Ppok KP 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB) “PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)”



Oleh kelompok 4 : Endang Hanisyah Selvi Rahmayani Khairannisa



Dosen Pembimbing : Aria Wahyuni, M. Kep,Ns. Sp. Kep. MB



STIKes Fort De Kock Bukittinggi S1 Ilmu Keperawatan 3B 2019/2020



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan judul “penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)” Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen Fisiologi bu Aria Wahyuni, M. Kep,Ns. Sp. Kep. MB yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.



Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih. Bukittinggi , 12 September 2019 Penulis



DAFTAR ISI



BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakt paru yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru. Sekelompok penyakit paru tersebut yaitu bronkhitis kronis, emfisema dan asma bronkhial. Prevalensi PPOK berdasarkan wacana di Indonesia sebesar 3,7%, prevalensi PPOK lebih tinngi pada lakilaki (Riskesdas, 2013).



Berdasarkan Riskesdas (2013) prevalensi PPOK menurut provinsi Indonesia, prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan masing-masing 6,7%. Sedangkan, menurut karekteristik prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki (4,2%) dibanding perempuan (3,3%), PPOK lebih tinggi di perdesaan (4,5%) dibanding perkotaan (3,0%), prevalensi PPOK cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah (7,9%) dan kuintil indeks kepemilikan terbawah (7,0%). Kegawatan yang terjadi apabila klien dengan PPOK tidak tertangani adalah kematian. Beberapa penyakit serius yang disebabkan oleh PPOK adalah serangan gagal nafas kronis, ateletaksis, pneumonia dan hipertensi paru. Berdasarkan data dan uraian di atas maka peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan sangat diperlukan. Peran perawat meliputi promotif yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang untuk tidak merokok, makan-makanan yang bergizi dan ciptakan lingkungan yang sehat. Preventif yaitu perawat dapat memberikan pencegahan penyakit dengan menganjurkan klien atau keluarga untuk berhenti merokok, menjaga gizi dan pola makan, memakai masker jika bepergian, menjaga lingkungan rumah tetap bersih. Upaya kuratif dengan cara perawat berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat seperti antibiotik dan bronkodilator. Rehabilitatif yaitu perawat menganjurkan agar klien segera ke rumah sakit jika sesak nafas bertambah parah dan berikan imuno terapi bagi klien yang mempunyai riwayat alergi.



Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk mengangkat



masalah



Asuhan Keperawatan pada klien dengan PPOK melalui pendekatan proses keperawatan.



B. RUMUSAN MASALAH 1. Tinjauan teori tentang PPOK ? 2. Bagaimana patofisiologi pada PPOK? 3. Apa saja upaya farmakologi pada PPOK? 4. Bagaimana Program diet pada pasien PPOK? C. TUJUAN PENUGASAN 1. Mengetahui tinjauan teori tentang PPOK 2. Mengetahui patofisiologi pada PPOK 3. Mengetahui upaya Farmakologi pada PPOK 4. Mengetahui bagaimana program diet pada pasien PPOK



BAB II PEMBAHASAN A. TINJAUAN TEORI 1. DEFINISI PPOK Istilah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive Pulmonary Disease (COPD) adalah penyakit yang ditandai oleh reaksi peradangan abnormal. Tercakup di dalamnya penyakit seperti bronkitis kronis dan emfisema, dan paling sering karena merokok. Gejala yang dominan pada PPOK adalah sesak napas yang sering kali dimulai saat aktivitas. Seing kali terdapat batuk, yang mungkin produktif menghasilkan sputum, dan mengi. Gejala umum bersifat progresif dengan



sesak napas yang semakin berat dan



berkurangnya toleransi olah raga. Terdapat eksaserbasi, seringkali berhubungan dengan infeksi, dimana terdapat sesak napas yang semakin berat, batuk, mengi dan produksi sputum. Biasanya terjadi pada pasien berusia lebih dari 45 tahun. (Bronkitis kronis = produum hampiksi sputum hampir setiap hari selama 3 bulan atau 2 tahun berturut-turut). PPOK memiliki prevalensi lebih dari 2. Pada sebagian pasien, PPOK bisa menyebabkan kehilangan kekuatan kendali pernafasan hiperkapnik sehingga mengandalkan stimulasi ventilasi oleh hipoksia dan meningkatkan bahaya hiperkapnia (retensi karbon dioksida). Biasanya ada riwayat merokok (jika tidak, diagnosis harus dipertanyakan dan/atau dicari etiologi lain).



2. EPIDEMIOLOGI Di seluruh dunia, PPOK menduduki peringkat keenam sebagai penyebab utama kematian pada tahun 1990. Hal ini diproyeksikan menjadi penyebab utama keempat kematian di seluruh dunia pada 2030 karena peningkatan tingkat merokok dan perubahan demografis di banyak negara. PPOK adalah penyebab utama kematian ketiga di Amerika Serikat dan beban ekonomi PPOK di AS pada tahun 2007 adalah 426 juta dollar dalam biaya perawatan kesehatan dan kehilangan produktivitas. Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab



kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. 3. FAKTOR RESIKO



Kebiasaan merokok merupakan penyebab kausal yang terpenting. Selain itu, terdapat faktor-faktor resiko yang lain seperti riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja, hiperaktivitas bronkus, riwayat infeksi saluran nafas berulang, dan defisiensi antitripsin alfa-1. Di Indonesia defisiensi antitripsin alfa-1 sangat jarang terjadi. Dalam pencatatan perlu diperhatikan riwayat merokok. Termasuk perokok aktif, perokok pasif, dan bekas perokok. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB),



yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Kategori ringan 0-200, sedang 200-600, dan berat >600. 4. ETIOLOGI 



Faktor lingkungan: merokok merupakan penyebab utama , disertai resiko tambahan akibat polutan udama di tempat kerja atau didalam kota. Sebagian pasien memiliki asma kronis yang tidak terdiagnosis dan tiga diobati.







Genetik : defisiensi 1 –antitripsi n merupakan predisposisi untuk berkembangnya PPOK dini.



5. PATOLOGI Merokok menyebabkan hiperfitrofi dan meningkatkan produksi mukus bronkial dan meningkatkan produksi mukus, menyebabkan batuk produktif. Pada bronkitis kronis ( batuk produktif 3bulan/tahun selama  2 tahun) perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain itu, ternyata destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga uadra distal (emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil , hiperinflasi, terperangkapnya udara dan peningkatan usaha untuk bernapas, sehingga terjadi sesak napas. Dengan berkembangnya penyakit kadar karbondioksida meningkat dan dor mungkongan re pernapaspirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia, dorongaan pernapasan juga mungkin akan hilang, sehingga memicu terjadinya gagal napas. 6. TANDA-TANDA KLINIS



Tanda COPD : batuk, produksi sputum berlebihan (pada jenis bronkitis kronik), dispnea, onstruksi saluran napas yang progresif. Pada pemeriksaan spirometri, FEV/FVC di bawah predicted, perbaikan pada tes provokasi setelah pemberian bronkodilator 12. Penyebab : merokok, lapangan kerja berdebu, polusi udara, defisiensi -1-antitripsin Penyebab obstruksi saluran pernafasan adalah : radang mukosa sluran napas, edema, bronkokonstriksi, peningkatan sekresi mukus, dan hilang elastisitas recoil . 7. MENILAI DERAJAT SESAK NAPAS PENDERITA PPOK



Sesak napas pada PPOK DAPAT DIUKUR DERAJATNYA DENGAN : 



Mrc Dyspnea Scale







Baseline Dyspnea Index







Trransition Dyspnea Index



B. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENSIS Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema: 



Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama







Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah







Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.



Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.



1. MANIFESTASI KLINIS Gejala dari PPOK adalah seperti susah bernafas, batuk kronis dan terbentuknya sputum kronis, episode yang buruk atau eksaserbasi sering muncul. Salah satu gejala yang paling umum dari PPOK adalah sesak napas (dyspnea). Orang dengan PPOK umumnya menggambarkan ini sebagai:. "Saya merasa kehabisan napas," atau "Saya tidak bisa mendapatkan cukup udara ". Orang dengan PPOK biasanya pertama sadar mengalami dyspnea pada saat melakukan olahraga berat ketika tuntutan pada paru-paru yang terbesar. Selama bertahun-tahun, dyspnea cenderung untuk bertambah parah secara bertahap sehingga dapat terjadi pada aktivitas yang lebih ringan, aktivitas sehari-hari seperti pekerjaan rumah tangga. Pada tahap lanjutan dari PPOK, dyspnea dapat menjadi begitu buruk yang terjadi selama istirahat dan selalu muncul. Orang dengan PPOK kadang-kadang mengalami gagal pernafasan. Ketika ini terjadi, sianosis, perubahan warna kebiruan pada bibir yang disebabkan oleh kekurangan oksigen dalam darah, bisa terjadi. Kelebihan karbon dioksida dalam darah dapat menyebabkan sakit kepala, mengantuk atau kedutan (asterixis). Salah satu komplikasi dari PPOK parah adalah cor pulmonale, kejang pada jantung karena pekerjaan tambahan yang diperlukan oleh jantung untuk memompa darah melalui paruparu yang terkena dampak.4 Gejala cor pulmonale adalah edema perifer, dilihat sebagai pembengkakan pada pergelangan kaki, dan dyspnea. 2. Uji Faal Paru Uji faal paru dengan menggunakan spirometri berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat perkembangan penyakit, dan menentukan prognosa. Pemeriksaan ini penting untuk memperlihatkan secara obyektif adanya obstruksi saluran nafas dalam berbagai tingkat. Spirometri harus digunakan untuk mengukur volume maksimal udara yang dikeluarkan setelah inspirasi maksimal, atau disebut Forced vital capacity (FVC). Spirometri juga harus digunakan untuk mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu detik pertama pada saat melakukan manuver di atas, atau disebut dengan Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran ini juga harus dilakukan (FEV1/FVC). Penderita PPOK secara khas akan menunjukkan penurunan



dari FEV1 dan FVC. Adanya nilai FEV1/FVC < 70% disertai dengan hasil tes bronkodilator yang menghasilkan nilai FEV1 < 80% dari nilai prediksi mengkonfirmasi terjadinya pembatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. FEV1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. FEV1 juga amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, etnis, dan tinggi penderita, sehingga paling baik dinyatakan berdasarkan sebagai persentase dari nilai prediksi normal (Gambar 2).



Uji faal paru juga dapat dilakukan dengan uji bronkodilator. Uji bronkodilator juga menggunakan spirometri. Teknik pemeriksaan ini adalah dengan memberikan bonkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, dan 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai FEV1. Bila perubahan nilai FEV1 kurang dari 20% maka ini menunjukkan pembatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Uji ini dilakukan saat PPOK dalam keadaan stabil (di luar eksaserbasi akut). Dari hasil pemeriksaan spirometri setelah pemberian bronkodilator juga dapat menentukan klasifikasi penyakit PPOK. Klasifikasi tersebut adalah: 1. Stage I : Ringan Pada stage I, hasil pemeriksaan spirometri setelah pemberian bronkodilator menunjukan hasil rasio FEV1/FVC < 70% dan nilai FEV1 diperkirakan ≥ 80% dari nilai prediksi. Pada stage II, hasil rasio FEV1/FVC < 70% dengan perkiraan nilai FEV1 diantara 50-80% dari nilai prediksi.



3. Stage III : Berat Pada stage III, dengan rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai menunjukkan FEV1 diantara 30-50% dari nilai prediksi



4. Stage IV : Sangat Berat Pada stage IV, rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan kurang dari 30% ataupun kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik. 3. DIAGNOSIS Diagnosis klinis untuk PPOK harus dicurigai jika pasien mengalami kesulitan bernafas, batuk kronis atau terbentuknya sputum dan riwayat terkena faktor resiko penyakit ini. Spirometri dibutuhkan untuk diagnosis klinis PPOK; adanya postbronchodilator FEV1/FVC50 tahun sebesar 1200 mg/hari untuk laki-laki dan perempuan. Pasien yang menerima dukungan nutrisi progresif sebaiknya dimonitor kadar magnesium dan fosfat secara rutin, karena peranannya sebagai kofaktor pembentukan ATP. Penurunan BMD dapat terjadi pada pasien PPOK, sehingga nutrisi dan latihan fisik terkait osteoporosis sebaiknya diberikan. Tergantung hasil BMD, juga riwayat asupan diet dan penggunaan kortikosteroid, tambahan vitamin D dan K juga mungkin diperlukan (Mueller, 2004). Beberapa pasien dengan cor pulmonale dan retensi cairan membutuhkan restriksi natrium dan cairan. Tergantung pada diuretika yang diberikan, peningkatan asupan kalium mungkin dibutuhkan (Mueller, 2004).



Kebutuhan cairan Status hidrasi merupakan komponen yang penting pada asesmen awal dan lanjutan pada semua usia. Kebutuhan cairan dipengaruhi oleh banyak variasi pada aktivitas fisik, IWL (insensible water loss), obat-obatan, dan urin. Secara umum, kebutuhan cairan sekitar 30-35 ml/kgBB aktual, dengan minimum 1500 ml/hari atau 1-1,5 ml/kkal yang dikonsumsi (Harris, 2004). Sedangkan PDGKI (2008) menyebutkan kebutuhan cairan pada dewasa sekitar 25-40 ml/kgBB/ hari. Dengan bertambahnya usia, jumlah cairan total menurun. Pada lansia sekitar 50% dari berat badan atau menurun 10% dibandingkan pada dewasa muda. Penurunan ini berhubungan dengan penurunan lean body mass. Menurunnya rasa haus dan asupan cairan, keterbatasan akses terhadap air, gangguan fungsi ginjal, dan inkontinensia urin, semuanya meningkatkan risiko terhadap dehidrasi. Dehidrasi lebih sering tidak diketahui. Tanda dehidrasi antara lain gangguan keseimbangan elektrolit, konstipasi, nyeri kepala, haus, hilangnya elastisitas kulit, berat badan menurun, gangguan status kognitif, perubahan jumlah dan warna urin (Harris, 2004).



Strategi pemberian makanan dan/atau zat gizi Formula enteral komersial yang khusus dirancang untuk pasien dengan penyakit pernafasan mengandung karbohidrat yang lebih rendah (30%) dan lemak yang lebih tinggi (50%). Dibandingkan dengan makronutrien lain, dan lemak pada khususnya, karbohidrat menghasilkan CO2 terbesar. Uji klinis terkontrol menggunakan formula ini telah membuktikan penurunan produksi CO2 ketika dibandingkan dengan formula standar dengan kalori yang sama tapi lebih tinggi kandungan karbohidratnya. Meskipun demikian, perbaikan keluaran klinis dengan penggunaan formula ini belum konsisten. Satu dampak negatif yang berpotensi terjadi karena diet tinggi lemak adalah melambatnya pengosongan lambung, yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan perut (abdominal discomfort), kembung, atau cepat kenyang (Mueller, 2004). Penelitian menunjukkan bahwa pasien PPOK yang menerima konseling diet dan saran terkait fortifikasi makanan, mengonsumsi lebih banyak energi dan protein, dan mempunyai berat badan lebih baik daripada mereka yang tidak menerima edukasi gizi. Menyarankan pasien untuk beristirahat sebelum makan untuk mencegah kelelahan, dapat membantu. Makan dengan porsi kecil dan sering dapat membantu mengurangi rasa kenyang dan kembung. Penggunaan suplementasi nutrisi untuk menyediakan kalori dan protein menunjukkan hasil yang berbeda, sehingga dikatakan suplementasi nutrisi saja tidak cukup untuk meningkatkan status gizi (Bergman & Hawk, 2010). Pada banyak pasien, penggunaan ekspektoran di luar waktu makan, menggunakan oksigen ketika waktu makan, makan perlahan, mengunyah makanan dengan baik, dan berinteraksi sosial, semuanya dapat meningkatkan asupan makanan, metabolisme zat gizi, dan pengalaman yang menyenangkan. Untuk mencegah aspirasi, perhatian khusus harus diberikan pada saat pergantian antara bernafas dan menelan makanan, juga posisi duduk yang sesuai selama makan. Pasien dengan keterbatasan fisik dapat dibantu dalam hal belanja makanan dan penyiapan masakan. Dukungan masyarakat, seperti pengiriman makanan (misal Meals on Wheels program) dapat membantu (Mueller, 2004).



Dukungan nutrisi enteral dan parenteral Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, PPOK mempunyai pengaruh terhadap status gizi dan metabolisme energi. Antara 25%-40% pasien PPOK lanjut mengalamai malnutrisi. Sebaliknya, kehilangan berat badan dan FFM yang rendah merupakan faktor independen yang berhubungan dengan buruknya prognosis pasien. Pada pasien dengan asupan oral yang tidak adekuat, dapat dipertimbangkan pemberian dukungan nutrisi berupa enteral nutrisi (EN) dan/atau parenteral nutrisi (PN). Menurut ESPEN (European Society for Parenteral and Enteral Nutrition), evidens tentang keuntungan pemberian EN dan/atau PN pada pasien PPOK masih terbatas, meskipun demikian kombinasi dengan latihan fisik dan farmakoterapi anabolik berpotensi untuk meningkatkan status gizi (Anker et al., 2006; Anker et al., 2009). Dibandingkan PN, pemberian EN lebih direkomendasikan, dengan alasan tidak didapatkan evidens terkait gangguan funsi pencernaan pada pasien PPOK. Selain itu pemberian EN lebih murah, serta lebih sedikit dan lebih ringan dalam menimbulkan komplikasi dibandingkan pemberian PN (Anker et al., 2009). Meskipun penurunan berat badan berkorelasi dengan kenaikan morbiditas dan mortalitas, namun, karena keterbatasan penelitian terkait efek dari EN atau PN, maka tidak memungkinkan untuk menyusun rekomendasi yang jelas (Anker et al., 2006; Anker et al., 2009) dan tidak dapat dikatakan jika prognosis dipengaruhi oleh pemberian PN (Anker et al, 2009). Untuk jenis formula yang diberikan, ESPEN berpendapat bahwa pada pasien dengan PcxPOK stabil, tidak ada keuntungan tambahan dari suplementasi nutrisi oral (oral nutritional supplement/ONS) berupa rendah karbohidrat-tinggi lemak dibandingkan ONS standar atau tinggi protein atau tinggi energi. Pemberian ONS dengan



porsi kecil lebih disukai untuk menghindari sesak nafas setelah makan dan untuk memperbaiki kepatuhan pasien (Anker et al., 2006). Ringkasan pernyataan ESPEN untuk pemberian EN dan PN pada pasien PPOK dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.



Tabel 4. Ringkasan Pernyataan ESPEN untuk Enteral Nutrisi pada PPOK (Anker et al., 2006)



Tabel 5. Ringkasan Pernyataan ESPEN untuk Parenteral Nutrisi pada PPOK (Anker et al., 2009)



Koordinasi perawatan nutrisi: Latihan fisik Latihan fisik juga diperlukan pasien PPOK. Dukungan nutrisi dikombinasi dengan latihan fisik sebagai bagian dari program rehabilitasi telah menunjukkan dampak yang baik pada peningkatan berat badan, massa bebas-lemak, dan kekuatan otot pernafasan pada pasien PPOK stabil. Jenis latihan fisik disesuaikan dengan derajat PPOK (Bergman & Hawk, 2010)R.



FARMAKOLOGI Mengobati PPOK dengan perubahan gaya hidup Dalam kasus PPOK yang ringan, kebanyakan dokter akan menganjurkan perubahan gaya hidup. Bahkan dengan kondisi yang sedang atau parah, Anda akan masih harus menata kembali gaya hidup Anda. Perubahan pertama adalah berhenti merokok. Jika Anda tidak merokok, jangan memulainya. Cobalah untuk menghindari asap rokok dan iritan lainnya di udara seperti debu, asap pembakaran, dan bahan kimia beracun lainnya. Pastikan udara yang Anda hirup bersih dan bebas dari pemicu PPOK. Anda dapat mempelajari cara-cara untuk membuat rumah Anda lebih ramah PPOK. Perubahan kedua adalah perihal olahraga. Anda pasti akan dianjurkan oleh dokter untuk menghindari atau membatasi olahraga karena Anda tidak dapat bernapas dengan sangat baik dengan PPOK. Anda memang harus membatasi jumlah olahraga yang Anda lakukan, tetapi Anda tidak boleh berhenti berolahraga sepenuhnya. Olahraga dapat memperkuat diafragma (otot di antara paruparu dan perut yang membantu Anda bernapas). Konsultasikan pada dokter mengenai aktivitas fisik yang tepat bagi Anda. Perubahan ketiga adalah perihal diet. Anda mungkin merasa kesulitan untuk menelan makanan keras, atau kelelahan bisa membuat makan menjadi sulit. Anda dapat mendapatkan nutrisi dengan makan dalam porsi lebih kecil dan menggunakan vitamin dan suplemen mineral. Beristirahat sebelum makan mungkin juga bisa membantu. Mengobati PPOK dengan terapi PPOK merusak kemampuan Anda untuk bernapas. Terapi oksigen dapat membuat napas Anda menjadi lebih mudah dan memasok cukup oksigen bagi paru-paru. Anda bisa mempelajari lebih lanjut mengenai terapi oksigen di sini. Terapi oksigen dapat membantu Anda:    



mengurangi gejala PPOK memasok oksigen bagi darah dan organ lainnya memudahkan untuk tidur mencegah gejala dan memperpanjang masa hidup



Mengobati PPOK dengan rehabilitasi paru Rehabilitasi paru (rehabilitasi pernapasan) adalah program khusus bagi para penderita penyakit paru. Anda bisa mempelajari cara untuk mengendalikan pernapasan melalui olahraga, nutrisi dan pikiran positif.



Mengobati PPOK dengan obat-obatan Berbagai jenis obat-obatan bisa digunakan untuk mengobati gejala PPOK. Bronkodilator Bronkodilator adalah obat untuk membuka saluran bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru dari jalan napas). Inhaler atau nebulizer dapat digunakan dengan obat ini. Jika Anda tidak tahu cara untuk menggunakan perangkat ini, berikut panduan cara penggunaan inhaler dan cara penggunaan nebulizer. Perangkat ini akan menghantarkan obat secara langsung ke paru-paru dan jalan napas. Berikut dua kelas bronkodilator: β-agonis dan antikolinergik. 







β-agonis bisa berbentuk kerja cepat (misalnya albuterol) atau kerja lambat (misalnya salmeterol). β-agonis kerja cepat sering disebut sebagai “inhaler penyelamat” karena dapat digunakan untuk memperbaiki pernapasan dengan cepat saat terjadi flare-up PPOK. βagonis kerja lambat, yang digunakan dua kali sehari, merupakan bagian dari terapi pemeliharaan. Obat-obatan antikolinergik, seperti Atrovent, bekerja dengan memblokir bahan kimia acetylcholine, yang menyebabkan penyempitan saluran napas. Anda dapat menggunakan obat ini setiap 6 jam.



Kortikosteroid Kortikosteroid, seperti (prednisone) adalah obat yang terkenal untuk mengurangi peradangan di paru-paru yang disebabkan oleh infeksi atau iritan seperti asap rokok, suhu udara yang ekstrem, atau asap yang berbahaya. Kortikosteroid dapat digunakan dalam inhaler, nebulizer, tablet, atau injeksi. Antibiotik dan vaksin Antibiotik digunakan untuk mencegah infeksi PPOK. Terkena infeksi saat menderita PPOK bisa membuat bernapas, yang awalnya sudah merupakan pekerjaan berat, menjadi lebih sulit. Antibiotik hanya bekerja pada bakteri dan tidak pada virus. Untuk mencegah infeksi virus, Anda harus menjalankan vaksinasi untuk penyakit seperti (flu) atau (pneumonia). Berhati-hatilah terhadap efek antibiotik pada kesehatan anda. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Anda hanya boleh menggunakan antibiotik jika dibutuhkan. Obat yang membantu berhenti merokok Jika Anda kesulitan untuk berhenti, Anda dapat menggunakan obat untuk berhenti merokok. Obatobatan ini bertujuan untuk menggantikan nikotin dalam batang rokok dengan bahan kimia lain yang tidak begitu berbahaya bagi tubuh. Pengobatan pengganti nikotin bisa tersedia dalam bentuk permen karet, patch, dan bahkan inhaler. Dalam beberapa kasus, antidepresan dapat membantu pasien berhenti merokok, tetapi Anda harus menanyakan pada dokter tentang efek samping sebelum menggunakannya. Dokter mungkin juga akan memberikan tips untuk berhenti merokok, seperti mengunyah permen karet, atau memperkenalkan kelompok rehabilitasi untuk Anda. Anxiolitik (obat anti-kecemasan)



PPOK adalah penyakit kronis. Seiring perkembangannya, Anda bisa mengalami (kecemasan) atau (depresi) akibat gejalanya. Obat-obatan untuk mengatasi kecemasan seperti diazepam (valium) dan alprazolam (Xanax) telah terbukti menenangkan pasien pada stadium akhir dan terminal PPOK, sehingga menghasilkan peningkatan kualitas hidup. Opioid Opioid, disebut juga obat-obatan narkotik atau anti nyeri. Obat-obatan ini memiliki kegunaan lain yaitu mengurangi kebutuhan oksigen (atau “lapar udara”) dengan memblokir sinyal dari tubuh ke otak. Opioid sering diberikan hanya untuk PPOK tingkat lanjut karena bisa jadi adiktif. Opioid paling sering diberikan dalam bentuk cairan dan diserap melalui selaput di mulut. Selama menderita PPOK, Anda mungkin perlu menambahkan atau menyingkirkan obat tertentu dari resep Anda. Anda dan dokter harus berdiskusi obat apa yang terbaik untuk kebutuhan Anda dan yang paling efektif dalam mengurangi gejala yang menyusahkan dan memperlambat perkembangan penyakit ini. Dokter dapat memberi tahu Anda lebih lanjut mengenai kombinasi obat-obatan yang mungkin tepat bagi Anda. Mengobati PPOK dengan operasi Beberapa kasus PPOK bisa memanfaatkan operasi. Tujuan pengobatan dengan operasi adalah untuk membantu paru-paru bekerja dengan lebih baik. Secara umum ada tiga jenis operasi: Bullectomy Jika mengalami kerusakan, paru-paru bisa meninggalkan kantung udara di area dada. Kantung udara ini disebut bulla. Prosedur untuk mengangkat kantung udara ini disebut bullectomy. Operasi ini dapat membuat paru-paru berfungsi dengan lebih baik. Operasi pengurangan volume paru (LVRS) Sesuai namanya, prosedur ini mengurangi ukuran paru-paru dengan mengangkat bagian yang rusak. Operasi ini mengandung banyak risiko dan tidak selalu efektif. Meskipun begitu, pada beberapa pasien, operasi ini dapat meningkatkan pernapasan dan kualitas hidup. Transplantasi paru Dalam PPOK yang parah, Anda mungkin membutuhkan transplantasi paru untuk dapat bernapas dan hidup. Operasi ini mengandung banyak risiko. Anda bisa terkena infeksi. Tubuh Anda bisa menolak paru yang baru. Kedua risiko tersebut bisa jadi fatal. Ketika berhasil, operasi ini dapat meningkatkan fungsi paru dan kualitas hidup. Meskipun tidak pernah ada jaminan bahwa setiap pengobatan akan efektif, kebanyakan menunjukkan hasil positif pada pasien. PPOK Anda unik dan memerlukan pengobatannya sendiri. Diskusikan dengan dokter terlebih dahulu mengenai apa yang terbaik bagi Anda, dan lanjutkan dengan follow-up untuk membuat perubahan seiring waktu.



DAFTAR PUSTAKA https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/ppok/pengobatan-penyakit-paru-obstruktif-kronisppok/ : diakses pada tanggal 12 September 2019 Jurnal dari Minidian Fasitasari : Terapi Gizi pada Lanjut Usia dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Jurnal dari IGN Paramartha Wijaya Putra*, I Dewa Made Artika** : Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Paru Obstruktif Kronis Jurnal dari Nia Permatasari, Azizman Saad, Erwin Christianto : Gambaran Status Gizi Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Yang Menjalani Rawat Jalan Di Rsud Arifin Achmad Pekanbaru E-Book : Respirologi (patofisiologi PPOK) E-Book : At a Glance Medicine ( patofisiologi PPOK)