PPK Mata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN PRAKTIK KLINIS MATA NOMOR 1155/PER/RSI-SA/I/2020



1



PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG NOMOR 1155/PER/RSI-SA/I/2020 TENTANG PANDUAN PRAKTIK KLINIS MATA DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG Menimbang



a. bahwa penyusunan standar pelayanan kedokteran bertujuan untuk memberikan jaminan kepada pasien untuk memperoleh pelayanan kedokteran yang berdasarkan nilai ilmiah sesuai dengan kebutuhan medis pasien serta mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kedokteran yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; b. bahwa sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan klinis mata perlu penyempurnaan Panduan Praktik Klinis Mata sebagai acuan pelayanan klinis mata; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung tentang Panduan Praktik Klinis Mata;



Mengingat



1. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit; 2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 Tentang Standar Pelayanan Kedokteran; 3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/PER/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit; 4. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 107/DSNMUI/IX/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah; 5. Keputusan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Nomor 12/SK/YBW-SA/II/2018 Tentang Pengangkatan dr. H. Masyhudi AM, M.Kes sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung Masa Bakti 2018 – 2022; MEMUTUSKAN



Menetapkan



PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG TENTANG PANDUAN PRAKTIK KLINIS MATA.



2



Pasal 1 Panduan Praktik Klinis adalah panduan prosedur standar dalam pelayanan dan perawatan kepada pasien yang harus diketahui dan dijalankan oleh seorang dokter untuk melaksanakan kegiatan kesehatan secara optimal, professional, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 2 Panduan Praktik Klinis bagi dokter di Rumah Sakit bertujuan untuk memberikan acuan bagi dokter dalam memberikan pelayanan di Rumah sakit dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan. Pasal 3 Panduan Praktik Klinis Dokter di Rumah Sakit meliputi pedoman penatalaksanaan terhadap penyakit, diambil berdasarkan kriteria: 1. Penyakit yang prevalensinya cukup tinggi; 2. Penyakit yang membutuhkan biaya tinggi; dan 3. Penyakit yang risiko tinggi. Pasal 3 Pada saat Peraturan Direktur Utama ini berlaku, Surat Keputusan Direktur Utama Nomor 563.3/PER/RSISA/V/2019 tentang Panduan Praktik Klinik Mata dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 4 Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung ini berlaku pada tanggal ditetapkan.



Ditetapkan di Semarang Pada tanggal 12 Jumadil Awwal 1441 H 08 Januari 2020 M DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG



Dr. H. MASYHUDI AM, M.Kes.



3



PENYUSUN PANDUAN PRAKTIK KLINIS MATA 1. 2. 3. 4.



dr. Masniah, Sp.M., M.Kes dr. Hadijah, Sp.M dr. Helen Nguda, Sp.M dr. Etty Eko Setyowati, Sp.M (K)



Dokter Spesialis Mata Dokter Spesialis Mata Dokter Spesialis Mata Dokter Spesialis Mata



4



DAFTAR ISI



Halaman Judul.......................................................................................................................................1 Penyusun...............................................................................................................................................4 Daftar Isi................................................................................................................................................5 Kata Pengantar......................................................................................................................................6 Pendahuluan.........................................................................................................................................7 Panduan Praktik Klinis Keratitis Dan Ulkus Kornea................................................................................8 Panduan Praktik Klinis Pterygium........................................................................................................11 Panduan Praktek Klinis Kelainan Refraksi/Miopia...............................................................................13 Panduan Praktik Klinis Hipermetrop....................................................................................................14 Panduan Praktik Klinis Astigmatisma...................................................................................................15 Panduan Praktik Klinis Katarak Pada Penderita Dewasa......................................................................16 Panduan Praktik Klinis Diabetik Retinopati Pada Penderita Dewasa...................................................22 Penutup...............................................................................................................................................24



5



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb. Demi kelancaran Pelayanan Medis di Bagian Dokter Mata, maka perlu dibuat Prosedur Tetap dalam bentuk Panduan Praktik Klinis sebagai acuan dokter Mata dalam bertugas. Adanya buku ini diharapkan menjadi pedoman kerja bagi tenaga medis dan pihak terkait dalam meningkatkan pelayanan, selain itu juga dapat menjadi bahan referensi. Pada kesempatan ini disampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua Staf Medis atas kerjasamanya yang baik dalam menyusun buku prosedur tetap mata ini. Kami berharap agar keberhasilan yang telah dicapai akan memacu kita semua untuk turut menambah buku-buku ilmiah yang berguna bagi peningkatan pelayanan Mata. Semoga keberadaan buku Panduan Praktik Klinis ini bermanfaat. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.



Semarang, 8 Januari 2020



Penyusun



6



LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG NOMOR 1155/PER/RSI-SA/I/2020 TENTANG PANDUAN PRAKTIK KLINIS MATA



PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan medis adalah pelayanan kesehatan perorangan; lingkup pelayanan adalah segala tindakan atau perilaku yang diberikan kepada pasien dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Substansi pelayanan medis adalah pratik ilmu pengetahuan dan teknologi medis yang telah ditapis secara sosio – ekonomi –budaya yang mengacu pada aspek pemerataan, mutu dan efsiensi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat akan pelayanan medis. Untuk menyelenggarakan pelayanan medis yang baik dalam arti efektif, efisien dan berkualitas serta merata dibutuhkan masukan berupa sumber daya manusia, fasilitas, prafasilitas, peralatan, dana sesuai dengan prosedur serta metode yang memadai Saat ini sektor kesehatan melengkapi peraturan perundang-undangannya dengan disahkannya Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada bulan Oktober 2004 yang diberlakukan mulai bulan Oktober 2005. Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter/dokter Mata, serta memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan dokter/dokter Mata. Panduan praktik klinis (Clinical practice guidelines) merupakan panduan yang berupa rekomendasi untuk membantu dokter atau dokter Mata dalam memberikan pelayanan kesehatan. Panduan ini berbasis bukti (berdasarkan penelitian saat ini) dan tidak menyediakan langkah-pendekatan untuk perawatan dan pengobatan, namun memberikan informasi tentang pelayanan yang paling efektif. Dokter atau dokter Mata menggunakan panduan ini sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan mereka untuk menentukan rencana pelayanan yang tepat kepada pasien B. Tujuan 1. Meningkatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu 2. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya 3. Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal 4. Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil 5. Mamberikan tata laksana dengan biaya yang memadai



7



PANDUAN PRAKTIK KLINIS KERATITIS dan ULKUS KORNEA 1



Pengertian



Keratitis dan ulkus kornea adalah peradangan kornea yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus atau suatu proses alergiimunologi. Infeksi kornea pada umumnya didahului oleh trauma, penggunaan lensa kontak, pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol. Kelainan ini merupakan penyebab kebutaan ketiga terbanyak di Indonesia.



2



Anamnesis



1. 2. 3. 4.



3



Pemeriksaan Oftalmologi



4



Diagnosis Kerja Diagnosis Banding



5



6



Pemeriksaan Penunjang



Penurunan tajam penglihatan, Mata merah, berair, silau dan nyeri, Tampak lesi / kekeruhan di kornea. Riwayat trauma (kelilipan, benda asing di kornea, khusus riwayat trauma tumbuh-tumbuhan atau penggunaan obat tetes mata tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat dicurigai disebabkan oleh jamur, penggunaan lensa kontak), pemakaian kortikosteroid topikal. 1. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu Snellen dan koreksi terbaik menggunakan pin-hole. 2. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk menilai keadaan kornea dan segmen anterior lainnya : a. Melihat gambaran sekret (serosa, mukopurulen, purulen). b. Bentuk ulkud (pungtata, filamen, dendritik, geografik, oval, intersisial, dll). c. Kedalaman ulkus (superfisial, dalam, apakah ada kecenderungan untuk perforasi (impending perforation) dan perforasi. d. Hipopion dapat ada atau tidak ada. 3. Tekanan intraokular (TIO) diukur dengan cara palpasi. 4. Tes fluoreseins untuk melihat adanya infiltrat dan defek 5. Tes seidel untuk melihat adanya perforasi kornea Keratitis 1. 2. 3. 1.



Keratitis Konjungtivitis Glaukoma akut Pemeriksaan kerokan kornea dengan pewarnaan Gram, Giemsa dan pemeriksaan langsung dengan KOH 10%. 2. Pemeriksaan kultur kerokan kornea dengan agar darah domba, tioglikolat dan agar sabouraud dekstrosa. 3. Tes sensitivitas 4. Bila segmen posterior sulit dinilai, lakukan pemeriksaan 8



ultrasonografi. 7



Terapi



Antibiotika tetes mata : secara empiris: 1. ofloxacin tetes mata tiap 2-4 jam 1 tetes 2. artificial tear tiap 2-4 jam 1 tetes sesuai hasil kultur dan tes sensitivitas obat 1. Pasien sebaiknya dirawat apabila : a. Lesi ulkus kornea mengancam penglihatan, mengancam perforasi. b. Pasien dianggap kurang patuh untuk pemberian obat tiap jam. c. Diperlukan follow up untuk menilai keberhasilan terapi. 2. Apabila ditemukan gambaran ulkus kornea dendritik, geografik atau stroma, dapat diberikan salep mata asiklovir 5 kali sehari atau tetes mata idoksuridin tiap jam. 3. Bila pada pemeriksaan kerokan kornea didapatkan hasil Gram positif atau negatif diberikan antibiotika tetes mata golongan aminoglikosida (gentamisin, dibekasin, tobramisin) dengan konsentrasi yang ditingkatkan (fortified) tiap jam atau golongan quinolone (siprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin) tiap 5 menit pada 1 jam pertama dan dilanjutkan tiap jam. Keadaan kornea diperiksa tiap hari hingga didapatkan adanya kemajuan pengobatan, yang kemudian frekuensi pemberian dapat dikurangi hingga 2 minggu. 4. Bila kerokan kornea didapatkan hifa jamur, berikan tetes mata Natamisin 5% tiap jam dan salep mata Natamisin 5% tiga kali sehari atau bila pasien mampu, berikan tetes mata amfoterisin B 0,l5% tiap jam (tetes mata amfoterisin B 0,l5% dapat dibuat dengan modifikasi sediaan bubuk untuk pemberian intravena). Keadaan kornea diperiksa tiap hari hingga didapatkan adanya kemajuan pengobatan, yang kemudian frekuensi pemberian dapat dikurangi hingga 3-5 minggu. 5. Terapi tambahan yang dapat diberikan adalah tetes mata sikloplegik dan anti-glaukoma apabila didapatkan peningkatan TIO. Pemberian analgetik apabila diperlukan. 6. Lakukan pemeriksaan gula darah puasa dan 2 jam setelah makan sebagai salah satu faktor risiko ulkus kornea. 7. Tindakan bedah: a. Keratektomi superfisial tanpa membuat perlukaan pada membran Bowman, dengan indikasi: 1) Keratitis virus epitelial. 2) Erosi kornea rekuren. b. Keratektomi superfisial hingga membran Bowman atau stroma anterior, dengan indikasi: 1) Untuk menegakkan diagnosis, terutama pada ulkus kornea 9



8



Edukasi



9 Prognosis 10 Kompetensi 11 Indikator Medis



jamur. 2) Menghilangkan materi infeksi, terutama jamur. c. Tarsorafi lateral atau medial, dengan indikasi: 1) Keratitis terpapar 2) Keratitis neuroparalitik d. Tissue adhessive atau graft amnion multilayer, dengan indikasi: 1) Ulkus kornea dengan tissue loss berukuran kecil 2) Perforasi kornea perifer berukuran kecil e. Flap konjungtiva, dengan indikasi:. 1) Kecenderungan perforasi/descematocele 2) Perforasi kornea di perifer f. Periosteal graft dengan flap konjungtiva, dengan indikasi: 1) Kecenderungan perforasi/descematocele 2) Perforasi kornea g. Keratoplasi tembus, dengan indikasi: 1) Mempertahankan integritas bola mata 2) Mengganti jaringan kornea yang terinfeksi dengan donor kornea h. Fascia lata atau periosteal graft, dengan indikasi: 1) Mempertahankan integritas bola mata, dimana sulit untuk mendapatkan donor kornea 1. Kebersihan mata 2. Tidak menggunakan lensa kontak 3. Menghindari debu dan air kotor 4. Tidak menggosok-gosokkan mata Dubia bonam Ophthalmologist No 1 2



Konten Penegakan diagnosis Terapi



Ya v



Tidak Keterangan Keratitis / ulkus



v



-



terapi awal dengan antibiotic tetes golongan quinolone 12 Kepustakaana. Standar pelayanan medik Perdami 2006 b. AAO 2011-2012



10



PANDUAN PRAKTIK KLINIS PTERYGIUM 1



Pengertian



2



Anamnesis



3



Pemeriksaan Fisik



4



Kriteria Diagnostik



5



Diagnosis Kerja Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang Terapi



6 7 8



Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju komea pada daerah interpalpebra Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tidak ada keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain : 1. Mata sering berair dan tampak merah 2. Merasa seperti ada benda asing. 3. Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium tersebut, biasanya astigmatisme "with the rule" ataupun astigmatisme irreguler sehingga mengganggu penglihatan. 4. Tambahi derajat 1&2 5. Pada pterygium yang lanjut (derajat 3 dan 4), dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan juga menurun. 1. Pemeriksaan dengan slit lamp, diperiksa segment anterior serta ditentukan derajat pertumbuhan pterygium. 2. Tajam penglihatan diperiksa dengan karfu Snellen, lalu dikoreksi dengan menggunakan trial frame. 3. Astigmatisme kornea diperiksa dengan keratometer baik secara manual maupun menggunakan alat auto-refrakto-keratometer 1. Pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dari arah konjungtiva ke kornea 2. Dengan/tanpa penurunan tajam penglihatan 3. Dapat disertai dengan astigmatisme Pterygium Pseudopterygium



1.



2.



Penatalaksanaan bersifat non bedah pada pterygium derajat 1 dan 2, yaitu edukasi terhadap pasien untuk mengurangi iritasi dan paparan ultra-violet. Jika pterygium mengalami inflamasi, dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid seperti C-Xitrol @ 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan TIO yang tinggi ataupu mengalami kelainan kornea. Pada pterygium derajat 3 dan 4, dilakukan tindakan bedah berupa avulsi (pengangkatan) pterygium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterygium maka bagian konjungtiva bekas pterygium tersebut 11



9 10 11 12



Edukasi Prognosis Kompetensi Indikator Medis



13



Kepustakaan



ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari bagian konjungtiva superior untuk menurunkan angka kekambuhan Mengurangi iritasi dan paparan sinar ultra violet (kaca mata,payung,topi) Baik Ophthalmologist No Konten Ya Tidak Keterangan 1 Penegakan v Pterygium diagnosis 2 Terapi v eksisi, terutama pada pterygium grade 3 dan 4 Panduan Manajemen Klinis Perdami



12



PANDUAN PRAKTEK KLINIS KELAINAN REFRAKSI/MIOPIA 1



Definisi



2



Anamnesis



3



8



Pemeriksaan Fisik Kriteria Diagnostik Diagnosis Kerja Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang Terapi



9



Edukasi



10 11 12



Prognosis Kompetensi Indikator Medis



4 5 6 7



Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan, sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina 1. Gejala terpenting adalah melihat jauh buram. 2. Sakit kepala. 3. Kecenderungan terjadinya juling saat melihat jauh. 4. Pasien lebih jelas melihat dekat. Pemeriksaan visus dengan memberikan koreksi lensa negatif terkecil untuk mendapatkan ketajaman penglihatan yang maksimal Melihat jauh buram Miopia 1. Memberikan koreksi sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal ( kaca mata/ kontak lens ) 2. Lasik Hendaknya lebih bijaksana dalam menggunakan alat-alat elektronik dalam melakukan aktivitas melihat dekat ( komputer,laptop,hp,tv ) Baik Ophthalmologist No 1 2



13



Kepustakaan



Konten Penegakan diagnosis Terapi



Ya v



Tidak -



Keterangan



v



-



pemberian resep kacamata sesuai hasil koreksi



Panduan Manajemen Klinis Perdami



13



PANDUAN PRAKTIK KLINIS HIPERMETROP 1



Definisi



2



Anamnesis



3



8



Pemeriksaan Fisik Kriteria Diagnostik Diagnosis Kerja Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang Terapi



9



Edukasi



10 11 12



Prognosis Kompetensi Indikator Medis



4 5 6 7



13



Kepustakaan



Sinar sejajar yang datang dari obyek terletak jauh tak terhingga dibiaskan di belakang retina. Penglihatan dekat maupun jauh kabur 1. Pusing 2. Eyestrain 3. Sensitif terhadap cahaya Pemeriksaan visus dengan memberikan koreksi lensa positif terbesar untuk mendapatkan ketajaman penglihatan yang maksimal. Melihat dekat dan jauh buram Hipermetrop 1. Memberikan koreksi sferis positif terbesar yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal ( kaca mata/ kontak lens ) 2. LASIK Baik Ophthalmologist No Konten 1 Penegakan diagnosis 2 Terapi



Ya v



Tidak Keterangan -



v



-



pemberian resep kacamata sesuai hasil koreksi Panduan Manajemen Klinis Perdami



14



PANDUAN PRAKTIK KLINIS ASTIGMATISMA 1



Definisi



2



Anamnesis



3



Pemeriksaan Fisik



4



7



Kriteria Diagnostik Diagnosis Kerja Pemeriksaan Penunjang Terapi



8 9 10 11



Edukasi Prognosis Kompetensi Indikator Medis



5 6



Sinar sejajar tidak dibiaskan secara seimbang pada seluruh meridian. Pada Astigmatisma regular terdapat dua meridian utama yang terletak saling tegak lurus. 1. Penglihatan kabur 2. Head tilting 3. Menengok untuk melihat jelas 4. Mempersempit palpebra 5. Memegang bahan bacaan lebih dekat Pemeriksaan visus dengan memberikan koreksi lensa silindris dengan atau tanpa sferis baik positif maupun negatif untuk mendapatkan ketajaman penglihatan yang maksimal. 1. Penglihatan kabur 2. Head tilting Astigmatisma



Memberikan koreksi lensa silindris dengan atau tanpa sferis baik positif maupun negatif untuk mendapatkan ketajaman penglihatan yang maksimal. Baik Ophthalmologist No



Konten



Ya



1



Penegakan diagnosis Terapi



v



Tida k -



v



-



2



12



Kepustakaan



Keterangan



pemberian resep sesuai hasil koreksi Panduan Manajemen Klinis Perdami



15



kacamata



PANDUAN PRAKTIK KLINIS KATARAK PADA PENDERITA DEWASA 1



Pengertian



2



Kriteria Diagnosis



3



Anamnesa



4



Pemeriksaan Fisik



Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan (visus), dimana paling sering berkaitan proses degenerasi lensa pada penderita berusia lanjut yaitu diatas usia 40 tahun (katarak senilis). Katarak pada penderita penyakit mata seperti glaucoma, uveitis, trauma mata dan lain-lain; ataupun menderita kelainan sistemik seperti diabetes mellitus, riwayat penggunaan obatobatan steroid dan lain-lain. Katarak biasanya ditemukan pada kedua mata (bilateral) tetapi dapat juga terjadi pada satu mata (katarak monokular).



1. 2. 3. 4. 1.



Penurunan visus secara perlahan-lahan Ukuran kacamata semakin sering mengalami perubahan. Keluhan silau (glare). Kesulitan untuk membaca Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau Chart projector dengan koreksi terbaik serta menggunakan pin-hole. 2. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior. 3. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non-contact, aplanasi atau schiotz. 4. Jika TIO dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata tropicamide 0,5% setelah pupil cukup lebar, dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp melihat derajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan tajam penglihatan pasien. Derajat katarak ditentukan sebagai berikut: a. Derajat 1: nucleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak sedikit keruh dengan warna agak keputihan. Reflek fundus juga masih dengan mudah diperoleh dan usia penderita juga biasanya kurang dari 50 tahun. b. Derajat 2: nucleus dengan kekerasan ringan, tampak nucleus mulai sedikit berwarna kekuningan, visus biasanya antara 6/12 sampai 6/30. Reflex fundus juga masih mudah diperoleh dan katarak jenis ini paling sering memberikan gambaran seperti subkapsularis posterior. c. Derajat 3: nucleus dengan kekerasan medium, dimana nucleus tampak berwarna kuning disertai dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan. Visus biasanya antara 6/30 sampai 3/60. 16



5



Pemeriksaan Penunjang



6



Dianosa Banding



7 8



Diagnosa Kerja Penatalaksanaa n



d. Derajat 4: nucleus keras, dimana nucleus sudah berwarna kuning kecoklatan dan visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60, dimana reflex fundus maupun keadaan fundus sulit dinilai. e. Derajat 5: nucleus sangat keras, nucleus sudah berwarna cokelat bahkan ada yang sampai berwarna agak kehitaman. Visus biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek dan usia penderita sudah diatas 65 tahun. Katarak ini sangat keras dan disebut juga brunescent cataract atau black cataract. 5. Dilakukan pemeriksaan fundus dengan oftalmoskopi langsung ataupun tidak langsung. 1. Darah lengkap 2. Gula darah sewaktu 3. Studi koagulasi (PTT , APTT) Visus turun tanpa mata merah diagnose bandingnya meliputi : 1. Katarak pada orang dewasa 2. Retinopati DM 3. Retinopati hipertensi 4. Glaukoma Katarak Pada Orang Dewasa 1. Penatalaksanaan bersifat bedah, jika visus sudah mengganggu untuk melakukan kegiatan sehari-hari berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada indikasi lain untuk operasi. 2. Operasi katarak dilakukan menggunakan mikroskop operasi dan peralatan bedah mikro, pasien dipersiapkan untuk implantasi lensa tanam (IOL : intraocular lens). 3. Ukuran lensa tanam dihitung berdasarkan data keratometri serta menggunakan biometri A-scan. 4. Tekhnik bedah katarak menggunakan tekhnik manual ECCE ataupun fakoemulsifikasi dengan mempertimbangkan derajat katarak serta tingkat kemampuan ahli bedah. 5. Rekomendasi kapan operasi katarak dilakukan a. Penurunan tajam penglihatan dengan koreksi sama / kurang dari 6/18 ( kriteria WHO visual impairment). ( Grade A, level Ia). b. Ditemukan adanya kondisi lain, seperti glaucoma fakomorfik, glaucoma fakolitikdislokasi lensa dan anisometropia (GPP, Level 4). c. Visualisasi fundus pada mata yang masih memiliki potensi penglihatan dibutuhkan sementara katarak menyulitkan visualisasi tersebut. (GPP, Level 4). d. Penurunan tajam penglihatan akibat katarak mengganggu aktivitas sehari hari. (Grade B, level IIb). 6. Pasien mengisi surat ijin tindakan medis (informed consent). 17



7. Melakukan pemeriksaan pre operasi, yang mencangkup hal-hal berikut : a. Anamnesa riwayat penyakit mata, penyakit lain ataupun alergi. b. Visus tanpa koreksi dengan snellen serta refraksi terbaik. c. Pengukuran tekanan intraocular. d. Penilaian fungsi pupil (refleks pupil). e. Pemeriksaan mata luar (external examination) dengan senter dan lup atau slit lamp bergantung fasilitas. f. Pemeriksaan fundus dengan dilatasi pupil (bila memungkinkan). 8. Dokter spesialis mata yang akan melakukan operasi katarak sebaiknya memperhatikan persiapan pre operasi sebagai berikut : a. Memeriksa pasien sebelum operasi. b. Memberikan informasi kepada pasien mengenai risiko, keuntungan dan kerugian operasi serta harapan yang sewajarnya dari hasil operasi. c. Memperoleh surat ijin tindakan medis (informed consent). d. Memastikan bahwa hasil keratometri dan biometri A. Scan sesuai dengan mata yang akan dioperasi, jika pasien direncanakan implantasi lensa tanam. e. Menentukan kekuatan lensa tanam yang sesuai, jika pasien tersebut direncanakan untuk implantasi lensa tanam. f. Membuat rencana pembedahan (jenis anesthesia, penempatan sayatan dan konstruksi luka, refraksi pasca operasi yang direncanakan serta jadwal pemeriksaan pasca bedah). g. Melakukan evaluasi pre-operasi diatas termasuk pemeriksaan laboratorium serta berdiskusi dengan pasien ataupun keluarga pasien yang dianggap lebih mengerti dan dapat bertindak atas nama pasiene. 9. Operasi katarak bilateral (operasi dilakukan pada kedua mata sekaligus secara berturutan) tidak dianjurkan berkaitan dengan risiko pasca operasi (endoftalmitis) yang bisa berdampak kebutaan. Tetapi ada beberapa keadaan khusus yang bisa dijadikan alasan pembenaran dan keputusan tindakan operasi katarak bilateral ini harus dipikirkan sebaik-baiknya. 10. Operasi tidak boleh dilakukan pada keadaan sebagai berikut : a. Pasien menolak tindakan operasi. b. Pemberian kacamata ataupun alat bantu penglihatan lainnya masih cukup memuaskan bagi pasien. c. Ada dugaan operasi tidak dapat meningkatkan penglihatan pasien pasca operasi. d. Kualitas hidup pasien belum terganggu dengan gangguan penglihatan yang dialaminya. 18



e. Pasien tidak dapat menjalani operasi katarak berkaitan dengan penyakit mata lain ataupun kesehatan akibat penyakit lainnya. f. Pasien tidak dapat memberikan surat ijin tindakan medis yang sah secara hukum karena kurang pengertian ataupun kurang informasi. g. Pasien tidak dapat mengikuti petunjuk pengobatan pasca operasi. 11. Pemeriksaan lanjutan pasca operasi (follow up) meliputi: a. Frekuensi pemeriksaan pasca bedah ditentukan berdasarkan tingkat pencapaian visus optimal yang diharapkan. b. Pada pasien dengan risiko tinggi, seperti pada pasien dengan satu mata, mengalami komplikasi intra-operasi atau ada riwayat penyakit mata lain sebelumnya seperti uveitis, glaucoma atau lain-lain, maka pemeriksaan harus dilakukan satu hari setelah operasi. c. Pada pasien yang dianggap tidak bermasalah baik keadaan pre operasi maupun intra operasi serta diduga tidak akan mengalami komplikasi lainnya maka dapat mengikuti petunjuk pemeriksaan lanjutan (follow-up) sebagai berikut : 1) Kunjungan pertama : dijadwalkan dalam waktu 48 jam setelah operasi (untuk mendeteksi dan mengatasi komplikasi dini seperti kebocoran luka yang menyebabkan bilik mata dangkal, hipotonus, peningkatan tekanan intraocular, edema kornea ataupun tanda-tanda peradangan). 2) Kunjungan kedua : dijadwalkan pada hari ke 4 – 7 setelah operasi jika tidak dijumpai masalah pada kunjungan pertama, yaitu untuk mendeteksi dan mengatasi kemungkinan endoftalmitis yang paling sering terjadi pada minggu pertama pasca operasi. 3) Kunjungan ketiga : dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan pasien dimana bertujuan untuk memberikan kacamata sesuai dengan refraksi terbaik yang diharapkan. d. Obat-obat yang digunakan pasien pasca operasi bergantung dari keadaan mata serta disesuaikan dengan kebutuhan masingmasing pasien (misalnya analgetika, antibiotika oral, antiglaukoma atau edema kornea, dan lain-lain). Tetapi penggunaan tetes mata kombinasi antibiotika dan steroid harus diberikan kepada pasien untuk digunakan setiap hari selama minimal 2 minggu pasca operasi. 9



Komplikasi



1.



Komplikasi besar intra-operatif yang ditemukan selama operasi 19



10



Edukasi



katarak, yaitu : a. Kamera okuli anterior dangkal atau datar. b. Rupture kapsul c. Edema kornea d. Perdarahan atau efusi suprakoroid e. Perdarahan koroid yang ekspulsif f. Tertahannya material lensa g. Gangguan vitreous dan inkarserasi ke dalam luka h. iridodialisis 2. Komplikasi besar post operatif yang ditemukan segera selama operasi katarak, yang sering terlihat dalam beberapa hari atau minggu setelah operasi yaitu : a. Kamera okuli anterior datar atau dangkal karena luka robek. b. Terlepasnya koroid. c. Hambatan pupil d. Hambatan korpus siliar e. Perdarahan subkoroid f. Edema stroma dan epitel g. Hipotoni h. Sindrom Brown-Mc Lean (edema kornea perifer dengan kornea sentral jernih sangat sering terlihat mengikuti ICCE) i. Perlekatan vitreokornea dan edem kornea yang persisten j. Perdarahan koroid yang lambat k. Hifema l. Tekanan intraocular yang meningkat (sering kareba tertahannya viskoelastis) m. Edena macular kistoid. n. Terlepasnya retina o. Endoftalmitis akut p. Sindrom uveitus-glaukoma-hifema (UGH) 3. Komplikasi besar post operasi yang lambat, terlihat dalam beberapa minggu atau bulan setelah operasi katarak , yaitu : a. Jahitan yang menginduksi astigmatismus b. Desentrasi dan dislokasi IOL c. Edema kornea dan keratopati bullous pseudopakia d. Uveitis kronis e. Endoftalmitis kronis Kesalahan penggunaan kekuatan IOL Dokter spesialis mata yang akan melakukan operasi ataupun staf dokter tersebut, berkewajiban mendidik, menjelaskan dan memberi instruksi kepada pasien mengenai gejala ataupun tanda-tanda mengenai kemungkinan terjadinya komplikasi pasca operasi, penggunaan proteksi 20



11



Prognosis



12 13



Kompetensi Indikator Medis



mata, adanya pembatasan kegiatan, pengobatan, jadwal kunjungan lanjutan (follow up) dan petunjuk dimana harus mendapatkan perawatan darurat jika diperlukan. Dokter spesialis mata / staf juga menerangkan mengenai tanggung jawab pasien untuk mengikuti petunjuk yang harus dilakukan selama perawatan pasca operasi dan pasien harus segera menghubungi dokter tersebut jika mengalami masalah. Saat operasi yang tidak disertai dengan penyakit mata lain sebelumnya, akan mempengaruhi hasil secara signifikan seperti degenerasi macula atau atrofi saraf optic. Standar ECCE yang berhasil tanpa komplikasi atau fakoeemulsifikasi memberikan prognosis penglihatan yag sangat menjanjikan mencapai perbaikan sekurang-kurangnya 2 baris snellen chart. Penyebab atau factor risiko yang mempengaruhi prognosis visual adalah adanya diabetes mellitus dan retinopati diabetic. Ophthalmologist No 1 2



14



Kepustakaan



Konten Penegakan diagnosis Terapi



Ya v



Tidak -



Keterangan Katarak



v



-



terapi antibiotic tetes dan oral post operasi golongan quinolone



PERDAMI Buku ajar mata sidarta ilyas



21



PANDUAN PRAKTIK KLINIS DIABETIK RETINOPATI PADA PENDERITA DEWASA 1



2



3



Pengertian



Diabetik retinopati adalah suatu mikroangiopati yang mengenai prekapiler retina, kapiler dan venula, sehingga menyebabkan oklusi mikrovaskuler dan kebocoran vaskuler, akibat kadar gula darah yang tinggi dan lama. Terapi yang ada saat ini adalah laser fotokoagulasi lebih kearah mempertahankan penglihatan dibandingkan memperbaiki. Terapi virektomi lebih kearah memperbaiki kerusakan yang ada, dengan prognosis tergantung kerusakan yang ada. Control gula darah penting untuk memperlambat proses. Diabetic retinopati akan timbul, umumnya setelah menderita DM lebih dari 5 tahun, walaupun gula darah selalu terkontrol. Gejala Dan 1. Riwayat kencing manis (NIDDM/IDDM) Tanda Klinis 2. Mata tenang dengan atau tanpa penurunan visus 3. Berubahnya ukuran kacamata dalam waktu yang singkat 4. Bilik Mata Depan (BMD) tenang, tapi dapat ditemukan tanda peradangan ringan seperti flare dan sel ringan 5. Pada keadaan berat dapat ditemukan neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) 6. Reflek cahaya pada pupil normal, pada kerusakan retina yang luas dapat ditemukan RAPD (Relative Aferen Pupilary Defect), penurunan reflek pupil pada cahaya langsung dan tak langsung 7. Viterus jernih, dalam keadaan berat dapat ditemukan perdarahan dan jaringan fibrovaskular 8. Retina dapat ditemukan perdarahan pre, intra dan subretina, eksudat keras dan lunak, pelebaran vena, mikro aneurisma dan neovaskularisasi di papil atau ditempat lain di retina Evaluasi 1. Pemeriksaan dilakukan pada semua penderita diabetes pada saat pertama kali datang. Pemeriksaan meliputi visus, tekanan bola mata, kedudukan bola mata, pergerakan bola mata, segmen anterior dan segmen posterior. 2. Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit lamp untuk melihat apakah ada epiteliopati kornea, flare dan sel di BMD, RAPD, neovaskularisasi iris, tingkat kekeruhan lensa, kekeruhan vitreus 3. Pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan oftalmoskop indirek, untuk melihat kekeruhan vitreus karena perdarahan atau adanya jaringan fibrovaskuler, perdarahan retina, eksudat, pelebaran vena, Intra-Retinal Microvascular Abnormalism (IRMA) dan neovaskularisasi 4. Selain pemeriksaan mata dasar dilakukan pemeriksaan penunjang antara lain: 22



4



Penatalaksana an



a.Fundus Fluorescence Angiography (FFA), dilakukan apabila ada indikasi b.USG, bila terdapat kekeruhan media dan fundus tidak tembus c. ERG, bila peralatan tersedia Seleksi pasien, ada diabetes mellitus atau tidak. Bila ditemukan adanya diabetes mellitus, pasien dikonsulkan ke dokter ahli penyakit dalam untuk mengontrol gula darahnya dan Pasien dengan diabetic retinopati stadium non proliferative (NPDR) ringan dan sedang, dievaluasi setiap 3 bulan control gula darah dilakukan oleh dokter penyakit dalam Terapi foto koagulasi laser dilakukan pada pasien dengan NPDR berat dengan/tanpa CSME, criteria NPDR berat yaitu apabila ditemukan salah satu dibawah ini : a. Perdarahan intra retina 4 kwadran b. Pelebaran vena 2 kwadran c. Intra retina mikrovaskular abnormalism 1 kwadran Operasi vitrektomi dilakukan pada pasien dengan Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR), yaitu dengan adanya perdarahan vitreus dan pertumbuhan jaringan fibrovaskular di vitreus, persistent macular edema dan ablasio retina traksi Apabila ditemukan katarak yang mempersulit evaluasi segmen posterior, dapat dilakukan operasi, dengan penjelasan akan prognosis penglihatan dan kemungkinan retinopati bertambah berat setelah operasi Ophthalmologist



1.



2.



3.



4.



5.



5 6



Kompetensi Indikator Medis



No 1 2



7



Kepustakaan



Konten Penegakan diagnosis Terapi



Ya v



Tidak -



v



-



1. PERDAMI 2. Buku ajar mata sidarta ilyas



23



Keterangan Retinopati DM edukasi pengendalian gula darah / konsulkan ke dokter sppd



PENUTUP Dengan telah tersusunnya Panduan Praktis Klinis ini diharapkan dapat menjadi Standar Prosedur Operasional bagi dokter spesialis mata yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dokter serta fasilitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Islam Sultan Agung. Melalui panduan ini diharapkan terselenggara pelayanan medis yang efektif, efisien, bermutu dan merata sesuai sumber daya, fasilitas, pra fasilitas, dana dan prosedur serta metode yang memadai. Semoga bermanfaat.



DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG



Dr. H. MASYHUDI AM., M.Kes.



24