Presjur Kelompok 1-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS JURNAL KEPERWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH Mata Kuliah :Keperawatan Jiwa Dosen Koordinator : Ns. Siti Kholifah, S.Kep., M.Kep Dosen Pembimbing : Ns. Annisa Ain, S.Kep., M.Kep



Disusun Oleh :Kelompok 1 1. 2. 3. 4. 5. 6.



AHMAD FUADY SYA’ADILLAH AJI SYARIFUDIN DEVI SELVIA P LINAWATI DWI LESTARI RENNY CHANDRA KUMALA VERA MELIDA



P1908069 P1908140 P1908081 P1908100 P1908119 P1908128



PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA SAMARNDA 2020



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, cacat, kelemahan, tapi benar-benar merupakan kondisi positif dan kesejahteraan fisik, mental dan social yang memungkinkan untuk hidup produktif. Manusia adalah mahluk social yang membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya,untuk memenuhi kebutuhan tersebut individu dituntut untuk lebih meningkatkan kinerjanya agar segala kebutuhannya dapat terpenuhi dan tingkat social di masyarakat lebih tinggi, kemudian ini merupakan dambaan setiap manusia. Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan baik positif maupun negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan psikososial seperti bencana dan konflik yang dialami sehingga berdampak sangat besar terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa (keliat, 2011). Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman. (Keliat, 2011). Menurut (Herman, 2011), gangguan jiwa ialah terganggunya kondisi mental atau psikologi seseorang yang dapat dipengaruhi dari faktor diri sendiri dan lingkungan. Halhal yang dapat mempengangaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur, dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang di cintai, rasa permusuhan, hubungan antara manusia. Individu akan merasa gagal, putus asa dan akhirnya mempunyai suatu pikiran negative terhadap dirinya dan akhirnya akan merendahkan martabat sendiri, individu akan merasa tidak mempunyai kemampuan apa-apa dan merasa rendah diri, yang dikenal dengan gangguan kosep diri : Haga Diri Rendah



1



Klien dengan gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah yang tidak ditangani akan mengisolasi diri,perubahan sensori persepsi halusinasi dengar atau lihat, perilaku kekerasan, dan klien akan kurang memperhatikan kebersihan diri. Oleh karena itu diperlukan perawatan intensif baik dari segi kualitas maupun kuantitas dari pelayanan tenaga kesehatan termasuk didalamnya adalah perawat. Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Yosep,2009). B. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari makalah ini yaitu : Untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok yang telah diberikan kepada pasien dengan masalah keperawatan harga diri rendah memiliki pengaruh atau tidak. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari makalah ini yaitu : a. Untuk mengetahui konsep harga diri rendah. b. Untuk mengetahui konsep terapi aktivitas kelompok dapat meningkatkan harga diri seseorang. c. Untuk mengetahui konsep terapi kognitif pada klien harga diri rendah.



C. Manfaat Untuk mengetahui kemampuan klien dalam mengurangi masalah gangguan harga diri rendah melalui terapi aktivitas kelompok.



2



BAB II ISI A. Masalah Utama Gangguan konsep diri : harga diri rendah B. Proses Terjadinya Masalah 1. Pengertian Harga diri rendah menurut Keliat (2011) digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri dan harga diri merasa gagal mencapai keinginan. Selain itu juga harga diri rendah adalah evaluasi dari kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama (Nanda 2005 dalam Direja, 2011) Menurut Keliat (2011), harga diri rendah adalah kondisi sesorang yang menilai keberadaan dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain dan berpikir hal negatif diri sendiri sebagai individu yang gagal, tidak mampu, dan tidak berprestasi. Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman. (Keliat, 2011). Menurut (Herman, 2011), gangguan jiwa ialah terganggunya kondisi mental atau psikologi seseorang yang dapat dipengaruhi dari faktor diri sendiri dan lingkungan. Hal-hal yang dapat mempengangaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur, dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adatistiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang di cintai, rasa permusuhan, hubungan antara manusia. 2. Tanda dan Gejala Menurut Halifah, Eka Nur (2016) tanda dan gejala harga diri rendah yaitu : a. Mengejek dan mengkritik diri. 3



b. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri. c. Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan zat. d. Menunda keputusan. e. Sulit bergaul. f. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas. g. Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga dan halusinasi. h. Merusak diri: harga diri rendah menyokong klieb untuk mengakhiri hidup. i. Merusak atau melukai orang lain. j. Perasaan tidak mampu. k. Pandangan hidup yang pesimitis. l. Tidak menerima pujian. m. Penurunan produktivitas. n. Penolakan tehadap kemampuan diri. o. Kurang memperhatikan perawatan diri. p. Berpakaian tidak rapi. q. Berkurang selera makan. r. Tidak berani menatap lawan bicara. s. Lebih banyak menunduk. t. Bicara lambat dengan nada suara lemah. 3. Rentang Respons Konsep Diri Konsep diri seseorang terletak pada suatu rentang respons antara ujung adaptif dan ujung maladaptif, yaitu aktualisasi diri, konsep diri positif, harga diri rendah, kekacauan identitas, dan depersonalisasi.



Sumber: (Fajariyah, 2012)



4



Rentang respons konsep diri yang paling adaptif adalah aktualisasi diri. Menurut Maslow karakteristik aktualisasi diri meliputi: a. Realistik b. Cepat menyesuaikan diri dengan orang lain c. Persepsi yang akurat dan tegas d. Dugaan yang benar terhadap kebenaran/kesalahan e. Akurat dalam memperbaiki masa yang akan dating f. Mengerti seni, musik, politik, filosofi g. Rendah hati h. Mempunyai dedikasi untuk bekerja i. Kreatif, fleksibel, spontan, dan mengakui kesalahan j. Terbuka dengan ide-ide baru k. Percaya diri dan menghargai diri l. Kepribadian yang dewasa m. Dapat mengambil keputusan n. Berfokus pada masalah o. Menerima diri seperti apa adanya p. Memiliki etika yang kuat q. Mampu memperbaiki kegagalan. Komponen Konsep Diri dibagi menjadi lima, yaitu: a. Citra tubuh Citra tubuh adalah kumpulan sikap individu baik yang disadari maupun tidak terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran, fungsi, keterbatasan, makna, dan objek yang kontak secara terus-menerus (anting, make up, pakaian, kursi roda, dan sebagainya) baik masa lalu maupun sekarang. Citra tubuh merupakan hal pokok dalam konsep diri. Citra tubuh harus realistis karena semakin seseorang dapat menerima dan menyukai tubuhnya ia akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan sehingga harga dirinya akan meningkat. Sikap individu terhadap tubuhnya mencerminkan aspek penting dalam dirinya misalnya perasaan menarik atau tidak, gemuk atau tidak, dan sebagainya. b. Ideal diri Persepsi individu tentang seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai yang diyakininya. Penetapan ideal diri dipengaruhi oleh 5



kebudayaan, keluarga, ambisi, keinginan, dan kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan norma serta prestasi masyarakat setempat. Individu cenderung menyusun tujuan yang sesuai dengan kemampuannya, kultur, realita, menghindari kegagalan dan rasa cemas, serta inferiority. Ideal diri harus cukup tinggi supaya mendukung respek terhadap diri tetapi tidak terlalu tinggi, terlalu menuntut, serta samar-samar atau kabur. Ideal diri akan melahirkan harapan individu terhadap dirinya saat berada di tengah masyarakat dengan norma tertentu. Ideal



diri



berperan



sebagai



pengatur



internal



dan



membantu



individu



mempertahankan kemampuannya menghadapi konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental. c. Harga diri Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dan menganalisis seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan. Sebaliknya, individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai, atau tidak diterima lingkungan. Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia dan sangat terancam pada masa pubertas. Coopersmith dalam buku Stuart dan Sundeen (2002) menyatakan bahwa ada empat hal yang dapat meningkatkan harga diri, yaitu: 1) Memberi kesempatan untuk berhasil 2) Menanamkan idealisme 3) Mendukung aspirasi/ide 4) Membantu membentuk koping d. Peran Serangkaian pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat sesuai posisinya di masyarakat/kelompok sosialnya. Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang yang berarti. Hal-hal yang memengaruhi penyesuaian individu terhadap peran antara lain sebagai berikut. 1) Kejelasan perilaku yang sesuai dengan peran dan pengetahuannya tentang peran yang diharapkan. 2) Respons/tanggapan yang konsisten dari orang yang berarti terhadap perannya. 6



3) Kesesuaian norma budaya dan harapannya dengan perannya. 4) Perbedaan situasi yang dapat menimbulkan penampilan peran yang tidak sesuai. e. Identitas Diri Identitas adalah kesadaran tentang “diri sendiri” yang dapat diperoleh individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, serta menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Pengertian identitas adalah organisasi, sintesis dari semua gambaran utuh dirinya, serta tidak dipengaruhi oleh pencapaian tujuan, atribut/jabatan, dan peran. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, hormat terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri, dan menerima diri. Ciri individu dengan identitas diri yang positif adalah sebagai berikut: 1) Mengenal diri sebagai individu yang utuh terpisah dari orang lain. 2) Mengakui jenis kelamin sendiri. 3) Memandang berbagai aspek diri sebagai suatu keselarasan 4) Menilai diri sesuai penilaian masyarakat 5) Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang 6) Mempunyai tujuan dan nilai yang disadari. Ciri individu yang berkepribadian sehat antara lain sebagai berikut: 1) Citra tubuh positif dan sesuai. 2) Ideal diri realistis. 3) Harga diri tinggi. 4) Penampilan peran memuaskan. 5) Identitas jelas. (Yusuf,2014) 4. Penyebab Faktor Predisposisi a. Citra tubuh 1) Kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi). 2) Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh (akibat tumbuh kembang atau penyakit). 3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh. 4) Proses pengobatan, seperti radiasi dan kemoterapi. b. Ideal diri 1) Cita-cita yang terlalu tinggi. 7



2) Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. 3) Ideal diri samar atau tidak jelas. c. Harga diri 1) Penolakan 2) Kurang penghargaan 3) Pola asuh overprotektif, otoriter, tidak konsisten, terlalu dituruti, terlalu dituntut. 4) Persaingan antara keluarga 5) Kesalahan dan kegagalan berulang 6) Tidak mampu mencapai standar. d. Peran 1) Stereotipe peran seks. 2) Tuntutan peran kerja. 3) Harapan peran kultural. e. Identitas diri 1) Ketidakpercayaan orang tua. 2) Tekanan dari teman sebaya. 3) Perubahan struktur sosial. Faktor Presipitasi a. Trauma Penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan. b. Ketegangan peran Adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu dalam peran atau posisi yang diharapkan. c. Transisi peran perkembangan Perubahan normative yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai dan tekanan untuk penyesuaian diri. Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan harus dilalui individu dengan menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini merupakan stressor bagi konsep diri.



8



d. Transisi peran situasi Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurangnya orang yang penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan e. Transisi peran sehat-sakit. Pergeseran dari keadaaan sehat ke keadaan sakit. Stressor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri. 5. Pathway



Faktor Predisposisi Faktor yang mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi peran Harga diri Penampilan: *penolakan orang tua Faktor prespitasi *harapan orang tua yg tidak realistis *kegagalan yang berulang Trauma ketengangan peran *kurang mempumyai tanggung Personal Penilaian stresor *ketergantungan pada org lain *ideal diri yang tidak reaalistis Sumber koping



Faktor yang mempunyai identitas personal Ketidakpercayaan orang tua, kelompok, teman sebaya, perunahan struktur sosial.



Integritas Ego Mekanisme Koping



Jangka Pendek



Jangka Panjang



Orientasi



Rentang Respon Respon Adaptif Maladaptif Aktualisasi diri Depersonalisasi



Respon



Konsep diri



Harga diri rendah



Kekacauan



9



Keterangan: a. Respon adaptif: Aktualisasi diri dan konseo diri yang positif serta besifat membangun (konstruktif) dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan ketidak seimbangan dalam diri sendiri. b. Respon maladaptif: Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif serta bersifat merusak (destruktif) dalam usaha mengatsi stressor yang menyebabkan ketidak seimbangan dalam diri sendiri c. Aktualisasi diri: Respon adaptifyang tertinggi karena individu dapat mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya. d. Konsep diri positif: Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahanya secara jujur dan menilai sesuatu masalah individu berpikir secara positif dan realistis. e. Harga diri rendah: Transisi antara respon konsep diri adaptif dan maladaptif f. Kekacauan indentitas: Suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai indentifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. 6. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Medis Menurut Anna Isscacs, (2005) terapi modaalitas pengobatan secara medis yaitu terapi somatic antara lain: Psikofarmakologi 1) Medikasi psikotropik (psikoaktif) mengeluarkan efeknya di dalam otak, mengubah emosi dan mempengaruhi perilaku. 2) Neurotransmitter



adalah



pembawa



pesan



kimiawi



yang



membawa



penghambat atau penstimulasi dari satu neuron ke neuron yang lain melintasi ruang (sinaps) diantara mereka. 3) Terapi elektrokonvulsif



10



b. Menurut Anna Isscacs, (2005) terapi modaalitas pengobatan secara keperawatan yaitu terapi aktivitas kelompok dan terapi keluarga. Terapi aktivitas kelompok meliputi: a. Dinamika kelompok adalah kekuatan yang bekerja untuk menghasilkan pola perilaku dalam kelompok. b. Proses kelompok adalah makna interaksi verbal dan non verbal didalam kelompok meliputi isi komunikasi, hubungan anatara anggota, pengaturan tempat duduk, pola atau nada bicara, bahasa dan sikap tubuh serta tema kelompok untuk stimulasi persepsi: harga diri rendah yaitu identifikasi hal positif pada diri dan melatih positif pada diri. Sedangkan untuk terapi keluarga meliputi: a. Terapi keluarga adalah membantu individu dalam keluarga agar tidak didominasi oleh reaktivitas emosi dan untuk mencapai tingkat diferensiasi diri yang lebih tinggi. b. Terapi structural adalah mendororng terjadinya perubahan dalam organisasi kelarga untuk memodifikasi posisi setiap anggota keluarga di dalam kelompok c. Terapi interaksional adalah mengidentifikasi hukum yang tidak terlihat dan ridak terucap yang mengatur hubungan keluarga dan menggunakan teori komunikasi untuk meningkatkan perbaikan hubungan. d. Peran perawat pada terapi keluarga adalah mengajarkan pada keluarga tentang penyakit, sumber daya dan program pengobatan menggunakan teknik komunikasi terapeutik dan berkolaborasi dengan tim kesehatan lai untuk meningkatkan fungsi keluarga. 7. Sumber Koping Menurut Stuart (2006) semua orang tanpa memperhatikan gangguan perilakunya, mempunyai beberapa bidang kelebihan personal meliputi : a.



Hobi dan kerajinan tangan



b.



Pendidikan atau pelatihan



c.



Pekerjaan, vokasi atau posisi



d.



Aktivitas olah raga dan aktivitas diluar rumah



e.



Seni yang ekspresif



f.



Kesehatan dan perawatan diri 11



8. Mekanisme Koping Mekanisme koping menurut Deden (2013) : Jangka pendek : a. Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis : pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonoton tv terus menerus. b. Kegiatan mengganti identitas sementara : (ikut kelompok sosial, keagamaan, politik). c. Kegiatan yang memberi dukungan sementara : (kompetisi olah raga kontes popularitas). d. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara : (penyalahgunaan obat-obatan). Jangka Panjang : a. Menutup identitas : terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari orangorang yang berarti, tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. b. Identitas negative : asumsi yang pertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat. C. Pohon Masalah Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) : Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Isolasi Sosial : Menarik Diri HARGA DIRI RENDAH Koping Individu Tidak Efektif Gambar 1.2 Pohon Masalah



12



D. Terapi Aktivitas Kelompok 1. Pengertian Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist (Yosep, 2009).  Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. 2. Manfaat TAK Menurut Purwaningsih dan Karlina (2009), TAK mempunyai manfaat terapeutik, yaitu manfaat umum, khusus dan rehabilitasi. Selengkapnya seperti pada uraian berikut: a. Manfaat umum 1) Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain. 2) Melakukan sosialisasi. 3) Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif. b. Manfaat khusus 1) Meningkatkan identitas diri. 2) Menyalurkan emosi secara konstruktif. 3) Meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal atau sosial. c. Manfaat rehabilitasi 1) Meningkatkan keterampilan ekspresi diri. 2) Meningkatkan keterampilan sosial. 3) Meningkatkan kemampuan empati. 4) Meningkatkan kemampuan atau pengetahuan pemecahan masalah.



13



3. Tujuan Terapi TAK a.



Mengembangkan stimulasi kognitif Tipe: biblioterapy Aktivitas: menggunakan artikel, sajak,puisi, buku, surat kabar untuk merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang lain.



b.



Mengembangkan stimulasi sensori Tipe: music, seni, menari. Aktivitas: menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan. Tipe: relaksasi Aktivitas: belajar teknik relaksasi dengan cara napas dalam, relaksasi otot, dan imajinasi.



c.



Mengembangkan orientasi realitas Tipe: kelompok orientasi realitas, kelompok validasi. Aktivitas: focus pada orientasi waktu,tempat dan orang, benar, salah bantu memenuhi kebutuhan.



d.



Mengembangkan sosialisasi Tipe: kelompok remitivasi Aktivitas: mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi Tipe: kelompok mengingatkan Aktivitas: focus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif.



E. Terapi Kognitif 1. Pengertian Terapi kognitif merupakan jangka pendek, terstruktur, berorientasi terhadap masalah saat ini, dan bersifat terapi individu. Kognitif adalah kemampuan untuk memberikan alasan, mengingat, persepsi, orientasi, memperhatikan serta memberikan keputusan. Proses kognitif meliputi sensasi dan persepsi, perhatian, ingatan, asosiasi, pertimbangan, pikiran dan kesadaran. Ini berarti kognitif adalah proses mental yang berfungsi agar individu menyadari dan mempertahankan hubungan dengan lingkungan luarnya (Purwanto, 2015). 2. Terapi Kognitif yang Sesuai dengan Pasien Harga Diri Rendah Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003). 14



Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonaldengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling membutuhan antara pasien dan perawat, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003). Pasien dengan harga diri rendah dapat diberikan terapi kognitif seperti role play yang bertujuan untuk melatih komunikasi agar pasien dapat melatih kemampuan kognitif dan komunikasinya. Tujuan lainnya antara lain, dapat membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri. 3. Tujuan Terapi Kognitif pada Pasien Harga Diri Rendah a. Membantu lien dalam mengidemtifikasi, menganalisis, dan menentang keakuratan kognisi negatif klien. Selain itu, juga untuk memperkuat presepsi yang lebih akurat dan perilaku yang dirancang untuk mengatasi gejala depresi antidepresa (Gold, 1998) b. Menjadikan klien subjek terhadap uji realistas c. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah cara berfikir pola pikir yang rasional d. Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang maladaptif, pikiran yang menganggu secara otomatis, serta proses pikir tidak logis yang dibesar-besarkan. Berfokus pada pikiran individu yang menentukan sifat fungsionalnya (Videbeck, 2008) e. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan gejala depresi dihilangkan melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah cara berfikir maladaptif dan otomatis. Dasar pendekatanya adalah suatu asumsi bahwa kepercayaan yang mengalami distrosi tentang diri sendiri, dunia, dan masa depan dapat menyebabkan depresi. Klien harus menyadari kesalahan cara berfikirnya. Kemudian klien harus belajar cara merespon kesalahan tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dengan perpektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran dan harapan negatif. Cara lain adalah dengan membantu klien mengidentifikasi kondisi negatif, mencarikan alternatif, membuat skema yang sudah ada menjadi lebih fleksibel. 15



f. Membantu menargetkan proses berfikir serta perilaku yang menyebabkan dan mempertahankan panik. Dilakukan dengan cara penyuluhan klien, rektrukturisasi kognitif, pernafasan relaksasi terkendali, umpan balik biologis, mempertanyakan bukti, memeriksa alternatif dan reframing. g. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan obsesif kompilsif dan selanjutnya mencegah responsnya.Misalnya dengan cara pelimpahan respons, mengidentifikasi, dan merestrukturisasi distrosi kognitif melalui psikoedukasi. h. Membantu individu mempelajari respons rileksasi, membentuk hierarki situasi fobia,



dan



kemudian



secara



bertahap



dihadapkan



pada



situasi



tetap



mempertahankan respons rileksasi misalnya dengan cara desensitisasi sistematis. Restrukturisasi kognitif bertujuan untuk mengubahprepesi klien terhadap situasi yang ditakutinya. i. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan hidup dan bukan sebagai korban, misalnya dengan cara restrukturisasi kognitif. j. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi sistem keyakinan yang salah. k. Memabntu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan oraktik untuk meningkatkan aktivitas sosialnya l. Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan internal



4. Manfaat Terapi Kognitif a. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki b. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan c. Klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan d. Klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan e. Klien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya 5. Macam – Macam Terapi Kognitif Menurut Yosep (2009) ada beberapa teknik kognitif. Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat agar peran perawat bisa berfungsi secar optimal. Dalam pelaksanaan teknik-teknik ini harus dipadukan dengan kemampuan lain seperti teknik komter, milieu therapy dan counseling. 16



a. Teknik Restrukturisasi Kongnisi (Restructuring Cognitive) b. Teknik Penemuan Fakta-Fakta (Questioning the evidence) c. Teknik penemuan alternatif (examing alternatives) d. Dekatastropik (decatastrophizing) e. Reframing f. Thought Stopping g.



Learning New Behavior With Modeling



h. Membentuk Pola (shaping) i. Token Economy j. Role Play k. Social skill Training. l. Anversion Theraphy m. Contingency Contracting 6. Proses Pelaksanaan Terapi Kognitif pada Pasien Harga Diri Rendah a. Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berfikir dan keyakinan yang menyebabkan khawatir b. Menggunakan



teknik



menggambarkan,



pertanyaan



menjelaskan



dan



socratic



yaitu



menegasakan



meminta



klien



untuk



pikiran



negatif



yang



merendahakan dirinya sendiri. c. Mengidentifikasi interpretasi yang lebih realistis mengenai diri sendiri, nilai diri dan dunia. Dengan demikian klien membentuk nilai dari keyakinan baru, dan distress emosional menjadi hilang, d. Terapi kognitif dipraktikan di luar sesi terapi dan menjadi modal utama dalam mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang terdiri atas tiga fase. 1) Fase awal (sesi 1-4) a) Membentuk hubungan terapeutik dengan klien b) Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnya terhadap emosi dan fisik c) Menentukan tujuan terapi d) Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran yang otomatis 2) Fase pertengahan (sesi 5-12) a) Mengubah secara berangsur kepercayaan yang salah 17



b) Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. Klien diminta mempraktikan



ketrampilan



berespons



terhadap



hal-hal



yang



menimbulkan depresi dan memodifikasinya 3) Fase akhir (sesi 13-16) a) Menyiapakan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang relevan untukterjadinya kekambuhan b) Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas terapi sendiri e. Strategi pendekatan terapi kognitif antara lain : 1) Menghilangkan pikiran otomatis 2) Menguji pikiran otomatis 3) Mengidentifikasi asumsi maladaptif 4) Menguji validitas asemsi maladaptif



7. Pengaruh terapi kognitif terhadap penurunan tingkat harga diri rendah Penurunan kondisi depresi pada lansia harga diri rendah setelah diberikan TAK Stimulasi Persepsi HDR dan CBT. Hasil penelitian ini setara dengan penelitian yang dilakukan oleh Peng, et al. (2009) penerapan CBT pada usia lanjut dapat menurunkan depresi. Gorenstein dan Papp (2007) menjelaskan bahwa CBT dapat menurunkan kecemasan. Penelitian lain tentang penerapan terapi kognitif perilaku yang spesifik pada masalah depresi dan kecemasan diperoleh hasil perubahan respon emo-sional yaitu perubahan mood yang signifikan setelah pemberian terapi (Hayers, et al., 2007). Penelitian sebelumnya menguraikan efek pem-berian perawatan depresi bagi usia lanjut dengan CBT bahwa adanya perubahan yang signifikan terhadap tingkat depresi dari depresi sedang menjadi tidak depresi yang ditandai dengan perasaan nyaman serta rileks. Se-dangkan Ayers, et al. (2011) menjelaskan hasil penelitiannya terapi CBT belum berhasil menurunkan compulsive pada geriatri dengan compulsive hoarding, sehingga perlu dipikir-kan terapi yang lainnya. Laidlaw (2008) salah satu terapi untuk menga-tasi masalah depresi pada lansia dengan terapi kognitif perilaku dengan pendekatan restruktu-risasi kognitf dengan strategi A-BC-D dengan membutuhkan waktu yang cukup lama, namun tetap memberikan efek penurunan tingkat depresi lansia. Terapi kognitif yang dilakukan oleh Prasetya (2010) tentang pengaruh Cog-nitive Therapy terhadap depresi dengan harga diri rendah mengalami penurunan yang ber-makna yang sebelumnya 3,36 poin menjadi 1,18 poin setelah mendapat CT dan senam latih otak.



18



Arjadi (2012) menyatakan terapi kognitif perilaku (CBT) untuk mengatasi depresi lansia melalui pemberian terapi dengan tiga orang lansia didapatkan penurunan depresi yang cukup baik dengan mampu mengenali depresi, memonitor perasaan, latihan relaksasi, meme-cahkan masalah, mengenali pikiran negatif dan restrukturisasi pikiran.



19



BAB III ANALISIS JURNAL Judul



PENURUNAN DEPRESI PADA LANSIA HARGA DIRI RENDAH MELALUI TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK DAN TERAPI KOGNITIF



Tahun Nama Author Penerbit PISSN/eISSN/DOI Tujuan



2016 Suzanna1*, Mustikasari2, Ice Yulia Wardani2 Jurnal Keperawatan Indonesia 1410-4490/ 2354-9203/10.7454/jki.v19i3.470 Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penurunan depresi pada lansia harga diri rendah melalui Terapi Aktivitas elompok (TAK) stimulasi



Metode



Hasil



Latar Belakang



persepsi dan Terapi Kognitif Perilaku Desain penelitian menggunakan quasi experiment with pre post test



control group, dengan sampel berjumlah 28 orang pada kelompok intervensi dan 28 orang pada kelompok kontrol. Alat pengumpul yang digunakan Geriatric Depression Scale (GDS). Data dianalisis menggunakan uji T-Test. pre post test with control group dengan pem-berian intervensi berupa TAK stimulasi persepsi harga diri rendah dan terapi kognitif perilaku pada lansia yang mengalami depresi. Sampel penelitian adalah lansia dengan harga diri rendah di suatu panti Kabupaten di Sumatera Selatan, dengan kriteria lansia yang telah di skrining harga diri rendah, bisa mem-baca dan menulis, tidak mengalami kecacatan. Tempat penelitian dilakukan di suatu panti Kabupaten di Sumatera Selatan. Hasil penelitian menunjukkan ada penuruan bermakna kondisi depresi lansia harga diri rendah pada kedua kelompok dengan penurunan sebesar 67,4% kelompok intervensi dan 31,9% kelompok kontrol ( p value < 0,05), dan ada hubungan bermakna antara karakteristik lansia (jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan dan penyakit fisik penyerta) dengan depresi pada lansia harga diri rendah ( p value < 0,05). Depresi menjadi salah satu masalah gangguan mental yang sering ditemukan pada lansia. Prevalensi depresi pada lansia di dunia sekitar 815% (Rebecca, 2010). Berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar 2007 didapatkan data usia tertinggi pada kelompok umur lebih dari 75 tahun dengan insiden depresi 33,7%. (Depkes, 2008). Prevalensi depresi berkisar 10-15% dari populasi lansia dan diduga 60% dari pasien lansia di Rumah Sakit dan Panti Jompo seringkali gejala depresi dianggap sebagai bagian dari proses menua (Budi, 2011). Angka kejadian depresi pada lansia di atas 65 tahun diperkirakan meningkat berkisar 10-30% dengan keadaan jarang mendapat terapi (Rebecca, 2010; Suardiman, 2011).



20



Upaya mengatasi depresi lansia secara umum terdiri dari upaya secara medis dan kepera-watan. Praktik perawat jiwa menurut Videbeck (2008) yaitu melaksanakan fungsi pada ting-kat dasar dan fungsi pada tingkat lanjutan, dimana pada tingkat lanjutan hanya dapat dilakukan perawat spesialis bersertifikat dalam keperawatan jiwa. Psikoterapi untuk mengatasi masalah depresi sudah banyak dikembangkan di beberapa penelitian luar negeri dalam bentuk terapi kognitif dengan modifikasi terapi perilaku. Bentuk terapi yang dikenal dengan Cognitif Behaviour Therapy (CBT). Penelitian yang lain oleh Peng, Huang, Chen, dan Lu, (2009) menguraikan penerapan CBT pada usia lanjut dapat meningkatan sosialisasi, restrukturisasi kognitif dan penguatan dalam penerimaan konsep penuaan. Penerapan terapi kognitif pada masalah depresi dan kecemasan diper-oleh hasil perubahan respon emosional yang signifikan setelah pemberian terapi Metode



(Hayers, et al., 2007). Tahapan pengambilan data dimulai dengan menjelaskan tujuan dan manfaat dari peneli-tian kepada responden. Setelah itu responden diminta menandatangani Informed consent tentang kesediaan dan menyetujui menjadi responden dalam penelitian. Pre test dilaku-kan pada masing-masing responden dengan mengisi kuesioner, di akhir dilakukan post test setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi dilanjutkan dengan terapi kognitif perilaku. Peneliti melakukan uji kesetaraan antara ke-lompok yang mendapat TAK stimulasi per-sepsi HDR dan CBT dengan kelompok yang mendapat TAK Spesialis HDR. Analisis peru- bahan kondisi depresi setelah intervensi menggunakan uji Dependent t-test (Paired sample t-test). Sedangkan analisa perbedaan kondisi depresi setelah mendapatkan kelom-pok yang mendapat TAK Spesialis HDR & CBT dengan kelompok yang mendapat TAK Spesialis HDR menggunakan uji t-test In-



Hasil



Pembahasan



dependent. Lansia yang mengalami depresi rata-rata berusia 69,1 tahun, berjenis kelamin wanita 58,9%; berpendidikan rendah 78,6%, status perkawinan menikah 71,4%, tidak bekerja 85,7, dan sakit 80,36%. Pengaruh TAK Stimulasi Persepsi Harga Diri Rendah dan CBT ter-hadap depresi pada lansia harga diri rendah. Pada Tabel 1, hasil uji statistik menunjukkan ada penurunan yang signifikan kondisi de-presi (p< 0,05). Hasil tabel 2 terdapat hubung-an jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penyakit fisik, dengan depresi. Hanya usia yang tidak berhubungan dengan depresi Lansia. Hubungan Karakteristik lansia dengan Depresi. Usia tidak memiliki hubungan dengan depresi pada lansia harga diri rendah karena depresi dapat terjadi pada semua umur dan dipengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu faktor genetik, kerusakan organik, faktor pre-sipitasi



21



yaitu tentang biologis, psikologis, dan sosial serta faktor resiko (Stuart Laraia, 2007). Jenis kelamin memiliki hubungan dengan depresi pada lansia harga diri rendah dikare-nakan perempuan lebih rentan untuk mengala-mi stres dibandingkan dengan laki-laki. Pe-rempuan lebih sensitif terhadap hormon yang menyebabkan stres saat mengalami kecemas-an serta kurang mampu untuk beradaptasi terhadap tingkat stres yang lebih tinggi. Perbedaan antara tingkat depresi pada pria dan perempuan mencerminkan perilaku ber-dasarkan peran gender dalam kehidupan se-hari-hari. Pendidikan



memiliki



hubungan



terhadap



de-presi.



Pendidikan



memengaruhi kemampuan lansia dalam menyelesaikan masalah serta beradaptasi dengan semua perubahan yang dihadapi. Semakin tinggi tingkat pendidikan lansia maka semakin baik pula cara ber-pikirnya serta baik pula kemampuan lansia dalam merespon masalah ataupun stres. Hal ini dapat diamati oleh lansia pada saat pelaksanaan TAK Stimulasi Persepsi Harga Diri Rendah dan Terapi Kognitif Perilaku, sebagian besar lansia yang memiliki pendidik-an mampu bercerita mengenai pengalaman tentang dirinya, cara menyelesaikan masalah serta saling membagi semangat dengan lansia lainnya. Status perkawinan memiliki hubungan yang bermakna dengan depresi.



Stressor lansia yang mengalami depresi adalah kehilangan pasangan, jauh dari anak dan kerabat ataupun putusnya hubungan dengan orang terdekat. Hubungan keluarga memilki peranan yang kuat dalam hal kasih sayang, perhatian serta dukungan dalam menghadapi setiap masalah yang terjadi dengan bersama-sama mencari penyelesaian masalah. Pekerjaan memiliki hubungan yang bermakna terhadap depresi pada lansia harga diri ren-dah. Lansia tidak bisa melakukan kegiatan yang menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadinya, yang meme-ngaruhi sumber kopingnya dalam mengatasi masalah yang ada pada diri lansia tersebut seperti kebutuhan akan kesehatan, kebutuhan akan rekreasi dan sebagainya. Pengaruh TAK SP HDR dan CBT terhadap Depresi pada lansia harga diri rendah. Penurunan kondisi depresi pada lansia harga diri rendah setelah diberikan TAK Stimulasi Persepsi HDR dan CBT. Hasil penelitian ini setara dengan penelitian yang dilakukan oleh Peng, et al. (2009) penerapan CBT pada usia lanjut dapat menurunkan depresi. Gorenstein dan Papp (2007) menjelaskan bahwa CBT dapat menurunkan kecemasan. Penelitian lain tentang penerapan terapi kognitif perilaku yang spesifik pada masalah depresi dan kece-masan diperoleh hasil perubahan respon emo-sional yaitu perubahan mood yang signifikan



22



Kesimpulan



setelah pemberian terapi (Hayers, et al., 2007). 1. Lansia yang mengalami depresi rata-rata ber-usia 69,1 tahun, lebih dari



setengah



berjenis



kelamin



perempuan



dengan



tingkat



pendidikan sebagian besar berpendidikan (sekolah dasar). Status perkawinan sebagian besar telah me-nikah dengan keadaan pekerjaan sekarang sebagian besar tidak bekerja dan sebagian besar lansia memiliki penyakit fisik penyerta. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, riwayat pendidikan, status perkawinan, pekerjaan dan penyakit fisik penyerta dengan depresi pada lansia harga diri rendah. 2. Kondisi depresi sesudah diberikan TAK stimu-lasi persepsi harga diri rendah dan Terapi Kognitif Perilaku mengalami perbaikan dari kondisi depresi ringan menjadi tidak depresi dan depresi sedang menjadi depresi ringan. Kombinasi TAK stimulasi persepsi harga diri rendah dan terapi kognitif lebih baik diban-dingkan TAK stimulasi harga diri rendah saja. 3. Keberhasilan dalam menurunkan depresi ini perlu didukung dengan program Pemerintah untuk menurunkan depresi pada lansia. Selain itu, diperlukan kerjasama puskemas dan pihak pengelola panti dalam kegiatan yang memoti-vasi lansia untuk bersosialisasi dan menjaga kebesihan diri yang dilakukan oleh petugas sosial panti.



23



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Kognitif adalah kemampuan untuk memberikan alasan, mengingat, persepsi, orientasi, memperhatikan serta memberikan keputusan. Pasien dengan harga diri rendah dapat diberikan terapi kognitif seperti role play yang bertujuan untuk melatih komunikasi agar pasien dapat melatih kemampuan kognitif dan komunikasinya. Tujuan lainnya antara lain, dapat membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta



dapat



mengambil



tindakan



yang



efektif



untuk



pasien,



membantu



mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.



24



DAFTAR PUSTAKA Dermawan Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publising. Fajariyah N. 2012. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Harga Diri Rendah. Jakarta: Trans Info Media. Halifah, Eka Nur. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Sdr. A Dengan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Diruang Bima Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Keliat,Budi A. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC. Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC. Yusuf, Ah Fitryasari Rizky. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa.Salemba Medika



25