Prinsip Pengukuran Variabel [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengukuran Variabel Prinsip Pengukuran Variabel Pada prinsipnya pengukuran(measurement) variabel adalah suatu proses kuantifikasi atribut (kualitatif) dari suatu obyek sehingga diperoleh angka (bilangan) dengan menggunakan aturan tertentu. (Zainal Mustafa,2009:48) Pengertian mengenai pengukuran ini memandang pengukuran sebagai proses yang mencakup tiga bagian(Cooper,1997:151 dalam buku Zainal Mustafa), yakni : 1. Memilih peristiwaempirik yang dapat diamati 2. Menggunakan angka-angka atau simbol untuk mewakili aspek-aspek peristiwaperistiwa yang diukur 3. Menerapkan pemetaan untuk menghubungkan pengamatan kepada simbol. Misalnya seorang peneliti sedang meneliti orang-orang yang mengunjungi pameran di Jogja Expo Center. Peristiwa empirik yang ingin diketahui atau diteliti adalah “jenis kelamin” pengunjung dan “preferensi(kesukaan) tergadap komputer merk Toshiba”. Simbol atau aspek yang digunakan untuk mewakili jenis kelamin adalah: Angka 1, untuk jenis kelamin laki-laki Angka 2, untuk jenis kelamin wanita Sedang untuk preferensi (kesukaan) terhadap komputer merk Toshiba akan diberi skor sebagai berikut: Skor 5, untuk yang sangat menyukai, Skor 4, untuk yang menyukai, Skor 3, untuk yang ragu-ragu, Skor 2, untuk yang menyatakan tidak menyukai, Skor 1, untuk yang sama sekali tidak menyukai. Mengingat jumlah pengunjung sangat banyak, maka penelitian dilakukan pemetaan (sampling) untuk membatasi responden yang akan diteliti, misalnya dipilih 5 (lima) orang pengunjung secara acak sebagai responden (misal nama pengunjung A, B, C, D, E). Hasil penelitian selengkapnya seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 4.1 Preferensi Terhadap Merk Komputer Preferensi terhadap komputer merk Toshiba 5. sangat menyukai 4.menyukai 3.ragu-ragu 2. tidak menyukai 1.sangat tidak menyukai Total



Laki-laki 1 1 0 1 0 3



Jenis Kelamin Perempuan 1 0 0 1 0 2



Total 2 2 0 1 0 5



Hasil penelitian diatas datap divisualisasikan seperti berikut ini:



Gender A Pengamatan empirik D



B



Preferens C



E



Aturan pemetaan



1



2



1



2



3



4



5



Simbol



Sumber: modifikasi dari crooper,1997:152 dalam buku Zainal Mustafa



Gambar 4.1 Hakekat Pengukuran Variabel Jika diperhatikan baik-baik, contoh diatas tidak semuanya merupakan pengukuran, meskipun kenyataannya peneliti telah melakukan kuantisasi dari obyek yang sifatnya kualitatif (memberi penilaian dengan angka). Pada proses pengelompokan jenis kelamin lebih cenderung disebut sebagai kegiatan perhitungan saja, yang hasilnya sering disebut dengan frekuensi. Konsep atau variabel yang demikian itu, disebut dengan variabel diskrit. Sedangkan mengenai preferensi pengunjung terhadap komputer merk Toshiba merupakan suatu pengukuran yang hasilnya sering disebut variabel kontinyu.



Seperti telah diuraikan, bahwa variabel adalah faktor yang bila diukur memberikan nilai yang bervariasi. Oleh karena itu, setiap variabel harus ada ukurannya, tetapiyang menjadi suatu masalah adalah timbuln ya pertanyaan bagaimana cara mengukurnya? Pada suatu penelitian, si peneliti tidak dapat mengukur variabelnya, maka peneliti wajib merumuskan hipotesanya kembali sehingga semua variabel terkait dapat diukur. Ada beberapa variabel yang mudak di ukur, misalnya tinggi badanm berat badan, suhu udara, jenis



kelamin dan lain sebagainya, tetapi ada beberapa variabel yang sulit untuk diukur. Misalnya tingkah laku, empati, kepuasan dan lain sebagainya.dalam pengukuran variabel yang penting adalah jenis pengukuran yang akan dipergunakan atau skala pengukuran mana yang akan digunakan. Skala pengukuran ini penting artinya terutama bila akan menganalisa data variabel yang bersangkutan. Skala pengukuran tertentu biasanya hanya dapat diuji dengan perhitungan statistik tertentu. Musalnya, data yang berskala nominal dan ordinal biasanya dianalisa dengan uji statistik nonparametrik sedangkan skala interval dan rasio dianalisa dengan uji statistik parametrik. Menurut Sandjaja, skala pengukuran variabel dikelompokkan menjadi empat jenis skala nominal, ordinal, interval dan ratio. 1. Skala nominal Skala nominal merupakan skala kualitatif yang paling rendah pengukurannya dibandingkan skala-skala yang lain karena skala ini hanya mampu membedakan satu obyek dengan obyek yang lain, tetapi tidak mampu membandingkan mana yang lebih besar atau mana yang lebih kecil.(Sandjaja,2006:90). Menurut Zainal Mustafa, skala nominal adalah instrumen yang dapat menghasilkan data yang jenisnya klasifikasi atau pemilahan. Dengan skala ini hanya dapat dikatakan sama atau tidak sama, sehingga tanda matematis yang boleh diterapkan pada skala ini hanya = dan ≠ . Pada skala ini tidak dapat diterapkan operasi matematis seperti penjumlahan, pengurangan, dan sebagainya karena variabel pada skala ini merupakan lambang-lambang saja . Sebagai contoh, variabel yang termasuk dalam skala ini adalah jenis kelamin. Variabel jenis kelamin hanya dapat dibedakan sebagai lambang jantan dan lambang betina, tetapi tidak dapat dikatakan mana yang lebih besar, lambang jantan atau lambang betina dan tidak mungkin pula dijumlahkan. Contoh lain yaitu ketika peneliti berkeinginan untuk mengetahui pekerjaan dari responden, maka peneliti dapat mengembangkan skala untuk mengetahui apa saja pekerjaan responden dan berapa frekuensi banyaknya responden pada setiap jenis pekerjaan. Bentuk dari skala tersebut dapat diikuti pada contoh berikut: Contoh 4.3. Sebutkan pelrjaan Saudara hingga saat ini dengan cara memilih salah satu dari beberapa jenis pekerjaan berikut : 0 = Tidak bekerja 1 = Pegawai Negeri Sipil 2 = Pegawai Swasta 3 = Wiraswasta



Peneliti juga ingin mengetahui nomor rumah yang ditinggali dan nomor telepon atau nomor faksimile. Instrumen yang dapat dikembangkan seperti berikut : Contoh 4.4 1.Tulis nomor rumah dimana Saudara tinggal:.... 2.Tulis nomor telepon/faksimile Saudara :...... Jika misalnya nomor rumah diisi dengan angka 13 dan nomor telepon diisi angka 123456, maka angka-angka tersebut tidak menggambarkan performal atau kualitas dari rumah maupun telepon yang dimiliki responden. Angka tersebut hanya sebagai kode saja, tidak berarti bahwa rumah yang nomornya 13 akan lebih baik dari rumah yang nomornya 5, telepon yang nomornya 123456 kualitas nya lebih buruk dari telepon yang nomornya 999999. Terhadap data nominal, peneliti tidak mempunyai banyak alternatif alat analisis. Distribusi frekuensi dan proporsi merupakan alat yang srering digunakan untuk mengolah data nominal. (Zainal Mustafa,2006:54-55) . Contoh-contoh lain adalah suku atau etnis, agama, jenis pekerjaan, nomor mobil, nomor telepon, dan sebagainya. 2. Skala ordinal Skala ini juga merupakan skala kualitatif seperti skala nominal, tetapi lebih tinggi tingkatannya sebab dengan skala ini selain dapat dibedakan obyek yang satu dari lainnya, dapat juga ditentukan mana yang lebih besar atau elbih kecil, bahkan dapat diukutkan dari yang paling rendah ke yang paling tinggi.(Sandjaja,2006:91). Skala ordinal juga merupakan suatu instrumen yang menghasilkan nilai atau skor yang bertingkat atau berjenjang, dengan ciri sebagai berikut: a. Mencakup sifat skala nominal b. Bersifat kontinyu (kontinum) c. Nilai yang dihasilkan oleh skala ordinal bukan sebagai nilai absolut terhadap suatu obyek, tetapi sebagai urutan (rangking/jenjang) dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi. d. Interval atau jarak antara rangking/jenjang tidak sama e. Jika pada skala ordinal terdapat angka 0 (nol), maka angka tersebut merupakan angka semu (tidak dapat diartikan sebagai tidak ada). f. Nilai dari skala ordinal 4, tidak berarti sama dengan 2x dari nilai 2. (Zainal Mustafa,2009:55-56) Pada skala ordinal terdapat jenjang tingkatannya, sehingga tanda matematis yang dapat digunakan yaitu =, ≠ , >, dan dan 30 ℃ dan



jarak (interval) antara 30 ℃ dan 50 ℃ adalah 20 ℃ . Contoh lain pada skala ini adalah IQ, berat badan, tinggi badan, tingkat kepuasan dan lain sebagainya Peneliti dan ilmuan sosial sering mempergunakan pengukuran yang diklaim sebagai skala interval, misalnya skala Likert. Likert membedakan suatu tingkatan dengan menerapkan suatu skor tertentu. Misalnya, tingkat kepuasan, pada skala likert diberikan skor 1 (Sangat tidak puas), 2 (Kurang puas), 3 (Puas) dan 4 (Sangat puas). Likert menyatakan bahwa ada interval antara skor yang satu dengan skor lainnya. Kalau tingkat kepuasan yang hanya



dibedakan menjadi Puas dan Tidak puas saja tanpa mempergunakan skor, maka ia termasuk dalam skala nominal atau ordinal. 4. Skala rasio Skala rasio merupakan skala kuantitatif yang tertinggi derajatnya. Semua sifat yang ada pada skala interval terdapat pada skala ini. Yang membedakannya dengan skala interval adalah bahwa pada skala rasio dikenal adanya Nol Absolut atau Nol Sejati yang tidak ada pada skala interval. Yang dimaksud dengan nol absolut adalah nol yang berarti “tidak ada”. Mengenai Nol Absolut secara garis besar dapat dicontohkan bahwa suhu adalah skala interval dan bukan skala rasio sebab suhu 0 ℃ bukan berarti tidak memiliki suhu, karena suhu 0 ℃ adalah salah satu titik di skala yang besarnya sama dengan 32 ℉ . Bila dinyatakan bahwa jumlah mobil di gedung = 0 berarti bahwa di dalam gudang tersebut tidak ada mobil sama sekali. Jumlah mobil adalah skala rasio. Contoh lain yaitu : Berapa tinggi badan Saudara sat ini ?... cm. Andaikan jawaban responden terhadap pertanyaan itu adalah 169 cm, maka angka tersebut merupakan sdata yang berskala rasio. Contoh lain dalam skala rasio jumlah penduduk, jumlah kematian, frekuensi penyakit, lama waktu antri dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan skala-skala yang disebutkan di atas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Karakteristik Variabel Menurut Pengukurannya Pengukuran Nominal



Karakteristik Klasifikasi



Tanda



Ordinal



Klasifikasi dan



=, ≠ , < dan



penjenjangan Interval



Klasifikasi, penjenjangan, dan jarak yang



= dan ≠



> =, ≠ , < dan



Contoh Jenis kelamin Etnis Agama SES Status Gizi Suhu Tingkat



>



kepuasan IQ



=, ≠ , < dan



Jumlah barang Frekuensi



>



penyakit Lama waktu



Uji statistik Nonparametrik Nonparametrik



Parametrik



sama Rasio



antarjenjang Klasifikasi, penjenjangan dan jarak yang sama antarjenjang.



tunggu



Parametrik



Ada nol absolut Tehadap data berskala ordinal, interval, dan rasio memungkinkan untuk dilakukan konversi, yaitu menurunkan kualitas data dan bukan meningkatkan kualitas data. Konversi seperti ini sangat merugikan, karena data akan kehilangan detailnya. Langkah konversi yaitu : 1. Data yang berskala rasio mempunyai kedudukan atau kualitas yang lebih tinggi dibanding skala yang lain, oleh karena itu data yang berskala rasio dengan mudak dikonversi menjadi data berskala ordinal dan interval, tetapi tidak dapat untuk sebaliknya. Artinya data berskala ordinal dan interval tidak dapat dikonversi menjadi data rasio. Sesuai kedudukan dan cirinya, data berskala ordinal dan interval tidak mungkin dapat dikonversi menjadi data berskala rasio. Sebagai contoh, pengukuran kecepatan lari jarak 100 meter dan 10 orang pelari. Hasil pengukuran menggunakan stop watch dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Hasil Pengukuran Waktu Tempuh Lari 100 meter Pelari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Waktu (detik) 20 27 19 21 22 21 24 20 18 23



Tabel diatas menunjukkan bahwa secara keseluruhan data waktu tempuh lari 100 meter merupakan data rasio. Waktu tempuh paling lama adalah 27 detik dan waktu tempuh paling cepat adalah 18 detik, sehingga jarak (range) waktu tercepat dengan waktu terlama adalah 9 detik. Apabila data ke 10 pelari tersebut akan dikelompokkan berdasarkan tiga (3) kategori kecepatan, yaitu cepat, sedang dan pelan, maka interval setiap kategori adalah :9/3= 3 detik. Waktu tempuh, skor dan frekuensi (banyaknya pelari) dalam setiap kategori dapat diikuti pada tabel berikut: Tabel 2. Distribusi Kecepatan Lari 100 meter (Skala Interval) Waktu (dtik)



Kategori



Skor



F (orang)



F (%)



18-21 >21-24 >24-27



Cepat Sedang Pelan



3 2 1



6 3 1



60 30 10



Tabel diatas menunjukkan waktu tempuh yang telah dikonversi menjadi skor yang berskala interval, dimana skor 1 untuk mereka yang larinya pelan, skor 2 untuk mereka yang larinya sedang dan skor 3 untuk mereka yang larinya cepat. Kembali kedata mengenai waktu tempuh lari yang skalanya rasio, jika dihitung, rata-rata waktu tempuh lari tersebut adalah 21,5 detik. Berdasarkan harga rata-rata itu, peneliti membuat kriteria sebagai berikut: a. Cepat apabila waktu tempuhnya di bawah rata-rata, yaitu kurang dari 20 detik b. Pelan ababilan waktu tempuhnya di atas rata-rata, yaitu lebih dari 20 detik c. Sedang apabila waktu tempuhnya diantara cepat dan pelan. Dengan memberikan skor 3 pada kriteria cepat, skor 2 pada kriteria sedang dan skor 1 pada kriteria pelan, maka data waktu tempuh lari yang semula berskala rasio sekarang telah dikonversi menjadi skala ordinal. Informasi selengkapnya dapat dikuti pada tabel berikut : Tabel 3. Distribusi Kecepatan Lari 100 meter (Skala Ordinal) Waktu (dtik) < 20 20-22 >22 Jumlah



Kategori Cepat Sedang Pelan



Skor 3 2 1



F (orang) 2 5 3 10



F (%) 20 20 30 100



Daftar pustaka : Sandjaja,dkk.2006.PANDUAN PENELITIAN.Jakarta:Prestasi Pustakaraya Zainal,Mustafa EQ.2009.Mengurai Variabel hingga Instrumentasi.Yogyakarta:GRAHA ILMU