Proposal Budidaya Ubi Kayu - KELOMPOK 7 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL USAHA PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN BUDIDAYA BAHAN PANGAN UBI KAYU



Disusun Oleh : Naupal Ridho Putra (6455) Rafif Ahmad Reuzuly (6471) Satrio Mindestian Fasya (6491) Shania Salsabila (6496) Siti Fathinah Aurelika (6501)



KELAS X MIPA 5



SMA PLUS NEGERI 17 PALEMBANG Jl. Mayor Zurbi Bustan, Lebong Siareng, Palembang TAHUN PELAJARAN 2020/2021



KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan kasih saying-Nya, sehingga kita dapat menikmati sebuah kehidupan yang sungguh penuh dengan kenikmatan-kenikmatan yang tiada tara. Dan tak lupa sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar kita Muhammad saw. yang telah membawa dunia dari zaman yang penuh kezhaliman menuju zaman yang penuh dengan rahmat Allah SWT, yakni dengan ajaran Islam. beserta keluarganya dan para sahabat serta umatnya yang senantiasa mendakwahkan Islam. Penyusun sangat bersyukur, tugas proposal ini telah diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Ada kalanya penyusun mengalami beberapa kendala untuk menyelesaikan tugas proposal ini terutama waktu, namun berkat bantuan do’a, tenaga dan kreativitas dari teman – teman kelompok 7 , akhirnya tugas ini dapat segera diselesaikan. Ucapan terima kasih tidak lupa penyusun ucapkan kepada kedua orang tua, yang telah memberikan semua keperluan untuk menyelesaikan tugas ini. Yang kedua, ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada Ibu Dra. Hj. Susy Sukarni, MM., selaku guru mata pelajaran PKWU (Prakarya dan Kewirausahaan) yang telah membimbing penyusun dan teman – teman dari kelompok 7 sehingga dapat mengerjakan tugas ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya tugas ini, yang tentunya tidak dapat penyusun sampaikan satu – persatu. Semoga dengan tersusunnya proposal ini dapat menambah pengetahuan dan memberi inspirasi kepada para pembaca, sehingga dapat memperluas wawasan dan pengetahuan Kewirausahaan serta menjadi orang yang cerdas dan bertaqwa.



Palembang, 19 November 2020



Penyusun



BAB I PENDAHULUAN



1.1. Deskripsi Umum Usaha Usaha yang akan kami jalankan adalah budidaya bahan pangan, yaitu ubi kayu. Dengan focus usaha pada Teknik Penanaman dan Pemeliharaan Ubi Kayu. Jenis usaha ini cenderung mudah dilakukan namun dengan omset yang lumayan. Permintaan pasar akan konsumsi bahan pangan ini juga kian meningkat, akibat banyaknya cara mengelola ubi kayu ini. Sehingga membuat penikmatnya tidak akan bosan. Selain itu, tentunya ubi kayu juga mengenyangkan dan memiliki banyak khasiat di dalamnya yang sangat baik untuk tubuh. Beberapa tahap yang harus dilakukan adalah persiapan lahan, pembibitan, persiapan tanam dan penanaman, penyulaman, pengairan, penyiangan, pemupukan serta panen dan pasca panen. Budidaya bahan pangan ini merupakan usaha yang senantiasa bertahan dan terus berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan di masyarakat.



1.2. Latar Belakang Ide Usaha Ada beberapa hal yang membuat usaha ini terus berkembang, diantaranya yaitu pertama, Ubi Kayu merupakan salah satu kebutuhan pokok. Kedua, usaha budidaya ini memiliki pangsa pasar tersendiri, yaitu untuk semua kalangan mulai dari anak-anak, remaja, mahasiswa hingga seluruh lapisan masyarakat penggemar Ubi Kayu lainnya. Faktor yang dapat mendorong kami untuk berwirausaha adalah karena kami memiliki keyakinan bahwa banyak sekali jalan menuju kesuksesan dan salah satu diantaranya adalah dengan membuat sebuah cikal-bakal usaha yang diharapkan mampu mengembangkan daya kreativitas dan inovasi dari dalam diri kami, dimana berwirausaha itu sendiri merupakan sebuah pembelajaran yang harus dimulai sejak dini, sehingga kami memiliki banyak waktu untuk dapat berpikir dan mengolah otak demi kesuksesan usaha tersebut. Peluang usaha sudah di depan mata, tidak ada salahnya jika kami memulai sekarang karena dengan keyakinan dan keberanian untuk memulai usaha, maka kami yakin bahwa kami nantinya akan bisa menjadi pengusaha muda yang sukses dan mandiri. Hal inilah yang menjadi faktor



yang melatarbelakangi dan memotivasi kami untuk membuka serta mengembangkan usaha ini. Dalam suatu pemasaran banyak sekali bentuk dan macam-macam aneka ragam bahan pangan dari yang kecil hingga yang besar dan dari yang murah hingga sampai yang mahal. Untuk kebutuhan sehari-hari banyak sekali aktivitas yang dijalani oleh setiap orang. Dengan aktivitas yang semakin padat, membuat banyak orang membutuhkan asupan makanan tambahan yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Selain itu, pengembangan prakarsa kemandirian harus didorong dengan cara mengembangkan berbagai potensi masyarakat, memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki dan mengoptimalkan hasil – hasil dari prakarsa dan pemanfaatan tersebut, sehingga berbagai upaya dimaksud harus berujung dan bertumpu kepada kesejahteraan rakyat, dan kemakmuran daerah yang bersangkutan, berdasarkan sendi – sendi keadilan dan pemerataaan. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengembangan sector AGROBISNIS, yang memang sudah merupakan ciri utama dan mayoritas kehidupan masyarakat di negara kita, dimana sebagian besar penduduknya bertempat tinggal dipedesaan, dengan hidup mengandalkan dari sektor pertanian. Hanya saja berbagai upaya yang telah dilakukan baik itu oleh pemerintah maupun berbagai kelompok lain dalam memberdayakan sektor Pertanian selalu terbentur pada persoalan pokok, yaitu harga jual yang selalu rendah pada saat terjadi panen, produktifitas satuan lahan yang kecil, dan persoalan pemasaran. Kelebihan dari budidaya ini adalah kebutuhan bahan pangan seperti Ubi Kayu tersebut bukan hanya untuk konsumsi dalam negeri, juga untuk kebutuhan ekspor, dan ironisnya kebutuhan - kebutuhan industri dalam negeri masih mengimport bahan baku industrinya, padahal bahan tersebut berasal dari bahan dasar Ubi Kayu. Hal lain yang sangat penting dari budidaya Ubi Kayu ini cenderung dapat ditanam pada jenis tanah apapun di satu sisi sedangkan pada sisi lain dapat mengoptimalkan lahan – lahan yang belum maksimal produksi, sehingga apabila kegiatan – kegiatan tersebut tumbuh kembangkan oleh pemerintah daerah dan masyarakatnya, akan diperoleh beberapa keuntungan yaitu : 1. Dapat mencegah urbanisasi ke kota – kota besar 2. Terbukanya lapangan kerja baru 3. Termanfaatkannya lahan – lahan yang belum optimal produksi 4. Meningktanya kesejahteraan masayarkat petani



5. Meningkatkan IPM daerah Kabupaten Sukabumi Kegiatan pengembangan Budi daya Singkong dengan cara optimalisasi lahan – lahan yang belum dan dalam rangka membangun agro bisnis dan agro industri yang terintegrasi dimana didalamnya memuat aspek pemanfaatan lahan tidur secara optimal guna meningkatkan produktivitas pertanian.



1.3. Visi dan Misi Usaha 1.3.1. Visi “Menjaga dan meningkatkan potensi ketahanan bahan pangan dan kemahiran tenaga kerja Indonesia”.



1.3.2.



Misi    



Menjadikan perusahaan sebagai penghasil bahan pangan berbasis ubi kayu bekualitas Meningkatkan mutu dan nilai jual ubi kayu Menjadikan perusahaan sebagai penghasil ubi kayu terbesar Indonesia bahkan dunia Memberikan kualitas dan pelayanan yang terbaik bagi konsumen.



ASAS PEDOMAN 



Menjunjung tinggi nilai-nilai agama, moral dan etika







Menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk







Modifikasi produk demi memuaskan pelanggan







Profesional dan bersahabat







Tingkatkan loyalitas dengan semangat juang yang tinggi







Menggali potensi diri



1.4. Tujuan Didirikan Usaha -



Memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.



-



Membudayakan semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan Kewirausahaan di kalangan masyarakat Indonesia sehingga mampu diandalkan dan terdepan dalam berwirausaha. Mendorong perluasan budidaya ubi kayu.



1.5. Gambaran Usaha The 7’Cassava adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang budidaya bahan pangan, yang lebih tepatnya ubi kayu. Perusahaan ini memiliki keunikan tersendiri karena menggunakan bahan baku yang berkualitas, tetapi memiliki nilai jual yang terbilang ramah. Selain itu, perusahaan ini akan mengedepankan kegiatan produksi ekspor ubi kayu ke berbagai Negara yang memebutuhkan. Selain itu, perusahaan ini bertekad untuk meningkatkan mutu dan kualitas tenaga kerja Indonesia. Agar tidak kalah saing dengan tenaga kerja dari Negara lain. Karena mengutamakan keterampilan yang memadai dan mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas. Produk yang dihasilkan pun juga tidak akan kalah saing dengan produk – produk bahan pangan impor. The 7’Cassava tentunya memiliki ciri khas tersendiri, yaitu dengan memiliki moto :



“Everyone will put quantity first, but not with us. Because we are young Indonesians who will succeed in entering the import market with their own work”



BAB II PROFIL USAHA



2.1.



Jenis Usaha Jenis usaha yang akan kami jalani ini adalah usaha yang bergerak dalam bidang perdagangan atau perniagaan, dimana usaha perdagangan merupakan usaha produksi yang kegiatannya membeli barang dan menjualnya kembali tanpa mengubah bentuk barang dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan, lebih tepatnya usaha perdagangan yang akan kami jalani ini bergerak di bidang budidaya bahan pangan, yaitu ubi kayu. Alasan kami memilih usaha budidaya ubi kayu ini, yaitu karena ubi kayu merupakan salah satu bahan pangan yang banyak digemari oleh seluruh kalangan, baik kalangan anak-anak, remaja hingga dewasa. Hal inilah yang mendorong kami untuk memilih jenis usaha budidaya karena usaha ini dapat menjadi suatu peluang yang besar bagi kami dalam menciptakan ide bisnis serta usaha yang sangat menjanjikan untuk memberikan keuntungan dan tidak mudah mengalami penurunan karena usaha ini bukan merupakan usaha musiman.



2.2.



Nama perusahaan Perusahaan ini memiliki nama The 7’ Cassava, yang memiliki nama sesuai dengan dimana bidang perusahaan ini bergerak dan apa produk yang dihasilkan perusahaan ini. Pengambilan nama The 7’ Cassava ini juga tentunya diambil sesingkat dan sesederhana mungkin agar konsumen mudah mengingat nama perusahaan ini. Selain itu, pemberian nama The 7’ Cassava ditujukan agar mudah untuk dikenal oleh konsumen baik yang konsumen baru maupun konsumen lama.



2.3.



Produk yang dihasilkan Produk yang dihasilkan dari usaha ini adalah produk makanan setengah jadi. Dimana pelanggan harus mengolahnya terlebih dahulu sebelum menghidangkannya, seperti dikukus, digoreng, dan lain – lainnya. Pelanggan juga dapat mengkreasikannya menjadi makanan



pengganti nasi atau bahkan sebagai cemilan ketika santai, menonton TV, membaca Koran, ataupun sebagai kudapan teman saat sedang mengobrol. Pelanggan juga dapat menambahkan cocolan ataupun minuman sebagai pelengkap saat sedang menikmati kudapan ubi kayu tersebut.



BAB III PASAR DAN PEMASARAN 3.1. Gambaran Lingkungan Usaha Lingkungan usaha budidaya ini diperkirakan berada di Kabupaten Musi Banyuasin, Palembang, Sumatera Selatan. Karena pada daerah tersebut, masih memiliki banyak tanah lapang yang kosong serta kondisi tanah disana juga mendukung untuk pertumbuhan ubi kayu yang baik. Pengembangan budidaya ubi kayu ini direncanakan akan terintegrasi dengan sapi. Karena integrasi antara ubi kayu dan sapi, akan menciptakan siklus yang baik. Terlihat dengan, kebutuhan pakan sapi dapat terpenuhi dari daun ubi kayu. Serta limbah kotoran sapi dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan bahan organik yaitu pupuk pada budidaya ini. Jika tanpa menggunakan sapi, ubi kayu ini juga tetap akan tumbuh dengan baik karena dilengkapi unsur – unsur hara yang telah disiapkan sebelumnya. Maka dengan memanfaatkan potensi yang ada, kita dapat lebih menciptakan inovasi yang tentunya kreatif dan menguntungkan.



3.2. Pasar Sasaran Melihat banyaknya peminat ubi kayu pada zaman sekarang, sehingga dapat kita manfaatkan. Untuk pasar sasaran budidaya ubi kayu ini adalah pasar – pasar terdekat dengan lokasi budidaya, toko - toko makanan yang berbahan dasar ubi kayu, pabrik pangan serta pasar ekspor. Dapat kita lihat bahwa sekarang tingginya permintaan pasar ekspor akan kebutuhan bahan pangan. Disinilah kita dapat menggunakan kondisi tersebut sebagai sasaran penjualan bahan pangan ini. Dan tentunya dengan kualitas ubi kayu yang terjamin serta harga yang ekonomis dapat memenuhi tingkat permintaan para konsumen maupun distributor (pabrik pangan).



3.3. Peluang Pasar Di pasar Indonesia, produksi ubi kayu rata-rata mencapai 8,24 ton/ha (data tahun 19691978). Tahun 1983-1991 rata-rata mencapai 11,43 ton/ha. Peningkatan produksi ubi kayu kurun waktu 1988-1992 terjadi karena adanya peningkatan rata-rata hasil per hektar. Walaupun demikian, rata-rata produktivitas usaha tani ubi kayu ditingkat petani (3 ton/ha) masih lebih rendah dibandingkan dengan potensi hasilnya (6-10 ton/ha). Luas panen komoditas ubi kayu



yang cenderung terus menurun selama kurun waktu tersebut ternyata tidak berpengaruh terhadap produksi total. Sementara itu, sekitar 58% dari total luas panen per tahun masih tersebar di Pulau Jawa. Dari segi ekspor, selama periode 1990-1994 ekspor ubi kayu Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar. Bila pada tahun 1990, ekspor ubi kayu adalah sebanyak 100 ton, maka pada tahun 1994 jumlah tersebut sudah menjadi 500 ton. Permintaan ubi kayu pada tahuntahun yang akan datang diperkirakan akan terus meningkat. Hal ini merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk usaha agribisnis ubi kayu . Seperti yang dijelaskan di atas produktivitas dari komoditas ubi kayu di Indonesia masih sangat renadah, apabila dibandingkan dengan potensi dari ubi kayu sendiri. Rata-rata Nasional, produktivitas ubi kayu/ha masih pada angka 20-30 ton bahkan bisa saja dibawahnya. Rendahnya produktivitas dari tanaman ubi kayu masih diperparah dengan semakin menyempitnya lahan untuk bertanam ubi kayu. Sementara itu, berdasarkan survei, 58 % lahan tanaman ubi kayu hanya tersebar di Jawa, hal terseut tentu bertolak belakang dengan padatnya pulau jawa dengan penduduk. Sempitnya lahan tersebut secara umum disebabkan masih rendahnya minat dari masyarakat untuk bertanam ubi kayu. Rendahnya minat masyarakat secara umum disebabkan masih minimnya pengetahuan atau informasi tentang tanaman ubi kayu sendiri. Seperti yang diuraikan di atas peluang pengembangan usaha budi daya ubi kayu sangat terbuka, hal ini tidak lain karena kebutuhan produk dan beragamnya produk olahan dari bahan dasar ubi kayu seperti Gaplek, Chips, Pellet, tepung, dengan pangsa pasar untuk dalam negeri seperti industri makanan & minuman ( kerupuk, Sirup), industri textile, industri bahan bangunan ( Gips & Keramik ), Industri kertas, industri pakan ternak, sedagkan untuk pangsa pasar luar negeri dengan tujuan eksport adalah Negara Masyarakat Ekonomi Eropa, Jepang, Korea, China, Amerika Serikat, Jerman, dengan pemanfaatan untuk bahan baku farmasi, bahan baku industri lem, bahan baku industri kertas, dan bahan baku industri pakan ternak. Ubi kayu merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang tumbuh subur di Indonesia. Pada saat krisis pangan atau langkanya komoditas beras, ubi kayu merupakan alternatif pengganti beras walau hanya dimanfaatkan oleh masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Sepanjang tahun 2006 sampai 2007 komoditas ubi kayu yang telah diubah menjadi tepung tapioka harga/ton terus mengalami kenaikan dari harg Rp 100.000 menjad Rp 300.000. Saat ini hasil olahan ubi kayu menjadi makanan kemasan berupa kripik ubi kayu, telah mampu merebut pangsa pasar masyarakat ekonomi kelas menengah ke atas, hal tersebut dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah perusahaan kripik ubi kayu dalam kemasan. Makanan kripik ubi kayu dalam kemasan, diharapkan kedepanpannya mampu menggantikan makana kripik kentang yang bahan bakunya lebih mahal dan sulit didapat. Melihat semakin diminatinya ubi kayu oleh pihak industri, diperlukan peningkatan produktivitas dan pembukaan lahan baru. Harga dari komoditas ubi kayu dalam beberapa waktu belakangan ini terus meningkat. Dalam melihat peluang bisnis di produksi ubi kayu besar, peluang terbesar yang belum dimaksimalkan ialah produktivitas yang masih sangat rendah antara 20-30 ton/ha. Padahal produktivitas ubi kayu segar mempunyai potensi



sampai 100 ton/ha. Apabila potensi tersebut bisa di dekati sampai angka 50 ton/ha, keutungan yang akan diperoleh tentu sangat besar. Kondisi resesi seperti saat ini memang menurunkan komsumsi komoditas ubi kayu. Selain itu pemakaian ubi kayu sebagai bahan baku olahan untuk sektor pangan tentu akan terus meningkat, mengingat sektor pangan adalah kebutuhan primer. PENAWARAN DAN PERMINTAAN Tinginya permintaan suatu produk, tentu akan diukuti dengan meningkatnya harga dari produk tersebut. Demikian juga apabila terjadi penurunan permintaan, akan diikuti dengan penurunan harga. Hukum ekonomi tersebut, juga berlaku pada permintaan dan penawaran komoditas ubi kayu dipasaran dunia. Permintaan ubi kayu dunia, dari tahun ke tahun mengalami kenaikan kenaikan yang cukup signifikan. Pada tahun 2005, total ekspor ubi kayu dunia sebesar 92, 908 ton, sedangkan pada tahun 2006 total ekspor meningkat sejumlah 139, 906 ton. Peningkatan ekspor ubi kayu basah, juga diikuti dengan peningkatan ekspor ubi kayu olahan, dimana pada tahun 2006 sebesar 14 juta ton dan tahun 2007 menjadi 31 juta ton. Diperkirakan untuk beberapa tahun kedepan, permintaan ubi kayu akan terus. Tingginya permintaan ubi kayu baik dari dalam maupun luar negeri,tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas ubi kayu nasional. Berdasarkan survei, rata-rata produktivitas ubi kayu per ha nasional Indonesia hanya 20-30 ton. Hal tersebut diperparah dengan semakin sempitnya lahan produksi. Dilihat dari semakin meningkatnya permintaan komoditas ubi kayu, baik dari dalam maupun luar negeri, prospek usaha di bidang produksi ubi kayu di masa mendatang sungguh sangat menjanjikan keuntungan. Selain itu secara agroklimat dan ketersedian lahan, proses produksi ubi kayu di Indonesia juga sangat mendukung. Maka dari itu, tidak menutup kemungkinan bahan pangan ubi kayu ini dapat memenuhi pasar ekspor. Melihat tingginya minat akan bahan pangan dikalangan masyarakat khususnya wilayah Asia Tenggara.



3.4. Estimasi Pangsa Pasar



Karena melihat pasar sasaran usaha budidaya ini luas, maka peluang akan keberhasilannya juga akan lebih besar. Yang biasanya ubi kayu hanya dijajakan sebatas di pasar tradisional ataupun pasar modern (supermarket), maka kami juga dapat menjajakan produk kami ini melalui sistem online (media elektronik). Dengan contohnya melalui media sosial (Facebook, Intagram, Twitter, dan sebagainya) ataupun melalui platform E-Commerce (Shopee, Tokopedia, Lazada, Blibli.com, Bukalapak dan JD.id) yang ada. Usaha budidaya ini memiliki pangsa pasar



tersendiri, yaitu untuk semua kalangan mulai dari anak-anak, remaja, mahasiswa hingga seluruh lapisan masyarakat penggemar Ubi Kayu lainnya.



3.6. Potensi Ubi Kayu Budidaya ubi kayu yang memiliki peluang pasar yang menjanjikan tentu dapat menguasai setidaknya setengahnya dari pasar. Selain karena belum banyak produksi inovasi ubi kayu yang harganya cukup ekonomis dapat menarik minat para pembeli. Selain itu, daya beli masyarakat dalam maupun luar negeri yang cukup tinggi akan bahan pangan menjadikan peluang untuk usaha ini semakin tinggi untuk menguasai pasar dan mencapai sasaran.Selain itu, perkembangan pasar ubi kayu diperkirakan akan terus berkembang selayaknya komoditas kelapa sawit. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah pabrik-pabrik yang menggunakan bahan baku ubi kayu. Dilihat dari semakin meningkatnya ekspor ubi kayu dari tahun ke tahun dan belum banyaknya bermunculan pesaing, maka prospek usaha produksi ubi kayu di massa mendatang akan sangat cerah dengan sekmen pasar yang akan semakin meningkat. UNIDO (UN Industrial Development Organization) atau Badan PBB di bidang Pembangunan Industri sudah sejak awal tahun 1980-an menerbitkan beberapa laporan tentang potensi ubi kayu atau sampeu atau manioc, terutama di negara berkembang seperti di Indonesia yang memiliki lahan luas dan memungkinkan. Dari data UNIDO sejak tahun 1982, Indonesia tercatat sebagai negara penghasil manioc terbesar ke-3 (13.300.000 ton) setelah Brasil (24.554.000 ton), kemudian Thailand (13.500.000 ton), serta disusul oleh negara-negara seperti Nigeria (11.000.000 ton), India (6.500.000 ton), dan sebagainya, dari total produk dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun. Walau dari hasil kebun per hektar (ha), Indonesia masih rendah, yaitu 9,4 ton, kalau dibandingkan dengan India (17,57 ton), Angola (14,23 ton), Thailand (13,30 ton), Cina (13,06 ton), Brasil (10,95 ton). Tetapi, lahan yang tersedia untuk budidaya ubi kayu cukup luas, terutama dalam bentuk lahan di dataran rendah serta lahan di dataran tinggi berdekatan dengan kawasan hutan. Pada umumnya, di Indonesia masih jarang budidaya ubi kayu berbentuk perkebunan dengan luas di atas lima hektar, karena umumnya masih merupakan kebun sela atau tumpang sari setelah penanaman padi huma, kebun hortikultura, ataupun hanya merupakan kebun sambilan, yang



lebih banyak ditujukan untuk panenan daun/pucuknya yang dapat dijual untuk lalap, urab, ataupun makanan lainnya. Sedang dari ubi kayunya, merasa sudah cukup hanya menjadi makanan panganan, baik dalam bentuk keripik, goreng ubi kayu, rebus ubi kayu , urab ubi kayu, ketimus, opak, sampai ke bubuy ubi kayu. Kadang – kadang dapat pula ditingkatkan menjadi makanan yang lebih "bergengsi" kalau menjadi "misro" (atau amis di jero/di dalam) atau "comro" (oncom di jero), dan sebagainya. Ekspor ubi kayu Indonesia dalam bentuk gaplek (keratan ubi kayu yang dikeringkan), tepung gaplek, ataupun tepung tapioka cukup meyakinkan dan dapat bersaing, seperti gaplek Indonesia yang sangat terkenal di mancanegara, terutama di Masyarakat Eropa (ME) sehingga harganya mampu bersaing dengan produk sejenis dari beberapa negara di Afrika, juga dari India dan Thailand, yaitu rata-rata dengan harga 65-75 dollar AS/ton, kemudian meningkat sampai 130 dollar AS/ ton, padahal produk yang sama dari India, Thailand, dan apalagi dari negara-negara di Afrika, hanya mencapai 60 dollar AS/ ton dan tidak lebih dari 80 dollar AS/ton. Masalahnya adalah, bahwa di dalam tepung tapioka hasil Indonesia terdapat residu (sisa) pestisida yang membahayakan, bahkan di atas ambang batas. Memang budidaya ubi kayu, pada umumnya di Indonesia, tidak menggunakan pestisida, terutama insektisida (pembasmi hama). Tetapi, mohon untuk diketahui, bahwa pada umumnya pabrik tapioka, yaitu pengolah ubi kayu menjadi tepung, umumnya berada di lingkungan kawasan pertanian padi, serta untuk keperluan pabrik, sejak mencuci ubi sebelum dihancurkan (diparut), menghasilkan "larutan" tapioka dari parutan sampai ke pengendapan dan memisahkan larutan menjadi "bubur" tapioka, dari selokan yang keluar dari kotakan sawah. Jadi kalau dihitung secara teoretis (on paper) penggunaan pestisida, apakah itu organofosfor ataupun lainnya, rata-rata dua kilogram (kg) per ha sawah, maka sisa yang terdapat di dalam air sawah, sekitar 150-200 ppm (part per million atau 1 mg per liter). Dengan begitu, wajar saja kalau sisa/residu tersebut akan terdapat antara 20-35 ppm pada tepung tapioka, sedangkan persyaratan WHO harus kurang dari 0,05 ppm. Saat produk tapioka Indonesia jatuh dan terpuruk, maka kalau mau dijadikan komoditas ekspor, khususnya ke Eropa, harus dijual dulu melalui Singapura, karena di negara tersebut tapioka kita yang sudah tercemar residu pestisida akan "dicuci" terlebih dahulu hingga memenuhi syarat, kemudian baru diekspor ke beberapa negara di Eropa dengan nama "Made in Singapore", padahal, kelakar banyak pakar pertanian, di Singapura



tersebut jangankan ada kebun ubi kayu, mencari untuk obat saja sudah susah, dan baru ada di Malaysia. Tahun 1980-an, ekspor produk ubi kayu Indonesia, terutama dalam bentuk gaplek dan tepung tapioka, umumnya ke negara-negara ME. Sedangkan yang membutuhkan produk ubi kayu Indonesia, banyak negara di luar ME. Akibatnya keluar semacam SK Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri tahun 1990, yang menyatakan bahwa eksportir Indonesia yang mau mengekspor ke luar ME akan dapat rangsangan 1:2, yaitu dalam bentuk mereka akan dapat jatah ekspor ke ME sebesar dua kali jumlah ekspornya ke non-ME. Makin menurunnya jumlah ekspor gaplek, karena penurunan produk ubi kayu Indonesia, misalnya dari 17,1 juta ton tahun 1989, menjadi 16,3 juta ton tahun 1990. Ini disebabkan pula karena konsumsi di dalam negeri untuk banyak kegunaan dalam bentuk ubi kayu mencapai 12,65 juta ton, sehingga sisa ubi kayu yang akan digaplekkan hanya sekitar tiga juta ton saja. Dengan catatan konversi (perubahan) dari ubi kayu segar menjadi gaplek sekitar 30 persen saja. Karena itu, tidak heran kalau ekspor juga ikut anjlok, yaitu dari sekitar 790.000 ton ke ME dan 657.104 ke luar ME hanya menjadi 122.845 ton (tahun 1989-1990). Ternyata penurunan tersebut terkait dengan banyak petani ubi kayu yang sudah tidak mau lagi menanam ubi kayu lagi disebabkan antara lain karena "tanah bekas" ubi kayu menjadi lebih kurus karena selama penanaman tidak pernah dilakukan pemberian pupuk, misalnya pupuk organik dalam bentuk pupuk hijau (tanaman polong-polongan), serta faktor lainnya lagi, antara lain, banyak pabrik tapioka daerah yang kemudian gulung tikar, sehingga produk para petani kemudian banyak yang rusak, misalnya perubahan warna menjadi kehitam-hitaman ataupun membusuk. Juga ubi kayu untuk bahan baku tapioka berbeda dengan ubi kayu konsumsi, yaitu kandungan senyawa cyanida lebih tinggi dan terasa pahit. Petani, bukan saja disebabkan karena keterbatasan lahan untuk budidaya ubi kayu yang menyebabkan mereka tidak tertarik, tetapi juga karena pemasaran yang bertahap, sehingga dari petani bernilai antara Rp 36 - Rp 50/kg segar, dan para pengumpul menerima sekitar Rp 75-Rp 100/kg segar. Dulu ketika di hampir tiap daerah/desa banyak bermunculan pabrik pengolah ubi kayu menjadi tapioka, hasil jerih payah mereka banyak membantu pendapatan. Bahwa bertani ubi kayu menguntungkan, banyak dialami petani di beberapa daerah di Jawa Barat, mulai dari Kabupaten Purwakarta, Subang, Sumedang, Tasik, Ciamis, Garut, sampai sukabumi dan Cianjur.



Mereka menanam ubi kayu bukan sekadar sambilan, tetapi sudah dikhususkan pada lahan yang sudah ada, dengan luas antara 1-4 ha, umumnya terletak di lereng pegunungan, berbatasan dengan lahan Kehutanan/Perhutani. Lahan untuk tanaman ubi kayu tidak harus khusus, dan tidak memerlukan penggarapan seperti halnya untuk tanaman hortikultural lainnya, misalnya sayuran. Juga selama penanaman, tidak perlu pemupukan dan pemberantasan hama atau penyakit. Ternyata hasil tiap panen (antara 5-6 bulan setelah penanaman) dari luas 1 ha akan dapat diraih keuntungan sekitar Rp 2.500.000, yaitu dari hasil penjualan umbinya (4-6 ton) serta pucuk daunnya. Yang perlu diketahui, bahwa selama budidaya tidak banyak pekerjaan yang harus dilakukan, misal menyiangi gulma (hama). Tentu saja kalau hal ini dilakukan, hasilnya akan dapat lebih baik lagi. Padahal bibit ubi kayu yang mereka tanam masih jenis tradisi, yang hanya memberikan hasil ubi sekitar 4-8 ton/ha. Sekarang, seperti yang dilakukan oleh para pengusaha ubi kayu di daerah Lampung, Sulawesi Selatan, serta daerah lainnya, di samping lahan yang digunakan dapat lebih dari 500 ha/kebun, bahkan ada yang mencapai ribuan ha, juga bibit ubi kayu umumnya merupakan bibit unggul seperti Manggi (berasal dari Brasil) dengan hasil rata-rata 16 ton/ha, Valenca (berasal dari Brasil) dengan hasil rata-rata 20 ton/ha, Basiorao (berasal dari Brasil) dengan hasil rata-rata 30 ton/ ha, Muara (berasal dari Bogor) dengan hasil rata-rata 30 ton/ ha, Bogor (asal dari Bogor) dengan hasil rata-rata 40 ton/ha. Bahkan, sekarang ada pula jenis unggul dan genjah (cepat dipanen), seperti Malang-1, dengan produksi antara 45-59 ton/ha atau rata-rata 37 ton, Malang-2, dengan produksi rata-rata antara 34 - 35 ton/ha. Semakin banyak petani berdasi yang saat ini mulai melirik budidaya ubi kayu dengan luas tanam di atas 50 ha, terutama di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan, karena permintaan produk yang terus meningkat dengan tajam, yang dapat bersaing dengan produk sejenis dari negaranegara di Afrika, juga dari Thailand dan India.



3.6. Rencana Pemasaran Banyak masalah yang selama ini sering dihadapi para petani ubi kayu dalam memasarkan produksinya, terutama sekali menyangkut harga, peran dan tingkah para pengumpul, dan kebijakan yang dilakukan sendiri oleh para Pengusaha Pabrik Pengolahan Ubi Kayu dan Eksportir. A. Penetapan Harga



Harga jual ubi kayu ditingkat petani Ubi Kayu/Eksportir, yang mungkin juga dipengaruhi oleh adanya kebijakan Pemerintah tentang kuota ekspor, serta naik turunnya nilai dollar terhadap rupiah. Disamping itu bisa dipahami pula bahwa bagi daerah-daerah penghasil ubi kayu untuk industri, para petani di dalam mengadakan penanaman tidak mampu mengantisipasi daya serap pihak pabrik pengolahan. Melalui kemitraan antara Petani Ubi Kayu dengan Pengusaha Pabrik Pengolahan dan Eksportir, para Pengusaha akan bisa menentukan kepastian jumlah produksi yang mungkin ditampung dan luas tanam ubi kayu yang akan dilaksanakan bersama mitra petaninya. Keadaan ini akan dapat mencegah terjadinya produksi yang melimpah, dan apabila harga pasar yang terjadi lebih tinggi dari tingkat harga itu disepakati untuk penentuan harga dasar bisa dibuatkan kesepakatan yang tidak merugikan petani, dan apabila harga pasar lebih tinggi dari kesepakatan harga itu akan dipergunakan sama dengan harga pasar setempat. Untuk sementara ini, produk hasil budidaya ini akan diberikan harga sekitar Rp. 4.000,00 – Rp. 5.000,00 untuk 1 Kilogram ubi kayu. Sedangkan untuk harga pasti penjualannya sementara ini adalah Rp. 4.094,00. Harga yang telah ditetapkan di atas belum valid, dikarenakan cuaca saat produksi tidak dapat dipastikan. Dan juga pengaruh dari harga bahan baku yang sering naik ataupun turun.



B. Strategi Pemasaran Jangka Panjang 



Inovasi (pengembangan ) produk yang ada dengan mempertimbangkan kekuatan yang dimiliki dan besarnya peluang pasar







Penetrasi pasar untuk memperluas pasar dan lebih mengenalkan produk perusahaan kepada masyarakat



Jangka Pendek 



Diversifikasi produk yang ada untuk menghindari persaingan dengan perusahaan dengan komoditas yang sama







Ekspansi untuk memperluas saluran distribusi dan pemasaran.







Joint venture dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan investasi perusahaan







Difestasi dilakukan untuk mengatasi ancaman dengan meminimalisir kelemahan yang dimiliki perusahaan.



Selain itu, akan dilakukan promosi pemasaran melalui spanduk, brosur hingga media elektroknik. Spanduk sendiri akan dipasangkan pada tempat – tempat umum yang sering dilewati masyarakat guna agar masyarakat dapat melihatnya kapan saja. Dan peluang untuk dikenalnya usaha oleh masyarakat akan lebih besar. Pemasaran menggunakan brosur akan dilakukan dengan



cara membagikan kepada masyarakat secara langsung, seperti halnya pembagian brosur usaha – usaha lainnya. Di dalam brosur akan dituliskan kualitas serta kelebihan dari ubi kayu yang ditawarkan. Selain dari kedua media pemasaran tersebut, pemasaran juga dapat dilakukan melalui media elektronik. Seperti melalui media sosial, yakni Facebook, Instagram, Twitter dan sebagainya serta dapat melalui platform – platform E – Commerce yang ada. C. Estimasi Penjualan Keterangan Periode 1 Dalam 3.000 Kg Kilogram Harga/Kg Rp. 4.094,00 Total Pendapatan



Rp. 12.282.000,00



Periode 2 3.200 Kg



Periode 3 3.400 Kg



Periode 4 3.600 Kg



Periode 5 3.800 Kg



Rp. 4.094,00



Rp. 4.094,00



Rp. 4.200,00



Rp. 4.255,00



Rp. 13.100.800,00



Rp. 13.919.600,00



Rp. 15.120.000,00



Rp. 16.169.000,00



D. Rantai Jalur Pemasaran Rantai jalur pemasaran komoditas ubi kayu pada lahan milik petani melibatkan banyak pihak. Dalam rantai pemasaran tersebut pihak petani bertindak price taker atau penerima harga dari para tengkulak. Kondisi tersebut, sampai saat ini masih bertahan diakibatkan lemahnya posisi tawar dari petani. Dalam banyak kasus dengan kondisi lahan yang sempit dan rendahnya produksi, petani akan melepas hasil produksi dengan harga berapapun sesuai penawaran para tengkulak.



Supplier



Pabrik Pangan



Tempat lelang



Meskipun komoditas ubi kayu saat ini banyak dibutukan oleh banyak industri baik dalam maupun luar negeri. Panjangnya rantai pemasaran membuat semakin kecilnya margin keuntungan yang diterima produsen ubi kayu dan menjadi hambatan terhadap ekspor ubi kayu. Hambatan dalam ekspor yang sering menjadi ganjalan sehingga menjadikan mutu dari ubi kayu yang akan diekspor berkurang.



BAB IV ASPEK PRODUKSI 4.1. Tentang Ubi Kayu SEJARAH SINGKAT Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi kayu, singkong atau kasape. Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain: Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok. Ketela pohon berkembang di negara-negara yang terkenal wilayah pertaniannya dan masuk ke Indonesia pada tahun 1852. JENIS TANAMAN Klarifikasi tanaman ubi kayu sebagai berikut. Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji Sub : Angiospermae atau berbiji tertutup divisi Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin. Varietas-varietas ubi kayu unggul yang biasa ditanam, antara lain: Valenca, Mangi, Betawi, Basiorao, Bogor, SPP, Muara, Mentega, Andira 1, Gading, Andira 2, Malang 1, Malang 2, dan Andira 4



Tabel 6. Deskripsi varietas singkong yang diusahakan No. Varietas 1. Adira I



Deskripsi a) Asal Merupakan hasil persilangan antara varietas mangi dan ambon



b)



Daun



Berbentuk seperti jari agak lonjong, pucuk daun berwarna coklat, tangkau daun begian bawah berwarna merah muda, dan bagian atas berwarna merah c)



Batang



Tinggi batang 1-2 m, batang muda berwarna hijau muda dan batang tua berwarna coklet kekuningkuningan d)



Umbi



Warna kulit luar coklat dan bagian berwarna kuning, warna daging umbi kuning, hasil produksi 22 ton/ha, kadar HCN 27,5 mg/kg, kadar pati 45%



2.



Adira II



e) a)



Umur panen 7-10 bulan Asal



Merupakan persilangan antara varietas mangi dan ambon b)



Daun



Berbentuk seperti jari agak lonjong dan gemuk, pucuk daun berwarna ungu, tangkai daun bagian aas berwarna merah muda dan bagian bawah berwarna hijau muda, tlang daun bagian atas berwarna merah muda dan bagian bawah hijau muda c)



Batang



Tinggi batang 2-3 m, batang muda berwarna hijau muda dan batang tua berwarna putih kecoklatcoklatan d)



3.



Malang I



Umbi



Warna kulit luar putih kecoklat-coklatan dan bagian dalam berwarna ungu muda, warna daging umbi putih, hasil produksi 22 ton/ha, kadar HCN 124 mg/kg, dan kadar pati 41% a) Asal



Persilangan antara klon CM 1015-19 dan CM 849-5 b)



Batang



Tinggi batang lebih dari 2 m, warna batang hijau tua



4.



Basiorao



c) Warna kulit luar coklat muda keputihan dan bagian dalam putih, warna daging umbi putih kekuningan, hasil produksi 52,4-59,6 ton/ha, kadar pati 32-36%, umur panen 9-10 bulan a) Asal Brazil b)



Daun



Berbentuk kerucut lebar dan bersirip 7-9 helai, pucuk daun berwarna coklat muda, pusat tulang daun berwarna merah muda dan ujungnya hijau kekuningan, tulang daun bagian atas berwarna merah muda dan bagian bawah hijau muda c)



Batang



Batang relatif tinggi, batang yang sudah tua mudah rebah dan yang tumbuh di dataran tinggi batangnya bercabang, batang muda berwarna hijau muda dan batang tua berwarna coklat keabuan, kulit bagian dalam berwarna hijau tua d)



Umbi



Umbi gemuk dan bertangkai pendek, hasil produksi 30 ton/ha, kadar HCN lebih dari 80 mg/kg, dan kadar pati 31,2%



MANFAAT TANAMAN Di Indonesia, ubi kayu menjadi makanan bahan pangan pokok setelah beras dan jagung. Manfaat daun ubi kayu sebagai bahan sayuran memiliki protein cukup tinggi, atau untuk keperluan yang lain seperti bahan obat-obatan. Kayunya bisa digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak. Dengan perkembangan teknologi, ketela pohon dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula pada industri obat-obatan.



SENTRA PENANAMAN Di dunia ubi kayu merupakan komoditi perdagangan yang potensial. Negara – Negarasentra ketela pohon adalah Thailand dan Suriname. Sedangkan sentra utama ubi kayu di Indonesia di Jawa Tengah dan Jawa Timur. SYARAT PETUMBUHAN Iklim a) Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ubi kayu antara 1.500-2.500 mm/tahun. b) Suhu udara minimal bagi tumbuhnya ubi kayu sekitar 10 derajat C. Bila suhunya di bawah 10 derajat C menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit terhambat, menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna. c) Kelembaban udara optimal untuk tanaman ubi kayu antara 60-65%. d) Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ubi kayu sekitar 10 jam/hari terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan umbinya. Media Tanam a) Tanah yang paling sesuai untuk ubi kayu adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros serta kaya bahan organik. Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Untuk pertumbuhan tanaman ubi kayu yang lebih baik, tanah harus subur dan kaya bahan organik baik unsur makro maupun mikronya. b) Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ubi kayu adalah jenis aluvial latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol. c) Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ubi kayu berkisar antara 4,5-8,0 dengan pH ideal 5,8. Pada umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0-5,5, sehingga seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ubi kayu. Ketinggian Tempat Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ubi kayu antara 10–700 m dpl, sedangkan toleransinya antara 10–1.500 m dpl. Jenis ubi kayu tertentu dapat ditanam pada ketinggian tempat tertentu untuk dapat tumbuh optimal. STANDAR PRODUKSI



Ruang Lingkup Standar produksi ini meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, cara pengemasan dan rekomendasi untuk tapioka. Diskripsi



Standar mutu ketela pohon (tepung tapioka) di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-345-1994. Klasifikasi dan Standar Mutu Syarat mutu terdiri dari dua bagian : a) Syarat organoleptik 1. Sehat (sound). 2. Tidak berbau apek atau masam. 3. Murni. 4. Tidak kelihatan ampas dan/atau bahan asing. b) Syarat Teknis 1. Kadar air maksimum (%): mutu I=15; mutu II=15; mutu III=15. 2. Kadar abu maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu III=0,60. 3. Serat dan benda asing maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu III=0,60. 4. Derajat putih minimum (BaSO4=100%) (%): mutu I=94,5; mutu II=92,0; mutu III=92. 5. Kekentalan (Engler): mutu I=3-4; mutu II=2,5-3; mutu III