dijalankan sampai gagal. Ketika kegagalan terjadi, maintenance reaktif dilakukan untuk memperbaiki aset dan mengembalikannya ke full operasi. Pendekatan ini biasa terjadi ketika kegagalan peralatan tidak secara signifikan bisa mempengaruhi operasi atau produktivitas. Keunggulan ▪ Diperlukan perencanaan yang minimal ▪ Prosesnya sangat sederhana sehingga mudah dimengerti ▪ Diperlukan lebih sedikit staf karena lebih sedikit pekerjaan yang dilakukan sehari-hari Kelemahan ▪ Kegagalannya sangat tidak terduga ▪ Bisa sangat mahal ▪ Prosesnya rawan menimbulkan risiko safety bagi karyawan dan aset lainnya.



Preventative Maintenance Tujuan Preventive Maintenance adalah untuk mencegah kerusakan aset dengan melakukan maintenance secara teratur - alih-alih melakukan maintenance baru setelah kegagalannya terjadi. Preventive Maintenance sebagian besarnya punya fitur dua jenis maintenance yang berbeda: periodic maintenance dan predictive maintenance. Keunggulan ▪ Mempertahankan aset dan beroperasi lebih lama dari jenis maintenance lainnya ▪ Biaya perbaikan jangka panjangnya biasanya jauh lebih rendah ▪ Safety meningkat karena berkurangnya kemungkinan kegagalan katastropik



172



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Kelemahan ▪ Lebih kompleks dari jenis maintenance lainnya ▪ Membutuhkan lebih banyak investasi sejak dini.



Periodic Maintenance (Berbasis Waktu) Dalam strategi maintenance berbasis waktu, aset secara berkala diperiksa, diservis, dan dibersihkan, dengan suku cadang diganti dalam upaya untuk mencegah kegagalan yang mendadak. Walaupun ini memungkinkan mereka yang bertanggung jawab untuk maintenance dan servis dalam mengurangi kemungkinan kegagalan melalui pemeriksaan terjadwal dan jauh lebih efektif daripada menjalankan maintenance kerusakan, tapi ini tidak dapat menjamin kerusakannya tidak akan terjadi. Keunggulan ▪ Biasanya terdiri dari task-task yang tidak memerlukan pelatihan ekstensif, seperti melumasi dan memasang kembali sekrup ▪ Biaya jangka panjang yang lebih rendah dibandingkan dengan breakdown maintenance Kelemahan ▪ Diperlukan waktu perencanaan ▪ Parts-nya sering diganti sebelum akhir usianya, yang lebih makan biaya daripada menunggu sampai parts bersangkutan gagal ▪ Jika suatu parts mengalami masalah serius sebelum inspeksi berikutnya, asetnya tetap bisa mengalami gagal.



Predictive Maintenance Dalam strategi predictive maintenance, para enjinir memperkirakan kapan kegagalan peralatan bisa terjadi, dan kemudian melakukan maintenance untuk menjaga mesinnya tetap beroperasi. Ini memastikan bahwa sebuah peralatan yang membutuhkan maintenance hanya di-shutdown tepat sebelum kegagalannya datang, hingga memungkinkan aset tetap produktif untuk waktu sepanjang mungkin. Predictive maintenance menggunakan proses yang dikenal sebagai condition monitoring untuk memeriksa status aset secara teratur.



173



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Keunggulan ▪ Biaya dan downtime mesin bisa dijaga seminimal mungkin ▪ Kemungkinan kegagalan terjadi berkurang dan reliability meningkat Kelemahan ▪ Biaya di muka lebih tinggi daripada strategi maintenance dasar.



Condition monitoring Condition monitoring adalah proses menentukan kondisi suatu aset saat sedang beroperasi, melalui teknik seperti monitoring vibrasi. Dalam lingkungan teknik saat ini, condition monitoring aset sangatlah penting untuk meminimalkan kegagalan dan downtime mesin karena memungkinkan dilakukannya tindakan perbaikan dan dijaganya produktivitas. Keunggulan ▪ Masalah dengan komponen dapat diidentifikasi sebelum terjadinya kegagalan ▪ Perbaikan dapat dilakukan pada aset agar bisa tetap berjalan dengan gangguan minimal terhadap produktivitas ▪ Biaya jangka panjangnya sangat rendah dibandingkan dengan biaya kegagalan Kelemahan ▪ Diperlukan investasi jangka pendek. … Seperti yang bisa kita lihat, ada banyak pilihan dalam hal strategi maintenance yang berbeda. Apa pun kebutuhan kita, akan ada strategi yang cocok untuk kita. Cukup pertimbangkan pro dan kontra dari masing-masing strategi maintenance dan pilih salah satu yang paling cocok untuk aset kita.



174



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



5.2 Condition Monitoring



5.2.1



Maintenance Sebagai Tool untuk Manajemen Aset



Maintenance adalah salah satu tool utama dari manajemen aset. Ini dapat didefinisikan sebagai aktivitas restorasi di mana perangkat yang gagal ditangkap, dikurangi, atau dihilangkan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan durasi masa pakai komponen dan menunda kegagalan yang biasanya membutuhkan perbaikan mahal. dengan demikian, task maintenance memperlambat proses penurunan kualitas. Gambar 53 menunjukkan peningkatan deteriorasi yang dinyatakan dalam hal penurunan value aset. Kurva value aset dalam diagram di sini disebut sebagai kurva hidup (life curve). Kurva pada Gambar 53 mengilustrasikan bagaimana maintenance dapat digunakan sebagai tool untuk Manajemen Aset dengan menunjukkan manfaat dari berbagai kebijakan maintenance. Gambar tersebut menggambarkan kondisi untuk dua kebijakan maintenance dan untuk kasus di mana sama sekali tidak ada maintenance.



175



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



Gambar 53 Ilustrasi dampak kebijakan maintenance terhadap kurva hidup (Diadaptasi dari Endrenyi, J. et al., Perbandingan Dua Metode untuk Mengevaluasi Efek Maintenance, the 8th International Conference on Probabilistic Methods Applied to Power Systems (PMAPS), Ames, Iowa, September 2004.)



Jika kegagalan/failure diidentifikasi dengan kondisi value aset nol dan masa pakai didefinisikan sebagai waktu rata-rata menuju kegagalan, perpanjangan hidup T 0 ke T, ketika Kebijakan 1 diterapkan alih-alih mengabaikan maintenance, dan T 1 ke T 2, ketika Kebijakan 1 digantikan oleh Kebijakan 2, ditunjukkan dengan jelas dalam gambar. Sejauh menyangkut reliability, Kebijakan 2 lebih unggul daripada Kebijakan 1. Maintenance memiliki biaya sendiri yang harus diperhitungkan ketika membandingkan antara beragam kebijakan dengan kebijakan paling hemat biaya yang perlu dipilih. Biaya maintenance harus seimbang dengan keuntungan yang dihasilkan dari peningkatan reliability. Ketika biayanya dipertimbangkan, maka Kebijakan 2 bisa jadi atau bisa jadi tidak lebih baik daripada Kebijakan 1.



176



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



5.2.2



Perencanaan Maintenance



Prosedur maintenance adalah bagian yang terintegrasi dari perencanaan, konstruksi, dan pengoperasian sistem. Selain itu, mereka sangat krusial untuk perihal penggunaan peralatan yang tersedia secara efektif. Tujuan dari kegiatan maintenance adalah untuk terus memenuhi persyaratan kinerja, reliability, dan ekonomi, sementara juga mematuhi batasan yang ditetapkan oleh persyaratan sistem dan pelanggan. Konsep maintenance mengacu pada semua tindakan yang dilakukan untuk menjaga atau mengembalikan peralatan ke kondisi yang diinginkan. Misalnya, sistem tenaga listrik harus mematuhi peraturan dan norma untuk urusan maintenance yang berat. Biaya maintenance harus dipertimbangkan ketika menangani aset sistem untuk meminimalkan biaya lifetime sistem. Namun, beberapa kegiatan maintenance harus dilakukan meskipun tidaklah menguntungkan. Untuk sistem kelistrikan, ini bisa, misalnya, inspeksi dan inspeksi pengukuran lempeng bumi yang diatur dalam peraturan tenaga.



5.2.3



Mode Kegagalan Aset



Fungsi dalam bahasan kegagalan aset adalah apa yang diharapkan dari suatu aset dan bisa juga apa saja yang harus dipatuhi oleh suatu aset, seperti warna atau bentuk. Fungsi suatu aset tidak harus tepat. Dalam beberapa kasus, cukup jika kinerja suatu aset berada dalam beberapa interval, misalnya, untuk oven dalam menghasilkan suhu. Adalah dimungkinkan untuk membagi fungsi menjadi dua subkategori, yaitu, • •



Fungsi primer menjelaskan tujuan utama dari aset Fungsi sekunder menjelaskan fitur tambahan yang harus dipenuhi aset seperti warna atau aspek safety



Kegagalan fungsional adalah ketidakmampuan suatu item peralatan untuk memenuhi satu atau lebih dari fungsinya. Mode kegagalan adalah peristiwa yang menyebabkan kegagalan fungsional.



177



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Efek kegagalan adalah apa yang terjadi ketika mode kegagalan terjadi. Efeknya termasuk bukti kegagalan, safety, dan bahaya lingkungan atau efek produksi. Konsekuensi kegagalan - Konsekuensi dari semua kegagalan dapat diklasifikasikan sebagai Tersembunyi, Safety, Lingkungan, Operasional, atau Non operasional. Kegagalan potensial adalah keadaan aset yang menunjukkan bahwa kegagalan fungsional akan terjadi.



Interval P – F Kurva P – F pada Gambar 54 menunjukkan hubungan antara waktu operasi dan kondisi aset. Pada titik (A), kegagalan aset mulai terjadi. Pada titik (P), dimungkinkan untuk mendeteksi bahwa kegagalan akan terjadi. Ini disebut sebagai kegagalan potensial. Poin (F) menunjukkan waktu ketika kegagalan fungsional telah terjadi. Interval P – F adalah waktu di antara kemungkinan untuk mendeteksi bahwa kegagalan fungsional akan terjadi dan waktu manakala kegagalan tersebut diperkirakan terjadi. Interval ini juga disebut sebagai periode peringatan.



Gambar 54 Kurva P – F. Grafik menunjukkan peristiwa: A, kegagalan mulai terjadi; P, potensi kegagalan; dan F, kegagalan fungsional.



178



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



Gambar 55 Interval P – F net. Grafik menunjukkan peristiwa: A, kegagalan mulai terjadi; P, potensi kegagalan; F, kegagalan fungsional; dan Interval inspeksi ti.



Jika suatu aset diperiksa secara berkala dan kemungkinan kegagalan ditemukan, waktu yang tersisa sampai kegagalan fungsional terjadi adalah interval P – F bersih (Gambar 54Gambar 55). Ini adalah waktu terburuk yang tersedia untuk mencegah terjadinya kegagalan fungsional setelah potensi kegagalan terdeteksi.



Kegagalan Kegagalan Terkait Usia Banyak kegagalan dapat diklasifikasikan sebagai yang terkait dengan usia. Jenis kegagalan ini sering ditemukan pada peralatan mekanik dan, misalnya, karena fatigue, korosi, oksidasi, dan penguapan. Untuk bisa diklasifikasikan sebagai kegagalan terkait usia, probabilitas kegagalannya harus meningkat pada beberapa titik waktu. Peningkatan probabilitas kegagalan dapat, misalnya, konstan dalam rentang waktu atau dimulai pada usia tertentu ketika komponen biasanya aus. Kegagalan Non-Usia Seringkali kegagalan bukan karena usia tetapi karena faktor-faktor di sekitarnya seperti stres yang tidak seragam atau kesalahan penanganan yang



179



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability dapat terjadi secara acak. Untuk kegagalan ini, tidak ada titik waktu ketika kemungkinan kegagalan meningkat. Kegagalan Tersembunyi Jika kegagalan tidak diperhatikan dalam kondisi kerja normal, maka kegagalan tersebut merupakan kegagalan tersembunyi. Kegagalankegagalan ini saja seringkali merupakan masalah kecil tetapi dalam kasus beberapa kegagalan, kegagalan semacam ini dapat menjadi bencana. Kegagalan peralatan safety sering diklasifikasikan sebagai kegagalan tersembunyi dan tidak akan menjadi jelas sampai ada kegagalan lain.



Maintenance Maintenance adalah kombinasi dari semua tindakan teknis, administratif, dan manajerial selama life cycle item yang dimaksudkan untuk mempertahankan atau mengembalikannya ke keadaan di mana item yang bersangkutan terus dapat melakukan fungsi yang diperlukan. Maintenance dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara untuk menggambarkan berbagai jenis maintenance ditunjukkan pada Gambar 56.



Gambar 56 Tinjauan konsep maintenance. Keluar dari standar EN13306 (Terminologi maintenance. European standard: EN 13306:2010.).



180



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Preventive Maintenance Preventive maintenance dilakukan pada interval yang telah ditentukan atau sesuai dengan kriteria yang ditentukan dan dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan kegagalan atau degradasi fungsi suatu item. Predetermined Maintenance Maintenance yang telah ditentukan sebelumnya, atau dijadwalkan, adalah Preventive maintenance yang dilakukan sesuai dengan interval waktu yang ditentukan atau sesuai dengan jumlah unit penggunaan tetapi tanpa penyelidikan kondisi sebelumnya. Predetermined Maintenance merupakan opsi jika kegagalan terkait usia dan probabilitas waktu kegagalannya dapat ditentukan. Tergantung pada konsekuensi dari kegagalan, interval maintenance yang berbeda dapat dipilih. Jika konsekuensi dari kegagalan tidak terlalu parah dan biaya untuk task yang ditentukan sebelumnya tinggi, maka bisa dipilih untuk membiarkan interval antara task menjadi lebih lama daripada jika kegagalan fungsionalnya mengarah ke bahaya safety yang memiliki konsekuensi yang tidak dapat ditoleransi. Contoh task predetermined maintenance adalah task restorasi terjadwal dan pembuangan. Tugas-task ini melibatkan restorasi atau penggantian aset pada interval waktu yang ditentukan. Condition-Based Maintenance (CBM) Condition-Based Maintenance adalah Preventive maintenance yang didasarkan pada pemantauan kinerja dan/atau parameter dan tindakan selanjutnya. Saat berurusan dengan kegagalan yang tidak terkait usia, task CBM sering digunakan. Task CBM atau on-condition dilakukan dengan memeriksa aset untuk menentukan apakah telah terjadi potensi kegagalan. Beberapa metode yang umum termasuk penggunaan indra manusia seperti mendengarkan kebisingan yang tidak biasa atau condition monitoring aset. Task-task ini tidak membantu dalam menunda kegagalan tetapi dapat mendeteksi bahwa kegagalan akan terjadi dan dengan demikian memungkinkan untuk menghindari konsekuensi dari kegagalan. CBM dapat bersifat berkelanjutan, dijadwalkan, atau berdasarkan request. Jika CBM-nya dijadwalkan, interval untuk melakukan task CBM dapat dipilih dengan interval P – F dan net P – F sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Untuk memastikan bahwa task CBM akan mendeteksi potensi kegagalan sebelum 181



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability terjadi kegagalan fungsional, maka interval antara inspeksi harus lebih pendek dari interval P – F. Ketika kegagalan potensial terdeteksi, maka apa yang diinginkan adalah mencari waktu tambahan guna memperbaiki kesalahan sebelum kegagalan fungsional terjadi. Untuk mencapai hal ini, maka interval maintenance-nya harus dipersingkat lebih lanjut. Persamaan berikut ini menunjukkan hubungan antara interval inspeksi, interval P – F, dan interval P – F bersih. (Interval P – F) - (Interval P – F Net) = Interval inspeksi Waktu yang diperlukan setelah potensi kegagalan terdeteksi untuk bisa merencanakan dan memperbaiki aset disebut sebagai action time, waktu tindakan. Jika waktu ini dan interval P – F diketahui, maka Persamaan di atas memberi kita interval inspeksi paling lama yang diizinkan jika waktu P – F bersih dialihkan ke waktu tindakan. Corrective Maintenance Maintenance korektif dilakukan setelah kesalahannya dikenali, dan dimaksudkan untuk menempatkan item ke dalam keadaan di mana item bersangkutan dapat melakukan fungsi yang diperlukan. Maintenance korektif dapat digunakan jika tidak ada cara untuk mendeteksi atau mencegah kegagalan atau caranya tidak layak untuk dilakukan. Ini berarti bahwa asetnya dijalankan sampai terjadi kegagalan dan kemudian fungsi sistemnya dikembalikan. Tentu saja ini bisa jadi tidak selalu menjadi pilihan jika konsekuensi dari kerusakannya ternyata parah. Failure-Finding Tasks Untuk menemukan apakah kegagalan tersembunyi telah terjadi, digunakanlah task-task untuk menemukan kegagalan. Ini dilakukan dengan memeriksa apakah peralatan masih berfungsi sebagaimana mestinya. Tasktask ini misalnya dapat mencakup menyalakan dan memeriksa apakah peralatan cadangan masih berfungsi dengan baik.



182



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Redesign Redesign digunakan jika tidak ada kemungkinan untuk melakukan maintenance pada suatu aset dan probabilitas serta konsekuensi dari kegagalannya terlalu tinggi. Redesign bisa jadi menguntungkan jika maintenance-nya terlalu mahal dibandingkan dengan redesign. Redesign tidak selalu dianggap sebagai bagian dari maintenance tetapi termasuk di sini.



Condition monitoring melibatkan penggunaan teknik diagnostik dengan tujuan mendeteksi degradasi fungsi atau komponen sebelum kegagalan terjadi, dengan pandangan untuk mengambil tindakan perbaikan untuk mencegah kegagalan in-service. Contoh teknik monitoring adalah sebagai berikut: • Analisis vibrasi • Analisis oli untuk kualitas dan kontaminasi pelumas • Pemantauan suhu • Analisis akustik (suara) • Deteksi ultrasonik untuk kelemahan metalurgi • Pengujian insulasi Condition monitoring dikenal sebagai predictive maintenance karena berusaha mengidentifikasi situasi kegagalan yang akan datang dan kemudian mengambil tindakan terlebih dahulu sehingga kegagalan tidak sampai terjadi. Penghematan dalam menghindari kegagalan in-service dapat menjadi substansial ketika mempertimbangkan faktor-faktor seperti berkurangnya downtime yang tidak dijadwalkan, berkurangnya tenaga kerja, berkurangnya penggunaan suku cadang, dan pengurangan kerusakan sekunder.



183



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Manajer aset dan maintenance perlu mengetahui teknik condition monitoring yang paling sesuai dengan aset yang mereka rawat. Pekerjaan awal yang menggambarkan banyak teknik condition monitoring adalah RA Collacott, "Diagnosis Kesalahan Mekanik". Selama beberapa tahun terakhir, ada banyak kemajuan dalam teknik ini, terutama dalam hal versi alat diagnostik yang lebih murah dan lebih efektif. Gambar 57 menunjukkan daftar teknik condition monitoring dan teknik analog yang digunakan dalam diagnosis medis.



Gambar 57 Teknik condition monitoring dan persamaan medisnya



Delay time atau Interval PF Faktor penting dalam condition monitoring adalah bahwa deteksi keadaan terdegradasi harus terjadi dengan waktu yang cukup untuk memperbaiki situasi sebelum terjadi kegagalan in-service. Contohnya adalah kasus pembusukan kayu tiang listrik. Kondisi kutubnya memburuk perlahan selama periode tahun dan kondisi kutub tersebut dapat diukur dalam hal jumlah kayu baik yang tersisa pada tahap tertentu. Ada waktu untuk memeriksa kutub pada interval selama beberapa tahun dan untuk menentukan kutub mana yang perlu diganti segera. Mempertimbangkan kasus umum, Gambar 58 mengilustrasikan secara skematis deteriorasi dalam kondisi suatu item dari situasi “no fault” ke situasi di mana kondisi yang memburuk dapat dideteksi. Item dipantau pada interval



184



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability "I". “Delay time" juga dikenal sebagai Interval PF, (waktu dari Potensi ke Kegagalan aktual) adalah waktu yang diperlukan kondisi gangguan untuk memburuk menjadi kegagalan aktual. Idenya adalah untuk mengatur interval pemantauan tidak lebih dari setengah delay time, sehingga kesalahan akan terdeteksi seperti ditunjukkan Gambar 58, pada waktunya untuk tindakan perbaikan yang akan dilakukan sehingga kegagalan yang sebenarnya dapat dihindari.



Penerapan Condition Monitoring Condition monitoring bisa diterapkan pada kondisi berikut: • Degradasinya menjadi jelas, menunjukkan keberadaan mode kegagalan potensial yang memungkinkan teridentifikasinya progres kondisi kegagalan. • Pola kegagalan yang konsisten hingga memungkinkan informasi kesalahannya dapat didiagnosis secara akurat. • Interval waktu dari permulaan kegagalan potensial hingga kegagalan total (interval PF atau delay time) cukup lama untuk mengakomodasi interval pemantauan dan waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan. Interval pemantauannya biasanya diatur kurang dari setengah interval PF. • Data condition monitoring dapat dikumpulkan dengan tingkat pengulangan yang tinggi.



Gambar 58 Interval condition monitoring dan delay time



185



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



Keterbatasan Keterbatasan dari condition monitoring terjadi ketika waktu yang dibutuhkan mode kegagalan untuk berprogres dari operasi yang memuaskan ke kegagalan adalah singkat. Ini dapat terjadi pada kasus kegagalan fatigue atau kerapuhan plastik. Contoh lainnya adalah kondisi minyak atau lemak di mana degradasi dapat terjadi dengan cepat di lingkungan yang panas atau berdebu.



Efektivitas Condition Monitoring Efektivitas teknik predictive maintenance dapat dinilai dalam hal pengurangan kegagalan in-service yang dicapai. Jika kegagalan in-service masih terjadi, maka teknik pemantauan memiliki keefektifan terbatas dan bisa jadi perlu dikuatkan atau ditambah dengan tindakan lain seperti penggantian berbasis masa kerja atau usia. Pemantauan kondisi yang “berteknologi tinggi” dapat mengarah pada asumsi bahwa itu 100% efektif, padahal kenyataannya efektivitasnya bisa jadi jauh lebih rendah dari itu. yang terbaik adalah mencatat data tentang jumlah kegagalan in-service yang terjadi dengan rezim yang ada sebagai pemeriksaan terhadap efektivitas skema. Condition monitoring adalah tool diagnostik dan dapat memiliki kesalahan "Tipe 1" di mana kegagalan-baru-terjadi tidak terdeteksi dan kesalahan "Tipe 2” di mana kondisi terdegradasinya diindikasikan secara salah, atau mode kegagalan yang salah didiagnosis. Misalnya, analisis vibrasi bisa jadi tidak menunjukkan masalah yang sebenarnya tetapi dapat menyebabkan waktu terbuang di area pembongkaran di mana tidak ada kesalahan. Pemantauan kondisi sangat efektif dalam banyak situasi, asalkan kita menyadari kemungkinan keterbatasannya.



Penerapan Condition Monitoring Beberapa penerapan umumnya adalah: • Pemantauan vibrasi pada peralatan berputar. Mesin berputar ketika berjalan dengan benar memiliki tingkat vibrasi sedang pada frekuensi tertentu, lebih mirip seperti detak jantung manusia. Pola vibrasi dikenal 186



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability







• • • •



sebagai vibration signature. Variasi yang signifikan dari pola vibrasi normal dapat dideteksi oleh instrumen yang memperingatkan bahwa kegagalannya sudah dekat. Suatu tindakan kemudian dapat diambil untuk memeriksa mesin bersangkutan dan menghindari kegagalan bencana. Pemeriksaan thermografis untuk peralatan listrik dan mekanik yang menggunakan peralatan pengukur inframerah. Tool ini mendeteksi variasi dari suhu operasi normal. Sebagai contoh, tool ini dapat menunjukkan koneksi yang buruk, kehilangan isolasi, atau sirkuit terbuka dalam kasus listrik dan overheating bearing atau penyumbatan atau kebocoran di pipa atau heat exchanger dalam kasus mekanik. Pengujian ketebalan dinding pipa dan bejana tekan. Ini menggunakan alat uji ultrasonik. Analisis pelumas untuk sifat pelumas dan ketidakmurnian. Analisis cairan sirkuit panas. Analisis tren perlindungan katodik dan probe korosi.



5.2.4



Prescriptive Maintenance



Era baru muncul dalam manajemen aset dengan kemajuan teknologi. dengan kemampuan pengumpulan dan pemodelan data saat ini, kita dapat menyusun statistik usia, tingkat kegagalan, pola penggunaan, dan kondisi untuk aset apa pun. Pola dan tren dapat memandu kita dalam mengembangkan rencana maintenance yang efektif berdasarkan kondisi mesin yang sebenarnya dan bukan pada beberapa metrik statis. Sistem maintenance menjadi tidak hanya lebih efisien tetapi juga lebih strategis. Masa depan maintenance aset jelas bersifat preskriptif, dan setiap langkah menuju tujuan ini membantu perusahaan mengurangi biaya, memastikan availability dan up-time peralatan, meningkatkan reliability layanan, dan, di atas segalanya, meningkatkan safety dan kepuasan pengguna akhir. Selalu ada ruang untuk peningkatan dalam hal reliability dan masa depan masih memiliki sedikit kejutan untuk membawa praktik predictive maintenance ke tingkatan yang baru. Level baru itu adalah prescriptive maintenance. Kata ini akan menjadi lebih umum dalam beberapa tahun mendatang di industri reliability dan maintenance. Prescriptive maintenance dapat didefinisikan sebagai konsep yang tidak hanya mencakup mendeteksi penurunan value aset di masa mendatang, tetapi juga menetapkan solusi



187



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability untuk mengurangi masalah tersebut. Ada beberapa skenario yang kita jalankan di sini untuk mengetahui hasil potensial dan kemudian membuat keputusan tentang operasi dan maintenance sistem. Ini bukan hanya tentang meresepkan solusi dan menyelesaikannya. Pekerjaan itu sebenarnya lebih sulit daripada sebelumnya di sini karena kita masih membutuhkan semua data yang bisa kita dapatkan. Maka kita harus menggunakan analitik preskriptif untuk menganalisis data. Setelah itu, kita akan membutuhkan teknisi dan perencana itu untuk mengambil tindakan korektif yang diperlukan untuk mengimplementasikan solusi dari masalah yang disarankan oleh strategi prescriptive maintenance. Kita masih harus memiliki manajemen kerja, proses bisnis, dan manajemen suku cadang sebelum prescriptive maintenance-nya dijalankan. Organisasi masih akan mengalami semua tantangan dalam hal manajemen SDM. Organisasi perlu memiliki orang-orang yang terampil, melatih mereka untuk menjadi lebih baik, dan terus mengupayakan terbentuknya tim yang berpengalaman dalam organisasi. Tetapi prescriptive maintenance akan memberi kita hasil yang jauh lebih baik daripada yang bisa kita dapatkan hanya dengan melakukan PM. Ini semua dimungkinkan oleh penggunaan teknologi seperti IIOT, Big data, dan Machine learning yang mana ada kesalahpahaman tentang hal-hal ini karena banyak orang masih belum terlalu terbiasa dengan itu semua. Kita perlu membuat semua orang di pemahaman yang sama untuk bisa mendapatkan hasil yang baik. Berkatnya, kita dapat mendeteksi masalah aset kita dengan lebih awal dan lebih mudah. Ini memberi kita waktu untuk memanfaatkan sistem CMMS dengan sebaik-baiknya untuk membuat penilaian tentang kondisi aset dan kemudian merencanakan kegagalan sesuai jadwal kita sendiri. Kita jadi punya lebih banyak waktu dalam menemukan solusi untuk kegagalan dan itu adalah tujuan utama predictive maintenance juga. Ada banyak organisasi yang masih melakukan dan lebih memilih prescriptive maintenance tetapi mereka mencakup elemen dasar maintenance juga. Ketika kita bisa mendapatkan data kegagalan dan waktu kerusakan secara dini, kita dapat menganalisis datanya dengan lebih baik dan hasilnya bisa bisa diperiksa oleh teknisi dan departemen operasi. Kita perlu memiliki tim Subject Matter Expert dan Data Scientist untuk bekerja pada teknologi Big Data dan IIOT guna mendapatkan saran-saran yang dapat membantu kita 188



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability membuat kerja staf jadi jauh lebih sederhana. Proses ini tidak begitu mudah dan butuh banyak waktu untuk bisa mendapatkan hasil yang kita inginkan. Kita harus bersabar karena butuh waktu untuk bisa mulai mendapat manfaat darinya.



Memahami Apa yang Datang Setelah Predictive Maintenance Evolusi Maintenance 1.



2.



3.



Descriptive Maintenance - Ini mulai berlaku begitu mesin mengalami kerusakan. Maintenance deskriptif hanya merinci histori masalah dan menguraikan alasan di balik terjadinya masalah tersebut. Jika terjadi kerusakan serupa di masa mendatang, teknisi maintenance selalu dapat kembali dan memeriksa diagnostik untuk mengurangi mean time to repair. Preventive Maintenance - Sudah merupakan praktik lama untuk menjadwalkan maintenance di mana OEM akan menyarankan jendela maintenance. Mesin dan peralatan akan dimatikan, apakah itu benar-benar diperlukan atau tidak. Misalnya, ada mobil dengan jadwal servis yang ditentukan OEM tergantung pada jumlah kilometer dikendarai atau setelah melampaui jumlah total hari tertentu, manapun yang lebih awal. Melakukan maintenance saat tidak diperlukan adalah pemborosan. Lagi pula, banyak hal yang cenderung mengalami rusak. Selain itu, dengan produk yang semakin pintar dari hari ke hari, ini seperti metode maintenance kuno. Predictive Maintenance - Dalam dunia digital dari berbagai perangkat, maintenance telah berpindah dari Level peralatan ke Level komponen. dengan jumlah sensor yang meningkat per unit peralatan, kita kini sudah bisa menunjukkan manakah tepatnya komponen yang bermasalah. Solusi untuk mengoptimalkan kinerja sistem adalah dengan melakukan maintenance tepat waktu: memperkirakan kegagalan dengan mengukur dan mengkarakterisasi lingkungan dan kondisi parts, rakitan dan sistem secara realtime. Ini adalah target ideal dari maintenance aset - yakni perbaiki sesaat sebelum asetnya gagal.



189



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Fase berikutnya - Prescriptive Maintenance Ada beberapa tren yang mendistrupsi dunia manufakturing — terutama di bidang maintenance. Ini termasuk munculnya kekuatan utama digitalisasi (Sosial, Mobile, dan Cloud), Internet of Things, dan analitik Big Data. Sebuah studi PAC/CXP Group, disponsori oleh Wipro, menemukan bahwa produsen dan operator transportasi Eropa beralih ke Internet of Things (IoT) dan analitik prediktif untuk meningkatkan operasi dan hasil bisnis. Ketika data dan analitik dikombinasikan dengan aset, sistem, dan platform yang terhubung, hasilnya adalah kemampuan predictive maintenance yang dapat secara signifikan memengaruhi availability sumber daya dan produktivitas. Prescriptive maintenance melampaui domain Preventive maintenance, deskriptif, dan prediktif. Ini tidak hanya memanfaatkan pendekatan dan kemampuan model statistik & teknik forecast, tetapi juga memberi pengguna opsi tentang tindakan korektif yang dapat ditindaklanjuti. dengan prescriptive maintenance, perangkat yang bekerja sama dengan operator adalah partisipan yang proaktif dalam maintenance mereka sendiri. Bayangkan kala kita bisa menyesuaikan tindakan maintenance dengan cepat untuk memberikan maintenance yang tepat di mana dan kapan dibutuhkan. Namun, kita tidak bereaksi terhadap perubahan signifikan dalam kondisi peralatan (seperti PdM), tetapi sebaliknya, kita mengambil banyak sumber informasi secara real-time dari peralatan yang menggunakan Internet of Things (IoT) dan menggunakan analitik untuk menganalisis dan memahami kondisi peralatan. Hal ini memungkinkan strategi maintenance yang fleksibel di mana maintenance hanya diterapkan kapan dan di mana diperlukan. Ini hampir bisa menghilangkan Jadwal PM tradisional. Jenis maintenance ini sudah tersedia sekarang, dan itu disebut sebagai Prescriptive Maintenance. Saat ini, kita memiliki sensor canggih yang memantau banyak variabel, menutup celah informasi, menghilangkan silo data, dan mengisi repositori Big Data di cloud, di mana Artificial Intelligence (AI), Advanced Pattern Recognition (APR), Machine Learning (ML), dan analisis canggih menciptakan keajaiban pada beragam tantangan industri. Predictive maintenance (PdM) memberi kita rasa awal tentang kekuatan monitoring kondisi masing-masing mesin. dengan prescriptive maintenance 190



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability (RxM), data diasimilasi dari beragam variabel proses dan kinerja dan dijalin menjadi rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti (atau "resep”, prescription) tentang apa yang harus dilakukan, kapan melakukannya, dan bagaimana. Manfaatnya sudah jelas - data berkualitas lebih baik, deteksi masalah sebelumnya, respons yang lebih tepat waktu dan akurat, dan bisa jadi yang paling penting, jadi berkurang kebergantungan pada penangkapan pengetahuan manual.



Apa itu Prescriptive Maintenance? Ketika perubahan peralatan (data) terjadi, prescriptive maintenance tidak hanya akan menunjukkan apa dan kapan kegagalan akan terjadi, tetapi mengapa hal itu terjadi. Melangkah lebih jauh, prescriptive maintenance akan melakukan analisis dan menentukan berbagai opsi dan hasil potensial untuk mengurangi risiko apa pun terhadap operasi. Menjelang tindakan maintenance, data dan analisis akan terus terjadi, terusmenerus menyesuaikan hasil potensial dan membuat rekomendasi yang direvisi, hingga akan terus meningkatkan akurasi hasil. Setelah kegiatan maintenance selesai, mesin analitis akan terus memantau peralatan dan menentukan apakah kegiatan maintenance-nya telah efektif. Industrial of Internet Things (IIoT) akan membawa banyak manfaat seiring perkembangan dan kemajuan di tahun-tahun mendatang. Tetapi hari ini banyak perusahaan khawatir tentang kesiapan mereka dan merasa kewalahan dalam memikirkan biaya persiapan, terutama organisasi yang masih bergerak dari reaktif dan preventif ke predictive maintenance (PdM). Sekarang topiknya adalah prescriptive maintenance, di mana analitik dapat menunjukkan bahwa sebuah peralatan sedang menuju masalah dan dapat meresepkan mitigasi atau perbaikan yang berbasis kepakaran. Gagasan-gagasan ini bisa jadi luar biasa, tetapi dalam kasus ini, seperti dalam kebanyakan kasus, adalah perencanaan dan bukannya kekhawatiran yang bisa jadi penyelamat. Daripada mencoba lompatan heroik dari maintenance reaktif ke preskriptif, organisasi dan perusahaan reliability dapat melakukan banyak kegiatan hari ini untuk mempersiapkan IIoT dan untuk prescriptive maintenance sambil secara bersamaan menemukan pengurangan langsung dalam biaya maintenance dan peningkatan availability. 191



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Salah satu manfaat IIoT yang paling sering dikutip adalah eliminasi Downtime, oleh karenanya peningkatan langsung pada produksi dan profitabilitas. Tetapi manfaat hanya bisa datang ketika perusahaan menjauh dari kebiasaan lama seperti maintenance reaktif atau preventif dan siap untuk bertindak berdasarkan informasi terperinci yang mampu memprediksi kegagalan aset. Bayangkan menerima pemberitahuan bahwa suatu aset akan gagal dalam 10 hari ke depan dan membuat work order korektif untuk mengatasinya tapi akhirnya work order-nya malah terlalu berlama-lama di sistem sampai asetnya gagal! Ini terjadi pada banyak perusahaan yang menggunakan PdM. Prescriptive maintenance hanya akan dapat meningkatkan ketepatan dan frekuensi informasi saja dalam skenario ini, oleh karena itu, sampai organisasi sudah siap untuk bertindak atas informasi peringatan pada waktu yang tepat, hanya sedikit manfaat saja yang akan terwujud.



Dari Predictive Maintenance Hingga Preskriptif Awalnya, maintenance korektif berarti menunggu mesin rusak sebelum menggantinya. Metode dasar ini gagal untuk mengatasi konsekuensi kerusakan peralatan pada mesin lain, sehingga mengancam seluruh produksi. Ini akan menghasilkan biaya yang tinggi, baik dalam waktu maupun modal. Kendala manajer aset jadi meningkat dengan maintenance terjadwal, di mana perencanaan perbaikan disarankan untuk peralatan baru oleh si pemanufaktur (yaitu: ganti oli setiap tiga bulan). Tetapi planifikasi ini tidak mempertimbangkan seberapa keras setiap peralatan berfungsi selama life cyclenya dan juga seberapa lelahnya. Untuk peralatan bekas, maintenance berbasis kondisi adalah cara yang biasa, dengan seorang enjinir yang berpengalaman memeriksa mesin dan bagian-bagiannya sebelum memutuskan bagaimana harus bertindak. Dengan pengumpulan data sensor dan algoritma AI yang dapat menemukan pola dan parameter di luar kisaran dengan membandingkannya dengan data historis, predictive maintenance akan menilai kapan kemungkinan kerusakan akan terjadi, secara real-time.



192



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Predictive maintenance hanyalah sebagian dari teka-teki, dan pertanyaan tetap ada: Apa penyebab masalahnya? Apa yang perlu dilakukan? Mengapa? Menjembatani predictive maintenance dan lapisan otomatisasi, prescriptive maintenance mengubah manajemen aset: AI memberi tahu para enjinir ketika mesin membutuhkan maintenance, menentukan apa yang harus dilakukan (seperti setpoint baru seperti tekanan lebih rendah pada peralatan untuk menghindari kegagalan di masa depan) dan menjelaskan alasan yang masuk ke rekomendasi ini, sambil mengidentifikasi akar penyebab masalahnya (misalnya: karena vibrasi, parts ini perlu diganti). Memeriksa dan menganalisis status mereka, mesin yang ditenagai AI menyediakan bantuan dan menyarankan tindakan terbaik untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, seperti meminimalkan downtime aset dan biaya maintenance. Meskipun analitik yang diterapkan pada maintenance dapat menghasilkan hasil yang mengesankan, ini hanyalah permulaannya. Ketika perusahaan bertransit menuju Industry 4.0 dan mengejar transformasi digital global, akan lebih banyak data kualitatif yang dapat dihasilkan, yang kemudian akan meningkatkan ketepatan semua analitik dan membuka beragam kemungkinan baru. Untuk meningkatkan reliability, kita juga bisa merekam informasi bagian-bagian mesin, menyempurnakan kembar digital dari produksi, dan bahkan melangkah lebih jauh dengan mengintegrasikan AI dengan sistem perencanaan produksi, hingga bisa menutup putaran umpan balik antara insight dan hasil.



Apa Bedanya dengan Predictive Maintenance? Prescriptive maintenance, disingkat RxM, adalah konsep maintenance yang mengumpulkan dan menganalisis data tentang kondisi peralatan untuk menghasilkan rekomendasi khusus dan hasil yang sesuai untuk mengurangi risiko operasional. Jika Anda pernah mendengar tentang predictive maintenance, maka Anda bisa memandang prescriptive maintenance sebagai konsep yang sangat mirip dengannya. Predictive maintenance menggunakan penggunaan sensor untuk secara tepat mengumpulkan data yang menggambarkan kondisi aset dan kondisi operasional secara keseluruhan. Datanya kemudian dapat dianalisis untuk memprediksi kapan peristiwa kegagalan akan terjadi.



193



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Prescriptive maintenance membuat analisis ini jadi lebih maju dengan tidak hanya memprediksi peristiwa kegagalan, tetapi juga merekomendasikan tindakan apa yang harus diambil. Hasil potensial ketika tindakan yang direkomendasikan tersebut dilakukan kemudian dihitung dan diantisipasi. Sebagai contoh, mengingat peralatan yang beroperasi dengan suhu bantalan yang berbeda-beda, konsep prediksi akan memberi tahu kita kapan peralatan tersebut kemungkinan akan gagal mengingat profil suhunya. Metode preskriptif, di sisi lain, memberi tahu kita bahwa mengurangi kecepatan peralatan dalam jumlah tertentu dapat melipatgandakan waktu sebelum kemungkinan mengalami gagal. Sementara predictive maintenance dapat memberi tahu tentang perkiraan durasi sampai peristiwa kegagalan, prescriptive maintenance akan memungkinkan kita untuk menghitung efek dari memvariasikan kondisi operasi hingga waktu terjadinya kegagalan. Prescriptive Analytics Ketika kemampuan untuk mengumpulkan data meningkat, demikian juga kompleksitas analisis yang dapat dilakukan untuk menafsirkan informasi. Prescriptive maintenance didorong oleh apa yang dikenal sebagai analitik preskriptif. Jenis analisis ini melampaui prediksi peristiwa, untuk mengeksplorasi hasil hipotetis. Akibatnya, kita dapat menganggap analitik preskriptif sebagai tool yang memberi kita banyak skenario dan simulasi tanpa harus mengalami masing-masingnya dalam kehidupan nyata. Idenya adalah bahwa melalui analisis preskriptif, algoritma dan kecerdasan buatan akan membantu tim maintenance untuk melakukan maintenance dalam pendekatan yang lebih lengkap. Masa depan prescriptive maintenance Internet of Things (IoT) dan kemajuan teknologi jelas mempercepat kegiatan sehari-hari kita dan kegiatan maintenance tidak terkecuali mendapat manfaat darinya. Upaya untuk memasukkan kecerdasan buatan dan machine learning ke dalam program maintenance tidak lagi hanya fiksi ilmiah.



194



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Kemungkinan prescriptive maintenance tidaklah terbatas, dan terobosan padanya terus ditemukan. Kepahaman tentang kemajuan seperti itu adalah langkah pertama untuk mengajak tim menuju strategi maintenance inovatif.



5.2.5



Reliability Efficiency Optimization Centre



Sebagai perusahaan yang mengelola pembangkit-pembangkit hampir di seluruh wilayah Tanah Air, kinerja dan keandalan pembangkit selalu menjadi fokus utama dalam bisnis Indonesia Power. Hal ini demi menjamin ketersediaan pasokan energi listrik bagi masyarakat. Sebuah strategi pun telah dirumuskan Indonesia Power sejak tahun 2016 guna menjaga sekaligus meningkatkan performa pembangkit, yang diwujudkan dalam Reliability Efficiency Optimization Centre (REOC). Informasi REOC adalah sebuah sistem pemantauan dan pengendalian keandalan efisiensi pembangkit. Sistem ini berjalan sebagai Pusat Informasi dan pengendalian keandalan serta efisiensi aset pembangkit yang terintegrasi dan real time. REOC berangkat dari kebutuhan perusahaan akan adanya instrumen pengukuran yang dapat menjamin pencapaian target perusahaan dalam hal ini GO90. Disamping target GO90, Indonesia Power memiliki sebuah titik tujuan yang ingin dicapai sebagai perusahaan pembangkit dan jasa pembangkitan, yaitu terwujudnya Operation Maintenance Excellence (OME) yang menyediakan jasa O&M kelas dunia di era industri 4.0. Pengembangan REOC juga tak bisa dipisahkan dari tata nilai yang tumbuh di lingkungan perusahaan sebagai budaya perusahaan, yakni IP AKSI. Di mana, nilai Profesional dan Proaktif tercermin secara nyata melalui kehadiran operation centre. Hal strategis berikutnya yang melatarbelakangi Indonesia Power untuk menerapkan REOC adalah, bahwa, hasil pemantauan REOC akan menjadi sebuah informasi yang akan digunakan sebagai sarana untuk analisis dan pengambilan keputusan.



195



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



Adapun informasi yang tersedia meliputi informasi seputar pembangkit (plant information), Performance Management System untuk mendukung Program 5E (Enhancing & Embedding Energy Efficiency Excellent), dan Plant Operation Management. Informasi juga mencakup Reliability Centered Maintenance, Risk Based Inspection yang mendukung Outage Management, Early Warning System, serta Computerized Maintenance Management System yang menunjang Life Cycle Management (LCM) dan Life Cycle Cost Analysis (LCCA). Di sisi lain, operasi REOC juga menyentuh aspek Human capital. Implementasi REOC menjadi salah satu upaya perusahaan dalam mengembangkan expert system pembangkitan. Dalam hal ini, melalui REOC,



196



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability perusahaan menyiapkan dan meningkatkan kapabilitas keahlian personelnya yang akan mendorong peningkatan performa aset. Konsep & Fitur Konsep REOC mengusung tiga fungsi, yaitu Analyze, Advise, dan Optimize. Analyze diterjemahkan dalam kegiatan monitoring parameter pembangkit untuk mengetahui adanya penyimpangan parameter yang menyebabkan losses dan penurunan potensi produksi. Dalam Analyze, juga dilakukan koordinasi dengan Advisor untuk tindakan koreksi terhadap penyimpangan parameter. Fungsi Analyze dalam operasi REOC bertujuan untuk memonitor kinerja termal pembangkit serta mendeteksi secara dini penurunan kinerja termal pembangkit. Pada fungsi Advise, Advisor memberikan rekomendasi solusi untuk mengoreksi penyimpangan parameter sehingga kembali ke posisi optimal. Misalnya saja, rekomendasi solusi disampaikan kepada unit yang mengalami penurunan kinerja termal. Kemudian, Advisor juga berkoordinasi dengan Optimizer guna mengawasi eksekusi optimasi agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan pada fungsi Optimize, Optimizer mengeksekusi rekomendasi dengan mengatur kondisi operasional pembangkit sesuai koordinasi dengan advisor sehingga mampu meningkatkan efisiensi pembangkit. Optimizer juga memberikan feedback kepada Advisor untuk melihat efektivitas pengaturan. Dengan implementasi sistem REOC yang mengusung konsep Analyze, Advice, Optimize, setiap potensi penurunan keandalan ataupun penurunan efisiensi dapat terdeteksi secara dini sehingga dapat segera dilakukan tindakan penanganan agar terhindar dari gangguan keandalan atau penurunan efisiensi. Penerapan REOC sendiri meliputi 4 elemen yang terdiri atas Level 1 hingga Level 4. Pada setiap Level, terdapat beberapa fitur yang sudah online, seperti View DCS di Level 1. Di Level 2, fitur yang sudah online, antara lain Command Dispatch REOC, Boiler Parameter Monitoring, Generator Parameter Monitoring, Coal Fired Steam Power Plant Controlable Losses Monitoring, Mill Operation Parameter Monitoring, serta Efficiency Monitoring. Sementara, fitur Turbine



197



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Performance Monitoring masih dalam proses pengembangan (in progress). Fitur berikutnya yang sudah online adalah Intellegent Sootblower di Level 3 dan Artificial Intellegent untuk pipa boiler di Level 4. Studi Global Pengembangan REOC di Indonesia Power berlangsung secara bertahap sejak tahun 2016 lalu, yang diawali dengan kegiatan benchmark ke beberapa perusahaan listrik di kancah global, seperti Tenaga Nasional Berhad (TNB, Malaysia) dan Korea East-West Power (EWP). Kemudian, dilaksanakan studi terhadap program developer pada perusahaan kelas dunia, seperti GE, Siemens, dan MHPS. Dari hasil studi dan benchmark, REOC dibangun dengan memanfaatkan sumber daya mandiri dari insan terbaik Indonesia Power. Ketetapan ini juga didasari oleh tekad kuat untuk selalu mengembangkan kemampuan para expertise Indonesia Power. Saat ini, REOC telah sampai pada tahap implementasi. Namun, pembangunan infrastruktur dan pengembangan sistem REOC lebih lanjut masih berjalan secara paralel. Salah satu pembangunan infrastruktur REOC yang tengah berjalan setelah soft launching operasi REOC adalah pembangunan ruang REOC (full size) yang dilengkapi dengan 40 layar display untuk memonitor kondisi seluruh unit. Nantinya, ruang REOC ini akan menjadi Indonesia Power Operation Center.



5.2.6



Driver Maintenance Preskriptif REOC



Beberapa driver bisnis utama mendorong pengadopsian strategi PRx. REOC berada di ujung tombak dalam mendorong pengembangan solusi data yang komprehensif dan beragam. REOC memiliki pemrosesan end-to-end yang mempertimbangkan semua sumber data yang beragam yang dapat mempengaruhi hasil PRx. Otomatisasi: Karena REOC memungkinkan dilakukannya otomatisasi proses dengan kemampuan STP (Straight Through Processing), kita dapat berpikir secara menyeluruh untuk mendayagunakan otomatisasi PRx secara sepenuhnya. Kita bisa ambil proses manual yang biasa dilakukan, dan minta REOC mengotomatiskan proses PRx yang akan menghilangkan risiko dan biaya yang terkait dengan respons manual. Tidak ada lagi aktivitas manual di sistem! Automate dan bukan populate. Ini memungkinkan organisasi untuk 198



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability menyelesaikan secara lebih cepat dan lebih baik, yang pada akhirnya bisa menghemat uang organisasi. Ekonomi: REOC membuat organisasi jadi "berpengetahuan" tentang opsi terbaik apa yang bisa didapat dari sudut pandang ekonomi. REOC memberi tahu organisasi tentang mana-mana yang bisa mengalami gagal dan kapan gagal itu bisa terjadi. REOC akan dapat secara komprehensif memahami semua opsi untuk maintenance PRx, dan juga implikasi keuangannya dari setiap opsi. Organisasi berada di pijakan yang kuat pada penghematan ekonomis. Organisasi bisa menghemat lebih banyak dari apa yang sudah dimiliki, dan menghabiskan lebih sedikit sementara menghasilkan lebih banyak. Perubahan Tenaga Kerja: Saat pegawai senior pensiun, dan pekerja baru yang lebih muda datang, REOC memberi mereka tool pintar yang bisa membantu dalam melakukan pekerjaan. Pekerja yang bahagia dan efektif akan menghemat waktu, yang kemudian menghemat uang. Kondisi operasi: REOC dapat memantau semua kondisi operasional di lingkungan pembangkit. REOC tahu bahwa aset tidak hanya gagal dengan caranya sendiri, tetapi juga dengan cara bagaimana aset itu dioperasikan. REOC memiliki Preskriptif Analytics bawaan yang dapat mempertimbangkan semua kondisi operasional dan memastikan bahwa semua aset organisasi beroperasi pada kapasitas puncaknya. Ini akan menghasilkan uang karena organisasi hanya akan menghabiskan apa yang perlu dibelanjakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Kinerja Aset: REOC memonitor Industrial Internet of Things (IIoT). REOC memiliki keunikan dalam kemampuannya untuk menelan bertahun-tahun data operasional dan sejumlah besar data terstruktur dan tidak terstruktur yang tersebar melalui sistem pencatatan yang berbeda untuk kemudian memberikan jawaban atas pertanyaan yang bahkan organisasi tidak tahu bahwa itu bisa ditanyakan. Ini akan menghasilkan uang bagi organisasi, karena organisasi jadi tahu apa yang sepatutnya terjadi berdasarkan apa-apa yang sudah terjadi. Dengan kemampuan komunikasi IIoT yang semakin pintar setiap jamnya, aset sendiri yang akan memberi tahu kita tentang apa yang diperlukan untuk memperbaiki masalah apa pun. PRx dengan REOC secara otomatis akan 199



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability memeriksa untuk mengidentifikasi enjinir manakah yang memiliki komponen yang tepat dalam kit respons mereka untuk menyelesaikan perbaikan, dan secara otomatis akan menugaskan enjinir itu untuk pekerjaan bersangkutan. PRx dengan REOC membuat aset organisasi termanfaatkan dengan lebih baik, karena bisa mengutus orang yang tepat, pada titik yang tepat, pada saat kritis sesuai yang dibutuhkan. REOC dapat menggabungkan data terstruktur atau tidak terstruktur, seperti work-order, dan database parts, serta manual operasional dan teknis, untuk akan memberikan view PRx yang benar. Kini tidak hanya pengguna dapat memahami bahwa sesuatu akan mengalami gagal, tetapi juga diberikan opsi tentang bagaimana cara mengatasi masalahnya. Penghematan yang signifikan akan diperoleh dari adanya kemampuan untuk mengukur PRx atas opsi-opsi yang direkomendasikannya dan kemudian memilih mana yang paling hemat biaya dari yang tersedia.



200



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



5.3 Work Permit & Control



Esensi dari manajemen pemeliharaan adalah perencanaan dan pengaturan seluruh pemeliharaan tactical dan non-tactical melalui work order. Seluruh work order kemudian direncanakan untuk memastikan ketersediaan sumber daya yang ada dan dijadwalkan sesuai waktu yang tersedia. Realisasi biaya dan pekerjaan rinci yang telah selesai dilaksanakan diambil dari work order (WO) untuk keperluan analisis dan pelaporan. Proses WP&C management menekankan pada optimalisasi peran fungsi perencanaan & pengendalian pemeliharaan dalam daily planning, weekly planning, monthly planning dan annual planning untuk memastikan bahwa seluruh program kerja telah direncanakan, dijalankan, dievaluasi, dikendalikan dan ditingkatkan berdasarkan kaidah manajemen yang baik. Untuk dapat membangun budaya WP&C management secara efektif di Unit Pembangkitan, harus dipahami terlebih dahulu perihal pokok dari WP&C management, kemudian melaksanakan berdasarkan kaidah praktek terbaik (best practices). Perihal pokok dalam proses WP&C Management yang efektif adalah sebagai berikut: 1. Menjamin safety dengan melakukan identifikasi, pemilihan, perencanaan, koordinasi, dan eksekusi pekerjaan yang tepat untuk mengoptimalkan availability dan reliability dari equipment dan system.



201



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability 2. 3.



4.



Mengelola risiko terkait dengan pelaksanaan kerja. Identifikasi dampak pekerjaan terhadap unit dan kelompok kerja dan memproteksi unit dari kondisi transient yang tidak diantisipasi karena pelaksanaan kerja. Mengoptimalkan efisiensi dan efektivitas sumber daya / resources (staf, material, tool, teknologi)



Proses WP&C management harus melaksanakan hal-hal berikut: 1. Mengoptimalkan kinerja dan meningkatkan kesehatan equipment dan system. 2. Meningkatkan kinerja safety 3. Meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya melalui penggunaan sumber daya (resources) secara efisien. 4. Menyediakan perencanaan jangka panjang untuk memasukkan perubahan desain yang besar dan aktivitas perawatan predictive dan Preventive. Harus memasukkan ketetapan untuk menangani equipment yang obsolete dan manajemen asset. 5. Mengintegrasikan semua organisasi di unit dalam proses, memberikan penjelasan mengenai proses, kontribusi terhadap proses, serta pertanggungjawaban dan komitmen terhadap proses. Integral terhadap budaya ini merupakan bentuk rasa memiliki dan bertanggung jawab. 6. Menyediakan metodologi yang sesuai dalam memprioritaskan pekerjaan untuk menjamin pekerjaan pada unit secara benar dan selesai pada waktu yang tepat. 7. Menyertakan jalur umpan balik yang efektif untuk meningkatkan dan menjamin proses perbaikan secara berkelanjutan (continuous improvement). Termasuk indikator yang terukur dan berarti serta membangun budaya yang sehat untuk mendorong mempelajari hal yang pernah terjadi dan tersalurnya feedback 8. Menyediakan metodologi yang tepat untuk pendekatan bertingkat pada perencanaan dan penjadwalan sehingga menjamin kesesuaian pada setiap aktivitas di unit.



202



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



Gambar 59 Aliran Proses Dasar WPC



Output dari WP&C management adalah: • Proses bisnis yang menjelaskan setiap aspek dari fungsi perencanaan & pengendalian pekerjaan pemeliharaan, mulai dari identifikasi pekerjaan, perencanaan & penjadwalan, pelaksanaan, closing out, pemecahan masalah dan pengawasan kinerja. • Menetapkan budaya kerja yang sesuai dengan proses bisnis WP&C dalam rangka mendukung kebutuhan pemeliharaan secara keseluruhan. WPC merupakan aktivitas monitoring dan pengendalian terhadap kualitas pengelolaan aset. Dalam aktivitas ini juga dilakukan penjadwalan pelaksanaan pemeliharaan, sehingga tercapai optimasi Resources Utility (man power, tools, sparepart, cost) dan tercapai efektivitas pelaksanaan pemeliharaan (reduce time to repair, reduce labor cost, reduce opportunity loss, increase life time, increase performance dan sebagainya). Dalam aktivitas WPC beberapa indikasi yang perlu menjadi perhatian adalah: 1. Tingkat kesiapan supporting (misal: WO pending caused by material, expert dan sebagainya). 2. Tingkat kualitas pemeliharaan (misal: re-work event dan sebagainya). 3. Tingkat efektivitas perencanaan (misal: WO open caused by waiting for preparation dan sebagainya).



203



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability 4.



Tingkat improvement (misal: PM / PdM task updated, SOP updated, reengineering dan sebagainya).



Secara umum, di dalam workflow WPC meliputi proses Tactical Maintenance, Non Tactical Maintenance dan proses Improvement, dimana Tactical Maintenance terkait dengan pekerjaan pemeliharaan yang terencana (misal: Preventive maintenance, predictive maintenance, overhaul, project dan sebagainya). Proses Non Tactical Maintenance terkait dengan pekerjaan pemeliharaan yang bersifat insidentil (misal: corrective maintenance, emergency maintenance). Dalam proses Improvement dilakukan pengolahan data dari hasil pelaksanaan Tactical Maintenance maupun Non Tactical Maintenance. Output dari proses Improvement ini adalah peningkatan pelaksanaan Tactical Maintenance menjadi lebih efektif dan efisien sehingga pengelolaan asset menjadi optimal.



5.3.1



Tactical Maintenance



Tactical Maintenance merupakan kegiatan pemeliharaan yang terencana dan bersifat periodik, baik dalam bentuk PM, PdM, Overhaul (OH), Project maupun Routine Work operasi. Aspek penting untuk menerapkan Tactical Maintenance adalah Planning & Scheduling, Work Execution, Feedback & Improvement.



Planning & Scheduling Aktivitas Planning dalam Tactical Maintenance bertujuan untuk memastikan segala kebutuhan terkait pekerjaan Pemeliharaan telah disiapkan dengan baik. Aktivitas Scheduling, lebih menekankan pada penjadwalan pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan (PM, PdM, OH, Project dan Routine Work).



204



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Dalam pelaksanaan Tactical Maintenance beberapa indikator yang perlu menjadi perhatian diantaranya adalah: a. Work permit Effectiveness: rasio antara work order scheduled terhadap work order rise. b. Work Order Pending: rasio antara work order scheduled terhadap work order done.



Long Term Planning (5 Tahunan) dan Yearly Planning Aktivitas ini mencakup perencanaan pekerjaan untuk jangka waktu 5 Tahunan (RJPP) dan Tahunan (RKAP). Aktivitas ini umumnya di-drive oleh Rendal Har bersama – sama dengan Enjiniring maupun Rendal Outage.



Short Term Planning Aktivitas Short Term Planning sebenarnya lebih menekankan pada aspek scheduling dan controlling, yaitu lebih pada penjadwalan eksekusi pekerjaan dan pengendalian kesiapan pekerjaan yang akan dilaksanakan. Short Term Planning dikelompokkan ke dalam Quartely Planning, Monthly Planning, Weekly Planning dan Daily Planning 1. Quarterly Planning. Pelaksanaan Quarterly Planning dimaksudkan untuk melakukan koordinasi kesiapan tools, material, expert, team, kontrak, perijinan dan sebagainya untuk pekerjaan 3 bulan mendatang 2. Monthly Planning. Aktivitas ini lebih cenderung menekankan pada aspek pengendalian eksekusi pekerjaan yang akan dilaksanakan. 3. Weekly Planning. Aktivitas ini menekankan pada aspek load balancing agar pelaksanaan pekerjaan PM, PdM maupun corrective maintenance tidak mengalami work order backlog. 4. Daily Planning. Aktivitas tersebut menekankan pada koordinasi pelaksanaan pekerjaan yang harus dilakukan pada “hari ini”.



205



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



Work Execution 1. Routine Work Operation Aktivitas ini dilakukan oleh operator yang sedang melaksanakan dinas Shift dan secara jelas sudah dituangkan dalam Stream Operation Management. 2. Preventive Maintenance - PM Aktivitas ini dilakukan oleh kru Pemeliharaan (mesin, listrik, instrumen dan sipil) atau bisa juga dilakukan oleh pihak luar namun tetap dalam pengawasan kru Pemeliharaan (umumnya untuk PM yang sederhana seperti AC, lampu penerangan dan sebagainya). 3. Predictive Maintenance – PdM Aktivitas ini dilakukan oleh kru Enjiniring (Spesialis Teknologi) dengan tujuan untuk mendeteksi sedini mungkin terjadinya gejala kerusakan pada peralatan, melalui pengukuran secara langsung pada peralatan yang sedang beroperasi. 4. Overhaul - OH Aktivitas ini dilakukan oleh kru UPHAR (Unit Pelayanan Pemeliharaan), sesuai dengan work flow yang tertuang dalam PJB IMS. Pada prinsipnya, overhaul dikategorikan menjadi 3 (tiga) kelompok pekerjaan yaitu: a. Simple Inspection (atau nama lain sejenisnya) - Pada prinsipnya adalah melakukan “tune up” pada bagian yang cepat mengalami kerusakan / keausan b. Mean Inspection (atau nama lain sejenisnya) - Target pencapaian dalam pelaksanaan Mean Inspection adalah “tune up” pada bagian – bagian yang menimbulkan losses yang besar c. Serious Inspection (atau nama lain sejenisnya) - Pekerjaan ini dilakukan untuk mengembalikan performance unit ke kondisi semula (capacity, heat rate dan sebagainya). 5. Re-Enjiniring / Project / Modifikasi - EJ Aktivitas ini merupakan salah satu bentuk dari Pro-active Maintenance (PaM) dan dilakukan oleh kru UPHAR (Unit Pelayanan Pemeliharaan) atau oleh pihak ketiga, berupa pekerjaan dalam bentuk proyek atau modifikasi peralatan (bisa juga sub-sistem atau sistem).



206



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk mengembalikan atau menambah kinerja peralatan (bisa juga sub-sistem atau sistem). Aktivitas ini harus terencana dan tertuang dalam RJPP / RKAP. Aktivitas ini pada umumnya merupakan tindak lanjut dari Failure Defence Planning, yang dihasilkan dari proses Reliability Management (FMEA/RCFA), OEE dan Pareto Analysis.



5.3.2



Non Tactical Maintenance



Non Tactical Maintenance merupakan kegiatan pemeliharaan yang bersifat insidentil, baik dalam bentuk CR, EM maupun FLM. Aspek penting untuk menerapkan Non Tactical Maintenance adalah Fault Reporting, Work Execution, Feedback & Improvement.



Fault Reporting – Incident Log Sheet (ILS)/ Service Request (SR) Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk mengidentifikasi semua kelainan yang terjadi di area unit sehingga memudahkan bagi Planner (Rendal Har) untuk memprioritaskan pekerjaan perbaikan.



Work Execution 1. First Line Maintenance – FLM Aktivitas pemeliharaan ini dilakukan oleh operator pada saat unit atau peralatan sedang dalam kondisi beroperasi atau siaga (stand by). Aktivitas ini, terintegrasi dengan ILS/SR dan tercatat dalam SIT ELLIPSE/Maximo. Lingkup pekerjaan FLM adalah semua aktivitas pemeliharaan yang ringan atau kecil atau mudah sehingga dapat dilakukan sendiri oleh operator dengan berbekal peralatan yang sederhana (kunci Inggris, obeng, tang dan sebagainya)



207



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability 2. Corrective Maintenance – CR Aktivitas ini dilakukan oleh kru Pemeliharaan, berdasarkan work order yang di approve oleh Rendal Har. Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk memperbaiki kelainan pada peralatan yang timbul sehingga dapat kembali berfungsi sebagaimana mestinya. 3. Emergency Maintenance - EM Aktivitas dilakukan sendiri oleh Kru Pemeliharaan berdasarkan ILS/SR serta WO maintenance yang di approve oleh operator, tanpa melalui Rendal Har. Emergency Maintenance adalah aktivitas pemeliharaan yang harus segera dilakukan untuk menormalkan gangguan atau kelainan peralatan



5.3.3



Improvement



Dalam proses WPC membutuhkan feedback yang membuat proses membentuk close loop. Feedback ini berupa: information capturing (work order close out), maintenance optimalisation (opportunity) dan improvement (engineering change management). a. Information Capturing – WO Close Out WO close out merupakan bagian dari seluruh aktivitas penyelesaian work order baik PM, PdM, CR, EM, EJ maupun OH. b. Maintenance Optimalisation / Opportunity Aktivitas ini dilakukan oleh Rendal Har atau bisa juga dilakukan oleh kru Enjiniring untuk mendapatkan opportunity highlight yang berupa: maintenance cost, reliability performance, loss of opportunity maupun risk mapping. c. Engineering Change Management (ECM) Engineering Change Management dilakukan oleh kru Enjiniring sebagai tindak lanjut dari beberapa masukan. 208



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



5.3.4



IP- DIGIMONX



IP- DIGIMONX, Digitalized Mobile on Work Execution, merupakan pendukung pilar asset management Indonesia Power dalam hal work permit and control, mulai dari penunjukkan lead, teknisi, permintaan work permit dan sebagainya.



Gambar 60 IP-DigimonX di Playstore



IP-DIGIMONX merupakan add-on dalam bentuk mobile application pada CMMS Maximo (ProHAR) yang mendukung pilar Work permit and Control (WPC) pada Asset Management, khususnya saat Work Order Execution, dimulai dari penunjukan lead, teknisi, permintaan work permit, pengisian actual WO, hingga perubahan status WO menjadi WDONE. Flow/fitur pada aplikasi IP- DIGIMONX antara lain: 1. 2. 3. 4.



Pemilihan lead oleh supervisor Assign teknisi oleh lead Approval work permit bid K3 dan Operasi melalui QR Code Pengisian Actual WO meliputi foto sebelum dan sesudah pekerjaan, evaluasi jobtask, pengisian worklog, serta pengisian actual labor 209



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability 5. 6. 7.



Approval WO actual oleh bid Operasi melalui QR Code Review hasil pekerjaan oleh Supervisor Integrasi bon permintaan barang dengan aplikasi IP-ProInventory



5.4 Administrasi Suku Cadang Istilah inventaris diterapkan pada stok item-item seperti barang jadi, bahan dalam proses, bahan habis pakai, dan suku cadang yang dimiliki oleh suatu organisasi untuk menjalankan fungsi bisnisnya. Manajemen inventaris mencakup item-item yang sedang dipesan dan dikenal sebagai dues in, dan item-item yang dibutuhkan oleh pengguna tetapi belum tersedia dari toko, yang dikenal sebagai dues out, serta item-item yang secara fisik ada di persediaan pada waktu tertentu. Di area manajemen aset, item-item yang terlibat biasanya: • Bahan habis pakai seperti bahan bakar, minyak, pelumas, dan bahan kimia. • Suku cadang. • Rotables, yang merupakan item yang diganti, kemudian diperbaiki, dan dikembalikan ke toko; ini bisa termasuk peralatan komplit. • Suku cadang asuransi, yaitu item-item yang bisa jadi tidak pernah kita butuhkan tetapi yang kita pasang untuk menghindari munculnya risiko manakala tidak terpasang.



5.4.1



Tujuan Manajemen Persediaan



Tujuan utama manajemen persediaan di bidang suku cadang dan barang habis pakai adalah untuk memungkinkan terpenuhinya persyaratan availability peralatan dengan biaya keseluruhan yang minimum. Ini akan melibatkan: • Menjaga layanan kepada pengguna pada Level yang cukup tinggi • Menjaga investasi inventaris cukup rendah • Pembelian yang hemat biaya. Keseimbangan harus bisa dicapai antara faktor-faktor yang saling bertentangan ini.



210



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability Tujuan yang lebih mendasar dari manajemen persediaan adalah untuk memastikan bahwa: • Identitas stok, kuantitas, dan lokasinya diketahui; • Stoknya aman; • Itemnya tersedia dan dapat diakses manakala diperlukan; • Purchase order diproses dengan segera; • Itemnya diterima dan diperiksa secara efisien dan efektif.



5.4.2



Katalogisasi



Parts akan diidentifikasi melalui nomor part-nya dalam sistem manajemen inventaris organisasi. Karena itu diperlukan katalog item-item yang akan disimpan oleh organisasi. Sistem kodifikasi yang disepakati perlu untuk diadopsi. Pemanufaktur peralatan biasanya akan menyediakan daftar suku cadang untuk suku cadang yang akan mencakup diagram explosion suku cadang dan nomor suku cadangnya. Namun, jika ini tadi akan dimasukkan ke dalam sistem inventaris perusahaan, maka diperlukan katalog parts di sistem penomoran bagian perusahaan. Catatan komputer biasanya juga akan berisi identifikasi pemanufaktur dan nomor parts pemanufaktur. Akan dibutuhkan sumber daya untuk kegiatan katalogisasi dan untuk memelihara sistem manajemen inventaris yang terkomputerisasi.



5.4.3



Manajemen Persediaan



Diagram alir transaksi inventaris ditunjukkan pada Gambar 61. Manajemen persediaan selalu didasarkan pada sistem komputer dan akan menjadi bagian dari Informasi Manajemen Aset atau Computerized Maintenance Management System. Mengetahui status terkini dari setiap item tertentu memerlukan pemrosesan transaksi online dan sistem informasi manajemen persediaan yang komprehensif. Informasi terkini dan akurat adalah lebih berharga daripada teori mana pun. Poin-poin berikut adalah masukan improvement untuk manajemen persediaan. • Jadikan ada orang yang bertanggung jawab atas sistem manajemen inventaris. • Sediakan sistem komputer dan personel yang memadai untuk dukungan sistem. 211



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability • • • • • • • • •



Jaga keamanan, terutama dalam hal item-item yang “menarik”. Miliki sistem pengkodean dan katalog yang efektif dengan nomor parts yang unik. Pertahankan akurasi simpanan sehubungan dengan jumlah, lokasi, dan deskripsi item. Tetapkan bills of materials dan data tempat item digunakan. Pastikan work order berisi semua suku cadang dan bahan yang diperlukan untuk pekerjaan yang relevan. Tetapkan dan gunakan prosedur ketat untuk penerimaan dan pengeluaran simpanan. Miliki sistem yang memungkinkan akses 24/7 ke suku cadang untuk pekerjaan maintenance yang mendesak. Tetapkan dan gunakan prosedur yang ketat untuk reorder stok secara tepat waktu. Kelola sistem komputer sehubungan dengan perbaruan catatan persediaan dan Penyedia.



Pastikan staf mencukupi untuk mempertahankan prosedur ini semua. • Lakukan pengambilan stok secara teratur, biasanya berdasarkan siklus. • Buat catatan simpanan bisa diakses oleh pengguna. Berlakukan sistemnya di seluruh perusahaan, dan terapkan sistem transfer antar lokasi. • Tetapkan data untuk permintaan rata-rata dan untuk permintaan proyek tertentu. • Tetapkan kritikalitas dari item. Miliki sistem untuk menjaga agar informasinya senantiasa mutakhir. • Setel parameter reorder • Hilangkan dead stock. • Untuk barang yang fast moving, buat prosedur delivery yang Just In Time.



212



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



Gambar 61 Sistem inventori



5.4.4



Dependent Demand



Dependent Demand adalah permintaan yang dapat diperkirakan atau direncanakan, berdasarkan waktu dan jumlah, dari rencana produksi atau rencana maintenance terjadwal. Contohnya adalah: • Konsumsi bahan bakar, untuk armada kendaraan yang dikenal beroperasi dengan jadwal produksi atau pengiriman yang sudah jelas. • Konsumsi bahan kimia atau bahan habis pakai lainnya yang digunakan dalam sejumlah penerapan rutin atau yang direncanakan. • Suku cadang seperti busi atau bantalan rem yang digunakan dalam rencana maintenance terjadwal yang sudah jelas. • Suku cadang yang dipesan untuk perbaikan yang diketahui, atau untuk shutdown yang melibatkan penggantian komponen yang direncanakan. Jika dependent demand-nya cukup teratur, hal ini akan dapat dikelola dengan memesan jumlah yang cukup secara teratur untuk memenuhi permintaan. Variasi sesekali dari rata-ratanya akan ditangani dengan memvariasikan pesanan dan dengan menyimpan safety stock.



213



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



5.4.5



Item Independent Demand



Item independent demand adalah item yang permintaannya terjadi berdasarkan variabel, seperti suku cadang yang diperlukan untuk perbaikan kerusakan yang tidak terduga.



Item Fast Moving Untuk item permintaan independen yang fast moving, siklus khas Level stok dari pemesanan hingga pemesanan ulangnya ditampilkan secara grafis pada Gambar 62. Level stok ditampilkan secara vertikal dan waktu ditampilkan secara horizontal. Level stok setelah pengiriman sebelumnya dimulai pada beberapa nilai awal seperti yang ditunjukkan pada sumbu sebelah kiri, dan kemudian jatuh secara tidak teratur seiring waktu. Posisi stok bersih saat ini dipantau, dan ketika dia jatuh di bawah tingkat pemesanan ulang, pesanan untuk kuantitas pemesanan ulang akan ditempatkan. Kemudian ada waktu tunggu (lead time) setelah pesanan dikirim. Stoknya kemudian meningkat sejumlah kuantitas pemesanan ulang dan berikutnya siklus peristiwa yang serupa diulang. Kontrol stok dilakukan dengan menetapkan nilai yang sesuai untuk pemesanan ulang dan kuantitas pemesanan ulang.



Gambar 62 Item yang fast moving— siklus reorder



214



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



Level Reorder Level pemesanan ulang atau reorder adalah Level persediaan sehingga, ketika stok bersihnya jatuh di bawahnya, maka harus dilakukan pemesanan. Level pemesanan ulang diwakili oleh garis putus-putus horizontal pada Gambar 62. Nilai pedoman untuk tingkat pemesanan ulang adalah dua kali lipat dari permintaan rata-rata dalam waktu tunggu.



Lead Time Waktu tunggu atau lead time adalah waktu yang diambil dari saat Level netnya turun di bawah tingkat pemesanan ulang hingga itemnya tersedia untuk diterbitkan. Perkiraan waktu tunggu harus mencakup: • Waktu yang diperlukan untuk mengidentifikasi bahwa stok telah jatuh di bawah tingkat pemesanan ulang • Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pemesanan • Waktu dari Penyedia menerima pesanan pengiriman • Waktu mulai dari pengiriman hingga barang tersedia untuk pengguna, misalnya, check in dan peletakan di rak. Selama lead time, stok akan terus digunakan. Jumlah rata-rata stok yang digunakan dalam lead time dikenal sebagai permintaan lead time rata-rata, atau hanya sebagai permintaan lead time. Level pemesanan ulang harus diatur ke Level yang biasanya akan mencakup permintaan lead time, sehingga tidak sampai terjadi kehabisan stok yang sebenarnya. Namun, jika tingkat pemesanan ulangnya tinggi, berarti yang sering terjadi adalah stok yang berlebihan. Nilai pedoman untuk tingkat pemesanan ulang adalah dua kali lipat dari permintaan rata-rata dalam waktu tunggu.



Kuantitas Reorder Kuantitas pemesanan ulang adalah jumlah pemesanan. Ini biasanya merupakan kuantitas penanganan dari 1-3 bulan permintaan, dengan kemungkinan adanya pertimbangan diskon kuantitas. Namun, bahkan dengan adanya diskon, jarang ada yang memesan lebih dari suplai 1 tahun.



215



Pengoptimalan Maintenance untuk Reliability dan Availability



5.4.6



Kesalahan Inventaris



Beberapa kesalahan umum dalam pengelolaan persediaan adalah sebagai berikut. • Lokasi formal itemnya tidak ditetapkan melainkan disimpan di lokasi biasa atau yang tidak konsisten; • Lokasi barang tidak direkam; • Itemnya disimpan di banyak lokasi tanpa alasan yang jelas; • Itemnya tidak dalam sistem inventaris komputer; • Itemnya tidak dalam sistem pembelian; • Deskripsi Itemnya tidak ada atau tidak lengkap; • Deskripsi atau koding yang bervariasi untuk item yang identik; • Nomor bagian, pemanufaktur, atau nomor parts pemanufaktur tidak ditentukan; • Kondisi berbahayanya tidak ditentukan; • Parameter kontrol stok tidak ditentukan (Maks dan Min atau tingkat pemesanan ulang dan kuantitas pemesanan ulang); • Lead time untuk memasok tidak ditentukan; • Usia simpannya tidak ditentukan; • Penyedia default-nya tidak ditentukan; • Rincian pembelian terakhir atau saat ini tidak dapat diakses dengan mudah; • Perusahaan pengiriman tidak ditentukan; • Persediaan tidak dilakukan, tidak lengkap, atau tidak dicatat; dan • Item-item dikelola secara informal oleh berbagai orang. 216



Bab VI Organisasi dan Pengembangan Sumber Daya Manusia 6.1 Pengembangan Mitra Bisnis Salah satu strategi pemasaran yang dilaksanakan oleh Indonesia Power berlandaskan pada Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) adalah melakukan pengembangan pembangkit secara mandiri maupun melalui skema kemitraan strategis, baik pada lokasi baru maupun lokasi existing dengan prioritas penggunaan teknologi pembangkit yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Ada dua skema pengembangan yang akan ditempuh oleh Indonesia Power, yaitu pengembangan yang dilakukan sendiri dan pengembangan melalui anak perusahaan. Di masa mendatang, pengembangan melalui anak perusahaan akan memegang peran penting dan porsi yang besar mengingat keterbatasan PLN dalam hal pendanaan pengembangan pembangkit, sehingga Indonesia Power didorong untuk melakukan joint venture dengan perusahaan swasta, melalui PT. Putra IndoTenaga (PIT) sebagai kendaraan utama untuk mengeksekusi strategi tersebut.



Gambar 63 Vendor Gathering Indonesia Power untuk menguatkan terwujudnya Supply Chain Excellence



217



Organisasi dan Pengembangan SDM Dengan adanya kebijakan mengenai manajemen penyedia yang diatur dalam Surat Keputusan Direksi Nomor 218.K/010/IP/2018, kemitraan untuk memperoleh barang dan jasa dengan mempertimbangkan kualitas, kuantitas, harga, legalitas, waktu dan pengendalian pengadaan yang efektif dan efisien serta sesuai dengan prosedur yang berlaku, meningkat setiap tahunnya.



6.1.1



Pengadaan yang Berpusat pada Reliability



Reliability Centered Procurement adalah konsep yang mempertimbangkan reliability jangka panjang dan sustainability peralatan pada tahap pengadaan. Ini melibatkan pengambilan keputusan yang membuatnya mudah untuk selanjutnya memelihara dan mempertahankan peralatan, dan untuk memastikan bahwa peralatan itu terus dapat diandalkan baik pada awalnya maupun sepanjang hidupnya. Ini melibatkan pemberian bobot pada pemilihan peralatan yang dikenal andal dan dapat dipelihara serta dukungan logistik yang paling mudah diberikan. Dalam praktiknya, ini sering berarti memilih peralatan yang sudah tersedia di pasaran dan yang telah umum digunakan. Ini melibatkan pemeriksaan reliability dan instalasi yang memuaskan pada saat akuisisinya. Faktor kuncinya adalah kesamaan peralatan, reliability, dan penilaian rawatan, serta acceptance testing.



Kesamaan Peralatan Kesamaan peralatan dan sistem akan membantu dalam meminimalkan masalah dalam operasi dan support. Kesamaan ini memfasilitasi pencapaian standar produktivitas, reliability, dan availability yang tinggi, dengan menghindari masalah operasional dan logistik yang tidak seharusnya terjadi. Ini melibatkan penerapan prinsip-prinsip berikut: a.



b.



Tetap menggunakan peralatan dan sistem yang sifatnya umum di semua bagian organisasi. Ini akan meminimalkan keragaman dalam operasi, pelatihan, dan maintenance, mengurangi total kebutuhan suku cadang berdasarkan jenis dan jumlah; meminimalkan permintaan untuk alat, peralatan uji, berbagai pengetahuan terkait, dan memungkinkan dilakukannya kanibalisasi. Namun akan ada aspek negatif yang didapat dari pengurangan keragaman sistem ke titik minimum absolut. Yakni jika terjadi kesalahan



218



Organisasi dan Pengembangan SDM



c.



d.



yang signifikan, ini akan mempengaruhi semua item, meskipun ada argumen balasan bahwa ini berarti akan ada fokus yang cepat dalam menyelesaikan masalah. Ini juga dapat berarti bahwa penggunanya telah berkomitmen hanya pada satu Penyedia yang dapat memanfaatkan situasi ini untuk meraup keuntungan komersial. Komprominya adalah dengan menggunakan dua Penyedia, guna mencapai keseimbangan antara manfaat dari berkurangnya keanekaragaman dan tetap memfasilitasi persaingan Penyedia. Pembelian item-item yang jenisnya satu tipe kerap diterapkan di masyarakat — di mana keterampilan operasional dan maintenance-nya berikut suku cadangnya akan tersedia dan relatif murah. Pembelian item-item yang diproduksi secara lokal (jika ada), dirakit, atau didukung secara luas — keterampilan operasional dan maintenance-nya serta suku cadangnya akan tersedia dan relatif murah.



Standar Kinerja Pertimbangkan standar kinerja dalam bidang-bidang berikut: a. Kinerja fungsional b. Operabilitas c. Reliability d. Maintainability e. Dukungan logistik f. Kompatibilitas dengan, dan integrasi dengan, sistem terkait g. Faktor kesehatan, safety, dan lingkungan. Menahan pembelian politik atau prestise sebisa mungkin.



Kriteria Tes dan Evaluasi Kriteria pengujian dan evaluasi diperlukan untuk memastikan bahwa peralatan telah bekerja dengan standar yang cukup untuk memberikan kapabilitas yang diperlukan. Pada tahap pra-akuisisi, standar dan pengujian yang relevan harus ditentukan dan rencana manajemen pengujian serta evaluasinya juga harus dibuat. Idealnya, beberapa pengujian item harus dilakukan lebih awal, sehingga apresiasi realistis terhadap harapan peralatan dapat dibentuk, dan kriteria pengujian bisa ditentukan dalam fase kontrak. Peralatan biasanya ditentukan dalam standar seperti ISO, BS, DIN, atau EN.



219



Organisasi dan Pengembangan SDM



Penyedia Pilihan Prinsip-prinsip yang baru saja digariskan, khususnya mengenai kesamaan, dapat bertentangan dengan persyaratan tender terbuka. Posisi yang terkompromi dapat melibatkan penggunaan Penyedia yang lebih disukai (atau terakreditasi), yang kredensial dukungan teknis dan logistiknya telah ditetapkan sejak awal. Si Penyedia diundang untuk melakukan prakualifikasi sebagai Penyedia yang terakreditasi. Suatu panel diselenggarakan guna menentukan jangkauan dan kualitas peralatan yang dapat diberikan oleh si Penyedia, keluasan dan lokasi dukungan logistiknya, dan kemampuannya untuk bekerja dengan pengguna dalam memenuhi kebutuhan selama periode waktu tertentu. Adalah penting untuk memungkinkan munculnya pendatang baru dan menyediakan transparansi bisnis. Ketika beberapa produsen memproduksi dengan standar internasional yang telah ditetapkan, maka bisa jadi akan lebih sulit untuk membedakan antara Penyedia. Biaya life cycle memberikan dasar untuk memperhitungkan faktorfaktor di luar biaya akuisisi awal. Namun, biaya operasi dalam biaya life cycle seringkali masih kurang kuat daripada biaya modal awal. Pada akhirnya, masalah pemilihan tender masih harus diselesaikan dengan memperhitungkan kombinasi dari kinerja, biaya, analisis dukungan logistik, dan penilaian.



6.1.2



Prinsip Dasar dan Etika Pengadaan



Pengadaan di Indonesia Power didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: a.



b.



Efisien: pengadaan barang/jasa harus diusahakan untuk mendapatkan hasil yang optimal dan terbaik dalam waktu yang cepat dengan menggunakan dana dan kemampuan seminimal mungkin secara wajar dan bukan hanya didasarkan pada harga terendah. Efektif: pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.



220



Organisasi dan Pengembangan SDM c.



d.



e. f.



Kompetitif: pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat antara lain dengan tidak melakukan tindakan rekayasa tertentu yang mengakibatkan persaingan yang tidak sehat. Transparan: Semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan Barang/Jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon pengadaan barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta pengadaan barang/jasa yang berminat. Adil dan wajar: Berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon pengadaan barang/jasa yang memenuhi syarat. Akuntabel: Harus mencapai sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menjauhkan dari potensi penyalahgunaan dan penyimpangan.



Pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus mematuhi etika sebagai berikut: a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya sasaran Pengadaan Barang/Jasa; b. Bekerja secara profesional dengan menjunjung tinggi kejujuran, kemandirian dan menjaga informasi yang bersifat rahasia; c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat; d. Bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kewenangannya; e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan (conflict of interest) para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa; f. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran Keuangan Perusahaan; g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Perusahaan; dan h. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.



221



Organisasi dan Pengembangan SDM



6.1.3



Evaluasi Penyedia



Sebelum berkomitmen pada Penyedia, kaji dulu kemampuan potensial Penyedia dalam mendeliver kapabilitas yang diajukan. Ini akan melibatkan penilaian terkait kompetensi teknis dan manajerial, kelayakan finansial, rekam jejak, dan potensi masa depan. Di sini ada kecenderungan untuk bermain aman dengan memilih organisasi yang lebih besar daripada yang lebih kecil. Kompetensi Penyedia akan dilihat dalam kaitannya dengan kemampuan spesifik yang dicari. Satu Penyedia bisa jadi cocok dengan kebutuhan kita dengan baik, sedangkan Penyedia lain bisa jadi mengandalkan klaim kompetensi yang tidak meliputi area spesifik yang diperlukan oleh kebutuhan saat ini. Untuk pengadaan barang dan pekerjaan konstruksi, Indonesia Power menyaratkan agar Penyedia mempunyai pengalaman melaksanakan pekerjaan sejenis dengan paket pengadaan yang diadakan. Apabila dalam bentuk Konsorsium/Joint Operation, pengalaman tersebut harus dimiliki sekurang-kurangnya oleh salah satu anggota Konsorsium/Joint Operation baik sebagai pimpinan Konsorsium/Joint Operation maupun sebagai anggota. Apabila kemitraannya dalam bentuk pelaksana utama dan subpelaksana (sub-kontraktor/sub-konsultan), maka pengalaman subpelaksana dapat dipertimbangkan jika sub-pelaksana tersebut sejak awal proses pengadaan merupakan nominated sub-contractor/sub-consultant dan telah menyatakan mendukung penuh pelaksana utama yang bertindak sebagai Penyedia. Dalam hal Penyedia harus pabrikan atau agen tunggal, maka yang bersangkutan harus bertindak atas nama sendiri atau sebagai pimpinan Konsorsium/Joint Operation.



222



Organisasi dan Pengembangan SDM



Penilaian Kualifikasi Penilaian kualifikasi pada proses pengadaan barang/jasa di Indonesia Power dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan Penyedia antara lain dari aspek teknis, sumber daya manusia, K3 dan finansial. Penilaian kualifikasi disesuaikan dengan jenis dan lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan. Persyaratan kualifikasi Penyedia sesuai ketentuan. Penilaian kualifikasi dilakukan melalui proses prakualifikasi atau pascakualifikasi. Apabila dipandang perlu dapat meminta dapat menggunakan / meminta data informasi dari perusahaan pemeringkat (rating) untuk membantu melakukan proses penilaian kualifikasi. Terdapat dua metode penilaian kualifikasi yaitu: 1) Prakualifikasi: proses penilaian kualifikasi terhadap Penyedia sebelum menyampaikan dokumen penawaran. 2) Pascakualifikasi: penilaian kualifikasi Penyedia bersamaan dengan penyampaian Dokumen Penawaran.



Penilaian dan Pembinaan Penilaian Penyedia dilakukan baik terhadap Penyedia yang baru pertama kali maupun yang sudah beberapa kali bekerja untuk Indonesia Power, diawali pada saat Penyedia mengikuti proses pengadaan termasuk sikapnya pada saat mereka dinyatakan sebagai pemenang atau sebagai pihak yang kalah dalam proses pengadaan dan kinerjanya pada saat dalam tahap pelaksanaan pekerjaan. Pembinaan Penyedia yang dilakukan oleh Indonesia Power tidak hanya mengenai pemberian pemahaman terhadap segala ketentuan yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa di lingkungan Indonesia Power, tetapi juga dalam rangka menciptakan hubungan timbal balik yang positif antara Indonesia Power dengan Penyedia. Penilaian dari Penyedia kepada Indonesia Power diperlukan, karena hal itu akan sangat membantu terutama pada saat Perusahaan membutuhkan barang/jasa yang sangat mendesak akibat kondisi darurat yang terjadi.



223



Organisasi dan Pengembangan SDM Hal-hal yang bisa dilakukan untuk menciptakan kepercayaan dan penilaian positif kepada Indonesia Power antara lain: a. Dokumen pengadaan yang jelas, sehingga mudah dimengerti dan tidak menimbulkan pemahaman yang berbeda terhadap hak dan kewajiban masing-masing pihak; b. Sikap kesetaraan antara Penyedia dan Perusahaan; c. Pemenuhan hak-hak Penyedia sesuai ketentuan kontrak.



6.1.4



Seleksi, Uji Coba Peralatan, dan Acceptance



Tes formal haruslah diselenggarakan sebagai bagian dari proses akuisisi, baik dalam memutuskan akuisisi dan memverifikasi peralatan yang dipilih. Hasil yang diperoleh dalam penerapan rencana pengujian dan evaluasi akan membentuk tonggak penting dalam proses akuisisi selanjutnya. a.



b. c. d.



Laksanakan penilaian formal atas operasi, reliability, dan maintenance. Ini akan melibatkan penyiapan percobaan (trial) untuk memeriksa bahwa kinerja peralatannya memang sesuai dengan harapan dalam hal kriteria operasi, reliability dan rawatan (maintainability). Untuk peralatan dengan fitur desain khusus untuk penerapan di suatu organisasi, pendekatan Reliability Centered Maintenance harus diadopsi, meninjau fungsi peralatan, mode kegagalan potensial, potensi efek kegagalan termasuk efek safety dan lingkungan, dan task-task maintenance atau inspeksi terkait. Dalam menilai jenis peralatan baru, pertimbangkan (dan biaya) pelatihan dan dukungan logistik yang diperlukan. Pastikan produk dalam kondisi baik dan memenuhi spesifikasi yang diperlukan sebelum diterima. Perhatikan instalasi dan set-up, pengaturannya.



224



Organisasi dan Pengembangan SDM



6.2 Kontraktor dan Manajemen Kontrak



Peradaban didasarkan pada spesialisasi dan spesialisasi melibatkan pelimpahan pekerjaan kepada mereka yang berspesialisasi dalam jenis task tertentu. Spesialisasi memungkinkan individu atau organisasi untuk dilengkapi, dilatih, terampil, dan berpengalaman dalam berbagai task yang dipilih, dan berpotensi untuk melaksanakan task-task tersebut secara efisien dan relatif murah. Ini adalah alasan untuk melakukan alih daya atau outsourcing. Pada saat yang sama, outsourcing memperkenalkan kegiatan komunikasi, negosiasi, dan penetapan harga yang harus ditetapkan berdasarkan keunggulan spesialisasi. Outsourcing kegiatan maintenance dari utilitas dan perusahaan skala besar telah terjadi pada skala besar dalam beberapa waktu terakhir. Hingga taraf tertentu ini adalah masalah politik, karena perusahaan berskala besar punya daya tawar dari organisasi pekerjanya. Namun, perhatian kita di sini adalah terkait kepraktisan daripada sisi politik dari outsourcing. Strategi peningkatan keamanan dan jumlah pasokan energi primer non BBM dengan harga yang kompetitif tidak akan bisa tercapai kecuali Indonesia Power memiliki kekokohan dalam pengelolaan kontrak. Untuk mendukung tercapainya target kinerja operasi, yaitu keandalan, ketersediaan dan efisiensi termal pembangkit serta untuk memenuhi strategic mission Optimizing Cost Efficiency, serta dengan mempertimbangkan struktur biaya tenaga listrik maka perlu dilakukan 225



Organisasi dan Pengembangan SDM pengelolaan energi primer secara optimal. Untuk itu, Indonesia Power memastikan ketersediaan energi primer melalui kontrak jangka panjang dengan para Penyedia. Selain memastikan ketersediaan dan kecukupan, Indonesia Power juga mengupayakan diperolehnya energi primer dengan harga yang lebih kompetitif sehingga harga kalor menjadi lebih rendah. Hal ini diharapkan dapat berkontribusi dalam peningkatan merit order pembangkit sehingga dapat mendukung sustainability pembangkit dalam jangka panjang.



6.2.1



Apa yang Bisa Di-outsource-kan



Alasan dasar untuk melakukan outsourcing pekerjaan adalah memberikan layanan yang lebih murah dan/atau lebih baik daripada jika kita mencoba melakukan pekerjaan sendiri. Selain biaya, bisa jadi juga tidak praktis bagi kita untuk mencakup semua kegiatan pendukung yang diperlukan oleh bisnis kita secara internal. Namun, kita perlu memastikan bahwa ada penghematan biaya nyata yang didapat, bahwa ini ternyata tidak mengarah pada kehilangan kualitas, dan bahwa ini tidak berdampak pada biaya yang pada akhirnya lebih besar.



Kegiatan Non-core Kegiatan yang diperlukan untuk menyediakan kapabilitas organisasi dapat dibagi menjadi kegiatan inti dan non-inti. Misalnya, dalam menjalankan pembangkit listrik, pengoperasian pembangkit listrik itu sendiri dan support enjiniring langsung dapat dianggap sebagai inti, sedangkan kegiatan situs seperti: • pertamanan • pembersihan • keamanan adalah non-inti. Kegiatan non-inti adalah kandidat yang siap untuk dioutsourcing ke organisasi yang berspesialisasi dalam fungsi yang relevan, dan yang cenderung mengambil kontrak serupa dengan berbagai organisasi yang bisnis intinya dapat sangat bervariasi.



226



Organisasi dan Pengembangan SDM



Pemain Minor Pengalihdayaan ini juga masuk akal untuk kegiatan teknis di mana organisasi kita adalah pemain yang relatif kecil. Contohnya termasuk: • Perbaikan motor listrik • Analisis kondisi minyak • Maintenance pemanas, ventilasi, dan pendingin udara



Sumber Daya Beban Puncak Area umum lain untuk penggunaan sumber daya kontrak adalah dalam memenuhi puncak aktivitas, seperti personel maintenance yang diperlukan untuk pekerjaan shutdown.



6.2.2



Apa yang Bukan untuk Di-outsource -kan Kegiatan Inti



Yang terbaik adalah tidak melakukan outsourcing kegiatan yang merupakan pusat bisnis, atau di mana bisnis memiliki lebih banyak pengetahuan spesialis daripada kontraktor potensial. Adalah penting untuk memastikan bahwa calon kontraktor betul-betul mengetahui bisnis yang mereka ajukan penawaran atasnya.



Dampak pada Banyak Pelanggan Bidang lain di mana perusahaan harus berhati-hati tentang outsourcing adalah untuk fungsi yang berdampak pada banyak pelanggan. yang terbaik adalah terus mencermati kegiatan ini dan untuk dapat mengambil umpan balik dan merespons masalahnya secara efektif dan cepat.



Area Permasalahan Yang terbaik adalah tidak melakukan outsourcing kegiatan yang saat ini menyebabkan permasalahan. Selesaikan masalahnya dulu secara in-house dan kemudian pertimbangkan outsourcing setelah solusi kerja yang



227



Organisasi dan Pengembangan SDM memuaskan sudah ditemukan. Atau, jika hal ini tidak memungkinkan, lakukan outsourcing aktivitas pemecahan masalah sendiri dan pertimbangkan posisi kita setelah solusi yang terbukti telah ditemukan.



6.2.3



Manfaat Outsourcing Bisa Berkonsentrasi pada Bisnis Inti



Konsentrasi pada bisnis inti akan menguntungkan organisasi, memberikan fokus yang lebih besar pada kegiatan-kegiatan penting dan menghasilkan lebih sedikit karyawan langsung, lebih sedikit kegiatan tambahan, dan lebih sedikit hari ulang tahun untuk dirayakan.



Memperbaiki Ketidakseimbangan Tenaga Kerja Alih daya dapat memberikan peluang untuk memperbaiki ketidakseimbangan dalam angkatan kerja. Organisasi bisa jadi telah merekrut pekerja di masa lalu yang jumlah, keterampilan, dan fleksibilitasnya tidak sesuai dengan persyaratan saat ini. Pengalihdayaan memberikan kesempatan untuk meninjau posisi tenaga kerja dari basis nol. Selanjutnya, ini akan memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam memenuhi kebutuhan lingkungan bisnis yang berubah. Dari sudut pandang pekerja, alih daya dapat berarti hilangnya pekerjaan. Tetapi banyak pekerja mendapat manfaat dari mengejar kegiatan baru, dan beberapa menemukan pekerjaan terkait dengan task asli mereka, tetapi atas dasar itu, mengingat peningkatan fleksibilitas yang terlibat, memberikan manfaat bagi mereka dan juga bagi majikan asli mereka.



Mengurangi Biaya Tetap Outsourcing juga dapat memiliki manfaat memindahkan biaya tetap menjadi biaya variabel. Misalnya, maintenance dan peralatan pendukung, sekarang disediakan oleh kontraktor sebagai biaya operasi kepada agen outsourcing. Menjaga peralatan ini tetap mutakhir sekarang menjadi masalah bagi kontraktor, tetapi karena ini adalah bagian dari bisnis utama kontraktor,



228



Organisasi dan Pengembangan SDM peralatan ini kemungkinan akan dikelola dengan baik dan memberikan economies of scale.



Meninjau Praktik dan Sumber Daya Maintenance Di bidang maintenance, outsourcing menyediakan peluang untuk meninjau dan memperbarui praktik maintenance. Formalisasi kontrak dapat membuat task dan tanggung jawab definisi yang lebih jelas. Kontraktor, yang kemungkinan memiliki tanggung jawab di berbagai plant, dapat membawa penghematan - economies of scale - di seluruh fungsi maintenance. Secara paradoks, seorang manajer aset kadang-kadang lebih mudah untuk mendapatkan kinerja yang baik dari kontraktor, yang tasknya didefinisikan dengan baik dan yang kinerjanya berada di bawah pengawasan rutin, daripada mendapatkan kinerja yang sama dari grup internal.



6.2.4



Seputar Kontrak



Di dalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah “Kaidah/ aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antar para pihak berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum untuk melaksanakan suatu prestasi/obyek perjanjian”. Pengaturan umum tentang kontrak diatur dalam KUHPerdata buku III.



229



Organisasi dan Pengembangan SDM Pengadaan Barang/ jasa antara antara perorangan/ badan hukum dengan perorangan/badan hukum, diatur secara umum dalam KUH Perdata, tetapi tidak diatur secara khusus. Dalam hal terjadi kesepakatan antara para pihak untuk melakukan pengadaan barang/ jasa, harus sesuai dengan persyaratan perjanjian sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian/kontrak dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Adanya kaidah hukum Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidahkaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat. 2. Subjek hukum Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang. 3. Adanya Prestasi Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut: memberikan sesuatu; berbuat sesuatu; tidak berbuat sesuatu. 4. Kata sepakat Di dalam Pasal 1320 KUHPer ditentukan empat syarat sahnya perjanjian seperti dimaksud di atas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.



230



Organisasi dan Pengembangan SDM 5. Akibat hukum Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Pengertian perjanjian sebagai kesepakatan yang dibuat oleh para pihak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Adapun pengertian kontrak tidak disebut secara tegas dalam literatur hukum. Kontrak lebih merupakan istilah yang digunakan dalam perikatan-perikatan bisnis disamping MoU dan LoI, yang pemakaian istilahnya bersifat khusus untuk perikatan bisnis. Kontrak yang dibuat dalam hubungan bisnis memiliki sifat yang tidak berbeda dengan perjanjian, yaitu ikatan yang memiliki akibat hukum.



6.2.5



Jenis Kontrak Secara Umum



Buruh Saja Buruh dipekerjakan dan bekerja sesuai arahan staf in-house. Waktu dan Material Waktu yang diperlukan dan material yang digunakan dicatat dan dibayar dengan harga yang disepakati. Kontraktor tidak memiliki motivasi khusus untuk bersikap ekonomis, tetapi ini tidak berarti bahwa ia akan boros. Survei dan Quote Kontraktor memperkirakan pekerjaan yang diperlukan dan kemudian mengquote harga untuk melakukannya. Akan ada pemeriksaan oleh pakar teknis atas nama agen outsourcing. Seringkali kontraktor yang sama kemudian melanjutkan untuk melaksanakan pekerjaan. Paket Kerja Tenaga kerja, alat, dan suku cadang disediakan untuk melakukan pekerjaan yang ditentukan. Contoh: Kontrak bangunan; Inspeksi dan maintenance rutin sistem safety kebakaran. Lump Sum Kontraktor setuju untuk memelihara sistem sebagai imbalan atas jumlah uang yang disepakati. Rincian kebijakan maintenance diserahkan kepada kontraktor. Standar tingkat layanannya didefinisikan.



231



Organisasi dan Pengembangan SDM Berbasis Kinerja Mirip dengan Lump Sum kecuali bahwa pembayaran disesuaikan (naik atau turun) sesuai dengan standar kinerja yang disepakati, seperti: • Availability plant, • Waktu respons terhadap kegagalan, • Kemampuan patuh jadwal, dan • Turnaround untuk rotable. Ini cocok untuk situasi di mana kriteria kinerjanya dapat dengan mudah ditentukan. Ini umumnya adalah jenis kontrak yang disukai untuk situasi operasional. Aliansi Pemilik proyek dan kontraktor bekerja secara terpadu untuk mencapai hasil target. Jenis kontrak ini bisa jadi diperlukan untuk proyek yang melibatkan pengembangan teknologi dan/atau integrasi sistem. Agen outsourcing dan kontraktor penting untuk menyepakati: • Hasil target proyek, • Insentif komersial, dan • Hak kekayaan intelektual. Konflik dapat dengan mudah muncul dalam bidang-bidang ini dan diperlukan itikad baik kooperatif untuk mencapai keberhasilan. Risikonya cenderung kembali ke pihak yang melakukan outsource — berhati-hatilah dengan ini.



Fitur Kontrak Beberapa fitur umum dari kontrak outsourcing adalah sebagai berikut:  Kriteria kinerja  Level layanan  Insentif, bonus untuk kinerja yang baik, dan penalti untuk kinerja yang buruk  Availability peralatan atau layanan berdasarkan waktu dan durasi  Keamanan  Hak akses  Peningkatan berkelanjutan — dan bermitra untuk improvement:  Kepemilikan kekayaan intelektual  Asuransi  Opsi pemutusan kontrak, prosedur, dan serah terima  Kepemilikan peralatan yang digunakan



232



Organisasi dan Pengembangan SDM  Kontraktor utama tetap bertanggung jawab atas subkontraktor, namun, kewajiban kesehatan dan safety tidak dapat dikontrakkan. Kontrak harus memungkinkan kontraktor mencukupi dana untuk mengcover biaya, memberikan keuntungan yang wajar, dan memungkinkan untuk kontinjensi. Sifat dan jangkauan layanannya harus didefinisikan dengan baik, dan juga tingkat kinerjanya. Pertimbangkan kontrak untuk memotong rumput dan memangkas tepian tanaman. Tingkat kinerjanya harus menyatakan seberapa tinggi rumput dalam rentang wilayah! Pilihan frekuensi memotong adalah menjadi urusan si kontraktor, asalkan kisaran ketinggian potongnya bisa dipertahankan, dan dapat bervariasi sesuai cuaca. Beberapa detail lebih jauh perlu disusun, misalnya, siapa yang bertanggung jawab untuk membersihkan halaman dari sampah, dan aturan apa yang mengatur pembuangan sampah di wilayah itu. Masalah tanggap darurat dicakup dalam beberapa kontrak. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan termasuk yang berikut:  berbagai situasi yang akan dibahas, definisi keadaan darurat,  periode yang dicakup,  sifat respons,  waktu untuk merespons,  aturan biaya yang dapat diterima untuk menangani keadaan darurat, dan  perkecualiannya



Batasan Risiko pada Outsourcing • • • • • • •



Kontraktor harus memiliki keterampilan dan kompetensi manajemen yang diperlukan. Mengatasi sumber masalah potensial pada tahap kontrak. Bersiaplah untuk tetap dengan solusi yang bersifat in-sourced, atau kembali ke in-sourcing jika perlu, terutama untuk mencakup tasktask yang mendesak, mesin kritikal, atau layanan kritikal. Jaga hubungan dengan karyawan yang terpengaruh. Gunakan lebih dari satu kontraktor. Pertahankan kontrak dengan panjang yang sedang. Gunakan kontrak berbasis kinerja.



233



Organisasi dan Pengembangan SDM •











• •



Jadikan kontrak memungkinkan organisasi untuk bereaksi terhadap keadaan darurat dengan mendanai lembur, sumber daya tambahan, atau arahan sumber daya khusus terhadap keadaan darurat yang ada. Kontraktor utama bertanggung jawab atas subkontraktornya. Namun, ketika masalah terjadi, kontraktor masih akan menyalahkan subkontraktor. Maka dianjurkan untuk melibatkan subkontraktor dalam rapat dan memastikan bahwa pendapat mereka betul-betul didengar dan bahwa mereka adalah pihak yang menerima semua informasi yang diperlukan, tanpa membiarkan kontraktor utamanya melewatkan risiko. Buat dan pertahankan kekuatan in-house dalam hal: o Teknisi yang sangat terampil — dengan jumlah minimal dan lalu menjaganya o Manajemen Aset o Spesialis dalam hal teknis o Negosiator kontrak o Manajer kontrak dan auditor kinerja o Sumber daya dukungan pelanggan Diperlukan perencanaan suksesi untuk semua hal di atas Kita usahakan kontraktor bisa mendapatkan untung yang masuk akal, kalau tidak dia akan gulung tikar dan kita jadi direpotkan dalam mengurus masalah yang timbul darinya.



234



Organisasi dan Pengembangan SDM



6.2.6



Poin Penting pada Perancangan Kontrak



Pada dasarnya kontrak yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undangundang yang membuatnya. Oleh karena itu, untuk merancang suatu kontrak diperlukan ketelitian dan kecermatan dari para pihak, baik pihak kreditur maupun debitur, pihak investor maupun pihak yang bersangkutan, perancang kontrak maupun notaris. Namun dalam kenyataannya, dalam pembuatan kontrak tidak ditentukan format tertentu karena dalam undang-undang tidak ada yang mengaturnya secara tegas. Kontrak yang dibuat secara tertulis yang memang telah diperintahkan berdasarkan undang-undang dengan ancaman bahwa kontrak tersebut tidak mengikat jika tidak dibuat secara tertulis, atau biasa disebut dengan perjanjian formal, biasanya sudah ada format tertentu yang telah disiapkan oleh notaris kalau kontrak tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris. Tetapi perjanjian tersebut bukan merupakan perjanjian formal, dalam arti tidak diwajibkan oleh undang-undang untuk dibuat secara tertulis, kontrak semacam inilah yang biasanya dirundingkan secara langsung oleh para pihak. Namun ada pula yang dibuat dalam bentuk perjanjian kontrak atau kontrak standar. Karena tidak ada ketentuan undang-undang yang mengatur tentang format kontrak maka dalam membuat kontrak, hal yang paling penting yang harus diperhatikan oleh para pihak adalah syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yang pada intinya mengatur tentang: 235



Organisasi dan Pengembangan SDM 1. 2. 3. 4. 5.



Kesepakatan para pihak, Kecakapan (termasuk juga kewenangan) para pihak; Hal atau objek tertentu; dan Kausa atau sebab yang halal. Selain syarat sahnya perjanjian, hal yang penting yang harus diperhatikan oleh para pihak adalah unsur-unsur perjanjian, yakni unsur esensialia, unsur aksidentalia, dan unsur naturalia. 6. Unsur esensialia; dalam perjanjian ini sangat terkait dengan syarat hal tertentu dalam perjanjian, karena unsur esensialia merupakan unsur pokok yang harus ada dalam suatu perjanjian. Misalnya unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah adanya barang yang sudah ditentukan atau dapat ditentukan dan adanya harga barang. Sedangkan klausulklausul lainnya yang bukan merupakan hal pokok dalam kontrak itulah yang disebut unsur aksidentalia. 7. Unsur aksidentalia; biasanya baru akan ada jika diperjanjikan oleh para pihak, termasuk di dalamnya cara pembayaran, tempat pembayaran, tempat dan cara penyerahan, dan lain-lain. Apabila tidak dicantumkan oleh para pihak, pengaturannya diatur dalam undang-undang yang biasa disebut unsur naturalia. 8. Unsur naturalia; merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam perjanjian, dalam arti apabila para pihak tidak mengaturnya, maka pengaturannya diatur dalam undang-undang. Dalam sumber lain disebutkan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh para pihak yang akan mengadakan dan membuat kontrak adalah: 1) Kemampuan hukum para pihak Kemampuan para pihak yaitu kesapakatan dan kemampuan para pihak untuk mengadakan dan membuat kontrak. Dalam KUHPerdata ditentukan bahwa orang yang bercakap atau mampu untuk melawan hukum adalah orang yang telah dewasa, yakni mereka yang telah berumur 21 tahun atau pernah menikah. Orang di bawah umur atau di bawah pengampuan tidak wenang membuat kontrak, sehingga apabila mereka membuat dan menandatangani kontrak dengan orang yang sudah dewasa maka kontrak tersebut dapat memintakan pembatalan kepada pengadilan.



236



Organisasi dan Pengembangan SDM 2) Perpajakan Pada dasarnya di dalam setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak mengandung kewajiban untuk membayar pajak pada negara, baik itu PPh, BPHTB, dan bea materai. Pengenaan pajak ini disesuaikan dengan objek kontrak. 3) Alas hak yang sah Yang dimaksud dengan alas hak adalah peristiwa hukum yang merupakan dasar penyerahan barang, seperti tukar menukar, jual beli, dan sebagainya. Alas hak yang sah ini berkaitan dengan cara seseorang memperoleh atau menguasai suatu benda dengan cara yang sah. Sehingga sebelum disetujui kontrak para pihak harus memperhatikan objek kontraknya, apakah objek kontrak tersebut milik yang sah dari para pihak atau tidak. 4) Masalah keagrariaan Perancang kontrak juga harus memperhatikan masalah-masalah yang berkenaan dengan hukum agraria, apabila objek kontrak atau perjanjian berupa tanah atau semacamnya. 5) Pilihan hukum Dalam suatu kontrak yang berlaku secara internasional, pilihan hukum menjadi sangat penting dalam perancangan kontrak. Pilihan hukum ini berkaitan dengan hukum apakah yang akan digunakan. Apabila terjadi sengketa antara para pihak. 6) Penyelesaian sengketa Perjanjian tidak selalu dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, dalam setiap kontrak perlu dimasukkan klausul mengenai sengketa apabila salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi). 7) Pengakhiran kontrak Dalam Pasal 1266 KUHPerdata ditentukan bahwa: “Tiap-tiap pihak yang akan mengakhiri kontrak harus dengan keputusan pengadilan yang mempunyai yurisdiksi atas kontrak.” Ketentuan ini bertujuan melindungi pihak yang lemah.



237



Organisasi dan Pengembangan SDM 8) Bentuk perjanjian standar Perjanjian standar atau biasa disebut dengan standard contract adalah perjanjian yang ditentukan oleh satu pihak dan dituangkan dalam bentuk formulir.



6.2.7



Etika Dalam Pengadaan Barang/Jasa



Secara umum, seluruh pihak yang mengikuti kegiatan pengadaan barang/ jasa secara elektronik (e-Procurement) di PT. Indonesia Power dan tunduk pada peraturan‐peraturan di lingkungan PT. Indonesia Power serta peraturan perundang‐undangan yang berlaku. Penyedia menyatakan komitmennya untuk tidak akan melakukan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dengan oknum karyawan PT. Indonesia Power atau sesama Penyedia dalam proses pengadaan barang / jasa di lingkungan Indonesia Power. Dalam prosesnya, para penyedia barang/jasa bagi Indonesia Power diharuskan untuk menyampaikan informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan serta melaksanakan tugas secara bersih, transparan, dan profesional dalam arti akan mengerahkan segala kemampuan dan sumber daya secara optimal untuk memberikan hasil kerja terbaik mulai dari penyiapan penawaran, pelaksanaan, dan penyelesaian pekerjaan/ pengiriman barang; Hubungan Indonesia Power dengan Penyedia didasarkan pada prinsipprinsip praktik usaha yang sah, efisien dan wajar (fair) sesuai dengan prinsipprinsip Good Corporate Governance (GCG). Untuk itu, sebagai bentuk komitmen penerapan GCG dalam pengadaan barang dan jasa, Indonesia Power mewajibkan Penyedia untuk menandatangani Pakta Integritas dalam



238



Organisasi dan Pengembangan SDM kaitannya dengan pengadaan barang dan jasa. Hal ini ditujukan agar seluruh proses bisnis dan operasional dapat berjalan secara obyektif dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses pengambilan keputusan dilakukan dengan obyektif, menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder manapun, dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak. Pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa harus mematuhi etika sebagai berikut: 1.



2. 3. 4. 5.



6. 7.



8.



Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya sasaran Pengadaan Barang/Jasa; Bekerja secara profesional dengan menjunjung tinggi kejujuran, kemandirian dan menjaga informasi yang bersifat rahasia; Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat; Bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kewenangannya; Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan (conflict of interest) para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa; Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran Keuangan Perusahaan; Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Perusahaan; dan Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.



239



Organisasi dan Pengembangan SDM



6.3 Pengembangan SDM 6.3.1



Tantangan Penguatan SDM Indonesia Power



Tumbuhnya pembangkit-pembangkit baru, baik milik PLN maupun swasta merupakan peluang bagi Indonesia Power untuk mengembangkan bisnis jasa O&M. Bahkan dalam jangka panjang, ketika supply listrik telah terpenuhi seluruhnya, maka bisnis yang tetap akan berjalan adalah bisnis Jasa O&M. Sebagai Perusahaan yang memiliki pengalaman dalam mengoperasikan pembangkit, hal ini sangat menunjang dalam pengembangan bisnis Indonesia Power ke arah bisnis O&M. Ke depan, Perusahaan akan menyasar proyek-proyek pemeliharaan yang padat teknologi, baik di dalam maupun luar negeri. Sedangkan untuk layanan jasa operasi dan pemeliharaan akan dilakukan dengan memaksimalkan peran anak perusahaan. Selain itu, untuk menangkap peluang bisnis lainnya, Indonesia Power juga akan mengembangkan bisnis Maintenance, Repair dan Overhaul (MRO) serta Power Generation Technical Services yang memanfaatkan O&M expertise. Pengembangan bisnis MRO ini akan dilakukan melalui joint operation, penyertaan atau akuisisi perusahaan jasa repair shop. Ini semua sangat membutuhkan keberadaan SDM yang memiliki kompetensi memadai. Untuk ini, maka Indonesia Power membidik penguatan kapabilitas organisasi melalui Human capital Excellence (HCE) yang digambarkan dengan tiga indikator, yaitu: kesiapan sumber daya manusia (Human capital



240



Organisasi dan Pengembangan SDM Readiness atau HCR), kesiapan organisasi (Organization Capital Readiness atau OCR), dan produktivitas pegawai. Strategi ini sangat dibutuhkan sebagai pendukung utama dalam menjalankan strategi lainnya. HCR menunjukkan kecukupan jumlah, komposisi dan kompetensi/keahlian/ spesialisasi sumber daya manusia untuk menjalankan proses bisnis yang kritikal terhadap keberhasilan strategi, sedangkan OCR menunjukkan kemampuan organisasi dalam menggerakkan dan mempertahankan perubahan yang dibutuhkan untuk menjalankan strategi Perusahaan. Sebagai representasi dari pengelolaan human capital yang baik, strategi ini diukur melalui pencapaian produktivitas pegawai. Indonesia Power meyakini bahwa SDM yang andal dan mumpuni mampu memberikan kontribusi penting bagi kesinambungan dan perjalanan bisnis Perusahaan ke depan. Keyakinan tersebut berdasarkan pada pandangan bahwa SDM yang memiliki kapasitas yang baik merupakan kunci bagi keberhasilan Perusahaan untuk mewujudkan visi dan misi, rencana jangka panjang, serta kinerja yang berkelanjutan. Karena itu, manajemen Indonesia Power memberi perhatian yang sangat besar terhadap pengelolaan dan pengembangan kompetensi karyawan agar mampu bersaing di tengah kompetisi bisnis yang semakin ketat. Perhatian pada SDM tersebut dimulai sejak rekrutmen, pengelolaan, hingga usai pengabdian. Untuk mendapatkan pegawai yang memiliki kualifikasi baik (qualified), Indonesia Power menggelar proses rekrutmen yang dilakukan secara terbuka. dengan cara tersebut, Indonesia Power dapat menyeleksi caloncalon pegawai yang tepat untuk mengisi fungsi-fungsi yang dibutuhkan sampai dengan proses diklat persiapan atau yang disebut on the job training (OJT). Untuk meningkatkan daya saing dan menjalankan misi Perusahaan, maka dilakukanlah penguatan atas kompetensi inti yang dimiliki saat ini dan pengembangan kompetensi inti ke depan sebagaimana yang dinyatakan Perusahaan yaitu Operasi dan Pemeliharaan Pembangkit dan Pengembangan Pembangkit. Kompetensi inti tersebut meliputi tata kelola pembangkit (metode), tools, maupun knowledge.



241



Organisasi dan Pengembangan SDM



Gambar 64 Peresmian IP Academy berbasis digital: Virtual Classroom, Virtual Reality, Gamification, Micro Learning, dan REOC Simulator



Kompetensi adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sistem manajemen aset harus menetapkan persyaratan kompetensi untuk personel yang terlibat dalam manajemen aset. Persyaratan kompetensi akan berdampak pada perekrutan, pelatihan, dan promosi orang di bidang manajemen aset. Manajemen aset membutuhkan kompetensi yang sesuai dengan persyaratan untuk pengetahuan, keterampilan, pengalaman, perilaku, sikap, dan atribut yang terkait dengan manajemen aset. Rentang pengetahuan yang diperlukan akan melibatkan pemahaman tentang bidang teknis bisnis, kebutuhan komersial bisnis, rangkaian teknik manajemen aset yang relevan, keterampilan dalam menyatukan rencana dan proyek, dan dalam menyajikan pandangan yang seimbang dari semua aspek suatu masalah sebagai dasar untuk pengembangan kasus bisnis dan pengambilan keputusan. Kemampuan untuk bekerja dalam tim dan untuk berbagi, membentuk, dan mengintegrasikan pendapat dengan logika dan data objektif adalah penting. Anggota kelompok manajemen aset umumnya akan diambil dari bidang teknis, operasional, dan layanan dan akan menjadi orang-orang dengan



242



Organisasi dan Pengembangan SDM pengalaman dan kompetensi substansial dalam peran mereka sebelumnya. Anggota dalam peran spesialis seperti keuangan, hukum, dan teknik akan menggabungkan pengetahuan spesialis mereka dengan landasan menyeluruh dalam lingkungan teknis dan operasional organisasi. Secara umum, strategi Indonesia Power untuk meningkatkan kompetensi pegawai adalah:  Mengembangkan program Agen Perubahan sebagai pemimpin yang mendorong dan memfasilitasi proses transformasi yang dilaksanakan Indonesia Power terutama untuk tata kelola perusahaan yang baik;  Program rekrutmen pendidikan, pelatihan dan sertifikasi untuk memenuhi kebutuhan pegawai yang terampil dan memiliki keahlian yang terampil dan memiliki keahlian Evaluasi keterikatan pegawai dengan Survei Human Resource Satisfaction & Engagement sebagai dasar untuk mengembangkan pegawai termasuk di dalamnya tentang kepemimpinan dan tata kelola perusahaan yang baik;  Memiliki tenaga-tenaga ahli yang kompeten untuk mendukung Perusahaan dalam membangun O&M Excellence dan Bussiness Development Excellence yang tergabung dalam Community of Expertise (Comet-IP) dengan adanya sertifikasi expertise dari Level 4 sampai 8.



6.3.2



Kompetensi Manajemen Aset pada ISO 55001



ISO 55001 berisi persyaratan bagi organisasi untuk memastikan bahwa mereka: ▪ Memahami kompetensi yang diperlukan dari individu yang terlibat dalam mengelola aset dan secara berkala meninjau dan memperbaruinya ▪ Pastikan bahwa individu-individu tersebut memiliki kompetensi yang diperlukan ▪ Memahami setiap kesenjangan kompetensi yang ada, dan memiliki rencana dan proses untuk menjembatani kesenjangan tersebut, dan ▪ Menyimpan catatan yang memadai untuk menunjukkan bahwa kompetensi yang diperlukan telah dimiliki.



243



Organisasi dan Pengembangan SDM Ini adalah persyaratan yang cukup umum, dan tidak memberikan banyak panduan tentang bagaimana cara memastikan bahwa ini telah terpenuhi. Kita akan mengisi celah itu melalui kerangka kerja berikut yang bisa memberikan panduan mengenai kompetensi yang dibutuhkan.



Gambar 65 Kerangka kompetensi pada ISO 55001



Langkah-langkah kunci dalam setiap proses ini harus dipetakan menggunakan teknik pemetaan proses bisnis standar, dan untuk setiap langkah ini, harus ditentukan siapa yang bertanggung jawab (Responsible) untuk melakukan kegiatan, siapa yang bertanggung jawab (Accountable) untuk memastikan bahwa hal itu dilakukan, siapa yang perlu dikonsultasikan (Consulted) sebagai bagian dari kegiatan, dan siapa yang harus diberitahu (Informed) atas hasilnya. Ini biasanya dilakukan dalam grafik RACI. Melakukan hal ini kemudian akan memungkinkan kita untuk menggabungkan semua aktivitas Manajemen Aset yang dilakukan oleh setiap peran atau posisi, yang kemudian memudahkan kita dalam mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan oleh masing-masing peran agar berhasil dalam melakukan aktivitas itu.



244



Organisasi dan Pengembangan SDM



Apa Kompetensi Manajemen Aset yang Diperlukan? Jika kita mencari titik awal untuk membantu kita mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan untuk setiap peran, ada dua sumber yang mungkin. yang pertama adalah Kerangka Kompetensi Institute of Asset Management (IAM). Awalnya dikembangkan untuk menyelaraskan dengan persyaratan PAS 55, kerangka ini diperbarui setelah rilis ISO 55001: 2014 untuk memastikan bahwa kerangkanya sudah sejalan dengan terminologi yang terkandung dalam dokumen itu. Kerangka kerja ini didasarkan pada sekitar tujuh "peran" Manajemen Aset kunci, khususnya: 1. Pengembangan kebijakan 2. Pengembangan strategi 3. Perencanaan manajemen aset 4. Penerapan rencana manajemen aset 5. Pengembangan kapabilitas manajemen aset 6. Manajemen risiko dan peningkatan kinerja 7. Manajemen pengetahuan aset Kerangka kerja ini kemudian menetapkan satu atau lebih "unit kompetensi" untuk setiap peran. Ada 27 unit kompetensi secara total, dan ini memiliki judul seperti: ▪ Kembangkan strategi AM ▪ Buat dan akuisisi aset ▪ Dll. Masing-masing unit kompetensi ini kemudian dipecah menjadi 153 elemen kompetensi yang memberikan panduan lebih rinci, dan memiliki judul seperti: • Kembangkan strategi kunci untuk keseluruhan sistem, portofolio aset, dan/atau kelompok aset yang mendukung tujuan dan sasaran strategis • Kembangkan spesifikasi desain (aset) untuk mencapai persyaratan pelanggan, bisnis, dan life cycle yang optimal



245



Organisasi dan Pengembangan SDM Karena persyaratan kompetensi IAM ini masih cukup umum (dan, sampai batas tertentu demikian juga kompetensi Council AM), maka penting juga untuk mengidentifikasi elemen-elemen kompetensi lain yang bisa jadi spesifik untuk industri atau organisasi kita dan memastikan bahwa ini juga terdaftar. Beberapa elemen kompetensi ini bisa jadi diperlukan untuk memastikan kepatuhan dengan undang-undang atau peraturan yang diberlakukan secara eksternal. Sebagai contoh di banyak industri, posisi tertentu memegang peran wajib hukum dan petahana mereka diharuskan memiliki kualifikasi tertentu, telah memiliki pengalaman khusus dan/atau telah lulus ujian khusus untuk memenuhi persyaratan hukum tersebut. Selain itu, kita dapat memilih untuk menentukan tingkat kompetensi yang diperlukan untuk setiap peran dalam organisasi kita. Tingkatan kompetensi setiap elemen peran diilustrasikan di bawah ini:



Gambar 66 Gambaran kompetensi untuk setiap elemen peran



Misalnya dalam kaitannya dengan pengembangan rencana Manajemen Aset, untuk beberapa peran, semua yang diperlukan adalah bahwa mereka memiliki pemahaman dasar tentang apa yang diperlukan dalam Rencana Manajemen Aset dan apa yang digunakan untuk Rencana Manajemen Aset sehingga mereka dapat mengontribusikan informasi yang berarti untuk dimasukkan dalam rencana itu. Peran lain haruslah Kompeten sehingga 246



Organisasi dan Pengembangan SDM mereka dapat mengembangkan rencana, sementara yang lain harus Mahir atau Pakar agar mereka dapat memodifikasi dan memperbaiki templat yang digunakan untuk mendokumentasikan Rencana Manajemen Aset. Jadi kita dapat melihat bahwa mengembangkan pandangan komprehensif dari semua kompetensi yang diperlukan untuk Manajemen Aset yang efektif tidaklah selalu merupakan task yang sederhana atau langsung. Pada titik ini, kita bahkan bisa jadi mempertimbangkan bahwa ini akan menjadi task yang sangat kompleks dan memakan waktu. Tapi ini tidak perlu menjadi masalah. Seperti halnya semua keputusan yang berkaitan dengan Manajemen Aset, dalam menentukan ruang lingkup dan tingkat detail yang terkait dengan pemetaan kompetensi untuk peran, kita harus mempertimbangkan: ▪











Risiko - apa risiko terhadap bisnis jika peran/posisi/kegiatan tertentu dilakukan oleh orang yang tidak kompeten? Fokuslah pada pendefinisian kompetensi yang dibutuhkan untuk peran dan aktivitas yang mewakili tingkat risiko terbesar. Manfaat - apa manfaat potensial bagi bisnis jika peran/posisi/kegiatan tertentu dilakukan oleh orang-orang yang sangat kompeten? Fokuslah pada pendefinisian kompetensi yang dibutuhkan untuk peran dan aktivitas yang dapat memberikan peluang terbesar untuk keuntungan bisnis. Biaya - berapa lama waktu yang dibutuhkan dan berapa biayanya untuk mengidentifikasi persyaratan kompetensi dan menilai tingkat kompetensi saat ini untuk peran/posisi/kegiatan ini. Lakukan pekerjaan ini hanya jika risiko dan/atau manfaat lebih besar daripada biayanya.



Namun, terlepas dari tingkat detail yang kita tuju dalam memetakan peran hingga kompetensi, kita harus dapat memberi justifikasi mengapa kita memilih untuk menuju ke tingkatan detail dalam hal tiga pertimbangan di atas. Mengidentifikasi dan memetakan kompetensi adalah task yang banyak dikenal oleh para profesional Pembelajaran (Learning) dan Pengembangan (Development), dan kemungkinan mereka akan memimpin dalam bidang ini dalam organisasi. Namun, mereka kemungkinan besar akan membutuhkan bantuan dari para profesional Manajemen Aset yang terampil dan



247



Organisasi dan Pengembangan SDM berkualifikasi untuk memastikan bahwa semua kompetensi Manajemen Aset yang diperlukan telah dicatat dan didokumentasikan dengan baik. Namun, semua ini hanya memastikan bahwa kita memahami kompetensi yang harus kita miliki di organisasi. Ini tidaklah membahas pertanyaan tentang bagaimana kita menilai apakah kompetensi tersebut benar-benar ada.



Menilai Kompetensi Manajemen Aset Pada titik ini, adalah penting untuk memastikan bahwa kita memahami apa yang dimaksud dengan istilah "kompetensi". Kompetensi dapat didefinisikan sebagai "kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan sukses atau efisien". dengan kata lain, kompetensi hanya dapat ditunjukkan dengan benar-benar melakukan sesuatu. Menghadiri kursus dan memahami teori dan konsep tidak selalu membuat kita kompeten - kita hanya kompeten ketika kita tahu bagaimana caranya, dan dapat menunjukkan bahwa kita dapat, menerapkan konsep dan prinsip ini dalam praktik nyata. Jadi menghadiri kursus dan lulus ujian teoretis, meskipun itu mungkin merupakan prasyarat yang diperlukan pada jalur menuju kompetensi, tapi tidak dengan sendirinya mengartikan bahwa seseorang telah kompeten. Misalnya, hanya karena seseorang telah lulus ujian teoretis untuk SIM, tidak berarti dia sudah tahu cara mengendarai mobil.



248



Organisasi dan Pengembangan SDM Kompetensi dapat dianggap memiliki empat dimensi berikut: ▪ Keterampilan Tugas - kapasitas untuk melakukan task dengan standar yang disyaratkan; ▪ Keterampilan Manajemen Task - kemampuan untuk merencanakan dan mengintegrasikan sejumlah task yang berbeda dan mencapai hasil kerja; ▪ Keterampilan Manajemen Kontinjensi - kemampuan untuk menanggapi penyimpangan, gangguan dan kejadian tak terduga lainnya; dan ▪ Keterampilan Lingkungan Pekerjaan/Peran - kapasitas untuk menangani tanggung jawab dan harapan lingkungan kerja, termasuk bekerja dengan orang lain. Karena itu, adalah penting ketika menilai kompetensi bahwa keempat dimensi ini dinilai. Dalam hal poin-poin pertama di atas, menunjukkan bahwa kompetensi memerlukan pencapaian standar tolok ukur yang disepakati dalam melakukan task. Karena itu, adalah penting agar standar ini didokumentasikan, sejauh mungkin. Beberapa organisasi besar telah menetapkan standar mereka sendiri untuk kinerja task tertentu. Dalam kasus lain, kita bisa jadi perlu mengandalkan standar yang telah ditetapkan sebagai bagian dari kursus pelatihan atau kualifikasi yang diakui. Sayangnya standar kompetensi IAM tidak secara eksplisit menentukan tingkat kinerja yang diharapkan. Untuk menilai kompetensi, organisasi perlu mengumpulkan eviden dan membuat penilaian apakah kompetensinya memang telah dicapai. Buktinya dapat mengambil beberapa bentuk: ▪ Langsung, misalnya: o Pengamatan kinerja di tempat kerja, o Pertanyaan lisan o Peragaan keterampilan khusus ▪ Tidak langsung, misalnya: o Penyelesaian tes atau ujian tertulis o Review/penilaian dari pekerjaan sebelumnya yang dilakukan o Pencapaian kualifikasi/sertifikasi yang diberikan secara eksternal 249



Organisasi dan Pengembangan SDM ▪



Tambahan, misalnya: o Referensi dari majikan sebelumnya o Laporan dari Pengawas o Buku harian/buku log kerja o Contoh laporan atau buku kerja



Untuk memenuhi persyaratan ISO 55001, suatu organisasi perlu menentukan apa dan berapa banyak bukti yang diperlukan untuk membuat penilaian. Namun dalam membuat keputusan ini, kita harus mempertimbangkan empat "aturan" eviden berikut (lihat halaman 24 Pedoman untuk menilai kompetensi dalam VET) Evidennya harus: ▪ Valid o Ini terkait dengan unit kompetensi yang dinilai o Ini mempertimbangkan keempat dimensi kompetensi (yaitu keterampilan task, keterampilan manajemen task, keterampilan manajemen kontingensi dan keterampilan lingkungan kerja/peran yang dibahas di atas) ▪ Mencukupi o Ini memberikan bukti yang cukup untuk dapat menilai kompetensi secara memadai ▪ Terbaru o Cukup baru untuk menunjukkan bahwa keterampilan dan pengetahuannya masih dapat diterapkan ▪ Autentik o Harus dibuktikan bahwa karya yang disodorkan sebagai bukti adalah betul-betul milik individu bersangkutan Setelah persyaratan eviden telah ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah mengembangkan dan melaksanakan rencana pengumpulan eviden yang relevan, termasuk, jika diperlukan, penilaian kinerja pekerjaan di tempat kerja.



250



Organisasi dan Pengembangan SDM



Mengidentifikasi dan Menjembatani Kesenjangan Kompetensi Manajemen Aset Setelah tingkat kompetensi Manajemen Aset saat ini telah diidentifikasi, ini dapat dibandingkan dengan kompetensi dan tingkat kompetensi yang diperlukan dari posisi tersebut. Tindakan yang tepat kemudian dapat direncanakan dan diambil untuk menjembatani setiap kesenjangan yang diidentifikasi. Ini biasanya akan dilakukan melalui proses Sumber Daya Manusia standar untuk Perencanaan Pengembangan Pribadi, dan dapat menggabungkan kombinasi kehadiran di pelatihan, penyampaian pelatihan dan coaching satu-satu, atau kegiatan pengembangan pribadi lainnya.



Manajemen Kompetensi dan Sistem Perekaman Akhirnya, untuk manajemen kompetensi yang efektif, harus manajemen kompetensi dan sistem pencatatan ada untuk memastikan bahwa kompetensi tenaga kerjanya telah memadai untuk memungkinkan organisasi mencapai tujuan manajemen asetnya (dan keseluruhan tujuan organisasi). Sistem ini harus mencakup proses untuk: ▪



















▪ ▪



Memastikan bahwa uraian posisinya up-to-date, dan bahwa peran dan tanggung jawab untuk setiap posisi telah dijelaskan secara akurat Memastikan bahwa kompetensi yang diperlukan untuk setiap posisi/peran telah dijelaskan dan ditinjau serta diperbarui secara berkala. Menilai/meng-assess tingkat kompetensi saat ini (sehubungan dengan peran pekerjaan mereka) dari setiap individu yang terlibat dengan Manajemen Aset Memastikan bahwa kompetensi yang saat ini dimiliki oleh semua individu direkam secara akurat bersama dengan setiap pelatihan yang diterima Perencanaan dan penyampaian program untuk menjembatani kesenjangan yang diidentifikasi dalam kompetensi, termasuk mengidentifikasi atau merancang dan merencanakan program pendidikan, kursus pelatihan dan kegiatan pengembangan lainnya. Rekrutmen orang yang kompeten Perencanaan karier untuk individu kunci 251



Organisasi dan Pengembangan SDM ▪ ▪



Perencanaan suksesi untuk posisi/peran penting Secara berkala meninjau dan terus menguatkan semua elemen di atas



6.4 Operator Asset Care



6.4.1



Mengapa Melatih Operator Tentang Maintenance



Di beberapa fasilitas, dampak potensial yang dimiliki departemen operasi terhadap kesehatan peralatan plant diminimalkan, karena kurangnya pemahaman tentang value tugas para operator. Misalnya, dalam beberapa kasus, operator hanya ditunjuk sebagai "pemutar valve" atau "pembaca meteran." Fasilitas yang tidak menegakkan program pelatihan ketat yang mengharuskan operator untuk memahami secara menyeluruh aspek peralatan yang menjadi task mereka, “chemistry” di balik apa yang mereka lakukan dan bagaimana kekuatan eksternal dapat memengaruhi proses fasilitas, akan berpotensi mengalami kegagalan dalam mengoptimalkan dan memaksimalkan efisiensi. Akibatnya, kinerja keseluruhan plant akan terkena dampak negatifnya. Di fasilitas itu, operator tidak didorong atau diminta untuk memahami proses kompleks yang mereka ditugaskan atasnya untuk menjaga dan mengendalikan peralatan atau aset. Praktik ini menghasilkan inefisiensi proses, downtime dan risiko yang lebih tinggi untuk masalah safety. 252



Organisasi dan Pengembangan SDM Departemen operasi harus memastikan bahwa personel mereka telah dilatih untuk memecahkan masalah dengan cepat dan memperbaiki masalahnya sebelum jadi lepas kendali. Misalnya, jika suatu masalah mengharuskan operator untuk “memanggil” orang lain untuk memulai task korektif, kemungkinan resolusi cepatnya tipis jika operatornya tidak dilatih atau dipandu untuk dapat dengan cepat mengidentifikasi situasi ini, dan melakukan tindakan yang efektif dan tepat waktu Meskipun beberapa kegiatan maintenance memerlukan pelatihan ruang kelas formal, banyak task rutin yang dapat diajarkan kepada operator peralatan secara internal menggunakan manual instruksi plant dan para subject-matter expert secara in-house. Operator maintenance seringkali menjadi sumber daya yang kurang dimanfaatkan untuk operator lintaspelatihan, dan pelatihan di tempat kerja (atau OTJ) adalah metode transfer pengetahuan terbaik. Operator plant memainkan peran penting dalam fasilitas proses produksi. Anggota tim ini mengawasi peralatan, aset, dan personel yang diperlukan untuk menjalankan fasilitas kimia, petrokimia atau penyulingan yang sukses. Operator memelihara dan mencatat pembacaan dan pengukuran instrumentasi kontrol peralatan dan instrumentasi untuk memastikan tingkat kinerja dan produksi yang optimal, sementara juga menjadwalkan dan mengoordinasikan upaya maintenance yang diperlukan. Pada akhirnya, tujuan operator adalah untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, dan keamanan produk instalasi, sambil mematuhi persyaratan peraturan yang berlaku. Mengenali dampak dari operator driven reliability (ODR) pada operasi fasilitas secara keseluruhan tidak dapat diabaikan. Operator yang berpengalaman dan/atau terlatih dengan baik dapat menilai dan mengelola aspek reliability aset dan sistem. Di sisi lain, operator yang tidak berpengalaman dan tidak terlatih biasanya berjuang dalam mengelola kinerja plant. Degradasi reliability aset, karena kesenjangan dalam dukungan kepemimpinan, pemanfaatan teknologi, dan kompetensi karyawan, biasanya mengarah pada konsekuensi ekonomi, safety, dan lingkungan yang signifikan, yang ini semua tidak diinginkan.



253



Organisasi dan Pengembangan SDM Kegiatan maintenance operator memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan orang-orang yang bekerja dengan peralatan secara rutin dan menjadikan operator berminat dan bertanggungjawab pada reliability peralatan. Tugas maintenance operator juga membebaskan craftspeople maintenance untuk maintenance yang lebih proaktif (mis., Preventive maintenance dan prediktif). Namun, sebelum mereka dapat mempelajari task-task yang lebih khusus, operator ini perlu dilatih untuk bisa membersihkan dan memeriksa peralatan dan melakukan task-task maintenance dasar seperti mengencangkan pengencang. Mereka juga perlu tahu kapan harus mencari bantuan jika ada task yang muncul di luar kemampuan mereka. Melibatkan operator dan craftspeople maintenance dalam mengembangkan strategi manajemen aset dapat membantu organisasi mengidentifikasi peluang untuk melatih operator dalam melakukan maintenance.



Gambar 67 Kegiatan Assessment Kompetensi Operation & Maintenance Excellence (AKOME) ke IV yang dihadiri perwakilan seluruh unit Indonesia Power sebagai wadah berbagi ilmu.



254



Organisasi dan Pengembangan SDM



Operator Adalah Garis Pertahanan Pertama Operator adalah mata dan telinganya plant. Oleh karena itu, operator perlu diposisikan secara optimal untuk menyelesaikan masalah sebelum masalahnya meningkat dan menjadi bencana besar. Sebagai bagian dari operator driven reliability, operator harus dapat mendeteksi peralatan dan memproses ketidaknormalan, karena operator tidak hanya mengendalikan proses, tetapi juga menyediakan pengawasan utama pada pengoperasian peralatan. Misalnya, ketika melakukan studi Reliability Centered Maintenance (RCM), personel operasi biasanya ditugaskan sebagian besar ke task mitigasi risiko, karena mereka biasa mengamati peralatan setiap hari dan, kemungkinan besar akan menjadi orang pertama yang bisa mengenali awal masalah sebelum kegagalan bencana terjadi. Personel operasi yang terlatih memiliki kemampuan untuk beroperasi lebih aman, lebih baik dan lebih cepat, dan karenanya memiliki nilai yang signifikan bagi fasilitas. Selain pelatihan proses, penting juga bahwa fasilitas menyediakan pelatihan instrument & electrical (I&E) mekanis dan fundamental yang relevan atas area yang ditugaskan pada operator. Pelatihan ini memungkinkan operator untuk sepenuhnya memahami cara kerja peralatan. dengan pengetahuan ini, mereka akan lebih mengenali perubahan dalam suara, suhu, vibrasi, output dan variabel lainnya, yang dapat memfasilitasi deteksi dini degradasi dan kegagalan yang tertunda, dan memulai intervensi proaktif. Operator juga dapat mengontrol atau menghilangkan penyebab eksternal, seringkali dalam hal kegagalan acak (misalnya kondisi minyak, operating envelopes, dll.) yang bisa yang secara signifikan dapat meningkatkan availability peralatan secara keseluruhan dan juga usia ekonomisnya. Deteksi dini melalui pengawasan operator yang terfokus (mis. getaran yang berlebihan, panas yang berlebih, dll.), dapat membantu meminimalkan biaya perbaikan dan memungkinkan intervensi untuk mengurangi atau menghindari kerugian produksi. Misalnya, setelah memulai pembacaan vibrasi genggam mingguan oleh operator di satu fasilitas, seorang operator menemukan ada pembacaan di luar jangkauan, yang memicu respons langsung dengan menghubungi tim rotating equipment. Setelah lebih jauh menilai kondisi peralatan, tim rotating equipment menentukan bahwa pompanya harus diganti dengan pompa standby sesegera mungkin. dengan menukar peralatan tadi, fasilitas dapat menghindari kerugian yang



255



Organisasi dan Pengembangan SDM diperkirakan Rp 1.250.000.000, termasuk tujuh hari downtime untuk melakukan perbaikan. Selain itu, operator konsol memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan proses sambil memantau beberapa variabel pada Sistem Kontrol Proses (mis. DCS, PLC, SCADA). Operator konsol diharapkan untuk memaksimalkan efisiensi dan output, kerap bekerja dengan operator luar untuk mencapai tujuan ini (yaitu membandingkan titik operasi dengan indikator luar lokal guna memverifikasi keakuratannya, membandingkan hasil sampel lab dengan pengukuran sampel penganalisis GC real-time dan membuat penyesuaian peralatan luar, dll.). Operator konsol memiliki kemampuan untuk membuat tren data yang akan membantu mengidentifikasi segala penurunan kinerja peralatan. Tandatanda degradasi dapat diidentifikasi melalui posisi valve kontrol, laju aliran feed, laju output aliran produk, suhu, tekanan, dan verifikasi komposisi produk untuk memenuhi spesifikasi yang diperlukan melalui penganalisa lapangan.



Keandalan Garis Depan Operator adalah yang paling dekat dengan peralatan proses dan tahu kapan peralatan itu berjalan dalam mode stabil. Karena mereka berada di garis depan, mereka berada pada posisi terbaik untuk mengidentifikasi dan menangani bahaya. Dalam memperagakan task pembersihan, craftspeople maintenance mengajari operator bagaimana cara memeriksa peralatannya. Inspeksi yang dipimpin operator dimaksudkan untuk mengidentifikasi gejalagejala kegagalan peralatan dengan peringatan tingkat lanjut yang cukup sehingga teknisi maintenance dapat memecahkan masalah secara efektif dan mengambil tindakan yang sesuai. Kriteria pada lembar inspeksi, atau prosedur, membantu operator mengidentifikasi mode kegagalan cukup awal untuk memungkinkan mereka menyelesaikan masalah secara sendiri atau merencanakan dan menjadwalkan tindakan korektif untuk craftspeople maintenance yang lebih berkualitas untuk melakukannya sebelum kegagalan peralatan mempengaruhi value stream perusahaan. Semakin dini operator dapat mendeteksi gejala - apakah menggunakan alat pemantauan online atau dengan menggunakan indera penglihatannya, pendengaran, penciuman, dan sentuhan - semakin banyak waktu bagi 256



Organisasi dan Pengembangan SDM organisasi untuk merencanakan dan melaksanakan perbaikan. Dalam beberapa kasus, adalah tindakan sederhana yang dapat menyelesaikan penyebab kesulitan. Seperti ditunjukkan dalam bagan alur di bawah ini, inspeksi operator menambahkan lapisan perlindungan terhadap kegagalan peralatan, tetapi keterampilan ini perlu dikembangkan. Craftspeople maintenance adalah personil yang paling tepat untuk melatih operator untuk melakukan task maintenance.



Elimininasi dan Mitigasi Hazard Craftspeople maintenance, equipment manufacturers (OEM), dan personel reliability engineering (RE) semuanya dapat terlibat dalam pelatihan operator untuk mengidentifikasi kondisi peralatan yang merugikan dan gejala distress-nya. Ini dapat dilakukan melalui pembersihan dan inspeksi peralatan dan diperkuat dengan single-point lessons (atau SPL). Sekali lagi, operator berada dalam posisi optimal untuk merespons tanda-tanda peringatan peralatan awal, tetapi mereka perlu tahu apa yang harus dicari dan bagaimana meresponsnya. Mereka perlu memperoleh keterampilan maintenance dasar untuk mengembalikan peralatan ke kondisi yang dapat dioperasikan atau menjaga agar efek kegagalannya tidak menyebar. Near miss dan tindakan resolusi reliability harus diinfokan pada pertemuan tim.



Analisis Root Cause Enjinir reliability harus melatih operator untuk mengumpulkan bukti kritis ketika peralatan mengalami gagal dan untuk melakukan analisis "5 Mengapa" sederhana untuk pemecahan masalah sehari-hari. Saat membersihkan peralatan, operator juga memeriksanya dan mencari sumber kontaminasi, puing-puing, dan kebocoran. Craftspeople maintenance dapat membantu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah operator dalam mengidentifikasi sumber kontaminasi dan kebocoran spesifik. RootCause Analysis (RCA) merupakan hal mendasar bagi upaya kerjasama dalam mencapai reliability kelas dunia, dan diperlukan pelatihan di beberapa bidang untuk ini.



257



Organisasi dan Pengembangan SDM



Keterampilan Perawatan Minimum Untuk Operator Operator harus terampil dalam kegiatan maintenance dasar karena operator adalah garis pertahanan pertama dalam menjaga mesin tetap online. Jika operator memahami maintenance apa yang diperlukan untuk suatu aset, ia akan memahami value kinerja aset itu dan apa yang diharapkan dari aset itu. Secara alami, mereka yang paling cocok untuk melatih operator untuk kegiatan reliability di garis depan adalah craftspeople maintenance yang memiliki pengalaman paling banyak dalam mengerjakan aset tertentu. 1. Keandalan Garis Depan: Memberdayakan operator untuk lebih proaktif, mandiri, dan responsif terhadap masalah dengan melakukan task garis depan seperti pembersihan, pelumasan, penyesuaian, inspeksi, dan perbaikan cepat. Craftspeople maintenance melatih operator melalui pelatihan di tempat kerja. o



o o o



o



Membersihkan peralatan: Mengungkapkan masalah tersembunyi dan membantu reliability; menjaga kebersihan dan melakukan sanitasi rutin. Pelumasan: Operator dilatih untuk melakukan task pelumasan dasar. Penyesuaian: Operator dilatih untuk membuat penyesuaian khusus untuk peralatan. Inspeksi: Inspeksi peralatan memungkinkan operator untuk menjadi mata dan telinga maintenance dengan mengidentifikasi cacat sejak dini. Perbaikan cepat: Operator menyelesaikan masalah sejak dini menggunakan keterampilan maintenance dasar. Pelatihan memberikan panduan teknis dan pengalaman langsung untuk mendukung peralatan yang dikembalikan dengan cepat ke service.



2. Identifikasi Hazard Melalui inspeksi, operator dan teknisi pemeliharaan mengidentifikasi cacat atau kondisi yang merugikan. 3. RCA: Alasan untuk menemukan penyebab utama adalah untuk mengatasi masalah di sumbernya sehingga tidak sampai terjadi lagi.



258



Organisasi dan Pengembangan SDM 4. Resolusi Permasalahan: Eliminasi cacat pada sumbernya, melalui RCA, dan meminimalkan dampak peristiwa yang tidak direncanakan. Operator menyelesaikan masalah sendiri atau memasukkan work request ke CMMS. 5. Manajemen Visual Kontrol visual pada pengukur, Level, meter, dan pipa memungkinkan transformasi cepat di lapangan. Operator dan teknisi dapat dengan cepat menentukan apakah peralatannya masih berjalan dengan benar, memecahkan masalah, dan mendiagnosis masalah. Dashboard operator memudahkan pekerja di semua shift untuk mempertahankan fokus pada reliability garis depan. 6. Pekerjaan standar: Pekerjaan standar berlaku untuk setiap kegiatan, task, atau tindakan yang akan berulang secara berkala. Pekerjaan terstandarisasi meminimalkan variabilitas dalam pelaksanaan dan bisa mencegah kerusakan peralatan. Fokusnya adalah untuk menstabilkan proses, prosedur, dan praktik yang secara langsung memengaruhi reliability operasi produksi dan aset fisik.



Melatih Operator untuk Melakukan Maintenance Dasar Pelatihan dapat disampaikan melalui pelatihan di ruang kelas dan on-the-job training (OJT) dan diperkuat dengan menggunakan single-point lessons (SPL). SPL adalah metode pelatihan satu-subjek, satu-lembar yang dipersiapkan oleh personel teknik reliability atau departemen tertentu dan yang berfokus pada aset tertentu. Topiknya dapat mencakup fungsi mesin, pembersihan, pelumasan, metode dan kriteria untuk inspeksi, perbaikan cepat, dan safety. Pada setiap kesempatan, jelaskan SPL kepada operator dan dorong penggunaannya. Pelatihan personil di plant untuk memanfaatkan teknologi predictive maintenance secara efektif akan membutuhkan pelatihan di ruang kelas. Namun, sebagian besar keterampilan yang diperlukan untuk reliability garis depan akan paling baik bila diajarkan melalui OJT dan learning by doing. Single-point lessons menyediakan wahana untuk belajar tentang kecacatan atau kegagalan peralatan tertentu serta pemulihannya yang cepat ke service.



259



Organisasi dan Pengembangan SDM



Kontrol Visual Kontrol visual membantu operator untuk dengan segera mengenali standar kerja dan informasi penting lainnya serta penyimpangan dari standar bersangkutan. Ini dapat diajarkan kepada operator melalui OJT yang diperkuat dengan SPL. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi atau standar yang tepat yang itu sedekat mungkin dengan tindakan di lapangan. Contoh kontrol visual meliputi: o Pengencang torqued match-marking o Menandai Level reservoir dan tangki (tinggi dan rendah) o Menandai gauges dengan rentang operasi normal o Menandai arah aliran perpipaan o Konten kode-warna dalam perpipaan dan vessel o Menandai arah rotasi pada drive dan peralatan yang digerakkan o Indikator untuk mengidentifikasi kapan filternya perlu diganti o Memberi label setiap titik pelumasan dan kode-warna untuk mengidentifikasi pelumasan



Rencana Kerja Rencana kerja untuk maintenance dan inspeksi peralatan rutin harus ditulis dengan kualitas yang sama dengan maintenance. Rencana kerja didokumentasikan dan data apa pun yang dikumpulkan dapat menjadi tren. Lingkaran umpan baliknya disertakan dalam rencana kerja untuk peningkatan berkelanjutan. Prosedur inspeksi operator harus mencakup tindakan korektif sederhana yang dapat diselesaikan operator selama melakukan inspeksi bersama dengan tugas-tugas identifikasi mode kegagalan. Operator dapat menulis rencana kerja saat mereka menjalankan task. Berikan mereka pelatihan, banyak contoh dan juga templat. Inspeksi yang dipimpin operator dimaksudkan untuk mengidentifikasi gejala kegagalan peralatan dengan peringatan dini yang cukup bahwa teknisi maintenance dapat memecahkan masalahnya secara efektif dan mengambil tindakan yang sesuai. Kriteria pada lembar inspeksi atau prosedur akan membantu operator dalam mengidentifikasi mode kegagalan cukup awal pada kurva PF untuk memungkinkan pemecahan masalah yang berhasil, perencanaan dan penjadwalan tindakan korektif sebelum kegagalan peralatan berdampak pada value stream.



260



Bab VII Pengoptimalan Asset Life Cycle 7.1 Manajemen Life Cycle Aset



7.1.1



Life Cycle Aset



Life Cycle aset adalah serangkaian tahapan yang terlibat dalam pengelolaan aset. Ini dimulai dengan tahap perencanaan ketika kebutuhan untuk suatu aset diidentifikasi dan terus berlanjut sampai ke akhir masa pakainya. Life Cycle aset dapat dilacak dengan cara yang berbeda dan umumnya dipantau dalam beberapa cara di setiap perusahaan, meskipun ini bukanlah proses yang diformalkan. Pentingnya setiap life cycle aset tertentu ditentukan oleh sejumlah faktor, termasuk seberapa mahal asetnya bilamana diganti, betapa pentingnya hal itu bagi bisnis atau perusahaan, dan bagi reliability keseluruhan aset yang jadi soroton. Ketika maintenance diabaikan, perusahaan harus berjuang dengan kerusakan yang sifatnya tak terduga, penundaan yang lama, dan maintenance darurat. Ketika di-maintain dengan baik, life cycle aset dapat membuat proses maintenance dan pengelolaan asetnya jadi jauh lebih mudah bagi semua pihak yang berkepentingan. Akhirnya, setiap siklus akan bervariasi, tergantung pada aset yang dimaksud. Sebagai contoh, satu set tool kunci-pas komprehensif akan memiliki life cycle 261



Pengoptimalan Asset Life Cycle aset yang sangat berbeda dari seperangkat mesin yang memiliki lifespan relatif lebih pendek. Namun, tahapan life cycle-nya tetap sama, tidak peduli diterapkan di mana, dan prinsip yang sama juga dapat diterapkan pada sebagian besar aset. Pendekatan Life Cycle Management (LCM) yang komprehensif memastikan bahwa proses yang digunakan di seluruh proyek sudah konsisten, dan bahwa ada pembagian dan koordinasi yang efektif terkait sumber daya, informasi dan teknologi. Semua life cycle dalam suatu sistem harus dipertimbangkan, yang merentang mulai dari konsepsi gagasan hingga akhirannya di seantero sistem. Dalam lingkungan industri proses, LCM mendefinisikan proses untuk memperoleh dan memasok produk dan layanan sistem yang dikonfigurasikan dari komponen sistem perangkat keras dan manusia. Selain itu, LCM memberikan penilaian dan improvement life cycle.



Berbagai Tahapan Siklus Kehidupan Aset Setiap aset memiliki empat tahap yang berbeda dalam life cyclenya: 1. Membuat dan/atau mengakuisisi 2. Menggunakan 3. Mempertahankan dan memelihara 4. Dan memperbarui/membuang aset. Meskipun tahap life cycle ini tampak sangat sederhana di permukaan, dalam praktiknya bisa sangat sulit untuk mempertahankan semua aset sesuai dengan dan di seluruh tahap ini. Mari kita lihat masing-masing dan juga tujuannya. 1. Pembuatan/akuisisi Tahap pertama adalah pembuatan atau akuisisi aset yang jadi sorotan. Tergantung pada perusahaan, ini dapat digabung, untuk menciptakan aset hibrida yang sangat cocok untuk kebutuhan perusahaan. Ini juga merupakan tahap di mana banyak kesalahan dapat terjadi. Jika ada sesuatu yang salah, atau ada yang salah hitung pada tahap ini, ini akan bisa memengaruhi semua tahap lainnya, sampai aset diperbarui atau dibuang. Seringkali, ini bisa jadi baru bertahun-tahun kemudian.



262



Pengoptimalan Asset Life Cycle 2. Pemanfaatan Banyak perusahaan akan mengelompokkan fase pemanfaatan dan maintenance jadi satu dalam life cycle aset mereka. Namun, dalam praktiknya, mereka adalah dua tahap yang terpisah. Ini terutama adalah benar ketika keadaannya darurat atau maintenance lainnya perlu dilakukan yang akan mengambil aset keluar dari produksi untuk waktu yang lama. Jika semuanya berjalan dengan baik, maka pemanfaatan akan menjadi fase di mana asetnya bertahan paling lama. Jika kebalikannya yang terjadi, maka pemanfaatan aset dapat menjadi mimpi buruk terbesar yang akan dihadapi oleh perusahaan. 3. Maintenance Dalam konteks ini, maintenance mencakup semua pekerjaan yang akan dilakukan pada aset mulai dari awal sampai akhir masa manfaatnya. Ini dapat mencakup, tetapi tidak terbatas pada, pencegahan, proaktif, emergency, berbasis waktu, dan bentuk maintenance lainnya. Ada baiknya untuk diingat bahwa maintenance dalam pemanfaatan harus bekerja secara bahu membahu untuk kesuksesan optimal. Ketika dikelola dengan benar, maintenance hampir selalu dapat direncanakan. 4. Pembaruan/pembuangan Akhirnya, tahap terakhir dalam life cycle aset adalah pembaruan atau pelepasannya. Semua aset akan menyediakan data yang cukup selama life cycle mereka untuk memberi tahu perusahaan tentang cara terbaik untuk bergerak maju. Namun, data ini umumnya tidak dikumpulkan dengan cara yang paling bisa membantu eksekutif atau manajer dalam membuat keputusan ini. Perusahaan harus mengetahui hal ini jauh sebelum fase pembaruan atau pembuangan, sehingga mereka dapat memanfaatkan data tersebut. Walaupun ini bisa jadi langsung terlihat, tapi perusahaan jarang mengikuti semua tahapan ini secara logis. yang sering diabaikan adalah maintenance proaktif dan pengaturan awal. Ini bisa jadi karena kebijakannya yang



263



Pengoptimalan Asset Life Cycle ketinggalan zaman, data yang tidak mencukupi, kurangnya kepedulian terhadap aset yang dimaksud, dan kelupaan sederhana. Bagaimana perusahaan dapat menghindari ini? Jawaban singkatnya adalah dengan berinvestasi dalam manajemen life cycle aset. Tahap-tahap ini, dan memang seluruh prosesnya menjadi jauh lebih mudah ketika perusahaan menganggap ini dengan serius. Karena sifat mahal dari sebagian besar aset, proses ini dapat memberi dividen yang tinggi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.



Manajemen Life Cycle Aset Premis dasar manajemen life cycle aset adalah untuk memperluas kegunaan aset sejauh yang kita bisa, tanpa kehilangan fungsi apa pun. Perencanaan dan manajemen yang tepat sangatlah penting untuk proses ini. Manajemen life cycle aset yang baik terletak pada empat batu loncatan. Ini termasuk penilaian awal dan berkelanjutan dari situasi, pengumpulan data dari aset, pembuatan rencana yang diusulkan, dan integrasi di semua aset. Ini bukan proses empat langkah karena semua batu loncatan dapat diselesaikan dalam urutan yang berbeda. Rencana dan pengujian yang diajukan bisa jadi diperlukan sebelum kita dapat menilai situasinya. Kita dapat mulai dengan pengumpulan data, untuk membuktikan bahwa kita perlu menilai metode kita sekarang. Tidak seperti rencana empat langkah, batu loncatan dapat diambil dalam urutan apa pun. Selain itu, begitu juga empat poin ini.



Penilaian Situasi Selama penilaian berbeda yang dapat kita lakukan terhadap situasi sebelum, selama, dan setelah itu, penting untuk berfokus terutama pada aset yang dimaksud. Ini adalah waktu untuk berkonsultasi dengan orang-orang yang mengetahui aset secara terbaik, untuk memeriksa dokumen atau file digital yang telah melacak aset ini, dan sumber utama lainnya yang dapat menawarkan data dan informasi tentang mesin yang dimaksud kepada kita. Ini bukan waktunya untuk berfokus pada pekerja kita, manajemen kita, produksi kita, atau faktor-faktor lain apa pun kecuali mereka secara langsung 264



Pengoptimalan Asset Life Cycle berdampak pada life cycle aset yang bersangkutan. Ini terutama bukan saatnya untuk berfokus pada masalah lain yang bisa jadi muncul di seputaran etika, seperti pelatihan yang buruk, tenaga kerja yang tidak memadai atau terlalu tinggi, dan masalah lain yang berorientasi pada orang. Beberapa area untuk difokuskan adalah: ▪ Catatan masa lalu ▪ Operasi saat ini ▪ Pengalaman dan pengetahuan pekerja ▪ Aset pesaing (jika informasi ini tersedia) ▪ Nilai pasar saat ini dan prediksinya ▪ Berikut metrik dan angka lainnya.



Pengumpulan data untuk memvalidasi atau menyangkal hipotesis Big data mengalami momennya di berbagai bidang - dan untuk alasan yang baik. Big data ini dapat membuktikan atau membantah dengan cukup jelas gagasan kita tentang apa yang sedang terjadi dan bagaimana menyelesaikannya. Jadi, mengapa tidak lebih banyak perusahaan menggunakan data untuk menghubungkan aset mereka ke aset lain, infrastruktur, dan ke strategi keseluruhan? Dalam banyak kasus, ini karena aset dipisahkan oleh pen-silo-an. Sangat jarang mereka semua bekerja secara bersama, dan ketika iya, maka umumnya aset berteknologi terbaru lah yang bisa “berbicara” dengan sesama aset yang serupa. Mesin besar, perkakas, mesin jalur perakitan, dan aset serupa lainnya hampir tidak pernah saling berhubungan. Jawaban singkatnya adalah karena dalam beberapa kasus sangat sulit dan umumnya sulit dalam kebanyakan kasus untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis data yang ditawarkan oleh aset-aset ini. Terkadang sulit untuk mendapatkan data yang berkualitas, tetapi ini layak untuk diperjuangkan. Sementara banyak perusahaan memutuskan untuk tidak melakukan investasi ini, pengumpulan data adalah satu-satunya cara pasti untuk memvalidasi atau menyangkal hipotesis tentang aset. Metode lain bisa bagus dalam menunjukkan jalan atau dalam menemukan masalah yang berbeda, tetapi adalah data yang menyimpan jawabannya. Karena itu, data merupakan bagian integral dari manajemen life cycle aset. 265



Pengoptimalan Asset Life Cycle



Mengusulkan dan mengimplementasikan rencana dan pengujian Jika sebuah perusahaan belum memiliki rencana untuk mengelola life cycle aset mereka, mereka bisa jadi menghadapi sejumlah besar masalah. Ini terutama benar jika rencana dan pengujiannya sama sekali tidak direncanakan dan hanya terjadi secara organik. Ingat: rencana itu pasti selalu ada. Cuma kita bisa jadi tidak mengetahuinya. Dalam situasi ini, merupakan ide bagus untuk memulai dengan kebijakan dan praktik perusahaan yang ada. Apa saja yang sudah ada? Apa saja yang bisa dijadikan lebih baik? Apakah kebijakan kita memerlukan pembaruan dan apakah perlu dilakukan investasi tertentu untuk membawa perusahaan kita ke masa depan? Terkadang, selama proses ini, perusahaan menemukan bahwa kebijakan mereka perlu diperbarui atau ditulis ulang untuk melaksanakan rencana atau proses. Meskipun ini bisa jadi memerlukan waktu ekstra yang tidak kita rencanakan, akan menjadi investasi yang bermanfaat untuk menjawab pertanyaan di atas. Ini adalah pertanyaan yang memulai perjalanannya dengan mengusulkan rencana baru dan pengujian untuk mengoptimalkan manajemen life cycle aset.



Integrasi di semua aset Sekarang saatnya untuk mengimplementasikan rencana kita di seluruh aset dengan cara yang saling berhubungan dan terorganisir. Jika ini terdengar rumit, itu karena memang iya. Di sinilah sistem manajemen maintenance terkomputerisasi atau sistem manajemen perusahaan dapat memberi manfaat dari semua yang kita masukkan ke dalamnya! Sebagaimana perkataan, “The stepping stone is probably the best one to leave until last”. Keberhasilan rencana terpadu di semua aset sangat tergantung pada pekerjaan yang telah dilakukan sebelum rencananya diimplementasikan.



266



Pengoptimalan Asset Life Cycle Dengan demikian, integrasinya akan sangat bergantung pada sistem kita saat ini dan seberapa saling berhubungannya antara satu sama lain.



Mengapa Life Cycle Penting? Dengan semua yang sudah dikatakan, lantas mengapa kita harus peduli? Mengapa perusahaan perlu menerapkan manajemen khusus untuk aset dan life cyclenya? Pengembalian investasi seperti apa yang akan terjadi? Dan mengapa adalah ide yang baik untuk mengakhiri praktik bertahun-tahun yang, meskipun tidak sempurna, sebenarnya masih bekerja dengan cukup baik dan tidak memerlukan pembaruan? Ini semua adalah pertanyaan wajar yang harus dihadapi perusahaan ketika melihat atau mempertimbangkan perubahan infrastruktur yang signifikan. Dalam hal ini, alasannya dapat diringkas dalam tiga Fs: membebaskan sumber daya, berfokus pada reliability, dan mengalami gagal dengan persyaratan kita sendiri.



Membebaskan sumber daya Aset besar, khususnya, dapat menghabiskan banyak sumber daya perusahaan. Uang, waktu karyawan, waktu kontraktor, dan lebih banyak lagi dapat dimakan oleh aset yang terus makan resource, yang terus mogok atau yang tidak berfungsi. Semakin sedikit waktu yang dihabiskan karyawan untuk mengerjakan aset terbesar dan paling berharga, maka semakin banyak waktu yang mereka miliki untuk menyelesaikan pekerjaan. Dalam kasus di mana karyawan tidak dapat melakukan pekerjaan, kontraktor tidak harus disewa untuk bekerja pada mesin sebanyak mereka biasanya disewa.



Berfokus pada Reliability Ada banyak jenis maintenance yang semuanya berperan dalam mendukung bisnis yang sukses, sesuai dengan kebutuhan bisnisnya. Namun, semua bisnis dapat memperoleh manfaat dari reliability yang lebih besar, yang mengarah pada peningkatan fungsi dan kesehatan aset.



267



Pengoptimalan Asset Life Cycle Ketika kita berfokus pada siklus life cycle aset, secara otomatis kita mengalihkan pengurangan fokus ke platform yang berpusat pada keandalan. Secara umum, fokus pemeliharaan yang berpusat pada keandalan berkaitan dengan jumlah total output aset dan pengaruhnya terhadap bisnis. Sementara ini mungkin tampaknya menjadi tujuan dari semua maintenance, dan memang, reliability centered maintenance menyediakan cara tercepat untuk mencapai keandalan total.



Gagal Sesuai Persyaratan Kita Sendiri Kegagalan itu tidak terhindarkan. Namun, kegagalan yang tidak terduga sebenarnya dapat diminimalisir. Kita juga bisa merencanakan untuk gagal dengan persyaratan kita sendiri. Ada dua jenis maintenance yang berpusat di sekitar kegagalan: maintenance reaktif dan maintenance proaktif. Manakah yang akan dihadapi oleh aset kita? Manajemen life cycle aset berfokus pada total produktivitas dari aset. Pada dasarnya, ini mengurangi kegagalan yang tidak direncanakan dan tidak terduga secara jauh lebih banyak daripada kebanyakan strategi lain. Saat kita menggunakan siklus life cycle aset, kita memprioritaskan pencegahan kegagalan sebelum kegagalan itu dimulai. Kegagalan yang terencana hampir selalu lebih baik daripada kegagalan yang tidak terduga.



Praktik Terbaik Life Cycle Aset Untuk menguatkan siklus aset, adalah penting untuk mengetahui beberapa best practice yang telah diasah perusahaan selama bertahun-tahun. Tiga yang kita pilih untuk diulas di sini adalah: 1. 2. 3.



Mengaudit praktik eksisting Menjelajahi cara untuk meng-improve-nya Dan memeriksa kebijakan kita



Audit Praktik yang Ada Semuanya dimulai dengan audit jujur atas praktik eksisting dan bagaimana kita bisa melakukannya dengan lebih baik. Di mana perangkap umumnya? 268



Pengoptimalan Asset Life Cycle Apa yang dikatakan pekerja tentang aset kita tentang praktik yang melingkupinya di sini dan saat ini? Di mana kegagalan terbesarnya? Di mana keuntungan terbesarnya? Apakah kita memiliki infrastruktur yang kita butuhkan atau apakah sistem kita secara keseluruhan sudah ketinggalan zaman dan jadi semacam kikuk?



Menjelajahi ruang untuk improvement Setelah audit, kita diperlengkapi untuk melihat di mana ada ruang untuk melakukan perbaikan. Kita juga akan mengambil data untuk mendukung perubahan yang diperlukan dan untuk menyediakan dokumentasi terkait mengapa perubahan bersangkutan diusulkan dan perlu diimplementasikan.



Periksa kebijakan kita Akhirnya, periksa kebijakan kita dan lihat apakah kebijakan itu membatasi pertumbuhan kita atau tidak. Apakah kebijakannya sudah semacam ketinggalan zaman? Apakah kebijakannya menahan kita dari melakukan perbaikan yang dibutuhkan? Mengapa kebijakannya sejak awal dibuat dan apa perlu diperbarui? Banyak perusahaan tidak bergerak maju karena kebijakan mereka semacam tidak mengizinkannya. Ingatlah bahwa kebijakan diberlakukan untuk membantu perusahaan. Perusahaan tidaklah terikat dengan sebagian besar kebijakan internal. Jangan biarkan kebijakan mengekang kita, terutama yang telah diberlakukan perusahaan.



269



Pengoptimalan Asset Life Cycle



7.1.2



Biaya Life Cycle



Life Cycle Costing (LCC) adalah estimasi biaya akuisisi, komisioning, pengoperasian, perawatan, dan pembuangan peralatan. Ini adalah analisis biaya dari start hingga finish. Tujuan dari life cycle costing adalah untuk memastikan bahwa semua biaya yang relevan telah diidentifikasi, dan bahwa biaya hidup menyeluruh telah dipertimbangkan pada tahap perencanaan, akuisisi, dan penganggaran. Mengapa Kita Butuh Life Cycle Costing? Kita membutuhkan biaya siklus hidup untuk membantu kita dengan jenis keputusan manajemen aset berikut: • • •



7.1.3



Keputusan akuisisi, dengan pertimbangan biaya life cycle dari opsi akuisisi yang berbeda Perencanaan manajemen aset life cycle sebagai input untuk menentukan sumber daya operasi dan pemeliharaan serta anggaran untuk aset in-service Keputusan penggantian



Keputusan Akuisisi



Alasan pertama untuk menetapkan biaya life cycle muncul pada tahap praakuisisi aset, di mana kita perlu menentukan biaya life cycle, awalnya pada Level permukaan yang luas, untuk membantu dengan analisis akuisisi dan pengambilan keputusan di antara beberapa opsi yang memungkinkan. Poin kuncinya adalah untuk menghindari dari melakukan sesuatu yang bodoh, seperti mengabaikan atau memperkirakan terlalu rendah area biaya utama. Tujuan dari biaya life cycle pada tahap akuisisi adalah untuk memastikan bahwa semua biaya yang relevan telah diidentifikasi, dan bahwa biaya usianya juga dipertimbangkan secara memadai. Biaya life cycle awalnya diterapkan pada tingkatan yang luas. Biayanya nanti akan disempurnakan dalam proses pengambilan keputusan akuisisi perusahaan. Biaya life cycle mempertimbangkan biaya akuisisi tetapi juga memberi perhatian pada biaya operasi, bahan habis pakai, masa pakai barang, biaya 270



Pengoptimalan Asset Life Cycle suku cadang, masa pakai komponen kunci, keragaman suku cadang dan alat, dan masalah yang berkaitan dengan pelatihan. Gambar 68 mengilustrasikan tahapan dalam life cycle suatu peralatan, menunjukkan secara skematis biaya kumulatif dan peluang untuk mempengaruhi biaya. Peluang untuk mempengaruhi biaya terkonsentrasi pada tahap perencanaan dan akuisisi. Adalah penting untuk memilih peralatan yang diperhitungkan karena pertimbangan dukungan logistiknya, jika tidak maka biaya, kinerja, dan availability support peralatan dapat menghasilkan hasil yang buruk yang meniadakan kemanfaatan yang bisa dirasakan di biaya awal. Pada Gambar 68 biaya akuisisi bersifat dominan, dan ini sering terjadi untuk item yang pasif. Namun, untuk item-item seperti kendaraan atau plant, atau apa pun yang mengonsumsi bahan bakar, biaya pengoperasian bisa jadi merupakan area biaya yang paling signifikan. Dalam hal ini, biaya operasinya harus menjadi pertimbangan penting dalam keputusan peralatan.



Gambar 68 Tahapan life cycle



271



Pengoptimalan Asset Life Cycle



7.1.4



Keputusan Penggantian



Alasan ketiga untuk biaya life cycle berkaitan dengan keputusan penggantian. Seiring bertambahnya usia aset, kita perlu mempertimbangkan untuk menggantinya. Keputusan penggantian didasarkan pada pembandingan biaya tahunan maintenance aset yang ada dengan biaya tahunan yang setara dari aset baru. Penggantian harus dilakukan setelah biaya maintenance tahunan dari barang lama telah melebihi biaya tahunan yang setara dengan barang baru, dihitung selama life cyclenya. dengan demikian biaya life cycle barang baru merupakan pertimbangan yang signifikan dalam keputusan penggantian.



7.1.5



Rencana Manajemen Aset life cycle



Rencana manajemen aset life cycle adalah rencana yang dibentuk dengan mengidentifikasi rezim operasi dari aset, kegiatan maintenance, perbaikan dan perombakan terkait, usia yang direncanakan, dan rencana pembuangan item. Penghitungan life cycle melibatkan pembuatan rencana pengelolaan aset life cycle. Sebenarnya rencana dan penetapan biaya terjadi bersamaan, dan kebutuhan akan rencana tersebut adalah alasan kedua untuk melaksanakan penetapan biaya life cycle. Mengapa Kita Membutuhkan Rencana Manajemen Aset Life Cycle? Kita memerlukan rencana manajemen aset life cycle sebagai dasar untuk merencanakan sumber daya dan anggaran untuk men-support aset. Rencana manajemen aset life cycle dapat menjadi gambaran kasar pada tahap pra-akuisisi tetapi kemudian akan disempurnakan pada tahap analisis kelayakan dan lagi ketika aset tersebut aktif dalam pelayanan. Sumber informasi Persyaratan maintenance akan mencakup maintenance rutin dan perkiraan persyaratan maintenance non-rutin. Analisis dukungan logistik, yang dilakukan sebagai bagian dari fase kelayakan pengembangan akan memberikan input ke dalam Rencana Manajemen Aset life cycle.



272



Pengoptimalan Asset Life Cycle Informasi dasar yang berkaitan dengan rezim maintenance biasanya akan diberikan oleh pemanufaktur peralatan. Namun, ini bisa jadi perlu penyesuaian tergantung pada tingkat aktivitas yang direncanakan dan lingkungan operasinya. Jika tingkat operasi, misalnya, secara signifikan lebih tinggi dari kondisi normal, atau lingkungannya secara signifikan lebih parah, maka rencana manajemen aset life cycle dan biaya harus mempertimbangkan hal ini. Rencana tersebut juga harus memperhitungkan rezim peraturan terkait. Jika peralatan atau penerapannya tidak standar maka teknik analisis seperti Reliability Centered Maintenance dapat digunakan untuk menentukan kebijakan maintenance yang tepat.



7.2 Optimalisasi Suku Cadang



7.2.1



Keberadaan Persediaan di Perusahaan



Persediaan didefinisikan sebagai barang, bahan-bahan, atau aset yang dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan di masa yang akan datang. Kebijakan di bidang persediaan dapat dipandang sebagai masalah taktis (tactical problem), sehingga perencanaan kebutuhan persediaan direncanakan dalam konteks jangka waktu menengah selaras dengan keseluruhan rencana produksi, strategi pemasaran dan distribusi. Setidaknya ada empat alasan mengapa perusahaan memerlukan persediaan, yakni: 1. Kesulitan memprediksi tingkat penjualan dan waktu produksi secara akurat (fluctuation inventory).



273



Pengoptimalan Asset Life Cycle 2. 3. 4.



5.



Beberapa item barang memiliki permintaan yang bersifat seasonal (anticipation inventory) Mendapatkan manfaat dari economic of scale dalam produksi dan pembelian (lot size inventory). Jarak dan waktu yang diperlukan untuk pengadaan barang sehubungan dengan proses transit dalam sistem logistik. untuk sejumlah besar persediaan (pipe-line inventory). Keterlambatan kedatangan bahan baku yang dipesan dapat mengakibatkan terhentinya pelaksanaan produksi.



Perusahaan dapat saja menyelenggarakan persediaan dalam jumlah yang besar, namun demikian persediaan yang besar tidak selalu menguntungkan perusahaan. Beberapa kerugian sehubungan dengan penyelenggaraan persediaan dalam jumlah besar antara lain: • Biaya penyimpanan yang menjadi tanggungan perusahaan akan besar. • Perusahaan harus mempersiapkan dana yang cukup besar untuk mengadakan pembelian bahan. • Tingginya biaya simpan dan investasi dalam persediaan akan mengakibatkan berkurangnya dana untuk pembiayaan dan investasi di bidang lain. • Perusahaan menanggung kemungkinan yang cukup besar risiko kerusakan persediaan akibat perubahan kimiawi atau sebab lain. • Bila terjadi penurunan harga bahan baku, maka perusahaan akan menderita kerugian yang cukup besar pula. Di sisi lain, bila perusahaan menyelenggarakan persediaan dalam jumlah yang relatif terlalu kecil, maka beberapa kelemahan dari kebijakan tersebut antara lain: • Adanya kemungkinan kehabisan bahan karena persediaan habis sebelum waktunya. • Akibat sering kehabisan bahan, maka proses produksi menjadi tidak lancar. • Persediaan yang terlalu kecil akan meningkatkan frekuensi pembelian, sehingga biaya pesannya pun akan meningkat selaras dengan peningkatan frekuensi pembelian.



274



Pengoptimalan Asset Life Cycle Terdapat beberapa macam faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku. Adapun beberapa faktor tersebut adalah sebagai berikut: • Perkiraan pemakaian bahan baku. • Harga bahan baku • Biaya persediaan • Kebijakan pembelanjaan • Pemakaian bahan • Waktu tunggu • Model pembelian bahan • Persediaan pengaman • Pembelian kembali



7.2.2



Mengidentifikasi Kekritisan Suku Cadang



Item kritikal adalah item yang sangat penting untuk operasi organisasi. Meninjau kekritisan item membutuhkan pengetahuan tentang mesin dan proses mana yang paling penting bagi bisnis. Item-item yang bersifat kritikal biasanya adalah: • Item habis pakai yang digunakan untuk operasi mainstream, • Suku cadang yang penting untuk mempertahankan plant mainstream. Kita perlu mengidentifikasi suku cadang kritikal sedini mungkin, idealnya ketika itemnya sejak awal dipesan dan/atau dipasang di sistem - dan lalu meninjaunya secara berkala untuk menjaga informasinya tetap up-to-date. 275



Pengoptimalan Asset Life Cycle Sayangnya, upaya itu sering datang terlambat, dan organisasi menemukan diri mereka dalam posisi di mana mereka perlu meninjau ribuan dan ribuan parts untuk mengejar ketinggalan. Ketika situasi ini muncul, hambatan pertamanya, biasanya dalam menemukan waktu, energi, informasi, dan sumber daya yang diperlukan untuk mulai kerja berpeluh di prosesnya. Tantangan selanjutnya adalah dalam menentukan secara tepat apa sih yang membuat parts tertentu disebut kritikal. Atau, yang lebih penting, apa yang akan dilakukan terhadap hasil evaluasinya? Menggambarkan apa yang membuat sesuatu menjadi kritikal biasanya cukup sederhana. Ada kesepakatan umum bahwa jika kurangnya parts tertentu dapat menyebabkan downtime atau dampak yang signifikan terhadap produksi, lingkungan, atau safety, maka item itu bisa dibilang bersifat kritikal. Namun bagaimana menerjemahkan pedoman umum ini menjadi sesuatu yang lebih spesifik di tingkatan parts adalah cerita lain. Untuk membuat penilaian kekritisan jadi kurang subyektif, kita perlu punya beragam jenis tool evaluasi. Anda mungkin pernah menemuinya: setengah lusin kriteria atau lebih dengan tingkat skala penilaian yang berbeda berdasarkan sejumlah variabel. Kita menskoring masing-masing atribut, menjumlahkannya, dan membandingkan totalannya dengan suatu ambang batas yang akan menentukan apakah parts itu kritikal atau tidak. Meskipun tidak pernah merupakan solusi yang sempurna, pendekatan yang lebih objektif ini memberi metode evaluasi yang dapat di-improve seiring waktu. Tapi apakah ini sesederhana mengatakan parts tertentu itu kritikal atau tidak kritikal? Ini akan menyiratkan bahwa proses pengambilan keputusan memiliki jalur logika biner murni. Sebelum kita mengikuti cara berpikir ini, pertama-tama kita harus mengerti dulu MENGAPA kita ingin mengevaluasi kekritisan suku cadang kita. Mengetahui bagaimana menjustifikasi mengapa beberapa suku cadang tidak memiliki gerakan selama lebih dari lima tahun? Tidak semua barang yang distok dimaksudkan untuk dipindahkan karena permintaannya memang tidak teratur. Beberapa item adalah murni merupakan “suku cadang asuransi” yang kita harap tidak sampai perlu digunakan, tetapi bisa memiliki dampak dramatis jika tidak tersedia saat dibutuhkan. 276



Pengoptimalan Asset Life Cycle Memprioritaskan bagaimana/kapan kita mengevaluasi strategi stocking kita (min/maks, jumlah pesanan, dll.), selain dipicu oleh kehabisan stok? Untuk setiap skenario ini, kemungkinan kita akan memiliki tiga hingga lima pendekatan strategis dan kita ingin hasil evaluasi kita mendukung ini. Perhatikan apa ada sesuatu yang hilang di atas? Tidak disebutkan stok atau non-stok. Ini adalah langkah kedua yang akan kita bahas nanti karena, walaupun perangkat cadangan bisa jadi dinilai kritikal, ini tidak berarti bahwa perangkat cadangan ini harus distok. Jadi kembalilah kita ke metode penilaian objektif. Salah satu tantangan dengan metode ini adalah orang-orang berpikirnya karena ada formula matematikanya, maka entah bagaimana evaluasinya pasti lebih akurat daripada bila hanya mengandalkan insting seseorang. Skala peringkat dapat mengatakan bahwa lead time enam minggu bernilai 10 poin sementara waktu lead time empat minggu bernilai lima; tetapi siapa bilang lead time enam minggu adalah dua kali lebih buruk dari lead time empat minggu? Itu sebabnya kita tidak hanya terbatas pada satu faktor saja dalam melakukan evaluasi. Tantangan lainnya adalah bahwa kita bisa membatasi diri kita sendiri pada batas atau cutoff kritis/non-kritis yang sembarang. Misalkan cutoff-nya diatur pada 100 poin. Siapa bilang kalau kita mengumpulkan 100 poin dengan tepat, itu artinya parts itu sangat kritikal, tetapi jika hanya mendapat skor 99, maka bukan kritikal? Apakah modelnya sudah tepat? Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan menjalankan semua parts kita melalui analisis yang sama persis dan kemudian menentukan di mana batas atau cutt-off antara kritis dan non-kritis. Dan dalam kebanyakan kasus, bahkan ini masih didasarkan pada penilaian seseorang. Ini semua makin jadi alasan untuk memiliki tingkat kritisitas ganda yang dirasionalisasi yang memiliki strategi progresif yang terkait dengannya. Yang sering terjadi adalah orang-orang menjalani analisis untuk parts tertentu dan kemudian pada akhirnya bertanya pada diri sendiri apakah mereka merasa nyaman dengan jawabannya ("Hmmm, sepertinya 90 itu terlalu rendah sedikit deh untuk yang ini, saya mengiranya ini bakal lebih tinggi.") Jika mereka tidak mempercayai hasilnya, maka mereka jadinya kembali dan mengubah satu atau dua atribut sehingga sampai bisa muncul seperti yang mereka pikir seharusnya di awal. Jika kita menemukan diri kita 277



Pengoptimalan Asset Life Cycle melakukan ini, maka alat kritikalitas kita bisa jadi tidak valid kecuali kita menerapkan perubahan pada kriteria evaluasinya. Tergantung di mana kita melihat, ada juga benchmarks yang menunjukkan bahwa tidak lebih dari dua hingga lima persen dari total suku cadang kita seharusnya bersifat kritikal. Hanya mengetahui adanya target ini bisa memengaruhi seseorang untuk mengubah pendapatnya tergantung pada berapa banyak yang telah mereka identifikasi. Jadi bagaimana kita memutuskan apakah suatu parts tertentu benar-benar kritikal? Berita baiknya adalah kita tidak lantas perlu khawatir. Sebelum kita memulai evaluasi kritikalitas terhadap banyak aset, kita harus mengingatkan diri sendiri tentang apa sih yang akan dilakukan dengan informasinya begitu kita sudah memilikinya. Sebagai contoh, jika kita menentukan bahwa suatu parts itu kritikal, apakah itu berarti harus di Bill of Material (BOM)? Seseorang bisa berargumen bahwa ini adalah pemikiran mundur atau terbalik, yaitu kita harusnya membangun BOM-nya terlebih dahulu dan kemudian baru menentukan item mana dari BOM tadi yang kritikal. Apakah cadangan kritikal harus ada dalam persediaan? Tentu saja, semakin kritikal suatu parts, semakin penting bagi kita untuk memiliki parts yang siap tersedia saat dibutuhkan, dan dalam kebanyakan kasus ini berarti memiliki parts itu dalam stok. Tetapi bagaimana jika kita dapat membuat kesepakatan dengan Penyedia lokal untuk menyimpan part kritikal itu untuk kita? Bagaimana jika dibutuhkan dua jam sebelum kita siap untuk mengganti komponen dan kita bisa mendapatkannya dalam satu jam saja? Elemen kunci dari manajemen persediaan mendasar adalah membuat keputusan stocking yang baik untuk setiap parts - baik kritikal atau tidak - berdasarkan perkiraan permintaan, lead time, kekritisan aset parts yang digunakan, dan seberapa cepat kita membutuhkannya. Secara umum, kekritisan suatu parts itu sendiri tidak menentukan rencana stocking. Jika kita menentukan bahwa suatu parts itu penting, apakah itu berarti kita akan melakukan inspeksi dan/atau PM di gudang untuk memastikan integritas parts tersebut saat ia ada di inventaris? Ini tampaknya masuk akal, tetapi kegiatan ini tidak harus dibatasi hanya pada parts yang paling kritikal. Misalnya, motor, pompa, atau gearbox yang mahal - kritikal atau tidak - harus 278



Pengoptimalan Asset Life Cycle dianggap sebagai kandidat yang memungkinkan untuk beberapa kegiatan maintenance gudang agar tetap dalam kondisi kerja yang baik di rak. Jadi bisa jadi kita harus memasukkan biaya satuan item sebagai faktor kritikalitas sebagai bentuk improvement lain yang dapat dilakukan pada sistem. Akankah kekritisan berdampak pada kode ABC untuk parts itu? Klasifikasi ABC memang memberikan prioritas relatif untuk keperluan manajemen inventaris (misalnya lokasi, penghitungan siklus, dll.). Tetapi prioritas itu umumnya didasarkan pada tingkat aktivitas atau pergantian daripada kritisitas. Memiliki gagasan tentang tujuan akhir (proses), yakni tentang bagaimana hasilnya akan digunakan secara strategis untuk menguntungkan bisnis) adalah kunci untuk menjadikan evaluasi sebagai kegiatan yang bermanfaat. Jika tidak pun, sekadar berkumpul bersama untuk melakukan evaluasi terkadang dapat menghasilkan diskusi yang produktif di antara para pemangku kepentingan utama tentang masalah yang dijelaskan di atas. Terlepas dari metode apa yang kita gunakan untuk menentukan kekritisan item, jika semua yang kita dapatkan adalah sepotong data parametrik yang tidak memberi tahu kita hal lain tentang parts itu, lalu mengapa kita sampai perlu berpayah-payah? Ketika kita mempertimbangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan, kita bisa jadi menemukan bahwa waktu akan lebih baik dihabiskan untuk mengatasi masalah yang lebih penting, seperti memastikan semua parts kita terikat pada aset melalui Bill of Material; meninjau tingkat persediaan; atau aktivitas manajemen inventaris lainnya yang tampaknya tidak pernah sempat dilakukan orang. Intinya adalah bahwa jika kita akan melakukan evaluasi kekritisan suku cadang, buatlah upayanya jadi bermanfaat dengan mengembangkan proses kita terlebih dahulu sehingga kita tahu bagaimana hasilnya nanti akan digunakan.



7.2.3



Lead time dalam Manajemen Persediaan



Lead time adalah jumlah waktu yang dibutuhkan dari saat pelanggan melakukan pemesanan sampai produk keluar untuk pengiriman, termasuk waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi bahan untuk produk tersebut atau waktu yang diperlukan untuk menerima bahan. Di sisi pelanggan, Lead time dapat diartikan sebagai waktu yang diperlukan untuk memproses pesanan hingga menerima pengiriman produk yang dipesan. Misalnya kita 279



Pengoptimalan Asset Life Cycle melakukan pemesanan hari ini dan menerima kiriman dalam waktu 4 hari kemudian, berarti waktu tunggu atau Lead time untuk pesanan tersebut adalah 4 hari. Istilah “Lead time” ini umumnya digunakan di banyak bidang Manufaktur maupun Jasa seperti Manajemen Rantai Pasokan (SCM), Manajemen Proyek, Manajemen Pemasok, Perencanaan Kebutuhan Bahan & Perencanaan Kebutuhan Perusahaan (MRP & ERP), Pengembangan Perangkat Lunak dan bahkan di Manajemen Sumber Daya Manusia. Pada dasarnya hampir setiap bisnis memiliki Lead time yang harus diperhatikan. Penafsiran istilah “Lead time” ini mungkin akan berbeda di setiap bidang tergantung pada sifat operasinya. Contoh di bidang Manajemen Rantai Pasokan, Lead time adalah durasi sejak pesanan diterima sampai barang tersebut dikirim ke pelanggan. Sedangkan dalam Pengembangan Produk Baru, Lead time adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu produk untuk mencapai pasarnya. Di samping itu, Lead time dalam Manajemen Sumber Daya Manusia adalah waktu yang dibutuhkan untuk perekrutan sumber daya manusia tersebut ke organisasi atau perusahaannya. Pengaruh Lead time terhadap Keputusan Pemesanan Lead time sangat berpengaruh terhadap keputusan pemesanan bahan dalam setiap proses produksi. Pemesanan bahan yang diperuntukan produksi akan bermasalah apabila tidak memperhitungkan Lead time. Pemesanan yang tidak sesuai Lead time akan mengakibatkan tingginya persediaan yang merugikan perusahaan ataupun kekurangan bahan yang dapat digunakan sehingga mengakibatkan berhentinya proses produksi. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan dengan baik agar jumlah pemesanan sesuai dengan Lead time-nya. Elemen atau Variabel Utama Lead time Lead time pada sebuah perusahaan manufaktur pada dasarnya dibentuk dari beberapa elemen atau variabel, diantaranya adalah: 1) Lead time = Preprocessing time + Processing time + Waiting time + Transportation time + Inspection time + Storage time



280



Pengoptimalan Asset Life Cycle 2) Waktu pra-proses (Pre-processing time): Waktu yang diperlukan untuk menerima Permintaan, memahami permintaan dan membuat pesanan Pembelian. 3) Waktu Proses (Processing time): Waktu yang diperlukan untuk memproduksi atau membeli barang. 4) Waktu Tunggu (Waiting time): Jumlah waktu yang diperlukan dalam antrian menunggu produksi. 5) Waktu Transportasi (Transportation time): Waktu barang dalam perjalanan untuk mencapai pelanggan. 6) Waktu inspeksi (Inspection time): Waktu yang diperlukan untuk memeriksa produk jika ada ketidaksesuaian. 7) Waktu penyimpanan (Storage time): Waktu barang menunggu di gudang atau pabrik.



7.2.4



Menentukan Stok Persediaan Optimal



Agar proses pemberian layanan dapat berjalan dengan baik, maka ketersediaan suku cadang mesin harus dijaga. Berbeda dengan persediaan bahan baku, work in process, dan produk jadi yang dipengaruhi oleh proses produksi dan permintaan pelanggan, persediaan suku cadang mesin produksi disimpan untuk mendukung proses pemeliharaan dan proses produksi perusahaan. Oleh karena itu pengelolaan persediaan suku cadang mesin produksi harus dilakukan dengan baik sehingga proses produksi pembangkitan listrik dapat berjalan dengan baik pula. Dalam pengelolaan persediaan suku cadang mesin produksi terdapat dua pertanyaan utama yaitu berapa banyak jumlah yang dibutuhkan dan kapan barang tersebut harus dipesan. Hal tersebut penting untuk diketahui, sehingga suku cadang dapat tersedia pada jumlah dan waktu yang tepat. Ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam menentukan jumlah persediaan, di antaranya adalah ketersediaan lokasi penyimpanan, biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan ketidakpastian-ketidakpastian yang ada. Ketidakpastian tersebut diantaranya adalah ketidakpastian permintaan (demand) dan ketidakpastian waktu penerimaan (lead time). dengan adanya ketidakpastian tersebut, proses penentuan jumlah persediaan suku cadang mesin produksi tidak dapat dilakukan dengan mudah. Terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi dengan adanya ketidakpastian permintaan dan lead time ini yaitu kekurangan persediaan (stock out) dan kelebihan persediaan (over stock). 281



Pengoptimalan Asset Life Cycle Dalam inventory management, utamanya material management, kita tentu harus menjaga agar stok selalu dapat digunakan. Pengecekan dan pengawasan stok diperlukan, agar saat barang diperlukan, operator dapat langsung mendapatkannya dari pihak gudang. Di sisi lain, stok barang di gudang sebaiknya tidak terlalu banyak, karena akan membuat uang berhenti dan resiko barang rusak menjadi semakin besar. Agar barang terus mengalir dalam jumlah yang terkendali, harus ada metode yang pas dalam pengendaliannya. Pada titik inilah, reorder point dan safety stok diperlukan oleh perusahaan. Sesuai dengan namanya, reorder point adalah titik di mana barang sebaiknya diminta oleh pihak gudang. Reorder point, mengacu pada jumlah stok yang ada di gudang, di mana jika stock barang sudah mencapai pada jumlah tersebut, orang gudang harus cepat-cepat meminta barang itu agar dibelikan oleh purchasing pada bagian procurement. Seperti reorder point, safety stock juga tidak jauh beda dengan arti yang melekat di namanya. Safety stock berarti jumlah aman stok. Jumlah aman ini diperlukan untuk jaga-jaga, apabila lead time dari pembelian ternyata lebih lama dari biasanya, padahal barang sudah keburu diperlukan. dengan adanya safety stock, ada jaring pengaman sehingga apabila vendor terlambat dalam mengantarkan barangnya, atau stok mendadak tidak ada di vendor, perusahaan manufaktur tetap memiliki ‘waktu tambahan’ untuk mengonsumsi barang tersebut. Penentuan safety stock ataupun minimum stock adalah dasar untuk reorder point. Karenanya, mustahil kita bisa menentukan reorder point apabila tidak menemukan safety stocknya. Lalu bagaimana cara menentukan safety stock itu? Karena pada dasarnya safety stock adalah untuk kepetingan keamanan dan jaga-jaga. Maka dasar penghitungannya pun tidak bisa sekedar melihat lead time dan pemakaian rata-rata sehari, melainkan lebih detail. Mengapa itu dilakukan? Karena untuk menjaga agar angka dari safety stock tidak terlalu besar, sehingga membuat rupiah diam semakin banyak. Ingat, inti dari penentuan reorder point dan safety stock adalah agar alur barang dapat berjalan seefisien mungkin



282



Pengoptimalan Asset Life Cycle Besarnya safety stock dapat dihitung dengan memperhitungkan beberapa faktor penentu, seperti: a. Penggunaan bahan baku rata-rata, artinya harus diketahui dahulu berapa rata-rata penggunaan bahan baku perusahaan. b. Faktor waktu, yang digunakan untuk menyediakan persediaan pengaman tersebut. c. Biaya yang digunakan, artinya besarnya biaya yang dibebankan untuk melakukan persediaan pengaman. Di samping faktor penentu di atas dalam menentukan safety stock diperlukan standar kuantitas yang harus dipenuhi, yaitu: a. Persediaan minimum, yang diperlukan oleh perusahaan dan tidak boleh kurang dari yang sudah ditetapkan. b. Besarnya pesanan standar, merupakan biaya pesanan yang dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku. c. Persediaan maksimum, jumlah persediaan maksimal. d. Tingkat pemesanan kembali, rupakan jumlah pemesanan kembali pada saat dibutuhkan. e. Administrasi persediaan. Untuk menentukan reorder point dari suatu barang, kita harus tahu safety stocknya terlebih dahulu. Setelah angka safety stock ditemukan, kita cukup menambahkan safety stock itu dengan perkalian antara lead time dengan rata-rata pemakaian tiap hari barang itu. Saat angka sudah ditemukan, maka pada titik itulah, sebaiknya orang gudang segera meminta barang untuk dibelikan purchasing.



7.2.5



Sistem Pengendalian Persediaan



Analisa economic order quantity dan safety stock memang dapat dipergunakan untuk menentukan tingkat persediaan yang tepat sepanjang asumsi yang mendasari terpenuhi. Namun demikian masih diperlukan adanya sistem pengendalian persediaan. Sistem pengendalian persediaan dapat diterapkan mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Beberapa sistem pengendalian persediaan menurut Sartono (2014: 453-456) tersebut akan dibahas pada bagian berikut ini.



283



Pengoptimalan Asset Life Cycle



Model Just In Time (JIT) Metode just in time sebenarnya telah dikembangkan oleh Jepang dan menjadi begitu populer di seluruh dunia. Pada prinsipnya, metode ini hanya mensinkronkan kecepatan bagian produksi dengan bagian pengiriman. Metode ini mula-mula dikembangkan oleh perusahaan mobil Toyota. Toyota mencoba untuk menekan persediaan yang harus dipertahankan dengan cara menyesuaikan kecepatan proses perakitan atau assembling dengan pengiriman bahan dari supliernya. Sparepart diterima hanya beberapa jam atau bahkan beberapa menit sebelum sparepart tersebut diperlukan dalam perakitan. dengan cara ini tentunya Toyota tidak perlu harus mempertahankan persediaan yang besar, tetapi ini diperlukan adanya koordinasi yang baik antara bagian perakitan dengan suplier baik menyangkut kuantitas, kualitas, dan ketepatan spesifikasi lainnya. Just in time method ini tidak hanya dapat diterapkan di perusahaan besar tetapi dapat juga diterapkan oleh perusahaan kecil. Bahkan perusahaan kecil akan lebih mudah menerapkan just in time method karena relatif lebih mudah dalam redefine job function dibandingkan dengan perusahaan besar. Bagaimana prospek metode just in time ini di Indonesia, tampaknya penerapan metode ini masih menghadapi beberapa kendala. Khususnya yang menyangkut masalah transportasi. Jika input yang diperlukan dipenuhi dari luar perusahaan maka masalah ketepatan pengiriman rupanya masih menjadi kendala terbesar. Ini disebabkan karena prasarana angkutan yang masih belum memadai, selain itu jaminan ketepatan baik kuantitas maupun kualitas input masing sangat memprihatinkan. Penerapan metode ini sangat diperlukan adanya komitmen bersama antara supplier dan perusahaan pemakai.



Model Outsourcing Alternatif lain dalam pengendalian persediaan ini adalah dengan cara membeli dari pihak luar. dengan cara ini maka perusahaan tidak perlu harus memproduksi sendiri input yang diperlukan dalam proses produksi. Alternatif membeli dari luar dan dikombinasikan dengan just in time method akan mampu menekan persediaan pada tingkat yang sangat rendah dan dengan demikian akan meningkatkan efisiensi dan profitabilitas perusahaan. Meskipun demikian ada alasan lain pembelian input dari luar yakni semata-



284



Pengoptimalan Asset Life Cycle mata karena mungkin alternatif ini lebih murah dibandingkan dengan memproduksi sendiri input yang diperlukan.



Sistem Pengendalian ABC Metode economical order quantity hanya menentukan jumlah pemesanan yang optimal. Tetapi metode ini mengasumsikan bahwa pemakaian persediaan relatif konstan. Dalam kenyataannya tidak jarang tingkat pemakaian dan frekuensi pemakaian berubah setiap waktu. Untuk itu diperlukan satu metode dalam pengendalian persediaan yang memperhatikan masalah tersebut. Metode ABC pada prinsipnya memperhatikan faktor harga atau nilai persediaan, frekuensi pemakaian, risiko kehilangan barang, dan lead time. Barang-barang yang nilai, frekuensi pemakaian dan risiko kehabisan tinggi dikelompokkan ke dalam kelompok A. Kelompok ini berarti mencakup kelompok barang yang sangat penting untuk diawasi dengan seksama. Berikutnya adalah kelompok B yang mencakup kelompok barang-barang yang relatif kurang penting sedangkan di luar kedua kelompok tersebut dikelompokkan ke dalam kelompok C. Kelompok C ini mungkin saja secara kuantitas besar tetapi dari segi nilai relatif kecil dibandingkan dengan kelompok A. dengan metode ini manajemen menitikberatkan pada kelompok A yang bernilai strategis bagi perusahaan. Karena ketidaktepatan dalam manajemen kelompok A akan berakibat sangat besar bagi kelangsungan perusahaan.



Material Requirement Planning (MRP) Metode ABC di atas dimunculkan untuk mengatasi kompleksitas pada proses produksi dengan pemakaian persediaan material yang tidak konstan. Namun pada kasus di mana persediaan dan produksi atas suatu material ditentukan oleh produksi material yang lain (dependent demand), maka perusahaan dapat menggunakan material requirement planning (MRP). MRP pada hakikatnya merupakan sistem informasi yang berbasis komputer untuk penjadwalan produksi dan pembelian item produksi yang bersifat dependent demand. Informasi mengenai permintaan produk jadi, struktur dan komponen produk, waktu tunggu (lead time), serta posisi persediaan saat ini digunakan untuk meningkatkan efektivitas biaya produksi dan pembelian.



285



Pengoptimalan Asset Life Cycle Asumsi yang melatarbelakangi MRP adalah bahwa produk akhir merupakan hierarki yang terdiri dari assembly, sub-assembly, komponen, dan bahan baku. Produk akhir dibuat berdasar prakiraan permintaan atau pemesanan aktual akan produk tersebut. dengan menggunakan permintaan produk akhir, struktur produk, serta lead time, sistem ini akan menentukan secara akurat berapa dan kapan suatu assembly, sub-assembly, atau komponen harus dibuat dan dipesan agar tersedia saat dibutuhkan untuk tahap produksi berikutnya tanpa membuat tingkat persediaan berlebihan. Dalam perkembangannya kini telah muncul MRP II merupakan pengembangan MRP yang menggabungkan pemrosesan pesanan, tagihan, persediaan pada retailer serta aktivitas penggunaan karyawan dan mesin menjadi suatu sistem dalam perusahaan. Sehingga MRP II sifatnya lebih luas dibanding MRP karena melibatkan sistem pemesanan dan penjualan dalam membuat skedul produksi untuk produk akhir di masa depan. Generasi terbaru kini telah sampai pada MRP III.



7.3 Smart Inventory Management System Dalam pengelolaan ketersediaan material idealnya harus dilakukan secara optimal agar stock selalu tersedia saat dibutuhkan namun tidak juga berlebihan karena dapat menimbulkan waste cost yang merupakan pemborosan biaya dan seharusnya bisa dialihkan untuk investasi lainnya. Pada awalnya, tata kelola inventori di PT Indonesia Power dilakukan secara konvensional (manual) yang berdampak pada inefisiensi proses transaksi serta saldo material yang belum optimal. Untuk itu, maka Indonesia Power melalui salah satu tim inovasi di head office (Faizal Ferdian A., Anggi Anggara, Timur Sahadewa) bermaksud untuk merevolusi proses pengelolaan inventori dengan menggunakan Smart Inventory Management System dengan metode SMART. SMART sendiri adalah akronim dari: • • • • •



S-ystemized and digitalized, M-inimized manual intervention A-nytime and anywhere, R-eal time and data integrity T-ime reduction and traceable



286



Pengoptimalan Asset Life Cycle Selanjutnya agar mudah diingat Smart Inventory Management System ini disingkat menjadi SIMS. Implementasi SIMS menggunakan aplikasi mobile IPProInventory yang dikembangkan oleh inovator dari Indonesia Power. Aplikasi ini terintegrasi dengan ERP dan Maximo. Tentunya penggunaan teknologi mobile dirasa sangat tepat dalam melakukan revolusi ini, dimana mayoritas pegawai PT Indonesia Power adalah generasi milenial sangat akrab dengan ponsel di kesehariannya. Alasan dipilihnya teknologi mobile sebagai basis revolusi digital tata kelola pembangkit antara lain: 1) proses yang efisien, 2) memiliki integritas data yang baik, 3) sistematis, 4) biaya implementasi yang murah, 5) serta proses internalisasi yang cepat. selanjutnya inovasi memberikan dampak positif dengan menciptakan proses pengelolaan inventori yang lebih baik dari sisi proses maupun KPI. SIMS dalam pelaksanaannya mencakup proses antara lain: perencanaan, transaksi, dan pengendalian material yang merupakan perpaduan antara tata kelola manajemen inventori dengan implementasi teknologi digital melalui aplikasi IP-ProInventory. Dalam implementasinya, program SIMS mendukung 2 (dua) dari 5 (lima) pilar PLN SOLID, yakni: “O” atau optimizing cost efficiency dan “L” atau leading industry capability yang diterjemahkan ke dalam Strategic Objective dan Strategic Initiative PT Indonesia Power. Salah satu dari Sub Strategic Initiative perusahaan adalah program Smart Inventory Management System. Aplikasi mobile IP-ProInventory dapat digunakan secara real time, kapan saja dan di mana saja, sehingga memudahkan proses pengelolaan dan pengendalian persediaan. Proses transaksi mutasi material dapat dilakukan 12x (dua belas kali) lebih cepat dibandingkan dengan proses transaksi sebelumnya, yakni tanpa menggunakan IPProInventory. Dengan penerapan SIMS, berdasarkan hasil maturity Level asset management SM.2 tahun 2019, integritas data untuk inventarisasi material mengalami peningkatan dari 92% menjadi 98%. Selain itu, terjadi penurunan saldo persediaan material sebesar Rp 87.127.993.242,00 atau turun sebesar 56% dari saldo rata-rata persediaan selama 10 (sepuluh) tahun terakhir.



287



Pengoptimalan Asset Life Cycle



7.3.1



IP-ProInventory



IP-ProInventory adalah aplikasi perangkat lunak berbasis Android dan iOS yang memanfaatkan fitur QR Code sebagai identifier yang terintegrasi dengan ERP dan MAXIMO untuk mempercepat dan mempermudah kegiatan inventori yang dilakukan unit di mana saja dan kapan saja, tanpa harus memerlukan banyak dokumen mengakses PC seperti cara lama sehingga tercapai kinerja proses yang SMART, yakni “M” atau Minimized manual intervention. Implementasi pengelolaan inventori di PT Indonesia Power menggunakan dua macam platform, yakni ERP dan MAXIMO. Dalam penggunaannya, aplikasi ERP dan MAXIMO berjalan secara bersamaan. dengan adanya IP-ProInventory, maka kedua aplikasi ini dapat terintegrasi dan mendukung kinerja lebih efektif dan efisien dalam kegiatan inventori.



7.3.2



Digitalisasi Gudang



Untuk mendukung implementasi SIMS, dimulai dengan melakukan digitalisasi gudang dengan menambahkan QR code pada kartu gantung material. Proses SMART, poin “S” atau systemized and digitalized pada digitalisasi gudang akan memudahkan dalam deployment fitur aplikasi ke depannya. Penambahan QR Code menggunakan stiker label dengan material khusus yang tahan air dan tidak mudah sobek. Stiker ini memuat informasi sebagaimana ditunjukkan Gambar 69.



Gambar 69 Format Informasi QR Code



Pada baris pertama terdapat nomor katalog, description item, gudang, locator, dan satuan barang. Sedangkan untuk QR code di sebelah kanan berisikan informasi sub inventory, locator, dan item number dengan format sebagai berikut: [Subinventory]#[Locator]#[Item Number] 288



Pengoptimalan Asset Life Cycle Untuk mengubah QR code dari teks informasi tersebut, dapat digunakan aplikasi QR generator yang dapat diunduh baik dari mobile ataupun web based.



7.3.3



Fase 1 (Efisiensi Transaksi)



Fase 1 dimulai dengan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan. Fase ini bertujuan untuk mempercepat dan memudahkan transaksi material dalam kegiatan inventori yang meliputi perbaikan efisiensi transaksi mutasi material sebagaimana implementasi SMART untuk “T”, yaitu time reduction and traceable dalam SIMS. Fitur pengeluaran adalah proses mengeluarkan Pada fase ini mulai dengan menggunakan IP-ProInventory 1.0 sebagai gawai untuk melakukan kegiatan berikut: penerimaan, pengeluaran, melihat history, dan cek status barang material dari gudang. Fitur pengeluaran barang terintegrasi dengan work order pada MAXIMO, di mana bon permintaan barang dapat diakses dengan memindai QR code dan otomatis akan memotong persediaan pada ERP tanpa harus mengakses PC.



Gambar 70 QR Code pada Bon Permintaan



Fitur penerimaan terdiri dari proses: receive, inspect, dan deliver (RID). Pada proses ini terdapat 19 langkah dalam sistem ERP dan terlihat pada bagan di bawah ini. Dalam pelaksanaannya kurang lebih membutuhkan waktu 16 menit. Hal ini dikarenakan selain proses yang panjang, kegiatan penerimaan 289



Pengoptimalan Asset Life Cycle juga harus dilakukan melalui PC dengan user yang berbeda-beda, dan diperlukan persetujuan bertingkat sampai dengan Level eksekutif. Sama halnya dengan proses inspect di mana budget in charge harus melalui approval di ERP Hal ini akan membutuhkan waktu lebih lama dan besar kemungkinan tertunda prosesnya apabila user PC tersebut tidak berada di tempat.



Gambar 71 proses penerimaan barang pada ERP (sebelum inovasi)



Berdasarkan kondisi tersebut maka diciptakan solusi dengan menggunakan aplikasi mobile IP-ProInventory, yang mampu memangkas proses yang sebelumnya sebanyak 19 (sembilan belas) tahap menjadi hanya 10 (sepuluh) tahap!



Gambar 72 Proses penerimaan barang pada ERP (setelah inovasi)



Dari hasil pemakaian aplikasi mobile IP-ProInventory pada proses penerimaan, terbukti dapat mempercepat proses dan waktu dari 16 (enam belas) menit hanya menjadi 2 (dua) menit. Artinya mempersingkat proses kerja sebanyak 14 (empat belas) menit!



290



Pengoptimalan Asset Life Cycle Fitur mencari barang dan info history barang. Fitur lain pada tahap ini adalah mencari dan mengetahui history barang. Melalui fitur ini user dapat mengetahui stock material di seluruh unit pembangkit PT Indonesia Power. Fitur ini tidak hanya menyajikan saldo dan tempat persediaan material saja, namun disertai juga dengan foto, harga rata-rata, dan lokasi barang berada. Untuk menu history item dapat digunakan sebagai pengganti kartu gantung. dengan adanya fitur ini, kebutuhan mencari barang dan mengetahui history yang sebelumnya memakan waktu 2 (dua) menit atau 120 (seratus dua puluh) detik menjadi 15 (lima belas) detik, atau 8x (delapan kali) lebih cepat dari prosedur lama.



Gambar 73 Proses penerimaan barang pada ERP (setelah inovasi)



7.3.4



Fase 2 (Data Integrity)



Dalam peningkatan data integrity, dibutuhkan perbaikan proses inventarisasi yang meliputi stock count dan stock opname. Hal ini sejalan dengan Keputusan Direksi Nomor 687.K/DIR/2010 tentang Sistem Tata Kelola Pergudangan Di Lingkungan PT PLN (Persero) yang membahas mengenai asesmen persediaan. Penggunaan aplikasi mobile sangat tepat untuk mempercepat proses kerja inventori. Penggunaan aplikasi mobile dinilai efisien dari sisi waktu, serta kemampuan update data integrity secara real time. Proses yang harus dilakukan untuk melakukan inventori adalah: petugas gudang menuju rak material sesuai list, pindai QR Code untuk identifikasi, kemudian melakukan input nilai fisik material yang ada di aplikasi. Sistem akan mengolah hasil berdasarkan database dan outputnya adalah nilai aktual dalam bentuk report.



291



Pengoptimalan Asset Life Cycle Untuk stock count, asesmennya dilakukan pada H+1, dimana list barang yang ditransaksikan di hari sebelumnya akan muncul di list aplikasi mobile. Hal ini memudahkan petugas gudang untuk mengetahui barang mana saja yang wajib di-stock count. Sedangkan data stock opname adalah data material yang terdapat persediaan di gudang pada saat awal kegiatan stock opname.



Gambar 74 Proses inventarisasi sebelum implementasi memerlukan waktu 15 menit



Gambar 75 Proses inventarisasi setelah implementasi yang dilakukan hanya 5 menit



Dari implementasi tersebut ada beberapa keuntungan yang didapat: waktu proses kerja dapat lebih cepat hingga 3x (tiga kali) lipat, yakni menjadi 5 (lima) menit dari asalnya membutuhkan waktu 15 (lima belas) menit, meningkatkan data integrity melalui report terpusat, dan transparansi akses informasi.



7.3.5



Fase 3 (Perencanaan Inventori)



Di Fase 3, diimplementasikanlah perencanaan inventori mobile dengan stock control chart yang mencakup: SS, ROP, dan ROQ. Proses perhitungan dapat dilakukan melalui sistem yang ada dan diawasi melalui stock control chart. Kemudahan akses melihat stock control chart dapat menjadi salah satu upaya dalam melakukan optimasi material, terlebih-lebih chart ini dapat diakses secara real time. Stock control chart adalah grafik yang dapat digunakan untuk memudahkan dalam penentuan perencanaan maupun pengendalian atas material.



292



Pengoptimalan Asset Life Cycle



Gambar 76 Chart Control pada IP-ProInventory



7.3.6



Fase 4 (Warehouse Mapping Based on Augmented Reality)



Pada fase 4 akan dibuat warehouse mapping berdasarkan teknologi augmented reality.



Gambar 77 Warehouse mapping design based on augmented reality



293



Pengoptimalan Asset Life Cycle



Halaman ini sengaja dikosongkan.



294



Bab VIII Digital Transformation Bab ini akan membahas strategi yang dilakukan PT Indonesia Power dalam mengimplementasikan digital tranformation (transformasi digital) dan bagaimana perusahaan dapat menikmati proses transformasi digital tersebut. Melalui tiga pilar utama yaitu People, Structure dan Technology, Indonesia Power melakukan transformasi sehingga dapat mencapai keandalan dan efisiensi pembangkit. Selain itu, Indonesia Power melalui Division of Information Technology memiliki program kerja yang disebut Program Kerja Strategis Teknologi Informasi (PASTI) sebagai platform untuk menggali benih inovasi. Bab ini akan menjelaskan bagaimana strategi yang diimplementasikan oleh PT Indonesia Power sehingga perusahaan dapat dengan mudah menjalani proses transformasi digital. Berdasarkan tiga aspek yang perlu dikelola dalam transisi digital, PT Indonesia Power membangun fondasi kapabilitas dalam transformasi digital baik dari sisi people, structure dan technology. Kemudian menyelaraskan struktur penghargaan untuk memotivasi pegawai dalam mengawal proses transformasi digital yang berkesinambungan serta mengukur dan memonitor kemajuan digital yang sudah di implementasikan oleh perusahaan.



295



Digital Transformation



8.1 Menyikapi Dinamika Perubahan Dalam menghadapi dinamika global yang penuh gejolak (volatility), ketidakpastian (uncertainty), kerumitan (complexity) dan ketidakjelasan (ambiguity) atau yang kita kenal sebagai VUCA, organisasi bisnis dituntut untuk bekerja ekstra agar bisa survive dan terus bertumbuh. VUCA yang diiringi oleh disruption technology tidak hanya berdampak pada bisnis atau industri tertentu, tapi keseluruh bisnis yang ada di dunia. Tak terkecuali industri berbasis energi seperti yang dijalankan oleh Indonesia Power. Menyikapi dinamika perubahan yang berlangsung cepat dan bersifat global tersebut, Indonesia Power telah menetapkan misi transformasinya sebagai perusahaan solusi energi.



8.1.1



Selaras dengan Transformasi PLN



Transformasi digital merupakan salah satu bentuk dari transformasi yang dilakukan oleh Indonesia Power untuk mencapai visi misi yang telah ditetapkan. Manfaat besar dari aspek bisnis yang diharapkan dapat diperoleh perusahaan melalui transformasi digital adalah terjadinya penguatan transformasi bisnis utama (strengthen the core) dengan mengacu pada reliability (keandalan) dan efficiency. Sebagai anak perusahaan PLN, transformasi yang sudah ditetapkan oleh Indonesia Power sudah sejalan dengan transformasi yang dilakukan oleh PLN melalui “Aspirasi PLN 2024” dengan 4 poin transformasinya (Green, Inovatif, Lean dan Costumer Focused) dan tagline “Power beyond generation”. Sebagai perusahaan di bidang energi, PLN memerlukan transformasi digital dalam proses bisnisnya, mulai dari sisi pembangkitan sampai dengan pelayanan pelanggan. Untuk menghadapi perubahan zaman, PLN terus mendorong inovasi dengan mendigitalisasi semua proses bisnis dan operasi. PLN harus lebih adaptif terhadap tuntutan zaman, kreatif menangkap peluang dan mencari solusi. PLN juga semakin berorientasi terhadap kepuasan pelanggan dengan membuat proses pelanggan semakin terintegrasi. Seiring dengan transformasi PLN, Indonesia Power telah mengevaluasi visi dan misinya, sebagai adaptasi dari perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat dan dinamis. Dari perubahan visi dan misi ini, diharapkan Indonesia Power dapat semakin inovatif dengan melampaui harapan pelanggan, selaras dengan customer experience pada tranformasi 296



Digital Transformation PLN tahun 2020. Sebagai tindak lanjut Transformasi PLN tersebut telah ditetapkan breakthrough initiatives dimana salah satunya adalah Digital Power Plant. Selaras dengan PLN, Indonesia Power melalui transformasi digital menerapkan strategic goals power plant of the future sehingga diharapkan dapat menjadi lebih gesit, lebih lincah, lebih efisien, lebih efektif dan lebih optimal.



8.1.2



People, Structure dan Technology



Berdasarkan Indeks Transformasi Digital Dell Technologies (DT Index) yang dilakukan oleh Dell dan Intel pada tahun 2018, ditemukan bahwa 94 perusahaan di Indonesia mengakui masih mengalami hambatan besar untuk melakukan transformasi digital. Indonesia Power menyadari bahwa transformasi digital lebih dari sekadar faktor teknologi saja. Namun juga sangat mungkin mengubah struktur hierarki hingga budaya perusahaan. Transformasi digital merupakan sebuah proses yang terus berlangsung, maka perlu dilakukan pemahaman dan strategi-strategi agar proses tersebut dapat dilalui tanpa tantangan yang berarti dan perusahaan dapat menikmati proses berlangsungnya transformasi digital. Pendekatan strategis untuk definisi, pengumpulan, pengelolaan, pelaporan, dan tata kelola keseluruhan informasi aset yang diperlukan untuk mendukung implementasi strategi dan tujuan manajemen aset organisasi. Saat ini Indonesia Power mengelola 4 Power Generation Unit (PGU), 12 Operation and Maintenance Unit (OMU) serta 5 Power Generation and O&M Services Unit (POMU) dengan total kapasitas daya terpasang sekitar 15.583 MW. Sebagai pelaksana fungsi pemeliharaan pembangkit ada 1 (satu) Maintenance Service Unit (MSU), serta 1 (satu) Project Unit sebagai penyedia fungsi perencanaan dan pengendalian kegiatan proyek pembangkit. Ditengah persaingan antar pembangkit yang begitu sangat ketat, dimana merit system, teknologi, fleksibilitas dan keandalan yang terbaik yang mendapatkan kesempatan untuk menjadi prioritas dispatching dan pemenang dalam grid. Pencapaian target kinerja operasi pembangkit dilaksanakan dengan membangun keunggulan operasi dan pemeliharaan melalui yang unggul. Agar dapat mewujudkannya Perusahaan harus mampu meningkatkan kematangan proses bisnis pengelolaan pembangkit yang sesuai dengan best practice. Agar tetap unggul dan berdaya saing tinggi, Indonesia Power harus melakukan transformasi sehingga dapat mencapai keandalan dan efisiensi pembangkit melalui transformasi yang ditetapkan 297



Digital Transformation pada tiga pilar utama yaitu People, Structure dan Technology. Strategi peningkatan keunggulan operasional dengan mengembangkan kemampuan internal dilakukan melalui penerapan teknologi baru serta melakukan efisiensi otomasi proses bisnis melalui digitalisasi.



8.1.3



Change Management dan Leadership Change Management



Menurut Murthy (2007), terdapat tiga unsur kunci yang harus disentuh dalam mengelola perubahan, yaitu People, Structure dan Technology. Cara berpikir dan beradaptasi kita terhadap tiga usur ini harus diubah. Dibutuhkan peran Change Agent dalam proses ini untuk memastikan agar perubahan benar-benar berdampak pada perbaikan kinerja organisasi.



Gambar 78 Diagram Alir Change (Perubahan)



Change management sendiri dibutuhkan untuk mengelola proses dan penerapan hal-hal mendasar di ranah inti seperti IT, proses bisnis, struktur organisasi, dan pembagian kerja sedemikian rupa untuk mengurangi risiko dan biaya agar mendapatkan benefit yang optimal.



Gambar 79 Diagram Alir Change Management



298



Digital Transformation



Leadership Selain dari pada ranah tersebut (utamanya IT, yang dalam diagram di atas ditempatkan pertama, sejalan dengan agenda transformasi PLN dan IP), yang harus juga menjadi perhatian besar adalah people yang ada di perusahaan. People memegang peranan paling penting. Mengapa? Sebab, walaupun bagaimana, sebagus apapun sistem dan tata kelola yang dibangun oleh perusahaan, ujung-ujungnya tetap bergantung pada faktor manusianya (SDM atau pegawai). Meskipun perubahan adalah suatu hal yang niscaya, pada faktanya tidak semua orang menerima dan nyaman dengan perubahan tersebut. Bahkan tidak jarang, ada beberapa orang yang menolaknya. Di sinilah peran penting leadership. Sebab untuk menyukseskan agenda transformasi, semua orang membutuhkan kejelasan arah dan tujuan akhir dari proses yang dijalankan. Oleh karena itu, semua unsur manajerial di organisasi perusahaan harus bisa menjalankan peran sebagai leader yang baik, yang bisa mengawal jalannya transformasi.



8.1.4



Strategic Change Leadership dan Digital Transformation



Perubahan yang paling mendasar dalam bisnis saat ini adalah karena berkembangnya teknologi digital, information, communication dan technologi (ICT), cloud big data management dan penggunaan artificial intelligent (AI) dalam proses bisnis dan eksekusi perusahaan. Digitalisasi menjadikan bisnis lebih efisien, kolaboratif & economical sharing tumbuh dengan banyaknya perusahaan start up yang mendisrupsi perusahaan besar dan mapan. Para leader diharuskan mampu melalukan perubahan proses bisnis dan mindset anggota organisasi dengan transformasi digital yang efektif. Transformasi digital tidak akan berjalan berkelanjutan hanya melalui keyakinan para pimpinan puncak. Perusahaan yang menjalankan transformasi digital menekankan bahwa untuk menjamin momentum transformasi digital berjalan terus perlu dikelola tiga aspek transisi digital (Westerman et al., 2014), sebagai berikut:



299



Digital Transformation



Membangun Fondasi Kapabilitas Perusahaan harus membangun tiga fondasi untuk melanjutkan transformasi digital, yaitu: (1) Ketrampilan digital (pengalaman dan pengetahuan karyawan), (2) Membangun platform digital yang terstruktur yaitu penerapan teknologi untuk memperkuat proses bisnis, dan (3) Mengembangkan relationship yang efektif antara orang-orang IT dengan pemilik bisnis proses.



Menyelaraskan Struktur Penghargaan (Reward) Para leader dan pengambil kebijakan di perusahaan harus lebih fair dalam mengukur kinerja dan memberikan imbal hasil atau reward, baik dalam bentuk insentif finansial maupun non finansial. Hal ini dimaksudkan agar orang-orang IT bisa lebih fokus dan semakin termotivasi untuk mengawal transformasi digital yang berkesinambungan.



Mengukur dan Memonitor Kemajuan Digital Sistem pengukuran kinerja dan monitoring yang tepat terhadap kemajuan digital yang dibangun perusahaan akan membangun kepercayaan diri bahwa investasi dan perubahan bisnis akan memberikan hasil yang sepadan. Selain itu, pengukuran yang tepat juga akan memberikan dampak pada perubahan budaya digitalisasi di dalam organisasi.



8.2 Strategi Transformasi Digital 8.2.1



Kerangka Kerja Transformasi Digital



Westerman mendefinisikan transformasi digital sebagai "penggunaan teknologi secara radikal meningkatkan kinerja atau jangkauan perusahaan". Definisi yang lebih holistik untuk istilah adalah bahwa “transformasi digital dapat dipahami sebagai perubahan teknologi digital yang mengubah atau mempengaruhi dalam semua aspek kehidupan manusia” (Kaplan et al., 2004). Definisi menarik lainnya oleh (Lankshear and Knobel, 2008) mendefinisikan transformasi digital sebagai "ketika penggunaan digital yang



300



Digital Transformation telah dikembangkan, memungkinkan inovasi dan kreativitas dan merangsang perubahan signifikan baik dalam domain profesional atau pengetahuan". Transformasi digital yang sukses sebagaimana seperti yang disampaikan dalam penelitian MIT Center for Digital Business dan Capgemini Consulting, menggunakan serangkaian elemen yang di jelaskan pada Gambar 80. Masing-masing elemen adalah alat kendali para eksekutif yang digunakan untuk memulai dan mengarahkan transformasi digital pada organisasi mereka. Pemimpin perusahaan harus mendiagnosis nilai aset perusahaan yang potensial dan membangun visi transformatif untuk masa depan. Kemudian, mereka berinvestasi pada keterampilan dan inisiatif digital untuk mewujudkan visinya. Hal Fundamental dalam pelaksanaan visi transformasi adalah komunikasi dan tata kelola yang efektif untuk memastikan bahwa perusahaan bergerak ke arah yang benar.



Gambar 80 Kerangka Kerja Transformasi Digital (Westerman George, Bonnet Didier, 2014)



301



Digital Transformation



8.2.2



Kaizen dan Agile Kaizen



Kaizen (改善) merupakan istilah dalam bahasa Jepang yang bermakna "perbaikan berkesinambungan". Filsafat kaizen berpandangan bahwa hidup hendaknya fokus pada upaya perbaikan terus-menerus. Pada penerapannya dalam perusahaan, kaizen mencakup pengertian perbaikan berkesinambungan yang melibatkan seluruh pekerjanya, dari manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah. Implementasi kaizen adalah bagian filosofi dan bagian proses, yang dapat membuatnya sulit untuk dibayangkan dalam istilah sehari-hari. Ini dapat bekerja secara harmonis dengan pengaturan yang ada dan disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan yang tepat. Model transformasi digital Indonesia Power berfokus metode Lean yang disebut pendekatan "Kaizen”. dengan kata sederhana, banyak "kurva-J" bukan hanya satu perubahan besar “Kaikaku”. Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa periode disrupsi cenderung lebih kecil daripada perubahan besar dan hasil terlihat lebih cepat.



Gambar 81 Metode Kaizen berbanding Kaikaku



302



Digital Transformation



Agile Pengembangan software secara Agile adalah salah satu metodologi dalam pengembangan software. Kata Agile berarti cepat, ringan, bergerak bebas, waspada. Agile adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan konsep model proses yang berbeda dari konsep model proses yang ada (Martin, R. C., 2003). Konsep pengembangan software secara Agile Manifesto dipopulerkan oleh Kent Beck dan 16 rekannya dengan menyatakan bahwa pengembangan software secara Agile adalah cara untuk membangun perangkat lunak dengan melakukannya dan membantu orang lain untuk membangun semuanya sekaligus (Dingsøyr, T., et al., 2010).



Digital Transformation Approach Karena berbasis pada “Kaizen” dan juga mempertimbangkan “Agile” maka kami dalam menyusun proses digital transformasi Indonesia Power dengan melakukan pendekatan “triangle loop of transformation approach”. Pada pendekatan ini ada 3 (tiga) aspek transformasi, yaitu: People, Process, dan Technology. Dari aspek tersebut, kami memetakan setiap aspek dengan masing-masing 3 (tiga) kompetensi dan 3 (tiga) kemampuan utama yang perlu dimiliki perusahaan dalam proses digital transformation, seperti pada gambar dibawah ini.



303



Digital Transformation



Gambar 82 Indonesia Power’s Triangle Loop Of Transformation Approach Tabel 4 Acpect, Key Factor, dan Goal Indonesia Power’s Triangle Loop of Transformation Approach PEOPLE Key Factor Leadership & Culture People & Capability Performance & Celebration



Goal COLLABORATION INNOVATION MOTIVATION



TECHNOLOGY



PROCESS



Key Factor Data Architecture Standard & Compliance Continuous Feedback



Goal STRENGTH



RELIABILITY



Key Factor Continuous Improvement Lean Culture



AGILITY



Data Driven



INSIGHT



Goal TRANSPARANCY



304



EFFICIENT



Digital Transformation



8.2.3



Scrum dan PASTI



PASTI pada kegiatan Digital Transformation memanfaatkan Agile dengan framework Scrum untuk mengoptimalkan organisasi agar dapat terusmenerus mengintegrasikan pekerjaan dalam penyesuaian yang sangat kecil dengan loop umpan balik yang ketat untuk memastikan bahwa kualitas tidak terganggu. Titik awal Digital Tranformation dengan mencari PILOT Project dengan “Low Hanging Fruit”, sehingga team akan mendapatkan pengalaman dan merayakan keberhasilan, pada akhirnya team akan memilih proyek-proyek yang sulit ditangani yang memberikan hasil lebih besar. Proyek-proyek yang team pilih harus memiliki faktor "Home Run" dan yang paling utama memenuhi kebutuhan di mana itu menjadi "MUST HAVE" untuk perusahaan.



Scrum Scrum adalah kerangka kerja di mana orang dapat mengatasi masalah adaptif yang kompleks, secara produktif dan kreatif untuk memberikan produk dengan nilai setinggi mungkin. Scrum dikembangkan oleh Ken Schwaber dan Jeff Sutherland pada tahun 1993 dan bertujuan untuk menjadi metodologi pengembangan dan manajemen yang mengikuti prinsip-prinsip metodologi Agile. Kerangka kerja Scrum sangat cocok diterapkan pada perkejaan yang persyaratannya cenderung berubah atau sebagian besar waktu tidak diketahui pada awal proyek. Scrum dibangun di atas teori proses kontrol empiris atau bisa disebut empirisme. Empirisme menyatakan bahwa pengetahuan datang dari pengalaman dan pengambilan keputusan didasari oleh apa yang telah diketahui hingga saat ini. Tiga pilar yang memperkokoh setiap implementasi dari proses kontrol empiris adalah: transparansi, inspeksi dan adaptasi.



305



Digital Transformation Scrum Team terdiri dari Product Owner, Development Team dan Scrum Master. Scrum Team bersifat swakelola dan lintas-fungsi. Tim yang swakelola memilih cara terbaik dalam mengerjakan pekerjaan, bukan diperintah oleh orang lain di luar tim. Tim yang lintas-fungsi memiliki semua keahlian yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tanpa bergantung pada orang lain di luar tim. Bentuk Scrum Team telah terbukti menjadikan tim semakin efektif dalam mengerjakan semua tipe pekerjaan jenis pekerjaan kompleks.



Gambar 83 Kerangka Kerja Scrum



Program Strategis Teknologi Informasi (PASTI) Indonesia Power melalui Division of Information Technology memiliki program kerja yang disebut Program Kerja Strategis Teknologi Informasi (PASTI) sebagai platform untuk menggali benih inovasi. PASTI sebagai kelompok kerja strategis yang menerapkan inovasi strategis dan integrasi dengan corporate entrepreneursip.



306



Digital Transformation



Gambar 84 Kerangka kerja Scrum pada PASTI Digital Transformation



Gambar 85 Sample Scrum Sprint from PASTI



307



Digital Transformation



8.3 Data to Competence Sebagai perusahaan yang telah berkiprah lebih dari dua dekade, ditambah lagi dengan kapasitas bisnis, relationship dengan berbagai stakeholder, dan sebagainya yang semuanya berskala besar dan luas, tentunya menjadikan Indonesia Power memiliki journey yang sangat kaya. Dari perjalanan dan proses bisnis yang dijalaninya, Indonesia Power terhubung dan terlibat dengan banyak sekali data. Secara umum big data tersebut tersebar di beberapa komponen ini: • • •



Proses Bisnis Internal : Data Input & Output Infrastruktur teknologi Big Data : Server, Sensor, Konfigurasi, Tools, Authority & Security, Responsibility, Sizing/Leveling Akomodasi Input data eksternal: Stakeholder, Peer, Kompetitor, pemerintah.



Gambar 86 Model Data To Competency



Data yang terkoleksi dengan jumlah besar ini bukan hanya besar (big) dalam arti kuantitatif, namun secara kualitatif juga memiliki arti yang sangat besar bagi perusahaan. Ibarat air yang bersumber dari berbagai mata air dan bermuara di sebuah danau, demikianlah data-data yang terkumpul di Indonesia power, telah membentuk sebuah danau data (data lake).



308



Digital Transformation Mengingat bahwa Indonesia Power saat ini sedang menjalankan transformasi digital, hasil pembelajaran yang didapatkan dari pengolahan dan pengelolaan data dengan semua prosesnya, secara tepat guna dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan inovasi digital dalam menciptakan digitalisasi proses dalam wujud aplikasi-aplikasi yang memudahkan keberlangsungan proses bisnis perusahaan. dengan adanya aplikasi digital ini, tiga hal yang menjadi prioritas perusahaan dapat dicapai yaitu Efficiency, Improve Productivity dan Improve Revenue. Framework pemanfaatan data dalam rangka peningkatan kompetensi melalui pengelolaan big data terintegrasi PT Indonesia Power tertuang dalam SK no. 110.K/010/2018. Agar mendapatkan hasil optimal, pengelolaan big data tentunya membutuhkan bukan hanya keterampilan mininal. Indonesia Power sangat serius dalam berinvestasi di bidang ini. Bahkan, Artificial Intelligence termasuk dalam rekomendasi direksi yang harus diaplikasikan dalam membangun arsitektur big data. Investasi yang dikucurkan Indonesia Power dalam membangun infrastruktur big data ini ditujukan agar 6 komponen (1I+5M) bisa secara sinergis membentuk bangunan yang kokoh. Keenam komponen tersebut adalah: Information, Materials, Money, Man, Methods, dan Machine. Gambaran lengkap dari arsitektur big data Indonesia Power dimana Artificial Intelligence menjadi salah satu fondasi dasarnya dapat dilihat dalam gambar berikut: Arsitektur Big Data PT. Indonesia Power.



Gambar 87 Skema Artificial Intelligence



309



Digital Transformation Untuk mencapai tujuan penguatan transformasi bisnis utama (strengthen the core) dengan mengacu pada reliability (keandalan) dan efficiency, Indonesia Power membangun arsitektur khusus sebagai pusat optimasi reliability dan efficiency yang disingkat REOC (Reliability and Efficiency Optimization Center). Melalui REOC ini, data diambil dan diolah sedemikian rupa, kemudian dipilih dan dipilah agar seluruh data satu sama lain sinkron dan dapat direview serta didiskusikan bersama secara cepat, cermat dan tepat. Sesuai dengan prinsip clustering data and information pada gambar berikut.



Gambar 88 Level data dan Informasi REOC



Agar data-data dapat di analyze dengan cepat, cermat dan tepat, harus dibangun kesesuaian antara data dan kondisi masa lalu (historical & context data) dengan melakukan pengolahan / advise yang tepat, sehingga kondisi saat ini (current state & performance) dapat di optimize sesuai situasi yang mungkin terjadi ke depan (early warning & prediction). Data yang akurat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang tepat. Dampaknya, pengeluaran yang tidak perlu, budget yang bisa dihemat, alokasi yang bisa dipending, pemanfaatan sumber daya yang bisa didaur ulang atau



310



Digital Transformation dipakai kembali, dan lain-lainnya bisa dioptimalkan sehingga secara cost bisa terjadi penghematan.



8.4 Roadmap Digitalisasi Sebagaimana PLN dengan “LEAN” sebagai salah satu kategori transformasinya, Indonesia Power juga ingin menjadi lebih gesit, lebih lincah, lebih efisien, lebih efektif dan lebih optimal. Dalam pelaksanaan persiapan Digital Transformation, Indonesia Power menggunakan Top-Down Approach yang merupakan turunan dari Visi Misi Indonesia Power dengan Digital Transformation framework PASTI. Tabel 5 Detail kerangka kerja PASTI Phase



Description



Initialization



Menentukan visi dari digital transformation berbasis visi misi Indonesia Power 1. Define, menentukan strategi digital dengan pendekatan triangle loop of transformation 2. Design, menyusun breakthrough programme 3. Decide, memilih program dan menyusunnya dalam Roadmap Build - Measure - Learn, Ini adalah lingkaran pembelajaran dan umpan balik untuk menetapkan seberapa efektif suatu produk, layanan atau ide, dan melakukan ini secepat dan semurah mungkin. Langkah 1: Rencanakan percobaan Anda: pelajari, ukur, dan bangun termasuk mengembangkan hipotesis formal. Langkah 2: Bangun produk minimum yang layak, dan ujilah. Langkah 3: Ukur hasilnya terhadap hipotesis Anda untuk memutuskan apakah Anda dapat mengembangkan bisnis yang layak di sekitar produk Anda. Langkah 4: Belajar dari hasil Anda, dan putuskan apakah akan bertahan atau berputar. Kemudian, siklus kembali ke awal, dan terus berputar-putar saat Anda mengembangkan produk Anda. Tujuannya adalah untuk terus meningkatkan penawaran Anda sehingga Anda akhirnya memberikan nilai yang dibutuhkan perusahaan Anda dengan tepat. Dalam setiap iterasi yang dilakukan, tim harus melakukan presentasi untuk mendapatkan sponsor untuk ide-ide mereka. Untuk membantu mereka menciptakan ide bernilai tinggi, perusahaan menyediakan mereka COACH, MENTOR, dan SPONSOR. Transformasi kecil dan langkah demi langkah, tetapi dalam waktu dan sejumlah besar peserta, akan ada banyak transformasi di setiap lini bisnis.



Idea Generation



Prototyping



Presentation



Implementation



311



Digital Transformation



Gambar 89 Kerangka Kerja PASTI pada Digital Transformation



Proses penyusunan Roadmap Digitalisasi Indonesia Power menggunakan framework PASTI, pada tahap inisialisasi dan prototyping.



Gambar 90 Penyusunan roadmap digitalisasi Indonesia Power



312



Digital Transformation Untuk itu, dalam menerapkan strategic goals power plant of the future, IP menyiapkan program terobosan digital power plant dengan inisiatif terobosan berikut: • • • • •



Digital Centralized Performance - Control Room Advanced Analyses For Energy Efficiency Predictive/Proactive Maintenance Increase Productivity and Automated Equipment Digitized O&M via Mobile App



Dari terobosan yang telah di tentukan perusahaan, maka kami susun menjadi Roadmap berdasarkan prioritas dan kapabilitas yang sudah diukur. Roadmap disusuan setelah kondisi perusahaan dan gap nya telah di ketahui. Adapun Roadmap digitalisasi Indonesia Power dapat dilihat di gambar di bawah ini.



Gambar 91 Roadmap Digital Transformation Indonesia Power



313



Digital Transformation



8.5 Manfaat 8.5.1



Digitalize Business Function Process With IP-Apps



Sejak beberapa tahun terakhir, Indonesia Power secara aktif mengembangkan berbagai inovasi, khususnya inovasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Inovasi dihadirkan dalam rupa program program aplikasi, baik web-based maupun mobile based. Salah satu tujuannya adalah menghadirkan tools yang menunjang proses bisnis perusahaan sehingga berjalan efektif dan efisien. Pemanfaatan teknologi sebagai proses digitalisasi ini pun dilatarbelakangi oleh mimpi besar Indonesia Power bahwa kelak semua proses dapat dilakukan hanya dari genggaman serta tak terbatas ruang dan waktu. Digitalisasi dalam proses dan fungsi bisnis melalui aplikasi IP (IP-Apps) telah terbukti memberikan dampak signifikan dalam menciptakan keandalan dan efisiensi. Sebagai bagian dari proses transformasi yang selalu berkesinambungan dan terus menerus, sederet prestasi IP dalam mengembangkan dan menerapkan aplikasi dalam poses dan fungsi-fungsi bisnis telah mendapatkan banyak apresiasi. Adapun kesepuluh aplikasi tersebut adalah IPKU, INPACT, IP-Academy, IP-STAR, IP-ProInventory, IPDigimonX, REOC, Digital Procurement, IP-PROPMO, dan IP-FAST. Tabel 6 Aplikasi Pendukung Transformasi Digital PT Indonesia Power No



Logo Aplikasi



Nama Aplikasi



Deskripsi Aplikasi mobile based yang menyediakan semua



IPKU 1.



Indonesia Power dalam GenggamanKU



layanan terintegrasi di PT Indonesia Power hanya dalam satu platform. Beberapa layanan antara lain aplikasi mobile based absensi, informasi kepegawaian, reimbursment pegawai dan Tagana Covid19.



INPACT (Indonesia 2.



Re-branding INPACT 2.0-generasi



Power ACTion) Light Up



awal INPACT yang berbentuk mobile



Aplikasi Budaya



based application. Wadah eksistensi



Perusahaan dalam bentuk socialmedia



314



dan interaksi antarpegawai dalam beraktivitas sesuai nilai perusahaan.



Digital Transformation Aplikasi mobile based yang menyediakan semua



IPKU 1.



Indonesia Power dalam GenggamanKU



layanan terintegrasi di PT Indonesia Power hanya dalam satu platform. Beberapa layanan antara lain aplikasi mobile based absensi, informasi kepegawaian, reimbursment pegawai dan Tagana Covid19. Re-branding INPACT 2.0-generasi



2.



INPACT (Indonesia



awal INPACT yang berbentuk mobile



Power ACTion) Light Up



based application. Wadah eksistensi



Aplikasi Budaya Perusahaan dalam bentuk



dan interaksi antarpegawai dalam beraktivitas sesuai nilai perusahaan.



socialmedia Teknologi pembelajaran secara digital yang diterapkan Indonesia Power Academy. Pembelajaran dikemas secara interaktif dengan 3.



IP-Academy



memanfaatkan software dan hardware secara online maupun offline, antara lain Webinar, Video Conference, Virtual Learning, Video Learning, Social Learning, dan Gamification. Aplikasi untuk melakukan



4.



IP-STAR



manajemen talent, assessment, dan karir pegawai. User: Divisi Talenta Aplikasi berbasis Android dan iOS yang memanfaatkan fitur QR Code sebagai identifier.



5.



IP-ProInventory



Terintegrasi dengan ERP dan Maximo. Tujuan: mempercepat dan mempermudah kegiatan inventori oleh bidang terkait tak terbatas ruang dan waktu.



315



Digital Transformation Pusat Informasi dan Pengendalian Keandalan dan Efisiensi ASet Pembangkit yang terintegrasi dan REOC 7.



Reliability Efficiency Optimization Centre



real time. Tujuan: menganalisis dan pengambilan keputusan (operasi) serta menyiapkan dan meningkatkan kapabilitas keahlian personel dalam pengembangan expert system pembangkitan Aplikasi pengadaan end to end Merupakan Supply Chain



8.



Digital Procurement



Management dengan 3 aspek pengembangan: SDM, bisnis, dan teknologi (People, Business, & Technology) berbasis industri 4.0. Aplikasi monitoring proyek yang terintegrasi. Tujuan: a. Monitoring milestone project (tahapan inisiasi,



9.



IP-PROPMO Project Management Office



perencanaan prakonstruksi, konstruksi, hingga COD). b. Monitoring realisasi anggaran investasi, profil risiko proyek, isu strategis proyek, dan project monthly report.



IP-FAST 10.



Financial Analysis Sistem Terpadu



Aplikasi visualisasi kinerja dan analisa keuangan secara real time berbasis ERP Financial.



Transformasi digital melalui pengembangan aplikasi dan infrastruktur security, baik membangun aplikasi baru ataupun pengembangannya lebih lanjut dari aplikasi eksisting dan penyesuaian infrastrukturnya akan terus berlangsung dan berkelanjutan hingga tahun 2023 mendatang. Hal ini telah tertuang dalam Roadmap Digitalisasi Indonesia Power 2019-2023. Kehadiran aplikasi-aplikasi karya insan Indonesia Power diharapkan dapat membantu dan mempermudah setiap insan perusahaan dalam mencapai target.



316



Digital Transformation



8.5.2



Intangible Benefit



Hasil yang diharapkan dari terobosan tersebut selain dari sisi keuangan (cost reduction), adalah juga dalam bentuk peningkatan kinerja serta akuntabilitas pegawai atau karyawan dalam melaksanakan program kerja. Dari sisi transformasi digitilasisasi pembangkit, secara umum sudah baik. Dan seiring dengan berkembangnya teknologi dan munculnya artificial intelligent (AI), inovasi dan kolaborasi terus dikembangkan. Telah banyak dirasakan oleh IP sebagai hasil transformasi. Dari sisi transformasi digital misalnya, IP merasakan organisasi lebih solid, hilangnya silo silo, semua terintegrasi dalam satu system (PT. IP IMS), dan tahap perencanaan sampai eksekusi bisnis dapat diintegrasikan sehingga berdampak pada organisasi secara keseluruhan. Perkembangan sampai saat ini, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7 Perkembangan transformasi digital Indonesia Power



317



Digital Transformation



318



Digital Transformation Secara menyeluruh, sesuai dengan penerapan balanced score card (BSC), keselarasan transformasi PLN dan IP lainnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. Tabel 8 Keselarasan transformasi digital Indonesia Power



IP meyakini, dengan kekompakan dan terintegrasinya semua sistem, semua anggota organisasi akan lebih berani dan terampil melakukan eksekusi. Hasilnya, perusahaan akan betul-betul berubah sesuai dengan visi dan misi yang dicita-citakan. Sebab, dengan eksekusilah perusahaan akan mengalami perubahan (Zaini, Z., 2018). dengan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance/GCG, peningkatan kinerja dan kepuasan pelanggan akan terwujud. Untuk itulah, dalam transformasinya, IP juga konsen dengan peningkatan integritas pegawainya. Digitalisasi proses akan menjamin transparansi dan mampu telusur semua dokumen bisnis sesuai dengan SNIISO 37001 tahun 2016, untuk menjadi perusahaan berkinerja tinggi dan juga terpercaya.



319



Digital Transformation



8.6 Asset Information Aset merupakan salah satu isu terpenting dari perusahaan, dan merupakan harta kekayaan dimiliki oleh perusahaan. Salah satu aset tetap perusahaan berupa aset fisik yang memiliki waktu pemanfaatan lebih dari satu tahun, memiliki nilai, dan digunakan dalam kegiatan operasional dan tidak dimaksudkan untuk dijual. Aset tetap yang dimiliki perusahaan dapat berupa tanah, bangunan, mesin, teknologi, atau kendaraan. Keberadaan dari aset tetap diharapkan dapat membantu dalam memberikan pendapatan bagi perusahaan hingga masa mendatang. Oleh karena hal itu, aset harus dikelola dengan benar dan baik agar tujuan dari aset tetap dapat terpenuhi. PT. Indonesia Power menerapkan Manajemen Aset dalam mengelola aset perusahaan berdasarkan ISO 55000. Dengan Manajemen Aset akan membantu perusahaan menerapkan praktik terstruktur dan tata kelola yang baik untuk mengoptimalkan waktu kerja, keandalan, dan kinerja keseluruhan aset sehingga perusahaan mendapatkan lebih banyak manfaat dari aset mereka dan meningkatkan sustainability perusahaan. Untuk membantu penerapan manajemen aset dalam perusahaan, Divisi ITE mendukung sepenuhnya dengan mengimplementasikan sistem Enterprise Asset Management (EAM) perusahaan menggunakan Maximo dimulai tahun 1997. Dengan semakin berkembangnya penerapan manajemen aset perusahaan, maka Divisi ITE berupaya secara maksimal untuk melakukan improvement sesuai kebutuhan dalam mengoptimalkan pemanfaatan sistem EAM. Tabel 9 Acuan ISO untuk manajemen aset



Nomor Manajemen Aset ISO 55000 ISO 55001 ISO 55002 ISO 55010



Gambaran Tinjauan umum - prinsip dan terminologi Sistem manajemen : requirements Sistem Manajemen : pedoman penerapan ISO 55001 Pedoman tentang penyelarasan fungsi keuangan dan non-keuangan dalam manajemen aset



320



Digital Transformation



8.6.1



Penerapan dan Fungsinya



Subjek lanskap manajemen aset membagi menjadi 6 topik yang terdiri dari 39 proses, salah satunya adalah topik mengenai Asset Information, yaitu: 1) Asset Information Strategy 2) Asset Information Standard 3) Asset Information System 4) Data & Information Management



Gambar 92 Subyek untuk manajemen aset



Asset Information Strategy Strategi informasi aset harus mendefinisikan bagaimana organisasi bermaksud untuk memperoleh, menyimpan, memanfaatkan, menilai, meningkatkan, mengarsipkan, dan menghapus informasi aset untuk bisa mempertahankan level kualitas data yang diperlukan untuk mendukung kegiatan manajemen aset. Strategi informasi aset haruslah memperhitungkan biaya life cycle dari penyediaan informasi aset dan value yang ditambahkan oleh informasi kepada organisasi (dalam hal peningkatan pengambilan keputusan dan dukungan pelaksanaan kegiatan manajemen aset keseharian). Strategi informasi aset haruslah diselaraskan dengan sasaran dan strategi manajemen aset organisasi.



321



Digital Transformation Strategi informasi aset menjelaskan bagaimana informasi aset mendukung penyampaian strategi dan tujuan manajemen aset serta sistem informasi aset dan proses tata kelola apa yang diperlukan untuk menyampaikan informasi aset tersebut. Strategi informasi aset meliputi:  Kebijakan informasi aset.  Identifikasi kebutuhan informasi aset untuk mendukung kebutuhan organisasi.  Analisis kesenjangan ketersediaan informasi, termasuk pertimbangan kualitas dan akurasi data.  Analisis biaya dan manfaat yang menyediakan kebutuhan informasi aset.  Kebutuhan bisnis sistem informasi yang diperlukan untuk mendukung proses bisnis organisasi. Divisi Information Technology menyediakan dashboard serta report yang dibutuhkan sesuai yang didefinisikan oleh pengguna informasi untuk dapat digunakan dan memudahkan dalam penyusunan strategi kebijakan informasi aset



Asset Information Standard Standar informasi aset diperlukan untuk memastikan bahwa informasi aset telah dikumpulkan, dikategorikan dan diberikan ke level yang disepakati dan untuk rentang waktu yang disepakati. Standar untuk proses pengukurannya juga menentukan makna dari data. Standar informasi aset mencakup pengembangan standar dan pedoman yang memastikan pendekatan yang konsisten terhadap pencatatan informasi aset untuk memenuhi kebutuhan informasi aset yang didefinisikan dalam Asset Information Strategy. Hal-hal yang dilakukan dalam proses ini adalah:  Hierarki beserta atribut serta lokasi aset yang dibutuhkan.  Kondisi dan status aset.  Mengategorikan dan mencatat kerusakan aset;  Mengategorikan dan mencatat penyebab kegagalan aset;  Mengategorikan dan mencatat konsekuensi dari kegagalan aset;



322



Digital Transformation Divisi Information Technology membantu dalam melakukan setup dan setting sistem EAM sesuai standarisasi informasi sistem aset yang telah didefinisikan termasuk mengintegrasikan antar sistem (EAM Maximo dan ERP Oracle)



Asset Information System Meskipun sistem informasi aset dapat berbasis kertas, sistem ini biasanya merupakan aplikasi dan sistem perangkat lunak yang mengumpulkan, menyimpan, memproses, dan menganalisis informasi aset yang diperlukan suatu organisasi untuk mengelola aset selama life cycle-nya. Sistem ini menyimpan, atau diintegrasikan dengan, daftar semua aset perusahaan. Hal ini memungkinkan dilakukannya perencanaan yang terpadu dan dilakukannya kegiatan operasional secara efektif. Sistem informasi aset mencakup penyediaan, pengoperasian dan pemeliharaan semua Sistem Informasi Aset yang diperlukan untuk menyampaikan persyaratan informasi aset yang ditentukan dalam Strategi Informasi Aset. Sistem Informasi Aset mencakup:  Arsitektur dan sistem informasi aset yang diperlukan sebagai persyaratan sistem informasi guna mendukung berjalannya manajemen aset;  Analisis biaya dan manfaat dari penerapan sistem informasi aset untuk memenuhi kebutuhan bisnis;  Persyaratan sistem informasi aset sesuai dengan strategi organisasi teknologi informasi.  Evaluasi tentang bagaimana sistem dapat digunakan untuk mengotomatiskan proses bisnis.  Penilaian apakah akan memperoleh solusi terbaik dan menyelaraskan proses bisnis dengan sistem, atau untuk memodifikasi sistem yang ada atau untuk mengembangkan solusi perangkat lunak yang telah ada.  Rencana implementasi Sistem Informasi Aset termasuk pengaturan tata kelola;  Rencana migrasi sistem informasi aset untuk berpindah dari sistem saat ini ke arsitektur yang diperlukan; Divisi Information Technology berperan dalam menyiapkan Infrastruktur baik berupa network (jaringan baik LAN dan WAN), Server, Sistem Disaster Recovery Center (DRC) dan sistem backup serta sistem security. 323



Digital Transformation Selain itu Divisi Information Technology juga menyiapkan sistem aplikasi seperti aplikasi EAM Maximo, aplikasi ERP Oracle, aplikasi REOC (Reliability Efficiency Optimization Center), aplikasi Reliability dan aplikasi ProERM (Enterprise Risk Management)



Data & Information Management Data & informasi Manajemen aset dapat bersifat strategis, taktis atau operasional dan bisa tidak terbatas pada praktisi manajemen aset. Mungkin saja akan ada pengguna lain baik di dalam dan maupun di luar organisasi. Setelah kebutuhan para stakeholder dipahami, maka kebutuhan data yang lebih rinci harus ditentukan. Kebutuhan ini seharusnya tidak hanya menentukan data apa yang diperlukan tetapi juga kebutuhan kualitasnya Data & Information Management mencakup data yang disimpan dalam Asset Information System dimana kualitas serta keakuratan data tersebut, sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam Asset Information Strategy dan Asset Information Standard Data & Information Management meliputi proses-proses manajemen data yang biasanya mencakup definisi siapa pemilik data, siapa yang mengkonsumsi data, proses validasi, dan penetapan umur data. Data & Information Management termasuk proses tata kelola suatu organisasi dengan tingkat jaminan bahwa data dan informasi dalam pengelolaan Asset Information System sesuai dengan tujuan dan konsisten dengan Asset Information Standard serta syarat-syarat kualitas dan keakuratan data. Divisi Information Technology berperan dalam melakukan upload data di awal setup master data manajemen aset, kesiapan sistem untuk digunakan sebagai data entry dan jaminan akurasi data melalui penyediaan dan setup sistem dengan melengkapi dengan proses approval dan validasi, sehingga Data & Information Management sesuai dengan standard yang ditetapkan dan dapat memberikan informasi untuk menyusun kembali Asset Information Strategy.



324



Digital Transformation Selain penerapan dan fungsi yang dilakukan Divisi Information Technology yang telah dijelaskan di atas terhadap topik Asset Information dalam setiap prosesnya dapat dijelaskan bahwa manajemen aset membutuhkan informasi aset yang akurat, tetapi sistem manajemen aset lebih dari sekedar manajemen sistem Informasi. Manajemen aset berinteraksi dengan banyak fungsi organisasi. Asetnya sendiri juga bisa mendukung lebih dari satu fungsi dan lebih dari satu unit fungsional dalam organisasi. Sistem manajemen aset menyediakan sarana untuk mengkoordinasikan kontribusi dari dan interaksi antara unit fungsional ini dalam suatu organisasi.



Gambar 93 Keuntungan yang didapat atas tercapainya keselarasan dan keintegrasian



325



Digital Transformation



8.6.2



Hasil Penerapan



Dengan penerapan dan fungsi dari Divisi Information Technology yang berperan dalam kegiatan Manajemen Aset, hingga saat ini Divisi Information Technology telah dapat memberikan kontribusi dengan tersedianya solusi aplikasi Enterprise Asset Management (EAM) yaitu Maximo yang merupakan aplikasi EAM yang hingga saat ini berada pada Quadrant Leader untuk kategori EAM application, dimana Maximo juga mendukung alur proses sesuai terminologi ISO 55000. Solusi aplikasi EAM Maximo yang merupakan core aplikasi dalam penerapan Manajemen Aset juga didukung dan disupport oleh aplikasi lainnya seperti ProERM untuk pengelolaan Risk Management, ProLAK untuk pengelolaan Document Management, ERP sebagai back office untuk pengelolaan sistem keuangan, SDM dan procurement serta Inventory, ProPMO untuk pengelolaan Proyek, PI System REOC untuk pengelolaan monitoring asset, Tableu dan BI untuk dashboard system reporting. Aplikasi tersebut telah saling terintegrasi satu sama lain. Pengembangan PI sistem REOC yang merupakan Teknologi Operasional beberapa tahun terakhir cukup berkembang di Indonesia Power, setelah sistem SCADA yang telah digunakan sebelumnya. Kemajuan dalam Teknologi Informasi dan Teknologi Operasional mengarah ke peningkatan bertahap dalam pengelolaan aset fisik, langkah perubahan akan datang dengan kolaborasi Teknologi Informasi dan Teknologi Operasional. Peluangnya adalah untuk mengotomatiskan pengambilan keputusan dan implementasi keputusan, dengan langkah pertamanya menambah informasi dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang terdapat tambahan informasi menjadi nyata ketika ekosistem Teknologi Operasional memberikan cukup data yang tepat ke sistem TI sehingga TI dapat menyajikan rekomendasi tentang tindakan apa yang akan diambil. Setelah kondisi ideal ini tercapai, datanya akan mendorong pengambilan keputusan, dengan kata lain kombinasi data dan pengalaman.



326



Digital Transformation



Gambar 94 Bentuk integrasi dari sistem manajemen aset



Elemen vital dari Manajemen Aset yang efektif adalah pengambilan keputusan yang berbasis bukti dan berbasis data yang memanfaatkan sistem Teknologi Operasi Dalam manajemen aset, sistem informasi bukan hanya tool otomatisasi bisnis. Di antara kontribusi paling signifikan dari sistem ini adalah menerjemahkan tujuan strategis menjadi tindakan dengan memberikan nilai tambah berupa informasi diagnostik yang bermanfaat untuk dapat ditindaklanjuti dan menjadi masukan bagi pengelola aset untuk menentukan strategi pengelolaan aset dan strategi bisnis perusahaan. Proses ini harus didukung oleh Subject Matter Experts (SME) yang menganalisa, mengidentifikasi penyebab berdasarkan pola dalam kumpulan historikal data dan menjadi baseline bagi Machine Learning untuk membangun model. Divisi Information Technology akan terus membantu mengoptimalisasi sistem informasi sesuai kebutuhan dan perkembangan, termasuk selalu menjaga ketersediaan dan kehandalannya.



327



Digital Transformation



Halaman ini sengaja dikosongkan.



328



Daftar Pustaka Alan Brent, 2005, Asset life cycle management: Towards improving physical asset performance in the process industry, Victoria University of Wellington Budi Kho, 2020, Pengertian Lead time dan Pengaruh Lead time Terhadap Keputusan Pemesanan, diakses pada 1 Juli 2020 dari Chopra, S., dan Meindl, P., 2007, Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation,3 rd Ed, Prentice Hall, New Jersey. Doc Palmer, 2006, Maintenance Planning and Scheduling Handbook - Second Edition, McGraw-Hill Doug Wallace, 2012, Is There Value in Identifying Criticality of Spare Parts?, Life Cycle Engineering, Inc. diakses pada 22 Juli 2020 dari https://www.lce.com/Is-There-Value-in-Identifying-Criticality-of-SpareParts-1970.html?cat= E. Camacho and C. Bordons, "Model Predictive Control", Springer 1999. E. Gallestey, A. Stothert, M. Antoine, S. Morton, “Model predictive control and the optimization of power plant load while considering lifetime consumption”, IEEE PE-803PRS (08-2001). GFMAM, 2016, The Value of Asset Management to an Organization - First Edition, The Global Forum on Maintenance and Asset Management Hendra Poerwanto, Persediaan/ Inventori, diakses pada 1 Juli 2020 dari https://sites.google.com/site/operasiproduksi/persediaan-inventori Heru Sriwidodo (2020), Keberlanjutan dengan Manajemen Aset Berbasis SNI ISO 55000 Humas Indonesia Power, 2019, Resmikan IP Academy, Indonesia Power Borong Penghargaan Zero Accident 2019, diakses pada 28 Juli 2020 dari https://www.Indonesiapower.co.id/id/komunikasi-



329



berkelanjutan/berita/Pages/Indonesia-Power-Borong-Penghargaan-ZeroAccident-2019.aspx Humas Indonesia Power, 2019, Resmikan IP Academy, Indonesia Power Raih 3 Penghargaan di Ajang Asean Coal Awards 2019, diakses pada 28 Juli 2020 https://www.Indonesiapower.co.id/id/komunikasiberkelanjutan/berita/Pages/Indonesia-Power-Raih-3-Penghargaan-di-AjangAsean-Coal-Awards-2019-.aspx Humas Indonesia Power, 2019, Resmikan IP Academy, Indonesia Power Siap Hadapi Tantangan Industry 4.0 diakses pada 28 Juli 2020 dari https://www.Indonesiapower.co.id/id/komunikasiberkelanjutan/berita/Pages/Resmikan-IP-Academy,-Indonesia-Power-SiapHadapi-Tantangan-Industry-4.0.aspx Ibifuro Ihemegbulem, 2017, The role of ISO 55000 Standard in Asset integrity, University of Sunderland UK IBM Watson IoT, 2019, Understanding the impact and value of Enterprise Asset Management, IBM Corporation IFC, 2017, Environmental, Health, and Safety Guidelines for Thermal Power Plants, International Finance Corporation - World Bank Group Indonesia Power, Annual Reports, PT. Indonesia Power Indonesia Power, IN POWER - Media Komunikasi Indonesia Power, PT Indonesia Power Indonesia Power, Sustainability Reports, PT. Indonesia Power Lina Bertling Tjernberg, 2018, Infrastructure Asset Management with Power System Applications, Taylor & Francis Group, LLC Marc Antoine, 2004, Lifecycle Optimization for Power Plants, ABB Power Automation Michael Blanchard, 2016, Life Cycle Engineering - How (and why) to train operators on maintenance, diakses pada 25 Juli 2020 dari



330



https://www.plantservices.com/articles/2016/wf-how-why-to-trainoperators-on-maintenance/ Nate Clark, 2015, Strategy, people, and processes - Fulfilling the promise of Enterprise Asset Management, DeskripsiPricewaterhouseCoopers Nicholas A. J. Hastings, 2015, Physical Asset Management - Second Edition, Springer-Verlag London Limited Robert Davis, 2017, An Introduction to Asset Management, The Institute of Asset Management Silver, E.A., Pyke, D.F., dan Peterson, R., 1998, Inventory Management and Production Planning and Scheduling. John Willey & Sons, New York. William R. Wessels, 2010, Practical reliability engineering and analysis for system design and life-cycle sustainment, Taylor and Francis Group, LLC



331



332