Proposal Gastritis Jadi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA REMAJA PROPOSAL Diajukan sebagai suatu syarat untuk mencapai gelar sarjana keperawatan



Disusun oleh : Lusi Kustini C.0105.15.046



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI 2018



BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi atau peradangan sehingga gastritis adalah peradangan pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang di sebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. (Kasron & Susilawati, 2018). Masa remaja (10-19 tahun) merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana terjadi perubahan fisik, mental dan psikososial yang cepat dan berdampak pada berbagai aspek kehidupan selanjutnya (Ellya, dkk 2010 dalam Suci, 2017) Seorang remaja yang lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah, cenderung melewatkan waktu makan dengan lebih sering mengkonsumsi makanan ringan seperti snack dan makanan cepat yang nyaman, tapi sering tinggi kalori dan lemak. Khususnya remaja perempuan, tekanan sosial untuk memiliki bentuk fisik yang kurus dan stigma obesitas dapat menyebabkan praktik makan tidak sehat ini terus dilakukan, sedangkan remaja laki-laki rentan terhadap penggunanan minuman protein tinggi atau suplemen ketik mencoba untuk membangun tambahan massa otot (Mardalena, 2017). Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gastritis adalah pola makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Sri Karjati dalam Sulistyoningsih, 2011). Penerapan pola makan dalam kehidupan sehari-hari merupakan salah satu anjuran untuk penderita gastritis. Penerapan pola makan para penderita gastritis tidak terlepas dari faktor Ekonomi, faktor sosio budaya, agama, pendidikan dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2011) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh (Wahyuni, 2017) yang menunjukan hasil bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis.



Bahaya penyakit gastritis jika dibiarkan terus menerus akan merusak fungsi lambung dan dapat meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung hingga menyebabkan kematian. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa keluhan sakit pada gastritis fungsional, yaitu mencapai 70-80 % dari seluruh kasus. Gastritis fungsional yaitu sakit yang bukan di sebabkan oleh gangguan pada organ lambung melainkan lebih sering dipicu oleh pola makan yang kurang sehat, faktor psikis dan kecemasan. (Saydam, 2011 dalam Wulan, 2017) Penyakit gastritis terjadi karena dua hal, yaitu gangguan fungsional dari lambung yang tidak baik dan terdapat gangguan struktur anatomi.Gangguan fungsional berhubungan dengan adanya gerakan ari lambung yang berkaitan dengan sistem saraf dari lambung atau hal-hal yang bersifat psikologis. Gangguan struktur anatomi bisa berupa luka erosi atau juga tumor. Faktor kejiwaan atau strees juga terhadap timbulnya serangan ulang penyakit gastritis (Sukarmain, 2011). Badan penelitian kesehatan dunia World Helth Organization (2012) dalam Wulan, (2017), mengadakan tinjauan terhadap di dunia insiden gastritis sekitar 178 – 2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun, Insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.685 dari jumlah penduduk setiap tahunnya, prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi di Shanghai sekitar (17,2%) yang secara substansial lebih tinggi dari pada populasi di barat yang berkisar (4,1%) dan bersifat asimptomatik. Persentase dari angka kejadin gastritis di Indonesia di dapatkan mencapai angka 40,8%, Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2009, gastritis merupakan salah satu penyakit di dalam sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%) (Zhaoshen, 2014).



Menurut data



kementrian kesehatan kota RI (2012) menunjukkan bahwa provinsi Jawa Barat tahun 2012 terdapat 12,577 kasus gastritis (1,91 %). Berdasarkan data dari dinas kesehatan kota Cimahi (2014), tercatat sebanyak 2.666 kasus gastritis (Dinkes Kesehatan Kota Cimahi 2014 dalam skripsi ). Berdasarkan masalah tersebut di atas peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang “Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Remaja”



B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah Hubungan antara pola makan dengan kejadian gatritis pada remaja di pondok pesantren Al-bidayah Batujajar? C. Tujuan Penelitian 1.



Tujuan Umum Mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di pondok pesantren Al-bidayah Batujajar.



2. Tujuan Khusus a. Mengtahui gambaran pola makan pada remaja di pondok pesantren Al-Bidayah Batujajar. b. Mengetahui gambaran Gastritis pada remaja di pondok pesantren pesantren AlBidayah Batujajar. c. Mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja Di pesantren Al-Bidayah Batujajar.



D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan sumber referensi bagi penelitian selanjutnya, serta dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan khususnya tentang penyakit gatritis. 2. Manfaat Praktik a. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan literatur, bahan referensi, dan dokumentasi untuk penelitian tentang gastritis di perpustakaan STIKes Budi Luhur Cimahi sehingga dapat berguna bagi mahasiswa khususnya dan pembacapada umumnya. b. Bagi Peneliti



Penelitian ini dilaksanakan untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang hubungan pola makan dengan kejadian gastritis c. Bagi Peneli Berikutnya Hasil penelian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gastritis.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Konsep Pola Makan a. Pengertian Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Karjati dalam Sulistyoningsih, 2011) Sedangkan menurut (Suhardjo dalam Sulistyoningsih, 2011) pola makan di artikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsi makanan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dn sosial. Pola makan didefinisikan sebagai karakteristik dari kegiatan yang berulang kali dari individu dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan, sehingga kebutuhan fisiologis, sosial dan emosinya dapat terpenuhi. (Gizi dalam Sulistyoningsih, 2011). b. Komponen Makan Secara umum pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yang terdiri dari : jenis, frekuensi, dan jumlah makanan. 1)



Jenis makanan Jenis makanan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari terdiri dari makanan pokok, Lauk hewani, Lauk nabati, Sayuran, dan Buah yang dikonsumsi setiap hari Makanan pokok adalah sumber makanan utama di negara Indonesia yang dikonsumsi setip orang atau sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jagung, sagu, umbi-umbian, dan tepung (Sulistyoningsih, 2011).



2)



Frekuensi makan Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan (Depkes RI,



2013 dalam Wulan, 2017). Sedangkan menurut (Suhardjo 2009, dalam Wulan, 2017) frekuensi makan merupakan berulang kali makan dalam sehari dengan jumlah 3 kali makan pagi, makan siang, dan makan malam. 3)



Jumlah makan Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam setiap orang atau setiap individu dalam kelompok (Sulidtyoningsih, 2011dalam Wulan, 2017).



c. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan Pola makan yang terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan makan seseoran. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2011). 1)



Faktor Ekonomi Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas.



2)



Faktor Sosio Budaya Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh kepercayaan pada umumnya mengandung perlambang atau nasihat yang di anggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi kebiasaan/adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalm memilih dan mengolah pangan yang akan di konsumsi.



3)



Agama Pantangan yang didasari agama, khususnya islam disebut haram dan individu yang melanggar hukumnya berdosa. Adanya pantangan terhadap makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan rohani bagi yang



mengonsumsinya. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang disajikan. Bagi agama Kristen, telur merupakan bahan makanan yang selalu ada pada saat perayaan Paskah, bagi umat islam, ketupat adalah bahan makanan pokok yang selalu tersedia pada saat hari raya lebaran. 4)



Pendidikan Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh, prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah yang terpenting menyenangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lain. Sebaliknya, kelompok orang dengan pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan makanan sumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain.



5)



Lingkungan Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elekronik maupun cetak..



B. Konsep Gastritis 1.



Pengertian Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi atau peradangan sehingga gastritis adalah peradangan pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang di sebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Terdapat dua jenis gastritis yaitu gastritis akut dan kronik. Inflamasi ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut. Berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan iregularitas mukosa (Kasron & Susilawati 2018).



Gastritis terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor penyebab iritasi lambung atau disebut juga faktor agresif seperti HCL, pepsin, dan faktor pertahanan lambung atau faktor defensif yaitu adanya mukosa bikarbonat. Penyebab ketidak seimbangan faktor agresif-depensif antara lain adanya infeksi akut, kronik, difus, atau lokal Helicobacter pylory yang merupakan penyebab paling sering, penggunaan golongan obat antiinflamasi non-steroid (OAINS), kortikosteroid, obat anti tuberkulosa serta pola hidup dengan tingkat stress tinggi, konsumsi alkohol, kopi, dan merokok.( Kasron & Susilawati, 2018). 2.



Etiologi Terjadinya gastritis disebabkan karena produksi asam lambung yang berlebih. Asam lambung yang awalnya membantu lambung malah merugikan lambung. Dalam keadaan normal lambung akan memproduksi asam lambung sesuai dengan jumlah makanan yang masuk. Tetapi bila pola makan kita tidak teratur, lambung sulit beradaptasi dan lama kelamaan mengakibatkan produksi asam lambung yang berlebih. Penyebab asam lambung yang tinggi adalah pola aktivitas yang padat sehingga terlambat makan, stres yang tinggi, yang berimbas pada prosuksi asam lambung berlebih, makanan dan minuman dengan rasa asam, pedas, kecut, berkafein tinggi, mengandung vitamin C dosis tin ggi, termasuk buah-buahan. ( Kasron & Susilawati, 2018). Kasron & Susilawati (2018) menjelaskan Pada kasus gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat, penyakit maag dapat di perparah oleh kondisi-kondisi seperti : waktu makan yang tidak teratur, gizi atau kualitas makanan yang kurang baik, jumlah makanan terlalu banyak atau bahkan terlalu sedikit, jenis makanan yang kurang cocok atau sulit dicerna, kurang istirahat, porsi pekerjaan yang melebihi kemmpuan fisik/psikis. Menurut (Kasron & Susilawati, 2018) penyebab gastritis keseluruhan antara lain : a.



Obat-obatan, seperti obat anti infalamasi nonsteroid /OANS (indometasin, ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen kemoterapi (Mitomisin, 5-fluora-2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung. Hal tersebut menyebabkan peradangan pada lambung dengan



cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung, Hal tersebut terjadi jika pemakainnnya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer. b.



Rokok dan minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.Merokok dapat mengakibatkan penurunan tekanan pada ujung bawah atas lambung sehingga mempercepat terjadinya sakit maag. Merokok dapat meningkatkan asam lambung sehingga menund apenyembuhan lambung dan merupakan penyebab terjadinya kaker lambung. Merokok juga mengurangi rasa lapar dan nafsu makan. Alkohol dan kokain dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada konsisi normal sehingga, dapat menyebabkan perdarahan.



c.



Infeksi bakteri ; H. pylor (paling sering), H. heilmanii, streptococci, staphylococci, proteus spesies, clostridium, spesies, E.coli, tuberculosis, dan secondary syphilis.



d.



Infeksi virus oleh Sitomeglovirus



e.



Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.



f.



Stress psikologis maupun stress fisik yang di sebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, keruaka susunan saraf pusat, dan refluks usus lambung.



g.



Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minumn dengan kandungan kfein dan alkohol merupakan agen-agen iritasi mukosa lambung.



h.



Garam empedu terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga menimbulkan respon peradangan mukosa.



i.



Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke lambung.



j.



Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas muosa, yang dapat menimbulkan respon peradangan pada mukosa lambung



3.



Patofisiologi Gastritis Akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Patofisiologi



terjadinya



gastitis



dan



tukak



peptik



ialah



bila



terdapat



ketidakseimbangan faktor penerang (ofensif) dan faktor pertahanan (defensif) pada mukosa gastroduodenl, yakni peningkatan faktor ofensif dan atau penurunan kapasitas defensif mukosa. (Kasron & Susilawati 2018). a.



Gastritis Akut Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena setress, zat kimia, obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas, maupun asam. Pada pasien yang mengalami stress akan terjadi perangsangan saraf simpatis Nervus Vagus, yang akan meningkatkan produksi asam klorida(HCL) didalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah, dan anoreksia (Price dan wilson, 2009 dalam Wulan 2017). Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan mengakibatkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan ukus mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna respon mukosa lambung kren peurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terapat enzim yang memproduksi asam klorida atau HCI, terutama daerah fundus. Vasdilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCI meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri, rasa nyeri ini ditimbulkan karenakontak HCI dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa pengelupasan. Pengelupasan sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi memicu timbulny pendarahan. Pendarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat jug berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-46 jam setelah perdarahan (Price dan Wilson, 2008 dalam Wulan, 2017).



b.



Gastritis Kronik Imflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna dan maligna dari lambung atau oleh bakteri H. Pylory. Gastritis kronis dapat di klasifikasikan sebagai tipe A atau tipe B, tipe A (sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubhan sel parietal, yang menimbulakn atropi dan infiltrasi seluler. Hal ini di hubungkan dengan penyakit auto imun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B (kadang disebut juga sebagai gastritis) mempengaruhi antrum dan pilorus (ujung bawah lambung dekat duodenum), ini dihubungkan dengan bakteri pylory. Faktor dit seperti minum panas atau pedas, peggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok, atau refluks isi usus ke dalam lambung (Smeltzer dan Bare 2008 dalam Wulan, 2017).



4.



Manifestasi Klinis a.



Gastritis Akut Pada gastritis akut, biasanya disertai adanya sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, muntah, kembung, sering flatus, cepat kenyang, rasa penuh di dalam perut, rasa panas seperti terbakar, dan sering sendawa merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. ( Kasron & Susilawati 2018)



b.



Gastitis Kronik Pada gastritis kronik, biasanya tidak menyebabkan gejala apapun. Hanya sebgian kecil menguluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea, berat badan menurun, keluhan yang berhubungan dengan anemia dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan. Gastritis kronis yang berkembang secar bertahap biasanya menimbulkan gejala seperti sakit yang tumpul atau ringan (dull pain) pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera makan beberapa gigitan. ( Kasron & Susilawati 2018).



5.



Komplikasi a.



Gatritis akut



Komplikasi dari gastritis akut yaitu : perdarahan saluran cerna bagian atas, berupa hematemesis dan melena. (Kasron & Susilawati 2017). b.



Gastritis Kronik Komplikasi dari gastritis kronik yaitu : Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsi vitamin B12, kanker lambung. (Kasron & Susilawati 2017).



6.



Pemeriksaan Penunjang Adapun pemeriksaan penujang gastritis menurut ( Kasron & Susilawati 2018) meliputi: a.



Laboratorium : Nilai Haemoglobin dan Hematokrit untuk menentukan adanya anemia akibat perdarahan, kadar serum gastrin rendah atau normal, atau meninggi pada gastritis kronik yang berat, pemeriksaan asam lambung untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan asam lambung, LAB feses untuk test akan H.Pylori, elektrolit Natrium: dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap simpanan cairan tubuh, kalium: dapat menurun pada awal karena pengosongan gaster berat atau mntah atau diare berdarah.



b.



Radiologi



rontgen



dengan



sinar



X



barium



untuk



melihat



kelainan



gastrointestinal atas maupun mukosa lambung. c.



Endoskopi dengan menggunakan gastrocopy untuk melihat kelainan mukosa lambung.



7.



Penatalaksanaan Umum Menurut (Kasron dan susilawati, 2018) Pengobatan gastritis meliputi terapi konservatif dan medikamentosa. a.



Terapi konservatif meliputi : Perubahan pola hidup yang dapat menyebabkan resiko terjadinya gastritis, konsumsi makan secara tertur, mengatasi stress, tidak merokok, berhenti minum alkohol atau kopi. Terapi mandiri dapat dilakukan seperti menggunakan air teh, air kaldu, air jahe dengan soda, kemudian diberikan per oral pada interval yang sering. Makanan yang sudah di haluskan seperti puding, agar-agar dan sup



biasanya dapat ditoleransi setelah 12-24 jam dan kemudian makanan-makanan berikutnya ditambhkan secara bertahap. Pasien dengan gastritis superficial yang kronis biasanya berespon terhadap diet, sehingga harus menghindari makanan yang berbumbu banyak atau berminyak. b.



Terapi medika mentosa atau terapi farmakologi adalah terapi yang menggunakan obat-obatan. Terapi farmakologis meliputi obat-obatan yang menetralisir keasaman lambung seperti antasida, obat yang dpaat mengurangi produksi asam lambung yaitu : antagonis histamin-2 (AH2), proton pump Inhibitor (PPI), obat yang meningkatkan faktor defensif lambung yaitu Agonis Prostaglandin atau sukralfat dan antibiotik untuk eradikasi H.pylori. Antasida adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorik, membentuk garam dan air untuk mengurangi keasaman lambung. Enzim pepsin tidak aktif pada PH lebih tinggi dari 4, maka penggunaan antasida juga dapat mengurangi aktivitas pepsin. Antasida yang biasa digunakan adalah garam aluminium dan magnesium. H2 Bloker merupakan antagonis histamin reseptor H2 menghambat histamin pada semua reseptor H2 namun penggunaan kinik utamanya ialah penghambat sekresi asam lambung. Mekanisme kerjanya secara kompetitif memblokir perlekatan histamin pada reseptornya sehingga sel parietal tidka dapat di rangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Inhibitor pompa proton (PPI) mencegh pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan pengurangan rasa sakit pada pasien. PPI seperti : omeprazole, lansoprazole, pantoprazole, rebeplazole, esomeprazole, dan dexlansoprazole. Obat ini berfungsi menghambat produksi asam melalui penghambatan terhadap elektron yang menimbulkan potensial aksi pada saraf otonom vagus. PPI diyakini lebih efektif menurunkan produksi asam lambungdari pada H2 Blocker.



C. Teori dan Peran Keperawatan 1.



Teori Keperawatan Adapun peran perawat menurut Dorothea E. Orem Self Care dalam Hidayat (2008) mengemukakan bahwa peran perawat adalah memberikan bantuan untuk



mempengaruhi perkembangan klien dalam mencapai tingkat asuhan atau perawatan mandiri yang optimal. Kesulitan yang di alami dapat dari semua hal yang mengganggu asuhan atau perawatan mandiri oleh seseorang, objek, kondisi, peristiwa atau dari beberapa kombinasi dari usur-unsur tersebut. Oleh karena itu perlu cara intervensi dengan lima bantuan secara umum yaitu membimbing, mendukung, memberikan lingkungan yang kondusif untuk perkembangan, dan mendidik. Evaluasi dari hasil tersebut adalh potensi kesehtan yang maksimal, utuh dan meningkatkan kompleksitas organisasi. System suportif dan edukatif merpakan salah satu pelayanan kesehatn system bantuan yang diberikan pada pasien yang membutuhkan dukungan pndidikan dengan pasien memerlukan perwatan secara mandiri. Sistem ini dilakukan agar pasien mampu melakukan tindakan keperawatan setelh dialkukan pda pasien yang memerlukan informasi dalam pengaturan kelahiran (Hidayat, 2008 dalam ( Kasron & Susilawati 2018)). Teori yang dikembangkan oleh Orem ini sangat cocok untuk digunakan dalam keperawatan karena lebih memfokuskan pada aspek preventif dan promotif dilakukan secara maksimal oleh petugas kesehatan terutama perawat, maka kejadian penyakitpun bisa di cegah. Virginia Henderson membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam 14 komponen berikut : (Kasron, dkk, 2016, dalam Suci, 2017) a.



Bernafas dengan normal



b.



Makan dan minum yang cukup



c.



Eiminasi



d.



Bergerak dan mempertahankan fostur yang diinginkan



e.



Tidur dan istirahat



f.



Memilih pakaian yang tepat



g.



Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengann menyesuaikan pakaian yang dikenakan dan memodifikasi lingkungan



h.



Menjaga kebersihan diri (personal hygiene) dan penampilan



i.



Menghinrari bahaya dan lingkungan dan menghindari membahayakan orang lain



j.



Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, keebuthan, kekhawatiran, dan opini



k.



Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.



l.



Bekerja sedemikian rupa sebgai modal untuk membiayai kebutuhan hidup.



m. Bermain atau berekreasi untuk rekreasi. n.



Belajar menemukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarahkan pada perkembangan yang normal, kesehatan, dan penggunaan fasilitas kesehatan, dan penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia. Makan dan minum yang cukup merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia



yang di ungkapkan oleh Virginia Henderson, maka dari itu setiap manusia harus memenuhi kebutuhan makan dan minumnya secara seimbang. D.



Konsep Remaja 1.



Definisi remaja Menurut



(Ardayani,



2012)



Seringkali



dengan



gampang



orang



mendefinisikan remaja sebagai periode transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa, atau disebut juga usia belasan. Istilah remaja berasal dari kata latin ( kata bendanya adolescentia yang berarti remaja primitive) yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Anak dianggap sudah dewasa bila mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescence



seperti yang saat ini sebuah



perkembangan menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua emaja akan melewati tahapan sebagai berikut : a.



Masa remaja awal (Early adolescence) umur 11-13 tahun Merupakan tahap awal/permulaan, remaja tampak ada perubahan fisik yaitu fisik sudah mulai matang dan berkembang, pada remaja perempuan sudah mengalami haid (menstruasi)



b. Masa remaja pertengahan (middle adolescence) umur 14-16 tahun Pada masa menengah, para remaja sudah mengalami pematangan fisik secara penuh.



Mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, sosial dan fisik. 2.



Ciri perkembangan remaja Menurut Ardayani (2012), adapun ciri-ciri masa remaja adalah : a.



Remaja awal 1) Perempuan lebih cepat matang dibandingkan laki-laki 2) Lebih senang melakukan kegiatan bersama jenis kelamin yang sama.’ 3) Malu-malu, lugu dan mudah tersipu. 4) Bereksperimen dengan dirinya sendiri. 5) Cemas tentang tubuhnya sendiri.



b.



Remaja pertengahan 1) Peduli terhadap daya Tarik seksual 2) Mulai tertarik dengan lawan jenis 3) Kelemah lembutan dan kecemasan ditunujukan kepada lawan jenis 4) Mulai merasa akan campuran Antara cinta yang disertai kasih saying



c.



Remaja akhir 1) Mulai berpikir untuk membina hubungan yang lebih serius 2) Identitas seksual makin jelas 3) Mampu mengembangkan cinta disertai kasih saying.



BAB III METODOLOGI PENELITIAN



A. Metodologi penelitian 1.



Paradigma penelitian Paradigma penilitian merupakan pola pikir yang menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalh yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang di gunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis dan tekhnik analisa statistika yang akan digunakan (Sugiono, 2016). Variabel bebas yang diteliti penulis dan dapat menyebabkan gastritis adalah pola makan, Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Karjati dalam Sulistyoningsih, 2011). Seorang remaja yang lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah, cenderung melewatkan waktu makan dengan lebih sering mengkonsumsi makanan ringan seperti snack dan makanan cepat yang nyaman, tapi sering tinggi kalori dan lemak. Khususnya remaja perempuan, tekanan sosial untuk memiliki bentuk fisik yang kurus dan stigma obesitas dapat menyebabkan praktik makan tidak sehat ini terus dilakukan, sedangkan remaja laki-laki rentan terhadap penggunanan minuman protein tinggi atau suplemen ketik mencoba untuk membangun tambahan massa otot (Mardalena, 2017). Adapun variabel terikat adalah kejadian gastritis. Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi atau peradangan sehingga gastritis adalah peradangan pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang di sebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. (Kasron & Susilawati, 2018).



Berdasarkan uraian dan penelitian yang ingin dicapai maka disusun kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini : Vaeriabel Independen Faktor intrinsik : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Pengetahuan Pola makan Usia Pendidikan Jenis kelamin Status ekonomi



Variabel Dependen



Faktor intrinsik : 7. Obat – obatan 8. Minuman beralkohol 9. Infeksi bakteri 10. Infeksi virus 11. Infeksi jamur 12. Garam empedu 13. Iskemia 14. Stress fisik 15. Trauma langsung lambung



Peran Perawat : 1. Preventif 2. Promotif



Faktor Ekstrinsik : 1. Lingkungan Rumah 2. Fasilitas Kesehatan 3. Transportasi Kerja



Kejadian Gastritis



Gambar 3.1 kerangka konsep penelitian Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti 2.



Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu rancangan penelitian observasional yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variable Independen dengan variable Dependen dimana pengukurannya dilakukan pada satu saat (serentak) (budiman,2010). Pada penelitian ini peneliti mencoba untuk menggali bagaimana hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis, dimana penelitian dilakukan terhadap beberapa variable yang diamati pada waktu bersamaan.



3.



Hipotesis penelitian Hipotesis berarti pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya (Nugrahaeni dan mauliku, 2011) adapun hipotesis dalam penelitian terdiri dari : Ha : Hipotesis Alternatif : Hipotesis Kerja H0 : Hipotesis Nol



: Hipotesis statistic .



Adapun Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a.



H0 : Tidak ada hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis pada penderita gastritis di pondok pesantren Al- Bidayah Batujajar. Ha : ada hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis pada penderita gastritis di pondok pesantren Al- Bidayah Batujajar.



4.



Variabel Penelitian Variabel adalah suatu sifat yang diukur atau diamati yang nilainnya bervariasi antara satu objek ke objek lainnya dan terukur (Riyanto, 2011). Berdasarkan hubungan fungsionalnya variabel dibedakan menjadi variabel independen yaitu variabel yang mempengaruhi



dan variabel dependen adalah



variabel yang dipengaruhi. Variable dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a.



Variabel Independen : Pola makan



b.



Variabel Dependen



: Kejadian gastritis pada remaja di pondok pesantren Al-



Bidayah Batujajar 5.



Definisi Operasional Definisi operasional merupakan definisi variabel-variabel yang di teliti secara oprasional di lapangan (Riyanto,2011). Tabel 3.1. Definisi Operasional



Variabel



Definisi Konsep



Definisi



Alat



Operasional



Kategori



Skala



Ukur



Independent Pola Makan



kuisioner makan Cara adalah berbagai responden informasi yang mengkonsumsi Pola



memberikan



makanan,



gambaran



terdiri



mengenai



jenis makanan,



macam jumlah



dan waktu makan, jumlah bahan dan



makanan dimakan



yang makanan, setiap kebiasaan



hari oleh



satu makan



orang



dan



merupakan



ciri



khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Karjati dalam Sulistyoningsih, 2011)



dari



Ordinal



1. Tidak baik



=



jika skor < mean/me dian 2. Baik



=



jika skor ≥



dari



mean/ median (Riyanto, 2009)



Dependen Kejadian



Gastritis berasal Melihat



gastritis



dari kata gaster mengukur ada yang



atau Kuesioner



artinya atau tidaknya



lambung dan itis kejadian yang



berarti gastritis



inflamasi



atau remaja



Nominal



2. Tidak Gastritis



pada di



peradangan,



Pondok



sehingga



Pesantren Al-



gastritis



1. Gastritis



adalah Bidayah



peradangan pada Batujajar mukosa



dan



submukosa lambung



atau



gangguan kesehatan



yang



di sebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi ( Kasron &



Susilawati,



2018).



A. Populasi dan Sampel 1.



Populasi Populasi merupakan seluruh subjek (manusia, binatang percobaan, data laboratorium, dan lain - lain) yang diteliti dan memenuhi karakteristik yang di tentukan (Riyanto, 2011)



2.



Sampel



Sampel adalah sebagian dari data jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. (Sugiyono, 2009). Teknik sampel yang digunakan adalah Acidental sampling yaitu pengambilan sampel yang mempunyai ciri yang sesuai dengan karakteristik yang diteliti, dengan rumus :



Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi d = tingkat kepercayaan yang digunakan (0,1) Adapun sample yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria inkulsi sebagai berikut : a.



Terdaftar sebagai santri di Pondok pesantren Al-Bidayah



b.



Bersedia dijadikan responden



Kriteria ekslusi responden dalam penelitian ini adalah a. Santri yang mengalami komplikasi B. Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Jenis data dari penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang didapatkan langsung dari hasil kuesioner yang diberikan kepada responden, yaitu pasien gastritis yang terpilih menjadi sampel penelitian. Data primer pada penelitian ini menggunakan angket yang disebarkan kepada responden untuk dijawab. Data primer diperoleh langsung dari responden yang ada di Pondok Pesantren Al-Bidayah Batujajar. Peneliti akan melakukan pengumpulan data langsung pada responden tanpa bantuan orang lain dengan harapan agar data yang diperoleh benar-benar akurat dan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini.



Selain itu juga agar memudahkan



responden untuk bertanya kepada peneliti jika ada pernyataan yang tidak dimengerti oleh responden. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu akan meminta ijin kepada kepala sekolah di Pondok Pesantren Al-Bidayah Batujajar, untuk mendapatkan persetujuan melakukan penelitian. Pada saat pembagian kuesioner kepada responden, peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat dari penelitian, kemudian responden menandatangani lembar persetujuan (informed consent) bila setuju dilakukan penelitian, pada saat pelaksaanaan seluruh sampel yang bertemu bersedia untuk menjadi responden. 2.



Instrumen Penelitian Instrument penelitian ini adalah lnstrumen untuk pengumplan data primer. Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Angket mempakan cara pengumpulan data mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum, angket dilakukan dengan cara mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir atau kuesioner (Riyanto, 2011). lnstrumen dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian. Bagian 1 kuesioner pola makan yang terdiri dari 15 pertanyaan yaitu pertanyaan positif dan pertanyaan negative, kuesioner tersebut dibuat sendiri oIeh peneliti serta diambil dari teori teori di BAB 2 dan dari kuesioner yang terdapat dalam beberapa jurnal penelitian sebelumnya. Bagian 2 tentang kejadian gastritis.



3. Uji validitas dan Reliabilitas Instrument Penelitian a.



Uji validitas Uji validitas adalah ketepatan atau kecermatan pengukuran valid artinya alat tersebut mengukur apa yang ingin diukur (Riyanto, 2011). Menurut Sugiyono (2009), jika instrumen dikatan valid berarti menunjukan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid, sehingga valid berarti instrument tersebut digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas dilakukan pada 1 instrument penelitian yaitu pola makan menggunakan teknik korelasi product moment untuk mengetahui validitas



kuesioner dilakukan untuk membandingkan r tabel dengan r hitung dengan menggunakan rumus product moment :



Keterangan: 'hitung : Koefisien korelasi ƩXt



: Jumlah skor item



ƩXY



: Jumlah skor total



n : Jumlah responden Selanjutya dalam menentukan validitas suatu item dengan menggunakan 20 responden, maka r tabelnya adalah 0.444. Apabila kolerasi antar item dengan skor total kurang dari 0,444 maka item dalam instrument tersebut tidak valid,tetapi apabila skor total lebih dari atau sama dengan 0,444 maka item dalam instrumen tersebut valid (sugiono, 2009). Dalam penyusun instrumen penelitian ini, penulis akan melakukan uji coba kuesioner pada 20 pasien gastritis di Pondok pesantren Darul Palah , sebagai lokasi untuk uji validitas dikarenakan sama-sama merupakan pondok pesantren . b.



Uji Reliabilitas Reliabilitas artinya kestabilan pengukuran, alat dikatakan reliabel jika digunakan berulang-ulang nilai sama,sedangkan pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertnyaan konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Riyanto,2011). Uji reliabilitas menggunakan pendekatan konsistensi internal dengan rumus Alfa Cronbach (Arikunto,2010)



r=α=



keterangan : k



: banyaknya pertanyaan







: Jumlah varians item : Varians skor total



Sedangkan rumus untuk varian total dari varian item adalah :



St 2 =



Si2=



-



-



Keterangan Jki = Jumlah kuadran seluruh skor item JKs = Jumlah kuadran subyek Selanjutnya kelompok item dalam suatu dimesnsi dikatakan reliabel jika koefisien reliabel jika koefisien reabilitsnya tidak lebih dari o,60. B. Prosedur Penelitian 1.



Tahap Persiapan a.



Menentukan masalah penelitian Menentukan masalah yang diteliti dalam tahap ini peneliti mengawalinya dengan fenomena gastritis yang terjadi di tempat penelitian.



b.



Studi pendahuluan Peneliti akan melakukan studi pendahuluan dengan cara melakukan pengambilan data awal tentang kejadian gastritis serta melakukan wawancara terhadap 10 orang penderita gastritis di Pondok Pesantren Al- Bidayah, Batujajar.



c.



Studi kepustakaan Mencari teori dan literature yang berkaitan dengan masalah yang diteliti penelitian dari berbagai sumber pustaka seperti buku-buku kesehatan, jurnal, dan internet.



d.



Pemilihan sampel Menentukan sampel penelitian yang representatif dan menghitung jumlah sampel agar dapat mewakili populasi.



e.



Menyusun proposal Penyusunan proposal dilakukan oleh peneliti



f.



Menentuikan dan penyusunan instrumen Menentukan bentuk instrumen penelitian dilakukan



2.



Tahap pelaksanaan a.



penjelasan dan maksud penelitian sebelum kuisioner oleh peneliti dibagikan kepada



reponden , peneliti



memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan , setelah itu responden diberikan penjelasan tentang cara mengisi kuisioner oleh peneliti. Adapun pelaksanaan pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti. b.



Tabulasi data data primer yang terkumpul kemudian dimasukan kedalam format tabel yang sebelumnya telah disiapkan oleh peneliti.



c.



Pengolahan dan analisis data setelah proses tabulasi data kemudian peneliti melakukan pengolahan data dan analisa data dengan menggunakan aplikasi komputer untuk kemudian di analisa hasil nya .



d.



Menarik kesimpulan



setelah diolah , dianalisa,didapatkan hasil kemudian peneliti menarik kesimpulan dari hasil dan pembahasan penelitian yang dibuat . 3.



Tahap akhir a.



Penyusunan laporan penelitian



b.



Penyajian penelitian



C. Pengolahan dan analisi data 1.



Pengolahan data Pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut (hidayat, 2009): a.



Editing adalah upaya untuk meriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan .



b.



Scoring adalah tahap pengolahan data untuk



memberikan



score/ nilai



responden untuk variabel pola makan bila jawaban berdasarkan pernyatan positif yang dinyatakan dengan : selalu : 4, sering 3, kadang – kadang : 2, Tidak pernah :1 dan untuk pernyataan negatif dinyatakan dengan tidak pernah : 4, kadang-kadang :3, sering :2, selalu :1. c.



Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Coding yang digunakan untuk pengukuran scoring untuk variabel pola makan coding 1 untuk kategori tidak baik, dan 2 untuk kategori baik.



d.



Data Entry, dalam tahap ini penulis memasukan data yang telah dikumpulkan ke dalam data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontingensi.



e.



Tabulating (Menyusun data), merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukan, yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabelvariabel yang diteliti.



2.



Analisis Data a.



Analisis univariat Analisis univariat dilakukan pada setiap variabel. Hasil yang didapatkan adalah persentase dari tiap variabel berupa distribusi frekuensi.



P=



x 100



Keterangan : P = persentase F = frekuensi N = jumlah responden b. Analisis Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan pola makan dengan kejadian gastritis dan yang tidak mengalami gastritis, dimana uji yang digunakan adalah uji Chi Square (X2), dengan rumus berikut :



fe Keterangan X2 =Nilai Chi-kuadrat fo = Frekuensi yang di observasi (frekuensi empiris) fe = Frekuensi yang di harapkan ( frekuensi teoritis ) Uji signifikan dilakukan dengan menggunakan batas kemaknaan alpha (0,05) dan Confidence Interval ( tingkat kepercayaan) 95% (Riyanto), dengan ketentuan bila : 1) Bila ƿ value ≤ α (0,05) berarti Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan pola makan dengan kejadian gastritis 2) Bila ƿ value > α (0,05) berarti Ho diterima artinya tidak ada hubungan pola makan dengan kejadian gastritis Ketentuan yang berlaku pada uji square adalah : 1) Bila tabelmya 2 x 2 dan tidak ada nilai Expected (harapan/E