Proposal Konsul 5042019 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL



PENGARUH FOOT MANUAL MASSAGE TERHADAP SENSITIVITAS KAKI PASIEN DIABETES MELITUS (DM) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMBERSARI JEMBER



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan



Oleh: Nada Azhar Prandini 15.1101.1083



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2019



PROPOSAL



PENGARUH FOOT MANUAL MASSAGE TERHADAP SENSITIVITAS KAKI PASIEN DIABETES MELITUS (DM) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMBERSARI JEMBER



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan



Oleh: Nada Azhar Prandini 15.1101.1083



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2019



ii



PERNYATAAN PERSETUJUAN



PENGARUH FOOT MANUAL MASSAGE TERHADAP SENSITIVITAS KAKI PASIEN DIABETES MELITUS (DM) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMBERSARI JEMBER



Nada Azhar Prandini NIM. 15.110.11083



Proposal ini telah diperiksa oleh pembimbing dan telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji Proposal Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember



Jember, 10 April 2019 Pembimbing I



Ns. Luh Titi Handayani, S. Kep., M. Kes. NIDN. 0701077604



Pembimbing II



Ns. Ginanjar Sasmito Adi, S. Kep., M. Kep., Sp. Kep. MB. NIDN.0710029002



iii



PENGESAHAN



PENGARUH FOOT MANUAL MASSAGE TERHADAP SENSITIVITAS KAKI PASIEN DIABETES MELITUS (DM) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMBERSARI JEMBER Nada Azhar Prandini NIM. 15.110.11083



Dewan Penguji Ujian Proposal pada Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember Jember, 10 April 2019



Penguji,



1. Ketua



:



2. Penguji I



: Ns. Luh Titi Handayani, S. Kep., M. Kes.



3. Penguji II : Ns. Ginanjar Sasmito Adi, M. Kep., Sp. Kep MB



Mengetahui, Dekan



Ns. Awatiful Azza, M. Kep., Sp. Kep. Mat. NIP. 19701213200501 2001



iv



PENGUJI PROPOSAL



Dewan Penguji Ujian Akhir Skripsi pada Program S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember



Jember, 10 April 2019



Penguji I



Ns. NIDN



Penguji II



Ns. Luh Titi Handayani, S. Kep., M. Kes. NIDN. 0701077604



Penguji III



Ns. Ginanjar Sasmito Adi, S. Kep., M. Kep., Sp. Kep., MB. NIDN.0710029002



v



HALAMAN MOTTO



“Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah SWT” (Q.S Al- An’am:162) “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Q.S Al- Baqarah: 216) “ Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu” (HR. Tarmizi)



Ilmu itu lebih baik dari harta, ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta, ilmu itu penghukum (hakim) dan harta terhukum, harta itu kurang apabila dibelanjakan tapi, ilmu bertambah apabila dibelanjakan (Ali bin Abi Thalib)



Sesungguhnya ilmu ini adalah daging dan darahmu, dan pada hari kiamat kelak kamu akan ditanya tentangnya. Maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambilnya. (Imam Malik bin Anas)



Mimpi tidak pernah menyakiti siapapun jika dia terus bekerja tetap di belakang mimpinya untuk mewujudkannya semaksimal mungkin. (F.W. Woolworth)



vi



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmad dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal dengan judul “ Pengaruh Food manual Massage Terhadap Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus (DM) di Wilayah Kerja Puskermas Sumbersari Jember.” Dalam penyusunan proposal ini penulis banyak mendapat bimbingan, motivasi, dan pengetahuan baik pembimbing I maupun pembimbing II. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepeda yang terhormat: 1. Dr. Ir. M. Hazmi, DESS selaku rektor Universitas Muhammadiyah Jember. 2.



Ns. Awatiful Azza, S. Kep., M. Kep., Sp. Kep. Mat. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Fakultas Ilmu Kesehatan.



3. Ns. Sasmiyanto, S. Kep., M. Kes. Selaku ketua Program Studi S1 Keperawatan. 4. Ns, Luh Titi Handayani, S. Kep., M. Kes. Selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dengan baik serta memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis. 5. Ns. Ginanjar Sasmito Adi, S. Kep., M. Kep., Sp. Kep. MB. Selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dengan baik serta memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis.



vii



viii



6. Semua dosen Fakultas Ilmu Kesehatan baik dalam maupun luar yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang sudah dengan sabar dalam mengajar. 7. Kedua orang tua saya Ayah Wasit Teguh Praptono dan Mama Hartin Indiani, serta kakak saya yaitu Perdani Mumtahinah Baroroh yang telah memberikan semangat, perhatian, kasih sayang, dukungan pada penulis serta bantuan secara moril, materi, maupun spiritual sehingga proposal ini dapat terselesaikan 8. Segenap keluarga besar saya yang tidak bisa saya sebutkan yang telah memberikan



dukungan



moril,



materi,



serta



pengarahan



dalam



menyelesaikan proposal ini. 9. Semua perawat dan karyawan di Puskesman Sumbersari Jember yang telah memberikan dukungan dan arahan dalam penyelesaian proposal ini. 10. Kepada teman- teman sesama mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada saya. Pada penyusunan proposal ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis, maka dari itu penulis mohon saran dan kritik yang bersifat membangun penulis, guna kebaikan dalam penulisan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan



Jember, April 2019



ix



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL...................................................................................... ii PERSETUJUAN ........................................................................................... iii PENGESAHAN ............................................................................................ iv PENGUJI PROPOSAL .................................................................................. v HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................. vii DAFTAR ISI ................................................................................................. ix DAFTAR SKEMA ........................................................................................ xi DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D.



Latar Belakang ........................................................................................ 1 Rumusan Masalah ................................................................................... 7 Tujuan ..................................................................................................... 8 Manfaat ................................................................................................... 8



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diabetes Melitus 1. Pengertian Diabetes Melitus ........................................................... 10 2. Klasifikasi Diabetes Melitus ........................................................... 10 3. Etiologi dan Faktor Risiko .............................................................. 11 4. Manifestasi Klinis ........................................................................... 12 5. Patofisiologi .................................................................................... 14 6. Komplikasi ...................................................................................... 15 7. Penatalaksanaan .............................................................................. 26 B. Konsep Massage 1. Pengertian Massage ........................................................................ 28 2. Dasar Ilmiah Massage..................................................................... 29 3. Tekhnik Dasar Massage .................................................................. 30 4. Faktor yang Mempengaruhi Massage ............................................. 32 ix



x



5. Manfaat Massage ............................................................................ 32 C. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Massage ....................................... 33 D. Penelitian Terkait .................................................................................. 35 BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kerangka Konsep .................................................................................. 39 B. Hipotesis Penelitian .............................................................................. 40 BAB IV METODE PENELITIAN A. B. C. D. E. F. G. H. I.



Desain Penelitian .................................................................................. 41 Populasi, Sampel, dan Sampling ........................................................... 42 Definisi Operasional ............................................................................. 44 Tempat Penelitian ................................................................................. 48 Waktu Penelitian ................................................................................... 48 Etika Penelitian ..................................................................................... 48 Alat Pengumpulan Data ........................................................................ 49 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................. 49 Rencana Analisis Data .......................................................................... 51



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP



DAFTAR SKEMA



Skema 3.1 Kerangka Konsep ....................................................................... 39 Skema 4.1 Pre-Post Test with Control Group ............................................. 42



xi



DAFTAR TABEL



Tabel 4.1 Definisi Operasional .................................................................... 46



xii



DAFTAR GAMBAR



Gambar 2.1 Cara Penggunaan Monofilamen 10g ........................................ 25 Gambar 2.2 Lokasi Tes Monofilamen 10g .................................................. 26



xiii



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ................................. 58 Lampiran 2 Lembar Permohonan Sebagai Responden ................................ 59 Lampiran 3 Kuisioner dan Lembar Observasi Penelitian ............................ 60 Lampiran 4 SOP Foot Manual Massage ...................................................... 61 Lampiran 5 SOP Tes Monofilamen 10g ...................................................... 65 Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup ............................................................... 67



xiv



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa tinggi), dimana penyakit ini termasuk dalam kategori penyakit tidak menular atau sering disebut sebagai penyakit degeneratif. Berdasarkan jenisnya diabetes melitus dibedakan menjadi dua jenis yaitu Diabetes Melitus tipe I dan diabetes melitus tipe II. Diabetes melitus tipe I terjadi karena destruksi sel beta pangkreas yang mengakibatkan defisiensi insulin absolut, sementara itu diabetes melitus tipe II disebabkan oleh penurunan sekresi insulin. Diabetes melitus tipe II merupakan 90% - 95% dari jenis diabetes di seluruh dunia. (Black & Hawks, 2014; Kementrian Kesehatan RI, 2014; Russell & Zilliox, 2014) Jumlah penderita diabetes melitus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan Internasional Diabetes Federation (IDF) terdapat 415 juta orang mengalami diabetes pada tahun 2015 dan tahun 2040 diperkirakan akan meningkat menjadi 642 juta orang. Sementara itu menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) prevelensi diabetes



melitus mengalami



peningkatan dari 6,9% pada tahun 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018. Indonesia sendiri berada di peringkat ke-6 sebagai negara dengan prevelensi penderita diabetes terbanyak di dunia dengan jumlah penderita diabetes 1



2



sebanyak 10,3 juta pada tahun 2017. Jawa Timur menempati urutan ke-10 dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak di Indonesia. Prevelensi penderita diabetes melitus di Jawa Timur bahkan mengalami peningkatan dari 1,8% pada tahun 2007 menjadi 2,8% pada tahun 2013. Hasil dari dinas kesehatan Kabupaten Jember, jumlah kunjungan pasien diabetes melitus tipe 2 pada tahun 2018 sebanyak 17.897 kunjungan. (IDF, 2017; Putri, Wahjudi, & Prasetyowati, 2018; Yuanita, Wantiyah, & Susanto, 2014) Penderita diabetes melitus dengan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol



akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik makroskopis



maupun mikroskopis, diamana komplikasi tersebut dapat mempengaruhi kulitas hidup penderita diabetes melitus. Komplikasi makroskopis yang ditimbulkan akibat diabetes melitus ini yaitu penyakit jantung koroner, hipertensi, dan penyakit pembuluh darah perifer. Sedangkan komplikasi mikroskopis yang terjadi akibat diabetes melitus antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati.



Neuropati diabetik merupakan salah satu



komplikasi tersering pada diabetes melitus yang menyerang sistem syaraf. Neuropati diabetikum bahkan menempati urutan ketiga tertinggi komplikasi akibat diabetes di Indonesia. Sebanyak 60- 70% pasien dengan diabetes melitus tipe I dan tipe II mengalami insiden neuropati perifer diabetik. (Purwanti & Maghfirah, 2016). Neuropati diabetikum terjadi akibat kondisi hiperglikemia yang dapat meningkatkan aktivitas aldose reduktase yang berdapak pada peningkatan kadar sorbitol intraseluler dan tekanan osmotik intraseluler. Selain itu kondisi hiperglikemia juga menyebabkan senyawa toksik Advance Glycosylation End



3



Product (AGEs) yang dapat merusak sel saraf.



AGEs dan sorbitol



menurunkan sintesis dan fungsi Nitric Oxide (NO) sehingga kemampuan vasodilatasi dan aliran darah ke saraf menurun. Hal tersebut juga diperkuat dengan perubahan viskositas darah yang memacu meningkatnya kompensasi tekanan perfusi, sehingga akan meningkatkan transudasi melalui kapiler dan selanjutnya akan menimbulkan iskemik perifer. Iskemik perifer yang terjadi lebih lanjut disebabkan oleh peningkatan afinitas hemoglobin tergglikolasi terhadap molekul oksigen. Hal tersebut yang memicu terbentuknya mikrotrombosis dan hipoksia jaringan sehingga mengakibatkan transport aksonal terganggu dan penurunan aktivitas NA+/ K+ ATP ase, yang dapat memperlambat viskositas konduksi saraf. (Black & Hawks, 2014; Istiroha, Asnar, & Harmayetty, 2017) Neuropati perifer diabetik akan menimbulkan berbagai gejala. Beberapa gejala yang ditimbulkan dari neuropati perifer diabetikum yaitu berupa nyeri yang bersifat positif (misalnya penurunan sensitivitas atau parastesia dan distesia) maupun nyeri yang bersifat negatif (hiperstesia). Salah satu gejala yang paling sering dirasakan yaitu penurunan sensitivitas pada kaki yang menyebabkan penderita diabetes tidak menyadari adanya neuropati perifer diabetik. Penelitian di Indonesia menunjukkan sebanyak 60% pasien diabetes melitus mengalami neuropati perifer diabetik yang dapat menimbulkan risiko terjadinya cidera ulkus yang berujung pada ulkus diabetikum. Dampak yang ditimbulkan dari ulkus diabetikum yang meluas sampai ke tulang atau sendi dan terjadi infeksi yang tidak dapat dikendalikan, maka tindakan amputasi merupakan jalan keluar satu- satunya yang dapat



4



ditempuh. (Lisanawati, Hasneli, & Hasanah, 2015; Purwanti & Maghfirah, 2016; Suri, Haddani, & Sinulingga, 2015) Mengingat tingginya angka neuropati perifer diabetik yang bermula pada penurunan sensitivitas kaki, maka perlu dilakukan terapi untuk mengatasi penurunan sensitivitas kaki. Beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi penurunan sensitivitas kaki yaitu senam kaki, rendaman air hangat, dan terapi pijat atau massage. Terapi pijat atau massage merupakan salah satu terapi yang paling banyak dipilih oleh masyarakat Indonesia dalam mengatasi penyakit secara turun- temurun. (Zamaa, 2016) Terapi pijat atau massage merupakan salah satu terapi komplementer yang melibatkan tindakan menggosok tubuh dengan tekanan yang dilakukan secara manual atau dengan bantuan mekanis. Massage secara manual merupakan tekhnik memijat dengan menggunakan telapak tangan. Cara pemijatan dengan dengan telapak tangan akan lebih mudah dilakukan, karena selain lebih ekonomis juga dapat menurunkan efek samping dari massage, seperti adanya laserasi setelah dilakukan massage. Pijat atau massage bekerja dengan mempengaruhi otot dan jaringan lunak di seluruh tubuh. Massage dapat meningkatkan gerakan dalam sistem muskuloskeletal dengan mengurangi pembengkakan, melonggarkan dan meregangkan tendon yang berkontraksi, serta membantu dalam pengurangan adhesi jaringan lunak. Gesekan ke jaringan kulit dan subkutan melepaskan histamin yang pada gilirannya menghasilkan vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan aliran balik vena. Selain itu saat seseorang dilakukan massage maka tubuh akan melepaskan hormon endorphin yang bekerja seperti



5



narkotika di dalam tubuh, dimana endorphin akan menyebabkan rasa rileks di dalam tubuh dan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sehingga sirkulasi darah menjadi lancar. Salah satu terapi massage yang dapat dilakukan kepada penderita diabetes yaitu dengan cara melakukan massage di area kaki.(Bisono & Nasution, 2014; Lindquist, Snyder, & Tracy, 2014) Terapi massage di area kaki selama ini sering dikenal dengan nama foot massage, dimana terapi foot massage dilakukan dengan cara memijat area telapak kaki dengan menggunakan telapak tangan yang bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi darah perifer. Penekanan pada tekhnik massage mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah yang melibatkan refleks otot di dinding arteriol, sehingga massage dapat memperbaiki sirkulasi darah pada area yang diberi massage. Sirkulasi darah yang lancar dapat membawa oksigen dan nutrisi menuju jaringan dan sel saraf yang akan mempengaruhi proses metabolisme sel schwann, sehingga fungsi akson dapat dipertahankan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Lisanawati, Hasneli, & Hasanah, (2015) yang menunjukkan adanya perbedaan tingkat sensitivitas kaki yang signifikan sebelum dan sesudah dilakukan terapi pijat refleksi. Selain itu penelitian oleh Zamaa (2016) juga menunjukkan adanya pengaruh pemberian kombinasi latihan range of motion dan foot massage terhadap nilai ABI pada pasien diabetes melitus tipe 2. Pernyataan tersebut juga diperkuat dengan penelitian Affiani & Astuti (2017) yang menyatakan bahwa spa kaki diabetik efektif terhadap sirkulasi darah perifer. Sementara itu pernyataan tersebut senada dengan penelitian Istiroha, Asnar, & Harmayetty (2017) yang menyatakan adanya pengaruh aktivitas perlindungan kaki terhadap sensasi proteksi dan



6



range of motion kaki pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan neuropati perifer. Kecamatan Sumbersari merupakan kecamatan dengan prevelensi penderita diabetes terbanyak ke 1 di Kabupaten Jember. Puskesmas yang melayani wilayah kecamatan Sumbersari ada dua, yaitu Puskesmas Sumbersari dan Puskesmas Gladak Pakem. Puskesmas Sumbersari memiliki wilayah kerja di Kelurahan Sumbersari, Karangrejo, Wirolegi, Tegal Gedhe, dan Antirogo. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember pada tahun 2018 terdapat 699 kunjungan pasien diabetes melitus Puskesmas Sumbersari Jember. Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis progresif yang mengalami peningkatan jumlah penderitanya dari tahun ke tahun, dan dapat menimbulkan beberapa komplikasi yang dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya. Salah satu komplikasi yang sering dialami oleh penderita diabetes yaitu neuropati perifer diabetik yang ditandai dengan penurunan sensitivitas di area kaki. Penurunan sensitivitas pada kaki penderita Diabetes Melitus dapat dikurangi dengan cara massage di area kaki. Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Pengaruh Foot Manual Massage terhadap Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember”.



7



B. Rumusan Masalah 1.



Pernyataan Masalah Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa tinggi). Jumlah penderita diabetes melitus semakin meningkat dari tahun ke tahun dan menimbulkan beberapa komplikasi yang serius, salah satunya adalah neuropati perifer diabetikum yang dapat berujung pada kejadian ulkus diabetikum. Neuropati perifer diabetikum ditandai dengan adanya rasa terbakar, nyeri, dan penurunan sensitivitas di area kaki. Penurunan sensitivitas ini terjadi akibat



kondisi hiperglikemia



yang dapat



meningkatkan aktivitas aldose reduktase yang berdapak pada peningkatan kadar sorbitol intraseluler dan tekanan osmotik intraseluler. Mengingat bahwa penurunan sensitivitas kaki merupakan kondisi yang serius, maka perlu dilakukan sebuah intervensi keperawatan, salah satunya yaitu dengan melakukan foot manual massage. 2.



Pertanyaan Masalah a. Bagaimanakah sensitivitas kaki pasien diabetes melitus yang tidak dilakukan foot manual massage di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember? b. Bagaimana sensitivitas kaki pasien diabetes melitus yang dilakukan foot manual massage di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember?



8



c.



Adakah pengaruh foot manual massage terhadap sensitivitas kaki pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember?



C. Tujuan 1. Tujuan Umun Menganalisis pengaruh foot manual massage terhadap sensitivitas kaki pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis sensitivitas kaki pasien diabetes melitus yang tidak dilakukan foot manual massage di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember. b. Menganalisis sensitivitas kaki pasien diabetes melitus yang dilakukan foot manual massage di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember. c. Menganalisis pengaruh foot manual massage terhadap sensistivitas kaki pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember.



D. Manfaat 1. Pasien Diabetes Melitus Meningkatkan pengetahuan pasien diabetes melitus dalam mengenali penurunan sensitivitas pada kaki dan dampak yang ditimbulkan dari penurunan sensitivitas kaki.



9



2. Keluarga Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan keluarga dalam mengenali penurunan sensitivitas kaki dan diharapkan keluarga juga mampu menerapkan teknik foot manual massage kepada anggota keluarga dengan diabetes melitus. 3. Petugas Kesehatan Petugas kesehatan diharapkan dapat menjadikan foot manual massage sebagai tambahan intervensi dalam penatalaksanaan pasien diabetes melitus. 4. Institusi Pendidikan Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi tambahan dalam pembelajaran selama menempuh pendidikan keperawatan terutama dalam mata kuliah keperawatan medikal bedah. 5. Institusi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan pertimbangan dalam menyikapi masalah pasien dengan diabetes melitus dengan penurunan sensitivitas kaki. 6. Peneliti Manfaat penelitian ini bagi peneliti diharapkan dapat menambah pengetahuan dan membuka wawasan peneliti.



10



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Konsep Diabetes Melitus 1. Pengertian Diabetes Melitus Diabetes mellitus, lebih sederhana disebut diabetes, adalah kondisi kronis yang terjadi ketika ada peningkatan kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak dapat menghasilkan cukup hormon insulin atau menggunakan insulin secara efektif. Insulin adalah hormon penting yang diproduksi di kelenjar pankreas tubuh, dan mengangkut glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh dimana glukosa diubah menjadi energi. (IDF, 2017). Menurut Black & Hawks (2014) diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi). Diabetes melitus (DM) terkadang dirujuk sebagai “gula tinggi”, baik oleh klien maupun oleh penyedia layanan kesehatan. 2. Klasifikasi Diabetes Melitus Diabetes melitus diklasifikasikan sebagai salah satu dari empat status klinis berbeda meliputi tipe 1, tipe 2, gestasional, atau tipe DM spesifik lainnya. Diabetes melitus tipe 1 merupakan hasil destruksi autoimun sel beta, mengarah kepada defisiensi insulin absolut. DM tipe 2 adalah akibat dari defek sekresi insulin progresif diikuti dengan resistensi insulin,



10



11



umumnya berhubungan dengan obesitas. DM gestasional adalah DM yang didiagnosis selama hamil. (Black & Hawks, 2014). 3. Etiologi dan Faktor Risiko a. Diabetes Melitus tipe 1 Diabetes melitus (DM) tipe 1, sebelumnya disebut IDDM atau diabetes melitus onset anak-anak, ditandai dengan destruksi sel beta pangkreas, mengakibatkan defisiensi insulin absolut. DM tipe 1 diturunkan sebagai heterogen, sifat multigenik. b. Diabetes Melitus tipe 2 Diabetes melitus (DM) tipe 2 sebelumnya disebut NIDDM atau diabetes melitus onset- dewasa, adalah gangguan yang melibatkan genetik dan faktor lingkungan. DM tipe 2 adalah tipe DM paling umum, mengenai 90% orang yang memiliki penyakit. DM tipe 2. (Black & Hawks, 2014). Keturunan memainkan peran utama dalam kejadian DM tipe 2. DM tipe 2 lebih umum pada kembar identik (insidensi 58-75%) dibandingkan populasi umum. (Black & Hawks, 2014). Obesitas adalah faktor risiko mayor, dengan 85% dari seluruh orang dengan DM tipe 2. Hal tersebut terjadi karena pada keadaan obesitas, adiposa membuat dan melepaskan adipositoksin untuk mempertahankan keseimbangan energi. Tumor necrosis factor α (TNFα) merupakan salah satu sitokin yang dilepaskan sebagai tanda awal inflamasi yang dapat menginduksi resistensi insulin pada jaringan otot dan adiposa melalui glucose transporter 4 (GLUT 4) sehingga dapat



12



menyebabkan peningkatan pelepasan asam lemak bebas akibat lipofisis yang terjadi. Peningkatan asam lemak bebas dalam waktu lama dapat menekan sekresi insulin dengan mengganggu respon sel β terhadap glukosa.(Black & Hawks, 2014) 4. Manifestasi Klinis Diabetes melitus memiliki manifestasi klinis seperti poliuria (peningkatan frekuensi buang air kecil), polidipsia (peningkatan rasa haus dan minum), dan polifagia (penurunan berat badan meskipun lapar dan peningkatan makan).(Black & Hawks, 2014; Mangiwa, Mario E. Katuk, & Lando Sumarauw, 2017). a. Kadar glukosa darah 1) Kadar glukosa darah puasa Diagnosis DM dibuat ketika kadar glukosa darah klien > 126 mg/ dL. Sementara itu suatu kondisi yang disebut sebagai kondisi pra diabetes jika kadar glukosa darah puasa klien berada pada 100124 mg/dL. (Black & Hawks, 2014; Russell & Zilliox, 2014). 2) Kadar glukosa darah sewaktu Klien



dengan



diagnosis



DM



juga



dapat



berdasarkan



manifestasi klinis dan dan kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dL. (Black & Hawks, 2014) 3) Kadar glukosa darah setelah makan Kadar glukosa darah setelah makan diambil setelah 2 jam makan standar dan mencerminkan efisiensi ambilan glukosa yang diperantarai insulin oleh jaringan perifer. Kadar glukosa darah 2 jam



13



setelah makan > 200 mg/dL selama tes toleransi glukosa oral memperkuat diagnosis DM. Selain itu kondisi pra diabetes juga dapat diketahui jika kadar glukosa darah setelah makan berada pada kisaran 140-199 mg/ dL.(Black & Hawks, 2014; Russell & Zilliox, 2014). b. Uji laboratorium terkait diabetes melitus 1) Kadar hemoglobin glikosilase Glukosa secara normal melekat dengan sendirinya pada molekul hemoglobin dalam sel darah merah. Sekali melekat, glukosa ini tidak dapat dipisahkan. Sehingga semakin tinggi kadar glukosa darah, maka kadar hemoglobin glikosilase juga lebih tinggi (HbA1C), dimana normalnya kadar HbA1C adalah kurang dari sama dengan 6,5%. (Black & Hawks, 2014; Russell & Zilliox, 2014) 2) Kadar albumin glikosilase Glukosa juga melekat pada protein, albumin secara primer. Konsentrasi albumin glikosilase (Fruktosamin) mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata 7-6 hari sebelumnya. ((Black & Hawks, 2014). 3) Kadar Connecting peptide (C-peptide) Ketika proinsulin diproduksi oleh sel beta pangkreas sebagaian dipecah oleh enzim, 2 produk terbentuk yaitu insulin dan connecting peptide (C-peptide). (Black & Hawks, 2014).



14



4) Ketonuria Adanya



keton



dalam



urine



(disebut



ketonuria)



mengindikasikan bahwa tubuh memakai lemak sebagai sumber utama energi, yang mungkin mengakibatkan ketoasidosis. (Black & Hawks, 2014). 5) Proteinuria Adanya protein (mikroalbuminuria) secara mikroskopis dalam urine adalah gejala awal dari penyakit ginjal. Pemeriksaan urine untuk mikroalbuminoria menunjukkan nefropati awal.(Black & Hawks, 2014). 5. Patofisiologi a. Diabetes Melitus Tipe 1 Lingkungan telah lama dicurigai sebagai pemicu DM tipe 1. Insiden meningkat, bersamaan dengan epidemik berbagai penyakit virus. Autoimun aktif langsung menyerang sel beta pangkreas dan produknya. ICA dan antibodi insulin secara progresif menurunkan keefektifan kadar sirkulasi insulin. (Black & Hawks, 2014). Hal ini secara pelan- pelan terus menyerang sel beta dan molekul insulin endogen sehingga menimbulkan onset mendadak DM. Hiperglikemia dapat timbul akibat dan penyakit akut atau stress terobati, dimana meningkatkan kebutuhan insulin melebihi cadangan dari kerusakan masa sel beta. (Black & Hawks, 2014).



15



b. Diabetes Melitus Tipe 2 Sel beta terpapar secara kronis terhadap kadar glukosa darah tinggi menjadi progresif kurang efisien ketika merespon peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai desensitasi, dapat kembali dengan menormalkan kadar glukosa. Rasio proinsulin (prekusor insulin) terhadap insulin sekresi juga meningkat. (Black & Hawks, 2014). Proses patofisiologi kedua dalam DM tipe 2 adalah resistensi terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan perifer. Keadaan ini disebut sebagai resisteni insulin. Orang dengan DM tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa, yang mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut, bahkan sampai dengan



kadar



glukosa



darah



tinggi.



Hal



bersamaan



dengan



ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa. (Black & Hawks, 2014). 6. Komplikasi a. Komplikasi akut 1) Hiperglikemia dan ketoasidosis metabolik Hipierglikemia terjadi ketika glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel karena kurangnya insulin. Tanpa tersedianya glukosa untuk bahan bakar sel, hati mengubah simpanan glikogennya kembali ke glukosa (glikogenolisis) dan meningkatkan biosisntesis glukosa (glukoneogenesis). (Black & Hawks, 2014).



16



Ketoasidosis diabetik ditandai oleh kekurangan relatif atau absolut insulin. Ketika tubuh kekurangan insulin dan tidak dapat menggunakan karbohidrat untuk energi, hal ini memaksa untuk mnggunakan lemak dan protein. (Black & Hawks, 2014). 2) Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketosis Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketosis (hyprglycemic hiperosmolar nonketotic syndrome) adalah varian ketoasidosis diabetik yang ditandai dengan hiperglikemia ekstrem (600-2000 mg/dL), dehidrasi nyata, ketonuria ringan atau tidak terdeteksi, dan tidak ada asidosis. (Black & Hawks, 2014). 3) Hipoglikemia Hipoglikemia adalah ciri umum dari DM tipe 1 dan juga dijumpai pada klien dengan DM tipe 2 yang diobati dengan insulin atau terapi oral. Kadar glukosa darah yang tepat pada klien mempunyai gejala hipoglikemia bervariasi tetapi gejala itu tidak terjadi sampai kadar glukosa darah < 50-60 mg/ dL. (Black & Hawks, 2014). b. Komplikasi Kronis 1) Komplikasi Makrovaskuler Penyakit makrovaskuler (penyakit pembuluh darah besar) mencerminkan arterosklerosis dengan penumpukan lemak pada lapisan dinding dalam pembuluh arteri. (Black & Hawks, 2014). a) Penyakit arteri koroner



17



Klien dengan DM lebih berisiko meninggal karena penyakit arteri koroner daripada klien non DM. Beberapa faktor risiko yang meyebabkan yaitu jenis kelamin perempuan, riwayat infark miokard, serta klien yang menjalani terapi insulin. (Black & Hawks, 2014). b) Penyakit serebrovaskuler Penyakit



serebrovaskuler,



terutama



infark



aterotromboembolik dimanifestasikan dengan serangan iskemik transien dan cerebrovaskuler attack (stroke), lebih sering dan berat pada klien dengan DM. (Black & Hawks, 2014) c) Penyakit pembuluh perifer Pada penderita DM, insidensi dan prevelensi bruit carotis (bunyi abnormal atau murmur), klaudikasio intermiten, tidak ada denyut pedal (kaki), dan ganggren iskemik meningkat. (Black & Hawks, 2014). d) Infeksi Klien dengan DM rentan teradap infeksi banyak tipe. Tiga faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan infeksi adalah fungsi leukosit polimorfonuklear (PMN) terganggu, neuropati diabetik, dan ketidakcukupan pembuluh darah. (Black & Hawks, 2014).



18



2) Komplikasi Mikrovaskuler a) Retinopati diabetik Retinopati diabetik adalah penyebab kebutaan diantara klien dengan DM. Terdapat tiga tipe retinopati yaitu nonproliferatif, prapoliferatif, proliferatif. Nonproliferatif retinopati diabetik merupakan



fase



awal



dari



retinopati,



dicirikan



dengan



mikroaneurisma dan hemoragi “titik dan noda” intraretinal. Sementara itu prapoliperatif retinopati diabetik menyebabkan perkembangan lanjut hemoragi dan penurunan ketajaman penglihatan.



Sedangkan



proliferatif



retinopati



dapat



mengakibatkan kerusakan pembuluh darah dan lemah yang telah proliferasi atau membentuk, dalam merespon iskemik mungkin ruptur, serta menyebabkan hemoragi retina dan eksudat. (Black & Hawks, 2014) b) Nefropati Nefropati diabetik adalah penyebab tunggal paling sering dari penyebab penyakit ginjal kronis tahap 5. Sebuah konsekuensi mikroangiopati, nefropati melibatkan kerusakan dan akhirnya dapat



menyebabkan



kapiler



kehilangan



fungsinya



untuk



menyuplai darah ke glumerolus ginjal. Kerusakan ini dapat menimbulkan gejala patologi kompleks (glomerulosklerosis antar kapiler, nephrosis, gross albuminoria, dan hipertensi). (Black & Hawks, 2014)



19



c) Neuropati Neuropati merupakan komplikasi kronis paling sering dari DM. Oleh karena serabut saraf tidak memiliki suplai darah sendiri, saraf bergantung pada difusi zat gizi dan oksigen lintas membran. Ketika akson dan dendrit tdak mendapat zat gizi, saraf mentransmisikan impuls pelan- pelan. Selain itu akumulasi sorbitol di jaringan saraf dapat mengurangi fungsi sensoris dan motoris. (Black & Hawks, 2014) (1) Patofisiologi (a) Teori Vaskular Proses terjadinya neuropati diabetik melibatkan kelainan vaskular. Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia



yang



berkepanjangan



merangsang



pembentukan radikal bebas oksidatif (reactive oxygen species). Radikal bebas ini merusak endotel vaskular dan menetralisasi Nitric Oxide (NO) sehingga menyebabkan vasodilatasi mikrovasular terhambat. Kejadian neuropati yang disebabkan kelainan vaskular dapat dicegah dengan modifikasi faktor resiko kardiovaskular yaitu hipertensi, kadar trigliserida tinggi, indeks massa tubuh dan merokok. (Subekti, 2009) (b) Teori Metabolik Perubahan metabolisme polyol pada saraf adalah faktor utama patogenesis neuropati diabetik. Aldose



20



reduktase



dan



koenzim



Nicotinamide



Adenine



Dinucleotide Phosphate (NADPH) mengubah glukosa menjadi sorbitol (polyol). Sorbitol diubah menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase dan koenzim Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD+). Kondisi hiperglikemia meningkatkan aktifitas aldose reduktase yang berdampak pada peningkatan kadar sorbitol intraseluler dan tekanan osmotik intraseluler. Kondisi tersebut menyebabkan abnormalitas fungsi serta struktur sel dan jaringan. (Kawano, 2014). Hiperglikemia



persisten



juga



menyebabkan



terbentuknya senyawa toksik Advance Glycosylation End Products (AGEs) yang dapat merusak sel saraf. AGEs dan sorbitol menurunkan sintesis dan fungsi Nitric Oxide (NO) sehingga kemampuan vasodilatasi dan aliran darah ke saraf menurun. Akibat lain adalah rendahnnya kadar mioninositol dalam sel saraf sehingga terjadi neuropati diabetik (Subekti, 2009). Kondisi



hperglikemia



mendorong



pembentukan



aktivator protein kinase C endogen. Aktivasi protein kinase C yang berlebih menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na intraselular berlebih. Kadar Na intraseluler yang berlebih menghambat mioinositol masuk ke sel saraf. Akibatnya, transduksi sinyal saraf



21



terganggu. Aktivasi protein kinase C juga menyebabkan iskemia serabut saraf perifer melalui peningkatan permeabilitas vaskuler dan penebalan membrana basalis yang



menyebabkan



neuropati.



Hal



tersebut



juga



diperkuat dengan perubahan viskositas darah yang memacu meningkatnya kompensasi tekanan perfusi, sehingga akan meningkatkan transudasi melalui kapiler dan selanjutnya akan menimbulkan iskemik perifer. Iskemik perifer yang terjadi lebih lanjut disebabkan oleh peningkatan afinitas hemoglobin tergglikolasi terhadap molekul



oksigen.



Hal



tersebut



yang



memicu



terbentuknya mikrotrombosis dan hipoksia jaringan sehingga mengakibatkan transport aksonal terganggu dan penurunan aktivitas NA+/ K+ ATP ase, yang dapat memperlambat viskositas konduksi saraf.(Istiroha et al., 2017; Kawano, 2014; Subekti, 2009). (c) Teori Nerve Growth Factor (NGF) NGF



adalah



meningkatkan



protein



yang



kecepatan



dan



dibutuhkan



untuk



mempertahankan



pertumbuhan saraf. Kadar NGF cenderung menurun pada pasien diabetes dan berhubungan dengan tingkat neuropati. Penurunan



NGF



mengganggu



transport



aksonal dari organ target menuju sel (retrograde). (Prasetyo, 2011; Subekti, 2009).



22



NGF juga berfungsi meregulasi gen substance P dan Calcitonin-Gen-Regulated



Peptide



(CGRP)



yang



berperan dalam vasodilatasi, motilitas intestinal dan nosiseptif.



Menurunnya



kadar



NGF



pada



pasien



neuropati diabetik, dapat menyebabkan gangguan fungsifungsi tersebut. (Subekti, 2009). (2) Klasifikasi Neuropati Diabetikum (a) Polineuropati Polineuropati



atau neuropati



difus merupakan



neuropati yang melibatkan saraf sensori dan autonom. Pasien



dengan



polineuropati



akan



mengalami



penururunan sensasi di area kaki akibat disfungsi serabut saraf, selain itu pasien juga akan mengalami perasaan terbakar, nyeri, penurunan sensitivitas, dan amati rasa di area kaki. (Black & Hawks, 2014; Russell & Zilliox, 2014) (b) Neuropati Autonom Neuropati autonom merupakan masalah yang serius, mengingat neropati autonom dapat meningkatkan risiko kematian pada pasien diabetes melitus. Tanda dan gejala dari neuropati autonom tergantung pada komponen saraf yang diserang. (Russell & Zilliox, 2014).



23



(c) Mononeuropaty Mononeuropati meliputi



saraf



atau



neropati



fokal,



atau



kelompok



tunggal



biasanya saraf.



Mononeuropati menghasilkan nyeri tajam menusuk dan biasanya disebabkan oleh infark suplai darah. Otot yang disarafi saraf- saraf yang terkena neuropati fokal akan menyebabkan nyeri dan berisiko atropi karena tidak dipakai. (Black & Hawks, 2014) (3) Diagnosis (a) Gejala klinis neuropati Pasien dapat menunjukkan gejala baal pada distal dan atau parestesia atau nyeri. Gejala motorik meliputi kelemahan distal dan atrofi otot. Manifestasi klinis neuropati diabetik tergantung pada jenis serabut saraf yang mengalami lesi. (Ardiyanti, 2014) (b) Clinical Neurological Examination (CNE) CNE



merupakan



salah



satu



modifikasi



dari



pemeriksaan Neurophaty Dissability Score (NDS). CNE meliputi kajian fungsi sensoris, kekuatan otot kaki, dan refleks pergelangan kaki. Pemeriksaan CNE meliputi tes pin prick, reflex tendo achilles, dan sentuhan ringan (kapas). (Ardiyanti, 2014)



24



(c) Tes vibrasi dengan garputala Tes vibrasi merupakan salah satu langkah awal dalam



pemeriksaaan



somatosensorik.



Pemeriksaan



sensasi primer dengan tes vibrasi ini untuk menilai mekanoreseptor, terutama korpus panici, yang mungkin pada penderita penderita DM mengalami masalah pada fungsi saraf ini. Vibrasi biasanya dipriksa pada tulang yang menonjol, terutama maleolus pada pergelangan kaki, patella, spina iliaca interior, processus spinosus dari corpus vertebra, sendi metacarpal- falangeal (ruas jari), processus spinosus dari ulna dan siku. (Ardiyanti, 2014) (d) Elektromiografi (EMG) EMG merupakan pemeriksaan elektrodiagnosis untuk memeriksa saraf perifer dan otot. Prinsip kerjanya dengan merekam gelombang potensial yang ditimbulkan baik oleh saraf maupun otot. Pada neuropati akan didapatkan karakteristik seperti: amplitudo potensial aksi dua kali normal disebabkan peningkatan jumlah serabut saraf per motor uni, peningkatan durasi potensial aksi, dan penurunan jumlah motor unit dari otot. (Ardiyanti, 2014)



25



(e) Tes monofilamen Monofilamen 10g telah dipublikasikan secara luas sebagai salah satu alat deteksi neuropati diabetik. Alat ini terdiri dari sebuah ganggang plastik yang dihubungkan dengan sebuah nilon monofilamen, sehingga akan mendeteksi kelainan sensoris yang mengenai serabut saraf besar. Cara menggunakan alat ini yaitu dengan cara meletakkan monofilamen tegak lurus pada kulit yang diperiksa, penekanan dilakukan selama 2 detik lalu dilepaskan. (Ardiyanti, 2014)



Gambar 2.1 Cara Penggunaan monofilamen 10g Tes monofilamen dapat dilakukan pada 10 titik saraf kaki yaitu pada titik plantar jari 1, plantar jari 3, plantar jari 5, metatarsal head jari 1, metatarsal head jari 3, metatarsal head jari 5, medial arches, lateral arches, tumit, dan dorsum kaki. (Ardiyanti, 2014)



26



Gambar 2.2 Lokasi tes monofilamen 10g 7. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan medis 1) Mempertimbangkan nutrisi yang tepat Penatalaksanaan



diaet



adalah



komponen



ensial



dari



penatalaksanaan dan perawatan diabetik. Tujuannya yaitu untuk membantu



klien



dengan



DM



meningkatkan



pengendalian



metabolisme dengan mengubah perilaku makan. (Black & Hawks, 2014). 2) Meningkatkan aktivitas fisik teratur Aktivitas fisik dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan metabolisme karbohidrat, membantu menjaga dan menurunkan BB, meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan kadar high-density lipoprotein (HDL), menurunkan kadar trigliserid, menurunkan tekanan darah, serta mengurangi ketegangan dan stress. (Black & Hawks, 2014)



27



3) Pengobatan Intervensi farmakologis dipertimbangkan ketika klien tidak dapat mencapai kadar glukosa darah normal. Intervensi farmakologis yang dapat dipertimbangkan klien yaitu melalui obat- obat antidiabetes oral, terapi insulin, dan terapi kombinasi. (Black & Hawks, 2014) b. Penatalaksanaan keperawatan 1) Menjelaskan patofisologi DM Penyuluh diabetes harus menjelaskan kepada klien dan keluarga tentang mekanisme dasar patofisiologi DM dan bagaimana gangguan yang dialami. (Black & Hawks, 2014). 2) Rencanakan program aktivitas fisik Klien DM seharusnya dibantu memilih rejimen latihan fisik dan untuk menyusun tujuan yang beralasan akibat peningkatan tingkat aktivitas. Klien DM harus memulai aktivitas baru pada tingkat dan durasi dengan intensitas yang dapat ditoleransi dengan baik. (Black & Hawks, 2014). 3) Mencegah komplikasi dari aktivitas fisik Klien seharusnya yakin dengan kecukupan karbohodrat secara adekuat sebelum latihan fisik. Aktivitas berat dapat meningkatkan kadar glukosa darah dengan mengeluarkan sipanan glikogen. (Black & Hawks, 2014).



28



4) Perencanaan terapi diet untuk mencapai kadar glukosa darah Kepatuhan terhadap prinsip diet adalah salah satu aspek paling menantang dalam pengelolaan DM. Untuk membuat rencana secara efektif, pengkajian pola makan, pengetahuan rencana makan yang shat, dan niat serta kemampuan untuk memodifikasi dan kebutuhan diat adalah penting. (Black & Hawks, 2014). 5) Mengajarkan pemberian insulin Ketika diberikan secara benar, insulin bertindak sebagai pengobatan penyelamat hidup bagi klien yang bergantung insulin. Ketika diberikan dengan tidak benar, insulin mungkin menyebabkan komplikasi mulai kerusakan jaringan sampai kematian akibat hipoglikemia. (Black & Hawks, 2014).



B. Konsep Massage 1. Pengertian Massage Menurut Lindqut, dkk (2014) istilah massage berasal dari bahasa Yunani “massein” yang artinya meremas. Sementara itu massage juga berasal dari bahasa arab yaitu “mass atau mas’h” yang artinya penekanan lembut. The American Massage Therapy Association mendefinisikan massage sebagai "manipulasi jaringan lunak secara manual, termasuk memegang, menyebabkan gerakan, dan atau memberikan tekanan pada tubuh" (Fletcher, 2009 dalam Lindqut, et al., 2014). Sederhananya, "massage adalah manipulasi terapeutik dari jaringan lunak tubuh dengan



29



tujuan mencapai normalisasi jaringan-jaringan " (Wieting & Cugalj, 2011 dalam Lindqut, et al., 2014). 2. Dasar Ilmiah Massage Menurut Rose (2010) dalam Lindqut, et al. (2014) massage digunakan oleh perawat untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Ini digunakan untuk meningkatkan sirkulasi, mengurangi rasa sakit, meningkatkan kualitas tidur tidur, mengurangi kecemasan atau depresi, dan meningkatkan kualitas hidup. Massage menghasilkan efek terapi pada berbagai sistem tubuh yang meliputi sistem integumen, muskuloskeletal, kardiovaskular, getah bening, dan saraf. Memanipulasi kulit dan otot yang mendasarinya membuat kulit kenyal. Massage meningkatkan gerakan dalam sistem muskuloskeletal dengan mengurangi pembengkakan, melonggarkan dan meregangkan tendon yang berkontraksi, dan membantu dalam pengurangan adhesi jaringan lunak. Gesekan ke jaringan kulit dan subkutan melepaskan histamin yang pada gilirannya menghasilkan vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan aliran balik vena (Snyder & Taniguki, 2010 dalam Lindqut, et al., 2014) Massage adalah mekanisme yang diusulkan sebagai terapi relaksasi untuk mengurangi stres psikologis dan fisiologis. Stres juga merupakan pengalaman subjektif individu. Ketika tubuh menafsirkan respons fisiologis atau psikologis sebagai stres, sistem saraf simpatik merangsang sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) di otak. Ada pelepasan hormon stres seperti kortisol dan epinefrin. Stimulasi taktil dalam jaringan



30



tubuh menyebabkan respons neurohormonal di seluruh sistem saraf. Mechanoreceptors menyebabkan impuls untuk melakukan perjalanan dari sistem saraf perifer, naik ke sumsum tulang belakang ke neuro cortex. Stimulus kemudian diinterpretasikan dalam otak yang lebih tinggi yang menghasilkan respons neurologis atau biokimiawi. Massage mengaktifkan sistem saraf parasimpatis untuk mengurangi denyut jantung, tekanan darah, dan pernapasan yang menghasilkan relaksasi. (Moraska, et al, 2010 dalam Lindqut, et al., 2014). 3. Tekhnik Dasar Massage Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2015) secara umum ada lima teknik pijat/ massage dasar, yaitu: a. Mengusap (Efflurage/Strocking) Mengusap adalah gerakan mengusap dengan menggunakan telapak tangan atau bantalan jari tangan. Gerakan dilakukan dengan meluncurkan tangan di permukaan tubuh searah dengan peredaran darah menuju jantung dan kelenjar-kelenjar getah bening. Tekanan diberikan secara bertahap dan disesuaikan dengan kenyamanan klien. Gerakan ini dilakukan untuk mengawali dan mengakhiri pemijatan. Manfaat gerakan ini adalah merelaksasi otot dan ujung-ujung syaraf. b. Meremas (Petrisage) Meremas adalah gerakan memijit atau meremas dengan menggunakan telapak tangan atau jari-jari tangan. Teknik ini digunakan di area tubuh yang berlemak dan jaringan otot yang tebal. Dengan meremas-remas akan terjadi pengosongan dan pengisian pembuluh



31



darah vena dan limfe. Suplai darah yang lebih banyak dibawa ke otot yang sedang dipijat. c. Menekan (Fricton) Menekan adalah gerakan melingkar kecil-kecil dengan penekanan yang lebih dalam dengan menggunakan jari, ibu jari, buku jari, bahkan siku tangan. Gerakan ini bertujuan melepaskan bagian-bagian otot yang kejang serta menyingkirkan akumulasi dari sisa-sisa metabolisme. Pijat fricton juga membantu memecah deposit lemak karena bermanfaat dalam kasus obesitas. Fricton juga dapat meningkatkan aktivitas sel-sel tubuh sehingga aliran darah lebih lancar di bagian yang terasa sakit sehingga dapat meredakan rasa sakit. d. Menggetar (Vibration) Menggetar adalah gerakan pijat dengan menggetarkan bagian tubuh dengan menggunakan telapak tangan ataupun jari-jari tangan. Untuk melakukan vibrasi, taruh telapak tangan di bagian tubuh yang akan digetar, kemudian tekan dan getarkan dengan gerakan kuat atau lembut. Gerakan yang lembut disebut vibrasi, sedangkan gerakan yang kuat disebut shaking atau mengguncang. Vibrasi bermanfaat untuk memperbaiki atau memulihkan serta mempertahankan fungsi saraf dan otot. e. Memukul (Tapotement) Memukul adalah gerakan menepuk atau memukul yang bersifat merangsang jaringan otot yang dilakukan dengan kedua tangan bergantian secara cepat. Untuk memperoleh hentakan tangan yang



32



ringan, klien tidak merasa sakit, tetapi merangsang sesuai dengan tujuannya, diperlukan fleksibilitas pergelangan tangan. Tapotement tidak boleh dilakukan di area yang bertulang menonjol ataupun pada otot yang tegang serta area yang terasa sakit atau nyeri. Tapotement bermanfaat untuk memperkuat kontraksi otot saat distimulasi. Pijat ini juga berguna untuk mengurangi deposit lemak dan bagian otot yang lembek. 4. Faktor yang Memengaruhi Massage Selain teknik pijat, gerakan dan irama juga sangat mempengaruhi hasil pijatan. a. Gerak (movement) teknik massage Perpindahan gerakan dari satu teknik pijat ke gerakan berikutnya harus dilakukan secara berkesinambungan sehingga klien merasa nyaman. (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015). b. Irama (rythme) Irama adalah interval dari gerakan ke gerakan secara teratur, stabil, serta tidak terlalu cepat ataupun lambat. (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015) 5. Manfaat Massage Pemijatan atau massage tidak bertujuan secara langsung untuk penyembuhan. Melalui pemijatan, kita merangsang organ tubuh agar menjadi bugar. Jika tubuh bugar, itu akan mencegah timbulnya penyakit atau gangguan. Pemijatan merupakan cara untuk melancarkan energi di



33



dalam tubuh dan peredaran darah dan mengendurkan otot-otot. (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015). Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2015) manfaat dari adanya massage yaitu: a. Melancarkan sirkulasi darah di dalam seluruh tubuh; b. Menjaga kesehatan agar tetap prima; c. Membantu mengurangi rasa sakit dan kelelahan; d. Merangsang produksi hormon endorfin yang berfungsi untuk relaksasi tubuh; e. Mengurangi beban yang ditimbulkan akibat stress; f. Menyingkirkan racun atau toksin. g. Menyehatkan dan menyeimbangkan kerja organ-organ tubuh. 6. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Massage Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2015) sebelum melakukan pemijatan, perlu diketahui ha-hal penting yang berkaitan dengan pelaksanaan pemijatan, yaitu: a. Kondisi klien Adakalanya karena pengaruh obat atau karena penyakit yang sudah menahun, bagian tubuh yang dipijat menjadi kebas sehingga klien tidak merasakan nyeri tekan saat dipijat. Namun, pijatan tetap mempunyai efek penyembuhan sehingga harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak berlebihan dan tidak melukai jaringan. Pemijatan tidak dapat dilakukan jika: 1) Klien dalam keadaan lapar atau kenyang.



34



2) Klien dalam keadaan kelelahan, terlalu capek, atau terlalu lemah. 3) Klien menderita penyakit yang sangat berat. 4) Klien baru selesai bekerja berat atau berjalan jauh. 5) Klien dalam keadaan marah atau emosi tinggi. 6) Klien baru saja melakukan hubungan seks. 7) Klien sedang demam atau suhu tubuhnya sangat tnggi. 8) Klien menderita trombosis vena dalam atau tromboflebitis. 9) Klien yang baru saja menjalani bedah penggantian atau transplantasi. 10) Klien menderita osteoporosis berat, terutama jika mengenai bagian kaki dan tangan. 11) Klien menderita penyakit menular. 12) Kondisi klien yang telah parah yang melakukan pengobatan dengan menggunakan teknik pijat tidak dapat memberikan hasil yang baik demi menyelamatkan nyawa klien harus segera dirujuk ke rumah sakit terdekat. Pemijatan dilakukan dengan sangat hati-hati jika klien: 1) Menderita penyakit jantung kronis. 2) Menderita penyakit diabetes melitus. 3) Menderita epilepsi. 4) Baru saja menjalani bedah penggantian atau transplantasi. 5) Sedang hamil, terutama jika hamil yang beresiko (hamil muda).



35



b.



Kondisi ruangan dan peralatan 1) Suhu dalam kamar jangan terlalu panas atau terlalu dingin. 2) Sirkulasi udara hendaknya lancar dan udara dalam kamar segar. 3) Alat dan bahan yang digunakan harus bersih, steril, dan dalam keadaan baik.



c. Posisi klien dan pemijat Posisi klien sewaktu dipijat harus disesuaikan, duduk atau berbaring. Posisi pemijat hendaklah berada dalam keadaan yang bebas dan nyaman untuk melakukan pemijatan.



C. Penelitian Terkait Menurut Suri et al., (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Karakteristik, Hiperglikemi, dan Kerusakan Saraf Pasien Neuropati Diabetik di RSMH Palembang Periode 1 Januari 2013 sampai dengan 30 November 2014 mengatakan terdapat hubungan antara hiperglikemi dengan kerusakan saraf perifer. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional dengan jumlan responden sebanyak 63 pasien deiabetes dengan neuropati perifer. Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value sebesar 0,045 dengan menggunakan uji statistik Chi Square. Sementara itu menurut penelitian Ruben, Rottie, & Karundeng (2016) mengatakan terdapat pengaruh senam kaki diabetes terhadap perubahan kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe 2. Desain penelitian yang digunakan



36



adalah pra eksperimental dengan one group pretest post test design. Teknik pengmbilan sampel digunakan dengan total sampling dengan jumlah responden sebanyak 56 orang. Hasil penelitian ini menggunakan uji t-test paired samples test didapatkan nilai p=0,000. Menurut Affiani & Astuti (2017)dalam penelitiannya yang berjudul Efektivitas Spa Kaki Diabetik Terhadap Sirkulasi Darah Perifer pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Wonokromo Surabaya, didapatkan bahwa spa kaki diabetik efektif terhadap sirkulasi darah perifer dengan analisa uji Mann-Whitney diperoleh nilai p= 0,000. Desain penelitian ini Quasy-Experiment, dengan populasinya semua penderita diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Wonokromo Surabaya. Besar sampel 46 orang, dibagi 2 kelompok yaitu perlakuan dan kontrol masing-masing 23 orang diambil dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan penelitian Mangiwa, Mario E. Katuk, & Lando Sumarauw (2017)yang berjudul pengaruh senam kaki diabetes terhadap nilai Ankle Brachial Indeks pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado, disimpulkan terdapat pengaruh senam kaki diabetes terhadap nilai Ankle Bracial Indeks pada pasien diabetes melitus tipe 2. Penelitian tersebut menggunakan teknik sampling non probability sampling dengan jumlah sampel 30 orang. Penelitian tersebut didapatkan p value sebesar 0,00 dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test dengan nilai α= 0,05. Menurut Chatchawan, Eungpinichong, Plandee, & Yamauchi (2015) dengan judul penelitian “Effect of Thai Foot Massage on Balance



37



Performance in Diabetic Patients With Peripheral Neuropathy” didapatkan bahwa thai foot massage dapat meningkatkan keseimbangan tubuh pasien diabetes melitus dengan neuropati perifer. Hasil penelitian ini menggunakan uji beda didapatkan p value < 0,05 dengan jumlah sampel sebanyak 60 sampel yang dibagai atas 30 kelompok intervensi dan 30 kelompok kontrol. Berdasarkan penelitian Priyanto, Sahar, & Widyatuti (2013) mengatakan bahwa terdapat perbaikan sensitivitas kaki pada lansia sesudah diberikan latihan senam kaki. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen semu dengan pre and post test group design dengan kelompok kontrol. Jumlah sampel pada penelitian sebanyak 123 responden yang diabagi atas 62 kelompok intervensi dan 63 kelompok kontrol. Dari hasil penelitian ini didapatkan p value sebesar 0,000. Sementara itu menurut penelitian Lisanawati, Hasneli, & Hasanah (2015) mengatakan bahwa terdapat perbedaan sensitivitas kaki dan tangan sebelum dan sesudah dilakukan terapi pijat refleksi pada penderita diabetes melitus tipe 2. Desain penelitian ini yaitu Quasi eksperimental dengan jumlah sampel sebanyak 30 sampel melalui teknik sampling purposive sampling. Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value sebesar 0,00 dengan menggunakan uji statistik Independent T- Test. Menurut Suyanto (2017) dengan penelitiannya yang berjudul pengaruh terapi spa dan senam kaki diabetik pada pasien neuropati perifer diabetik didapatkan hasil bahwa tindakan kombinasi senam kaki diabetik dan terapi spa lebih efektif meningkatkan sesnsai kaki yang akan berpengaruh terhadap menurunnya risiko luka pada pasien DM. Penelitian ini



38



menggunakan kuasi eksperimental pretest-postest design without control group dengan jumlah sampel 17 orang yang didapat menggunakan teknik puposive sampling. Penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan ada perbedaan peningkatan sensasi kaki yang diberikan kombinasi senam kaki diabetik dan terapi spa dibandingkan hanya diberikan tindakan senam kaki diabetik dengan nilai p < 0,05. Penelitian yang dilakukan oleh Zamaa (2016) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian kombinasi ROM ankle dorsofleksi dan foot massage terhadap peningkatan nilai ABI dengan nilai p= 0,033 untuk ekstremitas kanan dan nilai p= 0,001 untuk ekstremitas kiri. Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen sengan metode pre dan post test without control. Responden dari penelitian sebanyak 20 responden yang terdiri atas 2 kelompok intervensi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Istiroha, Asnar, & Harmayetty (2017) menunjukkan adanya pengaruh aktivitas perlindungan kaki terhadap sensasi proteksi kaki dan ROM kaki dengan nilai p< 0,005. Penelitian ini mengunakan desain control group pretest-postest. Subjek yang digunakan adalah penderita DM tipe 2 di Poli Penyakit Dalam RSUD Ibnu Sina Gresik sebanyak 28 orang.



BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN



A. Kerangka Konsep INPUT



PROSES



OUTPUT



Variabel Independen



Variabel Dependen



Kelompok Intervensi



Sensitivitas kaki pasien diabetes melitus tipe 2



Intervensi pemberian foot manual massage Kelompok Kontrol Tidak intervensi



Sensitivitas kaki pasien diabetes melitus tipe 2



diberikan



Variabel Confounding 1. Kadar glukosa darah > 80 mg/dl 2. Insulfisiensi pembuluh darah (oedema dan varises) 3. Fraktur ekstremitas bawah



Keterangan: Diteliti Tidak diteliti Bagan 3.1: Kerangka Konsep Pengaruh Foot Manual Massage Terhadap Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe II di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember.



39



40



B. Hipotesis Penelitian H1: Ada Pengaruh Foot Manual Massage Terhadap Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe II di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember.



BAB IV METODE PENELITIAN



A. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Desain penelitian mengacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk mencapai tujuan tersebut. (Setiadi, 2013). Desain penelitian harus



disusun



dan



direncanakan



dengan



penuh



perhitungan



agar



memperlihatkan bukti empiris yang kuat relevansinya dengan petanyaan penelitian. (Budiman, 2011) Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experimental Design dengan rancangan Pre-post with control group design. Pre-post with control group design adalah suatu penelitian eksperimen yang dilakukan dengan cara memilih dua kelompok dalam kelompok studi tetapi tidak dilakukan randomisasi kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal lalu diberikan perlakuan yang selanjutnya peneliti melakukan post test untuk melihat efek dari perlakuan yang diberikan. (Budiman, 2011). Rancangan penelitian adalah sebagai berikut:



41



42



Skema 4.1 Pre-post with control group design Pretest



Perlakuan



Post Test



A



C



D



Pretest



Post Test



B



E



Keterangan: A: Pengukuran Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 sebelum diberikan intervensi pada kelompok intervensi B: Pengukuran Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 pada kelompok kontrol C: Intervensi pemberian Foot Manual Massage pada kelompok intervensi D: Pengukuran Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 setelah diberikan intervensi pada kelompok intervensi E: Pengukuran Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 pada kelompok kontrol



B. Populasi, Sampel, dan Sampling 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya.(Sugiyono, 2018)



43



Populasi pada penelitian ini yaitu semua pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember yang berjumlah 40 orang. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. (Sugiyono, 2018). Dengan kata lain, sampel adalah elemen-



elemen



populasi



yang dipilih berdasarkan



kemampuan



mewakilinya. (Budiman, 2011). Jumlah sampel yang akan peneliti ambil dalam penelitian ini yaitu 36 responden dengan menggunakan rumus sebagai berikut: N.z2.p.q



n=



d2(N-1) + z2.p.q 40. (1,96)2. 0,5. 0,5



n=



(0,05)2 (40-1) + (1,96)2. 0,5. 0,5 n=



40. 3,8416. 0,25 0,0025. 39 + 3,8416. 0,25



n=



38,416 0,0975 + 0,9604



n = 38,416 1,0579 n = 36, 3134512 ≈ 36 responden



Keterangan: n= Perkiraan besar sampel



44



N= Perkiraan besar populasi z= Nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96) p = Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50% q = 1 – p (100% - p) d = Tingkat kesalahan yang dipilih (d= 0,05) a. Kriteria Inklusi 1) Pasien DM tanpa komplikasi ulkus diabetikum 2) Pasien DM dengan kadar glukosa darah > 80mg/dl 3) Bersedia menjadi responden penelitian b. Kriteria eksklusi 1) Pasien DM dengan komplikasi ulkus diabetikum 2) Pasien DM dengan kadar glukosa darah < 80 mg/dl 3) Pasien DM yang sedang mengalami demam, varises, dan fraktur 4) Bersedia menjadi responden penelitian 3. Sampling Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi untuk menjadi sampel dari populasi untuk dapat mewakili populasi. (Setiadi, 2013) Penelitian menggunakan teknik sampling probability sampling dengan simple random sampling.



C. Definisi Operasional Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya



45



mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Pada devinisi operasional akan dijelaskan secara padat mengenai unsur penelitian yang meliputi bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel. (Setiadi, 2013)



46



Tabel 4.1 Definisi Operasional Pengaruh Foot Manual Massage terhadap Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember No Variabel Definisi Operasional Parameter 1. Foot manual Tindakan menggosok area kulit 1. Massage massage telapak kaki pasien DM dengan dilakukan di area menggunakan penekanan yang telapak kaki dan dilakukan secara manual punggung kaki menggunakan telapak tangan. 2. Massage dilakukan 2 kali dalam satu minggu selama 30 menit dengan durasi pemijatan 15 menit setiap kaki 2. Sensitivitas Sensitivitas kaki merupakan 1. Monofilamen kaki sensasi yang dapat dirasakan diletakkan tegak oleh pasien DM melalui lurus pada rangsangan yang diberikan. permukaan kulit yang akan diberikan penekanan. 2. Penekanan dilakukan selama 2 detik pada 10



Alat Ukur Standart Opretional Prosedur (SOP) foot manual massage



Hasil -



Skala -



Lembar observasi Skor 1: sensitif Nominal skor monofilamen Skor 0: tidak 10g sensitif Skor tertinggi: 10 Skor terndah: 0



47



titik lokasi kaki lalu ditarik.



48



D. Tempat Penelitian Tempat penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember.



E. Waktu Pemelitian Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April- Juni 2019



F. Etika Penelitian Etika penelitian keperawatan merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Etika penelitian yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut. (Hidayat, 2008) 1. Informed Consent Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuannya adalah agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Bila pasien diabetes melitus tipe 2 bersedia, maka pasien harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak- hak responden. 2. Anonomity ( Tanpa Nama) Memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.



49



3. Confidentiallity (Kerahasiaan) Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah- masalah lainnya. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.



G. Alat Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian, dalam pengumpulan data diperlukan adanya alat dan cara pengumpulan data yang baik, sehingga data yang dikumpulkan adalah data yang valid, andal (reliable) dan aktual. (Nursalam, 2013). Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi skor monofilamen 10g, yaitu alat untuk pengumpulan data variabel dependen, untuk mengukur sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2 serta untuk mengumpulkan data pretest dan post test.



H. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data. (Hidayat, 2008). Dalam penelitian ini peneliti melakukan dua prosedur pengumpulan data yaitu: 1. Prosedur Administratif Langkah- langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Meminta surat pengantar dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember yang ditujukan kepada Bakesbangpol dan Limnas Kabupaten Jember.



50



b. Meminta surat balasan dari Bakesbangpol dan Limnas Kabupaten Jember yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Jember untuk permohonan izin penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember. c. Kemudian pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Jember memberikan surat rekomendasi untuk melakukan penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember. d. Kemudian Kepala Puskesmas Sumbersari Jember memberikan surat balasan mengenai persetujuan untuk melakukan penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember. e. Setelah itu Kepala Puskesmas Sumbersari Jember memberikan surat kembali mengenai peneliti yang telah melakukan penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember. 2. Prosedur Teknis Langkah- langkah yang dilakukan yaitu sebagai berikut: a. Meminta izin kepada Kepala Puskesmas Sumbersari Jember untuk melakukan penelitian dan meminta data awal. b. Pada pertemuan awal penelitian, peneliti akan menjelaskan tentang etika penelitian yang mencangkup tujuan, prosedur, teknik, serta cara pengambilan data yang akan dilakukan. c. Peneliti memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada responden. d. Kemudian peneliti akan melakukan pretest. Dalam menentukan sensitivitas kaki, menggunakan skor monofilamen 10 gr. Peneliti



51



menjelaskan prosedur pemeriksaan skor monofilamen kepada responden. Setelah itu, peneliti menanyakan pada responden adakah sensasi pada kaki dengan menggunakan alat monofilamen 10 gr. e. Setelah pasien diukur sensitivitas kakinya, peneliti memberikan intervensi foot manual massage selama 30 menit untuk masingmasing pasien dengan frekuensi 2 kali dalam satu minggu. f.



Kemudian pada pertemuan ke-2 peneliti akan melakukan intervensi foot manual massage kembali selama 30 menit.



g. Setelah itu peneliti akan melakukan post test pada pertemuan ke- 3 di akhir minggu dengan mengukur sensitivitas kaki pasien menggunakan skor monofilamen 10 gr. h. Setelah data pre test dan post test terkumpul dilanjutkan dengan pengolahan data dan analisis data.



I.



Analisis Data Kegiatan analisis data meliputi: persiapan, tabulasi, dan aplikasi data. Selain itu, analisis data jug dapat menggunakan uji statistik bila data tersebut harus di uji dengan uji statistik. Kegiatan dalam analisis data adalah sebagai berikut (Hidayat, 2008):



52



1. Pengolahan Data Data yang dikumpulkan kemudian diolah oleh peneliti melalui proses: a. Editing Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. b. Scoring Scoring merupakan langkah selanjutnya, yaitu memberikan skor terhadap item pada setiap item pernyataan dalam kuisioner yang diberi scoring. Adapun scoring pada penelitian ini yaitu digunakan untuk nmengukur variabel dependen yaitu sensitivitas kaki, scoring yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1) Skor 1: sensitif 2) Skor 0: tidak sensitif c. Coding Coding merupakan kegiatan memberikan kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan analisis data menggunakan komputer. Dalam penelitian ini peneliti menjumlahkan seluruh skor yang didapatkan dari penilaian sensitivitas kaki menggunakan monofilamen 10g, dengan skor terendah adalah 0 dan skor tertinggi adalah 10. d. Processing Processing merupakan pemrosesan data agar data yang sudah dientri dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara



53



mengentri data dari lembar observasi ke paket progran kerja komputer. e. Cleaning Merupakan pembersihan data dengan melihat variabel sudah benar atau belum sehingga siap dianalisis. 2.



Analisis Data Analisis ini menggunakan bantuan komputerisasi dengan analisis data sebagai berikut: a. Analisis Univariat Analisis ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisa univariat tergantung dari jenis datanya. Analisis univariat data karakteristik responden disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. b. Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variabel. Pada analisis bivariat peneliti menggunakan uji meck Neimar untuk menguji skor monofilamen pre dan post test baik untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol karena skala yang digunakan adalah nominal. Selain itu peneliti juga menggunakan uji chi square untuk menguji skor monofilamen untuk membandingkan skor monofilamen pre dan post test antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Bila p value < 0,05 berarti H1 diterima yang artinya ada pengaruh foot manual massage terhadap sensitivitas kaki pasien diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember.



54



DAFTAR PUSTAKA



Affiani, R., & Astuti, P. (2017). Efektivitas Spa Kaki Diabetik terhadap Sirkulasi Darah Perifer pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Wonokromo Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10(1), 120–129. Ardiyanti, A. V. (2014). Hubungan Antara Skor Monofilamen dengan Ulkus Diabetika di Klinik Perawatan Luka Rumat Bekasi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Bisono, L., & Nasution, A. H. (2014). Prosedur Masase Neuroperfusi untuk Penanganan Nyeri dan Gangguan fungsi: Inovasi dan Modalitas Baru dalam terapi Nyeri. Jurnal Anestesiologi Indonesia, IX(1), 1–9. Black, M. J., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier. Budiman. (2011). Penelitian Kesehatan. (S. A. Mifka, Ed.) (1st ed.). Bandung: PT Refika Aditama. Chatchawan, U., Eungpinichong, W., Plandee, P., & Yamauchi, J. (2015). Effects of Thai Foot Massage on Balance Performance in Diabetic Patients with Peripheral Neuropathy : A Randomized Parallel-Controlled, 21, 68–75. https://doi.org/10.12659/MSMBR.894163 Fahra, R. U., Widayati, N., Sutawardana, J. H., Studi, P., Keperawatan, I., & Jember, U. (2017). Hubungan Peran Perawat Sebagai Edukator dengan Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Bina Sehat Jember. NurseLine Journal, 2(1), 61–72. Hidayat, A. A. (2008). Metodologi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. IDF. (2017). IDF Diabetes Atlas (8th ed.). International Diabetes federation. Istiroha, Asnar, E., & Harmayetty. (2017). Pengaruh Aktivitas Perlindungan Kaki terhadap Sensasi Proteksi dan Range of Motion Kaki pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Neuropati Perifer. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10(2), 156–163. Kawano. (2014). A Curent Overview of Diabetic Neuropathy- Mecanism, Symptoms, Diagnosis, and Treatment. INTECH. Kementrian Kesehatan RI. (2014). Waspada Diabetes Eat Well Live Well. Jakarta: InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2015). Ilmu Pijat Pengobatan Refleksi Relaksasi. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.



54



55



Lindquist, R., Snyder, M., & Tracy, M. F. (2014). Complementary & Alternative Therapies in Nursing (8th ed.). New York: Springer Publishing Company Lisanawati, R., Hasneli, Y., & Hasanah, O. (2015). Perbedaan Sensitivitas Tangan dan Kaki Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Refleksi pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II. JOM, 2. Mangiwa, I., Mario E. Katuk, & Lando Sumarauw. (2017). Pengaruh Senam Kaki Diabetes Terhadap Nilai Ankle Brachial Index Pada Pasien Diabetes Melitus. eJournal Keperawatan, 5. Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian dan Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis. Jakarta: Salemba Medika. Prasetyo, G. A. (2011). Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 Sebagai Faktor Risiko Nyeri Neuropati Diabetik. Universitas Gadjah Mada. Priyanto, S., Sahar, J., & Widyatuti. (2013). Pengaruh Senam Kaki terhadap Sensitivitas Kaki dan Kadar Glukosa Darah pada Agregat Lansia Diabetes Melitus di Magelang. Prosiding Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah 2013, 76–82. Purwanti, L. E., & Maghfirah, S. (2016). Faktor Risiko Komplikasi Kronis (Kaki Diabetik) dalam Diabetes Melitus Tipe 2. The Indonesian Journal of Health Science, 7(1), 26–39. Putri, M. D. M. T., Wahjudi, P., & Prasetyowati, I. (2018). Gambaran Kondisi Ibu Hamil dengan Diabetes Mellitus di RSD dr . Soebandi Jember Tahun 20132017. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 6(1), 46–52. Ruben, G., Rottie, J., & Karundeng, M. Y. (2016). Pengaruh Senam Kaki Diabetes Terhadap Perubahan Kadar Gula Darah Pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2. eJournal Keperawatan, 4, 1–5. Russell, J. W., & Zilliox, L. A. (2014). Diabetic Neuropathies, (October), 1226– 1240. Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan (2nd ed.). Yogyakarta: Graha Ilmu. Subekti. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Neuropati Diabetik, Jilid III (4th ed.). Jakarta: FK UI pp. Suri, M. H., Haddani, H., & Sinulingga, S. (2015). Hubungan Karakteristik , Hiperglikemi , dan Kerusakan Saraf Pasien Neuropati Diabetik di RSMH Palembang Periode 1 Januari 2013 Sampai Dengan 30 November 2014 observasional dengan metode cross sectional . diabetik di RSMH Palembang tahun 2013- Pengujian hu. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 2(3), 305–310 Sugiyono. (2018). Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.



56



Suyanto. (2017). Pengaruh Terapi Spa dan Senam Kaki Diabetik pada Pasien Neuropati Perifer Diabetik. Jurnal Keparawatan Dan Pemikiran Ilmiah, 3(4), 29–37. Yuanita, A., Wantiyah, & Susanto, T. (2014). Pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME) terhadap Resiko Terjadinya Ulkus Diabetik Pada Pasien Rawat Jalan Dengan Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Di RSD Dr. Soebandi Jember. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 2(1), 119–124. Retrieved from https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/607 Zamaa, M. S. (2016). Pengaruh Kombinasi Latihan Range of Motion Ankle Dorsofleksi dan Foot Massage Terhadap Nilai Ankle Brachial Indeks pada Pasien diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Mitrasehat, VI, 813–822.



LAMPIRAN



57



Lampiran 1



LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT)



Saya yang beratanda tangan dibawah ini: Nama (Inisial) : Usia



:



Setelah saya membaca dan memahami tujuan dari penelitian ini, saya selaku responden dengan sukarela dan tanpa paksaan bersedia jika hanya diberi perlakukan sesuai standar operasional prosedur intervensi yang telah dijelaskan oleh peneliti. Bila perlakuan yang telah diberikan peneliti menimbulkan ketidaknyamanan bagi saya, saya berhak mengundurkan diri sebagai responden dan tidak melanjutkan partisipasi dalam penelitian ini.



Jember, April 2019



Responden



58



Lampiran 2



LEMBAR PERMOHONAN SEBAGAI RESPONDEN



Kepada Yth. Bapak/ Ibu Calon Responden Di Tempat Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyan Jember. Nama : Nada Azhar Prandini NIM



: 1511011083



Akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Foot Manual Massage terhadap Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember”. Dengan tujuan menganalisis pengaruh foot manual massage terhadap sensitivitas kaki pasien diabetes melitus tipe 2 dan sebagai salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan Program Pendidikan S1 Keperawatan. Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas bapak/ ibu. Informasi yang bapak/ ibu berikan hanya akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian saya. Demikian permohonan saya atas kerjasama dan partisipasinya saya mengucapkan terimakasih.



Hormat saya,



Nada Azhar Prandini



59



Lampiran 3



KUISIONER DAN LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN Pengaruh Foot Manual Massage Terhadap Sensitivitas Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Jember



A. Identitas Responden 1. Nama (Inisial)



:



2. No. Kode (Diisi oleh petugas)



:



3. Usia



:



4. Jenis Kelamin



: 1. Laki- laki 2. Perempuan



5. Lama Menderita DM



:



a.



< 1 tahun



b.



1-5 tahun



c.



>5 tahun



6. Skor Monofilamen a. Kaki kanan : b. Kaki kiri B.



:



Hasil Tes



60



Lampiran 4



JUDUL SOP FOOT MANUAL MASSAGE



1.



PENGERTIAN



Foot manual massage merupakan tindakan menggosok area kulit telapak kaki dengan menggunakan penekanan yang dilakukan secara manual menggunakan telapak tangan.



2.



TUJUAN



1. Meningkatkan sirkulasi darah 2. Meningkatkan penyerapan insulin oleh sel 3. Membantu menurunkan kadar gula darah 4. Menstimulasi saraf-saraf dan membantu mengurangi gejala neuropati



3.



INDIKASI



Klien dengan diabetes melitus



4.



KONTRAINDIKASI



1. 2. 3. 4. 5. 6.



5.



PERSIAPAN PASIEN



6.



PERSIAPAN ALAT



1. Menyediakan alat 2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan 3. Mengukur sensitivitas kaki pasien DM sebelum melakukan foot manual massage dan di catat dalam lembar observasi. 1. Monofilamen 10 gr. 2. Minyak zaitun 3. Lembar observasi monofilamen 10 gr. 4. Handuk 5. Perlak



7.



CARA BEKERJA 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Kadar glukosa darah < 80 mg/ dl Terdapat luka Demam Varises Bengkak Patah tulang



Cuci tangan Posisikan pasien dengan nyaman Bersihkan kaki klien Berikan perlak bawah telapak kaki klien Usapkan minyak zaitun secara merata di area telapak dan punggung kaki klien Stroking/ mengusap Merangsang sirkulasi dan menghangatkan kaki. Pegang kaki pasien dengan kedua tangan, pada kaki bagian atas lakukan gerakan stroking yang panjang, perlahan dan



61



Lampiran 4



tegas dengan kedua ibu jari. Gerakan dimulai dari ujung jari kaki dan tekan menjauh dari terapis menuju ke pergelangan kaki, dan kembali ke ujung jari kaki dengan gerakan stroking yang lebih ringan. Lakukan gerakan ini 3-5 kali



Lanjutkan dengan gerakan stroke pada kaki bagian bawah dengan kedua ibu jari, dimulai pada pangkal jari kaki dan bergerak melalui lengkungan kaki menuju tumit dan kembali lagi. Gunakan gerakan stroking yang panjang dan tegas, tekan dengan lembut telapak kaki dengan kedua ibu jari. Lakukan gerakan ini 3-5 kali. 7. Ankle Rotations Longgarkan sendi dan relaksasikan kaki. Genggam kaki dibawah tumit dengan satu tangan, dibelakang pergelangan kaki untuk menahan kaki. Genggam punggung dan telapak kaki dengan tangan yang lain kemudian putar telapak kaki. Gerakan dilakukan masing-masing 3 kali pada masing-masing arah.



8. Toe Pulls and Squeezes Jari-jari kaki sangat sensitif ketika disentuh. Genggam telapak kaki dengan satu tangan. Pegang masing-masing jari kaki kemudian tarik dengan kuat dan perlahan, gerakan dilakukan secara bergantian pada masing-masing kaki. Kemudian pegang masing-masing jari kaki, sambil menekan geser jari ke ujung jari klien dan kembali lagi ke pangkal. Kemudian ulangi, tetapi penekanan lebih lembut dan putar ibu jari dan jari telunjuk tangan sambil digeser ke ujung jari kaki pasien. Ulangi gerakan ini pada kaki lainnya.



62



Lampiran 4



9. Toe Slides Pegang kaki pada bagian belakang pergelangan kaki. Dengan jari telunjuk pada tangan lainnya, sisipkan jari diantara jari-jari kaki pasien, lakukan gerakan maju mundur sebanyak 3-5 kali.



10. Arch Press Pegang kaki pasien seperti pada langkah ke empat. Berikan tekanan pada lengkungan telapak kaki dengan menggunakan pangkal telapak tangan, dimulai dari telapak kaki bagian tengah sampai ke tumit kaki pasien dan kembali lagi. Lakukan gerakan ini sampai 5 kali.



63



Lampiran 4



11. Stroking Lakukan gerakan yang sama pada poin pertama seperti yang sudah disebutkan diatas. Langkah ini sangat bagus untuk memulai dan mengakhiri kegiatan pijat. Seluruh rangkaian gerakan ini mudah dilakukan oleh siapapun untuk memijat orang lain atau dirinya sendiri. 8.



EVALUASI 1. 2. 3.



9.



Tanyakan pada klien bagaimana perasaannya Kaji sensitivitas kaki klien dengan monofilamen 10gr Catat skor sensitivitas kaki pasien dengan lembar observasi monofilamen 10gr



Hal-hal yang harus diperhatikan : 1. Kondisi klien jika terlalu lapar, terlalu kenyang. 2. Kondisi ruangan yang nyaman, suhu tidak terlau panas, tidak terlalu dingin, pencahyaan yang cukup tidak remang-remang.



64



Lampiran 5



JUDUL SOP TES MONOFILAMEN 10g



1.



PENGERTIAN



Monofilamen 10 gr adalah sebuah alat yang digunakan untuk mendeteksi kelainan sensoris yang mengenai serabut saraf besar



2.



TUJUAN



1. Mengukur tingkat sensitivitas kaki pada pasien DM 2. Mendeteksi dini adanya neuropati diabetik perifer



3.



INDIKASI



Klien dengan diabetes melitus



4.



KONTRAINDIKASI



Pasien dengan penurunan kesadaran



5.



PERSIAPAN PASIEN



6.



PERSIAPAN ALAT



1. Menyediakan alat 2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan 1. Monofilamen 10g



7.



CARA BEKERJA 1. Cuci tangan 2. Minta pasien untuk melepas alas kaki dan kaos kaki 3. Jelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien dan tunjukkan monofilamen 10g pada klien 4. Sebelum melaksanakan pemeriksaan pada kaki pasien, monofilamen diuji cobakan pada sternum atau tangan dengan tujuan pasien dapat mengenal sensasi rasa dari sentuhan monofilamen 5. Minta pasien untuk menutup kedua mata. 6. Monofilamen diletakkan tegak lurus pada kulit yang diperiksa, penekanan dilakaukan selama 2 detik, kemudian segera ditarik.



7. Gunakan monofilamen pada 10 titik lokasi di kaki kanan dan kiri seperti pada gambar



65



Lampiran 5



dibawah ini.



8. Pada masing- masing lokasi dilakukan tiga kali pemeriksaan, jika pasien terindikasi tidak merasakan monofilamen. 8.



EVALUASI 1. Beri penilaian pada hasil pemeriksaan c. Skor 1: sensitif d. Skor 0: tdak sensitif 2. Catat hasil pemeriksaan pada lembar observasi dengan ketentuan skor monofilamen tertinggi adalah 10 dan terendah adalah 0 pada masing- masing kaki.



66



Lampiran 6



DAFTAR RIWAYAT HIDUP



Nama



: Nada Azhar Prandini



Tempat, Tanggal Lahir



: Banyuwangi, 13 Oktober 1996



Jenis Kelamin



: Perempuan



Pekerjaan



: Mahasiswi



Alamat Rumah



: Jl. Wolter Monginsidi No. 221, Kranjingan, Sumbersari, Jember



Riwayat Pendidikan 1.



2001-2003



: TK Khodijah 141 Banyuwangi



2.



2003-2009



: SD Negeri Patrang 1 Jember



3.



2009-2012



: SMP Negeri 1 Jember



4.



2012-2015



: SMA Negeri 2 Jember



67