Pra FS Smelter Kolaka Utara 2020 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Jl. Jend. Gatot Subroto No. 44, Jakarta 12190 P.O. Box 3186, Indonesia www.bkpm.go.id



RINGKASAN EKSEKUTIF



KOLAKA UTARA



PROVINSI SULAWESI TENGGARA



“SMELTER NIKEL” Peluang Investasi Proyek Prioritas Strategis Yang Siap Ditawarkan Di Sektor Pengembangan Kawasan Industri Yang Terintegrasi Dengan Kawasan Dan Infrastruktur Penunjang Kawasan BKPMINDONESIA



@bkpm



@bkpm_id



Invest Indonesia



indonesia-investment



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



COVER



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



RINGKASAN EKSEKUTIF PRA-STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN PABRIK PENGOLAHAN BIJIH NIKEL DI KECAMATAN TOLALA, KABUPATEN KOLAKA UTARA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA



Bahan tambang Indonesia merupakan kekayaan bangsa yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun faktanya, pemanfaatannya saat ini belum optimal - beberapa komoditi tambang di ekspor tanpa pengolahan maksimal dan tanpa ada peningkatan nilai tambah maksimal. Pemanfaatan bahan tambang di Indonesia selama ini masih sedikit sentuhan teknologinya, beberapa produk tambang diekspor dalam bentuk bijih, seperti nikel, bauksit dan konsentrat, seperti tembaga. Melalui Undang-undang nomor 3 tahun 2020, Pemerintah Indonesia secara konsisten melakukan perubahan yang mendasar terhadap pemanfaatan sumber daya mineral dan batubara, dengan menekankan pada bagaimana meningkatkan nilai tambah terhadap pengelolaan sumber daya Minerba. Dukungan pemerintah pada sektor Minerba cukup mendapatkan perhatian utamanya dalam mengeluarkan beberapa peraturan dan aturan teknis, seperti lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang kemudian diikuti dengan Peraturan Menteri ESDM No.11 tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengelolaan dan Pemurnian Mineral (smelter). Dengan adanya Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2020-2024 yang dituangkan dalam RPJMN, semakin memperjelas dukungan pemerintah, bahwa proyek strategis nasional di arahkan kepada bagaimana melakukan pengembangan kawasan strategis yang terintegrasi dengan pengembangan komoditas unggulan dan industri pengolahan atau hilirisasi sumber daya alam yakni pertanian, perkebunan, logam dasar dan kemaritiman dengan melakukan pemanfaatan dan keterpaduan pembangunan infrastruktur. Sementara itu, dalam rangka mendukung hilirisasi dari pengolahan sumber daya alam mineral logam dasar, pemerintah melaksanakan dengan melalui pembangunan 31 smelter yang difokuskan pada hasil tambang nikel sebanyak (22 smelter), bauksit (5 smelter), besi (2 smelter), timbal (1 smelter), dan tembaga (1 smelter).



i



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Pengembangan Industri smelter ini didukung dengan upaya harmonisasi regulasi, tata ruang, perizinan, fasilitas investasi, pemasaran, kerja sama internasional, serta fasilitasi kemitraan usaha dan penyediaan SDM yang melibatkan Kementerian/Lembaga terkait. Pelaksanaan Kajian/ Prastudi kelayakan yang dilakukan di Kabupaten Kolaka Utara, Kecamatan Tolala, Desa Lawaki, adalah merupakan satu dari sekian kajian/ pra studi kelayakan (yang selanjutnya disebut Pra-FS) tentang peluang investasi di sektor pengembangan industri smelter. Pra- FS smelter nikel kobalt sulfat di kec. Tolala dilakukan melalui studi eksplorasi dan eksplanatif melalui, pelacakan langsung dilapangkan dengan menggunakan metode geolistrik dan uji sampel dalam lab untuk mengetahui kandungan/nikel dan logam ikutan lainnya, sementara ekplantif melalui observasi lapangan, wawancara terhadap informan di lapangan, rapat koordinasi level Kementerian/Lembaga, FGD dengan stakeholder daerah, serta penelusuran berbagai artikel ilmiah dan dokumen lainnya. Hasil Asesmen dari Pola ruang dan Kesesuaian Lokasi Proyek terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kolaka Utara dengan metode Overlay (Tumpang susun), didapatkan hasil asesmen dan rekomendasi Rencana Kawasan Smelter di Kolaka Utara. Metode ini dilakukan dengan cara tumpang susun dari Peta Pola, Peta Struktur Ruang, Peta Topografi , Ketersediaan lahan, sosial, infrastruktur, risiko kebencanaan, sumber daya dan cadangan (Laporan RKAB 2020 ESDM), maka lokasi terpilih untuk rencana pembangunan smelter di Kolaka Utara adalah Wilayah Pengembangan Lawaki. Berdasarkan pertimbangan data secara menyeluruh, wilayah yang direkomendasikan sebagai lokasi rencana pembangunan smelter merupakan wilayah dengan pola ruang Kawasan Pusat Kegiatan Industri Pertambangan (PKIP) Laiwoi. Selain itu, bentuk topografi pada area rekomendasi merupakan satu-satunya wilayah dengan topografi pendataran dan perbukitan yang telah dilengkapi dengan data Peta Kelerengan dan Topografi. Dari aspek kebencanaan, wilayah rekomendasi termasuk wilayah yang aman dari bencana banjir dan longsor serta dengan risiko gempa bumi yang terkecil dibandingkan wilayah lainnya. Menimbang sumber daya yang tersedia pada area sekitar lokasi rencana pembangunan smelter, maka jumlah cadangan nikel tertunjuk di sekitar lokasi rencana Pembangunan smelter 146.240.790 ton. Dukungan infrastruktur kelistrikan memperlihatkan adanya kecukupan sumber dan jalur yang ada, Infrastruktur jalan aspal tersedia pada area rekomendasi, jadi pengangkutan bahan baku dapat dilakukan baik via darat maupun via laut, sehingga keberadaan Jaringan Jalan dan



ii



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



pelabuhan khusus di area ini sudah cukup menunjang sebagai sarana transportasi bahan baku dan hasil pengolahan smelter nantinya. luas total lokasi rencana kawasan smelter di Kolaka Utara yaitu 504 Ha, sedangkan luas lokasi terbangun di rencanakan yaitu seluas 253,132 Ha, dengan peruntukan lokasi workshop dan gudang 13 ha, penampungan hasil akhir 20 ha, area perkantoran 14 ha, stockyard dan fasilitas pelabuhan 71 ha, terminal khusus 7.3 ha, area smelter 45 ha, area perumahan 21 ha dan area pengembangan 59 ha. Pra-FS ini menghasilkan kajian aspek legal, yang merujuk pada berbagai UndangUndang terkait diantaranya UU no.4 tahun 2009, yang disempurnakan dengan UU no. 3 tahun 2020, Kemudian pada aturan teknis pertambangan dan pengolahan dan perdagangan, merujuk pada Permen ESDM No. 11 tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral, Permendag No. 52/M-DAG/per/8/ tahun 2018 tentang ketentuan ekspor produk



pertambangan, Permenkeu No.



128/pmk.011/2013 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar. Bentuk dukungan berupa insentif pemerintah seperti Tax holiday, Tax Allowance, serta pengurangan PPH bagi industri baru. Dukungan lain pada aspek legal adalah terkait dengan perizinan yang diurus secara terpusat melalui aplikasi OSS ( Online Single System ). Sumber daya nikel Indonesia diperkirakan mencapai 2.633 juta Ton ore dengan cadangan sebesar 577 juta ton ore yang tersebar di Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua dengan kandungan unsur nikel rata-rata 1,45%. Sebagian dari potensi sumber daya tersebut sudah ditambang dan diekspor dalam bentuk Nickel Matte oleh PT Inco Indonesia, Ferro Nickel oleh PT Antam ataupun dalam bentuk bijih nikel tanpa melalui proses pengolahan dan pemurnian yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang banyak tumbuh dalam dasawarsa terakhir. Komoditi nikel dikelompokkan menjadi tiga, yaitu bijih nikel, feronikel dan nikel kasar, hampir seluruhnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Selama periode tahun 2003- 2009 produksi bijih nikel mengalami peningkatan yang cukup tinggi, yaitu dari 4.395.429 ton pada tahun 2003 menjadi 10.847.141 ton pada tahun 2009 atau mengalami kenaikan hampir 2,5 kali lipat. Pada periode yang sama, komoditi feronikel mengalami kenaikan dua kali lipat dari 8.933 ton Ni menjadi 17.917 ton Ni, sedangkan untuk nikel kasar mengalami fluktuasi, pada tahun 2003 jumlah produksi mencapai 71.211 ton Ni, tahun 2007 meningkat hingga 77.928 ton Ni, namun tahun 2009 menurun hingga menjadi 63.548 ton Ni. Hasil kajian teknis memperkirakan potensi sumber daya mineral nikel Kabupaten Kolaka Utara sebesar ± 500 juta ton, dengan kapasitas cadangan dari RKAB 8 IUP per- Oktober 2020



iii



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



sebesar 159 Juta ton. Hal ini disimpulkan dapat mendukung sumber bahan baku nikel untuk menunjang operasi smelter dengan produk nikel kobalt sulfat, dengan kadar nikel low grade 0,9 sampai dengan 1,5 sementara cobalt dari 0,1 hingga 0,04. Teknologi yang digunakan adalah hidro metalurgi High Pressure Acid Leaching (HPAL), dengan kapasitas produksi Mixed Sulfide Precipitate (MSP) sebesar 144.000 Ton per tahun dan membutuhkan input produksi bijih nikel sebesar 4,43 juta ton per tahun. Menurut kajian kelayakan ekonomi dan prospek bisnis dari rencana smelter Tolala kabupaten Kolaka Utara, diperlukan total biaya sebesar USD 470,6 juta dengan asumsi interest during construction (IDC) 4%, dengan biaya modal (CAPEX) sebesar USD 452,530,000 dan biaya operasi sebesar USD 175.862.534, dengan harga bahan baku utama yakni nikel (NI) sebesar USD 14.500/ton, kebutuhan pasokan listrik PLN dengan menghasilkan Net Present Value (NPV) sebesar USD 569,809,972, dan Internal Rate of Return (IRR) 12,54% dengan Payback Period (PBP) selama 7 tahun. Kajian lokasi dar pra-FS ini menempatkan pada Desa Lawaki Kecamatan Toala, kabupaten Kolaka Utara, dengan luasan area ± 320 Ha, dengan status lahan berada pada kawasan IUP PT Lawaki Tiar Raya, terdapat sebagian IUP PT Kolaka Mineral Resources, dan PT Ros Indrapratama, dan terdapat kawasan hutan lindung khususnya area green belt (hutan mangrove di pesisir teluk Tolala). Kawasan yang dipilih bersesuaian dengan RTRW 2014-2034 Provinsi Sulawesi Tenggara, yang menetapkan kecamatan Tolala sebagai bagian kawasan strategis nasional Soerako. Bersamaan dengan potensi peningkatan nilai tambah melalui proses pengolahan dan pemurnian yang dilakukan, tentunya terdapat potensi penerimaan negara dari pajak penghasilan, cukai ekspor produk mineral logam, retribusi daerah, dan lain sebagainya bila proses produksi bijih yang diekspor dilakukan di dalam negeri. Selain itu, terdapat benefit dari penyerapan tenaga kerja melalui industri pengolahan mineral logam dasar. Penyerapan tenaga kerja ini belum termasuk tenaga kerja di industri hilir dan multiplier effect yang didapat dari pengolahan hasil produk industri hulu mineral nikel di Indonesia. Aspek kajian sosial ekonomi dari Pra-FS, diharapkan memberi efek ekonomi kepada masyarakat kabupaten Kolaka Utara, dan khususnya berdampak pada tumbuhnya pusat-pusat perekonomian masyarakat yang baru dan memberi peluang penyerapan tenaga kerja lokal.



iv



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



KATA PENGANTAR Segala Puji Bagi Allah Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah Nya, atas terlaksananya dan diselesaikannya Pra - Studi Kelayakan Investasi Smelter Nikel dengan pemanfaatan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Kecamatan Tolala, Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Maksud dari penulisan kajian ini adalah untuk memberikan gambaran atas kajian berbagai aspek seperti legal, teknis, ekonomi, dan berbagai dampak khususnya lingkungan fisik dan sosial dalam menentukan kelayakan investasi yang akan menjadi pedoman bagi investor untuk mewujudkan investasi di lokasi wilayah kajian yang terpilih. Kegiatan kajian ini dilaksanakan oleh PT Sucofindo (persero) untuk Badan Koordinasi Penanaman Modal, hasil diskusi dengan kementerian serta lembaga terkait, serta diskusi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah serta Pemerintahan Daerah, Pihak perusahaan (pemilik IUP) di wilayah kabupaten Kolaka Utara dan juga masyarakat setempat.



Jakarta, 17 Desember 2020



Tim Konsultan



v



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF..................................................................................................... i KATA PENGANTAR............................................................................................................ v DAFTAR ISI ...................................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ................................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xi BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1 1.2 Ruang Lingkup Studi ...................................................................................................... 5 1.2.1 Kondisi Sumber Daya dan Cadangan Mineral (Kuantitatif dan Kualitatif) .......... 7 1.2.2 Kondisi dan Lokasi Pabrik Smelter ...................................................................... 7 1.2.3 Metode dan Proses Pabrik Smelter .................................................................... 7 1.2.4 Transportasi ........................................................................................................ 7 1.2.5 Organisasi dan Kebutuhan Tenaga Kerja ............................................................ 7 1.2.6 Penanganan Lingkungan Hidup .......................................................................... 7 1.2.7 Rencana Pemasaran............................................................................................ 8 1.2.8 Aspek Sosial ........................................................................................................ 8 1.2.9 Kelayakan Ekonomi ............................................................................................. 8 1.2.10 Analisis Sensitivitas dan Risiko ............................................................................ 8 1.3 Tujuan Penyusunan Pra Studi Kelayakan ...................................................................... 8 1.4 Metode Penyusunan Pra Studi Kelayakan .................................................................... 9 1.4.1 Metode Pengumpulan dan Pengkajian Data ...................................................... 9 1.4.2 Pengamatan Lapangan...................................................................................... 11 1.4.3 Analisis Data...................................................................................................... 14 BAB II TINJAUAN ASPEK PASAR NIKEL ............................................................................. 19 2.1 Kondisi Perkembangan Struktur dan Pangsa Pasar Nasional dan Global ................... 19 2.1.1 Perkembangan Profil Market Leader (Global) .................................................. 19 2.2 Analisis Target Pasar Nasional dan Global .................................................................. 21 2.3 Analisis Pesaing (Competitor Analysis) Nasional dan Internasional............................ 23 BAB III TINJAUAN ASPEK YURIDIS.................................................................................... 25 3.1 Peraturan Perundang – Undangan.............................................................................. 25 3.1.1 Analisa Peraturan Perundang – Undangan ....................................................... 25 3.1.2 Jenis – Jenis Perizinan ....................................................................................... 29 3.2 Peraturan Tata Ruang dan Lahan ................................................................................ 33 3.2.1 Analisa RTRW/RTDR Wilayah ............................................................................ 34 3.2.2 Status Tata Ruang dan Lahan Infrastruktur Pendukung Industri Pengolahan & Pemurnian Mineral ..................................................................................................... 34 3.3 Analisis Pemangku Kepentingan Wilayah ................................................................... 35 3.4 Dukungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ............................................... 36 3.4.1 Dukungan Pemerintah Pusat ............................................................................ 36



vi



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



3.4.2 Dukungan Pemerintah Daerah ......................................................................... 40 BAB IV TINJAUAN ASPEK TEKNIS MINERAL DAN PABRIK SMELTER NIKEL .......................... 42 4.1 Potensi Sumber Daya Mineral Wilayah Kolaka Utara ................................................. 42 4.1.1 Gambaran Potensi Sumber Daya Mineral di dalam Pola Tata Guna Lahan dan Tata Ruang................................................................................................................... 43 4.1.2 Estimasi Sumber Daya dan Cadangan Mineral ................................................. 46 4.1.3 Aspek Geologi dan Mineralogi Area Eksplorasi ................................................ 47 4.2 Aspek Sumber Daya Manusia pada Kegiatan Eksplorasi............................................. 66 4.2.1 Rencana Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan ........................................ 70 4.3 Aspek Dampak Lingkungan Kegiatan Eksplorasi ......................................................... 70 4.3.1 Rencana Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan ........................................ 72 4.4 Kondisi dan Rencana Lokasi Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Nikel....................... 74 4.4.1 Infrastruktur Penunjang Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Nikel .................. 74 4.4.2 Kondisi Geografis, Iklim, Cuaca dan Kegempaan .............................................. 93 4.4.3 Gambaran Topografi dan Morfologi (menggunakan GIS) ................................ 98 4.4.4 Geologi dan Geoteknik ................................................................................... 102 4.5 Metode dan Proses Pengolahan dan Pemurnian Mineral ........................................ 106 4.5.1 Teknologi Pengolahan yang Digunakan .......................................................... 110 4.5.2 Diagram Alur Proses........................................................................................ 111 4.5.3 Kriteria Desain dan Kapasitas Pabrik .............................................................. 113 4.5.4 Fasilitas Pergudangan ..................................................................................... 125 4.5.5 Fasilitas Utama Pabrik Smelter ....................................................................... 126 4.5.6 Fasilitas Penanganan Produk .......................................................................... 137 4.5.7 Metallurgy dan Material Balance.................................................................... 137 4.5.8 Kebutuhan Energi ........................................................................................... 139 4.5.9 Kebutuhan Reagen dan Material Habis Pakai (Consumables) ........................ 139 4.5.10 Penanganan Limbah (Tailing/Slag) ................................................................. 140 BAB V TINJAUAN ASPEK EKONOMI DAN KOMERSIAL ..................................................... 141 5.1 Skema Kerja Sama Investasi Pabrik ........................................................................... 141 5.1.1 Lingkup Kerjasama .......................................................................................... 141 5.1.2 Jangka Waktu dan Tahapan Kerjasama .......................................................... 141 5.2 Proyeksi Struktur Pendapatan dan Biaya .................................................................. 142 5.2.1 Analisa Perkembangan Harga ......................................................................... 142 5.2.2 Struktur Pendapatan ....................................................................................... 143 5.2.3 Struktur Biaya ................................................................................................. 143 5.3 Model Finansial ......................................................................................................... 147 5.4 Kelayakan Keuangan Proyek ..................................................................................... 148 5.4.1 Proyeksi Laba Rugi .......................................................................................... 148 5.4.2 Proyeksi Arus Kas ............................................................................................ 149 5.4.3 Struktur Pendanaan atau Analisis Debt to Equity Ratio (DER)........................ 152 5.4.4 Weighted Average Cost of Capital (WACC)..................................................... 152 5.4.5 Net Present Value (NPV) ................................................................................. 152 vii



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



5.4.6 Internal Rate of Return (IRR) ........................................................................... 153 5.4.7 Pay Back Period (PBP) ..................................................................................... 153 5.4.8 Tax Allowance atau Tax Holiday IRR ............................................................... 154 5.4.9 Analisa Sensitivitas dan Pengembalian Investasi ............................................ 154 BAB VI TINJAUAN ASPEK SOSIAL EKONOMI ................................................................... 159 6.1 Kondisi Pertambangan Terkini .................................................................................. 159 6.2 Potensi Dampak Kebijakan Relaksasi Ekspor Minerba.............................................. 160 6.3 Relaksasi Mineral dan Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Kolaka Utara ............. 162 6.3.1 Kajian Dampak Lingkungan Sosial ................................................................... 163 6.3.2 Kajian Dampak Ekonomi Masyarakat dan Daerah .......................................... 163 6.3.3 Dampak Terhadap Pembangunan manusia .................................................... 165 BAB VII TINJAUAN TANTANGAN DAN HAMBATAN INVESTASI ........................................ 166 7.1 Faktor Tantangan dan Hambatan Investasi .............................................................. 166 7.1.1 Tantangan Tenaga Kerja Lokal ........................................................................ 166 7.1.2 Permasalahan Demand dan Supply ................................................................ 166 7.1.3 Permasalahan Pembiayaan Proyek................................................................. 167 7.1.4 Permasalahan Legal dan Peraturan ................................................................ 168 7.1.5 Permasalahan Perpajakan .............................................................................. 168 7.1.6 Permasalahan Perpajakan .............................................................................. 170 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................................... 171 8.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 171 8.2 Rekomendasi ............................................................................................................. 171 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 173



viii



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Daftar Perizinan Pembangunan Smelter Level Pusat (1 s/d 18) .............................. 31 Tabel 3.2 Daftar Perizinan Pembangunan Smelter Level Daerah (19 s/d 39) .......................... 32 Tabel 3.3 Daftar Perizinan Pembangunan Smelter Level K/L (40 s/d 52) ................................ 33 Tabel 3.4 Ringkasan Ekonomi Makro 2019 dan Proyeksi 2020 ............................................... 36 Tabel 4.1 Luas Lokasi Tapak Smelter........................................................................................ 42 Tabel 4.2 Neraca produksi sumber daya cadangan mineral Kawasan Tambang di Kolaka Utara ......................................................................................................................... 46 Tabel 4.3 Koordinat Awal dan akhir Line Pengukuran Geolistrik di Kolaka Utara ................... 64 Tabel 4.4 Koordinat Pembuatan Test Pit di daerah Tolala Kab. Kolaka Utara ......................... 66 Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Tenggara 2018-2020 ...................................... 67 Tabel 4.6 Pencari Kerja Terdaftar dan Penempatan/Pemenuhan Tenaga Kerja Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Sulawesi Tenggara, Tahun 2019 .................. 67 Tabel 4.7 Jumlah Penduduk 15+ Tahun (angkatan kerja) Yang Bekerja dan Pengangguran menurut



Jenis



Kelamin,



Provinsi Sultra



dan Kabupaten Kolaka



Utara,



Tahun 2019 ............................................................................................................... 68 Tabel 4.8 Jumlah Angkatan Kerja Berdasarkan Pada Tingkat Pendidikan Terakhir, Kabupaten Kolaka Utara, Tahun 2019 ........................................................................................ 69 Tabel 4.9 Jarak Stockpile IUP terhadap Rencana Lokasi Smelter............................................. 77 Tabel 4.10 Jarak sumber daya pendukung terhadap lokasi rencana kawasan smelter (PKIP) 78 Tabel 4.11 Jarak Fasilitas Penimbun di Kabupaten Kolaka Utara ............................................ 79 Tabel 4.12 Daya Terpasang, Produksi, dan Distribusi Listrik PT. PLN (Persero) pada Cabang/Ranting PLN Menurut Kecamatan di (Persero) pada Cabang/Ranting PLN Menurut Kecamatan di Kolaka Utara ....................................................................... 83 Tabel 4.13 Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan dan Pemerintahan yang Berwenang Mengelolanya di Kabupaten Kolaka Utara (km) ....................................................... 88 Tabel 4.14 Jarak antara fasilitas perumahan dan perkantoran terhadap rencana lokasi smelter............................................................................................................ 92 Tabel 4.15 Pengamatan Unsur Iklim Menurut Bulan di Stasiun Meteorologi Sangia Ni Bandera, 2019 ...................................................................................................... 96 Tabel 4.16 Operasi HPAL di dunia .......................................................................................... 109 Tabel 4.17 Kriteria desain proses di pabrik HPAL .................................................................. 113 ix



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Tabel 4.18 Jumlah dan spesifikasi peralatan utama pabrik HPAL .......................................... 127 Tabel 4.19 Kebutuhan Material habis Pakai (Consumables) pabrik HPAL ............................. 139 Tabel 5.1 Capital Cost............................................................................................................. 144 Tabel 5.2 Biaya Langsung dan Tidak langsung ....................................................................... 145 Tabel 5.3 Proyeksi Laba Rugi dan Arus Kas Tahun 1 - 10 ....................................................... 150 Tabel 5.4 Proyeksi Laba Rugi dan Arus Kas Tahun 11 - 20 ..................................................... 151 Tabel 5.5 Kondisi Kelayakan Terhadap Perubahan Harga Jual Produk MSP .......................... 155 Tabel 5.6 Sensitivitas IRR & NPV Terhadap Harga Bijih Nikel ................................................ 155 Tabel 5.7 Sensitivitas IRR & NPV Terhadap Harga Reagen di Process Plant .......................... 156 Tabel 5.8 Sensitivitas IRR & NPV Terhadap Perubahan Capital Cost ..................................... 156 Tabel 7.1 Perbandingan Sistem Perpajakan di Indonesia dan China ..................................... 170



x



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



DAFTAR GAMBAR



Gambar 2.1 Konsumsi Nikel Dunia........................................................................................... 20 Gambar 2.2 Penggunaan Nikel................................................................................................. 21 Gambar 2.3 Konsumsi Stainless Steel Negara – Negara Dunia ................................................ 21 Gambar 2.4 Proyeksi Permintaan Produk Akhir Nikel ............................................................. 22 Gambar 2.5 Proyeksi Permintaan Kendaraan Listrik Indonesia hingga 2030 .......................... 23 Gambar 3.1 Conceptual Framework Kebijakan Fiskal .............................................................. 37 Gambar 3.2 Regulasi Tax Allowance, Tax Holiday dan Bea Masuk.......................................... 39 Gambar 4.1 Peta Lokasi Rencana Tapak Smellter .................................................................... 44 Gambar 4.2 Peta Usulan Lokasi Rencana Pembangunan Smelter ........................................... 45 Gambar 4.3 Luas operasi tahun 2020 dan luas keseluruhan IUP yang aktif di daerah Kolaka Utara ........................................................................................................ 47 Gambar 4.4 Sumberdaya dan cadangan IUP yang aktif di daerah Kolaka Utara ..................... 47 Gambar 4.5 Peta Lokasi pengambilan sampel eksplorasi di Kabupaten Kolaka Utara (Blok Lasusua dan Tolala) .................................................................................... 49 Gambar 4.6 (a) Peta unit litotektonik Sulawesi (modifikasi dari Parkinson, 1998; Hall dan Wilson, 2000; Kadarusman et al., 2004), menunjukkan distribusi Ophiolite Sulawesi Timur (ESO) meliputi wilayah Lengan Selatan, Lengan Timur dan Lengan Tenggara Pulau Sulawesi ..................................................................................... 52 Gambar 4.7 Peta Geologi daerah Kabupaten Kolaka Utara ..................................................... 55 Gambar 4.8 Satuan Batuan Ultramafik daerah Blok Tolala, memperlihatkan kenampakan batuan jenis peridotit berwarna hijau kehitaman (A), umumnya telah mengalami pengkekaran yang kuat (B), terserpentinisasi tingkat sedang - kuat (C), serta bentuk pengisian kekar beru ............................................................................... 57 Gambar 4.9 Satuan Batuan Ultramafik daerah Blok Tolala, memperlihatkan kenampakan batuan jenis serpentinit berwarna abu-abu kehijauan - hijau terang (A) dan gabro berwarna abu-abu kehitaman (B). Batuan-batuan ini kebanyakan telah terkekarkan secara kuat, tergerusk ..................................................................... 58 Gambar 4.10 Profil endapan nikel laterit lokasi kawasan rencana strategis di Lawaki ........... 59 Gambar 4.11 Profil data komposisi unsur Ni, Fe (calc), Co, SiO2, Al2O3 Blok Lasusua ........... 60



xi



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.12 Profil data komposisi unsur Ni, Fe (calc), Co, SiO2, Al2O3 Blok Tolala .............. 62 Gambar 4.13 Situasi perekaman data geolistrik daerah Tolala Kab. Kolaka Utara, Pada areal bukaan tambang .................................................................................................. 63 Gambar 4.14 Foto udara lintasan 4 lokasi pengukuran geolistrik dan penampang subsurface hasil geolistrik yang berada pada daerah Tolala Kab. Kolaka Utara.................... 65 Gambar 4.15 Foto testpit dengan bentuk segiempat (1 X 1,5) m di permukaan dan mengecil ke bawah, karena terbentur boulder batuan. Terlihat sebaran mineral garnerit yang sebagian sudah lapuk.................................................................................. 66 Gambar 4.16 Upaya Pemenuhan Perusahaan Berdasarkan Waktu Operasi ........................... 73 Gambar 4.17 Jalan Pengerasan Pada Kabupaten Kolaka Utara ............................................... 75 Gambar 4.18 Dermaga Pelabuhan di Kabupaten Kolaka Utara ............................................... 75 Gambar 4.19 Salah Satu Kantor POS Pembantu di Kabupaten Kolaka Utara .......................... 76 Gambar 4.20 Stockpile salah satu IUP di Kabupaten Kolaka Utara ......................................... 77 Gambar 4.21 Peta Sebaran StockPile di Kabupaten Kolaka Utara ........................................... 81 Gambar 4.22 Salah Satu Saluran Udara Ekstra Tinggi (SUTET) yang ada di Kabupaten Kolaka Utara .................................................................................................................... 84 Gambar 4.23 Foto Jaringan Jalan dan Listrik Kabupaten Kolaka Utara ................................... 85 Gambar 4.24 Peta Infrastruktur dan Utilitas Kabupaten Kolaka Utara ................................... 86 Gambar 4.25 Foto Jaringan Jalan Utama Poros Tolala- Malili Kabupaten Kolaka Utara ......... 88 Gambar 4.26 Peta Aksesibilitas dan Jaringan Jalan di Kolaka Utara ........................................ 89 Gambar 4.27 Foto Pembangunan Infrastruktur Jalan di Desa Lawaki Jaya Kabupaten Kolaka Utara .................................................................................................................... 90 Gambar 4.28 Foto Pintu Masuk Pelabuhan Ferry Tobaku Penyeberangan Kolaka Utara-Siwa ............................................................................................................................. 90 Gambar 4.29 Foto Pelabuhan Ferry Katoi Kolaka Utara .......................................................... 91 Gambar 4.30 Peta Administrasi Kabupaten Kolaka Utara ....................................................... 95 Gambar 4.31 Peta Curah Hujan Kabupaten Kolaka Utara ....................................................... 97 Gambar 4.32 Foto Kondisi Topografi Daerah Tolala Kabupaten Kolaka Utara ........................ 98 Gambar 4.33 Pengambilan data topografi menggunakan dengan menggunakan drone yang ditambah dengan gps RTK (Real Time Kinematik) ............................................... 99 Gambar 4.34 Peta Topografi lokasi rencana pembangunan smelter di Kolaka Utara ........... 100 Gambar 4.35 Blok model 3 dimensi usulan lokasi smelter .................................................... 101



xii



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.36 Peta Batimetri Lokasi Usulan Smelter di Kecamatan Tolala, Kabupaten Kolaka Utara. ................................................................................................................. 102 Gambar 4.37 Peta Kemiringan lereng Kabupaten Kolaka Utara ............................................ 103 Gambar 4.38 Peta zonasi gempa lokasi pekerjaan (Sumber disadur dan disederhanakan dari SNI 1726-2012) .................................................................................................. 104 Gambar 4.39 Peta Kawasan Rawan Bencana Alam Kabupaten Kolaka Utara ....................... 105 Gambar 4.40 Bijih nikel laterit dan teknologi pengolahan & pemurnian (Oxley, Barcza, 2013) ........................................................................................................................... 107 Gambar 4.41 Persentase pengolahan bijih nikel laterit berdasarkan teknologi, 2010 (Brooke Hunt ................................................................................................................... 108 Gambar 4.42 Prediksi persentase pengolahan bijih nikel laterit berdasarkan teknologi pada Tahun 2020 (Oxley, Barcza, 2013) ..................................................................... 108 Gambar 4.43 Diagram Alur Proses High Pressure Acid Leaching (HPAL) ............................... 111 Gambar 4.44 Neraca Material untuk Operasi Pabrik HPAL selama 1 Tahun ......................... 138 Gambar 5.1 Perkembangan dan Proyeksi Harga Nikel .......................................................... 142 Gambar 5.2 Alur Model Finansial dalam Konsep Kelayakan Smelter Nikel ........................... 148 Gambar 5.3 Sensitivitas NPV proyek terhadap pembangunan Pabrik HPAL ......................... 157 Gambar 5.4 Sensitivitas IRR proyek terhadap pembangunan Pabrik HPAL ........................... 158



xiii



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan mineral dan batubara di Indonesia telah mengalami perubahan yang cukup mendasar dengan diberlakukannya UU Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara yang kemudian disempurnakan lagi dengan terbitnya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, di mana UU ini tidak lagi mengizinkan bahan mentah (raw material) untuk diekspor. Pada semester awal di tahun 2014 pemerintah Indonesia melalui UU tersebut mewajibkan bagi semua bentuk pengusahaan di sektor pertambangan untuk melakukan pengolahan bahan mentah mineral dan batubara sebagai wujud konsistensi dalam memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia untuk kepentingan perekonomian negara dengan meningkatkan nilai tambah di sektor pertambangan mineral dan batubara. Hal ini juga mengindikasikan bentuk perhatian pemerintah untuk mendorong para pelaku usaha di sektor pertambangan mineral dan batubara untuk melakukan kreativitas dalam bentuk pengolahan bahan baku mineral sehingga dapat meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha dan sekaligus penerimaan negara disektor pertambangan khususnya minerba. Oleh karena itu sektor pertambangan khususnya minerba selayaknya dikelola dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan perekonomian nasional yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat, seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 pada pasal 33, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Dalam mewujudkan UU No. 4 tahun 2009 tersebut, pemerintah kemudian menerbitkan peraturan teknis PP No. 23 tahun 2010 yang telah diubah dengan PP No. 24 tahun 2012 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Mineral dan Batubara. Beberapa peraturan terkait lainnya yaitu Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 yang disempurnakan dengan Permen ESDM No. 11 tahun 2012 dan terakhir adalah Permen ESDM No. 20 Tahun 2013 tentang Perubahan kedua atas peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan Pengelolaan dan Pemurnian Mineral, Permendag No. 52/M-DAG/per/8/2012 tentang perubahan atas Permendag No. 29/M-DAG/per/5/2012 tentang ketentuan ekspor produk pertambangan



1



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



serta Permenkeu No. 128/pmk.011/2013 tentang perubahan atas peraturan menteri keuangan nomor 75/pmk.011/2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea ke luar. Sebagai bentuk pengendalian ekspor bijih mineral logam dan mendorong industri hilir, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 tahun 2010 yang telah diubah dengan PP No. 24 tahun 2012 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Mineral dan Batubara. Untuk menindak lanjuti peraturan pemerintah tersebut, dalam mengimplementasikan secara teknis maka pemerintah membuat beberapa peraturan terkait seperti Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 yang kemudian disempurnakan dengan Permen ESDM No. 11 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan Pengelolaan dan Pemurnian Mineral (smelter), dimana materi pokok yang terkandung didalamnya menyebutkan bahwa perusahaan pertambangan dapat melakukan ekspor bijih (ore) mineral ke luar negeri sebelum tahun 2004 apabila telah mendapatkan rekomendasi dari Menteri ESDM. Peraturan terkait lainya yang telah diterbitkan dalam rangka menunjang pelaksanaan UU Minerba tersebut, adalah Permendag No. 29 tahun 2012 tentang ketentuan ekspor produk pertambangan dan Permenkeu No. 75 Tahun 2012 tentang Penetapan Barang yang dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Sumber daya mineral yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sangat banyak jenisnya, dimulai dari mineral logam dan non logam. Untuk sumber daya mineral logam ada bijih besi, tembaga, emas, nikel, krom, kobalt dan mineral logam lainnya. Khusus logam nikel yang berasal dari tanah di Indonesia yang merupakan salah satu dari beberapa negara di dunia ini yang memiliki kualitas bijih nikel yang cukup baik untuk dimanfaatkan dalam berbagai produk hilir yang salah satunya adalah stainless steel, bahkan yang terakhir adalah sebagai bahan baku produksi lithium battery. Pengolahan bijih nikel di Indonesia telah dilakukan oleh dua perusahaan yaitu PT Antam (Persero) Tbk. di daerah Pomalaa (Sulawesi Tenggara) dari bijih nikel yang berasal dari beberapa daerah seperti Sulawesi Tenggara, Pulau Halmahera dan Pulau Gebe (Maluku) dan oleh PT Vale Indonesia dari bijih nikel yang ada di daerah kepulauan Sulawesi. Produk pengolahan kedua pabrik tersebut berbeda, yang mana PT Antam (Persero) Tbk. menghasilkan produk akhir berupa ferro-nickel sedangkan PT Vale Indonesia menghasilkan nickel-matte. Ferro-nickel maupun Nickel Pig Iron (NPI) merupakan bahan baku utama untuk pembuatan baja tahan



2



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



karat sedangkan nickel-matte merupakan produk antara untuk pembuatan nikel murni yang banyak digunakan untuk pembuatan paduan nikel seperti nickel base superalloys. Teknologi pyrometallurgy yang digunakan untuk mengolah bijih nikel di kedua pabrik tersebut pada dasarnya menggunakan kombinasi rotary kiln dan electric furnace maupun blast furnace di mana energi listrik pada electric furnace digunakan untuk melebur produk antara hasil pemanggangan reduksi bijih nikel di rotary kiln. Bijih nikel laterit yang diolah di kedua pabrik tersebut umumnya memiliki kandungan nikel yang relatif tinggi yaitu lebih besar dari 1,8%, atau kira-kira 2%. Untuk bijih nikel dengan kandungan nikel yang lebih rendah, kira-kira 0,9% - 1,5%, maka teknologi yang telah banyak digunakan dan cocok untuk pengolahan bijih nikel laterit berkadar rendah adalah melalui jalur hydrometallurgy atau kombinasi pyro-hydrometallurgy. Pemilihan teknologi yang akan diterapkan akan tergantung pada kondisi ekonomi atau harga komoditi nikel dan baja tahan karat serta ketersediaan sumber energi dan daya dukung lingkungan, skala pabrik yang akan dibangun serta track record teknologi yang digunakan. Untuk menentukan proses pengolahan yang akan diterapkan terhadap sumber daya bijih nikel serta mendapatkan landasan teknis untuk pendirian pabrik pengolahannya maka diperlukan sebuah kajian pra-studi kelayakan (Pra-Feasibility Study) sebelum sampai pada studi kelayakan (Feasibility Study), yang hasilnya selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan dalam studi AMDAL dan basic engineering design untuk pendirian pabrik. Kabupaten Kolaka Utara yang memiliki potensi sumber daya mineral nikel ± 500 juta ton, potensi cadangan sebesar ± 270 juta ton (ESDM,2020), proyek pembangunan pabrik atau smelter pengolahan bijih nikel kadar rendah di Desa Lawaki, Kecamatan Tolala, Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara dikembangkan dalam kaitan dengan terbitnya UU Pertambangan Mineral dan Batubara No 3 Tahun 2020 sebagai perubahan atas UU no. 4 Tahun 2009, yang mengharuskan bahwa setiap perusahaan tambang diwajibkan untuk mengolah hasil tambangnya menjadi bahan jadi atau setengah jadi yang mempunyai nilai jual lebih tinggi sesuai dengan level minimum yang disyaratkan. Dalam proyek ini bermaksud untuk mengolah bijih nikel kadar rendah yang ada dalam wilayah kerja penambangan bijih nikel dan dari wilayah tambang-tambang lainnya dengan jumlah kebutuhan sebanyak 2,2 juta ton per tahun menjadi produk akhir



3



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



berupa paduan antara Nikel (Ni) dan Kobalt (Co) Sulfat, yaitu produk paduan logam yang merupakan campuran antara nikel dan kobalt sulfat dengan komposisi 48% Ni, dengan produktivitas 92.667 ton/tahun untuk 1 (satu) line pabrik. Bijih nikel yang akan diolah berasal dari beberapa IUP tambang yang berada di kawasan Sulawesi Tenggara secara khusus di kabupaten Kolaka Utara, terutama memanfaatkan bijih limonit dan low-grade saprolite ore yang umumnya dianggap sebagai waste atau overburden di beberapa lokasi tambang seperti PT Vale Indonesia yang berada di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan mempertimbangkan pengembangan teknologi untuk mengolah bijih nikel kadar rendah, maka proses yang dipilih untuk diterapkan dalam mengolah bijih nikel dalam pabrik ini menggunakan teknologi hidrometalurgi, dengan produk akhir berupa Nickel-Cobalt



Sulphate. Teknologi



hidrometalurgi



memiliki keunggulan



untuk



mengekstraksi seluruh logam berharga dalam bijih terutama bijih nikel dan kobalt. Teknologi hidrometalurgi juga menghasilkan varian produk yang bisa diatur dalam bentuk senyawa sulfat atau hidroksida dari nikel dan kobalt, yang mana kedua jenis senyawa ini sangat diperlukan untuk bahan baku industri baterai isi ulang. Selain berkorelasi langsung dengan pengembangan industri baterai isi ulang, hal lain yang lebih strategis adalah adanya upaya konservasi cadangan bijih nikel. Hal ini mengingatkan bahwa eksploitasi yang masif dari bijih nikel saprolit pada suatu saat akan mendekati titik kelangkaan. Upaya pemilihan teknologi ini merupakan sesuatu yang dianggap tepat, sebab pemanfaatan bijih laterit nikel berkadar rendah (0,9 %-1,5%) yang diolah berasal dari tambang yang berada di Kecamatan Tolala Kabupaten Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara serta bijih nikel dari tambang lain di Indonesia, terutama dari daerah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Dari dukungan ketersediaan energi listrik, Sulawesi Tenggara memiliki kapasitas terpasang (pembangkit listrik yang dioperasikan) sebesar 127,47 MW, jumlah tenaga listrik yang dibangkitkan 846,29 watt per jam dan listrik yang didistribusikan (listrik yang terjual) sebesar 703,59 MW dan menempati posisi kelima dari provinsi lainnya. Yang menarik adalah dengan RUPTL yang ada pada wilayah Sulawesi Tenggara akan melalui wilayah Kolaka Utara yang nanti dapat dimanfaatkan oleh pihak investor untuk mengoperasi industri smelter, kemudian berdasarkan data PLN UP3 Kendari, bahwa ada



4



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



cadangan transmisi sebesar 600 MW yang siap dimanfaatkan untuk mendukung sektor industri khususnya industri smelter di wilayah Sulawesi Tenggara. Melihat wilayah greenfield nikel yang masih luas, dengan potensi cadangan yang cukup besar, dukungan infrastruktur, serta peluang industri hilir penggunaan nikel yang dibutuhkan, Kabupaten Kolaka Utara adalah pilihan yang menarik untuk dilakukan pengembangan investasi pada sektor pertambangan, pengolahan, dan pemurnian nikel, kondisi ini merupakan potensi Kolaka Utara menjadi pemasok Nikel dan Kobalt Sulfat untuk industri baterai nasional dan dunia.



1.2 Ruang Lingkup Studi Untuk memudahkan memberikan gambaran peta peluang investasi smelter maka kajian ini dibagi dalam delapan wilayah objek kajian yang terpilih, yaitu: Kabupaten Karimun, Kabupaten Kaur, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Halmahera timur, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Kota Baru, Provinsi Sulawesi Tengah (Kabupaten Morowali Utara), dan Provinsi Sulawesi Tenggara (Kabupaten Kolaka Utara). Adapun kerangka acuan dari kajian Pra FS pengembangan industri smelter di Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara antara lain: 1)



Mengidentifikasi dan mengkaji proyek prioritas untuk dikembangkan yang memiliki urgensi tinggi yang menarik bagi investor pada Industri Smelter di Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Mengobservasi, memetakan lokasi proyek potensial, survei lokasi, serta mengeksplorasi potensi untuk pengembangan penanaman modal proyek prioritas yang bersifat strategis yang dikaitkan dengan keunggulan dan karakteristik daerah.



2)



Mengidentifikasi hambatan dan permasalahan yang mungkin terjadi dalam pengembangan penanaman modal proyek prioritas yang bersifat strategis untuk mengidentifikasi dan memitigasi risiko.



3)



Menganalisis kelayakan investasi dalam pengembangan penanaman modal proyek prioritas strategis di sektor pengembangan Industri Smelter di Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, yang mencakup beberapa aspek dalam pra studi kelayakan suatu proyek sebagai berikut: a.



Aspek Yuridis, meliputi analisis peraturan dan kebijakan pemerintah pusat dan daerah terkait pengembangan industri smelter, pertambangan, kawasan



5



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



industri, dan infrastruktur, perizinan dan non perizinan, dan kesesuaian tata ruang. b.



Aspek Teknis, terkait kesiapan wilayah/lokasi yang akan dikembangkan meliputi analisis lokasi, aksesibilitas dan konektivitas wilayah, infrastruktur dan utilitas pendukung, kondisi lingkungan sekitar, ketersediaan tenaga kerja, potensi dan ketersediaan bahan baku, kelembagaan dan pengelolaan untuk kawasan industri, kondisi lahan (topografi, geologi, daya dukung, dan daya tampung lahan), dan harga lahan.



c.



Aspek Pasar dan Pemasaran, meliputi gambaran perekonomian dan demografi lokasi proyek, permintaan pasar, potensial mitra, rantai pasok/logistik, dan peluang pasar.



d.



Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan, meliputi dampak lingkungan, dampak sosial, dan dampak ekonomi dari pengembangan proyek investasi.



e.



Aspek Keuangan, meliputi kebutuhan biaya investasi proyek investasi yang akan dibangun, termasuk proyeksi pendapatan, proyeksi biaya, sumber pendanaan (pola investasi), dan analisis kelayakan proyek.



f.



Merumuskan usulan kebijakan dan implikasinya bagi pengembangan penanaman modal proyek prioritas yang bersifat strategis di sektor pengembangan kawasan, industri yang terintegrasi dengan kawasan, dan infrastruktur penunjang kawasan di masa mendatang termasuk strategi dan rencana aksi prioritasnya.



g.



Menyiapkan peta peluang dan profil proyek investasi yang siap ditawarkan untuk masing-masing proyek dalam bentuk dokumen pra studi kelayakan dan info memo yang memuat informasi penting yang dibutuhkan investor (summary dari dokumen pra studi kelayakan) yang disajikan secara infografis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Adapun ruang lingkup dari kajian ini akan membahas beberapa hal yaitu kondisi



sumber daya dan cadangan mineral (kuantitatif dan kualitatif), Kondisi dan lokasi pabrik, Metode dan proses pabrik smelter, Transportasi, Organisasi dan kebutuhan tenaga kerja, Penanganan lingkungan hidup, Rencana pemasaran, Aspek sosial, Kelayakan ekonomi, dan Analisis sensitivitas dan risiko.



6



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



1.2.1



Kondisi Sumber Daya dan Cadangan Mineral (Kuantitatif dan Kualitatif) Pada bagian ini akan diberi gambaran neraca dari sumber daya dan cadangan mineral berdasarkan kategorinya sesuai dengan peta lokasi eksisting industri pertambangan pada wilayah objek kajian yang dimaksud.



1.2.2



Kondisi dan Lokasi Pabrik Smelter Pada bagian ini akan dianalisis pemilihan lokasi pabrik berdasarkan pertimbangan yang telah ditetapkan termasuk informasi luas batas akses dan konektivitas serta infrastruktur pendukung dan status lahan dalam kawasan.



1.2.3



Metode dan Proses Pabrik Smelter Pada bagian ini akan dianalisis rencana produksi, proses yang digunakan, desain kriteria, alat utama, alat pendukung, tahapan proses, material dan energy balance, kebutuhan reagent/reductor, kebutuhan material habis pakai (consumable material), kebutuhan energi, dan penanganan limbah. Analisis ini akan menghasilkan rasio utilitas terhadap produk yang dihasilkan.



1.2.4



Transportasi Pada bagian ini akan diberi gambaran kebutuhan sarana transportasi pendukung. Transportasi ini meliputi transportasi kawasan, transportasi darat laut dan udara di sekitar lokasi wilayah objek kajian.



1.2.5



Organisasi dan Kebutuhan Tenaga Kerja Pada bagian ini akan diberi gambaran struktur organisasi dan kebutuhan tenaga kerja termasuk komposisi tenaga kerja asing dan tenaga kerja Indonesia. Kebutuhan ini didasarkan atas kapasitas produksi dari suatu pabrik smelter.



1.2.6



Penanganan Lingkungan Hidup Pada bagian ini akan diberi gambaran penanganan limbah yang dihasilkan dari proses pabrik smelter. Penanganannya didasarkan atas regulasi pengelolaan limbah yang berlaku sesuai dengan proses material dan metallurgical balance yang dihasilkan.



7



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



1.2.7



Rencana Pemasaran Pada bagian ini akan diberi gambaran pasokan dan permintaan produk yang dihasilkan dari pabrik smelter untuk kebutuhan domestik dan global termasuk melihat peluang dengan membandingkan jumlah smelter sejenis yang telah dibangun. Dalam analisis pemasaran ini juga akan dihasilkan proyeksi harga produk smelter yang digunakan untuk analisis keekonomian.



1.2.8



Aspek Sosial Pada bagian ini akan diberi gambaran dampak sosial dari pembangunan dan pengoperasian pabrik smelter ini. Dampak yang dihasilkan ditinjau terutama dari dampak terhadap ekonomi daerah, dampak terhadap pemerataan pendidikan serta dampak terhadap masyarakat. Disamping itu potensi pengembangan UMKM sekitar smelter, serta perhitungan nilai atas dampak yang terjadi akan disajikan.



1.2.9



Kelayakan Ekonomi Pada bagian ini akan dianalisis kelayakan ekonomi dalam model analisis keuangan dalam proyeksi analisis laba rugi, arus kas, dan neraca. Analisis ini akan memberikan hasil dalam indikator keputusan investasi yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period (PBP).



1.2.10 Analisis Sensitivitas dan Risiko Pada bagian ini akan dianalisis risiko-risiko paling sensitif yang muncul termasuk mengantisipasi ketidakpastian yang terjadi dari investasi terhadap harga mineral logam, biaya modal, biaya operasi, bahan baku, perubahan harga bijih, serta perubahan harga batubara.



1.3 Tujuan Penyusunan Pra Studi Kelayakan Maksud dan tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk mendorong realisasi pengembangan kawasan smelter di Kabupaten Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara dengan tujuan antara lain:  Memberikan gambaran secara komprehensif dan mendetail (Pra Studi Kelayakan / Pra Feasibility Study) kepada investor dan stakeholder terkait mengenai kelayakan proyek pembangunan smelter nikel. 8



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



 Menganalisis kelayakan investasi suatu proyek pembangunan smelter dengan memperhitungkan kondisi potensi wilayah serta faktor infrastruktur penunjang.  Menyiapkan informasi proyek prioritas strategis berbasis spasial (Sistem Informasi



Geografis)



yang



siap



ditawarkan



kepada



investor



dan



informasi/konten terkait lainnya yang diintegrasikan dengan sistem informasi yang telah tersedia di BKPM.



1.4 Metode Penyusunan Pra Studi Kelayakan Dalam kajian ini diperlukan suatu Metode atau kerangka berpikir agar proses analisis dan hasil yang diinginkan dapat disajikan dalam sistematika yang terstruktur sehingga hasil yang diperoleh dapat sesuai dengan yang diharapkan.



1.4.1 Metode Pengumpulan dan Pengkajian Data Dalam kegiatan ini, digunakan metode penelitian survei (survey research) secara purposive sampling yakni dengan menetapkan beberapa perusahaan tambang dan langsung mengunjungi perusahaan tambang, industri pengolahan dan pemurnian, serta industri hilir pengguna produk hasil tambang, yang didukung dengan melakukan koordinasi dan pendataan ke instansi terkait. Di samping itu, digunakan metode penelitian non survey, yaitu dilakukan di studio meliputi penelusuran referensi, pengolahan dan analisis serta penyusunan laporan. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara perpaduan (interview guide). Adapun instrumen penelitian menggunakan panduan wawancara. Sedangkan model pengolahan dan teknik analisis, digunakan pendekatan model statistika seperti statistic descriptive, dan econometric analysis. 1.4.1.1 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan pencatatan secara langsung di lokasi penelitian. Adapun pemilihan lokasi ditentukan dengan sengaja (purposive) berdasar kriteria: lokasi yang memiliki potensi sumber daya mineral, lokasi keberadaan perusahaan tambang, industri pengolahan dan pemurnian, serta keberadaan industri hilir.



9



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Data sekunder diperoleh dari Kementerian ESDM (Direktorat Jenderal Minerba), Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Pusat Statistik, , Indonesian Mining Association (IMA), Asosiasi Pengusaha Mineral, Dinas ESDM, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya dan pustaka lainnya yang berkaitan dengan kegiatan penelitian ini. Data primer diperoleh dari kunjungan ke beberapa perusahaan tambang dan pabrik pengolahan logam di lokasi kegiatan penelitian. Tahapan berikutnya adalah dengan melakukan FGD untuk melakukan validasi data yang sebelumnya sudah didapatkan melalui observasi/survei secara langsung di lapangan dan berbagai data sekunder yang didapatkan dari berbagai literatur dan dokumen lainnya. Istilah kelompok diskusi terarah atau dikenal sebagai Focus Group Discussion (FGD) saat ini sangat populer dan banyak digunakan sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian sosial. Pengambilan data kualitatif melalui FGD dikenal luas karena kelebihannya dalam memberikan kemudahan dan peluang bagi peneliti untuk menjalin keterbukaan, kepercayaan, dan memahami persepsi, sikap, serta pengalaman yang dimiliki oleh responden/pesertanya. FGD adalah diskusi terfokus dari suatu grup untuk membahas suatu masalah tertentu, dalam suasana informal dan santai. Jumlah pesertanya FGD di dalam penelitian hilirisasi terdiri dari pihak- pihak yang terkait dengan kebijakan hilirisasi mineral seperti pihak pemerintah melalui instansi terkait seperti ESDM baik tingkat pusat maupun daerah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, pihak industri yang terlibat dalam proyek hilirisasi mineral serta dari pihak akademisi yang berasal dari universitas/perguruan tinggi, dilaksanakan dengan panduan seorang moderator. Permasalahan yang dibahas dalam FGD sangat spesifik karena untuk memenuhi tujuan yang sudah jelas. Oleh karena itu, pertanyaan yang disusun dan diajukan kepada para peserta FGD jelas dan spesifik. Hasil FGD tidak bisa dipakai untuk melakukan generalisasi karena FGD memang tidak bertujuan



10



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



menggambarkan (representasi) suara masyarakat. Meski demikian, arti penting FGD bukan terletak pada hasil representasi populasi, tetapi pada kedalaman informasinya. Melalui FGD, peneliti bisa mengetahui alasan, motivasi, argumentasi atau dasar dari pendapat seseorang atau kelompok. Dengan kata lain bahwa hasil FGD tidak bisa dijadikan patokan dalam mengambil kesimpulan dari hasil penelitian. Hal ini harus ditambahkan dengan data pendukung lain atau melakukan survei lanjutan (kuantitatif).



1.4.2 Pengamatan Lapangan Berbagai studi pendahuluan telah dilakukan dalam rangka perencanaan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel laterit di Kecamatan Tolala Kabupaten Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Studi ini dilakukan bertujuan agar perencanaan pabrik dan pelaksanaan pembangunan serta operasional pabrik nanti bisa tepat sesuai dengan deposit bijih nikelnya, tepat desainnya, sehingga lancar operasionalnya di masa yang akan datang, tercapai target yang ingin diinginkan, menghasilkan operasional yang efisien dan aman, serta tidak mengganggu lingkungan sekitarnya. Studi yang telah dilakukan antara lain: a.



Studi Kondisi Bijih Nikel



b.



Studi Benefiasi Bijih Nikel



c.



Studi Pelindian



d.



Studi Penanganan Tailing / Residu Pengolahan



1.4.2.1 Studi Kondisi Bijih Nikel Bijih nikel yang akan digunakan sebagai umpan pabrik pengolahan pemurnian yang akan dibangun baik pabrik awal maupun pabrik perluasan adalah bijih nikel laterit dari beberapa tambang di sekitar lokasi pabrik. Beberapa contoh dan jenis bijih nikel telah diambil untuk dilakukan test uji pengayakan yang bertujuan untuk mengetahui persentase dari masingmasing ukuran fraksi atau ukuran butir dari bijih nikel yang akan diolah untuk menentukan proses awal apa yang diperlukan dalam rangka pembuatan slurry bijih nikel yang akan dilakukan proses leaching nanti. Uji pengayakan juga dilanjutkan uji laboratorium untuk mengetahui komposisi kimia dari masing-



11



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



masing ukuran fraksi. Uji pengayakan telah dilakukan untuk contoh jenis bijih nikel limonit dan contoh bijih nikel saprolit. 1.4.2.2 Studi Benefiasi Bijih Nikel Studi benefisiasi dilakukan atas contoh bijih nikel limonit dan bijih nikel saprolit, dengan tujuan untuk mengetahui cara konsentrasi apa yang paling optimum untuk memisahkan mineral berat, khususnya mineral kromit, dalam bijih nikel yang akan diolah. 1.4.2.3 Studi Pelindian Uji pelindian sangat diperlukan untuk pembangunan smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL). Adapun parameter-parameter yang harus dilakukan meliputi: - Ore slurry thickening and settling properties - Leaching recovery and retention time - Leaching temperature and pressure - Acid consumption - Leach discharge slurry thickening and settling properties - Recycled leach parameters - CCD parameters - Iron and aluminium precipitation parameters (pH, retention time, addition of seed) - Nickel and cobalt precipitation parameters (pH, retention time, addition of seed) - Filtration parameters of nickel and cobalt precipitate - Tailings neutralization parameters and determination of tailings characteristics - Limestone calcination parameters - Limestone and lime reactivity properties 1.4.2.4 Studi Penanganan Tailing / Residu Pengolahan Pabrik pengolahan bijih nikel dengan menggunakan teknologi HPAL ini akan meninggalkan sisa atau residu pengolahan, berupa slurry yang cukup



12



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



besar jumlahnya, untuk itu perlu tempat yang cukup untuk menampung dan juga perlu penanganan yang cukup komprehensif atas residu pengolahan tersebut. Berbagai studi telah dilakukan antara lain studi kondisi tailing atau residu pengolahan, studi kondisi lokasi penampungan di darat, studi kondisi lokasi penampungan di laut, studi penanganan residu pengolahan di darat (TSF) dan studi penanganan residu di laut (DSTP). Studi tentang kemungkinan penanganan residu pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel yang dilakukan antara lain mengkaji data berbagai aspek terkait yang mempengaruhi kestabilan lokasi TSF dan mengkaji kelayakan TSF, antara lain meliputi: -



Klimatologi,



meliputi:



curah



hujan,



temperatur



udara,



kelembaban udara, tekanan udara dan kecepatan angin. -



Topografi dan Morfologi



-



Geologi



-



Hidrologi dan hidrogeologi, meliputi: catchment area, analisis frekuensi hujan, probable maximum precipitation, analisis banjir dan genangan, TSF water balance, analisis freeboard ( tinggi muka air saat PMP, tinggi ombak akibat angin); Analisis potensi kontaminan air tanah termasuk perubahan kondisi aliran air tanah dan simulasi kontaminan TSF;



-



TSF Desain dan layout, meliputi: Limitasi Desain, Kapasitas TSF, Bendungan Tailing/Dam, Sistem Pelapis Kolam TSF.



-



Rencana Operasi dan monitoring, meliputi: Water and Tailing Management, Sistem Diversi Run-off, Sistem Drainase TSF, Sistem Spillway, Monitoring TSF



-



Pasca Operasi, meliputi: rancangan desain TSF waktu penutupan, stabilisasi fisik, wetland cover, monitoring pasca operasi.



-



Pemetaan dan manajemen risiko, meliputi: pemetaan risiko, emergency response, prosedur evakuasi



-



Estimasi Biaya pembangunan TSF, termasuk capex dan opex.



13



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Studi ini dilakukan dengan cara mengkaji data terkait yang telah tersedia sebagai dasar menentukan rencana lokasi tempat penampungan residu pengolahan, menentukan desain fasilitas penampungan, menentukan biaya pembangunan fasilitas penanganan residu sampai sebagai dasar mengkaji stabilitas fasilitas dan risiko bahaya yang mungkin terjadi.



1.4.3 Analisis Data Analisis data pada kajian ini menggunakan mix method berupa kombinasi metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif yang dilakukan adalah dengan pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD), wawancara tertulis, kunjungan lapangan, dan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda). Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan pelaksanaan survei melalui kuesioner, interpretasi peta geospasial kawasan, dan analisis keekonomian serta kelayakan investasi. 1.4.3.1 Metode Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan pendekatan statistika deskriptif dengan bantuan peranti komputer, yakni program Microsoft Excel 2007. Statistika deskriptif adalah metode- metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif hanya memberikan informasi mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik inferensi atau kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar. Contoh statistika deskriptif yang akan digunakan dalam kegiatan ini adalah berupa tabel, diagram dan grafik. Dengan statistika deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan tersaji dengan ringkas dan rapi serta dapat memberikan informasi inti dari kumpulan data yang ada. 1.4.3.2 Metode Analisis Kelayakan Investasi Tujuan utama dari investasi adalah memperoleh keuntungan atau tingkat pengembalian yang tinggi. Artinya, tidak ada investor yang mau mengalami kerugian bahkan kehilangan dana atau modal yang telah ditanamkan pada instrumen tertentu. Oleh karena itu wajib hukumnya bagi investor untuk melakukan analisis kelayakan investasi. Kelayakan investasi tidak bisa dinilai hanya berdasarkan dari asumsi atau keyakinan saja, tetapi



14



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



harus dianalisis secara mendalam dari berbagai aspek. Tanpa pertimbangan yang matang. Artinya, investor tidak mengetahui secara jelas penanaman modal yang dilakukannya tersebut menguntungkan atau tidak. Untuk menilai kelayakan suatu investasi, setidaknya terdapat empat metode yang bisa dilakukan, yakni: a. Net Present Value (NPV) Kelayakan investasi dengan metode Net Present Value (NPV) dinilai dari keuntungan bersih yang diperoleh di akhir pengerjaan suatu proyek atau investasi. Keuntungan bersih tersebut dihitung dari selisih nilai sekarang investasi dengan aliran kas bersih yang diharapkan dari proyek atau investasi di masa yang akan datang atau pada periode tertentu. Penilaian kelayakan investasi dengan pendekatan NPV ini merupakan metode kuantitatif yang mampu menunjukkan layak tidaknya suatu proyek atau investasi. Perhitungan NPV dirumuskan sebagai berikut: NPV



= ΣPVt – A0



NPV



= (PV1 + PV2 + …) – A0



PV



= NCF x Discount factor Discount factor = 1/(1+r)t



Keterangan: NPV



= Net Present Value



PV



= Present Value



NCF



= aliran kas



A0



= investasi yang dikeluarkan pada awal tahun



r



= biaya modal



t



= periode waktu investasi/proyek Pengambilan



keputusan



investasi



dalam



metode



ini



menggunakan asumsi sebagai berikut: • Jika NPV0 > NPV1, maka investasi atau proyek dinilai tidak



layak karena berisiko mengalami kerugian.



15



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



• Jika NPV0 < NPV1, maka investasi atau proyek dinilai layak



karena berpotensi menghasilkan keuntungan. • Jika NPV0 = NPV1, maka investasi atau proyek dinilai tidak



layak karena tidak menghasilkan keuntungan. b. Payback Period (PBP) Jika NPV mengukur investasi dari profitabilitasnya, metode Payback Period mengukur kecepatan pengembalian investasi. Oleh sebab itu, satuan ukuran yang dihasilkan bukan dalam bentuk persentase ataupun rupiah, melainkan waktu. Jika nilai PBP lebih cepat atau singkat dari yang disyaratkan, artinya investasi memiliki kelayakan. Sebaliknya, apabila nilai PBP lebih lambat atau lama berarti mengindikasikan tidak layaknya suatu investasi. Adapun formula untuk menghitung nilai PBP sebagai berikut. ●



Jika arus kas per tahun sama jumlahnya PBP = (investasi awal/arus kas) x 1 tahun







Jika arus kas per tahun berbeda jumlahnya PBP = n + (a – b/c – b) x 1 tahun



Keterangan: n



= tahun terakhir di mana jumlah arus kas belum bisa menutup investasi awal



a



= jumlah investasi awal



b



= jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke-n



c



= jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke-n+1



c. Profitability Index (PI) Sesuai dengan namanya, metode ini mengukur layak tidaknya suatu investasi dari indeks keuntungannya dengan membandingkan antara nilai sekarang seluruh penerimaan kas bersih dengan nilai sekarang investasi. Suatu investasi disebut layak menurut metode ini apabila nilai PI lebih besar dari 1, karena dinilai menguntungkan. Sebaliknya, jika nilai PI lebih kecil dari 1, artinya tidak menguntungkan



16



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



sehingga investasi tersebut tidak layak. Rumusan perhitungan nilai PI yakni: PI = PV/I Keterangan: PI



= Profitability Index



PV



= Present Value (nilai sekarang seluruh penerimaan kas bersih)



I



= Investasi



d. Internal Rate of Return (IRR) Metode Internal Rate of Return (IRR) mengukur kelayakan suatu investasi berdasarkan tingkat suku bunga yang dapat menjadikan jumlah nilai sekarang keuntungan yang diharapkan sama dengan jumlah nilai sekarang dari biaya modal (NPV = 0). Dalam metode ini, time value of money telah diperhitungkan sehingga arus kas yang diterima telah didiskontokan atas dasar biaya modal atau tingkat bunga yang diterapkan. Untuk menghitung nilai IRR harus dilakukan dengan cara trial and error atau menggunakan tabel tingkat bunga. Adapun formula perhitungan IRR sebagai berikut. IRR = R1 + (PV1 – PV0/PV1 – PV2) x (R1 – R2) Keterangan: IRR



= Internal Rate of Return



R1



= tingkat bunga pertama



R2



= tingkat bunga kedua



PV



= Present Value Pengambilan keputusan investasi berdasarkan metode IRR



menggunakan asumsi sebagai berikut: • Suatu investasi dikatakan layak, jika nilai IRR yang dihasilkan



lebih besar dari tingkat bunga yang diterapkan. • Suatu investasi dikatakan tidak layak, jika nilai IRR yang



dihasilkan lebih kecil dari tingkat bunga yang diterapkan.



17



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Dengan menganalisis kelayakan investasi, investor dapat mengetahui secara jelas prospek dari proyek atau investasi tersebut, apakah menguntungkan atau tidak. Secara lebih lanjut, tindakan penanaman modal pada suatu proyek yang menguntungkan bisa memberikan tingkat pengembalian yang diharapkan di masa yang akan datang.



18



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



2 BAB II TINJAUAN ASPEK PASAR NIKEL 2.1 Kondisi Perkembangan Struktur dan Pangsa Pasar Nasional dan Global 2.1.1 Perkembangan Profil Market Leader (Global) Penggunaan nikel dalam lebih dari 3000 paduan berbeda yang digunakan di lebih dari 300.000 produk untuk aplikasi konsumen, industri, militer, transportasi / kedirgantaraan, kelautan dan arsitektur. Penggunaan terbesar nikel, sekitar 65%, adalah dalam paduan - khususnya dengan kromium dan logam lain untuk menghasilkan baja tahan karat dan tahan panas. Fungsi utamanya adalah untuk menstabilkan struktur baja austenitik (face-centered cubic crystal). Baja karbon normal akan, pada pendinginan, berubah dari struktur austenite menjadi campuran ferit dan sementit. Ketika ditambahkan ke stainless steel, nikel menghentikan transformasi ini menjaga material austenite sepenuhnya pada pendinginan. Baja tahan karat austenitik memiliki keuletan yang tinggi, tegangan luluh yang rendah dan kekuatan tarik yang tinggi bila dibandingkan dengan baja karbon - aluminium dan tembaga adalah contoh logam lain dengan struktur austenitik. 20% lainnya digunakan pada baja lain, paduan non-ferro (dicampur dengan logam selain baja) dan paduan super (campuran logam yang dirancang untuk menahan suhu dan / atau tekanan yang sangat tinggi atau memiliki konduktivitas listrik yang tinggi) sering untuk industri yang sangat khusus, dirgantara dan aplikasi militer. Sekitar 9% digunakan dalam pelapisan untuk memperlambat korosi dan 6% untuk kegunaan lain, termasuk koin, elektronik, baterai (baterai nikel-hidrida yang dapat diisi ulang digunakan untuk telepon seluler, kamera video, dan perangkat elektronik lainnya. Baterai nikel-kadmium digunakan untuk memberi daya pada alat dan peralatan nirkabel.) untuk peralatan portabel dan mobil hibrida, sebagai katalis untuk reaksi kimia tertentu dan sebagai pewarna - nikel ditambahkan ke kaca untuk memberikan warna hijau. Dalam banyak aplikasi ini tidak ada pengganti nikel tanpa mengurangi kinerja atau meningkatkan biaya.



19



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Semua sub sektor yang berkembang ini untuk menghasilkan tenaga memiliki potensi untuk menjadi pengguna penting logam nikel dan atau paduan yang mengandung nikel. Konsumsi nikel dunia diproyeksi mengalami peningkatan hingga tahun 2020 seperti yang diberikan pada Gambar 2.1.



Gambar 2.1 Konsumsi Nikel Dunia (Sumber: Kitco)



Asia sekarang merupakan pasar regional nikel terbesar yang saat ini mewakili 71% dari total permintaan dunia. China sendiri sekarang menyumbang hampir 52% permintaan nikel dunia dibandingkan dengan 18% sepuluh tahun sebelumnya. Sejauh ini penggunaan nikel yang paling penting adalah produksi baja tahan karat. Penggunaan ini menyumbang hampir dua pertiga dari nikel penggunaan pertama naik dari sepertiga dalam tiga dekade terakhir. Pasar untuk stainless steel tumbuh pada tingkat sekitar 5% per tahun. Sektor lain yang menggunakan pertama termasuk baja paduan lainnya, paduan nikel tinggi, tuang, pelapis elektro, katalis, bahan kimia dan baterai. Permintaan dunia akan stainless steel bergantung pada pertumbuhan ekonomi dunia, yang mempengaruhi kemampuan setiap negara untuk membangun infrastruktur, memproduksi peralatan industri, suku cadang, dan peralatan rumah tangga. Forum Stainless steel Internasional (ISSF) telah memperkirakan bahwa setelah tahun 2011, akan ada peningkatan linear dalam



20



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



konsumsi baja tahan karat (sekitar 2,500,000 ton per tahun). China, Jepang dan USA adalah negara dengan konsumsi stainless steel terbesar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.



Gambar 2.2 Penggunaan Nikel



Gambar 2.3 Konsumsi Stainless Steel Negara – Negara Dunia



2.2 Analisis Target Pasar Nasional dan Global Produksi nikel hingga 2023 masih didominasi untuk pemenuhan stainless steel. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, hingga tahun 2040 produksi nikel akan diproyeksikan terus meningkat dengan fokus penggunaan sebagai bahan baku baterai listrik untuk kebutuhan kendaraan listrik. Dengan gap supply hingga 1,83 juta ton nikel di tahun 2040, terdapat peluang pasar domestik dan global yang sangat besar dan dapat



21



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



diisi dengan mudah oleh smelter baru nikel yang berfokus pada produksi nikel dengan kemurnian tinggi. Dalam perencanaannya, pembangunan smelter nikel di Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara direncanakan akan memproduksi 92.667 ton Ni-Co Sulphate.. Permintaan nikel dalam baterai untuk EV menjadi semakin penting di masa mendatang. Gap permintaan untuk bahan baku produk baterai diperkirakan terjadi pada tahun 2030 seperti tertera pada Gambar 2.4.



Gambar 2.4 Proyeksi Permintaan Produk Akhir Nikel



Seiring dengan rencana Pemerintah Pusat terkait konversi kendaraan bahan bakar menjadi kendaraan listrik, ditargetkan pada 2030 bahwa 25% kendaraan yang beredar di Indonesia merupakan kendaraan listrik (Gambar 2.5), dengan jumlah mencapai 12,5 juta kendaraan roda dua dan 2,5 juta kendaraan lainnya. Terkait pemenuhan kebutuhan kendaraan listrik ini, permintaan baterai kendaraan listrik berbahan nikel diperkirakan juga akan semakin meningkat, dan akan menjadi target pasar domestik bagi industri pengolahan dan pemurnian nikel Indonesia. Dalam upaya untuk mencegah inefisiensi pemanfaatan bijih nikel, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebenarnya sudah memberlakukan pelarangan ekspor komoditas bijih nikel mulai 1 Januari 2020 silam. Tujuan utama adalah untuk menjaga cadangan dan mempertimbangkan banyaknya smelter nikel yang sudah mulai beroperasi di Indonesia. 22



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Selain itu, rupanya perkembangan teknologi dalam negeri juga kini sudah mampu mengolah bijih nikel kadar rendah. Melihat kebutuhan pasokan nikel dalam negeri yang cukup tinggi, maka upaya pelarangan ini dicanangkan bukan hanya sebatas bisnis, melainkan bisa saling menguntungkan untuk para pelaku usaha dalam negeri.



Gambar 2.5 Proyeksi Permintaan Kendaraan Listrik Indonesia hingga 2030 (Sumber: Bloomberg)



2.3 Analisis Pesaing (Competitor Analysis) Nasional dan Internasional Kondisi persaingan menunjukkan bahwa smelter memiliki posisi yang kuat terhadap pemasok dikarenakan jumlah pasokan yang relatif besar. Di sisi lain terhadap pembeli (buyer) juga memiliki posisi tawar yang kuat sebab produksi HPAL nikel-kobalt yang berpotensi sebagai sumber bahan baku pembuatan baterai tidak banyak dan trendnya menunjukkan peningkatan dan diproyeksikan akan ada lonjakan permintaan pada 2030. Dari segi potential entrants, karena kondisi sumber dayanya relatif banyak dan apabila teknologi ada dan kemampuan manajerial ada, maka akan mudah bagi pemain baru untuk masuk ke dalam persaingannya. Tetapi perihal implementasi konstruksi dan pengoperasian, karena teknologi yang digunakan adalah HPAL yang merupakan proses hidrometalurgi, maka perlu adanya penanganan khusus sehingga kondisi enteringnya sedang atau medium. Meskipun tidak sepenuhnya bisa menggantikan karena karakteristik nikel itu sangat unik sebagai bahan pembuat baterai, maka litium sebagai bahan pengganti 23



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



(substitusi) bisa dikatakan sebagai biasa saja dan tidak terlalu kuat. Untuk hal-hal tertentu sama sekali tidak bisa alias lemah. Posisi pemerintah dan stakeholder lainnya sama, yakni secara sedang mempengaruhi baik industri smelter nikel maupun IUP-IUP sebagai pemasok, karena memiliki peran mendorong investasi smelter di sisi lain membatasi ekspor bahan mentah.



24



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



3 BAB III TINJAUAN ASPEK YURIDIS 3.1 Peraturan Perundang – Undangan Penyelenggaraan mineral dan batubara di Indonesia memasuki babak baru pada awal semester kedua tahun 2014. Semester pertama tahun ini dimulai dengan adanya kewajiban membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri paling lambat Januari 2014, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Saat ini, pemerintah sedang melakukan renegosiasi terhadap pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Ada enam poin dalam renegosiasi yang diajukan pemerintah terhadap pemegang KK dan PKP2B. Keenam poin tersebut mengenai luas wilayah pertambangan, penerimaan negara (royalti), kewajiban divestasi, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral, kelanjutan operasi, serta pemanfaatan barang dan jasa di dalam negeri. Ada kesan bahwa pemerintah mengistimewakan pemegang KK yang bermodal besar dalam penerapan isi renegosiasi. Padahal, mereka punya kewajiban yang sama dengan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Selain itu, pemerintah terkesan kurang tegas terhadap pemegang KK besar yang tidak mau membayar royalti sesuai aturan baru, yaitu 3,75% untuk emas dari sebelumnya yang hanya 1%. Pihak tersebut juga tidak mau melakukan pengolahan dan pemurnian konsentrat.



3.1.1 Analisa Peraturan Perundang – Undangan Peraturan perundang-undangan yang mendukung industri pengolahan dan pemurnian dimulai dari konstitusi Republik Indonesia yaitu UUD 1945, Pasal 33 ayat 3 yang merupakan landasan utama bagi penerbitan regulasi pendukung berikutnya. Pada tingkatan Undang-undang (UU), maka UU No.3 tahun 2020 yang merupakan pembaharuan atas UU No.4 tahun 2009 memberikan arahan terhadap kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Regulasi ini didukung pula oleh UU No.3 tahun 2014 tentang perindustrian. Peraturan pemerintah terkait UU No.3 tahun 2020 masih dalam tahap pembahasan, namun Permen ESDM No. 25



25



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



tahun 2018 telah diperbaharui oleh Permen No 17 tahun 2020 tentang pengusahaan mineral dan batubara. UU 3 Tahun 2020 minerba merupakan Perubahan Atas UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba adalah Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan permasalahan dan kebutuhan hukum dalam urusan minerba. Undang-Undang ini dikenal dengan UU Minerba. UU 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba kembali terkait kebijakan peningkatan nilai tambah Mineral dan Batubara, divestasi saham, pembinaan dan pengawasan, penggunaan lahan, data dan informasi, Pemberdayaan Masyarakat, dan kelanjutan operasi bagi pemegang KK atau PKP2B. UU 3 Tahun 2020 minerba tentang perubahan atas UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba melakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, materi muatan baru yang ditambahkan yaitu: - pengaturan terkait konsep Wilayah Hukum Pertambangan; - kewenangan pengelolaan Mineral dan Batubara; - rencana pengelolaan Mineral dan Batubara; - penugasan kepada lembaga riset negara, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka penyiapan WIUP. - penguatan peran BUMN; - pengaturan kembali perizinan dalam pengusahaan Mineral dan Batubara termasuk di dalamnya, konsep perizinan baru terkait pengusahaan batuan untuk jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu, serta perizinan untuk pertambangan rakyat; dan - penguatan kebijakan terkait pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan usaha Pertambangan, termasuk pelaksanaan Reklamasi dan Pasca tambang.



26



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



UU 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 10 Juni 2020 di Jakarta. UU 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba diundangkan Menkumham Yasonna H. Laoly pada tanggal 10 Juni 2020 di Jakarta. UU 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 147. Penjelasan Atas UU 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6525. Agar setiap orang mengetahuinya. Pertimbangan dalam UU 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba adalah: - bahwa mineral dan batubara yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sumber daya dan kekayaan alam yang tidak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki peran penting dan memenuhi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara untuk menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berkeadilan; - bahwa kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan, yang penyelenggaraannya masih terkendala kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, perizinan, perlindungan terhadap masyarakat terdampak, data dan informasi pertambangan, pengawasan, dan sanksi, sehingga penyelenggaraan pertambangan mineral dan batubara kurang berjalan efektif dan belum dapat memberi nilai tambah yang optimal; - bahwa pengaturan mengenai pertambangan mineral dan batubara yang saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara masih belum dapat menjawab



27



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



perkembangan,



permasalahan,



dan



kebutuhan



hukum



dalam



penyelenggaraan pertambangan mineral dan batubara, sehingga perlu dilakukan perubahan agar dapat menjadi dasar hukum yang efektif, efisien, dan komprehensif dalam penyelenggaraan pertambangan mineral dan batubara; - bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; Dasar hukum UU 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba adalah: - Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; - Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); - Mineral dan Batubara sebagai salah satu kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan, sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara melalui Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas penggunaan Mineral dan Batubara yang ada di wilayah Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui pengelolaan dan pemanfaatan Mineral dan Batubara secara optimal, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong dan mendukung perkembangan serta kemandirian pembangunan industri nasional berbasis sumber daya Mineral dan/atau energi Batubara. Dalam perkembangannya, landasan hukum yang ada, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan peraturan pelaksanaannya belum dapat menjawab permasalahan serta kondisi aktual dalam pelaksanaan pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, termasuk



28



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



permasalahan lintas sektoral antara sektor Pertambangan dan sektor non pertambangan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk memberikan kepastian hukum dalam kegiatan pengelolaan dan pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara bagi pelaku usaha di bidang Mineral dan Batubara. Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, terdapat materi muatan baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang ini yaitu: - Pengaturan terkait konsep Wilayah Hukum Pertambangan; - Kewenangan pengelolaan Mineral dan Batubara; - Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara; - Penugasan kepada lembaga riset negara, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka penyiapan WIUP. - Penguatan peran BUMN; - Pengaturan kembali perizinan dalam pengusahaan Mineral dan Batubara termasuk di dalamnya, konsep perizinan baru terkait pengusahaan batuan untuk jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu, serta perizinan untuk pertambangan rakyat; dan - Penguatan kebijakan terkait pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan usaha Pertambangan, termasuk pelaksanaan Reklamasi dan pasca tambang. Dalam Undang-Undang ini juga dilakukan pengaturan kembali terkait kebijakan peningkatan nilai tambah Mineral dan Batubara, divestasi saham, pembinaan dan pengawasan, penggunaan lahan, data dan informasi, Pemberdayaan Masyarakat, dan kelanjutan operasi bagi pemegang KK atau PKP2B.



3.1.2 Jenis – Jenis Perizinan Aspek perizinan merupakan hal yang sangat mendasar dalam proyek pembangunan industri smelter di Indonesia. Berbagai bentuk perizinan yang



29



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



dihadapi oleh pihak investor baik berbasis PMDN maupun PMA, yang dimulai dari level pemerintah daerah hingga Pemerintah Pusat. Hal ini mengindikasikan bahwa model perizinan untuk pendirian sebuah usaha, khususnya usaha pendirian pabrik smelter relatif rumit, terbukti bahwa sebanyak 52 jenis perizinan yang harus dipenuhi oleh pihak investor yang dimulai dari proses pengurusan lokasi usaha, Izin pendirian perusahaan, pendirian pabrik hingga proses produksi berjalan. Dari jumlah 52 jenis perizinan yang ada kewenangan penerbitan dari berbagai izin tersebut tersebar pada level pemerintah daerah dan pusat serta berbagai lintas kementerian/Lembaga, seperti terlihat pada tabel 3.1 s/d 3.3. Dari sejumlah 52 jenis perizinan tersebut, mensyaratkan adanya sejumlah kewajiban bagi pelaku usaha smelter untuk harus dipenuhi, diantaranya kewajiban untuk membangun infrastrukturnya sendiri, mulai dari dermaga pelabuhan hingga sumber energi bagi kebutuhan listrik pabrik dan Kawasan pabrik itu sendiri. Dari berbagai perizinan yang ada pada tabel 3.1 s/d 3.3, pemerintah kemudian melakukan langkah untuk mempermudah dalam mengakses setiap jenis perizinan yang cukup banyak, dengan mengeluarkan PP No. 24 Tahun 2018 tentang Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) pada Juli 2018. Sistem OSS ini juga merupakan amanat dari PERPRES No. 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha. Pelaku usaha baik perorangan maupun badan usaha akan mengajukan pendaftaran OSS yang akan diverifikasi oleh instansi terkait pemerintah lalu diterbitkan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang berisi data SIUP, TDP, NPWP, dan lainnya dalam bentuk chip dan kartu.



30



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Tabel 3.1 Daftar Perizinan Pembangunan Smelter Level Pusat (1 s/d 18)



No.



Bidang



Izin



Penerbitan



Rekomendasi Penerbitan



1



Izin Pendirian Perusahaan



Akta Pendirian Perusahaan



Notaris



Notaris



2



Izin Pendirian Perusahaan



Pengesahan Badan Hukum Perusahaan



Kementrian Hukum & HAM



BKPM



3



Izin Pendirian Perusahaan



Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP)



Daerah



BKPM



Surat Izin Usaha Perdagangan



BKPM/Pemda



BKPM/Pemda



NPWP Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak



Dirjen Pajak



BKPM



Dirjen Pajak



BKPM



5



Izin Pendirian Perusahaan Pajak



6



Pajak



7



Izin Pendirian Perusahaan



Tanda Daftar Perusahaan



Pemda



BKPM



8



Penanaman Modal



Izin Prinsip



BKPM



BKPM



9



Penanaman Modal



Izin Usaha Tetap



BKPM (untuk IUP di ESDM)



BKPM



10



Ekspor-Impor



BKPM



BKPM



11



Ekspor-lmpor



BKPM



BKPM



12



Ekspor-lmpor



BKPM



SKPM



13



Ekspor-lmpor



Bank Indonesia PPATK



BKPM



14



Tenaga Kerja



Depnaker



BKPM



15



Lain-lain Penanaman Modal



lzin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) ljin Pelaporan Kewajiban LN Fasilitas Pajak Penghasilan Sadan (PPH Badan)



17



Penanaman Modal



18



Penanaman Modal



4



16



Angka Pengenal Importir Terbatas Master List (Bea cukai) Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Atas lmpor Mesin lzin Lalu Lintas Devisa



BKPM BKPM



SKPM



Feasibility Study dan Persetujuannya



Departemen Terkait



BKPM



AMDAL



KLH



BKPM



31



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Tabel 3.2 Daftar Perizinan Pembangunan Smelter Level Daerah (19 s/d 39)



No.



Bidang



Izin



Penerbitan



19 20 21



lzin Daerah lzin Daerah lzin Daerah



Pemda Pemda Pemda



22



lzin Daerah



lzin Lokasi lzin Mendirikan Bangunan lzin UUG/HO Surat lzinTempat Usaha (SITU)



Rekomendasi Penerbitan PTSP Pemda PTSP Pemda PTSP Pemda



Pemda



PTSP Pemda



23



lzin Daerah



Badan Pertanahan Nasional



PTSP Pemda



24



Utility



Bupati



PTSP Pemda



25



Utility



26



Utility



27



Operasional



28



Utility



29



Operasional



lzinsementara pemanfaatan air tanah (ISPAT) lzin penggunaan sumber daya air lzin Pengolahan Limbah Cair Penimbunan sementara Limbah B3 lzin Usaha Ketenagalistrikan untuk kepentingan Sendiri ljin VSAT



30



Operasional



ljin radio



31



Operasional



32



Qperasional



33



Operasional



ljin klinik Sertifikasi penggunaan pesawat angkut dan angkat Operator alat angkut dan angkat



34



Operasional



Sertifikasi alat ukur



35 36 37 38



Operasional Operasional Operasional Operasional



39



Utility



lzin radioaktif lzin radioaktif officer lzin bangunan sanitasi ljin Traffic lzin Penimbunan Bahan Bakar Cair



Hak atas tanah



Kementrian PU, Dirjen Pengairan KLH



PTSP Pemda PTSP Pemda



Pemda



PTSP Pemda



Pemda



PTSP Pemda



Depkominfo Depkominfo, dinas PKI Depkes



PTSP Pemda



Disnaker



PTSP Pemda



Dirjen Kemenakertrans Badan meteorologi BATAN BATAN PU/Pengairan Dephub/Pemda Kepala inspeksi tambang ESDM



PTSP Pemda PTSP Pemda



PTSP Pemda PTSP Pemda PTSP Pemda PTSP Pemda PTSP Pemda PTSP Pemda



32



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Tabel 3.3 Daftar Perizinan Pembangunan Smelter Level K/L (40 s/d 52)



No. 40 41



Utility Utility



42 43



Utility Utility



44



Utility



45



Utility



46



Pelabuhan



lzin lokasi



MenHub - dirjen



47



Pelabuhan



lzin Pembangunan



48



Pelabuhan



Bukti penguasaan tanah



MenHub - dirjen Badan Pertanahan Nasional



49



Pelabuhan



lzin Pengoperasian



MenHub - dirjen



50



Pelabuhan



FS pelabuhan



MenHub - dirjen



51



Pelabuhan



AMDAL/UKL/UPL lzinTerminaI Khusus terbuka untuk perdagangan luar negeri



MenHub - dirien



MenHub dirjen MenHub dirjen MenHub dirjen MenHub dirien



MenHub - dirjen



MenHub dirjen



Pelabuhan



Penerbitan



Rekomendasi Penerbitan



Izin Sertifikasi genset (operational safety) Sertitikasi instalasi listrik Sertifikasi instalasi Penangka IPetir Grounding Sertifikat kelayakan penggunaan bejana tekan Sertifikat penggunaan Bejana uap& Boiler



52



Bidang



Disnaker Disnaker



PTSP Pemda PTSP Pemda



Disnaker



PTSP Pemda PTSP Pemda



Disnaker



PTSP Pemda



Disnaker



PTSP Pemda MenHub dirjen MenHub dirjen



3.2 Peraturan Tata Ruang dan Lahan Penyusunan Rencana Penataan Ruang dilakukan dengan berasaskan kaidah-kaidah perencanaan



seperti



keselarasan,



keserasian,



keterpaduan,



kelestarian



dan



kesinambungan dalam lingkup kota dan kaitannya dengan provinsi dan kota/kecamatan sekitarnya, dengan tidak mengesampingkan wawasan perlindungan lingkungan terhadap sumber daya yang dimiliki daerah. juga harus berlandaskan asas keterpaduan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, perlindungan kepentingan hukum, kepastian hukum dan keadilan serta akuntabilitas.



33



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



3.2.1 Analisa RTRW/RTDR Wilayah Dari aspek pemetaan dan analisis peraturan dan perundang-undangan terkait dengan pengolahan dan pemurnian mineral logam yang dimulai dari undang-undang



hingga



berbagai



peraturan



teknis



pada



level



kementerian/Lembaga yang mengatur tentang aktivitas pertambangan, pendirian pabrik pengolahan, pengolah dan pemurnian hingga pemasaran produk akhir telah diatur sedemikian rupa sehingga kemudahan melakukan investasi di sektor smelter mineral logam dapat diperoleh oleh setiap calon investor. Namun demikian berbagai bentuk peraturan perundang-undangan pada level pemerintah pusat yang diberlakukan harus diselaraskan dengan berbagai kebijakan pada level wilayah daerah provinsi dan Kabupaten/Kota. Hal ini menjadi penting bagi setiap calon investor untuk memahami dan mematuhi berbagai arah kebijakan pada level pemerintah daerah mulai dari provinsi hingga kabupaten/kota.



3.2.2 Status Tata Ruang dan Lahan Infrastruktur Pendukung Industri Pengolahan & Pemurnian Mineral Untuk konteks wilayah rencana pembangunan smelter Tolala di Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, RTRW sebagai produk kebijakan Provinsi dan Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara yang ditetapkan melalui peraturan daerah (Perda) Provinsi Sulawesi Tenggara nomor 2 Tahun 2014 tentang, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 20142034, saat mengalami revisi. Rencana Tata ruang wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara ini mengatur dan menetapkan kebijakan terkait aturan tentang pola ruang yang ada di wilayah provinsi terkait dengan penetapan kawasan hutan lindung dengan luas 1.081.489 Ha yang tersebar di kabupaten/Kota. Kawasan hutan lindung yang sangat terkait dengan bagaimana aktivitas pertambangan khususnya di Kabupaten Kolaka Utara, yang mana isu penting dalam bahasan KLHS revisi RTRW 2014-2034, merekomendasikan agar melakukan moratorium terhadap bukaan kawasan hutan, khususnya yang terkait dengan aktivitas pertambangan. Hal ini tentunya berdampak pada rantai pasokan bijih mineral nikel terhadap rencana industri smelter Tolala. Namun demikian dalam RTRW yang ada saat juga telah menetapkan beberapa kawasan strategis di wilayah provinsi



34



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Sulawesi Tenggara, diantaranya adalah penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Soerako yang meliputi 7 Kecamatan di tiga kabupaten; kecamatan Routa di kabupaten Konawe, kecamatan Asera, Wiwirano dan Langgikima di Kabupaten Konawe Utara, Kecamatan Tolala, Batu putih dan Porehu di Kabupaten Kolaka Utara. Kawasan Strategis Nasional Soroako ini dijadikan sebagai kawasan wilayah pertambangan yang diharapkan mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah provinsi dan masing-masing Kabupaten. Hal ini menjadikan harapan bagi tumbuhnya industri pengolahan dan bersinergi dengan rencana pembangunan smelter Tolala yang akan dilakukan nantinya. Dengan adanya penetapan kawasan ini tentunya juga kan menjadi faktor pendukung terhadap ditetapkannya lokasi pembangunan smelter di kecamatan Tolala sebagai bagian dari kawasan Strategis Nasional Soroako yang mendukung pengembangan nilai tambah di sektor pertambangan, khususnya pengolahan mineral logam nikel yang menghasilkan produk Nickel - Cobalt Sulphate. Rencana untuk perampungan RTRW perubahan atas RTRW 2014-2034 Provinsi Sulawesi Tenggara, akan rampung pada pertengahan Tahun 2021 menurut jadwal yang ditetapkan oleh pemerintah Provinsi.



3.3 Analisis Pemangku Kepentingan Wilayah Hasil pemetaan terhadap stakeholder dari studi ini adalah terdapat pengaruh yang tinggi dan kepentingan yang kuat terhadap rencana pembangunan smelter Tolala adalah dari pihak Provinsi, yakni Gubernur selaku pengambil keputusan khususnya bagi aktivitas pertambangan, pemerintah pusat yang didukung dengan berbagai kewenangan oleh undang – undang terkait dengan sektor pertambangan dan industri pengolahan dan pemurnian, yakni BKPM, kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, serta Bupati sebagai Kepala daerah kabupaten Kolaka Utara. Sementara yang berada pada posisi kepentingan yang tinggi namun pengaruhnya lemah adalah pihak pemerintah Kabupaten Kolaka Utara dalam hal ini OPD terkait, yakni Bappeda, Dinas PUPR dan tata Ruang, BPN Kabupaten Kolaka Utara, Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, serta beberapa perusahaan pemilik IUP di kabupaten Kolaka Utara khususnya IUP Nikel (kadar rendah), dan juga masyarakat sekitar rencana kawasan lokasi smelter kelompok masyarakat



35



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Kecamatan Tolala khususnya dan masyarakat Kabupaten Kolaka Utara yang bekerja disektor informal. Kemudian stakeholder yang berkepentingan rendah namun memiliki pengaruh yang kuat yakni kementerian Lingkungan hidup, dinas Lingkungan Hidup provinsi, Dinas Kehutanan Provinsi dan masyarakat intelektual yang berada di lingkungan Perguruan Tinggi. Level stakeholder yang memiliki kepentingan rendah dan pengaruh yang lemah, yakni; kelompok masyarakat yang mapan seperti ASN, dan kelompok masyarakat pemilik lahan pertanian dan perkebunan yang berada di luar wilayah rencana lokasi smelter.



3.4 Dukungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 3.4.1 Dukungan Pemerintah Pusat Dalam rangka mewujudkan Visi Indonesia 2045 untuk menjadi negara yang berdaulat, maju, adil, dan makmur, arah kebijakan fiskal perlu dirancang agar mampu merespons dinamika perekonomian, menjawab tantangan, serta konsisten mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Untuk itu, APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal perlu didorong lebih sehat serta mampu mengendalikan risiko dalam jangka panjang agar fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi dapat optimal. Selain itu, pengelolaan APBN yang sehat dapat menjaga keberlanjutan makro fiskal jangka panjang (agregat fiskal) sehingga berkontribusi positif bagi perekonomian maupun perbaikan neraca keuangan pemerintah pusat. Kondisi ekonomi makro saat ini akan mempengaruhi perumusan kebijakan fiskal. Kondisi makro Indonesia saat ini bisa diringkas dalam Tabel 3.4. Tabel 3.4 Ringkasan Ekonomi Makro 2019 dan Proyeksi 2020



No.



Indikator



APBN 2019



2020



1



Pertumbuhan Ekonomi (%,yoy)



5,3



5,3 - 5,6



2



Inflasi (%,yoy)



3,5



2,0 - 4,0



3



Tingkat Bunga SPN 3 Bulan (%)



5,3



5,0 - 5,6



4



Nilai Tukar (Rp/US$)



15



14.000 - 15.000



5



Harga Minyak Mentah Indonesia (US%/barel)



70



60 - 70



36



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



No.



Indikator



6



Lifting Minyak (ribu barel per hari)



7



Lifting Gas (ribu barel setara minyak per hari)



APBN 2019



2020



775



695 - 840



1.225



1.191 - 1.300



(sumber: Kemenkeu, 2020)



Perumusan arah kebijakan fiskal dilakukan menggunakan tiga pendekatan. Pertama, kebijakan fiskal diarahkan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi, menggerakkan sektor riil, serta meningkatkan investasi dan daya saing. Kedua, pengelolaan fiskal yang sehat terefleksi dari pendapatan yang optimal, belanja yang berkualitas, dan pembiayaan yang efisien dan berkelanjutan. Ketiga, kebijakan fiskal diarahkan untuk mendorong perbaikan neraca keuangan pemerintah yang ditandai dengan meningkatnya aset dan ekuitas, serta terkendalinya liabilitas. Secara umum, tiga pendekatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1.



Gambar 3.1 Conceptual Framework Kebijakan Fiskal (Sumber: Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2020, Kemenkeu)



Pemberian insentif fiskal dilakukan melalui pemberian fasilitas perpajakan, baik melalui insentif, pembebasan pajak, hingga penerapan akselerasi depresiasi. Dalam konteks ini, pemerintah sedang mempertimbangkan untuk merevisi insentif pajak saat ini seperti tax holiday dan tax allowance bagi perusahaan-perusahaan yang berkomitmen untuk berinvestasi secara signifikan di Indonesia.



37



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Kebijakan tax allowance sebenarnya memiliki dua tujuan. Yang pertama adalah mendorong industri secara sektoral, dan yang kedua adalah mendorong secara spasial. Sektor industri perlu didorong melalui kebijakan ini. Selain itu, kebijakan tata ruang pemerintah diperlukan untuk meningkatkan investasi di kawasan yang ditunjuk. Jika ditelaah lebih lanjut, pemberian tax allowance pada industri tertentu didasarkan pada sektor dan wilayah berdirinya industri tersebut. Misalnya, industri pengolahan bahan kimia organik berbasis kelapa sawit hanya diberikan di wilayah luar Pulau Jawa. Jika perusahaan sejenis berada di Pulau Jawa, maka tidak ada tax allowance yang dapat diberikan. Pemerintah juga memberikan fasilitas tax holiday yang memungkinkan perusahaan tambang tidak membayar pembebasannya dan mendapatkan kebebasan pajak selama kurang lebih 5-15 tahun. Terdapat 10 jenis industri yang berpotensi mendapatkan tax holiday, salah satunya smelter. Namun, tidak mudah mendapatkan tax holiday karena diperlukan persyaratan sebagai pionir di bidang atau teknologi yang akan dibangun. Pemberian tax holiday sangat selektif karena dikunci pada sektor yang sama dan harus mendukung program pemerintah. Misalnya, pemerintah memberikan tax holiday selama 5 tahun, tetapi perusahaan pertambangan bisa mendapatkan tambahan 1 tahun jika mempekerjakan banyak orang. Bellefleur (2009) menyimpulkan terdapat beberapa insentif pajak dan investasi bukan pajak yang tersedia bagi investor asing dalam operasi pengolahan berdasarkan tingkat investasi, lokasi geografis, dan ruang lingkup usaha. Menurut PwC (2012), insentif perpajakan untuk KK termasuk ketentuan perpajakan. Namun, ini mungkin tidak termasuk pembebasan pajak saat ini dan insentif pajak yang tersedia berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Lebih buruk lagi, perusahaan Kontrak Karya mungkin memasukkan tarif pajak penghasilan badan yang lebih tinggi. Di sisi lain, perusahaan IUP mengikuti peraturan dan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Terkait pajak penghasilan, GR1/2007 mengubah GR62/2008 dan GR52/2011. Fitur utamanya adalah tunjangan investasi 30% (5% pa), periode penerusan rugi pajak yang lebih lama, depresiasi yang dipercepat, pemotongan pajak 10% atas dividen kepada pemegang saham luar negeri. Fitur utama tersebut kemungkinan tidak tersedia untuk perusahaan



38



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Kontrak Karya, tetapi tersedia untuk pembangunan atau perluasan smelter baru (di luar Pulau Jawa). Ini juga tersedia untuk industri logam dasar tertentu.



Gambar 3.2 Regulasi Tax Allowance, Tax Holiday dan Bea Masuk



Di sisi lain, bagi perusahaan non KK, tax holiday (PMK 130/2020) memberikan pembebasan pajak penghasilan badan (CIT) untuk jangka waktu lima sampai sepuluh tahun, dan sesudahnya dikurangi 50% CIT. Sektor yang memenuhi syarat termasuk industri logam dasar. Namun, diperlukan investasi minimum sekitar USD 110 M, setoran 10% dari nilai investasi yang direncanakan, perusahaan/wajib pajak yang relatif baru, dan aturan penghematan pajak dari yurisdiksi investor. Namun terdapat beberapa ketidakpastian, seperti kriteria untuk menentukan masa tax holiday, penerapan aturan tax sparing, dan setoran 10% yang tampaknya memberatkan (PwC, 2012). Melalui paparan diatas, disimpulkan bahwa: -



Pemberian insentif berupa tax allowance dan tax holiday akan menambah tingkat keatraktifan proyek smelter nikel di Kabupaten Kolaka Utara,



39



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



-



Perhitungan keekonomian di Bab V menjelaskan benefit yang dirasakan oleh investor melalui fasilitas tax allowance dan tax holiday, berupa peningkatan indikator keekonomian proyek cukup signifikan,



-



Smelter nikel di Kabupaten Kolaka Utara memenuhi kedua kriteria tax allowance dan tax holiday,



-



Perlu diberikan relaksasi terhadap aturan pemberian tax holiday dan tax allowance, yang diharapkan berujung pada peningkatan realisasi investasi di Indonesia.



3.4.2 Dukungan Pemerintah Daerah Kendati dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara belum ditindaklanjuti dalam bentuk penyusunan peraturan daerah, namun hasil diskusi dengan pemerintah daerah setempat melalui beberapa kesempatan kunjungan, rapat koordinasi, dan focus group discussion (FGD) menyimpulkan kuatnya dukungan daerah terhadap pembangunan smelter di daerahnya. Dukungan tersebut muncul tidak hanya di level provinsi, namun juga di level kabupaten dan kecamatan dimana smelter direncanakan akan dibangun, mencakup: -



Bantuan



kemudahan



pengurusan



perizinan-perizinan



melalui



kehadiran Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di level kabupaten dan provinsi, -



Bantuan sosialisasi kepada masyarakat sebelum dan setelah smelter dibangun dan beroperasi, serta menjembatani dialog antar stakeholder yang terkait dengan pendirian dan pengoperasian smelter,



-



Bantuan kemudahan pemberlakuan peraturan-peraturan yang berlaku dengan mengacu pada peraturan yang berlaku secara nasional dari pusat maupun kementerian terkait serta meminimalisir gesekan dengan peraturan daerah,



-



Bantuan pemenuhan infrastruktur pendukung yang disesuaikan dengan RTRW dan bantuan pemerintah pusat terkait penetapan kawasan proyek strategis nasional.



40



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Dukungan dan harapan kuat pemerintah daerah setempat mengacu pada fakta bahwa multiplier effect yang dirasakan tidak hanya oleh pihak pemerintah, melainkan juga oleh masyarakat sekitar.



41



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



4 BAB IV



TINJAUAN ASPEK TEKNIS MINERAL DAN PABRIK SMELTER NIKEL 4.1 Potensi Sumber Daya Mineral Wilayah Kolaka Utara Berdasarkan



pertimbangan



data



secara



menyeluruh,



wilayah



yang



direkomendasikan sebagai lokasi rencana pembangunan smelter merupakan wilayah dengan pola ruang Kawasan Pusat Kegiatan Industri Pertambangan (PKIP) Laiwoi di Kecamatan Tolala, Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain itu, bentuk topografi pada area rekomendasi merupakan satu-satunya wilayah dengan topografi pedataran dan perbukitan yang telah dilengkapi dengan data Peta Kelerengan dan Topografi. Dari aspek kebencanaan, wilayah rekomendasi termasuk wilayah yang aman dari bencana banjir dan longsor serta dengan risiko gempa bumi yang terkecil dibandingkan wilayah lainnya. Menimbang sumber daya yang tersedia pada area sekitar lokasi rencana pembangunan smelter, maka jumlah cadangan nikel tertunjuk di sekitar lokasi rencana Pembangunan smelter 146.240.790 ton. Dukungan infrastruktur kelistrikan memperlihatkan adanya kecukupan sumber dan jalur transmisi yang ada, Infrastruktur jalan aspal tersedia pada area rekomendasi, jadi pengangkutan bahan baku dapat dilakukan baik via darat maupun via laut, sehingga keberadaan jaringan jalan dan pelabuhan khusus di area ini sudah cukup menunjang sebagai sarana transportasi bahan baku dan hasil pengolahan smelter nantinya. Asesmen kesesuaian lokasi rencana pembangunan smelter ini dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Luas Lokasi Tapak Smelter



No.



Fasilitas



Luas (Ha)



1



Workshop dan Gudang



13,7



2



Penampungan Hasil Akhir



20,8



3



Area Perkantoran



14,59



4



Stock yard dan Fasilitas Pelabuhan



71,12



5



Tersus



7,33



6



Area Snelter



44,83



42



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



No.



Fasilitas



Luas (Ha)



7



Area Perumahan



21,45



8



Area Pengembangan



59,3



Jumlah



253,13



Luas total lokasi rencana kawasan smelter di Kolaka Utara yaitu 504 Ha, sedangkan luas lokasi terbangun direncanakan yaitu seluas 253,132 Ha, dengan peruntukan lokasi workshop dan gudang 13 ha, penampungan hasil akhir 20 ha, area perkantoran 14 ha, stockyard dan fasilitas pelabuhan 71 ha, terminal khusus 7.3 ha, area smelter 45 ha, area perumahan 21 ha dan area pengembangan 59 ha.



Gambaran Potensi Sumber Daya Mineral di dalam Pola Tata Guna Lahan dan Tata Ruang Potensi Sumber Daya Mineral Wilayah penelitian berdasarkan hasil Asesmen dari Pola ruang dan Kesesuaian Lokasi Proyek terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kolaka Utara dengan metode Overlay (Tumpang susun), didapatkan hasil asesmen dan rekomendasi Rencana Kawasan Smelter di Kolaka Utara. Metode ini dilakukan dengan cara tumpang susun dari Peta Pola Ruang (Gambar 4.1), Peta Struktur Ruang, Peta Topografi, ketersediaan lahan, sosial, infrastruktur, risiko kebencanaan, sumber daya dan cadangan (Laporan RKAB 2020 ESDM), maka lokasi terpilih untuk rencana pembangunan smelter di Kolaka Utara adalah Wilayah Pengembangan Lawaki, Kecamatan Tolala.



43



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.1 Peta Lokasi Rencana Tapak Smelter



44



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



LOKASI WP



LOKASI WP LOKASI WP



Gambar 4.2 Peta Usulan Lokasi Rencana Pembangunan Smelter



45



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Estimasi Sumber Daya dan Cadangan Mineral Sumber Daya alam yang besar yang dimiliki Indonesia merupakan salah satu modal bangsa yang perlu dikembangkan dan dioptimalkan untuk menunjang dan mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan (Solihin dan Sudirja, 2007). Oleh sebab itu menurut Putra dkk.(2015), pemanfaatan sumber daya alam tersebut harus memperhatikan konservasi dan upaya untuk pelestarian fungsi ekosistemnya. Untuk mendukung keberhasilan usaha tersebut menurut Muliawan dkk. (2009), lokasi keterdapatan, potensi dan kondisi sumber daya alam yang dimiliki yang ada di setiap wilayah, harus disusun dalam bentuk neraca sumber daya alam (NSDA). NSDA terdiri dari empat komponen, yaitu neraca sumber daya lahan (NSDL), neraca sumber daya hutan (NSDH), neraca sumber daya air (NSA), dan neraca sumber daya mineral (NSDM). Dari data yang telah dihitung berdasarkan tabel yang ada pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sumber daya awal untuk tereka adalah 125.394.991,00 ton dengan harga USD 3.761.849.730 sumber daya terindikasi berjumlah 97.409.794,00 ton dengan harga USD 2.922.293.820 dan untuk sumber daya terukur berjumlah 83.796.947,00 ton dengan harga USD 2.513.908.410. Total keseluruhan sumber daya adalah 83.796.947 ton dengan harga bijih nikel yaitu USD 2.513.908.410. Luas area operasi beberapa IUP yang berada di wilayah Kabupaten Kolaka Utara berdasarkan data RKAB 2020 dari Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebagaimana pada gambar di bawah (Gambar 4.3) Tabel 4.2 Neraca produksi sumber daya cadangan mineral Kawasan Tambang di Kolaka Utara Aktiva (Aset) Sumber Daya Sumber Daya Awal Tereka Terindikasi Terukur



Ton 125.394.991,0 97.409.794,0 83.796.947,0



Sub Total 83.796.947,0 Harga Bijih Nikel USD 30/ton Total 69.396.947,0 Saldo Akhir Catatan: Ni 1,7% (2020)



Pasiva (Pemanfaatan/eksploitasi) USD 3.761.849.730,0 2.922.293.820,0 2.513.908.410,0



Eksploitasi Luas Awal Pemanfaatan/Penyusutan Produksi Bencana Faktor Eksternalitas Biaya kerusakan lingkungan Pengalihan ke sumber lain Sub Total



Ha/M3 9.716,0 1.717,0



Satuan Ton USD 125.394.991,0 3.761.849.730,0 83.796.947,0 2.513.908.410,0 14.400.000,0 432.000.000,0 14.400.000,0



432.000.000,0



14.400.000,0



432.000.000,0



2.513.908.410,0 Total 2.081.908.410,0



46



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.3 Luas operasi tahun 2020 dan luas keseluruhan IUP yang aktif di daerah Kolaka Utara (Sumber: Data RKAB 2020 Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah)



Estimasi Sumber Daya (Tereka, terunjuk, terukur dan terkira) dan Cadangan (terbukti) Mineral IUP yang berada di wilayah kabupaten Kolaka Utara berdasarkan data RKAB 2020 dari Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebagai berikut (Gambar 4.3).



Gambar 4.4 Sumber Daya dan cadangan IUP yang aktif di daerah Kolaka Utara (Sumber: Data RKAB 2020 Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah)



Aspek Geologi dan Mineralogi Area Eksplorasi Kegiatan pertambangan sangat mempengaruhi kualitas lingkungan, dengan melakukan pengelolaan sumber daya mineral yang bijaksana disertai penerapan teknologi ini akan dapat meminimalisir dampak negatif terhadap masyarakat dan penurunan kualitas lingkungan. Komoditas tambang yang sebagian besar bersifat tidak terbarukan dan terbatas, mengharuskan pelaku usaha pertambangan



47



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



memiliki kemampuan dalam menjaga keseimbangan pemanfaatan sumber daya dan cadangan mineral yang tersedia. Indonesia sebagai negara dengan keuntungan aspek geologis yang unik memiliki sumber daya dan cadangan mineral yang besar. Untuk menyikapi hal tersebut, pekerjaan inventarisasi data perlu dilakukan dengan metode pola pengumpulan data dan informasi hingga evaluasi yang menyeluruh tentang data mineral meliputi data hulu (potensi, sumber daya dan cadangan) hingga sisi hilir (produksi, pemasaran, investasi dan nilai penjualan serta harga). Adanya data dari sektor pertambangan umum khususnya mineral dapat digunakan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Berikut adalah peta pengambilan sampel eksplorasi pada blok Lasusua dan blok Tolala pada wilayah Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Gambar 4.5).



48



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.5 Peta Lokasi pengambilan sampel eksplorasi di Kabupaten Kolaka Utara (Blok Lasusua dan Tolala)



49



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Aspek Geologi pada Area Eksplorasi Blok Lasusua Daerah Lasusua dan sekitarnya menurut (T.O Simandjuntak, 1984, 1993) termasuk dalam Mandala Indonesia bagian Timur yang dicirikan dengan batuan ofiolit dan malihan yang di beberapa tempat tertindih oleh sedimen Mesozoikum. Menurut Golightly (1979), bagian Timur Sulawesi tersusun dari 2 zona melange subduksi yang terangkat pada pra dan postMiocene (107 tahun lalu). Melange yang paling tua tersusun dari sekis dengan disertai beberapa tubuh batuan ultrabasa yang penyebarannya sempit dengan stadia geomorfologi tua. Sementara yang berumur Post Miocene telah mengalami pelapukan yang cukup luas sehingga cukup untuk membentuk endapan nikel laterite yang ekonomis, seperti yang ada di daerah Lasusua. Melange yang berumur Miocene - Post Miocene menempati central dan lengan North - East Sulawesi. Uplift terjadi sangat intensif di daerah ini, diduga karena desakan Mikrokontinen Banggai-Sula. Pada bagian Selatan dari zona melange ini terdapat kompleks batuan ultramafik. Endapan nikel laterit di Lasusua terletak di pantai barat dari lengan tenggara pulau Sulawesi, tepatnya di sekitar Teluk Bone, kurang lebih 200 km selatan kota Malili. Endapan nikel Tolala menempati daerah sekitar 5 km – 20 km dari pantai, dengan ketinggian daerah antara 100 m – 600 m di atas permukaan laut. Geologi daerah Tolala diketahui terdapat 2 jenis batuan ultramafik dan satu unit batuan metamorf, yaitu: - Batuan peridotit halus sampai kasar, yang mengalami tingkat serpentinisasi dan retakan serta milonitisasi dan breksiasi. - Peridotite yang mengalami serpentinisasi dan milonitasi secara intensif, terdapat di bagian Selatan dan Utara, berbatasan dengan batuan sedimen hasil pelapukan dan erosi dan transportasi batuan ultramafik. - Batuan metamorf schist and slate membentuk daerah punggungan atau tinggian di bagian timur laut wilayah Kontrak Karya blok Lasusua. Berdasarkan observasi di lapangan, data logging pemboran serta analisa petrografi diketahui bahwa serpentinisasi terjadi tersebar luas di batuan dasar Lasusua. Daerah Pomala tertutup oleh batuan yang



50



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



berkomposisi awal harzburgite dan lherzolite. Batuan ini telah mengalami serpentinisasi kuat sampai sedang, yang merubah tekstur dan komposisi batuan. Sabuk Ophiolite Sulawesi Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) merupakan bagian dari sabuk ofiolit Fanerozoikum Circum Pasifik, terbentuk dari hasil proses konvergensi lempeng selama Kapur hingga Miosen (Hall dan Wilson, 2000), memanjang 700 km dari utara ke selatan dengan luas singkapan lebih dari 15.000 km2 (Kadarusman et al., 2004). Penyebaran ultramafic sangat luas umumnya tersusun atas lherzolite, harzburgite, dan peridotite, dengan beberapa dunite, pyroxenite dan dike gabbroic. Berdasarkan interpretasi citra satelit landsat, kelurusan struktur geologi secara umum berarah Barat Laut – Utara dan relatif paralel dengan sesar Kolaka. Kelurusan ini mengontrol bentuk permukaan yang dimungkinkan merupakan zona mineralisasi nikel. Sesar-sesar setempat umumnya berarah Barat Laut – Tenggara sebagai akibat dari proses dilatasi dari sesar besar Kolaka yang berarah Barat laut tenggara yang merupakan sesar geser sinistral. Pada Blok Lasusua, batuan peridotit dijumpai pada topografi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan batuan sedimen dan metamorf. Genesa batuan peridotit Lasusua mempunyai hubungan dengan genesa batuan peridotit Soroako, yaitu merupakan bagian dari batuan ultramafik di kaki timur Pulau Sulawesi dan menerus sampai timur Sulawesi pada sabuk ofiolit, dengan singkapan yang dimulai dari Ampana di utara dan Pulau Kabaena di selatan. Profil laterit batuan dasar di Lasusua umumnya didominasi dengan batuan harzburgites yang mengalami serpentinisasi sedang sampai kuat, dan umumnya tertutup lherzolite, harzburgite dan dunite yang terserpentinisasi dan tipe Petea yang didominasi oleh harzburgite dan sedikit lherzolite serta dunite.



51



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.6 (a) Peta unit litotektonik Sulawesi (modifikasi dari Parkinson, 1998; Hall dan Wilson, 2000; Kadarusman et al., 2004), menunjukkan distribusi Ophiolite Sulawesi Timur (ESO) meliputi wilayah Lengan Selatan, Lengan Timur dan Lengan Tenggara Pulau Sulawesi



52



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Aspek Geologi pada Area Eksplorasi Blok Tolala Karakteristik litologi Blok Tolala dari masing-masing batuan yang dapat dikenali di lapangan, maka litologi Blok Tolala dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) satuan batuan yaitu: Batuan Ultramafik dan Endapan Aluvium. Aluvium merupakan endapan material-material lepas yang terbentuk dari hasil rombakan dan pelapukan batuan yang kemudian tertransportasi dan diendapkan pada daerah dengan kondisi topografi yang lebih rendah. Endapan ini umumnya menempati daerah aliran-aliran sungai, dan dataran pantai, terutama di wilayah bagian Utara sekitar Pantai Lawaki dan di wilayah bagian Selatan sekitaran Pantai Tolala. Sebaran satuan batuan ini menempati sekitar 97% dari luas Blok Tolala, tersingkap dan tersebar luas di bagian utara hingga selatan lokasi, umumnya menempati daerah morfologi perbukitan dan pegunungan. Litologi ini umumnya berwarna hijau gelap – hijau kehitaman, sedang yang lapuk berwarna abu-abu kehijauan – kuning kecoklatan, tekstur granular, butiran mineral berukuran sedang hingga kasar dengan xenomorphyc pyroxene dan olivine, bersifat padat dan pejal, komposisi mineral utama didominasi oleh jenis clynopyroxene, olivine dan sedikit orthopyroxene, sedang serpentine, chlorite, chromite dan magnetite hadir sebagai mineral aksesoris. Berdasarkan komposisi mineral tersebut, batuan peridotit di daerah ini termasuk jenis wehrlite. Litologi penyusun satuan ini terutama didominasi oleh jenis peridotit, setempat dijumpai serpentinit dan kadang pula gabro. Sabuk Ophiolite Sulawesi Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) merupakan bagian dari sabuk ofiolit Fanerozoikum Circum Pasifik, terbentuk dari hasil proses konvergensi lempeng selama Kapur hingga Miosen (Hall dan Wilson, 2000), memanjang 700 km dari utara ke selatan dengan luas singkapan lebih dari 15.000 km2 (Kadarusman et al., 2004). Penyebaran ultramafic sangat luas umumnya tersusun atas lherzolite, harzburgite, dan peridotite, dengan beberapa dunite, pyroxenite dan dike gabbroic. Pada daerah studi (Blok Tolala), pola perkembangan struktur geologi terutama dapat teridentifikasi dari gejala deformasi batuan berupa



53



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



pengkekaran, breksiasi, penggerusan, penjajaran zona hancuran, kelurusan bentang alam, serta berbagai gejala geologi lainnya. Berdasarkan gejala-gejala tersebut, maka jenis struktur yang berkembang di daerah penelitian dapat diklasifikasikan dalam jenis struktur kekar dan sesar. Struktur sesar di daerah ini secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam jenis sesar geser jurus dan sesar normal. Penentuan jenis sesar-sesar tersebut selain didasarkan pada hasil pengamatan gejala-gejala struktur di lapangan, juga berdasarkan pada hasil interpretasi Landsat yang memperlihatkan adanya lineament-lineament yang umumnya berarah NE – SW dan NW – SE. Penyebaran zona lateritisasi di daerah penelitian cukup luas, menempati sekitar 26,5% dari luas Blok Tolala atau sekitar 662,5 Ha. Penyebaran



zona



lateritisasi



di



daerah



ini



secara



umum



memperlihatkan bentuk yang tidak merata, baik secara lateral maupun secara vertikal. Kandungan kadar besi (Fe) pada zona ini cukup tinggi berkisar 30% 35% dan umumnya hadir dalam bentuk iron shoot. Lapisan ini merupakan zona paling teratas dari profil vertikal endapan nikel laterit yang biasa pula disebut dengan ferruginous zone. Zona saprolit dicirikan oleh kenampakan visual lapisan soil berwarna kuning kehijauan dengan tingkat oksidasi yang sangat rendah (Serpentine Saprolite). Berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukan menunjukkan bahwa kandungan besi (Fe) pada zona ini semakin berkurang, hanya berkisar 10,7% - 12%, begitu pula dengan kandungan kobalt yang hanya berkisar 0,017%. Lapisan ini umumnya berasosiasi dengan bolder-bolder peridotit terserpentinitkan yang telah mengalami pelapukan dan alterasi (rocky saprolite). Kandungan unsur SiO2 cenderung semakin meningkat berkisar 39%, sedang kandungan unsur Ni cenderung sangat rendah berkisar 0,79% 0,88%. Pengamatan profil endapan yang dilakukan pada beberapa singkapan hasil kupasan (cutting) dan bekas sumur uji (test pit) menunjukkan bahwa lapisan saprolit di Blok Tolala tidak cukup tebal, diperkirakan hanya berkisar 3 – 5 meter.



54



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.7 Peta Geologi daerah Kabupaten Kolaka Utara



55



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Bagian paling bawah dari profil laterit daerah Lasusua berupa peridotit (bedrock), berwarna hitam kehijauan, tersusun oleh bongkah dan blok peridotit yang masih segar dan sebagian terserpentinisasi. Kandungan unsur Ni pada zona ini sangat sedikit, dimana mendekati atau sama dengan batuan dasar sehingga tidak bernilai ekonomis. Zona ini umumnya telah mengalami frakturisasi kuat, sebagian membuka dan terisi oleh mineral silika dan magnesit. Aspek Mineralogi pada Area Eksplorasi (Blok Lasusua dan Blok Tolala) Sebaran satuan batuan ini sangat luas, menempati sekitar 97% dari luas Blok Tolala, yang tersingkap dan tersebar luas di bagian Utara hingga Selatan lokasi, umumnya menempati daerah morfologi perbukitan rendah dan pegunungan. Litologi penyusun satuan ini terutama didominasi oleh jenis peridotit, setempat dijumpai serpentinit dan sedikit dijumpai gabro. Adapun karakteristik dari masing-masing jenis batuan tersebut dapat dijelaskan secara deskriptif sebagai berikut: Peridotit; umumnya berwarna hijau gelap – hijau kehitaman, sedang yang lapuk berwarna abu-abu kehijauan – kuning kecoklatan, tekstur granular, butiran mineral berukuran sedang hingga kasar dengan xenomorphyc pyroxene dan olivine, bersifat padat dan pejal, komposisi mineral utama didominasi oleh jenis clynopyroxene, olivine dan sedikit orthopyroxene, sedang serpentine, chlorite, chromite dan magnetite hadir sebagai mineral aksesoris. Berdasarkan komposisi mineral tersebut, batuan peridotit di daerah ini termasuk jenis wehrlite. Batuan ini kebanyakan telah terserpentinisasi tingkat sedang hingga kuat, setempat memperlihatkan perubahan batuan menjadi serpentinit dan sekis talk, sedang pada bagian yang masih pejal kadang-kadang masih terlihat struktur kesan berlapis (layered). Batuan ini telah terkekarkan secara kuat, sebagian telah mengalami hancuran, terbreksikan, tergeruskan dan setempat memperlihatkan struktur pendaunan. Pada bidang-bidang kekar tersebut terkadang dijumpai urat-urat silika yang di beberapa tempat hadir dalam bentuk silica boxwork yang



56



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



kadang-kadang berasosiasi dengan crysophrase (green silica), serpentine, chlorite dan garnierite dalam persentase kecil.



Gambar 4.8 Satuan Batuan Ultramafik daerah Blok Tolala, memperlihatkan kenampakan batuan jenis peridotit berwarna hijau kehitaman (A), umumnya telah mengalami pengkekaran yang kuat (B), terserpentinisasi tingkat sedang - kuat (C), serta bentuk pengisian kekar beru



Serpentinit; umumnya berwarna abu-abu kehijauan – hijau terang, sedang yang lapuk berwarna abu- abu terang, tekstur lamellar dan sebagian bertekstur breksiasi, komposisi mineral yang dapat teramati berupa serpentine, chlorite, talc dan asbestose, sedang chromite, magnetite dan garnierite hadir sebagai mineral asesoris. Batuan ini telah terkekarkan secara kuat, kebanyakan telah mengalami hancuran, terbreksikan dan tergeruskan. Pada bidang-bidang kekar tersebut terkadang dijumpai kehadiran urat-urat silika dan sedikit garnierit. Kontrol struktur menjadi penciri utama kehadiran batuan ini, sehingga keberadaannya sering berasosiasi dengan zona-zona gerusan. Protolith batuan ini kemungkinan dari jenis peridotit, dimana proses perubahan komposisi mineral terutama olivine dan pyroxene terjadi karena proses transformasi dan segregasi akibat pengaruh struktur. Gabro; umumnya berwarna abu-abu gelap – kehitaman, sedang yang lapuk berwarna abu-abu kecoklatan, tekstur granular hingga porphyritic,



57



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



bersifat padat dan pejal, komposisi mineral utama yang dapat dikenali berupa plagioklas dan jenis pyroxene, sedang magnetite, apatite, chromite dan amphibole hadir sebagai mineral-mineral asesoris. Batuan ini telah terkekarkan



secara



kuat,



kebanyakan



telah



mengalami



hancuran,



terbreksikan dan tergeruskan, sebagian telah berubah menjadi chlorite yang terkadang sudah tidak dapat dikenali lagi protolithnya. Kontak batuan ini tidak dapat teramati dengan baik di lapangan, mengingat keberadaannya sering dijumpai dalam keadaan hancur akibat gangguan struktur.



Gambar 4.9 Satuan Batuan Ultramafik daerah Blok Tolala, memperlihatkan kenampakan batuan jenis serpentinit berwarna abu-abu kehijauan - hijau terang (A) dan gabro berwarna abu-abu kehitaman (B). Batuan-batuan ini kebanyakan telah terkekarkan secara kuat, tergerusk



Pembentukan lateritisasi dan pengayaan sekunder pada Blok Lasusua menghasilkan lapisan profil laterit sebagai berikut: Zona Limonite: Zona Limonit menempati bagian paling atas dari profil laterit, zona ini merupakan produk akhir pelapukan batuan ultramafik dan konsentrasi residual dari elemen “non mobile”. Pelarutan seluruhnya dari komponen mudah larut meninggalkan material lemah dan akhirnya menyebabkan runtuh. Zona Limonit ini juga berlapis-lapis. Di bagian atas dari zona ini terpengaruh oleh oksidasi dan menghasilkan sub zona hematit. Di bawah sub zona hematit kandungan besi umumnya berupa goetit dan limonit, keduanya merupakan besi hidroksida. Sedangkan besi, alumunium, dan chrome sesquioxides hampir tersebar merata dalam zona limonite. Manganese dan cobalt larut dan diendapkan di bagian bawah dari zona



58



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



limonite. MgO dan SiO2 sangat mudah larut dan hampir seluruhnya tercucikan/larut.



Gambar 4.10 Profil endapan nikel laterit lokasi kawasan rencana strategis di Lawaki



Zona Saprolite: Zona ini berada di atas batuan dasar, sebagian atau seluruhnya terdiri dari dekomposisi dari boulder akibat pengaruh pelapukan tropis. Pada zona saprolit, pelapukan dari boulder batuan dasar secara bertahap meningkat ke arah atas. Material mudah larut seperti magnesium, silika dan alkali larut pada batuan dan residual concentration dari “sesquioxides” dari besi, alumina, chrome dan manganese akan meningkat. Nikel di zona saprolit sebagian merupakan endapan residual dan kebanyakan merupakan hasil pengayaan sekunder. Air tanah yang bersifat asam melarutkan nikel yang ada di bagian atas profil laterit dan mengendapkannya ke zona saprolite bila terjadi perubahan keasaman air tanah secara mendadak. Bedrock: Zona ini menempati bagian paling bawah dari profil laterit. Zona bedrock merupakan batuan ultramafik yang belum terpengaruh proses pelapukan tropis. Komposisi kimia pada zona tersebut biasanya ditandai dengan kadar tinggi MgO sekitar 35%, SiO2 sekitar 45% dan Fe yang rendah,



59



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



sekitar 6%. Perlapisan zona-zona di atas pada beberapa tempat mungkin berbeda



karena pengaruh



geologi



lokal,



kondisi



morfologi, yang



menyebabkan perubahan komposisi silica dan cobalt. Kebanyakan nikel di dalam bijih tidak terlihat dan terjadi dalam bentuk nickeliferous serpentine dan talc. Tetapi kadang- kadang warna hijau dari mineral garnierite ditemukan/terlihat. Type Ore: Hasil analisis unsur jejak (tracer element) sampel permukaan sebanyak 23 sampel, masing-masing menunjukkan nilai rata-rata kadar Ni (1.82%), Fe (calc) (13.31%), Co (0.03%), SiO2 (39.43%), Al2O3 (4.23%). Sedangkan hasil pengumpulan data dari perusahaan yang beroperasi di wilayah terdekat dengan area penyelidikan (ore type area) unsur Ni (1.78%), Fe (calc) (17.45%), Co (0.04%), SiO2 (33.05%), Al2O3 (1.40%). Nilai kadar Ni 1.82% hasil analisis data lapangan lebih tinggi dibandingkan nilai kadar ratarata hasil penelitian terdahulu dengan Ni (1.78%), dengan demikian kisaran kadar yang dapat digunakan sebagai acuan daerah Lasusua yaitu berada pada range 1.78% sampai dengan 1.82%.



Gambar 4.11 Profil data komposisi unsur Ni, Fe (calc), Co, SiO2, Al2O3 Blok Lasusua



Sifat fisik dan karakteristik mineralogi dan unsur utama profil laterit pada daerah Blok Tolala diuraikan sebagai berikut:



60



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Limonite Zone (LIMO): Secara umum profil laterit di wilayah Tolala dan sekitarnya tersusun berurut dari atas ke bawah terdiri atas zona limonit, medium saprolit, zona saprolit dan bedrock (peridotit). Zona limonit dicirikan oleh kenampakan material berupa soil berwarna coklat kekuningan – coklat kemerahan, butiran material sangat halus berupa lempung retas, merupakan akumulasi dari kumpulan massa limonit yang mengandung hematite, goethite dan mineral manganese oxides, serta kadang mengandung magnetite dan chromitferous. Ketebalan lapisan limonit ini berkisar 4 – 4,5 meter dan setempat dapat mencapai lebih dari 5 meter. Kandungan besi (Fe) pada zona ini cukup tinggi, diperkirakan dapat berkisar antara 30% - 35%. Medium Saprolite (MESA): Lapisan Medium Saprolite ini sering pula disebut sebagai lapisan transisi, dicirikan oleh kenampakan visual material berupa soil berwarna coklat kekuningan – coklat kehitaman, tekstur mineral asal masih tampak, terdapat kandungan mineral goethite, hematite, serpentine, manganese oxides, serta kadang-kadang terdapat silika dalam bentuk silika-kalsendon boxword. Kandungan besi (Fe) pada zona ini semakin berkurang yang diperkirakan hanya berkisar 10%- 15%, kandungan SiO2 berkisar 30%, sedang unsur Ni mulai hadir dengan persentase kecil yang diperkirakan kurang dari 1%. Zona ini merupakan lapisan transisi antara limonit dan saprolit, dimana memiliki ketebalan berkisar antara 0,5 – 1 meter. Saprolite (SAPRO): Zona saprolit dicirikan oleh kenampakan visual lapisan soil berwarna kuning kehijauan dengan tingkat oksidasi yang sangat rendah (Serpentine Saprolite). Berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukan menunjukkan bahwa kandungan besi (Fe) pada zona ini semakin berkurang, hanya berkisar 10,7% - 12 %, begitu pula dengan kandungan kobalt yang hanya berkisar 0,017%. Lapisan ini umumnya berasosiasi dengan boulderboulder peridotit terserpentinitkan yang telah mengalami pelapukan dan alterasi (rocky saprolite). Kandungan unsur SiO2 cenderung semakin meningkat berkisar 39%, sedang kandungan unsur Ni cenderung sangat rendah berkisar 0,79% - 0,88%. Pengamatan profil endapan yang dilakukan pada beberapa singkapan hasil kupasan (cutting) dan bekas sumur uji (test pit)



61



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



menunjukkan bahwa lapisan saprolit di Blok Tolala tidak cukup tebal, diperkirakan hanya berkisar 3 – 5 meter. Peridotite (Bedrock): Bagian paling bawah dari profil laterit daerah Lasusua berupa peridotit (bedrock), berwarna hitam kehijauan, tersusun oleh bongkah dan blok peridotit yang masih segar dan sebagian terserpentinisasi. Kandungan unsur Ni pada zona ini sangat sedikit, dimana mendekati atau sama dengan batuan dasar sehingga tidak bernilai ekonomis. Zona ini umumnya telah mengalami frakturisasi kuat, sebagian membuka dan terisi oleh mineral silika dan magnesit. Type Ore: Hasil analisis unsur jejak (trace element) sampel permukaan sebanyak 43 sampel, masing-masing menunjukkan nilai rata-rata kadar Ni (0,99%), Fe (calc) (21,12%), Co (0,04%), SiO2 (33,94%), Al2O3 (5,29%). Sedangkan hasil pengumpulan data dari perusahaan yang beroperasi serta hasil riset di area penyelidikan (ore type area) unsur Ni (0,99%), Fe (calc) (10,70%), Co (0,02%), SiO2 (39,00%). Nilai kadar Ni 1.69 % hasil analisis data lapangan lebih tinggi dibandingkan nilai kadar rata-rata perusahaan atau hasil penelitian Ni (0.88%), dengan demikian kisaran kadar yang dapat digunakan sebagai acuan daerah Kolaka Utara yaitu berada pada range 0,88% sampai dengan 0,99%.



Gambar 4.12 Profil data komposisi unsur Ni, Fe (calc), Co, SiO2, Al2O3 Blok Tolala



62



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Verifikasi Data Sumber Daya dan Cadangan Area Eksplorasi Verifikasi data ketebalan diperlukan untuk memperoleh perbandingan data sumber daya terukur nikel laterit di lokasi penyelidikan serta dapat pula menjadi acuan pertimbangan biaya operasi penambangan dengan membandingkan ketebalan tutupan/overburden. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode survei bawah permukaan (subsurface) dengan menerapkan teknik perekaman geolistrik metode resistivity meter dan pemboran dangkal. Lokasi perekaman data geolistrik dan pemboran difokuskan pada area dengan kondisi infrastruktur dan kesesuaian lahan yang memenuhi kriteria dan memiliki potensi sebagai usulan lokasi pembangunan smelter. Sebanyak 12 titik lintasan pada lokasi penyelidikan dipilih untuk perekaman geolistrik (Tabel 4.3)



Gambar 4.13 Situasi perekaman data geolistrik daerah Tolala Kab. Kolaka Utara, Pada areal bukaan tambang



Untuk mendapatkan bentangan ideal lintasan geolistrik, maka rata-rata dilakukan pengukuran dengan panjang bentangan 160 meter, untuk mencapai target kedalaman 30-35 meter, dengan spasi elektroda 10 meter dan menggunakan konfigurasi komposit Wenner - Schlumberger pada area pengukuran yang terletak pada area penambangan terbuka. (gambar 4.14) Pada saat pengukuran dilakukan, nilai resistivitas memiliki rentang yang cukup bervariasi akibat pengaruh infiltrasi air permukaan, cuaca dan temperatur. Berdasarkan hasil inversi resistivitas semu, secara umum penampang resistivitas dibagi menjadi 3 lapisan utama yaitu lapisan limonite,



63



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



saprolite dan bedrock, dan di beberapa tempat didapati adanya lapisan top soil dan weathered rock zone. Rata-rata rentang resistivitas pada lapisan limonite resistivitas 6- 27 m.ohm dengan kedalaman 5- 8 m, pada lapisan saprolite memiliki rentang resistivitas 36- 140 m.ohm dengan dengan ketebalan 9- 16m, dan pada lapisan bedrock rentang resistivitas 178-310 m.k ohm dengan ketebalan 8-14 m. Dari 12 lintasan perekaman geolistrik, 6 diantaranya telah dipilih menjadi representasi profil nikel laterit dari area eksplorasi. Tabel 4.3 Koordinat Awal dan akhir Line Pengukuran Geolistrik di Kolaka Utara



No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12



Koordinat Awal



Line Line 1 Line 2 Line 3 Line 4 Line 5 Line 6 Line 7 Line 8 Line 9 Line 10 Line 11 Line 12



Longitude 121˚5’22,305”BT 121˚5’6,900”BT 121˚5’56,234”BT 121˚6’24,807”BT 121˚8’32,094”BT 121˚9’16,727”BT 121˚10’9,336”BT 121˚10’0,073”BT 121˚11’13,518”BT 121˚10’38,038”BT 120˚56’56,273”BT 120˚56’57,182”BT



Latitude 2˚54’26,894”LS 2˚54’29,137”LS 2˚54’47,772”LS 2˚55’1,209”LS 2˚54’46,333”LS 2˚54’34,395”LS 2˚55’8,302”LS 2˚55’12,536”LS 2˚53’54,002”LS 2˚54’25,861”LS 3˚36’53,749”LS 3˚36’30,048”LS



Koordinat Akhir Longitude 121˚5’25,481”BT 121˚5’11,291”BT 121˚6’0,641”BT 121˚6’30,287”BT 121˚8’32,843”BT 121˚9’18,625”BT 121˚10’11,327”BT 121˚10’0,832”BT 121˚11’16,948”BT 121˚10’41,601”BT 120˚56’53,051”BT 120˚57’1,602”BT



Latitude 2˚54’29,964”LS 2˚54’27,500”LS 2˚54’45,959”LS 2˚55’0,665”LS 2˚54’50,966”LS 2˚54’31,473”LS 2˚55’3,622”LS 2˚55’7,977”LS 2˚53’50,694”LS 2˚54’22,674”LS 3˚36’50,534”LS 3˚36’31,600”LS



Rancangan titik testpit dilakukan secara acak dan mewakili beberapa izin usaha pertambangan yang terletak di sekitar daerah Tolala Kabupaten Kolaka Utara, Dengan mengacu pada jarak informasi geologi, dengan kedalaman maksimal berkisar 3-7 meter. Gambaran umum hasil testpit menunjukkan rentang ketebalan Overburden rata-rata 1 – 1,5 meter, lapisan limonite 0,5 – 2,0 meter dan lapisan saprolite 0,4-1,6 meter.



64



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.14 Foto udara lintasan 4 lokasi pengukuran geolistrik dan penampang subsurface hasil geolistrik yang berada pada daerah Tolala Kab. Kolaka Utara



Dimensi Testpit ini berbentuk segiempat dengan ukuran di bagian atas (1,5 X 1) meter dan makin ke bawah menyempit menjadi sekitar diameter (1 X 1) meter, bahkan saat terbentur di boulder besar menyempit menjadi (0,5 X 0,8) meter. Kondisi testpit di daerah ini menunjukkan adanya indikasi lapukan mineral garnerit pada kedalaman 3,50 – 5,10 m yang merupakan indikasi bahwa tanah laterit di daerah ini mengandung mineral nikel (Ni).



65



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.15 Foto testpit dengan bentuk segiempat (1 X 1,5) m di permukaan dan mengecil ke bawah, karena terbentur boulder batuan. Terlihat sebaran mineral garnerit yang sebagian sudah lapuk. Tabel 4.4 Koordinat Pembuatan Test Pit di daerah Tolala Kab. Kolaka Utara



Test Pit



Longitude



Latitude



1



121˚00’24,9”BT



02˚49’45,9”LS



2



121˚00’25,7”BT



02˚49’43,5”LS



3



121˚00’08,6”BT



02˚50’15,0”LS



4



121˚01’44,2”BT



02˚50’41,9”LS



5



121˚01’52,7”BT



02˚48’59,8”LS



6



121˚02’06,1”BT



02˚48’17,7”LS



Aspek Sumber Daya Manusia pada Kegiatan Eksplorasi Berdasarkan data BPS tahun 2020, seperti yang ditampilkan dalam tabel 4.5 di bawah, tampak bahwa jumlah penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara terjadi peningkatan dalam 3 tahun terakhir yaitu 2.653.654 jiwa di tahun 2018, 2.704.737 jiwa tahun 2019 dan 2.755.589 jiwa di tahun 2020. Sedangkan untuk Kabupaten Kolaka Utara jumlah penduduk di tahun 2020 sekitar 153.669 jiwa, di mana jumlah penduduk laki-laki 79.292 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 74.377 hal ini memperlihatkan bahwa jumlah penduduk laki-laki sebesar 51,6 % dari total penduduk kabupaten Kolaka Utara



66



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



sementara penduduk perempuan sebesar 48,4 % dari total populasi, sehingga populasi laki-laki lebih besar dibandingkan dengan populasi perempuan yakni sekitar 3,2%. Secara tidak langsung populasi ini dapat mendukung aktivitas pertambangan dan produktivitas smelter yang banyak membutuhkan tenaga kerja laki-laki khususnya pada aktivitas eksplorasi dan proses produksi jika sekiranya nanti akan membutuhkan tenaga kerja lokal. Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Tenggara 2018-2020 2018 Kabupaten/Kota Buton Muna Konawe Kolaka Konawe Selatan Bombana Wakatobi Kolaka Utara Buton Utara Konawe Utara Kolaka Timur Konawe Kepulauan Muna Barat Buton Tengah Buton Selatan Kota Kendari Kota Baubau Sulawesi Tenggara



2019



51.196 106.439 127.564 131.987 157.486 91.022 46.032 76.299 31.786 32.720 67.208



50.422 114.904 121.446 124.840 151.812 89.013 49.705 71.564 31.284 29.683 63.652



Perempuan + Laki-Laki 101.618 221.343 249.010 256.827 309.298 180.035 95.737 147.863 63.070 62.403 130.860



16.881 39.258 44.181 39.328 192.621 82.675 1.334.683



16.799 41.361 47.984 40.651 189.007 84.844 1.318.971



33.680 80.619 92.165 79.979 381.628 167.519 2.653.654



Laki-Laki



Perempuan



2020



51.735 107.828 130.611 134.499 160.402 93.267 46.093 77.796 32.307 33.390 68.484



50.906 116.271 124.084 127.165 154.383 91.303 49.799 73.035 31.765 30.424 64.840



Perempuan + Laki-Laki 102.641 224.099 254.695 261.664 314.785 184.570 95.892 150.831 64.072 63.814 133.324



17.125 39.771 44.644 39.741 198.202 84.818 1.360.713



17.094 41.853 48.447 41.043 194.628 86.984 1.344.024



34.219 81.624 93.091 80.784 392.830 171.802 2.704.737



Laki-Laki



Perempuan



52.336 109.362 133.480 136.794 162.696 95.701 46.166 79.292 32.704 34.205 69.614



51.533 117.927 126.931 129.275 156.595 93.568 49.945 74.377 32.289 30.978 65.955



Perempuan + Laki-Laki 103.869 227.289 260.411 266.069 319.291 189.269 96.111 153.669 64.993 65.183 135.569



17.387 40.337 45.163 40.203 204.143 87.030 1.386.613



17.279 42.448 49.044 41.549 200.089 89.194 1.368.976



34.666 82.785 94.207 81.752 404.232 176.224 2.755.589



Laki-Laki



Perempuan



(Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun 2020)



Sementara dari sisi jumlah pencari kerja pada tahun 2019 berdasarkan data BPS Sulawesi Tenggara tahun 2020 yang di gambarkan pada tabel 4.6, jumlah penduduk pencari kerja di level Provinsi 3.964 jiwa, sementara Kabupaten Kolaka Utara jumlah pencari kerja sejumlah 134 jiwa. Tabel 4.6 Pencari Kerja Terdaftar dan Penempatan/Pemenuhan Tenaga Kerja Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Sulawesi Tenggara, Tahun 2019 Kabupaten/Kota



Pencari Kerja Terdaftar



Penempatan atau Pemenuhan Tenaga Kerja



Laki-Iaki



Perempuan



Jumlah



Laki-Iaki



Perempuan



Jumlah



Buton



191



205



396



168



211



379



Muna



340



66



406



322



193



515



Konawe



1.053



290



1.343



360



246



606



Kolaka



-



-



-



-



-



-



67



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Kabupaten/Kota



Pencari Kerja Terdaftar



Penempatan atau Pemenuhan Tenaga Kerja



Laki-Iaki



Perempuan



Jumlah



Laki-Iaki



Perempuan



Jumlah



Konawe Selatan



86



16



102



84



15



99



Bombana



303



150



453



48



71



119



Wakatobi



-



-



-



-



-



-



Kolaka Utara



96



38



134



-



-



-



Buton Utara



121



3



124



-



-



-



Konawe Utara



151



52



203



-



-



-



Kolaka Timur



-



-



-



-



-



-



Konawe Kepulauan



-



-



-



-



-



-



Muna Barat



-



-



-



-



-



-



Buton Tengah



-



-



-



-



-



-



Buton Selatan



15



3



18



-



-



-



Kota Kendari



159



172



331



74



93



167



Kota Baubau



256



198



454



79



127



206



2.771



1.193



3.964



1.135



956



2.091



Sulawesi Tenggara



Sementara jika kita merujuk pada data tabulasi BPS tahun 2020 tidak mencantumkan penempatan kerja bagi pencari kerja khususnya di kabupaten Kolaka Utara sendiri. sehingga kita perlu membandingkan dengan data BPS lainnya yakni data Provinsi dalam angka dan kabupaten dalam angka untuk mendapatkan data berapa banyak jumlah angkatan kerja yang bekerja dan tidak bekerja di tahun 2019 pada level provinsi Sultra pada umumnya dan Kolaka Utara pada khususnya, seperti yang terlihat pada tabel 4.7 yang terserap dan jumlah pencari kerja yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara secara umum dan Kabupaten Kolaka Utara pada khususnya. Tabel 4.7 Jumlah Penduduk 15+ Tahun (angkatan kerja) Yang Bekerja dan Pengangguran menurut Jenis Kelamin, Provinsi Sultra dan Kabupaten Kolaka Utara, Tahun 2019 Angkatan kerja (yang bekerja dan pengangguran)



Provinsi Sulawesi Tenggara



Kolaka Utara



Laki-laki



Perempuan



Laki-laki



Perempuan



Angkatan Kerja



758.377



504.938



49.052



33.504



Yang Bekerja



731.981



486.002



48.814



32.599



Pengangguran terbuka



26.356



18.936



238



905



(Sumber: diolah dari BPS Tahun 2020, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Kolaka Dalam Angka)



Berdasarkan tabel 4.7, tampak bahwa tingkat pengangguran terbuka di tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2019 secara total sebesar 45.292 jiwa, sementara



68



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



pengangguran terbuka di Kabupaten Kolaka Utara berjumlah 1.143 jiwa, yang di dominasi oleh perempuan sebanyak 905 jiwa. Jumlah pengangguran yang relatif besar ini baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten Kolaka Utara sendiri sangat Membutuhkan adanya penciptaan lapangan kerja baru untuk dapat mengurangi atau mengatasi jumlah pengangguran yang ada, sehingga dengan adanya rencana pembangunan smelter di kecamatan Toala, kabupaten Kolaka Utara, diharapkan dapat menyerap tenaga kerja lokal khususnya bagi pengangguran yang memiliki kualifikasi pendidikan sekolah menengah, diploma dan strata satu. Untuk melihat angkatan kerja berdasar pada tingkat pendidikan terakhir yang dimiliki di Kabupaten Kolaka Utara. Tabel 4.8 Jumlah Angkatan Kerja Berdasarkan Pada Tingkat Pendidikan Terakhir, Kabupaten Kolaka Utara, Tahun 2019 Angkatan Kerja/Economically Active Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Bekerja Pengangguran



Jumlah Angkatan Kerja



≤ Sekolah Dasar (SD)



38.169



414



38.583



Sekolah Menengah Pertama (SMP)



12.444



-



12.444



Sekolah Menengah Atas (SMA/Setara)



22.877



449



23.326



Perguruan Tinggi



7.923



280



8.203



Jumlah



81.413



1.143



82.556



(Sumber: Kabupaten Kolaka Dalam Angka, Tahun 2020)



Jika dilihat secara persentase yang bekerja terhadap angkatan kerja dari tingkat pendidikan, terlihat bahwa mereka yang berada pada pendidikan sekolah menengah mencapai 100%, hal ini disebabkan pekerjaan yang mereka lakukan adalah sebagian besar menjadi buruh tetap di lahan pertanian, perkebunan, pertambangan dan galian. Sementara persentase yang bekerja terhadap angkatan kerja pada pendidikan perguruan tinggi memiliki persentase yang relatif rendah jika dibandingkan dengan kualifikasi pendidikan SD, SMP, dan SMA, yakni sekitar 96,6%. Hal ini lebih disebabkan oleh kriteria pengangguran masuk dalam kategori mereka yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan mereka yang dapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja pada saat survei dilakukan (Sakernas, BPS, Agustus 2020). Jika merujuk pada angka pengangguran kabupaten Kolaka Utara berdasarkan pendidikan terakhir yang dimiliki pada tahun 2019, maka tercatat angkatan kerja yang menganggur di dominasi oleh mereka yang berpendidikan SMA, lalu kemudian SD dan selanjutnya kualifikasi perguruan tinggi dengan jumlah pengangguran secara total



69



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



sebesar 1.143 orang. Angka pengangguran tersebut jika dilihat dari dua jenis pendidikan yang tertinggi yang dimiliki oleh angkatan kerja Kabupaten Kolaka Utara sebesar 729 orang, hal ini secara kualifikasi pendidikan dan kuantitas dari angka pengangguran terhadap angkatan kerja, sesungguhnya dapat dimanfaatkan dan menjadi peluang bagi penyerapan tenaga kerja lokal oleh pihak yang ingin mendirikan aktivitas usaha di kabupaten Kolaka Utara yang berskala industri menengah dan besar, seperti rencana pembangunan pabrik/smelter nikel cobalt sulfate kedepan nantinya.



Rencana Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan Kebutuhan Sumber daya manusia secara teknis operasional bagi perusahaan smelter yang memproduksi nikel cobalt sulfate, dapat di analisis melalui kebutuhan struktur organisasi perusahaan yang mendasar sebagai syarat beroperasinya industri smelter yang menggunakan teknologi HPAL. Beberapa kebutuhan organisasi yang mendasar terhadap sumber daya manusia adalah kebutuhan sumber daya manusia pada proses plant, persiapan material/bahan baku, manajemen dan administrasi, Laboratorium dan pengujian, keamanan, logistik, dan dapat ditambahkan dengan divisi lainnya yang dianggap perlu oleh perusahaan. Dari asumsi kebutuhan struktur organisasi tersebut untuk smelter dengan menggunakan teknologi HPAL untuk memproduksi Nickel Cobalt Sulfate membutuhkan sumber daya manusia sekitar 700 sampai dengan 800 orang yang mengisi setiap level fungsional dalam organisasi/perusahaan. Jika angka kebutuhan SDM yang ada sebetulnya perusahaan cukup terbantu dengan adanya sumber daya yang tersedia di lokal kabupaten Kolaka Utara dengan kapasitas pendidikan yang relatif terbatas khususnya jika untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang memiliki keahlian spesifik dalam penanganan teknis operasional mesin produksi, namun demikian kapasitas SDM sesungguhnya dapat di tingkatkan melalui training atau pendidikan vokasi secara khusus.



Aspek Dampak Lingkungan Kegiatan Eksplorasi Pada daerah yang akan dieksplorasi atau ditambang, pertama-tama perlu dilakukan pembukaan lahan (dapat berupa hutan, ladang, atau area lainnya), pemotongan pohon (jika ada), dan pengupasan serta pemindahan tanah. Untuk memperoleh bahan ekonomis (bijih mineral/batubara), dilakukan pemindahan batuan



70



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



penutup, yang jika diperlukan, diawali dengan kegiatan peledakan batuan penutup tersebut. Setelah batuan penutup dipindahkan dan ditimbun di daerah penimbunan, selanjutnya dilakukan penggalian mineral atau batubara. Pemrosesan mineral dan/atau batubara diperlukan untuk memurnikan sumber daya tersebut sebelum dipasarkan. Pemrosesan batubara relatif lebih sederhana, yang umumnya hanya berupa pencucian dan/atau peremukan menjadi ukuran tertentu. Sedangkan untuk mineral, proses lebih kompleks dengan melibatkan unit pemrosesan, mesin, bahan kimia pendukung proses pengolahan, energi yang besar, dan sebagainya. Berdasarkan pada proses tersebut, dampak terhadap lingkungan yang timbul akibat kegiatan pertambangan secara umum antara lain adalah: -



penurunan kualitas habitat akibat pembukaan lahan dan perubahan bentang alam,



-



terganggunya flora dan fauna,



-



terjadinya erosi dan sedimentasi,



-



penurunan kualitas air, seperti terjadinya kekeruhan air yang tinggi, air asam tambang, dan terlarutnya logam berat,



-



debu, getaran, dan kebisingan,



-



kontaminasi limbah B3,



-



dan beberapa dampak lainnya.



Operasi tambang terbuka akan selalu merubah bentang alam dan aliran air permukaan sehingga diperlukan sebuah upaya komprehensif, yaitu rehabilitasi lahan bekas tambang secara progresif untuk mengelola lahan dan air dengan baik. Contoh yang nyata terjadi dengan perubahan bentang alam adalah timbulnya lubang-lubang bekas tambang (void). Data dari Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara tahun 2017 menyebutkan, terdapat 45 lubang tambang aktif seluas 4.402 ha, 183 lubang tambang tidak aktif seluas 3.227 ha, dan 24 lubang tambang yang sedang diisi/ditimbun kembali seluas 273 ha. Secara jumlah, lebih banyak lubang tambang yang tidak aktif, yang berarti risiko kejadian berbahaya lebih besar, yang bisa disebabkan oleh pengawasan dan pengamanan yang tidak intensif dan tidak memadai. Selain itu, telah sering dimuat di media cetak dan elektronik mengenai dampak kegiatan pertambangan terhadap lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat. Juga dalam bentuk buku, seperti buku



71



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



yang menyoroti perihal penutupan tambang, dan konflik pertambangan, isu lingkungan, dan lainnya. Hal-hal seperti ini penting untuk disikapi secara bijaksana, baik oleh pelaku usaha pertambangan maupun pemerintah. Perlu sebuah perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pertambangan yang baik untuk menghindari/meminimalkan dampak lingkungan yang besar, seperti lanskap yang tidak beraturan, bahkan lubang tambang, erosi dan sedimentasi yang tinggi, kesuburan tanah yang rendah tidak layak untuk budidaya, produksi air asam tambang yang dapat berlangsung hingga ratusan tahun sehingga dapat mematikan biota di perairan umum. Disamping itu, setelah usaha penambangan berakhir, kota-kota yang semula ramai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi berangsur-angsur akan menjadi kota-kota mati. Sebagaimana lazimnya sebuah industri, penilaian potensi dan besaran dampak lingkungan dari sebuah kegiatan, termasuk kegiatan pengelolaan dan pemantauan dampak, wajib untuk dikaji yang kemudian dituangkan dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan/atau Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL). Dokumen tersebut, beserta dokumen-dokumen teknis lainnya seperti Rencana Reklamasi dan Rencana pasca tambang disusun untuk memastikan kegiatan pertambangan dilakukan dengan memperhatikan pengelolaan lingkungan secara bertanggung jawab yang berkesinambungan.



Rencana Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan Secara umum terdapat 4 lingkup kegiatan penting dalam pengelolaan lingkungan pertambangan, yaitu: - pengelolaan dan pemantauan kualitas air, - pengelolaan dan pemantauan kualitas udara, - pengelolaan tanah, reklamasi, dan keanekaragaman hayati, - pengelolaan sampah, bahan berbahaya dan beracun (B3), dan limbah B3. Pelaksanaan kegiatan penting tersebut perlu diatur dalam sebuah sistem manajemen pengelolaan dan pemantauan, termasuk aspek kepatuhan terhadap izin/peraturan/ standar yang diperlukan untuk kegiatan tersebut. Terdapat 3 (tiga) aspek penting pengelolaan lingkungan yang saling bersinergi selama operasi pertambangan berlangsung, yaitu: praktik, sistem manajemen, dan perizinan.



72



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Hubungan ketiga aspek tersebut dapat digambarkan oleh skema seperti pada Gambar 4.16.



Gambar 4.16 Upaya Pemenuhan Perusahaan Berdasarkan Waktu Operasi



Seiring dengan berjalannya waktu, perusahaan seharusnya terus memfokuskan pada perbaikan sistem manajemen lingkungan dan praktik pertambangan terbaik, dimana kedua kegiatan ini dapat saling membantu untuk memastikan keseluruhan upaya operasional berjalan dengan baik. Perusahaan dapat menetapkan target pencapaian seperti PROPER “Hijau” atau “Emas” dan sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001. Hasil dari pencapaian target tersebut akan memudahkan proses perizinan lingkungan yang diperlukan, baik perizinan baru, perpanjangan, atau revisi, termasuk proses Adendum atau Revisi dokumen AMDAL yang kerap terjadi pada kegiatan pertambangan, seiring dengan terjadinya perubahan/temuan cadangan batubara atau mineral, atau adanya kegiatan lain. Bagi perusahaan pertambangan yang juga melibatkan penanaman modal asing dimana dana berasal dari sindikasi perbankan internasional, penerapan standar lingkungan internasional seperti standar dari International Finance Corporation (IFC) seringkali diwajibkan untuk dipatuhi. Peraturan dasar dari kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah UU No. 32/2009, yang menyebutkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah ‘upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya



73



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum’. Selanjutnya terkait dengan kegiatan yang berpotensi menghasilkan pencemaran pada lingkungan, ditetapkan definisi pencemaran lingkungan adalah sebagai ‘masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan’ (Pasal 1 Angka 14). Baku mutu lingkungan hidup yang dimaksud adalah baku mutu air, baku mutu air limbah, baku mutu air laut, baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, baku mutu gangguan, dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi (Pasal 20). Dari dua definisi tersebut, terdapat ketentuan pidana bagi yang melanggarnya.



Kondisi dan Rencana Lokasi Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Nikel Infrastruktur Penunjang Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Nikel Secara umum gambaran infrastruktur penunjang kegiatan pertambangan di Kabupaten Kolaka Utara terbagi menjadi 2 (dua) yaitu transportasi dan komunikasi. Dimana pada infrastruktur transportasi di dalamnya terdapat jalan raya, angkutan laut dan angkutan udara, sedangkan untuk komunikasi yaitu pos dan jaringan telekomunikasi. 1) Jalan Raya Total panjang jalan di Kabupaten Kolaka Utara pada tahun 2019 mencapai 729,54 km. Dilihat dari jenis permukaan maka keseluruhan jalan tersebut telah mengalami proses pengaspalan. Dimulai dari hampir perbatasan Kolaka-Kolaka Utara sampai dengan perbatasan Kolaka UtaraLuwu Timur. Sedangkan jalan untuk menuju ke daerah kawasan strategis kondisi jalannya baik meski belum teraspal tetapi ada juga yang masih dalam proses pengerasan (Gambar 4.17).



74



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.17 Jalan Pengerasan Pada Kabupaten Kolaka Utara



2) Angkutan Laut Sarana penghubung yang lazim digunakan untuk mencapai Ibukota Kabupaten Kolaka Utara (Lasusua) dari kecamatan yang lain, selain menggunakan transportasi darat juga dapat ditempuh dengan kendaraan air (kapal kayu, speed boat, long boat, ferry dan kapal PELNI) (Gambar 4.18). Kabupaten Kolaka



Utara mempunyai pelabuhan digunakan untuk



Gambar 4.18 Dermaga Pelabuhan di Kabupaten Kolaka Utara



75



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



menghubungkan Kabupaten Kolaka Utara dengan beberapa kota yang ada di Sulawesi Selatan. 3) Pos dan Telekomunikasi Pada tahun 2019 di Kabupaten Kolaka Utara hanya terdapat 2 kantor POS pembantu, 1 unit terletak Lasusua dan 1 lagi terletak di Ngapa (Gambar 4.19). Sedangkan sambungan induk telekomunikasi dari TELKOM terdapat di semua kecamatan. Terdapat beberapa kendala untuk daerah pedalaman selain sulitnya sarana transportasi dan juga keterbatasan sarana komunikasi.



Gambar 4.19 Salah Satu Kantor POS Pembantu di Kabupaten Kolaka Utara



4) Jarak Terhadap Lokasi Potensi Sumber Daya Mineral Perhitungan jarak lokasi potensi sumber daya mineral dilakukan berdasarkan jarak stockpile IUP terhadap kawasan PKIP. Lokasi terjauh adalah IUP Blok Sua-sua dan Putra Dermawan Pratama dengan jarak ± 63 mil laut dan lokasi terdekat adalah IUP Alam Indah Mitra Nugraha dengan jarak ± 14 mil laut (Gambar 4.20 & Tabel 4.9).



76



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.20 Stockpile salah satu IUP di Kabupaten Kolaka Utara Tabel 4.9 Jarak Stockpile IUP terhadap Rencana Lokasi Smelter No.



Jarak (Mil Laut)



Nama IUP



1



14,66



Kurnia Mining Resources



2



13,81



Tambang Mineral Maju



3



3,01



Alam Mitra Indah Nugraha



4



14,52



Tambang Mineral Maju



5



14,56



Tambang Mineral Maju



6



14,20



Kurnia Mining Resources



7



14,19



Kurnia Mining Resources



8



15,86



WIUPK Blok Latao (Eks Vale)



9



17,37



WIUPK Blok Latao (Eks Vale)



10



63,51



WIUPK Blok Sua Sua (Eks Vale)



11



63,07



WIUPK Blok Sua Sua (Eks Vale)



12



63,18



Putra Dermawan Pratama



13



63,34



WIUPK Blok Sua Sua (Eks Vale)



14



63,54



WIUPK Blok Sua Sua (Eks Vale)



77



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



5) Jarak Terhadap Lokasi Ketersediaan Sumber Daya Pendukung Kawasan strategis yang akan dibangun sangat didukung dengan adanya sumber daya yang ada di sekitar wilayah tersebut. Dimana setiap sumber daya pendukung ini akan dijadikan penopang bagi pengembangan kawasan strategis tersebut. Ketersediaan sumber daya pendukung seperti PLTA, PDAM dan PLN dibutuhkan untuk melengkapi sarana dan prasarana untuk daerah di dalam lokasi rencana smelter. Maka jarak antara sumber daya pendukung dengan lokasi smelter merupakan hal yang perlu diketahui. Berikut ini beberapa sumber daya pendukung dan jaraknya terhadap lokasi rencana smelter (Tabel 4.10). Tabel 4.10 Jarak sumber daya pendukung terhadap lokasi rencana kawasan smelter (PKIP) No.



Jarak (Km)



Sumber daya pendukung



1



12,90 km



PLTS Bahari



2



20,65 km



PLTA Loka



3



52,34 km



PLTA Sarambu



4



64,14 km



PLTA Lapai



5



52,34 km



PLTA Sarambu Dan Penampung Air



6



51,63 km



PDAM



7



54,26 km



PLN



8



63,22 km



PLN



9



68,47 km



PDAM



10



110,41 km



Penampungan Air Bah PDAM



11



130,35 km



SPBU Wawo



12



44,72 km



PDAM



13



67,58 km



PLN



14



71,02 km



PDAM



15



94,48 km



KANTOR POS



16



97,56 km



SPBU Watulu



17



42,9 mil laut



Pelabuhan Tobaku



18



18,6 mil laut



Pelabuhan Katoi



Jenis sumber daya pendukung yang terdekat dengan lokasi kawasan strategis adalah PLTS Bahari yang berjarak 12,90 Km yang mana ini dapat



78



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



digunakan sebagai sumber listrik masyarakat di sekitar smelter nantinya, PLTA Loka dengan jarak 20.65 Km yang dapat mendukung aktivitas masyarakat yang berada di dalam kawasan smelter, kegiatan instrumentasi mekanik berupa workshop/bengkel yang ada di sekitar smelter. Namun sampai saat ini suplai listrik ke Kolaka Utara berasal PLTA Poso yang mempunyai kapasitas 515 MW. 6) Fasilitas Penimbun Untuk Bahan Baku dan Produk Industri Suatu kawasan strategis smelter tentunya akan sangat membutuhkan material berupa ore yang berasal dari baik stockpile yang ada di sekitar Kabupaten Kolaka Utara maupun yang jauh dari Kabupaten Kolaka Utara. Maka adanya pendirian suatu smelter juga sangat tergantung dari jarak yang akan ditempuh pada saat melakukan distribusi material ore. Pengangkutan material bahan baku dari stockpile menuju rencana lokasi smelter menggunakan



sarana



angkutan



laut



sehingga



perhitungan



jarak



menggunakan mil laut (Tabel 4.11). Tabel 4.11 Jarak Fasilitas Penimbun di Kabupaten Kolaka Utara No.



Jarak (Mil Laut)



Nama IUP



1



14,66



Kurnia Mining Resources



2



13,81



Tambang Mineral Maju



3



3,01



Alam Mitra Indah Nugraha



4



14,52



Tambang Mineral Maju



5



14,56



Tambang Mineral Maju



6



14,20



Kurnia Mining Resources



7



14,19



Kurnia Mining Resources



8



15,86



WIUPK Blok Latao (Eks Vale)



9



17,37



WIUPK Blok Latao (Eks Vale)



10



63,51



WIUPK Blok Sua Sua (Eks Vale)



11



63,07



WIUPK Blok Sua Sua (Eks Vale)



12



63,18



Putra Dermawan Pratama



13



63,34



WIUPK Blok Sua Sua (Eks Vale)



14



63,54



WIUPK Blok Sua Sua (Eks Vale)



Stockpile yang tertera pada tabel 4.9 adalah IUP yang melakukan aktivitas



79



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



penambangan sampai dengan November 2020, dapat ketahui bahwa stockpile PT. Alam Mitra Indah Nugraha adalah yang terdekat dengan jarak 3 mil terhadap rencana kawasan strategis smelter dan stockpile WIUPK Blok Sua-Sua terjauh dengan jarak kurang lebih 63 mil dari lokasi rencana kawasan strategis (Gambar 4.21).



80



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.21 Peta Sebaran Stockpile di Kabupaten Kolaka Utara



81



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



7) Fasilitas Perairan (Water Pond dan Settling Pond) Fasilitas perairan berupa settling pond atau water pond berfungsi sebagai tempat menampung air tambang sekaligus untuk mengendapkan partikel-partikel padatan yang ikut bersama air dari lokasi penambangan, kolam pengendapan ini dibuat dari lokasi terendah dari suatu daerah penambangan, sehingga air akan masuk ke settling pond secara alami dan selanjutnya dialirkan ke sungai melalui saluran pembuangan. Dengan adanya settling pond, diharapkan air yang keluar dari daerah penambangan sudah bersih dari partikel padatan sehingga tidak menimbulkan kekeruhan pada sungai atau laut sebagai tempat pembuangan akhir. Selain itu juga tidak menimbulkan pendangkalan sungai akibat dari partikel padatan yang terbawa bersama air. Pertambangan merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan. Salah satu dampak dari proses penambangan adalah timbulnya air asam tambang. Timbulnya air asam tambang memiliki dampak yang besar bagi kelestarian lingkungan maupun masyarakat sekitar baik secara langsung maupun tak langsung. Pembentukan air asam tambang dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu air, udara dan material yang mengandung mineral-mineral sulfida (Nurisman dkk, 2012). Pada sistem tambang terbuka sangat berpotensi terbentuk air asam tambang karena sifatnya berhubungan langsung dengan udara bebas sehingga faktor-faktor yang dapat membentuk air asam tambang akan semakin mudah bereaksi. Dari beberapa lokasi IUP yang akan menjadi suplai material ke smelter tidak dijumpai adanya settling pond atau water pond. Tetapi di lokasi yang masuk dalam luas rencana kawasan smelter telah mencukupi untuk lokasi pembuatan settling pond ini. 8) Fasilitas Penampung Limbah Industri (Waste Dump) Penampungan limbah (waste disposal/waste dump) merupakan daerah yang khusus disediakan untuk menampung buangan tanah penutup atau limbah pada kegiatan penambangan bahan galian. Dimana dalam pembuatan smelter akan sangat membutuhkan waste-dump untuk lebih



82



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan dan merupakan salah satu proses penerapan good mining practice di kawasan pertambangan. Di sekitar lokasi rencana pembangunan smelter tidak ditemukan adanya fasilitas waste-dump, oleh karena itu, diharapkan di dalam area smelter nantinya disediakan area untuk kepentingan tersebut. 9) Fasilitas Pembangkit Listrik dan Komunikasi Kabupaten Kolaka Utara sampai saat ini telah memperoleh akses penerangan yang baik dan menyeluruh di setiap daerah. Dimana setiap daerah sudah terakses dengan PLN, PLTS, PLTMH, dan masih ada yang menggunakan genset yang terdapat dalam Peta Utilitas kawasan rencana smelter (Tabel 4.12). Tabel 4.12 Daya Terpasang, Produksi, dan Distribusi Listrik PT. PLN (Persero) pada Cabang/Ranting PLN Menurut Kecamatan di (Persero) pada Cabang/Ranting PLN Menurut Kecamatan di Kolaka Utara



No.



Kecamatan



Produksi



Listrik



Listrik



Terjual



(Kwh)



(KWh)



Susut/Hilang



Jumlah



(KWh)



Pelanggan



Sumber Penerangan Listrik



1



Ranteangin



1.626,83



1.496,12



130,71



1.361



PLN



2



Lambai



1.671,06



1.536,79



134,27



1.398



PLN,PLTMH



3



Wawo



2.269,91



2.087,53



182,38



1.899



PLN



4



Lasusua



7.639,30



7.025,50



613,80



6.391



PLN, PLTS Pemda, PLTMH, Genset



5



Katoi



2.519,73



2.317,28



202,45



2.108



PLN, PLTS



6



Kodeoha



2.987,11



2.747,10



240,01



2.499



PLN, PLTS Pemda, PLTMH



7



Tiwu



1.133,17



1.042,12



91,05



948



PLN, PLTS Pemda, PLTMH



8



Ngapa



3.777,21



3.473,72



303,49



3.160



PLN, PLTS Pemda, PLTMH



9



Watunohu



1.945,98



1.789,62



156,36



1.628



PLN, PLTS



10



Pakue



2.858,01



2.628,31



229,64



2.391



PLN, PLTS



11



Pakue Utara



1.929,25



1.774,23



155,01



1.614



PLN, PLTS



83



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



No.



Kecamatan



Produksi



Listrik



Listrik



Terjual



(Kwh)



(KWh)



Susut/Hilang



Jumlah



(KWh)



Pelanggan



Sumber Penerangan Listrik



Pakue 12



Tengah



2.038,02



1.874,27



163,75



1.705



PLN, PLTS



13



Batu Putih



2.954,80



2.717,42



237,41



2.472



PLN, PLTS



14



Porehu



920,39



846,45



73,95



770



PLN, PLTS



15



Tolala



412,39



379,25



33,13



345



PLN, Genset



Kolaka Utara



36.683,15



33.735,71



2.947,40



30.689



Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dengan kekuatan 500 kV (Gambar 4.22) yang ditujukan untuk menyalurkan energi listrik dari pusatpusat pembangkit yang jaraknya jauh menuju pusat-pusat beban sehingga energi listrik bisa disalurkan dengan efisien (Gambar 4.23).



Gambar 4.22 Salah Satu Saluran Udara Ekstra Tinggi (SUTET) yang ada di Kabupaten Kolaka Utara



Sedangkan untuk akses komunikasi di Kabupaten Kolaka Utara, terdapat dua Kantor Pos dan Giro yang dapat dimanfaatkan dan diakses dengan mudah oleh seluruh masyarakat yaitu satu berada di Kecamatan Ngapa dan satu berada di Kecamatan Lasusua sebagai ibu kota kabupaten.



84



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Serta jaringan akses telepon seluler dan internet di Kabupaten Kolaka Utara terus dikembangkan agar dapat menjangkau semua daerah yang ada.



Gambar 4.23 Foto Jaringan Jalan dan Listrik Kabupaten Kolaka Utara



10) Fasilitas Stasiun Bahan Bakar, Pompa Air, dan Instrumentasi Mekanik Tidak dijumpai adanya stasiun bahan bakar, pompa air dan instrumen mekanik di lokasi penelitian. Tetapi ada beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) khususnya di Kolaka Utara. Kuota premium di Kabupaten Kolaka Utara adalah 9.625 kilo liter namun hingga Oktober 2020 kuota premium yang terpenuhi sebesar 4.830 kiloliter (pertamina.com). Hingga saat ini Kolaka Utara mempunyai dua SPBU di Lasusua yang digunakan sebagai penyuplai terbesar kebutuhan masyarakat Kolaka Utara.



85



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.24 Peta Infrastruktur dan Utilitas Kabupaten Kolaka Utara



86



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



11) Infrastruktur Jalan dan Drainase Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka Utara pada 2019, panjang jalan di wilayah Kabupaten Kolaka Utara mencapai 729,54 km yang terdiri dari Jalan Negara sepanjang 181,71 km, jalan provinsi 50,8 km, dan jalan kabupaten sepanjang 496,94 km (Tabel 4.13). Menurut kondisi jalan, 43,23% dalam kondisi baik. Jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar pada Kantor Samsat Kabupaten Kolaka Utara pada tahun 2019 adalah sebanyak 28.724 kendaraan. Data jaringan jalan didapatkan dari Peta Rupa Bumi Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara Skala 1:50.000, Badan Informasi Geospasial, tahun 2016. Status jaringan jalan yang ada di Kabupaten Kolaka Utara yakni jalan arteri, jalan lokal, jalan lain, dan jalan setapak. Dilihat dari letak geografisnya, wilayah Kabupaten Kolaka Utara ini memiliki prospek pengembangan yang sangat strategis, karena selain berada pada jalur lintasan ekonomi regional (Jalan Trans Sulawesi/Jalan Nasional) juga berbatasan langsung dengan wilayah Sulawesi Selatan yang merupakan wilayah paling berkembang dan menjadi barometer kemajuan di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Untuk wilayah Kabupaten Kolaka Utara ini akses terhadap wilayah Sulawesi Selatan dapat dicapai melalui dua alternatif moda transportasi, yaitu melalui jalur darat (Jalan Trans Sulawesi) dan jalur laut melalui Pelabuhan Tobaku di Lasusua dan Pelabuhan Sapoiha (Lapai) ke Pelabuhan Siwa di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan. Kondisi yang berkembang saat ini menunjukkan kecenderungan bahwa intensitas pergerakan (barang maupun orang) ke wilayah Utara (Sulawesi Selatan) jauh lebih tinggi dibanding ke wilayah Selatan (Kendari). Aspek transportasi merupakan salah aspek yang sangat menentukan dalam perkembangan suatu kawasan. Karakteristik transportasi suatu wilayah akan memperlihatkan tingkat aksesibilitas di kawasan tersebut. Beberapa aspek yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan transportasi adalah kondisi jaringan jalan, pelayanan kendaraan angkutan umum, dan prasarana transportasi lainnya. Kondisi jaringan jalan di Kecamatan Lasusua saat ini pada umumnya sudah baik. Akan tetapi masih ada jalan yang rusak yaitu jalan yang menghubungkan Kecamatan Lasusua dengan



87



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Kecamatan Lambai dan Kecamatan Lasusua dengan Kecamatan Katoi. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan peningkatan akses jalan untuk mendukung pengembangan wilayah dan jalur transportasi yang baik di Kecamatan Lasusua. Tabel 4.13 Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan dan Pemerintahan yang Berwenang Mengelolanya di Kabupaten Kolaka Utara (km) Pemerintah yang berwenang No.



mengelola



Keadaan



Jumlah



Negara



Provinsi



Kab/Kota



1



Baik



109,11



35,20



153,27



297,58



2



Sedang



58,80



12,00



20,49



91,29



3



Rusak



11,10



0,80



68,39



80,29



2,70



2,80



254,79



260,29



181,71



50,80



496,94



729,45



Rusak 4



Berat Jumlah



Gambar 4.25 Foto Jaringan Jalan Utama Poros Tolala- Malili Kabupaten Kolaka Utara



88



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.26 Peta Aksesibilitas dan Jaringan Jalan di Kolaka Utara



89



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.27 Foto Pembangunan Infrastruktur Jalan di Desa Lawaki Jaya Kabupaten Kolaka Utara



12) Infrastruktur Dermaga



Kabupaten Kolaka Utara telah memiliki dua pelabuhan utama yang dijadikan sebagai salah satu jalur transportasi lintas provinsi yang terletak di daerah Katoi dan Daerah Tobaku. Dimana jenis dermaga yang ada di Kabupaten Kolaka Utara adalah dermaga Marina yaitu dermaga yang dikhususkan untuk kapal penumpang feri dan speed boat dan juga bagi kapal pembawa logistik.



Gambar 4.28 Foto Pintu Masuk Pelabuhan Ferry Tobaku Penyeberangan Kolaka Utara-Siwa



90



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.29 Foto Pelabuhan Ferry Katoi Kolaka Utara



13) Fasilitas Perumahan dan perkantoran Kawasan Industri adalah suatu tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009, tujuan pembangunan kawasan industri adalah salah satunya



untuk



mengendalikan



pemanfaatan



ruang.



Dalam



rangka



mempercepat pertumbuhan industri, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, ekspor dan pemenuhan fasilitas-fasilitas serta kemudahankemudahan, Pemerintah menetapkan Keppres No. 41 tahun 1996 tentang kawasan industri. Tujuan upaya tersebut untuk menunjang iklim usaha dan investasi pada kawasan industri yang efisien, produktif dan berdaya saing, serta meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. Pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana sangat dibutuhkan di Kabupaten Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Dimana konstruksi tersebut adalah hal yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dapat berupa jalan, tempat tinggal, gedung perkantoran, jembatan, dan sebagainya. Dimana di sekitar lokasi rencana smelter telah ada bangunan-bangunan yang



91



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



eksisting dapat menopang sentra industri pertambangan nantinya. Begitu juga pada daerah rencana smelter tersedia lahan untuk pembangunan yang berkelanjutan khususnya perumahan dan perkantoran. Baik itu yang akan digunakan oleh para pekerja nantinya ataupun masyarakat yang ada di sekitar wilayah smelter. Jarak fasilitas perumahan dan perkantoran yang ada dengan lokasi rencana pembangunan smelter dapat dilihat pada Tabel 4.14). Tabel 4.14 Jarak antara fasilitas perumahan dan perkantoran terhadap rencana lokasi smelter No.



Jarak (Km)



Nama Kantor



1



11,84



Kantor Camat Tolala



2



28,96



Kantor Kehutanan Desa Lelewao



3



35,32



Kantor Camat Batu Putih



4



32,89



Kepolisian Sektor Batu Putih



5



34,98



Kantor Camat Pakue Utara



6



40,01



Kantor Camat Pakue Tengah



7



55,00



Kantor Camat Pakue



8



56,38



Polisi Hutan Desa Lalume



9



56,89



Kepolisian Resor Kolaka



10



66,33



Kantor Camat Ngapa



11



71,57



Kepolisian Sektor Ngapa



12



71,53



Kantor Camat Watunohu



13



68,91



Kantor Camat Tiwu



14



83,93



Kantor Camat Kodeoha



15



100,45



Kantor Bupati Kolaka Utara



16



82,13



Kantor Camat Katoi



17



97,84



Kantor DPRD Kabupaten Kolaka Utara



18



95,65



Badan Perencanaan Pembangunan Daerah



19



98,94



Kepolisian Sektor Lasusua



20



101,77



Kantor Camat Lasusua



21



102,58



Kepolisian Resor Kolaka Utara



22



101,52



Kantor Camat Lambai



23



125,83



Kantor Camat Ranteangin



24



136,87



Kantor Camat Wawo



92



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Kondisi Geografis, Iklim, Cuaca dan Kegempaan Kolaka Utara merupakan kabupaten yang berada di bagian Utara Provinsi Sulawesi Tenggara yang secara definitif menjadi Daerah Tingkat II berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bombana, Wakatobi, Kolaka Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara, yang secara astronomis kabupaten ini terletak di antara 02°45’ dan 04°00’ Lintang Selatan dan 120°45’ dan 121°30’ Bujur Timur. Luas wilayah Kolaka Utara adalah 3.391,62 km2 atau 8,91% dari total luas daratan Provinsi Sulawesi Tenggara. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut (Gambar 4.30) :  Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu Timur (Provinsi Sulawesi Selatan)  Sebelah Timur berbatasan dengan Kolaka Utara dan Kabupaten Kolaka  Sebelah Barat berbatasan dengan Perairan Teluk Bone  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kolaka dan Perairan Teluk Bone Penduduk Kabupaten Kolaka Utara berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2018 sebanyak 147.863 jiwa yang terdiri atas 76.299 jiwa penduduk laki-laki dan 71.564 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2017, penduduk Kolaka Utara mengalami pertumbuhan sebesar 2,2%. Kondisi topografi di Kolaka Utara umumnya merupakan daerah pegunungan dan perbukitan, tetapi juga memiliki perairan laut yang sangat luas sepanjang pantai timur Teluk Bone yang diperkirakan mencapai ± 12.376 km2 serta beberapa sungai yang tersebar pada 15 kecamatan dan 133 desa/kelurahan. Kecamatan Porehu adalah kecamatan terluas di Kabupaten Kolaka Utara, luas Kecamatan Porehu tercatat sekitar 64.723,00 Ha (647,23 km2) atau sekitar 19,08% dari luas Kabupaten Kolaka Utara, menyusul kemudian Kecamatan Batu Putih 37.495,00 Ha (374,95 km2) dan Pakue 31.325,00 Ha (313,25 km2) dengan luas masing-masing sekitar 11,06% dan 9,24% dari total luas Kabupaten Kolaka Utara. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Tiwu dengan luas kurang lebih 8.192,00 Ha (81,92 Km2) atau hanya sekitar 2,42%.



93



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Khusus untuk Kecamatan Tolala dimana kecamatan ini adalah lokasi yang menempati daerah yang paling luas untuk pengembangan kawasan smelter yaitu seluas 183,58 km2. (5,41%) dari total keseluruhan Kabupaten Kolaka Utara. Kondisi Iklim Musim di Kabupaten Kolaka Utara umumnya sama seperti di daerah lainnya di Indonesia, mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau yang dipengaruhi dua jenis angin muson. Musim hujan terjadi akibat adanya angin muson barat yang bertiup dari Samudra Hindia yang mengandung banyak uap air. Curah hujan yang terjadi cukup tinggi dan hampir merata setiap bulannya, sehingga Kabupaten Kolaka Utara memiliki wilayah yang subur. Dengan rata-rata suhu udara 29,65oC dan rata- rata kelembaban udara 71,06%. Kondisi ini juga dijumpai pada rencana Perkembangan Kawasan Industri Pertambangan (PKIP) secara keseluruhan. Kondisi Cuaca Data curah hujan didapatkan dari BMKG pada tahun 2019. Metode yang digunakan untuk pembuatan peta curah hujan di Kabupaten Kolaka Utara yakni Metode IDW (Inverse Distance Weighted). Berdasarkan peta tersebut, diketahui bahwa Kecamatan Kolaka Utara memiliki rentangan klasifikasi curah hujan dari 06000 mm dan 6001-12000 mm. Sedangkan jumlah hari hujan tertinggi adalah pada bulan Maret dengan 20 hari hujan dan bulan April dengan 21 hari hujan. Jumlah hari hujan terendah pada bulan September 3 hari hujan dan bulan November 1 hari hujan (Tabel 4.15) Curah hujan dipengaruhi oleh perbedaan iklim, orografi, dan perputaran arus udara sehingga menimbulkan perbedaan curah hujan setiap bulan. Berikut tabel data curah hujan bulanan tahun 2019 pada stasiun Sangia Ni Bandera, Pomalaa Kolaka terdekat dari Kabupaten Kolaka Utara.



94



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.30 Peta Administrasi Kabupaten Kolaka Utara



95



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Tabel 4.15 Pengamatan Unsur Iklim Menurut Bulan di Stasiun Meteorologi Sangia Ni Bandera, 2019



Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember



Kecepatan Angin (m/sec)



Jumlah Curah Hujan (mm)



Jumlah Hari Hujan (hari)



Penyinaran Matahari (%)



Min.



152 231 146 264 209 253 45 54 7 75 0 137



16 12 20 21 15 16 11 7 3 9 1 17



4,69 4,60 5,05 4,62 5,59 4,04 6,03 7,79 8,85 7,85 8,83 6,55



CALM CALM CALM CALM CALM CALM CALM CALM CALM CALM CALM CALM



Ratarata 2,2 1,6 1,8 1,2 1,7 1,9 3,3 3,7 4,4 3,6 3,5 3,1



Mak. 13 15 13 8 20 12 14 11 12 12 13 11



Tekanan Udara (mb) Min. 1.006,7 1.008,2 1.007,9 1.007,1 1.008,6 1.007,2 1.009,4 1.010,1 1.011,1 1.008,0 1.008,3 1.007,4



Ratarata 1.009,4 1.011,1 1.009,7 1.009,6 1.010,5 1.010,4 1.011,8 1.012,1 1.012,6 1.010,5 1.009,8 1.009,2



Mak. 1.012,5 1.013,3 1.012,7 1.011,3 1012,2 1012,5 1014,2 1014,0 1014,2 1012,3 1011,5 1010,3



(Sumber: Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2020)



Curah hujan di Kabupaten Kolaka Utara cukup tinggi bila dibandingkan dengan kabupaten lain di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan pemantauan tingginya curah hujan dan banyaknya hari hujan di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Pomalaa selama tahun 2019. Sedangkan curah hujan paling tinggi juga terjadi pada bulan April yaitu 264 mm dengan jumlah hari hujan 21 hari, serta lama penyinaran 4,62% dan jumlah curah hujan terendah pada bulan November yaitu 0 mm dengan jumlah hari hujan 1 hari dengan lama penyinaran matahari 8,33% Pada tahun 2019 secara keseluruhan tercatat jumlah hari hujan sebanyak 148 hari dengan curah hujan 1573 mm (Gambar 4.30). Dengan kondisi curah hujan, jumlah hari hujan dan lama penyinaran matahari khususnya di lokasi PKIP Laiwoi masih berada di kawasan yang sesuai dengan peruntukan kawasan industri pertambangan. Sedangkan untuk wilayah rencana sebagai kawasan strategis industri pertambangan yaitu Kecamatan Tolala memiliki kondisi cuaca curah hujan 2509,2 mm/tahun, kelembaban rata-rata 78,75% kecepatan angin 2,83 knot dan rata-rata suhu udara 28,13oC.



96



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.31 Peta Curah Hujan Kabupaten Kolaka Utara



97



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambaran Topografi dan Morfologi (menggunakan GIS) Wilayah administrasi Kota Tolala sebagian besar merupakan pegunungan dan bukit yang memanjang dari utara ke selatan di pesisir Pantai Teluk Bone. Dataran rendah berada pada ketinggian rata-rata 2 – 25 meter dari permukaan laut, sedangkan daerah lereng kaki bukit yang mengelilingi Kota Tolala berada pada ketinggian antara 25 – 500 meter dari permukaan laut yang berlahan dari permukaan laut mulai curam dan membentuk bukit di sebelah Utara dan Selatan kota.



Gambar 4.32 Foto Kondisi Topografi Daerah Tolala Kabupaten Kolaka Utara



Pengukuran topografi menggunakan drone DJI Phantom 4 dilengkapi dengan tambahan GPS (Global Positioning System) RTK yang dihubungkan dengan data cors pada stasiun cors Badan Informasi Geospasial terdekat, dengan akurasi horizontal 15 mm + 1 ppm dan akurasi vertikal 50 mm + 1 ppm. Pelaksanaan pengukuran dengan menggunakan drone dilakukan pada ketinggian ± 200 meter dari permukaan laut (mdpl) dengan durasi 15-20 menit sekali terbang. Data koordinat foto udara dengan drone kemudian diolah dengan menggunakan software Geodetik RTK sehingga menghasilkan koordinat akurasi tinggi, lalu diolah dengan software foto udara Agisoft dan menghasilkan foto udara ortho dan Digital Terrain Model (dtm).



98



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.33 Pengambilan data topografi menggunakan dengan menggunakan drone yang ditambah dengan gps RTK (Real Time Kinematik)



Kondisi topografi dapat dilihat pada Gambar 4.34. Data kontur didapatkan dari pengolahan data DEMNAS, Badan Informasi Geospasial dengan interval 25 meter. Berdasarkan peta kontur yang dihasilkan dari DEMNAS, terlihat bahwa kerapatan garis kontur dimulai dari timur ke barat terlihat dari kondisi rapat hingga menjadi berkontur sedang hingga jarang. Kontur permukaan tanah di Kolaka Utara umumnya bergunung dan berbukit yang diakhiri dengan wilayah datar di bagian barat dengan lokasi eksisting tepi pantai (Gambar 4.35). Untuk kondisi topografi daerah rencana smelter berada pada ketinggian 1.5 meter (0-5%) dengan jenis landai sehingga daerah ini cocok untuk dibangun rencana smelter.



99



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.34 Peta Topografi lokasi rencana pembangunan smelter di Kolaka Utara



100



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.35 Blok model 3 dimensi usulan lokasi smelter



Informasi mengenai batimetri sangat penting untuk dasar penelitian, seperti pada dinamika pantai, sebagai operasi kelautan seperti kabel komunikasi bawah laut, atau untuk menyediakan peta navigasi yang akurat untuk keselamatan pelayaran. Salah satu pengukuran penting yang diperlukan untuk menentukan batimetri secara akurat adalah rerata muka air laut atau MSL (Mean Sea Level) yang digunakan sebagai referensi 0 meter dan digunakan juga untuk topografi. Pelabuhan. Sedangkan untuk kawasan perairan yang nantinya akan digunakan sebagai fasilitas pembangunan jetty atau pelabuhan peti kemas di lokasi kawasan rencana strategis. Data yang diperoleh dari peta batimetri (Gambar 4.36) maka lokasi rencana untuk kawasan smelter mempunyai kedalaman -15 sampai -5 meter dimana di kawasan dengan kondisi topografi permukaan yang sangat cocok untuk pembuatan pelabuhan, karena memungkinkan kapal untuk berlabuh dan laju transportasi laut dari dan ke area smelter mudah dan cepat.



101



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.36 Peta Batimetri Lokasi Usulan Smelter di Kecamatan Tolala, Kabupaten Kolaka Utara.



Geologi dan Geoteknik Dalam memperhitungkan aspek geologi dan geoteknik pada daerah rencana pembangunan smelter di kawasan strategis PKIP Laiwoi adalah kondisi kemiringan lereng yang ada di lokasi tersebut. Dimana khusus untuk daerah rencana smelter tingkat kemiringan 0-8 % artinya daerah tersebut masih ada di daerah datar. Meskipun daerah sekitarnya masih ada yang memiliki tingkat kemiringan lereng curam dan sangat curam. Sehingga dianjurkan untuk tidak membangun di lokasi yang dekat dengan daerah tersebut untuk menghindari terjadinya longsor (Gambar 4.37).



102



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.37 Peta Kemiringan lereng Kabupaten Kolaka Utara



103



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Berdasarkan uji konsistensi tanah, jenis tanah podsolik merah kuning dapat diklasifikasikan sebagai lanau dengan nilai batas cair tinggi (MH). Hasil uji pemadatan tanah dengan proses pembasahan didapatkan densitas kering maksimum jenis tanah podsolik merah kuning sebesar 1,13 g/cm3 dan kadar air optimum sebesar 39.07% untuk kedalaman 0-30 cm, densitas kering maksimum sebesar 1,15 g/cm3 dan kadar air optimum sebesar 45,16%. Pengujian dengan hasil uji geser langsung didapatkan nilai maksimum rata-rata kohesi pada jenis tanah podsolik merah kuning dengan kedalaman 0-30 cm adalah 0,985 kgf/cm2 pada kadar air 37,121%, sedangkan sudut geser dalamnya adalah 48.52 derajat pada kadar air 37.121%, Untuk kedalaman 30-60 cm nilai kohesi maksimum rata-rata adalah 0.784 kgf/cm2 dan sudut geser dalamnya adalah 38.10 derajat yang terjadi pada kadar air 36.05 %.



Gambar 4.38 Peta zonasi gempa lokasi pekerjaan (Sumber disadur dan disederhanakan dari SNI 1726-2012)



104



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.39 Peta Kawasan Rawan Bencana Alam Kabupaten Kolaka Utara



105



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gaya gempa umumnya sangat merusak lingkungan hidup maupun bangunan. Oleh sebab itu untuk konstruksi bangunan dibutuhkan perencanaan bangunan tahan gempa untuk mengurangi kerusakan yang dapat terjadi pada bangunan akibat gempa. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Standar Nasional untuk Perencanaan Bangunan Tahan Gempa di Indonesia. Di dalam standar perencanaan Bangunan Tahan Gempa ini kepulauan Indonesia dibagi dalam 10 (sepuluh) zona gempa yang mempunyai nilai “Maximum Peak Ground Acceleration of Bedrock for 500 years period” dan “Earthquake Response Spectrum” secara sendiri - sendiri. Dalam desain struktur bangunan, nilai Maximum Peak Ground Acceleration of Bedrock for 500 years period harus digunakan untuk menghitung efek gempa lokal dan nilai The Maximum Peak Ground Acceleration maupun Response Spectrum pada permukaan tanah yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bangunan. Berdasarkan peta zonasi gempa Indonesia yang diterbitkan oleh kementerian pekerjaan umum lokasi proyek termasuk dalam Zona 8 dengan maximum peak ground acceleration of bedrock untuk periode ulang 500 tahun 0,25-0,5g. Analisis kerawanan bencana pada daerah usulan lokasi pembangunan smelter pada daerah Kolaka Utara menunjukkan bahwa secara keseluruhan daerah tersebut masuk ke dalam zona tidak rawan. Hal ini mendukung dalam perencanaan peletakan area smelter, pembangunan fasilitas penimbunan, fasilitas pelabuhan dan lain-lain yang diperlukan dalam pendirian smelter pada daerah tersebut.



Metode dan Proses Pengolahan dan Pemurnian Mineral Pengolahan dan pemurnian bijih nikel laterit di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1974 dengan dibangunnya pabrik peleburan feronikel di Pomala oleh PT Antam. Kemudian dilanjutkan dengan pembangunan pabrik peleburan nickel matte oleh PT Inco International Indonesia (sekarang PT Vale Indonesia) pada tahun 1978. Setelah lama vakum, pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel laterit dimulai kembali pada tahun 2012 sejak dikeluarkan UU No. 4 tahun 2009. Secara umum, bijih nikel laterit ini dapat diolah menggunakan jalur pirometalurgi, jalur hidrometalurgi dan kombinasi piro-hidrometalurgi (misalnya Proses Caron). Jalur pirometalurgi umumnya digunakan untuk mengolah bijih nikel saprolit dengan



106



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



kandungan nikel > 1,7% dan kandungan besi < 20%, sementara untuk bijih nikel limonit dengan kandungan nikel > 1,0% dan kandungan MgO yang rendah diolah dengan jalur hidrometalurgi. Profil tipikal bijih nikel laterit dan teknologi pengolahannya diperlihatkan pada Gambar 4.40. Perbandingan jumlah nikel yang dihasilkan dari pengolahan bijih nikel laterit berdasarkan teknologi pada tahun 2010 ditunjukkan pada Gambar 4.41. Beberapa tahun lalu, CRU dan AVL memprediksi bahwa pada tahun 2020, teknologi hidrometalurgi akan berkembang lebih baik dibandingkan dengan teknologi pirometalurgi seperti diperlihatkan pada Gambar 4.43. Perkembangan teknologi ini terutama dipicu oleh kebutuhan nikel dan kobalt sulfat untuk kebutuhan baterai pada mobil listrik yang membutuhkan bahan baku nikel dan kobalt sulfat sebagai material katoda dalam baterai tersebut.



Gambar 4.40 Bijih nikel laterit dan teknologi pengolahan & pemurnian (Oxley, Barcza, 2013)



Teknologi pirometalurgi dapat berupa RKEF (Rotary Kiln Electric Furnace /ELKEM), blast furnace, sintering-EF (Electric Furnace) dan Krupp Renn yang menghasilkan produk nickel matte (nikel kelas 1), feronikel, nickel pig iron dan feronikel luppen/spons (nikel kelas 2). Teknologi pirometalurgi pada umumnya mudah dioperasikan dengan perolehan (recovery) logam mencapai lebih dari 90%. Kelemahan proses pirometalurgi adalah kebutuhan energi (listrik dan batubara/minyak) tinggi, lebih sesuai untuk bijih nikel kadar tinggi (>1,7%) dan tidak dapat mengekstraksi kobalt.



107



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Gambar 4.41 Persentase pengolahan bijih nikel laterit berdasarkan teknologi, 2010 (Brooke Hunt



Gambar 4.42 Prediksi persentase pengolahan bijih nikel laterit berdasarkan teknologi pada Tahun 2020 (Oxley, Barcza, 2013)



Teknologi Caron (proses pelindian dengan amonia) digunakan untuk memproses bijih nikel laterit berkadar magnesium dan silikon tinggi. Setelah bijih dikeringkan, oksida nikel dan kobalt direduksi menjadi logam nikel dan logam kobalt pada temperatur 700°C. Sebagian oksida besi juga ikut tereduksi. Logam nikel dan kobalt dilindi dalam larutan amonia. Konsumsi energi tinggi (untuk pengeringan dan reduksi sebelum pelindian) dan perolehan logam yang rendah merupakan kelemahan teknologi ini (perolehan logam nikel 70 – 80%, kobalt 40 – 60%). Teknologi ini sudah tidak dipertimbangkan untuk dibangun pada pabrik-pabrik baru karena kebutuhan energi yang tinggi dan biaya investasinya besar serta memberikan risiko keselamatan dengan penggunaan gas hidrogen sebagai reduktor pada tahap pemanggangan reduksi sebelum leaching.



108



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Teknologi hidrometalurgi merupakan teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah dan memurnikan bijih nikel kadar rendah (bijih nikel limonit). Beberapa contoh teknologi hidrometalurgi adalah HPAL (high pressure acid leaching), AL (atmospheric acid leaching), EPAL (enhanced pressure acid leaching), heap leaching dan beberapa teknologi baru lain yang menghasilkan produk nikel-kobalt sulfida, nikel-kobalt hidroksida, nikelkobalt oksida, logam nikel dan kobalt (produk nikel kelas 1). Teknologi HPAL telah digunakan secara luas untuk memproses bijih nikel limonit berkadar rendah dan mempunyai kelebihan karena prosesnya mempunyai konsumsi reagen pelindi (asam sulfat) yang relatif rendah. Selain itu, teknologi HPAL mempunyai perolehan nikel dan kobalt yang lebih tinggi (sekitar 90%) dibandingkan dengan AL (75 80%). Teknologi HPAL mengekstraksi logam nikel dan logam kobalt dari bijih nikel laterit pada temperatur tinggi (sekitar 250°C) dan tekanan tinggi (sekitar 50 bar) menggunakan reagen pelindi asam sulfat. Pabrik HPAL dibangun secara komersial sejak tahun 1959 di Moa Bay, Kuba. Operasi pabrik HPAL di dunia sejak 1959 hingga 2018 diperlihatkan pada Tabel 4.16. Tabel 4.16 Operasi HPAL di dunia



Lokasi



Tahun



Moa Bay Cawse Murrin Murrin Bulong Coral Bay Ravensthorpe Goro Ambatovy Ramu Taganito Gördes



1959 1998 1999 1999 2005 2007 2010 2012 2012 2013 2014



Bijih nikel (juta ton/tahun) / Kadar Ni (%) 3,4 / 1,30 0,5 / 1,69 4,0 / 1,24 0,6 / 1,70 2,4 / 1,26 2,0 / 1,65 4,0 / 1,50 6,1 / 1,13 3,4 / 1,15 3,4 / 1,25 1,4 / n.a



Desain / (Kt/tahun)



Jumlah auto clave



Temp (°C) / Tekanan (bar)



Konsumsi asam (kg/ton)



37 Ni; 3,7 Co 9 Ni; 2,0 Co 45 Ni; 3,0 Co 10 Ni; 0,9 Co 24 Ni; 1,9 Co 36 Ni; 1,3 Co 60 Ni; 4,5 Co 60 Ni; 5,6 Co 33 Ni; 3,3 Co 36 Ni; 2,6 Co 10 Ni; 0,8 Co



4 1 4 1 2 2 3 5 3 2 1



255 / 45,0 250 / 45,0 255 / 44,5 250 / 40,0 245 / 44,5 250 / 45,0 270 / 56,0 260 / n.a. 255 / 42,0 245 / 44,5 255 / 46,0



260 375 400 518 n.a. 332 355 n.a. 260 n.a. n.a.



(sumber: Global Mining Research, 2018)



109



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Teknologi Pengolahan yang Digunakan Tujuan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel ini adalah untuk mengolah bijih nikel laterit kadar rendah (limonite) dengan Ni cut-off grade lebih besar dari 0,9%. Seperti telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, teknologi yang dipilih dan akan digunakan pada pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel laterit adalah teknologi HPAL (high Pressure Acid Leaching) yaitu teknologi pelindian bijih nikel laterit menggunakan asam sulfat pada tekanan dan temperatur tinggi. Teknologi HPAL mempunyai keunggulan dari sisi perolehan nikel dan kobalt yang lebih tinggi dengan waktu proses yang singkat dan biaya operasi yang rendah. Pabrik HPAL sudah dibangun dan dioperasikan sejak tahun 1959. Walaupun pada perkembangannya, beberapa pabrik tidak beroperasi dengan baik dan juga kurang memberikan profit, akan tetapi pada pabrik yang selesai dibangun oleh Sumitomo di Taganito Filipina pada tahun 2013 dan juga di Ramu Papua Nugini memperlihatkan tingkat kepercayaan yang tinggi pada teknologi ini. Adapun tahapan proses yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan tiga tahapan proses utama yaitu tahap:  Benifisiasi bijih  Proses HPAL untuk menghasilkan produk Ni & Co dalam bentuk MHP  Proses pemurnian MHP menjadi Ni & Co sulfat Proses selengkapnya yang akan diterapkan dalam rangka mengolah dan memurnikan bijih nikel secara HPAL untuk menghasilkan Ni-Co sulfat adalah sebagai berikut: 1. Benefisiasi bijih, 2. Proses HPAL, meliputi: a.



Penyiapan slurry bijih nikel dan pre-heating



b.



High pressure acid leaching (HPAL)



c.



Recycled leaching



d.



Fe/Al removal



e.



Pemisahan solid-liquid dengan CCD



f.



Presipitasi nikel/kobalt hidroksida (MHP)



3. Proses Pemurnian MHP, meliputi:



110



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



a.



Pelarutan kembali MHP



b.



Pemisahan nikel dan kobalt serta impurities dengan ekstraksi pelarut



c.



Kristalisasi nikel sulfat dan kobalt sulfat



d.



Filtrasi produk Ni-sulfat dan cobalt sulfat dan packaging



e.



Netralisasi tailing



Produk akhir yang dihasilkan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel yang dihasilkan adalah berupa nikel sulfat (NiSO4.7H2O) dan kobalt sulfat (CoSO4.7H2O) dengan kadar Ni dan Co masing- masing 21% dan 20%. Produk ini tidak digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja tahan karat tetapi akan dipasarkan sebagai bahan baku untuk pembuatan baterai.



Diagram Alur Proses Rangkaian proses pengolahan dan pemurnian berbasis teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) diilustrasikan dalam diagram alur pada Gambar 4.43.



Gambar 4.43 Diagram Alur Proses High Pressure Acid Leaching (HPAL)



Rancangan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel berbasis teknologi HPAL terbagi dalam operasi-operasi sebagai berikut:



111



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



1.



Kominusi atau pengecilan ukuran dengan tahapan peremukan (crushing) dan penggerusan (grinding). Tujuan utama proses kominusi ini adalah untuk: (1) membebaskan ikatan mineral berharga (bijih nikel) dari pengotornya, (2) menyiapkan ukuran yang sesuai dengan ukuran liberasi bijih nikel dari pengotornya, dan (3) memperbesar luas permukaan bijih nikel untuk mengoptimalkan proses pelindian,



2.



Pembuatan asam sulfat, melalui pembakaran sulfur menghasilkan gas sulfur dioksida (SO2), yang kemudian dioksidasi menggunakan oksigen dan air, menghasilkan asam sulfat dengan konsentrasi sangat tinggi (98 – 99%),



3.



Pelindian (leaching) bijih nikel hasil preparasi dan kominusi dengan menggunakan asam sulfat konsentrat pada temperatur 250°C dan tekanan 40-50 bar, bertujuan untuk: (1) menekan konsumsi asam sulfat berlebih, (2) mempercepat reaksi pelindian, dan (3) mempercepat pengendapan besi terlarut yang berakibat pada alur proses yang lebih sederhana. Proses pelindian berlangsung di dalam autoclave,



4.



Pemisahan material padat dan larutan cair, yang mana logam berharga (nikel dan kobalt) mayoritas berada dalam fase terlarut sementara logam lain (besi, aluminium, dan lainnya) yang tidak diekstraksi berada dalam fase padatan yang terendap di dasar thickener. Material padat (slurry) kemudian dinetralisasi lebih lanjut dan dibersihkan dengan air sebelum disimpan di dalam kolam penampungan. Larutan hasil pelindian kemudian dikirimkan ke tahapan berikutnya menggunakan pipa,



5.



Pemurnian larutan nikel-kobalt dari logam-logam lainnya yang ikut terlarut (aluminium, kromium, tembaga, besi, dan lainnya) dengan proses penetralan pH serta reaksi pengendapan dengan gas H2S, menghasilkan produk berupa mixed sulphide precipitate (MSP) dengan kadar nikel 55-57% dan kobalt 5%,



6.



Pemisahan dan kristalisasi nikel dan kobalt sulfat menghasilkan logam nikel dan kobalt terpisah dalam bentuk sulfat.



112



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



Kriteria Desain dan Kapasitas Pabrik Pabrik HPAL ini dirancang untuk menghasilkan produk akhir berupa presipitat nikel-kobalt sulfida (mixed sulphide precipitate atau disingkat MSP). Pabrik HPAL dan akan terdiri dari unit-unit proses utama berikut: -



Perlakuan slurry (slurry treatment)



-



Pelindian pada tekanan tinggi (high pressure acid leaching)



-



Recycled leaching



-



Fe/Al removal



-



Pemisahan solid-liquid dengan CCD



-



Presipitasi nikel/kobalt hidroksida (MHP)



-



Filtrasi produk MHP dan pemurnian menjadi MSP



-



Netralisasi tailing



Pabrik direncanakan untuk beroperasi selama 7500 jam per tahun dengan skedul



perawatan



(maintenance)



autoclave



dan



peralatan-peralatan



pendukungnya 2x per tahun dengan waktu perawatan selama 15 hari. Kriteria desain proses di pabrik pengolahan disajikan pada Tabel 4.17. Tabel 4.17 Kriteria desain proses di pabrik HPAL



No. 1 1.1



Description



Unit



Data



Slurry tonnage



t/h



3.943



Mass concentration



%



10



Solid content



t/h



395



Temperature



°C



30



Slurry preparation Physical property of limonite ore slurry Inbound ore slurry



a



pH value



Neutral



Particle size b



D100



µm



150



D99



µm



100



D80



µm



26



113



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



No.



Description



Unit



Data



µm



10



Ni



%



1.35



Co



%



0.17



Fe



%



41.15



Mg



%



1.6



Mn



%



0.97



Cr



%



1



Slurry tonnage



t/h



40



Mass concentration



%



30



Solid content



t/h



12



Temperature



°C



30



D60 Content of main metals in slurry solids



c



1.2



Physical property of saprolite ore slurry Inbound ore slurry



a



pH value



Neutral



Particle size



b



D100



µm



150



D99



µm



100



D80



µm



26



D60



µm



10



Ni



%



1.7



Co



%



0.08



Fe



%



16.08



Mg



%



15.98



Mn



%



0.14



Cr



%



0.6



Content of main metals in slurry solids



c



1.3 a



Thickening of feed slurry for HPAL Type of thickener



Deep cone, paste



114



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



No.



Description



Unit



Data



t/(m2.h)



~0.30



t/h



1.037



Mass concentration



%w/w



~38



Slurry temperature



°C



30



%



0.03



g/t.ore



40~60



Treating capacity of deep cone thickener Slurry after thickening b



Slurry tonnage



Flocculant c



Flocculant concentration Flocculant dosage



2



HPAL Slurry preheating



2.1



Configuration



Configuration mode



in series



Number of series



Series



2



Stages per series



Stage



3



Low-temperature slurry preheating a



Source of steam



LP flash steam



Steam temperature



°C



105



Slurry temperature after preheating



°C



95



Medium-temperature slurry preheating b



Source of steam



MP flash steam



Steam temperature



°C



165



Slurry temperature after preheating



°C



155



High-temperature slurry preheating c



2.2



a



Source of steam



HP flash steam



Steam temperature



°C



215



Slurry temperature after preheating



°C



205



HPAL Configuration



Configuration mode Number of series



in series Series



2



115



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



No.



Description Temperature of feed slurry for autoclave



Unit



Data



°C



190~205



min



60



Autoclave Slurry retention time in autoclave b



Type of autoclave Number of autoclave cells



Horizontal Pc



Hemispherical



Type of head c



7



head



HPAL operating condition Operating temperature



d



Normal temperature



°C



255



Maximum temperature



°C



260



Normal pressure



kPa (g)



4.900



Maximum pressure



kPa (g)



5.270



Sulfuric acid concentration



% w/w



98



Acid consumption



kg/t ore



250~320



g/L



~30



Operating pressure



Sulfuric acid consumption



Acid concentration in leached slurry (before flashing) Steam consumption e



Saturated



Steam property Temperature



steam °C



277



Ni



%



95~98



Co



%



~95



Mn



%



60~70



Mg



%



65~70



Al



%



35~40



Leaching rate



f



2.3



Flashing system



116



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



No.



Description



Unit



Type a



Data Flash vessel



Number of series



Series



2



Stages in each series



Stage



3



°C



215



kPa (g)



2.000



°C



165



kPa (g)



590



°C



105



kPa (g)



15



min



~10



Series



1



Reaction time



min



120



Recycled leaching



min



60



Saprolite-ore neutralization



min



240



Limestone neutralization



min



120



Series



1



High-pressure flashing b



Temperature Pressure Medium-pressure flashing



c



Temperature Pressure Low-pressure flashing



d



Temperature Pressure



e



Flash seal tank Slurry retention time



3



Recycled leaching



a



Number of series



b



4



CCD



a



Number of series



b



Counter Current



Method



Decantation



Stages of CCD



Stages



7



Treating capacity of CCD thickener



t/(m2.h)



CCD1 ≥ 0.45 CCD2~7 ≥ 0.45



c



High-density



Type of thickener Average scrub efficiency



thickener %



99



117



PRA-FEASIBILITY STUDY PENYUSUNAN PETA PELUANG INVESTASI PROYEK PRIORITAS STRATEGIS INDUSTRI SMELTER NIKEL SULAWESI TENGGARA



No.



Description



Unit



Scrub ratio (ratio of scrub water to dry solid



Data 2.5:1



weight of underflow)



Solution d



resulted from



Source of Scrub water



acidization of barren solution



e



Solid density of underflow



%



~45



ppm