Prolog Rupture Uteri Kelompok 8 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEGAWATDARURATAN DALAM KEBIDANAN TENTANG “CLINICAL PATHWAY RUPTURE UTERI”



Disusun Oleh: Dewi Puspita



1710104421



Bilqis Fauzi Islamiah



1710104422



Nastiti Aryudaningrum



1710104423



Rika Dyah Ayu Palupi



1710104424



Styan Wahyu Diana



1710104425



PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK D IV FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA 2017



1.



Permasalahan yang diambil



A. Rupture Uteri Rupture uteri adalah robekan atau diskontiunitas dinding Rahim akibat dilampauinya daya regang myometrium. Ruptur uteri pun merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran. (Sarwono, 2008) Penyebab rupture uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatic. Rupture uteri merupakan salah satu diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitar nya. Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi pada kasus ini. Rupture uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada parametrium, kadang kadang sangat sulit untuk segera di kenali sehingga sering kali menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi, sering kali tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar karena perdarahan hebat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu diwaspadai pada partus lama. Angka kematian ibu akibat perdarahan yang disebabkan rupture uteri berkisar antara 17,9 % sampai dengan 62,6 %. Saat persalinan kala 1 dan awal kala II batas antara segmen bawah rahim dan segmen atas rahim dinamakan lingkaran retraksi fisiologis, jika bagian bawah tidak mengalami kemajuan akan timbul retraksi patologis (bandl’s ring) apabila saat persalinan tetap tidak ada kemajuan maka akan terjadi rupture uteri dan menyebabkan komplikasi berupa kematian maternal. B. Etiologi 1) Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus 2) Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama 3) Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus). (Helen, 2001)



C. Tanda Dan Gejala Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang. Dramatis 1) Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak 2) Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri 3) Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi ) 4) Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak ) 5) Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu 6) Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul 7) Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu 8) Bagian janin lebih mudah dipalpasi 9) Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar 10) Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ). Tenang 1) Kemungkinan terjadi muntah 2) Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen 3) Nyeri berat pada suprapubis 4) Kontraksi uterus hipotonik 5) Perkembangan persalinan menurun 6) Perasaan ingin pingsan 7) Hematuri ( kadang-kadang kencing darah ) 8) Perdarahan vagina ( kadang-kadang ) 9) Tanda-tanda syok progresif 10) Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi mungkin tidak dirasakan 11) DJJ mungkin akan hilang



2.



Pathway



A. Pathway Penyebab Ruptur Uteri Trauma pada uretra



Rupture Uteri Posterior



Spasme otott peritoneum: Hematoma Perivesika Perdarahan per-urethrum Retensi Urine Perdarahan dalam masif



Rupture Uteri Anterior



Spasme otott perineum: Ekstravasai saluran urine Hematoma penis dan inguinal Anuria, iritasi kulit penis/inguinal



Kerusakan integritas kulit Aktual/resiko syok Hipoyelemik



Nyeri Gangguan pemulihan eliminasi urine



Tindakan perbedahan Respon psikologis koping Maladaptif kecemasan



Kecemasan kepenuhan informasi



Aktual/resiko Tinggi infeksi Iritasi Integritas Jaringan kulit



Alur Penyebab Ruptur Uteri Ruptur uteri dibagi menjadi 2 yaitu rupture uteri posterior dan rupture uteri anterior. Rupture uteri keduanya menyebabkan trauma pada uretra dikarenakan secara anatomi uretra dekat dengan uterus. Ruptur uteri posterior menyebabkan spasme otot peritoneum (kekejangan otot peritoneum) yaitu 1) Hematoma Perivesika, 2) Perdarahan per-urethrum, 3) Retensi Urine, 4) Perdarahan dalam masif. Ruptur uteri posterior menyebabkan aktual/resiko syok hipovolemik, nyeri gangguan pemulihan eliminasi urine. Penyebab tersebut dapat dilakukan tindakan perbedahan, respon psikologis koping, dan maladaptive kecemasan. Ruptur Uteri anterior menyebabkan spasme otot peritoneum (kekejangan otot peritoneum) yaitu 1) Ekstravasai saluran urine, 2) Hematoma penis dan inguinal, 3) Anuria, iritasi kulit/penis dan inguinal. Spasme otot peritoneum yang menyebabkan nyeri gangguan pemulihan eliminasi urine, aktual/resiko tinggi infeksi iritasi integritas jaringan kulit, kerusakan integritas. Penyebab tersebut dapat dilakukan tindakan perbedahan, respon psikologis koping, dan maladaptive kecemasan.



B. Pathway Penatalaksanaan Ruptur Uteri



Pathway Of Care Uterine Rupture Emergency care : airway and breathing (give 100% o2 by face mask circulation) 1. 2. 3. 4.



Insert 2 wide bore IV cannulae (14G) Send blood for FBC, 4 units Crossmatch, clotting Give warmed crystalloid IV as rapidly as possible Establish monitoring of pulse, BP, urine output (via catheter)



Transfer to theater : Obtain consent for laparatomy and hysterectomy perform laparatomy under anesthesia Incision : depends on why rupture is suspected



Trauma involved or pathology uncertain ?



Trauma during labour



Surgery :



Midline incision : Allows uterine exposure and caesarean section and then allows adequate exploratory laparatomy to identify other pathology



1. Uterine repair where possible 2. Hysterectomy (usually subtotal) is indivated if haemorrhage persists 3. Prophylactic antibiotics should be given



Low transverse incision Adequate for delivery and uterine repair, but inadequate if other pathology suspected



Alur Penatalaksanaan Ruptur Uteri Ruptur uteri adalah salah satu kegawatdaruratan dalam kebidanan. Rupture uteri dalam keadaan darurat membersihkan jalan nafas dan memberikan oksigen dengan sirkulasi masker wajah karena dalam kejadian ini, pasien bisa mengalami syok. Dalam kejadian rupture uteri pasien harus 1) memasang infus 2 jalur dengan jarum 14, 2) transfusi darah, 3) memberikan kristalisasi hangat, 4) memantau denyut nadi dan pengeluaran urin melalui kateter. Setelah melakukan tindakan awal kegawatdaruratan karena pasien syok, maka harus meminta persetujuan untuk dilakukan laparatomi dan histerektomi dengan anastesi. Diketahui luka terjadinya rupture uteri. Rupture uteri disbebakan karena 2 hal yaitu 1) trauma yang tidak pasti patologi, 2) trauma karena persalinan. Trauma yang tidak pasti patologi disebabkan karena luka didaerah tengah yang memungkinkan paparan uterus dan bedah sesar yang kemudian memungkinkan laparotomi eksploratif yang memadai untuk mengidentifikasi patologi yang lainnya. Sedangkan trauma pada saat persalinan disebabkan luka yang masih dalam batas normal, cukup hanya memperbaiki rahim dan tidak perlu untuk dicurigai adanya patologi lainnya. Rupture uteri bisa dilakukan dengan operasi yaitu : 1) uterine repair jika memungkinkan, 2) Histerektomi, jika perdarahan berlanjut, 3) memberikan antibiotic profilaksis.



DAFTAR PUSTAKA Sari, Ratna Dewi Puspita. (2015). Ruptur Uteri, Jurnal Kesehatan Unila. 5 (9). Hussein, et al. (2012). Uterine rupture: a retrospective analysis of causes, complications and management outcomes at Muhimbili National Hospital in Dar es Salaam, Tanzania, Tanzania Journal of Health Research. 14 (3). Ha de Lau, et al. (2017). Toward a new modality for detecting a uterine rupture: electrohysterogram propagation analysis during trial of labor after cesarean, Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine. 30 (5). Kathryn, et al. (2012). Uteri ne Rupture by Intended Mode of Delivery in the UK: A National Case-Con trol Stu dy, Journal of PLoS Medicine. 9 (3). Mamour, et al. (2012). Sp ontaneous Uter ine Rupture of an Unscarred Uterus before Labour, Case Reports in Obstetrics and Gynecology.