Profil Apotek [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

[Type text]



Visi Apotek Hadi Farma Kota Tanjungbalai Adapun Visi Apotek Hadi Farma Tanjungbalai adalah: “Menjadi Apotek yang memberikan pelayanan kesehatan berkualitas, akuntabilitas dan penuh kasih sayang”



Misi Apotek Hadi Farma Kota Tanjungbalai Adapun Misi yang diemban oleh Apotek Hadi Farma Tanjungbalai adalah sebagai berikut: 



Membantu pemerintah dalam menjalankan amanat dasar Negara yang tercantum dalam pasal 28 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat berhak memperoleh pelayanan kesehatan.







Memberikan pelayanan kesehatan bermutu pada masyarakat, berorientasi pada kecepatan, ketetapan dan kenyamanan.







Mendukung program pemerintah dalam program Universal Coverage 2014.



Motto Apotek Hadi Farma Tanjungbalai Adapun motto Apotek Hadi Farma Tanjungbalai “Kesembuhan dan kepuasan pasien adalah kebahagiaan kami”



adalah:



LATAR BELAKANG-Apotek adalah suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Permenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002). Pekerjaan kefarmasian tersebut meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Undangundang No.23/1992).Yang termasuk sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika (Permenkes No. 1332/Menkes/ SK/X/2002). Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan berkewajiban menyediakan sumber informasi mengenai perbekalan farmasi bagi pasien, tenaga kesehatan yang lain dan masyarakat pada umumnya. Apotek juga



[Type text]



dituntut mampu memberikan pelayanan swamedikasi, hal ini didorong oleh kecenderungan masyarakat yang lebih memilih swamedikasi untuk penjagaan dan peningkatan kesehatan. Seorang apoteker di apotek memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh terhadap perbekalan farmasi, selain juga harus dapat menjalankan fungsi sebagai seorang manager yang baik melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian semua kegiatan di apotek. Seorang apoteker yang profesional diperlukan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang juga harus ditunjang dengan pola pikir dan perilaku yang sesuai dengan kode etik profesi serta undang-undang yang berlaku.Selain untuk sarana pelayanan kesehatan, apotek juga merupakan salah satu sarana pengabdian apoteker yang telah disumpah. Tugas dan fungsi apotek menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 1980, yaitu: 1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan atau pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat. 2.



Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. 3.



Mengingat pentingnya peranan apotek dalam upaya pelayanan kesehatan dan pendistribusian obat secara langsung kepada masyarakat, maka diharapkan seorang apoteker (APA) dalam menjalankan tugasnya di apotek dituntut profesionalismenya yang meliputi pengetahuan dan ketrampilan kefarmasian yang memadai, pemahaman manajerial yang cukup, kemampuan berkomunikasi yang baik dan sikap kemauan untuk membangun sesama, sehingga dapat mengelola apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan yang baik. Mengingat hal-hal tersebut di atas apoteker memerlukan bekal pendidikan, pengetahuan dan pengalaman praktis dalam hal pengelolaan apotek agar dapat melaksanakan tugasnya secara professional. Obat yang diberikan kepada masyarakat berada dalam kondisi yang memenuhi syarat sehingga harapan untuk mencapai pengobatan optimal dapat tercapai.



--VISI & MISI-Visi Menjadi apotek dengan pelayanan kefarmasian prima berbasis pharmaceutical care yang mampu menjadi mitra utama share holder dalam pelayanan kesehatan. 1.



2.



Misi



Memberikan pelayanan kefarmasian berbasis pharmaceutical care kepada masyarakat. 1.



Melakukan pelayanan informasi serta konsultasi obat dan kesehatan kepada masyarakat. 2.



[Type text]



Menyediakan serta menyalurkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. 3. 4.



Ikut menjaga dan memantau penggunaan obat di masyarakat.



5.



Menjalin kerja sama yang baik dengan share holder.



3. Apotek adalah suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pengertian ini didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 4. Pekerjaan kefarmasian menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5. Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apotek dapat diusahakan oleh lembaga atau instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Suku Dinas Kesehatan setempat. 6. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, terutama pada BAB III, bahwa pelayanan kefarmasian meliputi:



[Type text]



7. 1. Pelayanan Resep 8. a. Skrining Resep 9. Apoteker melakukan skrining resep meliputi: 1) Persyaratan Administratif : – Nama, SIP dan alamat dokter – Tanggal penulisan resep – Tanda tangan/paraf dokter penulis resep – Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien – Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang minta – Cara pemakaian yang jelas – Informasi lainnya 2) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. 3) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. 10.



b. Penyiapan obat



11. 1) Peracikan Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. 2) Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca. 3) Kemasan Obat yang Diserahkan Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.



[Type text]



4) Penyerahan Obat Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. 5) Informasi Obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: dosis, efek farmakologi, cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. 6) Konseling Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. 7) Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. 12.



2. Promosi dan Edukasi



13. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi



[Type text]



dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain. 14.



3. Pelayanan Residensial (Home Care)



15. Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record). 16.



Apotek (Obat) di Puskesmas I Kembaran dikelola oleh Ibu Indah



Juli Widowati. 17.



>>sumber : http://nadeyarizi.wordpress.com/2013/01/15/p



eranan-fungsi-dan-tugas-apoteker-di-apotek/



Apotek Apotek adalah suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pengertian ini didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Pekerjaan kefarmasian menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apotek dapat diusahakan oleh lembaga atau instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Suku Dinas Kesehatan setempat. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, terutama pada BAB III, bahwa pelayanan kefarmasian meliputi: 1. Pelayanan Resep a. Skrining Resep



[Type text]



Apoteker melakukan skrining resep meliputi: 1) Persyaratan Administratif : - Nama, SIP dan alamat dokter - Tanggal penulisan resep - Tanda tangan/paraf dokter penulis resep - Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien - Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang minta - Cara pemakaian yang jelas - Informasi lainnya 2) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. 3) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. b. Penyiapan obat 1) Peracikan Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. 2) Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca. 3) Kemasan Obat yang Diserahkan Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. 4) Penyerahan Obat Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. 5) Informasi Obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: dosis, efek farmakologi, cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta



[Type text]



makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. 6) Konseling Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. 7) Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. 2. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain. 3. Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).



BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Penerapan Otonomi Daerah secara penuh pada 1 Januari 2001 membawaperubahan mendasar dalam ketata negaraan Republik Indonesia. Demikian jugahalnya di bidang pengelolaan obat. Sebelum penerapan Otonomi DaerahPengelolaan obat pada dasarnya dilakukan secara terpusat. Akan tetapi sejak tahun 2001 sejalan dengan penerapan Otonomi daerah pengelolaan obatdilakukan secara penuh oleh Kabupaten/Kota. Mulai dari aspek perencanaan,pemilihan obat, pengadaan, pendistribusian dan pemakaian.Fungsi pemerintah pusat pada pengelolaan obat di era desentralisasi meliputi :penyusunan Daftar Obat Esensial Nasional, Penetapan Harga Obat PelayananKesehatan Dasar dan Program, penyiapan modul-modul pelatihan dan pedomanpengelolaan.Sejak penerapan Otonomi daerah penambahan jumlah Kabup aten Kota sangatpesat. Bila sebelum otonomi daerah jumlah Kabupaten Kota sekitar 265, makasampai saat ini telah ada sekitar 429 kabupaten/Kota. Penambahan jumlahKabupaten Kota ini tidak selalu di iringi dengan tersedianya tenaga terampil diberbagai sektor. Termasuk di dalamnya keterbatasan tenaga pengelola obatyang mempunyai latar pendidikan farmasi dan telah mengikuti berbagaipelatihan pengelolaan obat. Disisi lain pedoman pengelolaan obat yangters edia masih bernuansa sentralistik. Oleh karena itu diperlukan adanya bukupedoman



[Type text]



pengelolaan oba baik di tingkat Kabupaten-Kota maupun Puskesmnasyang lebih sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. . TUJUAN PENGELOLAAN OBAT Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Puskesmas bertujuanuntuk m enjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan pelayananobat yang efisien, efektif dan rasional.



Fungsi Puskesmas : 1) Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan pusat pemberdayaan, mengupayakan program-program pembangunan yang berwawasan kesehatan yaitu : a) Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya. b) Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. c) Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan. d) Pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat. 2) Masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan untuk berupaya agar : a) Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat. b) Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaan. c) Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. 3) Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan yang meliputi : a) Pelayanan kesehatan masyarakat (public goods) b)



Pelayanan kesehatan perorangan (private goods) Pendahuluan Akreditasi merupakan pengakuan formal terhadap kualitas layanan publik yang terdokumentasi dengana baik. Seiring dengan telah diberlakukanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Secara umum JKN dibagi menjadi dua katagori yaitu jaminan bidang kesehatan yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS ini tidak lain dan tidak bukan sebelumnya Askes dan digabung dengan asuransi PNS/tenaga kerja lain seperti Asuransi kesehatan untuk personil TNI/Polri , juga Jamsostek. Sedangkan bidang lainnya adalah ketenagakerjaan yang meliputi jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Pada era BPJS ini sangat dituntut melakukan pelayanan yang berkualitas, termasuk pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian mencakup pengelolaan obat, monitroring efek samping dan pemberian informasi/konseling penggunaan obat kepada pasien. Kegiatan ini dalam dokumen akreditasi FKTP/Puskesmas terangkum di dalam komponen Upaya Kesehatan Masyarakat.



[Type text]



Bagaimana implementasi pelayanan kefarmasian dalam akreditasi Puskesmas/FKTP? Ini merupakan tantangan sekaligus peluang sehingga harus disikapi dengan arif dan bijaksana dan senantiasa menstimulasi adversity quotient(AD) untuk terus berupaya maksimal agar tercapai kualitas layanan kefarmasian yang prima. Apakah peran tenaga farmasi ini sinergi antara peningkatan peran danreward yang diperoleh sebagai sebuah konsekuensi peningkatan volume dan tanggung jawab kerja?? Tentunya kesiapan dan peningkatan kinerja senantiasa dibarengi dengan reward itu adalah sebuah harapan. Lantas bagaimana seharusnya pelayanan kefarmasian dalam era akreditasi ini dijalankan ? Kesiapan untuk menjalankan tanggung jawab ini harus dimulai dari komitmen kita sendiri sebagai abdi masyarakat. Tentunya perlu langkahlangkah pro aktif, inovatif dan produktif melalui upaya setingi- tingginya untuk mencapainya. Senantiasa mengedepankan profesionalisme dan tanggung jawab profesi (phramaceutical care). Sesungguhnya reward akan kita peroleh seiring dengan bagaiman fungsi dan peran kita dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap pelayanan yang kita berikan dan bukan hanya sekadar pujian atau isap jempol belaka. Yang terpenting adalah to learn, to do and to be dalam sebuah pencapaian yang sinergis dan komprehensif. Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer/Pusksemas Akreditasi FKTP/Pusksemas merupakan pengakuan secara legal/formal bahwa sistem mutu dan prosedur sudah berjalan yang dapat dibuktikan dengan kelengkapan dokumen. Tujuan pelaksanaan akreditasi ini adalah untuk meningkatkan mutu dan kinerja pelayanan Puskesmas. Elemen penilaian dalam akreditasi Puskesmas meliputi : Bab I Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas Bab II Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP). Bab III Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP) Bab IV Upaya Kesehatan Masyarakat yang Berorientasi Sasaran (UKMBS) Bab V Kepemimpinan dan Manajemen Upaya Kesehatan Masyarakat Bab VI Sasaran Kinerja dan MDGs (SKM) Bab VII Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP) Bab VIII Manajemen Penunjang Layanan Klinis Bab IX Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP) Jenis tenaga kefarmasian Tenaga kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 terdiri dari :



[Type text]



1.



Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.



2.



Tenaga Teknis Kefarmasian (TTF) adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, ahli Madya Farmasi, analis Farmasi, dan Tenaga Menegah Farmasi/ Asisten Apoteker.



Pekerjaan dan pelayanan kefarmasian Pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atau resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sedangkan pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bettanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Gambaran pelayanan kefarmasian menjelang era akreditasi Seiring dengan pemberlakuan sistem Jaminan Sosial Nasional yang sudah diberlakukan per 1 Januari 2014. Peran pelayanan kefarmasian semakin meningkat dalam upaya pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) melalui penggunaan obat yang rasional (POR). Namun demikian berdasarkan hasil survey Ditjen Bina Farmasi dan Alkes Kementerian Kesehatan menunjukan bahwa Puskesmas perawatan yang telah menerapkan pelayanan kefarmasian sesuai standar baru mencapai 25%. Kondisi ini menggambarkan bahwa sebagian besar Puskesmas perawatan masih belum menerapkan pelayanan kefarmasian yang baik. Hal ini menjadi penghambat pencapaian pelayanan kefarmasian yang optimal yang akan tercermin dengan rendahnya tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian. Dengan demikian perlu upaya keras untuk mewujudkan kualitas pelayanan yang diharapkan. Berdasarkan fakta di lapangan prosentase Puskesmas perawatan sebagai basis pelayanan primer yang sudah memiliki tenaga apoteker dan menjalankan pelayanan kefarmasian secara komprehensif baru sekitar 25% apakah sisanya yang 75 % siap mengikuti lajunya tuntutan jaman atau wait and see? Salah satu upaya penting dalam mewujudkan peran apoteker adalah pelayanan informasi obat untuk provider/ petugas kesehatan dan pasien dalam rangka meningkatkan Quality of lifepasein sehingga diharapkan peningkatan kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian dan dapat dirasakan dampak positifnya oleh masyarakat secara umum. Oleh karena itu perlu ditumbuhkan sikap responsif dan aspek kedisiplinan dan kepastian waktu yang dibutuhkan untuk melayani secara komprehensif perlu dibuat suatu prosedur tetap yang berkualitas, teruji dan dapat dipercaya.



[Type text]



Selain itu juga menjalankan peran fungsional Apoteker secara komprehensif. Peran itu merupakan tugas pokok tentang farmasi klinis. Kegiatan ini terdiri dari pelayanan resep, pemberian informasi obat, konseling, visite baik mandiri maupun bersama tim, pembuatan sarana informasi, penyuluhan dalam upaya promosi kesehatan dan home pharmacy care. Tugas lain sebagai peran yang melekat adalah pencatatan dan pelaporan, monitoring penggunaan obat rasional dan obat generik, adminsitrasi kesalahan penggunaan obat (medication errors), monitoring efek samping obat, pharmacy record, monitoring, evaluasi dan tindak lanjut (Kemkes, 2009). Pelayanan kefarmasian ini tidak lepas dari tanggung jawab profesi kefarmasian (Pharmaceutical care). Peran Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi administratif perbekalan farmasi dan alat kesehatan serta pelayanan farmasi klinis. Pelayanan farmasi klinis ini meliputi pelayanan resep obat, informasi obat, konseling visite mandiri ataupun bersama tim medis, pembuatan sarana informasi seperti brosur, leaflet, poster, newsletter, promosi kesehatan,home care. Jenis pelayanan kefarmasian juga merupakan jasa profesional yang dapat diukur dengan melihat dan mempertimbangkan tingkat kepuasan pasien. Implementasi peran dan fungsi Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Pusksemas perlu didukung dan diupayakan semaksimal mungkin dalam upaya pencapaian akreditasi Puskesmas yang optimal. Hal ini tercermin mulai dari aspek kebijkan, manjerial maupun teknis yang sinergi dari hulu ke hilir. Namun yang paling penting adalah komitmen kuat dari insan profesi untuk bekerja keras dan berkarya tanpa pamrih untuk mewujudkan tanggung jawab profesi sebagai upaya dan peran nyata dalam pembangunan kesehatan secara umum melalui kinerja yang prima dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Fungsi dan peranan tenaga kefarmasian Secara umum Peran apoteker melipusti aspek : 1. Manajerial Fungsi manajerial merupakan kemampuan untuk mengelola kegiatan pelayanan kefarmasian secara menyelutuh sehingga dapat berjalan secara feisien dan efektif sesuai keweangan porofesi yang melekat. Standar pelayanan kefarmasian diasarkan pada acuan/pedoman pelayanan kefarmasian menurut Dirjen Bina Farmasi dan alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor HK.00.DJ.II.924 tahun 2006. Prosedur tahapan teknis yang harus dilaksanakan secara konsisten dan tepat agar pencapaian target kinerja dapat dicapai secara optimal sesuai standar prosedur. Standar prosedur opersional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang pekerjaan kefarmasian yang mengacu kepada standar kefarmasian meliputi fasilitas produksi, ditribusi atau penyaluran , dan pelayan kefarmasian.



[Type text]



Dalam aspek manajerial meliputi administrasi sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan perencenaan kebutuhan obat, permintaan obat ke Gudang Farmasi, peyimpanan dan pendistribusian ke sub unit dan kegiatan luar gedung. Sedangkan adminsitrasi resep meliputi pencattan jumlah resep berdasarkan umlah status pasien, penyimpanan bundel resep selama 3 tahun dan pemusnahan obat rusak, palsu dan kadaluarsa. 2. Fungsional Peran fungsional Apoteker merupakan tugas pokok tentang farmasi klinis. Kegiatan ini terdiri dari pelayanan resep, pemberian informasi obat, konseling, visite baik mandiri maupun bersama tim, pembuatan sarana informasi, penyuluhan dalam upaya promosi kesehatan dan home pharmacy care. Tugas lain sebagai peran yang melekat adalah pencatatan dan pelaporan, monitoring penggunaan obat rasional dan obat generik, adminsitrasi kesalahan penggunaan obat (medication errors), monitoring efek samping obat, pharmacy record, monitoring, evaluasi dan tindak lanjut (Kemkes, 2009) Kompetensi Apoteker yang dapat dilaksanakan di Puskesmas adalah : 1.



Mampu menyediakan dan memberikan pelayana kefarmasian yang bermutu.



2.



Mampu mengambil keputusan secara profesional



3.



Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya dengan menggunakan bahasna verbal, nonverbal maupun bahasa lokal.



4.



Selalu belajar sepanjang karier (long life education) baik pada jalur formal maupun informal, sehingga ilmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (up to date)



Sedangkan tugas pokok dan fungsi seorang apoteker di Puskesmas menurut Permenkes Nomor 1332/Menkes/Per/X/2002, meliputi : 1.



Pembuatan, pengolahan, mengubah bentuk, pencampuran, penympanan, dan penyerahan obat obat atau bahan obat.



2.



Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.



3.



Pelayan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi pelayan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan dokter kepada masyarakat serta pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, kemanana, bahaya atau mutu obat dan perbekalan farmasi.



Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas



[Type text]



Menurut Permenkes No. 30 tahun 2014, standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas memiliki tujuan : 1.



Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian



2.



Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian



3.



Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)



Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinis. Pelayanan farmasi klinis meliputi pengkajian resep, penyerahan dan pemberian infromasi obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, ronde/visite pasien pada Puskesmas rawat inap, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pemantauan terapi obat dan evaluasi penggunaan obat. Dalam rangka akreditasi, telusur pengelolaan dan penggunaan obat dilaksanakan berdasarkan telusur berbasis individual. Hal ini merupakan eksplorasi terhadap proses pengelolaan dan penggunaan obat. fokus diarahkan pada kemungkinan timbulnya resiko. Hal ini dilakukan untuk mempermudah evaluasi terhadap kesinambungan pengelolaan dan penggunaan obat mulai dari proses pengadaan sampai monitoring efek samping obat pada pasien. Upaya yang perlu dipersiapkan untuk mewujudkan pelayanan farmasi sesuai standar tsb? Segala upaya seyogyanya dilakukan semaksimal mungkin dengan senantiasa mengedepankan tanggung jawab profesi (pharmaceutical care) dalam upaya peningkatan kualitas hidup pasien dalam era ini. Harapan ke depan adalah mari kita bahu membahu, membangun pelayanan kefarmasian yang lebih dapat dirasakan oleh masyarakat secara umum, karena kualitas layanan adalah hak mutlak yang harus diperoleh oleh segenap masyarakat Indonesia tidak pandang bulu. Untuk mewujudkan sistem dan prosedur dapat berjalan maka perlu dituangkan suatu pedoman mutu, ketentuan dan standar prosedur operasional (SPO) yang baku mengacu pada Pedoman dan instrumen akreditasi Puskesmas sebagai Fasilitas Pelayaan Kesehatan Tingkat Primer. Menurut UU No. 29 tahun 2004, SPO merupakan suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu. Pedoman pelayanan farmasi meliputi pengorganisasian, standar SDM, fasilitas, tata laksana pelayanan farmasi, logistik pelayanan farmasi, kendali mutu dan keselamatan pasien, keselamatan karyawan farmasi. Sedangkan SPO pelayanan kefarmasian yang disusun meliputi peresepan obat, pelayanan rawat inap dan rawat jalan, penyediaan dan penggunaan obat, pengendalian dan penilaian penyediaan dan penggunaan obat, pelayanan obat untuk 7 hari 24 jam pada Puskesmas dengan rawat darurat, monitoring peresepan sesuai formularium. Selain itu juga SPO efek samping



[Type text]



obat, riwayat alergi, obat yang dibawa pasien rawat inap, MESO, pelayanan obat psikotropik dan narkotik, pengedalian dna pengawasan penggunaan psikotropik dan narkotik serta pelaporan kesalahan pemberian obat dan pelaporannya (Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cidera). Semoga sukses dan terwujud pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia melalui terciptanya universal coverage untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. Amiiin. Simpulan Tenaga kefarmasian merupakan bagian integral dalam proses akreditasi sehingga harus memberikan layanan kefarmasian yang berkualitas sesuai standar dan mengacu pada perkembangan terkini dalam upaya mewujudkan tanggung jawab profesi secara komprehensif. Menyiapkan diri sedini mungkin dengan komitmen, keingintahuan, kemauan dan kemampuan untuk membangun pelayanan kefarmasian yang prima dalam upaya mewujudkan MDGs. REFERENSI : Undang undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan Peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian Permenkes No. 30 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas.



[Type text]



[Type text]