Proposal Farmasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN PERILAKU SWAMEDIKASI DIARE PADA ANAK BALITA DI DESA KACANGAN



Diajukan Untuk Menyusun Skripsi Dalam Program Studi Farmasi Universitas Sahid Surakarta



Disusun Oleh:



IMA NURCAHYANI NIM. 2017141009



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI, DAN KESEHATAN UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA 2020



LEMBAR PERSETUJUAN HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN PERILAKU SWAMEDIKASI DIARE PADA ANAK BALITA DI DESA KACANGAN



Disusun Oleh : IMA NURCAHYANI NIM. 2017141009



Proposal Skripsi ini telah disetujui untuk disusun dan ditindaklanjuti Pada tanggal



Pembimbing I



Pembimbing II



apt. Reni Ariastuti, M.Sc NIDN. 0618018901



apt. Khotimatul Khusna, M.Sc NIDN.0605078703



Mengetahui, Ketua Program Studi



apt. Khotimatul Khusna, M.Sc NIDN. 0605078703



ii



KATA PENGANTAR



Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN PERILAKU SWAMEDIKASI DIARE PADA ANAK BALITA DI DESA KACANGAN”. Selain itu, proposal skripsi ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang perilaku swamedikasi diare pada anak balita bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Dalam penyusunan proposal skripsi ini, penulis sadar keberhasilan ini atas pertolongan Yang Maha Kuasa, orang tua dan orang-orang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Mohamad Harisudin, M.Si., Rektor Universitas Sahid Surakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti perkuliahan di Unversitas Sahid Surakarta. 2. Sri Huning Anwariningsih, ST., M.Kom., Wakil Rektor II yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti perkuliahan di Unversitas Sahid Surakarta. 3. Ir. Dahlan Susilo, M.Kom., Wakil Rektor III yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti perkuliahan di Unversitas Sahid Surakarta. 4. Firdhaus Hari Saputro A. H., ST., M.eng selaku Dekan Fakultas Sains Teknologi dan Kesehatan Universitas Sahid Surakarta. 5. apt. Khotimatul Khusna, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Farmasi Universitas Sahid Surakarta sekaligus pembimbing pendamping dalam pelaksanaan penyusunan proposal. 6. apt. Reni Ariastuti, M.Sc., selaku pembimbing utama dalam pelaksanaan penyusunan proposal. 7. apt. Risma Sakti Pambudi, M.Sc., selaku pembimbing Akademik Universitas Sahid Surakarta.



iii



8. Para Dosen, staff dan karyawan di Fakultas Sains Teknologi dan Kesehatan Universitas Sahid Surakarta. 9. Teman-teman yang telah mendukung dalam penulisan proposal skripsi. 10. Diri sendiri karena tak pernah memutuskan untuk menyerah sesulit apapun proses penyusunan proposal skripsi ini. Dalam penyusunan proposal skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena pengalaman dan pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi terciptanya proposal skripsi yang lebih baik lagi untuk masa mendatang.



Surakarta,



Januari 2021



Penulis



iv



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................ iii DAFTAR ISI ............................................................................................... v DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitan ..................................................................... 3 1.4.1



Manfaat Bagi Masyarakat ............................................ 3



1.4.2



Manfaat Bagi Institusi .................................................. 3



1.4.3



Manfaat Bagi Peneliti ................................................... 4



BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare ...................................................................................... 5 2.1.1



Pengertian Diare ......................................................... 5



2.1.2



Klasifikasi Diare ........................................................ 5



2.1.3



Etiologi Diare ............................................................ 7



2.1.4



Penularan Diare .......................................................... 9



2.1.5



Tanda dan Gejala Diare ............................................. 10



2.1.6



Cara Mengatasi Diare ............................................... 11



2.2 Swamedikasi .......................................................................... 14 2.2.1



Definisi Swamedikasi ................................................ 14



2.2.2



Penggolongan Obat untuk Swamedikasi ................... 15



2.2.3



Kelebihan dan kerugian Swamedikasi ...................... 16



2.2.4



Faktor Penyebab Swamedikasi .................................. 17 v



2.2.5



Penggunaan Obat yang Rasional ............................... 18



2.3 Pendidikan ............................................................................. 23 2.3.1



Pengertian Pendidikan ............................................... 23



2.3.2



Cara Mengukur Tingkat Pendidikan .......................... 23



2.3.3



Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan ........ 24



2.4 Landasan Teori ...................................................................... 25 2.5 Kerangka Konsep ................................................................... 26 2.6 Hipotesis ................................................................................ 26 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ............................................................. 27 3.2 Populasi dan sampel............................................................... 27 3.2.1



Populasi ...................................................................... 27



3.2.2



Sampel ........................................................................ 27



3.3 Instrumen Penelitian .............................................................. 28 3.4 Variabel Penelitian ................................................................. 29 3.5 Definisi Operasional .............................................................. 29 3.6 Jalannya Penelitian ................................................................ 30 3.6.1



Tahap Persiapan ......................................................... 30



3.6.2



Tahap Pelaksanaan Penelitian .................................... 30



3.6.3



Teknik Pengolahan Data ........................................... 31



3.7 Analisa Data ........................................................................... 32 3.8 Jadwal Penelitian ................................................................... 33 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 34 LAMPIRAN ............................................................................................... 36



vi



DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1 Tingkat Perilaku Swamedikasi ................................................... 32 Tabel 3.2 Jadwal dan Penelitian .................................................................. 33



vii



DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerangka Konsep .................................................................... 26



viii



DAFTAR LAMPIRAN



Halaman Lampiran 1. Kuesioner ................................................................................ 36



ix



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Masalah Swamedikasi merupakan usaha seseorang untuk mengobati dirinya sendiri. Swamedikasi boleh dilakukan dengan menggunakan obat yang diperoleh/dibeli tanpa resep dokter baik di apotek maupun toko obat berizin, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas. Menurut kementrian kesehatan, sebelum menggunakan obat bebas untuk swamedikasi, masyarakat harus memperhatikan lima hal yaitu : nama obat dan kandungannya, khasiat obat, dosis yang diberikan, cara penggunaan, dan apa efek sampingnya (Kefarmasian, 2019). Menurut Fuaddah (2015), swamedikasi merupakan pilihan pertama yang dilakukan masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan. Meskipun merupakan pilihan pertama dalan upaya pemeliharaan kesehatan, kesalahan dalam melakukan swamedikasi dapat menyebabkan risiko yang dapat merugikan tubuh. Kesalahan swamedikasi seperti salah mendiagnosis penyakit, penggunaan pemakaian obat yang salah, dosis yang tidak tepat dan lama pengobatan, serta tidak mengetahui efek samping dari obat tersebut Mamo, Ayele, & Dechasa (2018). Berdasarkan data survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, sebesar 71,46% masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi. Angka ini terus naik selama tiga tahun terakhir. Swamedikasi biasanya dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan. Diare merupakan salah satu penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat yang bisa diobati sendiri atau di swamedikasi. Meskipun merupakan penyakit ringan, diare dapat menyebabkan kematian bagi penderita karena dehidrasi (kekurangan cairan). Dengan demikian, swamedikasi hanya bisa dilakukan untuk keluhan penyakit ringan salah satunya yaitu diare akut (diare ringan), dan untuk diare yang kronis (bukan keluhan penyakit ringan) swamedikasi tidak bisa dilakukan. Hal tersebut



1



2



terjadi karena swamedikasi hanya bisa menyebuhkan keluhan penyakit ringan penyakit Sarwan & Fachry (2016). Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan frekuensi buang air besar sampai lebih dari tiga kali sehari disertai dengan penurunan konsistensi tinja sampai ke bentuk cair Djunarko & Dian (2011). Di Indonesia, penyakit diare dikategorikan sebagai penyakit endemis potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering menyebabkan kematian. Berdasarkan Riskesdas 2018, kelompok umur dengan prevalansi diare (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok 1-4 tahun sebesar 11,5% dan pada bayi 9%. Kelompok umur 75 tahun ke atas juga merupakan kelompok dengan nilai prevalansi tinggi yaitu 7,2%. Berdasarkan catatan cakupan pelayanan diare, pelayanan diare hanya mampu berkontribusi 40% dari sasaran yang ditetapkan sehingga diare merupakan salah satu penyakit



yang paling banyak menyerang balita.



Penyebab tingkat prevalensi tinggi berdasarkan riskesdas yaitu tingkat pendidikan yang rendah (Kemkes, 2019). Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pendidikan yang rendah dapat menyebabkan timbulnya pola pemikiran yang irasional dan adanya kepercayaan-kepercayaan kepada takhayul. Ibu yang seperti ini akan sulit menerima hal-hal baru. Dengan demikian, tingkat pengetahuan yang dimiliki ibu dalam terapi diare pada anak juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap penggunaan obatobatan dalam penanganan diare pada anak Anshari, M., (2011). Pada penelitian mengenai hubungan tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi dengan perilaku swamedikasi sakit kepala oleh ibu-ibu yang dilakukan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan swamedikasi sakit kepala. Serta pada penelitian mengenai hubungan tingkat pendidikan terhadap tingkat pengetahuan orang tua dalam swamedikasi demam pada anak di Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep menunjukkan hubungan yang signifikan antara tingkat



3



pendidikan dengan pengetahuan orang tua dalam swamedikasi demam pada anak. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan perilaku swamedikasi diare pada anak balita di Desa Kacangan. 1.2



Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut “Bagaimanakah hubungan antara tingkat pendidikan ibu terhadap perilaku swamedikasi diare pada anak balita di Desa Kacangan tahun 2020? ”.



1.3



Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu terhadap perilaku swamedikasi diare pada anak balita di Desa Kacangan tahun 2020.



1.4



Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan ini, dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut. 1.4.1



Manfaat bagi masyarakat Sebagai



tambahan



pengetahuan



dan



informasi



dalam



pengetahuan obat yang baik dan benar dalam upaya swamedikasi diare. 1.4.2



Manfaat bagi institusi a. Sebagai tambahan referensi khususnya di bidang kesehatan dalam swamedikasi diare. b. Untuk menambah pustaka di perpustakaan Universitas Sahid Surakarta



4



1.4.3



Manfaat bagi peneliti Penelitian ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan serta memperluas wawasan tentang swamedikasi diare



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Diare 2.1.1



Pengertian Diare Menurut Sarwan & Fachry (2016) Diare merupakan salah satu penyakit ringan yang banyak dialami oleh masyarakat. Penyakit diare dapat diobati secara swamedikasi atau pengobatan sendiri. Meskipun penyakit diare merupakan penyakit yang ringan, namun diare dapat menyebabkan kematian bagi penderita. Hal tersebut bisa terjadi karena pasien mengalami dehidrasi (kekurangan cairan).



2.1.2



Klasifikasi Diare Menurut Simadibrata & Daldiyono (2009). Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan : a. Lama waktu diare Klasifikasi penyakit diare berdasarkan lama atau durasi waktu diare. Penyakit diare dapat digolongkan menjadi dua yaitu diare akut dan diare kronik. 1) Diare akut merupakan diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut merupakan pasase tinja yang berwujud cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari keadaaan sewaktu normal. Diare akut biasanya berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut dapat sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009). 2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. b. Mekanisme patofisiologik



5



Berdasarkan



mekanisme



patofisiologik



yang



mendasari



terjadinya diare. Diare dapat diklasifikasikan menjadi beberapa, antara lain :



6



7



1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi disebut sebagai diare



sekretorik.



diare



sekretonik



disebabkan



oleh



meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus serta menurunnya absorbsi. Secara klinis, diare tipe ini ditemukan dengan volume tinja banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan dan minum. Penyebab diare tipe ini antara lain karena enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae atau Escherichia coli, penyakit yang mengahasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbsi garam empedu) dan efek obat laksatif. 2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi disebut sebagai diare osmotik. Diare osmotik disebabkan oleh meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan obat-obat atau zat kimia yang hiperosmotik, malabsorbsi umum, dan defek dalam absorbsi mukosa usus. Contohnya pada defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa. 3) Malabsorbsi asam empedu. Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan atau produksi micelle empedu dan penyakit penyakit saluran bilier hati. 4) Defek sistem pertukaran anion atau juga bisa disebut transport elektrolit aktif di enterosit. Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transpor aktif Na+K+ATPase di enterosit dan absorbsi Na+ dan air yang abnormal. 5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal. Diare tipe ini terjadi karena adanya hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorbsi yang abnormal. Penyebabnya antara lain pasca vagotomi dan hipertiroid. 6) Gangguan permeabilitas usus. Diare tipe ini terjadi karena permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus.



8



7) Inflamasi dinding usus atau juga bisa disebut diare inflamatorik. Diare inflamatorik terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi sehingga ,menyebabkan produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air serta elektrolit ke dalam lumen sehingga terjadi gangguan absorbsi air dan elektrolit. 8) Infeksi dinding usus, disebut juga sebagai diare infeksi. Diare ini terjadi karena adanya infeksi oleh bakteri yang merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi menjadi invasif (merusak mukosa) dan bakteri non invasif. c. Penyakit infektif atau non-infektif. Diare infektif adalah diare yang disebabkan oleh infeksi. Diare infeksi dalam hal ini bisa diakibatkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur, maupun infeksi oleh organ lain seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan. Diare non-infektif adalah diare yang tidak ditemukan agen infeksi sebagai penyebabnya. Dalam hal ini diare tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor malabsorbsi, faktor makanan, maupun faktor psikologis. d. Penyakit organik atau fungsional Berdasarkan penyakit organik dan fungsional. Diare dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu diare organik dan diare fungsional. Diare organik, adalah diare yang ditemukan penyebab



anatomik,



bakteriologik,



hormonal



ataupun



toksikologi. Diare fungsional, adalah diare yang tidak dapat ditemukan penyebab organik. 2.1.3



Etiologi Diare Etiologi diare merupakan penyebab terjadinya diare. Menurut (Amin, 2015) penyebab diare ada empat hal yaitu :



9



a. Virus Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (7080%). Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus serotype 1, 2, 8, dan 9 pada manusia, Norwalk virus, Astrovirus, Adenovirus (tipe 40, 41), Small bowel structured virus, Cytomegalovirus. b. Bakteri Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enteropatho- genic E. coli



(EPEC),



Enteroaggregative



E.



coli



(EAggEC),



Enteroinvasive E. coli (EIEC), Enterohemorrhagic E. coli (EHEC), Shigella spp., Campylobacter jejuni (Helicobacter jejuni), Vibrio cholerae 01, dan V. choleare 0139, Salmonella (non-thypoid). c. Protozoa



Giardia



Cryptosporidium,



lamblia,



Microsporidium



Entamoeba spp.,



histolytica,



Isospora



belli,



Schistosoma



spp.,



Cyclospora cayatanensis. d. Helminths



Strongyloides



stercoralis,



Capilaria philippinensis, Trichuris trichuria. Menurut Kementrian RI (2011), Organisme penyebab diare biasanya berbentuk renik dan mampu menimbulkan diare yang dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan gejala klinisnya. Jenis diare yang pertama yaitu diare cair akut. Diare cair akut akan menyebabkan balita kehilangan cairan tubuh dalam jumlah yang besar, sehingga mampu menyebabkan dehidrasi dalam waktu yang cepat. Jenis diare yang kedua yaitu diare akut berdarah yang sering disebut dengan disentri. Diare ini ditandai dengan adanya darah dalam tinja yang disebabkan akibat kerusakan usus. Balita yang menderita diare berdarah akan menyebabkan kehilangan zat gizi yang berdampak pada penurunan status gizi. Jenis yang ketiga adalah diare persisten dimana kejadian diare dapat berlangsung ≥14 hari. Diare jenis ini sering terjadi pada anak dengan status gizi rendah, AIDS, dan anak dalam kondisi infeksi (WHO, 2010).



10



Beberapa jenis diare tersebut sering disebabkan oleh organisme renik seperti bakteri dan virus. Beberapa contoh bakteri patogen yang menyebabkan epidemi diare pada anak yaitu E.coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella dan Vibrio cholera. Kolera merupakan salah satu contoh kasus epidemik dan sering diidentikkan dengan penyebab kematian utama pada anak. Namun sebagian besar kejadian diare yang disebabkan oleh kolera terjadi pada dewasa dan anak dengan usia yang lebih besar. Diare cair pada anak sebagian besar disebabkan oleh infeksi rotavirus , V. cholera dan E.coli. Diare berdarah paling sering disebabkan oleh Shigela (UNICEF dan WHO, 2009). Sedangkan diare cair akut pada anak di bawah lima tahun paling banyak disebabkan oleh infeksi rotavirus. 2.1.4



Penularan Diare Menurut Mulyana & Eli (2015) Diare dapat ditularkan dengan berbagai cara yang dapat mengakibatkan timbulnya infeksi antara lain: a. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi. Makanan dan minuman tersebut baik yang sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor. b. Bermain dengan mainan yang terkontaminasi. Anak-anak atau bayi sering memasukan tangan/ mainan / apapun kedalam mulut, jika mainan tersebut terkontaminasi maka anak-anak atau bayi akan terkena penyakit diare. Hal tersebut bisa terjadi karena virus yang menyebabkan diare ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari. c. Pengunaan sumber mata air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar. d. Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih. e. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar. Tidak membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang.



11



Sejalan dengan pernyataan menurut Mulyana & Eli (2015). Menurut Meryta, Lisnawati, & Kamalia (2016) Kuman penyebab diare berkembang biak di lingkungan yang lembab dan kebersihan yang kurang, serta pada air minum yang tidak terjaga kebersihannya. Faktor lingkungan yang meliputi air bersih dan sanitasi ini memiliki peranan sangat penting sebagai media penularan dan dominan dalam siklus penularan penyakit diare. Biasanya anak-anak mudah dan sering terkena diare. Hal tersebut terjadi karena anak-anak senang sekali jajan sembarangan yang tentunya makanan tersebut tidak terjamin kebersihan serta keamanan makanannya sehingga anak tersebut mengalami diare. Anak usia sekolah pada umumnya juga belum paham betul akan arti kesehatan bagi tubuhnya. 2.1.5



Tanda dan Gejala Diare Menurut Widjaja (2000), gejala-gejala diare adalah sebagai berikut : a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi, b. Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah, c. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu, d. Lecet pada anus, e. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang, f. Muntah sebelum dan sesudah diare, g. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah), dan h. Dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah,



12



tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan penderita sangat pucat (Widjaja, 2000). 2.1.6



Cara Mengatasi Diare Menurut Kementrian Kesehatan RI (2011b), ada lima langkah tuntaskan diare. Lima langkah tersebut adalah : a. Pemberian Oralit Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga. Cara pencegahannya yaitu dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang sudah beredar di pasaran yaitu oralit dengan jenis yang baru dengan osmolaritas yang rendah. Oralit tersebut dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi : 1) Diare tanpa dehidrasi Tanda diare tanpa dehidrasi, dapat diindikasikan apabila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih : -



Keadaan Umum



: Baik



-



Mata



: Normal



-



Rasa Haus



: Normal, Minum Biasa



-



Turgor Kulit



: Kembali Cepat



Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb : Umur < 1 tahun



: ¼ - ½ gelas setiap kali anak



mencret Umur 1 – 4 tahun



: ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret



13



Umur ˃ 5 Tahun mencret



: 1 – 1½ gelas setiap kali anak



14



2) Diare dehidrasi Ringan/Sedang Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih : -



Keadaan Umum



: Gelisah



-



Mata



: Cekung



-



Rasa Haus : Haus, Ingin Minum Banyak



-



Turgor Kulit



: Kembali Lambat



Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi. 3) Diare dehidrasi berat Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih : -



Keadaan Umum



: Lesu, lunglai, atau tidak Sadar



-



Mata



: Cekung



-



Rasa Haus



: Tidak bisa minum atau malas



minum -



Turgor Kulit



: Kembali lambat ( lebih dari



2



detik) Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus. b. Berikan obat Zinc Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan



15



kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. (Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11% dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67% Hidayat 1998 & Soenarto (2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita: -



Umur < 6 bulan: ½ tablet ( 10 mg ) per hari selama 10 hari



-



Umur > 6 bulan: 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.



Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare. c. Pemberian ASI / Makanan : Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan. d. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.



16



Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia). e. Pemberian Nasehat Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang : 1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah 2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :



2.2



-



Diare lebih sering



-



Muntah berulang



-



Sangat haus



-



Makan/minum sedikit



-



Timbul demam



-



Tinja berdarah



-



Tidak membaik dalam 3 hari.



Swamedikasi 2.2.1



Definisi Menurut Sarwan & Fachry, (2016) menyatakan bahwa pengobatan sendiri (self medication) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit, sebelum mereka memutuskan mencari pertolongan ke pusat pelayanan kesehatan/petugas kesehatan. Menurut Robiyanto et al., (2018) Perilaku Swamedikasi merupakan tindakan pengobatan sendiri yang umumnya dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasi penyakit-penyakit yang tidak



17



tergolong parah, seperti sakit kepala, demam, batuk, pilek, diare, dan lain-lain. Dengan demikian, swamedikasi diare yaitu tindakan pengobatan sendiri yang umumnya dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasi penyakit diare ringan (akut). 2.2.2



Penggolongan Obat untuk Swamedikasi Permenkes RI Nomor 917/Menkes/X/1993 yang kini telah diperbaharui oleh Permenkes RI Nomor 949/ Menkes/Per/VI/2000. Penggolongan obat bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan serta keamanan distribusi. Penggolongan obat ini terdiri atas : a. Obat bebas, yaitu obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat ini tergolong obat yang paling aman, dapat dibeli tanpa resep di apotik dan bahkan juga dijual di warung-warung. Obat bebas biasanya digunakan untuk mengobati dan meringankan gejala penyakit. Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: rivanol, tablet paracetamol, bedak salicyl, multivitamin, dan lain-lain. b. Obat bebas terbatas, adalah segolongan obat yang dalam jumlah tertentu aman dikonsumsi namun jika terlalu banyak akan menimbulkan



efek



yang



berbahaya.



Obat



ini



dulunya



digolongkan kedalam daftar obat W. Tidak diperlukan resep dokter untuk membeli obat bebas terbatas. Disimbolkan dengan lingkaran biru tepi hitam. Biasanya obat bebas terbatas memiliki peringatan pada kemasannya sebagai berikut: P No. 1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan, memakainya ditelan. P No. 2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. P No. 3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. P No. 4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar. P No. 5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan.



18



P No. 6: Awas! Obat Keras. Obat Wasir, jangan ditelan. Contoh : obat antimabuk seperti antimo, obat anti flu seperti noza, decolgen, dan lain lain. c. Obat wajib apotek, adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker pengelola apotek tanpa resep dokter. Obat wajib apotek dibuat bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sehingga tercipta budaya pengobatan sendiri yang tepat, aman, dan rasional. d. Obat keras, adalah obat yang berbahaya sehingga pemakaiannya harus di bawah pengawasan dokter dan obat hanya dapat diperoleh dari apotek, puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lain seperti balai pengobatan dan klinik dengan menggunakan resep dokter. Obat ini memiliki efek yang keras sehingga jika digunakan sembarangan dapat memperparah penyakit hingga menyebabkan kematian. Obat keras dulunya disebut sebagai obat daftar G. Obat keras ditandai dengan lingkaran merah tepi hitam yang ditengahnya terdapat huruf “K” berwarna hitam. Contoh: antibiotik seperti amoxicylin, obat jantung, obat hipertensi dan lain-lain. e. Psikotropika dan narkotika. Psikotropika merupakan zat atau obat yang secara alamiah ataupun buatan yang berkhasiat untuk memberikan pengaruh secara selektif pada sistem syaraf pusat dan menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Obat golongan psikotropika masih digolongkan obat keras sehingga disimbolkan dengan lingkaran merah bertuliskan huruf “K” ditengahnya. Sedangkan narkotika merupakan obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan perubahan kesadaran dari mulai penurunan sampai hilangnya kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan



19



ketergantungan. Narkotika disimbolkan dengan lingkaran merah yang ditengahnya terdapat simbol palang (+). 2.2.3



Kelebihan dan Kerugian Swamedikasi Menurut Holt (1986) dalam Aini, Puspitasari, & Erwinayanti (2019), swamedikasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari swamedikasi adalah aman jika digunakan sesuai petunjuk, efektif untuk keluhan ringan, biaya obat lebih murah, hemat waktu, merasakan kepuasan tersendiri karena berperan dalam keputusan terapi, menghindari rasa malu jika harus menampakkan bagian tubuh tertentu di hadapan tenaga kesehatan, dan mengurangi beban pelayanan kesehatan pada kondisi terbatasnya sumber daya. Sedangkan kekurangan dari swamedikasi adalah adanya bahaya jika obat tidak digunakan sesuai aturan, hal ini tentunya akan menyebabkan pemborosan biaya dan waktu untuk mengatasi bahaya yang ditimbulkan tadi. Selain itu, ada kemungkinan timbulnya reaksi yang tidak diinginkan, seperti efek samping, resistensi dan sensitivitas. Unsur subjektivitas juga menjadi dominan karena kecenderungan pemilihan obat berdasarkan pengamalan, iklan, dan lingkungan sosial



2.2.4



Faktor Penyebab Swamedikasi Ada beberapa faktor penyebab swamedikasi. Beberapa faktor penyebab perilaku swamedikasi berdasarkan hasil penelitian (WHO, 2012) antara lain sebagai berikut : a. Faktor sosial ekonomi Seiring dengan meningkatnya pemberdayaan masyarakat yang berdampak pada semakin meningkatnya tingkat pendidikan, sekaligus semakin mudahnya akses untuk memperoleh informasi, maka semakin tinggi pula tingkat ketertarikan masyarakat terhadap kesehatan. Sehingga hal itu kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan dalam upaya untuk berpartisrpasi



20



langsrmg terhadap pengambilan keputusan kesehatan oleh masing-masing individu tersebut. b. Gaya hidup Kesadaran tentang adanya dampak beberapa gaya hidup yang bisa berpengaruh terhadap kesehatan, mengakibatkan banyak orang memiliki kepedulian lebih untuk senantiasa menjaga kesehatannya



daripada



harus



mengobati



ketika



sedang



mengalami sakit pada waktu-waktu mendatang. c. Kemudahan memperoleh produk obat Saat ini, tidak sedikit dari pasien atau pengguna obat lebih memilih kenyarnanan untuk membeli obat dimana saja bisa diperoleh dibandingkan dengan harus mengantri lama di Rumah Sakit maupun klinik. d. Faktor kesehatan lingkungan Dengan adanya praktik sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang benar sekaligus lingkungan perumahan yaug sehat, berdampak pada semakin meningkatnya kernampuan masyarakat untuk senantiasa menjaga dan mempertahankan kesehatannya sekaligus mencegah terkena penyakit. e. Ketersediaan produk baru Semakin meningkatnya produk baru yang sesuai dengan pengobatan sendiri dan terdapat pula produk lama yang keberadaannya juga sudah cukup populer dan semenjak lama sudah memiliki indeks keamanan yang baik. Hal tersebut langsung membuat pilihan produk obat untuk pengobatan sendiri semakin banyak tersedia (Zeenot, 2013). 2.2.5



Penggunaan Obat yang Rasional Menurut Kementrian Kesehatan RI (2011a), penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: a. Tepat Diagnosis



21



Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.



22



b. Tepat Indikasi Penyakit Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri. c. Tepat Pemilihan Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit. d. Tepat Dosis Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan. e. Tepat Cara Pemberian Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivitasnya. f. Tepat Interval Waktu Pemberian Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.



23



g. Tepat lama pemberian Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing masing. Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10 - 14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan. h. Waspada terhadap efek samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah. Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang tumbuh. i. Tepat penilaian kondisi pasien Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida.



Pada



penderita



dengan



kelainan



ginjal,



pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan, karena resiko terjadinya nefrotoksisitas pada kelompok ini meningkat secara bermakna. j. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obatobat dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis. Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan



24



dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia harus dan telah menerapkan CPOB. k. Tepat informasi Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapik. Tepat tindak lanjut (follow-up). Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping. l. Tepat penyerahan obat (dispensing) Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan



secara



tepat,



agar



pasien



mendapatkan



obat



sebagaimana harusnya. Dalam menyerahkan obat juga petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien. m. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan. Dra. Engko Sosialine M., Apt., M. Bio Med, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyatakan bahwa untuk penyakit ringan seperti sakit kepala dan batuk pilek dan sebagainnya, tidak jarang masyarakat melakukan swamedikasi. Kementerian kesehatan telah mempromosikan tagline “Tanya Lima O”. Melalui tagline ini masyarakat diharapkan dapat lebih aktrif lagi mencari tentang informasi dalam sebuah obat, baik kepada tenaga farmasi khususnya maupun dari informasi lainnya yang valid. Tagline “Tanya Lima O” merupakan pertanyaan minimal yang harus terjawab sebelum melakukan swamedikasi. Tagline tersebut yaitu : (Kefarmasian, 2019)



25



26



a. Obat ini apa nama dan kandungan? Tagline pertama yaitu apa nama dan kandungan obat. Tagline tersebut sama halnya dengan penggunaan obat secara rasional pada bagian tepat diagnosis dan tepat pemilihan obat menurut Kementrian Kesehatan RI ( 2011a). Seorang ibu harus mengetahui nama obat dan kandungan obat sebelum memberikan obat tersebut pada anaknya. Jika nama obat dan kandungan salah terhadap penyakit anak tersebut, maka obat yang diberikan tidak akan mengobati karena tidak sesuai dengan indikasi yang seharusnya. Bukan hanya harus pemilihan obat yang harus diperhatikan, tetapi juga seorang ibu harus mampu mendiagnosis penyakit b. Obat ini apa khasiatnya? Tagline kedua yaitu obat ini apa khasiatnya. Tagline tersebut sama halnya dengan penggunaan obat secara rasional bagian tepat indikasi penyakit menurut Kementrian Kesehatan RI ( 2011a). Setiap obat memiliki spektrum terapi dan khasiat yang spesifik. Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Sama halnya dengan diare pada anak. Diare pada anak hanya dapat disembuhkan dengan obat diare (oralit atau semacamnya). c. Obat ini berapa dosisnya? Tagline ketiga yaitu obat ini berapa dosisnya. Tagline tersebut sama halnya dengan penggunaan obat secara rasional bagian tepat dosis menurut Kementrian Kesehatan RI ( 2011a). Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi atau penyembuhan dengan obat. Pemberian dosis yang berlebihan akan menyebabkan efek samping dan penggunaan dibawah dosis menyebabkan obat tidak bekerja secara maksimal. d. Obat ini bagaimana cara menggunakannya? Tagline



keempat



menggunakannya.



yaitu Tagline



obat tersebut



ini sama



bagaimana halnya



cara dengan



27



penggunaan obat secara rasional bagian tepat cara pemberian, tepat interval waktu pemberian, dan tepat lama pemberian menurut Kementrian Kesehatan RI ( 2011a). Jika seorang ibu memberikan obat oralit bersamaan dengan susu maka akan menyebabkan terjadinya interaksi obat. Sehingga pemberian oralit bersamaan dengan susu tidak dianjurkan. e. Obat ini apa efek sampingnya? Tagline kelima yaitu obat ini obat ini apa efek sampingnya. Tagline tersebut sama halnya dengan penggunaan obat secara rasional bagian waspada efek samping menurut Kementrian Kesehatan RI ( 2011a). Pemberian obat secara swamedikasi maupun bukan dapat berpotensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Penggunaan oralit tidak boleh diberikan kepada penderita diare yang mempunyai masalah ginjal karena dapat menyebabkan oliguira. Begitupun kepada anak yang menderita penyakit masalah penyerapan gula karena oralit mengandung gula yang berisiko membuat kondisi yang dimiliki jadi lebih parah. 2.3



Pendidikan 2.3.1



Pengertian Pendidikan merupakan suatu sistem yang terbangun dari beberapa komponen pendidikan yang satu dengan yang lain saling berhubungan (Saat, 2015). Tingkat pendidikan merupakan tahapan atau jenjang pendidikan yang sudah ditempuh Robiyanto et al., (2018).



2.3.2



Cara Mengukur Tingkat Pendidikan Menurut Robiyanto et al. (2018) tingkat pendidikan terbagi menjadi dua tingkat. Tingkatan pertama yaitu pendidikan dasar.



28



Tingkat pendidikan dasar yaitu SD, SMP, dan SMA. Tingkatan yang kedua yaitu pendidikan tinggi (PT) 2.3.3



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Menurut



(Saat,



2015)



faktor-faktor



determinan



dalam



pelaksanaan pendidikan, yang meliputi pendidik, peserta didik, tujuan pendidikan, alat pendidikan, dan lingkungan pendidikan. a. Pendidik Pendidik adalah orang yang diserahi tugas atau amanah untuk mendidik. Pendidikan itu sendiri dapat berarti memelihara, membina, membimbing, mengarahkan, menumbuhkan. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab XI pasal 39 tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan dinyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga



professional



yang



bertugas



merencanakan



dan



melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi. b. Peserta didik Anak didik atau peserta didik konotasinya adalah pada orang-orang yang sedang belajar. Anak didik lebih dititik beratkan



kepada



anak-anak



yang



masih



dalam



tahap



perkembangan, baik fisik maupun psikis, belum dewasa, dan masih membutuhkan bantuan dan pertolongan dari orang-orang dewasa di sekitarnya. Istilah peserta didik mengandung makna yang lebih luas, mencakup anak yang belum dewasa, dan juga orang yang sudah dewasa, tetapi masih dalam tarap mencari atau menuntut ilmu dan keterampilan. c. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan adalah perubahan yang dikehendaki atau ingin



diwujudkan



melalui



aktivitas



pendidikan.



Tujuan



29



pendidikan



merupakan



puncak



dari



segala



usaha



yang



berhubungan dengan aktivitas pendidikan, karena semua komponen pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. d. Alat pendidikan Alat pendidikan adalah segala sesuatu atau apa saja yang dipergunakan



dalam



usaha



mencapai



tujuan



pendidikan.



Pendidikan sebagi usaha, juga merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Jadi alat pendidikan dapat alat dari suatu alat, yaitu alat pendidikan. Segala perlengkapan yang dipakai dalam usaha pendidikan disebut dengan alat pendidikan. e. Lingkungan pendidikan Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap peserta didik. Lingkungan dapat berupa lingkungan sosial, lingkungan nonsosial. Lingkungan sosial berupa lingkungan yang terdiri atas manusia yang ada di sekitar anak yang dapat memberi pengaruh terhadap anak, baik sikap, perasaan,



atau



bahkan



keyakinan



agamanya,



misalnya



lingkungan pergaulan. Lingkungan nonsosial adalah lingkungan alam sekitar berupa benda atau situasi, misalnya keadaan ruangan, peralatan belajar, cuaca, dan sebagainya, yang dapat memberikan pengaruh pada peserta didik. 2.4



Landasan Teori Menurut Sarwan & Fachry (2016) Diare merupakan salah satu penyakit ringan yang banyak dialami oleh masyarakat. Penyakit diare dapat diobati secara swamedikasi atau pengobatan sendiri. Meskipun penyakit diare merupakan penyakit yang ringan, namun diare dapat menyebabkan kematian bagi penderita. Hal tersebut bisa terjadi karena pasien mengalami dehidrasi (kekurangan cairan).



30



Menurut Sarwan & Fachry (2016) Pengobatan sendiri (self medication) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit, sebelum mereka memutuskan mencari pertolongan ke pusat pelayanan kesehatan/ petugas kesehatan. Swamedikasi dapat diukur dengan indikator Tindakan yang dilakukan jika menderita penyakit, kesesuaian obat terhadap penyakit, dan informasi dan perlakuan terhadap obat Robiyanto et al., (2018). Pendidikan merupakan suatu sistem yang terbangun dari beberapa komponen pendidikan yang satu dengan yang lain saling berhubungan (Saat, 2015). Tingkat pendidikan merupakan tahapan atau jenjang pendidikan yang sudah ditempuh. Menurut Robiyanto et al. (2018) tingkat pendidikan terbagi menjadi dua tingkat. Tingkatan pertama yaitu pendidikan dasar. Tingkat pendidikan dasar yaitu SD, SMP, dan SMA. Tingkatan yang kedua yaitu pendidikan tinggi (PT) Robiyanto et al., (2018). 2.5



Kerangka Konsep Tingkat Pendidikan Ibu



Perilaku Swamedikasi Diare Pada Anak



Gambar 2.1 Kerangka Konsep 2.6



Hipotesis Dari penelitian ini diharapkan terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku swamedikasi diare pada anak balita di Desa Kacangan.



BAB III METODE PENELITIAN 3.1



Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan penelitian non-eksperimental yaitu penelitian dengan pengambilan data tanpa perlakuan terhadap subyek uji. Jenis penelitian



ini yaitu penelitian deskriptif kuantitatif



dengan



menggunakan desain penelitian cross sectional yaitu penelitian yang mempelajari teknik korelasi antara faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada waktu yang sama (point time approach). Penelitian ini mengacu pada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan perilaku swamedikasi diare pada anak balita di desa Kacangan. 3.2



Populasi dan Sampel 3.2.1



Populasi Menurut Notoatnodjo, (2013) populasi yaitu keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh responden ibu yang memiliki anak balita dengan umur 1-4 tahun di Desa Kacangan, Kecamatan Andong Boyolali. Berdasarkan data penduduk yang diperoleh pada tanggal 5 November 2020, jumlah populasi dalam penelitian ini yaitu 313.



3.2.2



Sampel Sampel penelitian yaitu sebagian dari jumlah yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2013). Metode pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan metode non random (non probability) sampling – Purposive Sampling. Pengambilan sampel secara purposive sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri (Notoatmodjo, 2013).



31



32



Jumlah sampel minimum yang harus diperoleh menggunakan rumus slovin. n=



N 1+ Ne ²



n=



313 1+313 (0.0025)



n = 175,60 dibulatkan menjadi 176 Keterangan N = Jumlah populasi n = Jumlah sampel e = Batas toleransi kesalahan atau eror Sampel yang dipilih harus memenuhi hiteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi sebagai berikut : 1.



Kriteria lnklusi a. Seorang Ibu usia antara 20 – 60 tahun b. Memiliki anak balita umur 1-4 tahun c. Pernah menempuh pendidikan formal d. Pernah atau sedang melakukan swamedikasi diare e. Bersedia mengisi kuesioner f. Ibu yang bisa membaca dan menulis



2.



Kriteria Eksklusi a. Ibu dalam keadaaan sakit b. Pada saat penelitian ibu tidak ditempat c. Tidak bisa membaca dan menulis



3.3



Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini yaitu kuisioner. Kuisioner merupakan salah satu instrumen penelitian yang digunakan untuk menggali informasi secara langsung. Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti. Peneliti melakukan uji validitas dan uji realibilitas kepada 30 responden dengan kriteria inklusi yang sama dengan responden.



33



Menurut Sugiyono (2017) Uji validitas digunakan untuk menunjukkan tingkat keandalan atau ketepatan suatu alat ukur. Validitas menunjukkan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dikumpulkan oleh peneliti. Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji realibilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Uji realibilitas dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh pertanyaan. Menurut Sugiyono (2013:179) item pernyataan atau pertanyaan dalam instrumen dikatakan valid apabila harga korelasi diatas 0,30. Adapun untuk pengujian reliabilitas dikatakan lolos apabila nilai Cronbach Alpha (α) semakin tinggi. 3.4



Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan 2 jenis variabel, yaitu variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas). Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini ialah tindakan swamedikasi diare pada anak usia 1 – 4 tahun. Sedangkan, variabel independen (bebas) dalam penelitian ini yaitu tingkat pendidikan ibu.



3.5



Definisi Operasional Menurut (Sugiyono, 2017), definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengoperasian gagasan dalam penelitian ini, sehingga memungkinkan bagi peneliti-peneliti lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama maupun mengembangkan cara pengukuran dengan lebih baik. Definisi operasional untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini ialah sebagai berikut.



34



Tabel 3.1 Definisi Operasional No 1



Variabel Diare



Definisi Diare adalah suatu penyakit



Indikator Pengetahuan tentang diare



yang ditandai dengan peningkatan frekuensi buang air besar sampai lebih dari tiga kali sehari disertai dengan penurunan konsistensi tinja sampai ke 1



Perilaku Swamedikasi



bentuk cair Swamedikasi diare yaitu



Ketepatan swamedikasi



tindakan pengobatan sendiri yang umumnya dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasi penyakit diare ringan (akut). (Robiyanto et 2



Tingkat Pendidikan



al., 2018). Tingkat pendidikan merupakan tahapan atau jenjang pendidikan yang sudah ditempuh (Robiyanto



1. Pendidikan Dasar (SD, SMP, SMA) 2. Pendidikan Tinggi (PT) (Robiyanto et al., 2018)



et al., 2018).



3.6



Jalannya Penelitian 3.6.1



Tahap Persiapan a. Peneliti melakukan pengajuan judul kepada pembimbing yang kemudian melakukan pengurusan surat ijin penelitian dan melakukan survei pendahuluan ke Desa Kacangan untuk mendapatkan data awal yang dibutuhkan dalam penelitian. b. Peneliti mengumpulkan studi literatur terkait penyusunan penelitian.



3.6.2



Tahap Pelaksanaan Penelitian Peneliti melakukan penelitian pada bulan Januari 2021 di Desa Kacangan. Sebelum pengambilan data terlebih dahulu peneliti memperkenalkan diri kepada responden tentang maksud dan tujuan



35



yang akan dilakukan. Setelah itu responden mengisi informed concenr yang berupa data karakteristik responden dan kuisioner. 3.6.3



Teknik Pengolahan Data Teknik pengolahan data dalam penelitian ini yaitu : a. Editing Data (Pengeditan Data) Dalam proses ini dilakukan pengeditan data yang meliputi pemeriksaan



kelengkapan



dan kejelasan



makna jawaban



sehingga didapatkan data yang lengkap, jelas, relevan dan konsisten. b. Coding Data (Pemberian Kode Data) Data yang sudah diedit kemudian dicoding. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan (Santoso, 2013). Coding sangat berguna dalam pemasukan data pada tahap berikutnya. Kode pada penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1) Perilaku swamedikasi pada anak menggunakan skala likert : 1 = Buruk 2 = Baik 2) Hubungan tingkat pendidikan ibu juga menggunakan skala likert : 1 = Tingkat Pendidikan Rendah 2 = Tingkat Pendidikan Tinggi c. Entry Data (Memasukkan Data) Data yang telah diedit dan diberi kode kemudian dimasukkan (entry) ke dalam program komputer, dalam hal ini IBM SPSS (Statistic Package for the Social Sciencess) for Windows Ver. 22. d. Cleaning Data (Pembersihan Data) Setelah dimasukkan ke dalam program, kemudian diralatkan Cleaning Data. Cleaning Data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan (entry), apakah ada



36



kesalahan atau tidak. Jika terdapat kesalahan maka dilakukan perbaikan terhadap kesalahan tersebut. e. Penarikan Hasil Kesimpulan Penarikan hasil kesimpulan dilakukan dengan menghitung skor kuisioner menggunakan rumus : Penarikan hasil kesimpulan dilakukan dengan menghitung skor kuisioner menggunakan rumus : Skor Aktual x 100% Skor Ideal Hasil disediakan dalam distribusi frekuensi setiap variable. Skor =



Kriteria Penelitian menurut Ali Khomsan (2000 : 15) Tabel 3.1 Tingkat Perilaku Swamedikasi No . 1. 2. 3. 3.7



Interval > 80 % 60 % - 80 % < 60 %



Kategori Baik Sedang Buruk



Analisis Data Data yang telah diolah kemudian dianalisis. Analisis data yang dilakukan antara lain : 1.



Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk melihat distibusi dan frekuensi dari tiap-tiap variabel bebas (tingkat pendidikan ibu) dan variabel terikat ( swamedikasi). Data disajikan dalam bentuk tabel.



2.



Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan terikat, dimana uji hubungan kedua variabel tersebut dengan uji statistik Chi-Square. Dengan sistem komputerisasi dan tingkat kemaknaan pada a 0,05 dengan ketentuan bila p value < nilai o (0,05) maka ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat bila p value > nilai a (0,05) maka tidak ada antara variabel bebas dengan variabel terikat.



37



3.8



Jadwal Penelitian Tabel 3.2 Jadwal Penelitian



No.



Bulan



Kegiatan



1



2



3



4



5



6



7



8



9



1



Mengajukan Judul



 



 



 



 



 



 



 



 



 



2



Pembuatan Proposal Skripsi



 



 



 



 



 



 



 



 



 



3



Sidang Proposal



 



 



 



 



 



 



 



 



 



4



Pengajuan Perizinan Penelitian



 



 



 



 



 



 



 



 



 



5



Pengambilan Data



 



 



 



 



 



 



 



 



 



6



Pengolahan Data



 



 



 



 



 



 



 



 



 



7



Penulisan Hasil Data



 



 



 



 



 



 



 



 



 



8



Pengumpulan Hasil Penelitan



 



 



 



 



 



 



 



 



 



9



Penyusunan Laporan



 



 



 



 



 



 



 



 



 



DAFTAR PUSTAKA



Aini, S.R., Puspitasari, C.E., & Erwinayanti, G.A.P.S, 2019, Alih Pengetahuan tentang Obat dan Obat Tradisional dalam Upaya Swamedikasi di Desa Batu Layar Lombok Barat, 2(4), 407– 410.



Amin, L.Z., 2015, Tatalaksana Diare Akut, CDK-230, 42(7), 504–508.



Fuaddah, A. T., 2015, Description of Self-Medication Behavior in Community of Subdistrict Purbalingga, Dictrict Purbalingga, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3, 610–619.



Kefarmasian, D.P., 2019, Cerdas Menggunakan Obat.



Kementrian Kesehatan RI, 2011a, Modul Penggunaan Obat Rasional, Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.



Kementrian Kesehatan RI, 2011b, Situasi Diare di Indonesia Triwulan II, Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.



Mamo, S., Ayele, Y., & Dechasa, M., 2018, Self-Medication Practices among Community of Harar City and Its Surroundings, Eastern Ethiopia, Journal of Pharmaceutics.



Meryta, A., Lisnawati, N., & Kamalia, G., 2016, Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Swamedikasi Diare pada Anak di Bulan Juni 2015, Social Clinical Pharmancy Indonesia Journal, 1(1), 107–116.



Mulyana, & Eli, K., 2015, Gambaran Pengetahuan, Pengalaman & Sikap Ibu Terhadap Tatalaksanaan Diare pada Anak Penderita Diare di Ruang Anak Bawah RSUD DR, Soekardjo Tasikmalaya, Jurnal Kesehatan Bakti Tunas 38



Husada, 13(1), 173–180.



Notoatmodjo, S., 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.



Notoatnodjo, S., 2013, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.



Robiyanto, Rosmimi, M., & Untari, E. K., 2018, Analisis pengaruh tingkat pengetahuan masyarakat terhadap tindakan swamedikasi diare akut di kecamatan pontianak timur, Jurnal Pendidikan, 16(1), 135–145.



Saat, S., 2015, Faktor-faktor Determinan dalam Pendidikan, Jurnal Al- Ta’dib, 8(2), 1–17.



39



40



Sarwan, & Fachry, A., 2016, Gambaran Pengetahuan Masyarakat Kelurahan Rambutan Kecamatan Ciracas Jakarta Timur Tentang Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Penyakit Diare, Jurnal Akademisi Farmasi Bhumi Husada, 3(1). Simadibrata, M., & Daldiyono., 2009, Diare Akut, Dalam: Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Interna Publising. Sugiyono, 2017, Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi, dan R&D (Satu), Bandung: Alfabeta. Vitria, L., & Heniwati, 2019, Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Tindakan Swamedikasi Diare Akut di Kabupaten Nganjuk, Java Heat Journal. WHO, 2012, The Pursuit of Responsible Use of Medicines : Sharing and Learning from Country Experiences.



LAMPIRAN KUESIONER HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN PERILAKU PENGOBATAN SENDIRI (SWAMEDIKASI) DIARE PADA ANAK BALITA



BAGIAN I (Karakteristik Responden) 1. Nama Ibu : 2. Usia Ibu : 3. Usia Anak : 4. Alamat Ibu : (Pilihlah satu jawaban dengan cara melingkarinya) 5.



6.



7.



8. 9.



Pendidikan Terakhir Ibu : a. SD b. SMP c. SMA d. Perguruan Tinggi Pekerjaan Ibu : a. Pegawai Negeri b. Pegawai Swasta c. Pedagang d. Lainnya, (sebutkan ..................................................................................) Apakah Ibu pernah melakukan pengobatan sendiri (Swamedikasi) pada diare anak ? a. Pernah b. Tidak Pernah Jika pernah obat apa yang ibu berikan untuk mengatasi diare pada anak ? a. Obat tradisional/racikan sendiri b. Obat modern Sebutkan obat yang ibu gunakan pada no. (8) ? .........................................................................................................................



41



42



10



Pertimbangan apa yang ibu ambil ketika memilih obat diare pada anak?



.



a. Harga b. Komposisi c. Efek samping yang timbul



11



d. Lainnya, (sebutkan ..................................................................................) Darimana ibu mendapatkan sumber informasi tentang obat diare anak?



.



a. Obat yang pernah di berikan dokter b. Informasi yang di berikan apotek c. Posyandu d. Iklan e. Teman dan keluarga



43



BAGIAN II INDIKATOR PERTAMA (Kondisi Diare Anak) 1. Saat anak mengalami diare, seberapa sering anak anda Buang Air Besar (BAB) ? a. Kurang dari tiga kali dalam sehari semalam (24 jam) b. Lebih dari tiga kali sehari dalam semalam (24 jam) 2. Bagaimana konsistensi tinja anak pada saat mengalami diare ? a. Padat/ keras b. Lembek c. Cair 3. Bagaimana kondisi anak pada saat mengalami diare ? a. Disertai demam b. Tinja berlendir c. Tinja berdarah d. Tidak tiga-tiganya 4. Berapa lama anak mengalami gejala-gejala di atas ? a. Kurang dari 2 Minggu b. Lebih dari 2 Minggu INDIKATOR KEDUA (Perilaku Swamedikasi Diare) (Pilih jawaban dengan cara melingkarinya) 1. Apa yang akan ibu lakukan jika diare yang dialami anak tidak sembuh dalam waktu 3 hari? a. Pergi ke dokter b. Minum obat lagi 2. Sebelum memberikan obat pada anak, apakah Ibu memperhatikan dosis, cara, aturan pakai, dan lama pemberian obat diare? a. Ya b. Tidak 3. Sebelum memberikan obat pada anak, apakah Ibu memperhatikan dosis, pada kemasan ? a. Ya



44



b. Tidak 4. Sebelum memberikan obat pada anak, apakah ibu memperhatikan aturan pakai pada kemasan ? a. Ya b. Tidak 5. Sebelum memberikan obat pada anak, apakah ibu memperhatikan lama pemberian obat pada kemasan ? a. Ya b. Tidak 6. Sebelum memberikan obat pada anak, apakah ibu memperhatikan tanggal kadaluwarsa obat pada kemasan ? a. Ya b. Tidak