Proposal Jauhari [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Judul Proposal Penerapan Konseling Behavioral Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis Bagi Siswa Di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan B. Konteks Penelitian Sekolah dan madrasah sebagai lembaga pendidikan formal memiliki tanggung jawab besar dalam mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotornya. Dengan kata lain sekolah dan madrasah didirikan bukan hanya untuk menghasilkan manusia yang memiliki pengetahuan akademik saja, tetapi juga kemampuan untuk mengembangkan kepribadiannya secara optimal. Pengembangan kepribadian yang optimal idealnya menyentuh segala aspek kehidupan peserta didik di masa ia sedang tumbuh, artinya pengembangan kepribadian ini haruslah didasarkan pada semua aspek perkembangan di setiap masa. Pendidikan adalah proses perubahan menuju ke arah yang lebih baik di dalam diri peserta didik. Karena itu, antara pendidikan dan bimbingan mempunyai korelasi positif, yang mana dalam proses pendidikan terdapat usaha sadar untuk membimbing dan mengarahkan pertumbuhan fisik, mental, emosional, dan moral peserta didik agar dapat menjalankan suatu kehidupan yang berguna bagi dirinya dan orang lain.1 Dalam pengertian agak luasnya, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah



proses



dengan



metode-metode



tertentu



sehingga



orang



memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara tingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Siswa merupakan seorang individu yang unik karena antara yang satu dengan yang lainnya mempunyai karakteristik yang berbeda. Ada individu yang mempunyai masalah dan ada yang tidak. Siswa yang mempunyai potensi untuk berkembang dalam belajarnya. Dalam proses pembelajaran guru memberi kontribusi cukup besar dalam membentuk kepribadian siswa yaitu dengan memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk mengungkapkan pendapat agar tidak hanya guru yang aktif tetapi siswa juga dituntut aktif dalam setiap berlangsunya pembelajaran. Farid Hasyim, Bimbingan dan Konseling RELIGIUS, (Jogjakarta: AR-Ruzz Media, 2017), hlm. 29-30. 1



1



karena kegagalan membangun komunikasi akan menimbulkan persepsi yang salah dan akan melahirkan kecemasan belajar siswa. Kecemasan dan ketakutan merupakan ciri normal pada masa kanakkanak, seperti halnya pada kehidupan orang dewasa. Ketakutan anak-anak pada binatang kecil merupakan hal biasa dan akan menghilang dengan sendirinya. Kecemasan dianggap tidak normal bila berlebihan atau menghambat fungsi akademik atau sosial, menjadi menyusahkan atau persisten.2 Kecemasan adalah keadaan suasana perasaan (mood) yang ditandai oleh gejala-gejala jasmaniyah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran. Kecemasan juga berarti keadaan suasana hati yang berorientasi pada masa yang akan datang. Kecemasan ini mungkin melibatkan perasaan, prilaku, dan respons-respons fisiologis.3 Di sekolah, banyak faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa. Target kurikulum yang terlalu tinggi, pemberian tugas yang sangat padat, serta sistem penilaian yang ketat merupakan faktor penyebab timbulnya kecemasan yang bersumber dari faktor kurikulum. Begitu juga sikap dan perlakuan guru yang kurang bersahabat, galak, judes dan kurang kompeten merupakan sumber penyebab timbulnya kecemasan pada diri siswa yang bersumber dari faktor guru Dalam masalah/kasus kecemasan ini kita bisa menggunakan pendekatan konseling behavioral dengan tekhnik desensitisasi sistematik yang merupakan terapi behavioral utama yang pertama kali digunakan secara luas untuk menangani fobia/kecemasan. Individu yang menderita kecemasan membayangkan serangkaian situasi yang semakin menakutkan sementara berada dalam kondisi relaksasi mendalam. Bukti klinis yang eksprimental mengindikasikan bahwa teknik ini efektif untuk menghapuskan, atau minimal mengurangi kecemasan.4 Dalam pandangan behavioral, perilaku dibentuk berdasarkan hasil dari pengalamannya yang berupa interaksi individu dengan lingkungannya



Jeffrey S. Nevid, Psikologi Abnormal, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2003), hlm. 167. V. Mark Durand, Intisari Psikologi Abnormal, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006), hlm. 158159. 4 Gerald C. Davison, Psikologi Abnormal edisi ke-9, (Jakarta: Rajawali, 2010), hlm. 194. 2 3



2



dan membentuk sebuah kepribadian seseorang, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar, pernyataan ini sejalan dengan pendapat Wolpe yang menjelaskan bahwa tingkah laku dipandang sebagai respon-respon terhadap stimulasi, eksternal dan internal, dan karena itu tujuan konseling adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin, jadi analog dengan psikologi eksperimental. Konseling behavioral ditandai degan kepatuhannya pada metode ilmiah dalam mengevaluasi hasil-hasilnya.5 Konseling behavioral memandang tingkah laku suatu yang dipelajari atau tidak dipelajari oleh klien. Oleh karena itu, peran konselor pada konseling behavioral adalah aktif, direktif, sebagai guru, ahli diagnosis dan sekaligus menjadi model. Dengan demikian klien juga dituntut aktif dan mengalami sendiri.6 Proses konseling behavioral dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan yang diharapkan apabila dalam pelaksanaannya tidak hanya melibatkan partisipasi konselor melainkan juga mengikutsertakan klien. Selain itu penggunaan dan pemilihan tekhnik yang tepat juga memiliki posisi penting



terhadap



keberhasilan



konseling.



Sebagaimana



dikemukakan



Krumboltz dan Thoresen bahwa penggunaan tekhnik-tekhnik konseling itu harus disesuaikan dengan kebutuhan klien dan tidak ada suatu tekhnik yang digunakan secara terus menerus untuk semua kasus, yang ada melainkan mempertimbangkan tekhnik-tekhnik lain secara alternatif guna tercapainya tujuan konseling yaitu perubahan prilaku klien.7 Dari penjelasan di atas tersebut maka dapat disimpulkan konseling behavioral adalah suatu teknik dalam konseling yang berlandaskan teori belajar berfokus pada tingkah laku individu untuk membantu konseli mempelajari tingkah laku baru dalam memecahkan masalahnya. Tujuan konseling behavioral yaitu : (1) menciptakan perilaku baru. (2) menghapus



Lutfi Fauzan, Pendekatan-Pendekatan Konseling Behavioral Individual, (Malang: Elang Emas, 2004), hlm. 2. 6 Fauzan, Pendekatan-Pendekatan, hlm. 1. 7 Willis, Konseling Individual, hlm. 71. 5



3



perilaku yang tidak sesuai. (3) memperkuat dan mempertahankan perilaku yang diinginkan. Dalam pelaksanaan konseling behavioral peneliti menggunakan teknik desensitisasi sitematis. Desensitisasi Sistematis adalah tekhnik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi Sistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku respons yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu. Desensitisasi diarahkan pada mengajar klien untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten dengan kecemasan. Desensitisasi Sistematis juga melibatkan tekhnik-tekhnik relaksasi. Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rankaian dari yang sangat tidak mengancam sampai pada yang sangat mengancam. Tingkatan stimulusstimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulusstimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan itu terhapus.8 Ada tiga penyebab kegagalan dalam pelaksanaan Desensitisasi Sistematis: (1) kesulitan-kesulitan dalam realksasi, yang bisa jadi menunjuk pada kesulitan-kesulitan dalam komunikasi antara terapis dan klien atau kepada keterhambatan yang ekstrem yang dialami oleh klien, (2) tingkatantingkatan yang menyesatkan atau tidak relevan, yang ada kemungkinan melibatkan penanganan tingkatan yag keliru, dan (3) ketidak memadainya dalam membayangkan.9 Peneliti mengambil penelitian di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan dan hasil wawancara dengan salah satu guru bimbingan dan konseling (BK) di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan yaitu ibu Nurul Hikmah, beliau mengatakan terdapat beberapa masalah yang dihadapi siswa yaitu kecemasan, yang dimaksud kecemasan dalam hal ini adalah siswa-siswi Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT Refika Aditama 2005), hlm. 208-209. 9 Ibid, hlm. 210-211. 8



4



yang mengalami ketakutan dan penolakan terhadap objek atau situasi yang tidak mengandung bahaya yang sesungguhnya. Kebiasaan yang sering dilakukan oleh siswa yang mengalami masalah kecemasan ini biasanya penurut dan patuh, biasanya secara umum tampak sangat pendiam dan tidak banyak menarik perhatian. Kenyataan di lapangan menggambarkan, bahwa kebanyakan siswa mengalami kecemasan menjelang ujian, siswa juga mengalami kecemasan ketika dituntut untuk berbicara di depan umum, ketika menghadapi pelajaran yang sulit, ketika akan diajar guru yang dianggap sangat tegas dan bahkan galak. Kecemasan tersebut dapat ditimbulkan oleh pemikiran yang kurang rasional yang hanya membuat siswa khawatir dengan apa yang dihadapinya. Selain itu kecemasan juga dapat ditimbulkan oleh kondisi kurang rileksnya tubuh dan pikiran saat menghadapi suatu persoalan. Berdasarkan pengamatan langsung peneliti yang dilakukan pada siswa di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan ditemukan beberapa siswa mengalami kecemasan dalam proses pembelajaran, dan saat akan menghadapi ujian dan lain sebagainya. Kebanyakan siswa mengalami kecemasan karena tidak mengerti dengan pelajaran yang diberikan serta siswa cemas terhadap guru yang menurut siswa galak dan ketat. Selain itu siswa mengalami kecemasan karena tidak mampu untuk berbicara didepan kelas. Akibat yang muncul dari kondisi tersebut adalah prestasi siswa menjadi tidak optimal dan bahkan ada siswa yang nantinya tidak lulus dalam ujian karena tingkat kecemasannya terlalu tinggi, apabila tidak mendapat penanganan, maka siswa-siswi yang mengalami kecemasan akan menjadi semakin parah sehingga dapat berakibat negatif terhadap dirinya. Gejala yang bisa dilihat dari siswa yang mengalami kecemasan adalah dilihat dari segi fisik tampak pada tangan dan kakinya yang mudah berkeringat, gemetar, sakit kepala dan sakit perut. Dilihat dari segi psikologis siswa yang mengalami kecemasan sering mengalami kegelisahan, ketakutan, khawatir, bingung dan sering tidak percaya diri. Oleh karena itu, siswa yang mengalami hal ini sebaiknya cepat di bantu agar apa yang dialaminya tidak semakin memburuk dan guru BK disini mempunyai tanggung jawab dalam hal tersebut. Karena melihat penjelasan



5



diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Penerapan Konseling Behavioral Dengan Tekhnik Desenstisasi Sistematis Bagi Siswa di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan”. C. Fokus Penelitian Berdasarkan konteks diatas, maka focus penelitian ini dapat disusun sebagai berikut :



1. Bagaimana Penerapan Konseling Behavioral Dengan Tekhnik Desenstisasi Sistematis Bagi Siswa di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan? 2. Apa Hambatan Penerapan Konseling Behavioral Dengan Tekhnik Desenstisasi Sistematis Bagi Siswa di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan? D. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui Penerapan Konseling Behavioral Dengan Tekhnik Desenstisasi Sistematis Bagi Siswa di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan; b. Untuk



Mengetahui



Hambatan-Hambatan



Penerapan



Konseling



Behavioral Dengan Tekhnik Desenstisasi Sistematis Bagi Siswa di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan. E. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan bagi: 1. Peneliti Penelitian ini menjadi pengalaman yang berharga, yang akan memperluas cakrawala berpikir dan wawasan keilmuan peneliti khususnya dalam membantu siswa yang mengalami kecemasan 2. MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan Sebagai bahan masukan untuk pengembangan proses khususnya bagi guru BK agar dilakukan proses bimbingan yang efektif terutama siswa/peserta didik yang mengalami kecemasan. 3. Pembaca.



6



Sebagai tambahan referensi yang dapat memberikan wawasan keilmuan terutama di bidang pengetahuan mengenai ke BK-an dan apa yang harus dilakukan guru BK ketika ada siswa yang mengalami kecemasan. Selain itu dapat dijadikan sumber belajar untuk memahami materi pembelajaran khususnya yang berkaitan dengan BK dan dapat dijadikan sebagai pedoman khususnya bagi guru BK dalam mengetahui dan menerapkan sebuah bimbingan di sekolah. 4. IAIN Madura a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi penunjang dalam menghidupkan perpustakaan IAIN Madura Pamekasan sebagai perpustkaan yang lengkap dalam penyediaan referensi dalam berbagai bidang ilmu. b. Sebagai inspirasi baik bagi mahasiswa maupun mahasiswi IAIN Madura Pamekasan dalam proses pengayaan keilmuan dan dapat menjadi rujukan dalam penelitian yang memiliki kajian yang sama. F. Definisi Istilah Agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis perlu mepertegas istilah-istilah berikut : 1. Konseling Behavioral Konseling behavioral adalah salah satu teknik yang digunakan dalam menyelesaikan masalah tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari luar dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup yag dilakukan melalui proses belajar agar orang bisa bertindak dan bertingkah laku lebih efektif dan efisien. 2. Teknik Desensitisasi Sistematis Desensitisasi Sistematis adalah pendekatan yang dimaksudkan untuh mengubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa tekhnik yang terdiri dari pemikiran sesuatu, menenangkan diri dan mengembangkan sesuatu. 3. Siswa di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan Peneliti mengambil siswa di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan untuk dijadikan sebagai objek penelitian yang akan diteliti.



7



Siswa yang dimaksud disini adalah siswa yang mengalami kecemasan dan MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan adalah madrasah yang terletak di daerah kecamatan pakong kebarat MTs 3 Pamekasan sekitar 10 meter. Dan kecemasan itu sendiri akan dijelaskan di bawah ini tentang definisi dari kecemasan. 4. Kecemasan kecemasan adalah emosi yang muncul akibat keadaan yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah yang menimbulkan kekhawatiran, keprihatinan, ketegangan, dan rasa takut yang kadangkadang dialami dalam tingkat yang berbeda-beda. G. Kajian Pustaka 1. Kajian Teoritik a. Tinjauan Tentang Konseling Behavioral 1) Pengertian Konseling Behavioral Konseling behavioral mula-mula merupakan suatu metode “ treatment ”



untuk neorosis yang terutama



dikembangkan oleh Wolpe (1958). Bertitik tolak dari teori bahwa neorosis dapat dijelaskan dengan mempelajari tingkah laku yang tidak adaptif melalui proses-proses belajar yang normal. Tingkah laku tersusun dari respon-respon kognitif, motorik, dan terpenting dalam neorosis, respon-respon emosional. Tingkah laku dipandang sebagai respon terhadap stimulasi, eksternal dan internal,dan karena itu, tujua konseling adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi da metode stimulus-respon (S-R) sedapat mungkin, jadi analog dengan psikologi eksprimental. Konseling behavioral ditandai dengan kepatuhannya pada metode ilmiah dalam mengevaluasi hasilhasilnya.10 2) Sejarah Konseling Behavioral



Lutfi Fuzan, Pendekatan-Pendektan Konseling Behavioral Individual, (Malang: Elang Emas, 2004), hlm. 1-2. 10



8



Aliran psikologi kedua terbesar sampai saat ini adalah aliran behaviorisme. Aliran behaviorisme pada awalnya diperkenalkan oleh John. B. Watson (1878-1958). Pada dasarnya, aliran ini mencoba untuk mengilmiahkan semua prilaku manusia harus dapat diamati.11 Sejarah konseling behavioral bermula pada Ivan Sechenov (1829-1905), bapak psikologi rusia. Struktur hipotetiknya, dikembangkan sekitar 1863, yang memandang fungsi-fungsi otak sebagai pancaran refleks, yang mempunyai tiga komponen: input sensorik, proses, dan “efferent out flow” menurut Sechenov, semua tingkah laku terdiri atas responrespon kepada stimulasi-stimulasi, dengan interaksi-interaksi dari rangsangan dan hambatan yang beroprasi pada bagian sentral dari pancaran refleks. Dengan menggunakan model ini, Pavlov (1849-1936) memulai serangkaian eksprimen klasik dimana respon-respon air liur pada anjing dirangsang dengan berbagai stimuli. Pada eksprimen ini ia mendemonstrasikan banyak fenomena yang kemudian diperluas kepada semua tipe belajar. Penterjemahan karya Pavlov ke dalam bahasa inggris tahun



1927



mendorong



pengambil-alihan



pendekatan



behavioristik dalam mempelajari psikologi di Amerika Serikat. Juga buku J. B. Waston, “Psycology from the Stand-point of a Behaviorist ” (1919), mempunyai pengarus penting pada teori dan eksperimen psikologi di Amerika.12 3) Tujuan Konseling Behavioral Tujuan konseling behavioral adalah untuk membantu klien membuang respon-respon lama yang merusak diri, dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat. Terapi ini berbeda dengan terapi lain, dan pendekatan ini ditandai oleh; Boy Soedarmadji & Sudjono, Model-Model Konseling, (Surabaya: University Press UNIPA, 2005), hlm. 21. 12 Fuzan, Pendekatan-Pendektan, hlm. 2. 11



9



a) Fokusnya pada prilaku yang tampak dan spesifik. b) Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment (perlakuan). c) Formulasi prosedur treatment khusus sesuai dengan masalah khusus. d) Penilaian objektif mengenai hasil konseling. Tujuan terapi behavioral adalah untuk memperoleh prilaku baru, mengeliminasi prilaku yang maladaptif dan memperkuat serta mempertahankan prilaku yang diinginkan.13 Krumboltz



mengemukakan



tiga



kriteria



yang



hendaknya diperhatikan dalam tujuan konseling behavioral, ssebagai berikut: a) Tujuan harus diinginkan oleh klien. b) Konselor harus berkeinginan untuk membantu klien mencapai tujuan, dan c) Tujuan harus mempunyai kemungkinan uuntuk diniliai pencapainya oleh klien.14 4) Teknik-teknik Utama dalam Konseling Behavioral Didalam kegiatan konseling behavioral (prilaku), tidak ada suatu teknik konselingpun yang selalu harus digunakan, akan tetapi teknik yang dirasa kurang baik dieleminasi dan diganti dengan teknik yang baru. Menurut Krumboltz dan Thoresen bahwa penggunaan tekhnik-tekhnik konseling itu harus disesuaikan dengan kebutuhan klien dan tidak ada suatu tekhnik yang digunakan secara terus menerus untuk semua kasus, yang ada melainkan mempertimbangkan tekhniktekhnik lain secara alternatif guna tercapainya tujuan konseling yaitu perubahan prilaku klien.15



Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: CV Alfabeta, 2017), hlm. 70. 14 Fuzan, Pendekatan-Pendektan, hlm. 13.. 15 Ibid, hlm. 71. 13



10



Berikut ini dikemukakan beberapa teknik-teknik utama dalam konseling behavioral: a) Desensitisasi Sistematis Desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku, desensitisasi sistematis diinginkan dalam terapi tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau respons yang berlawanan dengan



tingkah



laku



yang



hendak



dihapuskan.



Desensitisasi sistematis diarahkan pada mengajar klien untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.16 Desensitisasi adalah teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia/kecemasan, dan teknik ini bisa di terapkan secara efektif pada berbagai situasi



penghasil



kecemasan,



mencakup



situasi



interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, kecemasan saat berbicara didepan umum dan lain sebagainya. b) Terapi Impolsif dan pembanjiran Teknik



pembanjiran



berdasarkan



paradigma



mengenai penghapusan eksperimental, teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus terkondisi secara terulangulang tanpa pemberian perkuatan. Teknik pembanjiran beda dengan teknik desensitisasi sistematis karena dalam arti teknik pembanjiran tidak menggunakan agen pengkondisian balik mupun tingkat kecemasan, klien membayangkan



situasi,



dan



terapis



berusaha



mempertahankan kecemasan klien. c) Latihan asertif Pendekatan



behavioural



yang



degan



cepat



mencapai popularitas adalah pelatihan asertif yang bisa diterapkan terutama pada psituasisituasi interpersonal Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT Refika Aditama 2005), hlm. 208. 16



11



dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang (1) tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung (2) menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong



orang



lain



untuk



mendahuluinya



(3)



memiliki kesulitan untuk mengatakan “ tidak ” , (4) mengalami kesulitan untuk mengungkapkan efeksi dan respons-respons positif lainnya (5) merasa tidak punya hak



untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-



pikiran sendiri. d) Terapi aversi Teknik-teknik pengondisian aversi yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguangangguan



behavioral



yang



spesifik



melibatkan



pangasosian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak di inginkan terhambat kemunculannya. Stimulusstimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual.



Kendali



aversi



bisa



melibatkan



penarikan



memperkuat positif atau pemggunaan berbagai bentuk hukuman. e) Pengondisian operan Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif, tingkah laku peran merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan, dengan alat-alat makan, bermain



dan sebagainya.



menerangkan



Prinsip perkuatan



pembentukan,



12



pemeliharaan,



yang atau



penghapusan pola-pola tingkah laku merupakan inti dari pengondisian operan.17 b. Tinjauan Tentang Desensitisasi Sistematis 1) Pengertian Desensitisasi Sistematis Desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku, desensitisasi sistematis diinginkan dalam terapi tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau respons yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan. Desensitisasi sistematis diarahkan pada mengajar klien untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.18 Desensitisasi adalah teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia/kecemasan, dan teknik ini bisa di terapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan,



mencakup



situasi



interpersonal,



ketakutan



menghadapi ujian, kecemasan saat berbicara didepan umum dan lain sebagainya. Tekhnik ini diperkenalkan oleh Joseph Wolpe's yang merupakan perpaduan antara tehknik seperti memikirkan sesuatu, menenangkan diri (relaksasi) dan membayangkan sesuatu. Dalam pelaksanaanya konselor berusaha untuk menanggulangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi oleh klien. Tehknik ini dipergunakan apabila klien merasa terkait dengan hal tertentu seperti takut menghadapi ujian, takut menghadapi operasi, takut naik pesawat terbang dll. Selain itu, walker



(1996)



menyatakan



bahwastrategi



disensitisasi



sistematis dapat diberikan kepada individu yang mengalami phobia seperti acrophobia, agoraphobia dan claustrophobia.19 2) Tahap-tahap Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis



Ibid, hlm. 211-219. Ibid, hlm. 208. 19 Sudjono, Model-Model Konseling, hlm. 29. 17 18



13



Tahapan yang



harus



dulalui oleh



klien dalam



menjalankan teknik ini adalah: a) Konselor menjelaskan kepada klien bahwa proses perubahan tingkah laku tidak akan berhasil jika klien tidak mempunyai keyakinan bahwa masalahnya itu merupakan hasil belajar, maka dapat pula dihilangkan melalui proses belajar. b) Klien diajak untuk tenang. Untuk menenangkan klien ini bisa diajarkan oleh konselor (relaksasi) atau atas inisiatif klien sendiri. c) Konselor bersama klien mulai menyusun suatu daftar kejadian yang berhubungan dengan masalah (ketakutan) klien. Kejadian-kejadian yang mungkin tidak berurutan itu kemudian diurutkan dari yang tidak menakutkan sampai yang paling menakutkan. d) Dalam mengurutkan peristiwa itu, konselor memberikan angka secara berurutan (0-10). e) Konselor meminta klien untuk mengepalkan tangan jika dia merasa tidak enak pada saat konselor menyatakan urutan periatiwa. Apabila klien bisa mengatasi rasa tidak enaknya tersebut, maka klien diminta untuk mengangkat telapak tangannya. Perlu diingat bahwa klien perlu dijaga suasana santainya. Pada saat klien merasa tidak enak perasaannya, konselor sebisa mungkin mengalihkan pembicaraan ke halchal lain yang sifatnya tidak menakutkan diri klien. Walker



menyatakan



bahwa



strategi



disensitisasi



sistematis dapat pula diberikan pada klien yang memiliki kecemasan tinggi. Pada terapi ini, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh konselor adalah: a) Klien diminta untuk rileks;



14



b) Klien



diminta



untuk



membayangkan



tingkatan



kecemasan yang paling rendah; c) Jika



tingkatan



kecemasanbterendah



klien



tidak



mempengaruhi perilakunya, maka klien diminta untuk membayangkan tingkat kecemasan berikutnya; d) Klien



diminta



untuk



mengangkat



tangan



atau



menunjukkan jari jika dia merasakan kecemasan untuk masing-masing tingkatan; e) Jika kliwn mengalami peningkatan kecemasan, maka konselor akan mengajak klien untuk kembeli ketingkat kecemasan yang lebih rendah; f) Perlakuan ini dilakukan sampai klien bisa beradaptasi dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi.20 c. Tinjauan Tentang Kecemasan 1) Pengertian Kecemasan Kecemasan (anxiety) adalah keadaan suasana perasaan (mood) yang di tandai oleh gejala-gejala jasmaniyah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan. Kecemasan adalah pengalaman yang tidak menyenangkan. Kecemasan adalah keadaan suasana hati yang berorientasi pada masa yang akan datang, yang ditandai oleh adanya kekhawatiran karena tidak dapat memprediksi atau mengontrol kejadian yang akan datang. Kecemasan timbul karena ada efek negatif atau gejala-gejala ketegangan jasmaniyah dimana seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan dimasa yang akan datang dengan perasaan khwatir. Kecemasan mungkin melibatkan perasaan, prilaku, dan respons-respons fisiologis seperti ketakutan, dimana ketakutan adalah sebuah respons emosional yang berupa reaksi siaga langsung terhadap kemunculan bahaya atau jeadaan darurat



20



Ibid, hlm. 29-30. 15



yang



mengancam



keselamatan



jiwa.21



Kecemasan



dan



ketakutan merupakan ciri normal pada masa kanak-kanak, seperti halnya pada kehidupan orang dewasa. Ketakutan anakanak terhadap gelap atau binatang kecil merupakan hal biasa dan akan menghilang dengan sendirinya. Kecemasan dianggap tidak normal bila terlalu berlebihan. 2) Gejala Kecemasan Adapun



beberapa



dari



gejala



kecemasan



yang



diantaranya adalah: a) Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang b) Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir) c) Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum (demam panggung) d) Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain e) Tidak mudah mengalah, suka ngotot f) Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah g) Sering mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatik), khawatir berlebihan terhadap penyakit h) Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah yang kecil (dramatisasi) i) Dalam mengambil keputusan sering diliputi rasa bimbang dan ragu j) Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya seringkali diulang-ulang k) Kalau sedang emosi sering kali bertindak histeris22 Adapun pendapat lain yang mengutarakan tentang gejala-gejala utama dari gangguan kecemasan diantaranya: a) Sakit dada V. Mark Durand, Intisari Psikologi Abnormal, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006), hlm. 158159. 22 Dona Fitri Annisa & Ifdil, “Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia),” Konselor, 2 (Juni, 2016), hlm. 4. 21



16



Sakit dada akibat kecemasan sering kali dikacaukan dengan sakit dada karena serengan jantung atau angiana. Perbedaan besar antara sakit dada karena masalahmasalah jatung dan karena kecemasan. Sakit dada akibat kecemasan yaitu: 1. Hanya berlangsung selama beberapa detik saja, tetapi mungkin berulang setelah beberapa menit atau beberapa jam; 2. Tidak ada hubungannya dengan olahraga atau melakukan kegiatan fisik; 3. Bisa timbul sewaktu istirahat; dan 4. Tidak hilang ketika anda menghentikan kegiatan fisik yang mungkin sedang anda lakukan ketika rasa sakit dada itu mulai terasa. b) Kesulitan bernafas Selama terserang kepanikan, nafas mungkin lebih cepat dan lebih berat karena seolah-olah dada anda terhempit. Anda mungkin juga merasa ingin sekali menghirup udara lebih banyak. c) Gejala lainnya Beberapa orang yang terserang kecemasan mungkin mengeluhkan rasa panas pada wajahnya, berkeringat, tegak bulu romanya dan gemetaran. Selain itu, mungkin terasa sakit atau rasa mual diperut. Selama mengalami kecemasan tersebut anda mungkin tidak dapat berpikir atau bertindak wajar, dan karena itu merasa seolah-olah pikiran anda kusut atau bingung.23 3) Jenis-jenis Kecemasan kecemasan dibagi kedalam tiga jenis yang di antaranya yaitu: a) Kecemasan neurosis Safitri Ramaiah, Kecemasan, Bagaimana Mengatsi Peneyebabnya, (Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2002), hlm. 18-20. 23



17



Kecemasan neurosis adalah rasa cemas akibat bahaya yang tidak diketahui. Perasaan itu berada pada ego, tetapi muncul dari dorongan id. Kecemasan neurosis bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri, namun ketakutan terhadap hukuman yang mungkin terjadi jika suatu insting dipuaskan. b) Kecemasan moral Kecemasan ini berakar dari konflik antara ego dan superego. Kecemasan ini dapat muncul karena kegagalan bersikap konsisten dengan apa yang mereka yakini benar secara moral. Kecemasan moral merupakan rasa takut terhadap suara hati. Kecemasan moral juga memiliki dasar dalam realitas, di masa lampau sang pribadi pernah mendapat hukuman karena melanggar norma moral dan dapat dihukum kembali. c) Kecemasan realistic Kecemasan realistik merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak spesifik yang mencakup kemungkinan bahaya itu sendiri. Kecemasan realistik merupakan rasa takut akan adanya bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar.24 4) Ciri-ciri Kecemasan Adapun beberapa ciri-ciri tentang kecemasan yang diantaranya yaitu: a) Ciri-ciri fisik diantaranya: 1. kegelisahan, kegugupan, 2. Tangan atau anggota tubuh yang bergetar atau gemetar, 3. Sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi, 4. Kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada, 5. Banyak berkeringat, 24



Anisa & Ifdil, KonsepKecemasan, hlm. 3. 18



6. Telapak tangan yang berkeringat, 7. Pening atau pingsan, 8. Mulut atau kerongkongan terasa kering, 9. Sulit berbicara, 10. Sulit bernafas, 11. Bernafas pendek, 12. Jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang, 13. Suara yang bergetar, 14. Jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin, 15. Pusing, 16. Merasa lemas atau mati rasa, 17. Sulit menelan, 18. Kerongkongan merasa tersekat, 19. Leher atau punggung terasa kaku, 20. Sensasi seperti tercekik atau tertahan, 21. Tangan yang dingin dan lembab, 22. Terdapat gangguan sakit perut atau mual, 23. Panas dingin, 24. Sering buang air kecil, 25. Wajah terasa memerah, 26. Diare, dan 27. Merasa sensitif atau “mudah marah”.25 b) Ciri-ciri behavioral diantaranya: 1. Perilaku menghindar, 2. Perilaku melekat dan dependen, dan 3. Perilaku terguncang c) Ciri-ciri kognitif diantaranya: 1. Khawatir tentang sesuatu, 2. Perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan,



25



Ibid, hlm. 3-4. 19



3. Keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas, 4. Terpaku pada sensasi ketubuhan, 5. Sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan, 6. Merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian, 7. Ketakutan akan kehilangan kontrol, 8. Ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, 9. Berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan, 10. Berpikir



bahwa



semuanya



tidak



lagi



bisa



dikendalikan, 11. Berpikir



bahwa



semuanya



terasa



sangat



membingungkan tanpa bisa diatasi, 12. Khawatir terhadap hal-hal yang sepele, 13. Kerpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang-ulang, 14. Berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan, 15. Pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, 16. Tidak



mampu



menghilangkan



pikiran-pikiran



terganggu, 17. Berpikir akan segera mati, meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis, 18. Khawatir akan ditinggal sendirian, dan 19. Sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran.26 5) Aspek-aspek Kecemasan Kecemasan (anxiety) dikelompokkan dalam respon perilaku, kognitif, dan afektif, diantaranya:



26



Ibid, hlm. 3-4. 20



d) Perilaku, diantaranya: (1) gelisah, (2) ketegangan fisik, (3) tremor, (4) reaksi terkejut, (5) bicara cepat, (6) kurang koordinasi, (7) cenderung mengalami cedera, (8) menarik diri dari hubungan interpersonal, (9) inhibisi, (10) melarikan diri dari masalah, (11) menghindar, (12) hiperventilasi, dan (13) sangat waspada. e) Kognitif, diantaranya: (1) Perhatian terganggu, (2) Konsentrasi buruk, (3) Pelupa, (4) Salah dalam memberikan penilaian, (5) Preokupasi, (6) Hambatan berpikir, (7) Lapang persepsi menurun, (8) Kreativitas menurun, (9) Produktivitas menurun, (10) Bingung, (11) Sangat waspada, (12) Keasadaran diri, (13) Kehilangan objektivitas, (14) Takut kehilangan kendali, (15) Takut pada gambaran visual, (16) Takut cedera atau kematian, (17) Kilas balik, dan (18) Mimpi buruk. f) Afektif, diantaranya: (1) Mudah terganggu, (2) Tidak sabar, (3) Gelisah, (4) Tegang, (5) Gugup, (6) Ketakutan, (7) Waspada, (8) Kengerian, (9) Kekhawatiran, (10) Kecemasan, (11) Mati rasa, (12) Rasa bersalah, dan (13) Malu.27 Kemudian kecemasan membagi menjadi tiga aspek, yaitu: a) Aspek fisik, seperti: pusing, sakit kepala, tangan mengeluarkan keringat, menimbulkan rasa mual pada perut, mulut kering, grogi, dan lain-lain. b) Aspek emosional, seperti: timbulnya rasa panik dan rasa takut. c) Aspek mental atau kognitif, seperti: timbulnya gangguan terhadap



perhatian



dan



memori,



rasa



ketidakteraturan dalam berpikir, dan bingung.



27



Ibid, hlm. 2-3. 21



khawatir,



Kemudian membagi lima bagian analisis fungsional gangguan kecemasan, diantaranya. a) Suasana hati, diantaranya: kecemasan, mudah marah, perasaan sangat tegang. b) Pikiran, diantaranya: khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran



kosong,



membesar-besarkan



ancaman,



memandang diri sebagai sangat sensitif, dan merasa tidak berdaya. c) Motivasi,



diantaranya:



menghindari



situasi,



ketergantungan tinggi, dan ingin melarikan diri. d) Perilaku, diantaranya: gelisah, gugup, kewaspadaan yang berlebihan. e) Gejala



biologis,



meningkat,



seperti



diantaranya: berkeringat,



gerakan



otomatis



gemetar,



pusing,



berdebar-debar, mual, dan mulut kering.28 6) Faktor-Faktort Yang Mempengaruhi Kecemasan Faktor-faktor yang menimbulakan kecemasan, seperti pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai situasi yang sedang dirasakannya, apakah situasi tersebut mengancam atau tidak memberikan ancaman, serta adanya pengetahuan mengenai kemampuan diri untuk mengendalikan dirinya (seperti keadaan emosi serta fokus kepermasalahannya). Kemudian Adler dan Rodman menyatakan terdapat dua faktor yang dapat menimbulkan kecemasan, yaitu: a) Pengalaman negatif pada masa lalu Sebab utama dari timbulnya rasa cemas kembali pada masa kanak-kanak, yaitu timbulnya rasa tidak menyenangkan mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi pada masa mendatang, apabila individu menghadapi situasi yang sama dan juga menimbulkan ketidaknyamanan, seperti pengalaman pernah gagal dalam mengikuti tes. 28



Ibid, hlm. 2-3. 22



b) Pikiran yang tidak rasional Pikiran yang tidak rasional terbagi dalam empat bentuk, yaitu: 1. Kegagalan ketastropik, yaitu adanya asumsi dari individu bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya.



Individu



mengalami



kecemasan



serta



perasaan ketidakmampuan dan ketidaksanggupan dalam mengatasi permaslaahannya. 2. Kesempurnaan,



individu



mengharapkan



kepada



dirinya untuk berperilaku sempurna dan tidak memiliki



cacat.



Individu



menjadikan



ukuran



kesempurnaan sebagai sebuah target dan sumber yang dapat memberikan inspirasi. 3. Persetujuan 4. Generalisasi yang tidak tepat, yaitu generalisasi yang berlebihan, ini terjadi pada orang yang memiliki sedikit pengalaman. 7) Penyebab kecemasan Seluruh ingatan yang ditekan selama masa balita dan masa kanak-kanak dapat berdampak pada kehidupan di masa dewasa,



dan



akhirnya



menjadi



kecemasan.



Biasanya



merupakan hasil yang berlebihan terhadap tekanan emosi. Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu panjang



dan



sebagian



besar



tergantung



pada



seluruh



pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa atau situasisituasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan tetapi hanya setelah terbentuk pola dasar yang menunjukkan reaksi rasa cemas pada pengalaman hidup seseorang. Ada



empat



faktor



utama



yang



mempengaruhi



perkembangan pola dasar yang menunjukkan reaksi rasa cemas, yaitu: a) Lingkungan;



23



b) Emosi yang ditekan; c) Sebab-sebab fisik; d) Keturunan.29 Seperti banyak kondisi kesehatan mental, penyebab pasti gangguan kecemasan tidak sepenuhnya dipahami. Diperkirakan bahwa gangguan kecemasan dapat melibatkan ketidakseimbangan zat kimia otak (neurotransmitter) yang terjadi



secara



alami



seperti



serotonin,



dopamin



atau



norepinephrin. Pengalaman hidup seperti peristiwa traumatis yang muncul, memicu timbulnya gangguan kecemasan pada orang yang sudah rentan untuk menjadi cemas. Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap timbulnya gangguan kecemasan seperti faktor biologis, pengalaman masa kanak-kanak, stres berlebih, gaya hidup, dan faktor genetik.30 2. Kajian Penelitian Terdahulu Kajian penelitian terdahulu berfungsi sebagai bahan analisis berdasarkan kerangka teoritik yang dibangun dan sebagai pembeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.31 a. Skripsi yang ditulis oleh Astuti, Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negri Raden Intan Lampung, tahun 2018 yang berjudul



Efektivitas



Desensitisasi



Konseling



Sistematis



Untuk



Behaioral



Dengan



Mengurangi



Teknik



Kecemasan



Berkomunikasi Di Depan Umum Pada Peserta Didik Kelas XII SMAN 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019.32 Pada penelitian terdahulu ini mendeskripsikan tentang Efektivitas Konseling Behaioral Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis Ramaiah, Kecemasan, hlm. 10-12. Raka Yusuf dkk, aplikasi diagnosis gangguan kecemasan menggunakan metode forward chaining berbasis web dengan php dan mysql, (Jakarta: Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Mercu Buana, 2016), hlm. 2. 31 Pedoman penulisan karya tulis ilmiah, (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2015), hlm. 19. 32 Astuti, Efektivitas Konseling Behaioral Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis Untuk Mengurangi Kecemasan Berkomunikasi Di Depan Umum Pada Peserta Didik Kelas XII SMAN 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019, (Skripsi, Universitas Islam Negri Raden Intan Lampung, Lampung, 2018). 29 30



24



Untuk Mengurangi Kecemasan Berkomunikasi Di Depan Umum, sedangkan peneliti sendiri mendeskripsikan tentang penerapan Konseling Behavioral Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis bagi siswa yang mengalami Kecemasan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama membahas mengenai Konseling Behavioral Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis Untuk Mengurangi Kecemasan Siswa, dan bedanya dari segi penelitiannya, penelitian yang di tulis oleh Astuti ini menggunakan pendekatan kuantitatif, sedangkan peneliti sendiri menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun perbedaan dari segi tempat adalah peneliti sebelumnya meneliti di SMAN 8 Bandar Lampung sedangkan peneliti sendiri meneliti di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan. b. Skripsi yang ditulis oleh Vidya Aria Putri Ilmu Pendidikan, Universitas Muria Kudus, tahun 2017 yang berjudul Penerapan Konseling Behavioristik Teknik Desensitisasi Sistematik Untuk Mengatasi Dampak Kecemasan Siswa Akibat Penceraian Orang Tua Pada Siswa Kelas VIII SMP Mejobo Kudus.33 Pada penelitian ini mendeskripsikan mengenai penerapan Konseling Behavioristik Teknik Desensitisasi Sistematik Untuk Mengatasi



Dampak



Kecemasan Siswa Akibat Penceraian Orang Tua dan peneliti mendeskripsikan penerapan Konseling Behavioristik dengan teknik desensitisasi sistematis bagi siswa yang mengalami kecemasan. Persamaannya



yaitu,



sama-sama



menggunakan



penerapan



konseling behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis untuk mengurangi kecemasan, namun bedanya



dengan penelitian



terdahulu yakni pertama, dalam penelitiannya tidak mengatasi dampak dari kecemasannya, kedua tempat pelaksanaan peneliti sebelumnya di SMP Mejobo Kudus sedangkan peneliti sendiri di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan. Vidya Aria Putri, Penerapan Konseling Behavioristik Teknik Desensitisasi Sistematik Untuk Mengatasi Dampak Kecemasan Siswa Akibat Penceraian Orang Tua Pada Siswa Kelas VIII SMP Mejobo Kudus, (Skripsi, Universitas Muria Kudus, Kudus, 2017). 33



25



H. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam sebuah penelitian yaitu mengenal dua pendekatan yakni pertama pendekatan secara kualitatif dan yang kedua pendekatan secara kuantitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.34 Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada quality atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang/jasa. Hal terpenting dari suatu barang atau jasa berupa kejadian/fenomena/gejala sosial.35 Pendekatan kualitatif yang peneliti pilih sebagai sebuah pendekatan dalam penelitian karena peneliti ingin menjelaskan secara deskriptif tentang “Penerapan Konseling Behavioral Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis Bagi Siswa Di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan”. Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi. Jenis penelitian fenomenologi merupakan jenis penelitian untuk meneliti sebuah fenomena dan makna yang dikandung untuk suatu individu.36 2. Kehadiran Peneliti Salah satu langkah terpenting dalam sebuah penelitian yang memakai pendekatan kualitatif ialah kehadiran peneliti di lapangan dalam rangka untuk mendapatkan seperangkat data atau informasi yang dibutuhkan oleh peneliti karena dalam penelitian kualitatif peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Maka dari itu, peneliti harus hadir langsung pada tempat yang akan diteliti sebagai Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 6. 35 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 22. 36 Ibid, hlm. 34. 34



26



pengamat penuh untuk mencari informasi dan fakta-fakta yang jelas dalam melengkapi fokus dan tujuan penelitian. 3. Lokasi penelitian Lokasi penelitian dalam hal ini peneliti mengambil di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan. Penetapan lokasi berdasarkan pertimbangan sesuai dengan topik dan fokus penelitian. Dalam hal ini, peneliti memilih di MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan dikarenakan peneliti menemukan permasalahan yang sesuai dengan konteks penelitian dari peneliti dan penting untuk segera ditangani. Selain itu, program dan layanan BK yang digunakannya sudah kekinian dan unggul yaitu menggunakan pola BK POP dan guru BK di madrasah tersebut juga sungguh-sungguh dalam menjalankan program BK dan berusaha keras untuk membantu anak didiknya. MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan juga merupakan sekolah yang banyak peminatnya dan telah menghasilkan siswa-siswi berprestasi dalam kompetensi tingkat nasional maupun internasional baik di bidang akademik maupun non akademik. Aspek dari keunggulan yang ada di M MA Sumber Bungur Pakong Pamekasan merupakan salah satu madrasah swasta yang berakreditasi “A”. 4. Sumber Data Sumber data yang pergunakan pada penelitian ini meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari informan, sedangkan sumber data sekunder adalah data yang dikumpulkan untuk melengkapi data primer terkait dengan permasalahn yang diteliti. Sumber data sekunder berupa dokumen, buku, majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi, foto, dan data statistik.37 Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.



Bambang Rustanto, Penelitian Kualitatif Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 103. 37



27



Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi dalam bentuk kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto, dan statistik.38 a. Kata-kata dan tindakan Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tape, pengambilan foto, atau film. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan mengamati, mendengar, dan bertanya. b. Sumber data tertulis Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi. Sember tertulis lainnya adalah dokumen pribadi, yaitu tulisan tentang diri seseorang yang ditulisnya sendiri. Dokumen pribadi ini bisa berupa surat, buku harian, anggaran penerimaan dan pengeluaran diri atau rumah tangga, surat-surat, cerita seseorang tentang keadaan lokal, dan sebagainya. c. Foto/rekaman Hendikcam Sekarang ini foto sudah lebih banyak dipakai sebagai alat untuk keperluan penelitian kualitatif karena dapat dipakai dalam berbagai keperluan. Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya sering dianalisis secara indktif. Ada dua kategori foto yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri. d. Data statistik Peneliti kualitatif sering juga menggunakan data statistik yang telah tersedia sebagai sumber data tambahan bagi keperluannya. Statistik misalanya dapat membantu memberi gambaran tentang kecenderungan subjek pada latar penelitian. Demikian pula statistik 38



Moleong, Metodologi Penelitian, hlm. 157. 28



dapat membantu peneliti mempelajari komposisi distribusi penduduk dilihat dari segi usia, jenis kelamin, agama dan kepercayaan, mata pencaharian, tingkat kehidupan sosial ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.39 5. Prosedur Pengumpulan Data Dalam



melakukan



penelitian,



seorang



peneliti



tentunya



membutuhkan alat yang perlu dipersiapkan, baik sebelum maupun selama melakukan pengumpulan data. Hal yang perlu dilakukan dalam penelitian kualitatif tersebut antara lain adalah persiapan pengumpulan data dan pelaksanaan pengumpulan data.40 Teknik pengumpulan data merupakan suatu langkah utama dalam melaksanakan suatu penelitian. Mengingat tujuan utama pengumpulan data dari penelitian yaitu untuk mendapatkan data yang valid. Oleh karena itu peneliti sangat dituntut untuk mampu menentukan metode pengumpulan data yang tepat dan relevan dengan judul penelitian yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga cara atau metode dalam pengumpulan data untuk memperoleh data yang valid teknik pengupulan data yang digunakan antara lain yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berikut peneliti akan menjelaskan secara detail tentang teknik pengumpulan data tersebut. a. Observasi Observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian. Secara langsung adalah terjun kelapangan dan terlibat seluruh pancaindra. Secara tidak langsung adalah pengamatan yang dibantu melalui media visual/audiovisual, misalnya teleskop, handycam, dan lain-lain. Namun yang terakhir ini dalam penelitian kualitatif berfungsi sebagai alat bantu karena yang sesungguhnya observasi adalah pengamatan langsung pada (natural setting) bukan setting yang direkayasa. Basrowi & Suwandi, Memahami Penelitian Kuaitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 169173. 40 Rustanto, Penelitian Kualitatif , hlm. 55. 39



29



Observasi penelitian kualitatif adalah pengamatan langsung terhadap objek, situasi, konteks dan maknanya dalam upaya mengumpulkan data penelitian.41 Adapun jenis-jenis observasi yaitu: 1) Dilihat dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, maka dibedakan menjadi: a) Observasi berperan serta. Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati



atau yang



digunakan



sebagai



sumber



data



penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut mengerjakan apa yang dilakukan oleh sumber data dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak. b) Observasi



non



partisipan.



Dalam



observasi



non



partisipan, peneliti tidak terlibat langsung dan hanya sebagai pengamat independen. Pengumpulan data dengan observasi non partisipan ini tidak akan mendapatkan data yang mendalam dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna adalah nilai-nilai di balik perilaku yang tampak, yang terucapkan, dan yang tertulis. 2) Dilihat



dari



segi



instrumentasi



yang



digunakan,



maka



dibedakan menjadi: a) Observasi



tersrtuktur,



yaitu



observasi



yang



telah



dirancang secara sistematis tentang apa yang akan diamati, kapan, dan di mana tempatnya. Jadi observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang variabel apa yang akan diteliti. b) Observasi tidak terstruktur, yaitu observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dikarenakan peneliti tidak tahu secara 41



Djam’an dan Komariah, Metodologi penelitian, hlm. 25. 30



pasti tentang apa yang akan diamati.



Dalam melakukan



pengamatan, peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan. ada



Kuesioner



dapat dibedakan



atas



beberapa



jenis,



tergantung pada sudut pandangannya. Observasi



yang digunakan dalam penelitian



observasi non partisipan yang terstruktur. mengamati apa yang dilakukan oleh



ini



yaitu



Jadi, peneliti hanya



obyek penelitian



dan



mempersiapkan serta memegang instrumen pengamatan yang telah disusun secara sistematis.42 b. Wawancara Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data



untuk



mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab. Wawancara dalam penelitian kualitatif sifatnya mendalam karena ingin mengeksplorasi informasi secara holistik dan jelas dari informan.43 Wawancara sebagai interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhaapan dengan seseorang, yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar di sekitar pendapat dan keyakinannya.44 Wawancara bertukar informasi



merupakan



pertemuan



dan ide melalui



dua



orang



untuk



tanya jawab, sehingga dapat



dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Dalam penelitian kualitatif, ada tiga macam wawancara yaitu wawancara terstruktur, wawancara semistruktur dan wawancara tidak berstruktur. 1) Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan



pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.45



Apabila peneliti sudah mengetahui secara pasti informasi apa Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R& D (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 145. 43 Djam’an dan Komariah, Metodologi p enelitian, hlm.130. 44 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Raja Wali press, 2014), hlm. 50. 45 Sugiyono, Metodologi Penelitian, hlm. 233 42



31



yang diperlukan serta telah menyiapkan daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada responden. Maka pertanyaan-petanyaan sudah terfokus pada isu-isu pokok yang diperoleh dari wawancara tidak terstruktur.46 2) Wawancara semi-struktur, jenis wawancara ini, masuk dalam kategori in-depth interview, di mana dalam pelaksanaannyan lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. 3) Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.47 Jadi wawancara tidak berstruktur adalah pertanyaan yang diajukan oleh peneliti kepada responden tidak dilakukan secara berurutan atau lebih bersifat pertanyaan terbuka. Hal ini bertujuan agar peneliti dapat memperoleh gambaran yang mendalam tentang hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam mengumpulkan data sehingga nantinya dapat digunakan untuk memformulasikan isu-isu pokok yang peru digali lebih lanjut dalam pengumpulan data selanjutnya.48 Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. Semi terstruktur ini bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak



yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.



Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Informan yang akan menjadi narasumber atau diwawancara yaitu siswa, guru BK, dan kepala sekolah.49 c. Dokumentasi Dokumentasi dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari pengguanaan metode observasi dan wawancara. Dokumentasi Suparmoko, Metode Penelitian Praktis (untuk ilmu-ilmu sosial, ekonomi dan bisnis) esdisi 4, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2009), hlm. 69-70. 47 Sugiyono, Metodologi Penelitian, hlm. 233. 48 Suparmoko, Metode Penelitian Praktis, hlm. 69. 49 Sugiyono, Metodologi Penelitian, hlm. 233. 46



32



yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan peneliatian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian.50 Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan, dan kebijakan, dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lainlain. Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan metode dokumentasi karena untuk mendukung dan melengkapi data yang diperoleh agar benar-benar valid. Dokumen yang dikumpulkan akan membantu peneliti dalam memahami fenomena yang terjadi di lokasi penelitian dan melakukan validitas data.51 6. Analisis Data Analisis data dalam metode penelitian kualitatif dilakukan secara terus menerus dari awal sampai akhir penelitian.52 Analisis data adalah proses mensistematiskan apa yang sedang diteliti dan mengatur hasil wawancara serta catatan lapangan seperti apa yang dilakukan dan dipahami agar peneliti bisa menyajikan apa yang didapatkan pada orang lain. Oleh karena itu, dalam menganalisis data peneliti harus paham dan tahu apa yang harus dilakukan dengan tujuan utama analisis data dalam penelitian kualitatif adalah mencari makna dibalik data.53 Data yang akan dianalisis adalah data yang telah dikumpulkan melalui hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun langkahlangkah dalam mempersiapkan data kualitatif adalah sebagai berikut:54 a. Reduksi Data



Djam’an dan Komariah, Metodologi p enelitian, hlm. 149. Sugiyono, Metodologi Penelitian, hlm. 240. 52 Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 45. 53 Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 355. 54 Ibid, hlm. 368. 50 51



33



Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang dan menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan dan diverifikasi. Jadi reduksi data berarti rangkuman, memilih hal-hal yang pokok dan terfokus pada hal-hal yang penting, dicari tema dan pola yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian peneliti mendapatkan data yang lebih jelas dan mempermudah untuk mendapatkan data selanjutnya. Reduksi data dapat dibantu juga dengan alat-alat elektronik seperti komputer mini.55 Adapun tahap-tahap dalam reduksi data yaitu checking data, editing data, dan codding. 1) Checking data (pengecekan data) Pada langkah ini, peneliti harus mengecek lagi lengkap tidaknya data penelitian,



memilih



dan



menyeleksi



data,



sehingga hanya yang relevan saja yang digunakan dalam analisis data. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini antara lain: a) Meneliti lagi lengkap tidaknya identitas subyek yang diperlukan dalam analisis data. Misalnya: nomor urut, jenis kelamin, kelas, asal daerah, pekerjaan dan sebagainya. b) Meneliti lengkap tidaknya data yaitu apakah



instrumen



pengumpulan data sudah secara lengkap diisi, jumlah lembarannya tidak ada yang lepas atau sobek, dan sebagainya. c) Cara mengisi jawaban item apakah sudah betul misalnya pertanyaan yang bersambung dengan jawaban ya atau tidak, bagi yang menjawab tidak maka tidak perlu mengisi pertanyaan, kalau ya bagaimana. Hasil checking ini berupa pembetulan kesalahan, kembali lagi ke lapangan, atau memeriksa lagi item yang tidak dapat dibetulkan 55



Sugiyono, Metodologi Penelitian, hlm. 245. 34



2) Editing data Data yang telah diteliti lengkap tidaknya perlu diedit yaitu dibaca sekali lagi dan diperbaiki, bila masih ada yang kurang jelas atau meragukan. Kegiatan yang dilakukan antara lain: a) Pernyataan, jawaban, catatan yang tidak jelas diperjelas dan disempurnakan; b) Coretan-coretan, kata-kata sandi atau singkatan diperjelas untuk menghilangkan keragu-raguan terhadap data; c) Mungubah kependekan dari jawaban menjadi kalimat yang lebih bermakna; d) Melihat konsistensi data dengan rencana penelitian; e) Menyeragamkan



jawaban



respondeen



pada



kategorii



tertentu. Langkah editing ini betul-betul menuntut kejujuran intelektual (intelectual honesty) dari peneliti, yakni peneliti tidak boleh mengganti jawaban, angka, atau apapun dengan maksud agar data tersebut tidak sesuai dan konsisten dengan rencana risetnya. 3) Codding data Codding data yaitu mengubah data menjadi kode-kode yang dapat dimanipulasi sesuai dengan prosedur analisis statistik tertentu. Oleh karena itu, pemberian kode pada jawabanjawaban sangat penting untuk memudahkan proses analisis data. Kode apa yang akan digunakan, tergantung kepada kesukaan peneliti, bisa kode angka atau huruf. Pada umumnya, orang lebih menyukai kode angka. Untuk pelaksanaan “ Codding ”



ini, peneliti harus



membuat pedoman coding yang disebut codding guide atau



35



codding book yaitu memberi petunjuk arti masing-masing kode dan di kolom mana kode itu direkam.56 Adapun kode yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut: a) Kode Metode O : Observasi (O/Fks1//Ifrl/Tptl/Tgl-Bln-Thn) W : Wawancara (W/Fks1//Ifrl/Tptl/Tgl-Bln-Thn) D : Dokumentasi (D/Fks1//Ifrl/Tptl/Tgl-Bln-Thn) b) Kode Fokus Fk1 : Fokus 1 Fk2 : Fokus 2 c) Kode Informan Ifr1 : Informan 1 : Siswa Ifr2 : Informan 2 : Guru BK Ifr3 : Informan 3 : Kepala Sekolah d) Kode Tempat Tpt1 : Tempat 1 : Ruang BK Tpt2 : Tempat 2 : Ruang Kelas Tpt3 : Tempat 3 : Ruang Kepala Sekolah e) Kode Waktu Tgl : Tanggal Bln : Bulan Thn : Tahun b. Pemaparan atau penyajian data (display data) Display data adalah langkah mengorganisasi data dalam suatu tatanan informasi yang padat atau kaya makna sehingga dengan mudah dibuat kesimpulan. Display data biasanya dibuat dalam bentuk cerita atau teks. Display ini di susun dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan pelaku riset dapat menjadikannya sebagai jalan untuk menuju pada pembuatan kesimpulan. Menurut Miles and Huberman, better display is a major avenue to valid qualitative analysis. Artinya Moh Kasiram, Metodologi Penelitian, Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 124-125 56



36



Display yang baik adalah jalan utama menuju analisis kualitatif yang valid dan analisis kualitatif yang valid merupakan langkah penting untuk menghasilkan kesimpulan dari riset kualitatif yang dapat diverifikasi dan direplikasi.57 c. Kesimpulan dan verifikasi (penarik kesimpulan) Berdasarkan hasil analisis data, melalui langkah reduksi data dan display data, langkah terakhir adalah menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi terhadap kesimpulan yang dibuat. Kesimpulan yang dibuat adalah jawaban terhadap masalah riset. Akan tetapi, seuai tidaknya isi kesimpulan dengan keadaan sebenarnya, dalam arti valid atau tidaknya kesimpulan yang dibuat perlu diverifikasi. Verifikasi adalah upaya membuktikan kembali benar atau tidaknya kesimpulan yang dibuat atau sesuai tidaknya kesimpulan dengan kenyataan. Verifikasi dapat dilakukan dengan jalan pengecekan ulang atau dengan melakukan trianggulasi.58 7. Pengecekan Keabsahan Data Dalam pengecekan keabsahan data biasanya digunakan untuk melihat apakah data yang diperoleh dari prosedur pengumpulan data di lokasi penelitian benar-benar valid atau sudah sesuai dengan fenomena yang terjadi di lokasi penelitian. Jadi pengecekan ini bertujuan agar tidak ada data yang keliru atau tidak valid yang akan mengakibatkan kekeliruan dalam penelitian. Sedangkan teknik-teknik pemeriksaan yang digunakan dalam penelitian ini untuk memastikan keabsahan data, maka dapat diuraikan beberapa teknik-teknik pemeriksaan sebagai berikut: a. Perpanjangan Keikutsertaan Sebagaimana sudah dikemukakan, peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrumen itu sendiri. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak



Muhammad Ali & Muhammad Asrori, Metodologi & Aplikasi Riset Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), hlm. 289. 58 Ibid, hlm. 289-290. 57



37



hanya dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Jika hal itu dilakukan maka akan membatasi: 1) Membatasi gangguan dari dampak peneliti pada kontek; 2) Membatasi kekeliruan; 3) Mengkompensasikan pengaruh dari kejadian-kejadian yang tidak biasa atau pengaruh sesaat. Perpanjangan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. b. Triangulasi Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi membedakan empat macam teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Teknik yang dipakai peneliti adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber itu sendiri ialah membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian.59 Trianglasi dengan modus penggunaan sumber data yang berbeda dan lebih dari satu mengandung makna bahwa suatu informasi yang diperoleh dari satu sumber data dicek silang pada sumber data lain. Tujuannya untuk memperoleh informasi lain yang mungkin mengkonter informasi yang diperoleh dari sumber data sebelumnya atau bahkan memperkaya informasi yang telah diperoleh dari sumber data pertama. Modus semacam ini disebut dengan validitas kontekstual, artinya informasi yang diperoleh dari satu sumber data divalidasi



59



Moleong, Metodologi Penelitian, hlm. 327-331 38



dalam konteksnya dengan sumber data yang lain.60 Hal itu dapat dicapai dengan jalan: 1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; 2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umumm dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; 3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; 4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan; 5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.61 c. Analisis Kasus Negatif Teknik



analisis



kasus



negatif



dilakukan



dengan



jalan



mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecendrungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding. Kasus negatif digunakan untuk mejelaskan hpotesis kerja alternatif sebagai upaya meningkatkan argumentasi penemuan.62 8. Tahap-tahap Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti akan menempuh dua tahapan yaitu tahap pra lapangan dan tahap pekerjaan lapangan. a. Tahap Pra Lapangan Tahap pra lapangan adalah tahap di mana ditetapkan apa saja yang harus dilakukan sebelum seorang peneliti masuk ke lapangan objek studi. Dalam hal ini, terdapat 7 hal yang harus dilakukan dan harus dimiliki oleh seorang peneliti yang akan diuraikan sebagai berikut: Ali & Asrori, Metodologi & Aplikasi Riset, hlm. 138. Moleong, Metodologi Penelitian, hlm. 331 62 Ibid, hlm. 334-335. 60 61



39



1) Menyusun rancangan penelitian; 2) Memilih lapangan penelitian; 3) Mengurus perizinan; 4) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan; 5) Memilih dan memanfaatkan informan; 6) Menyiapkan perlengkapan penelitian; 7) Persoalan etika penelitian. b. Tahap Pekerjaan Lapangan Setelah pekerjaan pra lapangan dianggap cukup, maka peneliti bersiap-siap untuk masuk ke lokasi penelitian dengan membawa perbekalan yang telah disiapkan sebelumnya. Agar bisa masuk ke lokasi penelitian, maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, yaitu: 1) Memahami latar penelitian dan persiapan diri; 2) Memasuki lapangan; 3) Berperan serta dalam mengumpulkan data; 4) Tahap analisis data.63 c. Pendiskripsian data, dimana hal ini dilakukan dalam rangka menganalisis terhadap informasi atau temuan-temuan di lapangan.64 Setelah selesai melakukan tahapan-tahapan di atas, maka selanjutnya peneliti melaporkan hasil penelitian yang dilakukan. Adapun cara melaporkan dengan mengikuti format yang berlaku di perguruan tinggi atau lembaga terkait. Dengan demikian, penyusunan laporan disesuaikan dan mengikuti pedoman penulisan karya ilmiah yang telah diatur oleh IAIN Madura. I. Daftar Rujukan Farid Hasyim, Bimbingan dan Konseling RELIGIUS, Jogjakarta: AR-Ruzz Media, 2017 Jeffrey S. Nevid, Psikologi Abnormal, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2003 63 64



Kasiram, Metodologi Penelitian, hlm. 281-288 Sugiyono, Metodelogi Penelitian, hlm. 298. 40



V. Mark Durand, Intisari Psikologi Abnormal, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006 Gerald C. Davison, Psikologi Abnormal edisi ke-9, Jakarta: Rajawali, 2010 Lutfi Fauzan, Pendekatan-Pendekatan Konseling Behavioral Individual, Malang: Elang Emas, 2004 Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT Refika Aditama 2005 Boy Soedarmadji & Sudjono, Model-Model Konseling, Surabaya: University Press UNIPA, 2005 Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung: CV Alfabeta, 2017 Dona Fitri Annisa & Ifdil, “ Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia),” Konselor, 2 Juni, 2016 Pedoman penulisan karya tulis ilmiah, Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2015 Astuti, Efektivitas Konseling Behaioral Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis Untuk Mengurangi Kecemasan Berkomunikasi Di Depan Umum Pada Peserta Didik Kelas XII SMAN 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019, Skripsi, Universitas Islam Negri Raden Intan Lampung, Lampung, 2018 Vidya Aria Putri, Penerapan Konseling Behavioristik Teknik Desensitisasi Sistematik Untuk Mengatasi Dampak Kecemasan Siswa Akibat Penceraian Orang Tua Pada Siswa Kelas VIII SMP Mejobo Kudus, Skripsi, Universitas Muria Kudus, Kudus, 2017 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012 Djam ’ an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2009 Bambang Rustanto, Penelitian Kualitatif Pekerjaan Sosial, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015 Basrowi & Suwandi, Memahami Penelitian Kuaitatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2008



41



Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R& D Bandung: Alfabeta, 2011 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, Jakarta: Raja Wali press, 2014 Suparmoko, Metode Penelitian Praktis (untuk ilmu-ilmu sosial, ekonomi dan bisnis) esdisi 4, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2009 Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014 Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif, Malang: UIN Maliki Press, 2010 Moh Kasiram, Metodologi Penelitian, Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian, Malang: UIN Maliki Press, 2010 Muhammad Ali & Muhammad Asrori, Metodologi & Aplikasi Riset Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014 Raka Yusuf dkk, aplikasi diagnosis gangguan kecemasan menggunakan metode forward chaining berbasis web dengan php dan mysql, Jakarta: Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Mercu Buana, 2016 Safitri Ramaiah, Kecemasan, Bagaimana Mengatsi Peneyebabnya, Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2002



42