PPH SUAMI ISTRI GABUNG [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Menikah adalah satu momen yang sangat istimewa yang terjadi pada diri manusia. Banyak hal berubah ketika seseorang sudah menikah, mulai dari cara mengelola keuangan sampai perubahan kebiasaan sehari-hari. Tidak terkecuali kewajiban perpajakan bagi seseorang yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebelum menikah. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 74 tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, seorang perempuan yang sudah menikah dan telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan serta tidak hidup terpisah atau tidak melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis, hak dan kewajiban perpajakannya wajib digabungkan dengan hak dan kewajiban perpajakan suaminya. Penggabungan NPWP setiap pasangan suami-istri ini dikarenakan sistem administrasi perpajakan di Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, seperti tertuang dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Akan tetapi, sebenarnya seorang wanita yang telah menikah bisa saja memiliki NPWP terpisah dengan suaminya. Hal ini dimungkinkan jika suami dan istri hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim, memiliki perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau punya keinginan untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan terpisah dengan suami. Kemudian apa pengaruh status pernikahan dengan kewajiban perpajakan seseorang? Yang perlu kita ketahui, perbedaan status pernikahan seseorang akan mempengaruhi besarnya PTKP. PTKP sendiri adalah besarnya penghasilan yang menjadi batasan penghasilan yang tidak dikenakan pajak. Singkatnya ketika penghasilan seseorang tidak melebihi PTKP maka ia tidak akan dikenakan PPh. Besarnya PTKP terhitung mulai tahun 2016 sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 101/PMK.010/2016 adalah sebagai berikut: No KETERANGAN PTKP 1 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi tidak kawin (TK/0) Rp 54.000.000 2 Tambahan untuk wajib pajak kawin (K/0) Rp 4.500.000 3 Istri yang penghasilannya digabung dengan suami (TK/0) Rp 54.000.000 4 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan Rp 4.500.000 keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga Setelah dikurangi PTKP, Wajib Pajak dapat menghitung pengenaan PPh atas penghasilannya dengan menggunakan tarif progresif sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu:  Sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) = 5% (lima persen)  Di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) = 15% (lima belas persen)  Di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) = 25% (dua puluh lima persen)  Di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) = 30% (tiga puluh persen) Berikut perbandingan penghitungan Pajak Penghasilan sebelum dan sesudah menikah 1. Penghitungan PPh sebelum menikah



Sesuai dengan ketentuan mengenai PTKP, apabila seseorang belum menikah (TK/0) maka Penghasilan Tidak Kena Pajak nya sebesar Rp54.000.000,00. Contohnya apabila A memiliki penghasilan neto dalam satu tahun adalah Rp150.000.000,00 dan belum memiliki tanggungan, maka penghitungan PPh A adalah penghasilan neto (Rp150.000.000,00) dikurangi PTKP (Rp54.000.000,00), sehingga Penghasilan Kena Pajak (PKP) A adalah Rp96.000.000,00. Selanjutnya Penghasilan Kena Pajak A dikenai tariff progresif, maka PPh terutangnya adalah (5%xRp50.000.000,00) + (15%xRp46.000.000,00) = Rp2.500.000,00 + Rp6.900.000,00 = Rp9.400.000,00. PPh yang terutang ini sudah dipotong oleh pemberi kerjanya, sehingga A hanya punya kewajiban untuk melaporkannya dalam SPT Tahunan dan tidak terdapat kekurangan pembayaran PPh. 2. Penghitungan PPh setelah menikah Ketika sudah menikah pasangan suami-istri dapat memilih untuk menggabungkan atau memisahkan NPWP nya. Ilustrasinya adalah sebagai berikut: a. NPWP suami-istri digabung Contohnya A sebagai suami yang sudah menikah dengan Z sebagai istri, dan memiliki 2 anak. A memiliki penghasilan neto Rp200.000.000,00 setahun dan Z memiliki penghasilan neto Rp150.000.000,00 setahun. PKP A adalah penghasilan neto Rp200 juta – PTKP (K/2) RP67,5 juta = Rp132,5 juta. Sehingga PPh terutangnya adalah Rp14.875.000,00. PPh terutang A telah dilakukan pemotongan oleh pemberi kerjanya, sehingga A tinggal melaporkannya saja di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya dan tidak terdapat kurang bayar PPh. Untuk penghitungan PPh Z adalah penghasilan neto Rp150 juta – PTKP (TK/0) Rp54 juta = Rp96 juta. Maka PPh terutangnya adalah Rp9.400.000,00. PPh Z juga sudah dipotong oleh pemberi kerjanya sehingga angka ini hanya dilaporkan di SPT Tahunan suami dan tidak terdapat kurang bayar PPh. Keuntungan NPWP suami-istri digabung adalah PPh terutang suami dan istri tidak akan mengalami kurang bayar dan dianggap final. Konsekuensi lain dari penggabungan NPWP ini adalah suami-istri dipandang sebagai satu kesatuan ekonomis di mata hukum. Begitupun dengan kewajiban, kewajiban istri menjadi kewajiban suami, begitu pula sebaliknya. b. NPWP suami-istri dipisah Jika A dan Z memilih untuk memiliki NPWP terpisah, maka keduanya akan dikenakan PTKP K/I/2 sebesar Rp121.500.000,00. Untuk mengetahui PPh nya pertama-tama penghasilan A dan Z digabung sehingga total penghasilannya adalah Rp350.000.000,00. Kemudian PPh terutang gabungan A dan Z dihitung menggunakan tarif progresif (5%xRp50 juta) + (15%xRp178,5 juta) = Rp29.275.000. Setelah didapatkan PPh terutang gabungan, kemudian A dan Z menghitung PPh terutang masing-masing. Untuk PPh terutang A adalah (Rp200 juta/Rp350 juta) x Rp29.275.000,00 = Rp16.728.571,00. Karena tempat bekerja A sudah memotong sebesar Rp14.875.000,00 maka PPh kurang bayar A adalah Rp1.853.571. PPh kurang bayar ini nantinya wajib dilunasi sebelum menyampaikan SPT Tahunan. Selanjutnya penghitungan PPh terutang Z adalah (Rp150 juta/Rp350 juta) x Rp29.275.000,00 = Rp12.546.429,00. Karena tempat bekerja Z sudah memotong sebesar Rp9.400.000, maka PPh kurang bayar Z adalah Rp3.146.429,00. PPh kurang bayar ini juga wajib dilunasi sebelum menyampaikan SPT Tahunan. Dari perbandingan di atas pemisahan NPWP bagi pasangan yang telah menikah akan menyebabkan PPh terutang lebih besar. Sehingga disarankan bagi suami-istri untuk menggabungkan NPWP-nya.



Kewajiban perpajakan adalah bentuk dari menaati peraturan serta bentuk dari kepedulian kita terhadap pembangunan negeri ini. Maka dari itu sebagai warga negara yang baik kita tidak boleh sampai lupa apalagi tidak peduli terhadap hak dan kewajiban perpajakan kita.  CONTOH SOAL : Diketahui :



   



Surya menikah dengan Tiara Surya dan Tiara bekerja di perusahaan berbeda, namun NPWP sudah digabung. Penghasilan neto setahun Surya = Rp 120.000.000 Penghasilan neto setahun Tiara = Rp 84.000.000



Diketahui :



   



Surya menikah dengan Tiara dan memiliki 1 orang anak (K/1) Surya dan Tiara bekerja di perusahaan berbeda, namun NPWP sudah digabung. Penghasilan neto setahun Surya = Rp 120.000.000 Penghasilan neto setahun Tiara = Rp 84.000.000



Diketahui :



   



Surya menikah dengan Tiara dan memiliki 2 orang anak (K/2) Surya dan Tiara bekerja di perusahaan berbeda, namun NPWP sudah digabung. Penghasilan neto setahun Surya = Rp 120.000.000 Penghasilan neto setahun Tiara = Rp 84.000.000



Diketahui :



   



Surya menikah dengan Tiara dan memiliki 3 orang anak (K/3) Surya dan Tiara bekerja di perusahaan berbeda, namun NPWP sudah digabung. Penghasilan neto setahun Surya = Rp 120.000.000 Penghasilan neto setahun Tiara = Rp 84.000.000



Ditanyakan : Hitunglah berapa besar pembayaran pajak masing-masing jika : 1. Masing-masing punya NPWP 2. Penghasilan Digabung