Prof. M. Dawam Rahardjo [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH AL-ISLAM IV ENSIKLOPEDI AL-QUR’AN PROF. M. DAWAM RAHARDJO



Dosen Pengampu: Dr. H. Zulfadli, Lc.,MA



Dibuat Oleh Kelompok VI : 1. Dyan Pramana



(190102039)



2. M. Andri Ramadhani. S (190103003)



PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADYAH RIAU 2021



1



DAFTAR ISI



Halaman Judul...........................................................................................1 Daftar Isi.....................................................................................................2 A. Al-Qur’an Sebagai Ensiklopedi............................................................3 1.



Perlunya Penyusun Ensiklopedi Al-Qur’an.................................4



B. Dimensi Spiritual Keagamaan..............................................................5 1.



Fitrah Dalam Al-Qur’an.................................................................5



2.



Hanif..................................................................................................6



3.



Ibrahim............................................................................................10



4.



Din....................................................................................................13



5.



Islam.................................................................................................16



6.



Taqwa...............................................................................................18



2



A. Al-Quran Sebagai Ensiklopedi Al-Quran merupakan kitab yang unik dan istimewa. Al-quran sendiri merupakan semacam ensiklopedi. Apabila kita bertanya kepada Al-quran tentang Apa arti takwa atau ikhlas misalnya, maka ayat-ayat dalam Al-quran sendiri bisa menjawabnya. Pemahaman Alquran sekalipun mengenai suatu istilah seperti takwa atau Islam atau lainnya memerlukan suatu proses dan penghayatan terus-menerus. Dengan penghayatan melalui pengalaman dan pemerkayaan hidup yang terus-menerus suatu istilah akan berkembang dalam persepsi seseorang semakin meluas dan mendalam. Istilah-istilah dari Al-quran yang sudah menjadi milik umum dan akar dengan kita merupakan modal besar bagi kita untuk bisa memahami dan menghayati Al-quran lebih lanjut. Teknik menafsirkan Alquran dengan Al-quran jika dilakukan dengan sadar dan dengan pengertian yang benar akan sangat menolong kita berkomunikasi dengan Al-quran .  Pada ayat 1-5 surat al-alaq kita menjumpai beberapa kata kunci seperti Iqra,ism, rabb, khalaqa, insan, ‘alaq, akram, ‘allama dan qalam. Semua makna kata kunci itu kemudian kita cari keterangannya dari ayat-ayat Al-quran yang menyebut istilah tersebut atau turunnya dalam urutan berikutnya. Dengan cara ini maka kita akan bisa memperoleh arti dan makna setiap istilah maupun setiap air secara mendalam.  Dari situ kita akan bisa memperoleh pengertian dan persepsi yang semakin meluas. Berbagai istilah Alquran dapat pula kita selidiki maksudnya berdasarkan urutan turunnya ayat.  umpamanya kata kunci rabb pada ayat pertama surat al-alaq itu bisa ditelusuri perkembangan arti dan maksudnya Dengan menyusun daftar dari surat surat al-alaq/96: 1, 3;  Al Muzammil/94:31 dan seterusnya.  Dengan cara itu maka kata rabb mendapat penjelasan seperti Tuhan Pencipta yang memelihara dan dimuliakan yang mendidik dan mengajarkan ilmu kepada manusia Tuhan kepada siapa manusia harus mengabdi Tuhan timur dan barat satu-satunya pelindung yang memberi jalan yang menentukan ukuran siang dan malam hanya untuk dia kita bersabar dan berjuang Tuhan Yang Maha Agung dan patut diagungkan Tuhan yang tahu siapa yang sesat dan diberi petunjuk yang memberi ganti kerugian tempat mengajukan permohonan yang memberi nikmat di surga yang memberi keputusan Tuhan sekalian bangsa Tuhan yang Maha Tinggi dan 3



menciptakan menyempurnakan memberi ukuran dan memberi petunjuk dan seterusnya.  Biasanya orang cenderung mencari arti suatu ayat Al-quran dengan berpikir keras mencari asbab al-nuzul menganalisis akar katanya atau susunan kalimatnya untuk memperoleh arti sebenarnya tetapi lupa bertanya kepada Al-quran sendiri. Misalnya dalam mencari arti dan maksud ayat  : wa ma arsal na ka illa rahmat-an li ‘l-’alamin (Q.S. al-anbiya/21:107). Artinya dalam terjemahan adalah “Dan Tiada kami mengutus engkau kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam”. Apabila kita bertanya kepada Al-quran maka hal pertama yang kita lakukan adalah mengisi worksheet yang terdiri dari daftar kata yang kita anggap kunci seperti arsal na (Allah), ka (Muhammad), rahmah, ‘alamin. Setelah itu satu persatu kata-kata itu kita cari keterangannya dari Al-quran tentang siapa itu Muhammad dan risalah apa yang dibawanya sehingga merupakan rahmat bagi sekalian alam atau bangsa. Selanjutnya akan mengetahui tujuan dari risalah itu dan mengetahui pula Apa yang dimaksud dengan Rahmah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. 1. Perlunya Penyusunan Ensiklopedi Alquran  Yang merupakan kebutuhan sangat mendesak pada saat ini adalah penyusunan sebuah ensiklopedi Al-quran yang membahas tema-tema dan istilah-istilah dari berbagai bagian Al-quran yang memerlukan penjelasan. Ensiklopedi seperti ini akan sangat bermanfaat bagi penulis yang ingin menafsirkan Al-quran lebih lanjut berdasarkan tema-tema khusus.  Pada zaman modern ini Tafsir Al-quran perlu dibuat oleh orang yang tidak hanya ahli bahasa atau ahli Ulum Alquran,  tetap seorang ahli Yang menguasai masalah yang akan dibahas. Dengan cara seperti itu kita bisa mengundang berbagai ahli untuk membahas suatu masalah berdasarkan perspektif Al-quran atau menafsirkan suatu hal yang menarik perhatian dalam al-quran dengan ilmu pengetahuan modern, baik biologi psikologi atau  sosial.  ahli sejarah bisa membahas ayat-ayat yang berhubungan dengan pengetahuan sejarah misalnya tentang kelaparan di Mesir pada masa Nabi Yusuf a.s. Kita juga bisa membentuk laboratorium Alquran yang mengelola pengkajian Al-quran dari segala disiplin ilmu. Demikian pula kita bisa



4



membentuk kelompok-kelompok diskusi Alquran yang membahas secara partisipatif berbagai hal dalam Alquran.  B. Dimensi Spritual Keagamaan 1. Fitrah dalam Al-Qur’an Kata fitrah berasal dari kata fathara yang arti sebenarnya adalah membuka atau membelah. Kalau dihubungkan dengan kewajiban puasa ramadhan yang sebulan lamanya maka kata ini mengandung makna berbuka puasa.  Kembali kepada Fitrah Adakalanya ditafsirkan sebagai kembali kepada keadaan normal kehidupan manusia yang memenuhi kehidupan jasmani dan rohaninya secara seimbang. Tetapi gubahan dari kata ini yaitu Fitrah mengandung pengertian yang mula-mula diciptakan Allah yang tidak lain adalah keadaan mula-mula yang asal atau yang asli.  Dalam Al-quran kata ini berkaitan dengan soal ciptaan Allah baik alam maupun manusia. Kata-kata fithrat-u I-lah, dalam Al-quran dan terjemahannya dialih bahasakan sebagai ciptaan Allah dalam Al-quran sendiri ada sebuah surat yang berjudul fathir artinya Pencipta yaitu Allah. Surat Al An'am ayat ke 79 adalah ayat yang sangat dikenal karena diucapkan dalam pembukaan salat sebelum membaca surat al-fatihah. Yang artinya nya “sesungguhnya  aku menghadapkan diriku dengan lurus ke pada Dzat  yang menciptakan langit dan bumi Dan aku bukanlah orang-orang yang menyekutukan.” Kata fitrah dalam konteks ayat ini dikaitkan dengan pengertian banif,  yang jika diterjemahkan secara bebas  menjadi cenderung kepada agama yang benar istilah ini dipakai Al-quran untuk melukiskan sikap kepercayaan Nabi Ibrahim a.s  yang menolak menyembah berhala, binatang,bulan ataupun matahari, karena  semuanya itu tidak patut disembah. Dari Pengertian tersebut timbul suatu teori bahwa agama umat manusia yang paling asli adalah menyembah kepada Allah. Hal ini  berkaitan dengan suatu kepercayaan kaum muslim, berdasarkan keterangan Al quran bahwa manusia segera setelah diciptakan membuat Sebuah perjanjian atau ikatan primordial  dengan Tuhan sebagaimana dilukiskan Al quran surat al-a’raf/7:172, Yang artinya “Dan ketika



5



Tuhanmu mengeluarkan keturunan dari putra putra Adam dari sulbi mereka dan membuat persaksian atas diri mereka sendiri Bukankah aku ini Tuhanmu Mereka pun menjawab Benar kami bersaksi.” Dengan bahasa ilmiah empiris menurut ajaran ini kecenderungan asli atau dasar manusia adalah menyembah Tuhan yang satu. Ketika manusia Mencari makna hidup kecenderungan manusia adalah menemukan Tuhan Yang Maha Esa.  mereka mampu menemukan Tuhan Walaupun mungkin lingkungannya bisa membelokkan pandangan kepada selain Tuhan. Tetapi sungguh pun demikian kecenderungan fitrah manusia adalah kembali kepada Tuhan sebagai wujud Hakiki kecenderungan kepada kebenaran.  Islam yang artinya tunduk berserah diri dan damai menurut Alquran adalah agama yang paling benar bagi manusia karena sesuai dengan fitrah kejadian manusia. Pada dasarnya argumen kebenaran Islam diletakkan pada konsep fitrah.  namun Yang menjadi masalah apakah Fitrah kejadian manusia itu?  ilmu pengetahuan berupaya mengungkapkan hakikat manusia yang dapat menggambarkan Fitrah kejadian manusia.  2. Hanif dalam Al-Qur’an Kata Hanif berasal dari kata kerja hanafa yah nipu dan masdarnya Hanifan artinya condong atau cenderung dan kata Bendanya kecenderungan.  Tetapi dalam Alquran yang dimaksud adalah kecenderungan kepada yang benar.  Dalam Al-quran surat al-baqarah ayat 135 yang artinya “Dan mereka berkata hendaklah kamu menjadi Penganut Agama Yahudi atau Nasrani niscaya kamu mendapat petunjuk Katakanlah tidak kami mengikuti agama Ibrahim yang lurus (Hanif) Bukankah dia Ibrahim dari golongan musyrik atau politeis.” Di situ kata Hanif diterjemahkan dengan lurus tetapi kata Lurus di situ agaknya memerlukan penjelasan. Dalam konteks Ayat tersebut lurus maksudnya adalah pertama tidak mengikuti ajaran Yahudi maupun Nasrani dan kedua tidak menganut polytheisme atau menyembah berhala yang pada waktu itu berlaku di berbagai kalangan masyarakat termasuk di antara orang-orang arab. 



6



Keterangan lebih lanjut mengenai Apa yang disebut sebagai Hanif dijelaskan oleh ayat 136 yang artinya “Katakanlah hai orang-orang Mukmin kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami Dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim Ismail Ishak Yakub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa, serta apa yang diberikan kepada nabi nabi dari Tuhan mereka kami Tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepadanya.” Ayat tersebut memberikan perincian lebih lanjut ciri-ciri kepercayaan seseorang Hanif itu. Pada ayat sebelumnya diberikan ciri negatifnya yaitu bukan mengikuti agama Yahudi dan Nasrani saja bukan pula para penyembah berhala. Sedangkan ayat selanjutnya menyajikan keterangan positif yaitu beriman kepada Allah sebagaimana yang diturunkan oleh Allah serta diajarkan oleh nabi-nabi lain kerja Ibrahim hingga Musa dan Isa. Sebagaimana diketahui Musa dianggap sebagai pendiri agama Yahudi sedangkan Isa adalah penumbuh agama Nasrani. Bagi Islam kesemuanya adalah orang-orang yang Hanif atau muslim dan sebagai nabi mereka mendapat Wahyu dari dan mengajarkan kepercayaan kepada Allah.  Kata hanif disebut dalam Al-quran sebanyak 14 kali dalam 9 surat.  Menurut kronologi turunnya ayat kata Hanif pertama-tama disebut dalam Al-quran surat Yunus ayat 105 yang berarti 9 surat Makkiyah lebih persisnya surat-surat yang diturunkan dalam periode 4 tahun terakhir nabi s.a.w tinggal di Mekkah . Soal ini perlu dikemukakan mengingat adanya analisa kaum orientalis yang mengatakan bahwa penyebutan istilah Hanif dalam Alquran yang dikaitkan dengan Ibrahim adalah merupakan reaksi terhadap kritik intelektual yang dilakukan para pemuka agama Yahudi dan Nasrani di Madinah.  Surat Yunus yang Makkiyah Itu menjelaskan dengan sendirinya hal yang bertentangan dengan kesimpulan dan pandangan kaum orientalis.  Ini dapat dilihat dari segi kronologis maupun sifat kalimatnya seperti tampak dalam ayat 104 105 yang berisikan kata Hanif yang pertama dalam Al-Quran dan ayat 106 .  Surat terakhir yang secara kronologis tergolong dalam surat Makkiyah dan mengandung kata Hanif adalah surat ar-rum/30:30. Dalam ayat ini terdapat keterangan baru mengenai istilah Hanif yaitu artinya “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus 7



(hanif) Kepada agama Allah tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut Fitra itu tidak ada perbuatan pada ciptaan Allah itu Itulah agama yang kuat dasarnya tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Dalam ayat ini Hanif mengandung arti cenderung kepada agama Allah yang merupakan sikap yang sesuai dengan fitrah manusia. Di sini dikaitkan pula bahwa beragama yaitu beragama yang Hanif adalah merupakan kecenderungan dasar manusia. Demikian pula kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agama yang sesuai dengan fitrah manusia adalah Islam. Islam adalah agama yang kokoh dasarnya karena sesuai dengan fitrah manusia itu.   Pembahasan mengenai Konsep Hanif bisa menumbuhkan teori dan hipotesis di sekitar asal usul agama. masalah ini tidak hanya menjadi perhatian ahli teologi tapi juga kalangan ilmu-ilmu sosial, terutama antaropologi, psikologi, dan sosiologi, termasuk juga filsafat sejarah dan perbandingan agama. Posisi teori atau hipotesis di sekitar konsep Hanif adalah bahwa kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan kecenderungan dasar dari fitrah manusia, tanpa melihat apakah manusia itu hidup di zaman dulu, sekarang, atau dimasa datang, dan juga tanpa memandang tempat. Dari hasil penelitian antropologi muncul satu teori bahwa kepercayaan kepada tuhan yang maha esa adalah bentuk agama tertua seperti yang ditemukan oleh Andrew Lang di kalangan penduduk asli australia. Mereka itu tidak memuja roh atau dewa-dewa, melainkan percaya tertinggi. Paul Radin Juga menemukan adanya kecenderungan (hanif) monoteistis pada suku-suku bangsa primitif di Australia, Amerika, dan Indonesia. Mereka itu pada dasarnya membantah pandangan yang meremehkan kepercayaan suku suku primitif yang selalu diasosiasikan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme.  Keterangan mengenai Hanif dalam Al-quran apabila didukung dengan penemuan penemuan ilmu pengetahuan yang membuktikan telah adanya kepercayaan monoteis beribu-ribu tahun yang lampau merupakan bantahan terhadap teori evolusi. Konsep Hanif yang muncul dalam Al-quran tersebut sebenarnya juga merupakan kritik terhadap sebagian kaum antropolog yang sangat meremehkan kemampuan sukusuku primitif dalam menemukan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan 8



memperlakukan mereka tidak adil secara intelektual. Teori Hanif merupakan penolakan terhadap kesombongan sebagian ilmuwan maupun kaum politeis. Nabi Ibrahim dalam al-quran disebut sebanyak 69 kali dalam 24  surat.  Kalau kata ganti bentuk ketiga dihitung juga maka frekuensi penyebutan itu akan lebih banyak lagi.  Diantara surat-surat yang menyebut nama Ibrahim itu 18 diantaranya turun di Mekah dan hanya 6 buah di Madinah. Ini antara lain merupakan bukti bahwa penyebutan nama Ibrahim sama sekali bukan merupakan reaksi terhadap dakwah Rasulullah atas nama Yahudi dan Nasrani yang memang telah ada sebelumnya di Jazirah Arab. Orang -orang arab  yang kebanyakan suku suku Badui atau kelompokkelompok pengembara itu hanya sedikit yang beragama Nasrani apalagi Yahudi. orang-orang suku Badui itu mempunyai agama atau tradisi keagamaan sendiri.  Tradisi keagamaan orang-orang Arab ini adalah menyembah berhala.  Tetapi walaupun mereka menyembah berhala nama Allah sebagai Tuhan dikenal juga.Hal ini agaknya disebabkan karena masih hidupnya tradisi Ibrahim. Kebanyakan mereka mencampur kepercayaan politeis dengan monoteis.  Itulah sebabnya mereka disebut musyrik karena mereka menyekutukan Allah dengan Tuhan Tuhan lain.  Di antara mereka umumnya kalangan terpelajar terdapat orang-orang yang memiliki kepercayaan yang murni monoteis yang percaya kepada millah Ibrahim.  Istilah Milah dibedakan atau bahkan kerapkali dipertentangkan dengan Al din. Yang pertama menunjukkan kepada credo,kepercayaan,sekte atau komunitas keagamaan yang bersistem dan menjadi lembaga keagamaan yang tertentu dan jelas sedangkan yang kedua menunjuk kepada agama yang terorganisasikan seperti Yahudi Nasrani atau Islam. Islam yang dibawa Muhammad Rasulullah sebenarnya adalah menghidupkan dan mengembangkan millah Ibrahim tersebut. Millah Ibrahim sebagaimana yang dianut sekelompok kecil bangsa Arab dari suku suku badui itu bersifat sangat murni dalam segi konsep ketuhanannya. Tetapi millah Ibrahim pada waktu itu dipeluk secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil yang merupakan minoritas di antara suku-suku bangsa yang menyembah berhala. Kedatangan Islam menjadikan agama yang meneruskan tradisi Ibrahim itu sebagai rahmat bagi sekalian bangsa. Dalam Surat Al Anbiya ayat 107-108  yang artinya 9



“Dan tiadalah kami mengutus kamu  melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian bangsa.” “  Katakan diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu itu adalah tuhan yang maha esa maka hendaklah kamu berserah diri.” 



3. Ibrahim dalam Al-Qur’an Kata Hanif berasal dari kata kerja hanafa yah nipu dan masdarnya Hanifan artinya condong atau cenderung dan kata Bendanya kecenderungan.  Tetapi dalam Alquran yang dimaksud adalah kecenderungan kepada yang benar.  Dalam Al-quran surat al-baqarah ayat 135 yang artinya “Dan mereka berkata hendaklah kamu menjadi Penganut Agama Yahudi atau Nasrani niscaya kamu mendapat petunjuk Katakanlah tidak kami mengikuti agama Ibrahim yang lurus (Hanif) Bukankah dia Ibrahim dari golongan musyrik atau politeis.” Di situ kata Hanif diterjemahkan dengan lurus tetapi kata Lurus di situ agaknya memerlukan penjelasan. Dalam konteks Ayat tersebut lurus maksudnya adalah pertama tidak mengikuti ajaran Yahudi maupun Nasrani dan kedua tidak menganut polytheisme atau menyembah berhala yang pada waktu itu berlaku di berbagai kalangan masyarakat termasuk di antara orang-orang arab.  Keterangan lebih lanjut mengenai Apa yang disebut sebagai Hanif dijelaskan oleh ayat 136 yang artinya “Katakanlah hai orang-orang Mukmin kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami Dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim Ismail Ishak Yakub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa, serta apa yang diberikan kepada nabi nabi dari Tuhan mereka kami Tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepadanya.” Ayat tersebut memberikan perincian lebih lanjut ciri-ciri kepercayaan seseorang Hanif itu. Pada ayat sebelumnya diberikan ciri negatifnya yaitu bukan mengikuti agama Yahudi dan Nasrani saja bukan pula para penyembah berhala. Sedangkan ayat selanjutnya menyajikan keterangan positif yaitu beriman kepada Allah sebagaimana yang diturunkan oleh Allah serta diajarkan oleh nabi-nabi lain kerja Ibrahim hingga Musa dan Isa. Sebagaimana diketahui Musa dianggap



10



sebagai pendiri agama Yahudi sedangkan Isa adalah penumbuh agama Nasrani. Bagi Islam kesemuanya adalah orang-orang yang Hanif atau muslim dan sebagai nabi mereka mendapat Wahyu dari dan mengajarkan kepercayaan kepada Allah.  Kata hanif disebut dalam Al-quran sebanyak 14 kali dalam 9 surat.  Menurut kronologi turunnya ayat kata Hanif pertama-tama disebut dalam Al-quran surat Yunus ayat 105 yang berarti 9 surat Makkiyah lebih persisnya surat-surat yang diturunkan dalam periode 4 tahun terakhir nabi s.a.w tinggal di Mekkah . Soal ini perlu dikemukakan mengingat adanya analisa kaum orientalis yang mengatakan bahwa penyebutan istilah Hanif dalam Alquran yang dikaitkan dengan Ibrahim adalah merupakan reaksi terhadap kritik intelektual yang dilakukan para pemuka agama Yahudi dan Nasrani di Madinah.  Surat Yunus yang Makkiyah Itu menjelaskan dengan sendirinya hal yang bertentangan dengan kesimpulan dan pandangan kaum orientalis.  Ini dapat dilihat dari segi kronologis maupun sifat kalimatnya seperti tampak dalam ayat 104 105 yang berisikan kata Hanif yang pertama dalam Al-Quran dan ayat 106 .  Surat terakhir yang secara kronologis tergolong dalam surat Makkiyah dan mengandung kata Hanif adalah surat ar-rum/30:30. Dalam ayat ini terdapat keterangan baru mengenai istilah Hanif yaitu artinya “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus (hanif) Kepada agama Allah tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut Fitra itu tidak ada perbuatan pada ciptaan Allah itu Itulah agama yang kuat dasarnya tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Dalam ayat ini Hanif mengandung arti cenderung kepada agama Allah yang merupakan sikap yang sesuai dengan fitrah manusia. Di sini dikaitkan pula bahwa beragama yaitu beragama yang Hanif adalah merupakan kecenderungan dasar manusia. Demikian pula kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agama yang sesuai dengan fitrah manusia adalah Islam. Islam adalah agama yang kokoh dasarnya karena sesuai dengan fitrah manusia itu.   Pembahasan mengenai Konsep Hanif bisa menumbuhkan teori dan hipotesis di sekitar asal usul agama. masalah ini tidak hanya menjadi perhatian ahli teologi tapi



11



juga kalangan ilmu-ilmu sosial, terutama antaropologi, psikologi, dan sosiologi, termasuk juga filsafat sejarah dan perbandingan agama. Posisi teori atau hipotesis di sekitar konsep Hanif adalah bahwa kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan kecenderungan dasar dari fitrah manusia, tanpa melihat apakah manusia itu hidup di zaman dulu, sekarang, atau dimasa datang, dan juga tanpa memandang tempat. Dari hasil penelitian antropologi muncul satu teori bahwa kepercayaan kepada tuhan yang maha esa adalah bentuk agama tertua seperti yang ditemukan oleh Andrew Lang di kalangan penduduk asli australia. Mereka itu tidak memuja roh atau dewa-dewa, melainkan percaya tertinggi. Paul Radin Juga menemukan adanya kecenderungan (hanif) monoteistis pada suku-suku bangsa primitif di Australia, Amerika, dan Indonesia. Mereka itu pada dasarnya membantah pandangan yang meremehkan kepercayaan suku suku primitif yang selalu diasosiasikan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme.  Keterangan mengenai Hanif dalam Al-quran apabila didukung dengan penemuan penemuan ilmu pengetahuan yang membuktikan telah adanya kepercayaan monoteis beribu-ribu tahun yang lampau merupakan bantahan terhadap teori evolusi. Konsep Hanif yang muncul dalam Al-quran tersebut sebenarnya juga merupakan kritik terhadap sebagian kaum antropolog yang sangat meremehkan kemampuan sukusuku primitif dalam menemukan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan memperlakukan mereka tidak adil secara intelektual. Teori Hanif merupakan penolakan terhadap kesombongan sebagian ilmuwan maupun kaum politeis. Nabi Ibrahim dalam al-quran disebut sebanyak 69 kali dalam 24  surat.  Kalau kata ganti bentuk ketiga dihitung juga maka frekuensi penyebutan itu akan lebih banyak lagi.  Diantara surat-surat yang menyebut nama Ibrahim itu 18 diantaranya turun di Mekah dan hanya 6 buah di Madinah. Ini antara lain merupakan bukti bahwa penyebutan nama Ibrahim sama sekali bukan merupakan reaksi terhadap dakwah Rasulullah atas nama Yahudi dan Nasrani yang memang telah ada sebelumnya di Jazirah Arab. Orang -orang arab  yang kebanyakan suku suku Badui atau kelompokkelompok pengembara itu hanya sedikit yang beragama Nasrani apalagi Yahudi. orang-orang suku Badui itu mempunyai agama atau tradisi keagamaan sendiri.  12



Tradisi keagamaan orang-orang Arab ini adalah menyembah berhala.  Tetapi walaupun mereka menyembah berhala nama Allah sebagai Tuhan dikenal juga.Hal ini agaknya disebabkan karena masih hidupnya tradisi Ibrahim. Kebanyakan mereka mencampur kepercayaan politeis dengan monoteis.  Itulah sebabnya mereka disebut musyrik karena mereka menyekutukan Allah dengan Tuhan Tuhan lain.  Di antara mereka umumnya kalangan terpelajar terdapat orang-orang yang memiliki kepercayaan yang murni monoteis yang percaya kepada millah Ibrahim.  Istilah Milah dibedakan atau bahkan kerapkali dipertentangkan dengan Al din. Yang pertama menunjukkan kepada credo,kepercayaan,sekte atau komunitas keagamaan yang bersistem dan menjadi lembaga keagamaan yang tertentu dan jelas sedangkan yang kedua menunjuk kepada agama yang terorganisasikan seperti Yahudi Nasrani atau Islam. Islam yang dibawa Muhammad Rasulullah sebenarnya adalah menghidupkan dan mengembangkan millah Ibrahim tersebut. Millah Ibrahim sebagaimana yang dianut sekelompok kecil bangsa Arab dari suku suku badui itu bersifat sangat murni dalam segi konsep ketuhanannya. Tetapi millah Ibrahim pada waktu itu dipeluk secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil yang merupakan minoritas di antara suku-suku bangsa yang menyembah berhala. Kedatangan Islam menjadikan agama yang meneruskan tradisi Ibrahim itu sebagai rahmat bagi sekalian bangsa. Dalam Surat Al Anbiya ayat 107-108  yang artinya “Dan tiadalah kami mengutus kamu  melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian bangsa.” “  Katakan diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu itu adalah tuhan yang maha esa maka hendaklah kamu berserah diri.”  4. Al-Din Sebelum gazalba, ulama yang cukup Cendekia mengupas pengertian agama, khususnya menurut pengertian Islam, adalah k. H. Munawar Chalil. Ia menulis soal ini di berbagai majalah dan koran Rhoma seperti hikmah, aliran Islam Daulah Islamiyah, dan harian Abadi, yang kemudian dibukukan dalam definisi dan sendi agama (1963, 1970). dalam Alquran kata Al Din, sebagai istilah generik, tanpa memperhitungkan beberapa kata jadiannya, disebut sebanyak 93. Pada umumnya, diartikan sebagai agama 13



religion penilaiannya atau pengadilan dan hari kiamat jika ditambah dengan kata yamn sehingga menjadi yamn al-din. beberapa kata jadiannya pada umumnya diartikan sebagai (dalam keadaan) berhutang utang piutang perjanjian atau kesepakatan (kontrak). Apabila hal itu dikaitkan dengan Ketuhanan, maka perjanjian atau hutang piutang itu artinya suatu kata kesepakatan dengan Tuhan (Convenant) pada masa primordial manusia yang terjadi segera setelah manusia diciptakan (Q.,S. al-'Araf/7:172-173). apa yang dikatakan Endang Saifuddin Memang benar bahwa istilah Aldin itu berlaku umum. Hal itu juga dikatakan oleh Moenawar Chalil dalam bukunya. Kata itu juga berarti kepercayaan. Dewasa ini, dalam hukum Indonesia berlaku pemisahan antara agama dan aliran kepercayaan. Dengan pemerintahan itu, aliran kepercayaan tidak diakui sebagai agama. Tetapi dalam Alquran keduanya tercakup dalam satu pengertian Aldin. Apa yang dikatakan Endang Saifuddin Memang benar bahwa istilah Aldin itu berlaku umum. Hal itu juga dikatakan oleh Moenawar Chalil dalam bukunya. Kata itu juga berarti kepercayaan. Dewasa ini, dalam hukum Indonesia berlaku pemisahan antara agama dan aliran kepercayaan. Dengan pemerintahan itu, aliran kepercayaan tidak diakui sebagai agama. Tetapi dalam Alquran keduanya tercakup dalam satu pengertian Aldin. Ayat-ayat yang mengandung kata Aldin dan tergolong pertama kali turun, terdapat dalam Alquran, s. Al muddatsir/74:46. Tapi kata itu dirangkaikan dengan kata al yawm dan berarti hari pembalasan. Sedangkan ayat yang pertama kali turun dan mengandung arti agama terdapat pada surat Al Kafirun/ 109:6. Sementara itu, agama dalam dimensi kedua dicerminkan oleh keseluruhan surat al-maun. Pada ayat 4 terdapat pernyataan: maka celakalah orang-orang yang menjalankan sembahyang. Dalam ayat ini sembahyang atau shalat adalah ritus, dengan mana seseorang secara individual maupun bersama-sama melakukan komunikasi dengan Allah. Sembahyang adalah salah satu bentuk ibadah. Tetapi di situ dikatakan bahwa orang yang melakukan shalat itu bisa celaka, yaitu apabila ia lalai atau mengabaikan konsekuensi dari shalat itu, yaitu berbuat baik terutama kepada anak yatim dan fakir miskin dan tidak bersikap riya. Atau memamerkan diri untuk mendapatkan pujian dan kemashuran dari masyarakat. Perbuatan dan sikap seperti itu sama artinya 14



dengan mendustakan agama. Ini adalah salah satu contoh dari dimensi horisontal agama. Islam adalah nama sebuah agama. Pengertian ini prevalent, baik di kalangan kaum muslim maupun non-muslim. Kaum muslim menamakan agama mereka Islam dengan penuh kebanggaan. Dan Mereka menolak julukan Mohammedanism, umpamanya, seperti disebut banyak orientalis sebuah sebutan yang berasal dari ahli Islam, H.A.R. Gibb. Menyebut Islam sebagai muhammadanisme sama artinya mengatakan bahwa Islam adalah agama yang diciptakan oleh Muhammad. Dengan begitu Islam bukan wahyu dari Tuhan melainkan hasil daya cipta manusia. Para pengikutnya, dengan sendirinya dapat disebut sebagai mohammedan sejalan dengan penamaan Christian pengikut Yesus Kristus, atau pengikut Buddha Gautama yang disebut kaum Buddhis sekalipun mereka juga bangga disebut begitu. Presentasi kaum orientalis tentang islam Apakah dengan begitu kaum muslim tidak mau disebut sebagai pengikut Muhammad? Bukan begitu soalnya. Karena kaum muslim sering juga menyebut dirinya umat Muhammad, di samping umat Islam atau umat muslim. Tetapi kaum muslim tidak mau disebut sebagai pengikut agama Muhammad, karena istilah itu tidak ada dalam Alquran maupun hadis. Ini mengandung lebih dalam titik bagi kaum muslim umat Muhammad hanyalah seorang manusia biasa yang disebut dalam Alquran sebagai Basyar:.Katakan: Maha Suci Tuhanku. Bukankah aku ini hanya manusia biasa dalam (Basyar), yang menjadi utusan Tuhan. Keistimewaan Muhammad hanyalah bahwa ia adalah seorang rasul Tuhan dan karena itu Muhammad tidak dipuja, apalagi disembah. Muslim, artinya, antara lain adalah orang yang tunduk hingga, apabila pengertian itu dikaitkan dengan Islam sebagai nama sebuah agama, maka Islam dapat diartikan sebagai agama orang-orang yang tumbuh yaitu tunduk pada kehendak tuhan. Persoalan yang timbul, apabila dengan demikian, semua orang yang percaya pada tuhan yang maha esa, Sekalipun tidak secara formal menyatakan dirinya sebagai Muslim, pemeluk agama Islam sebagai agama formal dapat pula disebut sebagai Muslim? Misalnya para suku primitif di Amerika Utara atau pengikut aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai salah satu kepercayaan Jawa, selain yang benar-benar memang 15



menyatakan diri sebagai Muslim? Apakah Alquran memberi penjelasan mengenai pertanyaan teoritis ini? Tanda tanya dalam suatu ceramahnya Di Departemen Agama, beberapa tahun yang lalu, ahli sejarah Islam terkemuka, Bernard Lewis, dalam awal pembicaraannya, merasa perlu menjelaskan terlebih dahulu. Apa yang disebut dengan Islam itu ada tiga persepsi mengenai Islam, katanya. Pertama, Islam sebagaimana terwujud dalam Alquran dan hadis. Sebagai konsep, Islam dalam wujud ini dinyatakan oleh kaum muslim sebagai tidak berubah titik agaknya ia perlu menyatakan hal ini untuk menghindari kesalah pahaman mengenai paham pembaharuan pemikiran Islam yang dilontarkan oleh Nurcholis Madjid karena banyak yang menyangka seolah-olah ia ingin merubah Alquran dan hadis. Sikap menolak pemikiran Syiah antara lain disebabkan karena salah informasi bahwa kaum Syiah mempunyai Alquran sendiri. Presepsi kedua adalah Islam sebagaimana diinterpretasikan oleh para ulama. Dalam kenyataannya, kaum muslim memahami Islam, apalagi di kalangan awam, dalam wujud ajaran atau doktrin yang disistematisasikan melalui proses interpretasi terusmenerus untuk mencapai kesepakatan (ijma), dalam jangka waktu yang cukup lama. Disinilah kita mengenal Islam dalam mazhab sunni Syiah atau Ahmadiyah. Kali pun ada perbedaan di sana-sini, tetapi umat Islam dari berbagai mazhab itu pada dasarnya masih bisa menerima masing-masing rumusan hore dan Ahmadiyah qadian. Perbedaan antara mazhab mazhab itu dapat dijelaskan dari analisis sejarah, terutama sejarah politik atau dari sudut metodologinya. 5. Islam Islam, dalam wujud interpretasi adalah hasil olah pikir para ulama dan cendekiawan yang merespon wahyu ilahi dan Teladan Nabi SAW dalam konteks masyarakatnya. Oleh sebab itu, Islam ditangkap dalam persepsi ini akan selalu berkembang dan dikembangkan sesuai dengan tantangan zaman. Interpretasi Islam ini mula-mula muncul dalam bentuk teologi yang sangat diwarnai oleh persoalan-persoalan sosial dan politik. Ayat-ayat Alquran dan kata-kata maupun teladan Nabi SAW. Dipakai sebagai pedoman dasar dan orientasi untuk menanggapi persoalan persoalan masyarakat. Respons teologis yang banyak bersifat spekulatif dan bahkan arbiter ini ternyata 16



membawa dinamikanya sendiri. Timbul upaya-upaya pemikiran yang lebih rasional dan sistematis dalam bentuk studi hukum kemasyarakatan yang kemudian hasilnya dikenal sebagai ilmu Fiqh dan Ushul alfiqh. Dalam bukunya Islam the trackpad John l Esposito dalam penjelasannya mengenai aspek kehidupan agama, teori dan prakteknya, mengambil kesimpulan atau mendapat kesan bahwa: tentara dalam Kristen teologi adalah ratu semua ilmu Maka dalam Islam sebagaimana dalam agama Yahudi ilmu hukum ditempatkan dalam dudukan yang dibanggakan karena menurut ahli Islam yang Simpati ini, fiqih adalah perwujudan penerimaan pada atau penyesuaian diri terhadap hukum-hukum Tuhan melalui Islam yang artinya, penyerahan diri pada hukum-hukum Tuhan. Dengan begitu maka Esposito melihat fiqih sebagai perwujudan Islam. Apa yang dikatakan Esposito itu tidak sepenuhnya benar, sebagaimana diakuinya sendiri kemudian, karena hal itu hanyalah kesan para komentator yang penting untuk dikemukakan titik interpretasi Islam diwujudkan dalam berbagai ilmu terutama ilmu ilmu teologi dalam kurung ilmu ilmu Tauhid, aqaid, Usul al-din atau kalam kurung, alfiqh dalam berbagai cabangnya dan tasawuf. Itulah ilmu-ilmu keislaman tradisional yang membentuk paradigma keilmuan tertentu diri, yang mendasari ilmu-ilmu lainnya yang dikembangkan dalam masyarakat muslim. Sekalipun demikian Memang benar bahwa fiqih merupakan ratu diantara ilmu-ilmu keagamaan tradisional tersebut seolaholah sistem diwakili dan diberi citra dengan al-fiqh. Untuk membedakan antara Kristen di satu pihak dan Islam serta Yahudi di lain pihak, Esposito mengatakan bahwa bagi kaum Kristen, pertanyaan yang tepat adalah apa yang dipercayai oleh orang Kristen? Sementara bagi Islam dan yudaisme, pertanyaan yang tepat adalah apa yang dilakukan oleh orang Islam? Karena, jelas Esposito, Islam berarti menyerah pada kehendak Tuhan. Karena itulah kaum muslim selalu cenderung untuk menemukan diri pada kepatuhan atau mengikuti kehendak tuhan yang ditetapkan dalam hukum Islam. atas dasar itu, banyak komentator telah membedakan penekanan Kristen pada ortodoksi, atau doktrin dan kepercayaan yang benar, sedang Islam menekankan pada ortopraksi, atau tindakan yang benar. Sungguhpun demikian, Esposito juga mengakui bahwa tekanan pada praktik tidak



17



mengesampingkan pentingnya keyakinan dan kepercayaan. Iman dan tindakan yang benar atau praktik selalu berjalin berkelindan titik persepsi ke-3 mengenai Islam adalah apa yang disebut sebagai Islam sejarah titik ini adalah Islam sebagai yang diwujudkan dalam sejarah titik Islam sebagaimana yang dirumuskan oleh para ulama dan cendekiawan oleh Wheel sebagai Islam ideal. Ketika dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat hukum negara dan kebudayaan maka Islam yang nampak adalah yang nyata perwujudannya dalam sejarah. Dalam realitas jarak ini mungkin mengandung jarak dari Islam ideal. Karena itu yang disebut masyarakat muslim atau kebudayaan muslim mungkin mengecewakan karena dinilai tidak selalu sesuai dengan rumusan idealnya, Islam yang ini, mungkin pula telah tercampur dengan unsur-unsur budaya lain baik yang sesuai atau bertentangan dengan Islam yang diperselisihkan itu Islam historis adalah Islam yang berubah dan berkembang atau mungkin juga Islam yang beku dan muncul dari perkembangan yang telah di capai pada suatu sejarah tertentu. Kalangan dalam akan cenderung untuk menampilkan pisang ideal sementara kalangan luar akan cenderung untuk melihat Islam sebagai aktualisasi sejarah kemasyarakatan meminjam istilah smith. 6. Taqwa Para penulis modern, termasuk orientalis seperti Prof. Toshihiko izutsu, seorang guru besar linguistik pada Universitas Keio, Tokyo yang sangat menguasai bahasa Arab dan bahasa Alquran seperti diperlihatkan dalam salah satu bukunya yang terkenal, etika religius in the Quran, tampaknya tertarik dengan istilah takwa ini, karena kedudukan yang sentral, dalam ajaran islam, oleh para penulis muslim. Istilah ini juga lama-lama memperoleh perhatian baru, dalam rangka penafsiran kembali. Prof. Nur Rahman umpamanya, dalam suatu artikelnya, memasukkan istilah ini sebagai satu dari tiga konsep kunci etika Alquran bersama-sama dengan istilah Islam dan iman. Hasil analisa etimologi dan semantiknya memperlihatkan adanya kesamaan arti dari ketiga istilah itu sehingga dari kedudukannya dan fungsi masing-masing kata serta kaitan antara ketiganya, dapat dirumuskan pengertian-pengertian baru yang lebih komprehensif. Istilah itu sangat dikenal oleh kaum muslim lewat kutbah Jumat, dimana anjuran untuk bertakwa ini selalu dikemukakan, karena merupakan syarat khotbah. Anjuran ini bisa dikemukakan demikian saja, tetapi biasanya sangka aktif selalu mengutip Alquran. Dalam aturan tersebut istilah Taqwa biasanya diartikan secara sederhana sebagai taqwa kepada Tuhan yang dilaksanakan dengan menjauhi segala larangannya, 18



menjalankan semua perintahnya. Barangkali inilah pengertian umumnya di kalangan umat Islam tentang arti taqwa. Karena itulah maka penerjemah Inggris seperti J.M. Rothwell mengalihbahasakan Muttaqien menjadi food pairing, atau orang yang takut kepada Tuhan. Berdasarkan penelaahan nya mengenai nilai-nilai budaya Arab pra Islam, Prof. T. Izutsu yang karyanya mengandung unsur-unsur metodologi penafsiran Alquran dan banyak dipakai sebagai referensi para pengarang muslim modern itu berspekulasi bahwa konsep Taqwa ini, yang juga berasal dari budaya tradisional diangkat oleh Alquran sebagai gerakan terhadap sifat-sifat kesombongan kecongkakan dan keangkuhan bangsa Arab agar mereka menurunkan rasa takaburnya yang berlebihan itu. Dalam pengertian taqwa, seperti yang simpulkan, terkandung suasana takut yang menurut analisisnya terhadap keseluruhan sistem nilai etika dalam al-quran merupakan basis agama yang paling mendasar. Takut ini katanya, hampir sinonim dengan percaya atau pengabdian. Metode yang lebih tepat untuk mencari arti taqwa adalah dengan mempelajari berbagai kata dalam Alquran yang bisa memperjelas artinya, seperti yang dilakukan oleh SyefHusein M. Dalam suatu prasarananya ada International Congress for the study of the Quran yang diselenggarakan oleh Australia National University, Mei 1980 dimana hadir sarjana-sarjana muslim terkemuka dan para orientalis. Kupasan antara lain juga bertolak dari tulisan ini Jutsu tahun 1964 itu. Karena itu ia juga mempelajari Penggunaan istilah yang berkaitan dengan akar kata Taqwa, dalam sajak-sajak dan kesusastraan Arab pra Islam seperti dalam mu'allaqat (syair-syair yang digantungkan di dinding dinding Ka'bah pada zaman Jahiliyah karya-karya Zuhair Ibnu Abi Sulma Kaffah al-sulami. Amri been Kultsum) dan dengan merujuk kepada studi ahli sastra Alta Bridge yang mengulas karya sastra Diwan Al khamsah, pada zaman Jahiliyah. Hasil penelitiannya adalah bahwa istilah Taqwa tidak pernah ada dalam sastra jahiliyah, tetapi turunnya, dalam bentuk kata kerja seperti attaki, yattaqi, yatakun-a atau banyak yang tidak memiliki konotasi religius moral atau etika apa pun sering dipergunakan dalam pengertian menjaga diri seseorang dari suatu yang membahayakan titik oleh Alquran kata kerja itu diangkat dalam berbagai kata jadian, tetapi diisi dengan pengertian moral dan etis yang mengandung mendalam. Istilah Taqwa, dengan kata-kata jadiannya, diketik oleh Alquran seluruhnya sebanyak 242 kali 102 diantaranya dalam surat surat Makkiyah dan 140 dalam suratsurat madaniyah. Istilah ini mula-mula turun dalam bentuk kata benda, dan bukan kata kerja, yaitu yang sekarang Termasuk dalam surat al-alaq. Sekalipun hanya 5 ayat pertama saja yang merupakan Wahyu yang pertama kali turun, namun tidak tidaknya, Istilah itu dikandung di antara ayat-ayat paling awal. Ketika ayat yang mengandung pengertian taqwa itu turun ayat 12, belum ada wahyu tentang hari kiamat atau ayat-ayat yang sifatnya eskatologis. Bahkan, kata-kata ini dipergunakan untuk melawan perilaku elit suku-suku bangsa Arab jahiliyah yang dicakup dalam kata makna yang artinya merasa sudah cukup dengan dirinya sendiri dan bersikap berlebihan sehingga bertindak melampaui batas yang melukiskan sikap Abu Lahab pemuka suku Quraisy, salah 19



seorang paman nabi sendiri (Q.,s.al-Alaq/96:61). Disini taqwa disinonimkan dengan huda atau petunjuk kejalan yang benar. pada ayat 11, kata-kata ini dipakai untuk menilai Nabi sendiri yang bertindak untuk menepati kewajihan dan tidak berdusta, sebagai keterangan dalam istilah taqwa. Sebenarnya ayat-ayat diatas tidak bermaksud menjelaskan arti kata taqwa itu sendiri, melakukan memberikan ciri-ciri "mereka yang bertaqwa". Karena itu maka Prof. T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, dalam tafsir Al-Bayan nya, membiarkan istilah muttaqin tidak berubah. Al Qur'an dan terjemahan departemen agama RI, sedikit menerjemahkannya menjadi, mereka yang bertaqwa yang sebenarnya tidak menambah kejelasan. Terjemahan yang bersifat menjelaskan diberikan oleh Mawlana Muhammad Ali, dalam Tafsir the holy Qur'an dengan kalimat "orang yang memenuhi kewajiban dan menjaga diri dari kejahatan". Dalam catatan kakinya, ia menjelaskan bahwa muttaqi berasal dari akar kata waqa yang artinya menyelamatkan, menjaga atau melindungi. Menurut kamus Al Qur'an, al Raghib, al Isfahani, waqiyah berarti, menjaga suatu barang dari suatu yang merugikan atau merusaknya. Muttaqi yang merupakan bentuk nominatif dari ittaqa, oleh Muhammad Ali diartikan sebagai, melindungi atau menjaga diri dengan sangat. Karena itu maka mutiara diartikan dengan: orang yang menjaga diri dari kejahatan, orang yang berhati hati dan orang yang menghormati atau menepati kewajiban. Tetapi Muhammad Ali juga mencatat, bahwa mutiara biasanya memang diterjemahkan sebagai "orang yang takut" (kepada Allah) atau yang tulus. Tak ada konotasi negatif pada sikap takut kepada Allah. Bahkan sebaliknya seorang muslim hanya takut kepada Allah saja, tetapi tidak boleh takut kepada sesama manusia. Namun orang juga boleh takut kepada sesuatu, misalnya takut kejerumus kedalam perbuatan dosa. Hal yang lebih menonjol dalam arti taqwa ini adalah konotasi nya pada soal tanggung jawab dan kewajiban atau kecenderungan pada jalan yang benar seperti dimaksudkan dalam Al-Qur'an s. al-Syams / 91:8 tersebut diatas.



20