PROPOSAL PRE OPERASI - Revisi 2 Pak Hadi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL PENELITIAN HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI SECTIO CAESAREA DI RUANG KAMAR OPERASI RSUD JAMPANG KULON KABUPATEN SUKABUMI



OLEH RUDI SUGIARTO 2132325011



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI 2022



i



HALAMAN PERSETUJUAN Proposal Penelitian



HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI SECTIO CAESAREA DI RUANG KAMAR OPERASI RSUD JAMPANG KULON KABUPATEN SUKABUMI telah disetujui untuk diujikan di hadapan Tim Penguji Proposal Penelitian Program Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sukabumi Sukabumi,.................... Menyetujui, Pembimbing I



( Tri Utami, M.Kep) MMRS) NIDN: 0927129001



Pembimbing II



(Hadi Abdillah, S.Kep, Ners., NIDN : 0414059102



Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners



(Ria Andriani, M.Kep., Sp. Kep. An) NIP 117803057



UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Kasih dan Karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul : Hubungan Mekanisme Koping dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea di Ruang Kamar Operasi Rsud Jampang Kulon Kabupaten Sukabumi. Proposal penelitian ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sukabumi. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setingi-tingginya kepada : 1. Hendri Hadiyanto., M.Kep. selaku dekan Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sukabumi. 2. Ria Andriani, M.Kep., Sp. Kep. An. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners, yang telah memfasilitasi peneliti dalam penyusunan proposal penelitian ini. 3. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Jampangkulon yang telah memberikan izin untuk pengambilan data awal Dan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Jampangkulon. 4. Tri Utami, M.Kep. Selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingannya dengan sangat baik, selalu memberikan



iii



motivasi, dukungan dan banyak masukan dalam menyelesaikan Skripsi penelitian ini. 5. Hadi Abdillah, S.Kep, Ners., MMRS. Selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan banyak masukan dalam menyelesaikan proposal penelitian ini. 6. Dosen dan Staf Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sukabumi yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan. 7. Rekan-rekan Program Studi Pendidikan Profesi Ners yang telah banyak dan selalu memberikan bantuan dan motivasi sehingga peneliti terpacu untuk menyelesaikan penyusunan proposal penelitian ini. 8. Kedua orang tuaku tersayang, istri dan anakku tercinta yang telah memberikan dukungan dengan penuh cinta, kesabaran, perhatian dan senantiasa mendoakan selama peneliti menjalani Pendidikan. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam rangka menyelesaikan proposal penelitian ini, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan proposal penelitian ini. Sukabumi,.................... Peneliti,



iv



DAFTAR ISI COVER JUDUL LUAR...................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................ii KATA PENGANTAR......................................................................................iii DAFTAR ISI...................................................................................................v DAFTAR TABEL............................................................................................vi DAFTAR GAMBAR.......................................................................................vii LAMPIRAN.....................................................................................................viii BAB I PENDAHULUAN................................................................................1 A. Latar Belakang..................................................................................1 B. Rumusan Masalah.............................................................................5 C. Tujuan Penelitian..............................................................................5 D. Manfaat Penelitian............................................................................6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................7 A. Mekanisme Koping ..........................................................................7 B. Kecemasan........................................................................................7 C. Sectio Caesaria...............................................................................13 D. Keaslian Penelitian..........................................................................23 E. Kerangka Teori...............................................................................25 F. Kerangka Berpikir...........................................................................25 G. Hipotesis.........................................................................................26 BAB III METODE PENELITIAN.................................................................27 A. Desain Penelitian.............................................................................27 B. Definisi Operasional.......................................................................27 C. Populasidan, Sampel dan Sampling Penelitian...............................28 D. Variabel Penelitian..........................................................................30 E. Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................30 F. Instrument Penelitian......................................................................30 G. Uji Validitas Reabilitas...................................................................33 H. Prosedur Pengumpulan Data...........................................................35 I. Pengolahan Data.............................................................................36 J. Analisa data.....................................................................................37 K. Etika Penelitian...............................................................................37 DAFTAR PUSTAKA



v



x



DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Daftar Penelitian Sebelumnya.............................................................23 Tabel 3.1 Definisi Operasional...........................................................................27 Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Kuesioner...........................................................31



vi



DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Rentang Respon Ansietas.............................................................7 Gambar 2.2 Kerangka Teori.............................................................................25 Gambar 2.3 Kerangka Konsep..........................................................................26



vii



DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Pengambilan Data Awal Lampiran 2 Penjelasan Penelitian Lampiran 3 Surat Melakukan Penelitian Lampiran 4 Permohonan Pengisian Kuesioner Lampiran 5 Surat Pernyataan Persetujuan Sebagai Responden Penelitian Lampiran 6 Kuesioner Penelitian



viii



BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Persalinan merupakan proses alami bagi seorang Ibu dimana terjadi pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang cukup bulan (37-42 minggu). Terdapat dua metode persalinan, yaitu persalinan melalui vagina yang dikenal dengan persalinan alami dan persalinan Caesar atau Sectio Caesarea (SC). Persalinan SC merupakan proses pembedahan untuk melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut dan rahim (Cunningham, 2018). Persalinan dengan metode SC dilakukan atas dasar indikasi medis baik dari sisi ibu dan janin, seperti placenta previa, presentasi atau letak abnormal pada janin, serta indikasi lainnya yang dapat membahayakan nyawa ibu maupun janin (Cunningham, 2018). Pada tahun 2015, diperkirakan 303.000 wanita meninggal selama kehamilan dan persalinan. Hampir semua kematian ibu (95%) terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah, dan hampir dua pertiga (65%) terjadi di Wilayah Afrika (WHO, 2019) Menurut World Health Organization (WHO) standar rata-rata operasi Sectio Caesarea (SC) sekitar 5-15%. Data WHO Global Survey on Maternal and Perinatal Health 2011 menunjukkan 46,1% dari seluruh kelahiran melalui SC. Menurut statistik tentang 3.509 kasus SC yang disusun oleh Peel dan Chamberlain, indikasi untuk SC adalah disproporsi janin panggul 21%, gawat janin 14%, Plasenta previa 11%, pernah SC 11%, kelainan letak janin 10%, pre eklampsia dan hipertensi 7%. Di China salah satu negara dengan SC meningkat drastis dari 3,4% pada tahun 1988 menjadi 39,3% pada tahun 2010 (WHO, 2019) Menurut RISKESDAS tahun 2018, jumlah persalinan dengan metode SC pada perempuan usia 10-54 tahun di Indonesia mencapai 17,6% dari



keseluruhan jumlah persalinan. Terdapat pula beberapa gangguan atau komplikasi persalinan mencapai 23,2% dengan rincian posisi janin melintang/sunsang sebesar 3,1%, perdarahan sebesar 2,4%, kejang sebesar 0,2%, ketuban pecah dini sebesar 5,6%, partus lama sebesar 4,3%, lilitan tali pusat sebesar 2,9%, plasenta previa sebesar 0,7%, plasenta tertinggal sebesar 0,8%, hipertensi sebesar 2,7%, dan lain-lainnya sebesar 4,6% (Riskesdas, 2018). Menurut SKDI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2017,



menunjukkan bahwa angka kejadian persalinan dengan tindakan



SC sebanyak 17% dari total jumlah kelahiran di fasilitas kesehatan. Hal ini membuktikan terdapat peningkatan angka persalinan SC dengan indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD), sebesar 13,6% disebabkan oleh faktor lain diantaranya yakni kelainan letak pada janin,  Pre-Eklamsia Berat (PEB), dan riwayat SC (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Sementara menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2018, menyebutkan bahwa angka kejadian persalinan dengan tindakan SC di Indonesia mencapai angka 17,6%, di Provinsi Jawa Barat sendiri kejadian persalinan dengan sectio caesarea diperkirakan (15,48%) sementara angka kejadian Sectio Caesarea di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2017 mencapai 1.520 dengan persentase hasil



pada bulan Januari



7,5%, Februari 7,8%, Maret 9,2%, April 8,2%, Juni 9,4%, Juli 9,4%, Agustus 7,7%, September 9,4%, Oktober 7,8%, November 7,0%, Desember 7,6%. (Riskesdas, 2018). Berdasarkan study pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Ruang Kamar Operasi RSUD Jampangkulon, didapatkan data sekunder sebagai berikut : Tabel 1.1 Data Jumlah angka kejadian Pasien Sectio Caesarea No



Tahun



Jumlah Pasien SC



1.



2019



473



2.



2020



563



3.



2021



736



4.



2022 (Januari- Oktober)



393



Khusus Bulan Oktober



74



Dari data tersebut terlihat terjadi peningkatan jumlah angka kejadian Sectio Caesarea dari tahun ke tahun. Kemudian dari hasil wawancara dengan 5 orang pasien sebelum dilakukan tindakan Sectio Caesarea mereka mengatakan mengalami cemas disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah factor kurangnya pengetahuan mereka tentang tindakan Sc, kurangnya dukungan dari keluarga terutama suami, komunikasi atau sikap perawat dalam mengaplikasikan pencegahan kecemasan pada pasien pre operasi, dan jenis operasi yang akan di jalaninya. Tindakan persalinan melalui operasi sectio caesarea dengan berbagai komplikasinya dapat menimbulkan kecemasan pada pasien sebelum proses kelahiran (A jnnnpl Lestari, 2017). Ansietas atau kecemasan merupakan kondisi emosi dan pengalaman subjektif terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tigbhndakan untuk menghadapi ancaman (PPNI, 2016). Munculnya perasaan cemas pada pasien sebelum dilakukan persalinan Sectio Cesarea (SC) disebabkan oleh perasaan takut terhadap prosedur asing yang akan dijalani, penyuntikan, nyeri luka post operasi, ketergantungan pada orang lain, ancaman kematian akibat prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan, termasuk juga timbulnya kecacatan atau bahkan kematian. Dampak dari terjadinya kecemasan pre operasi dikaitkan dengan peningkatan rasa sakit pasca operasi, kebutuhan analgesik, peningkatan masa rawat inap di rumah sakit, serta kejadian depresi postpartum (Ahsan, Lestari, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2017) menunjukkan bahwa persentase terbesar Ibu mengalami kecemasan sebelum menjalani persalinan sectio caesarea disebabkan oleh



faktor suami sebesar 62,5% sehingga petugas kesehatan harus memberikan kesempatan kepada suaminya dan keluarga untuk menemani Ibu selama persiapan untuk mengurangi kecemasan. Kecemasan merupakan respon emosional yang kurang menyenangkan terhadap adanya bahaya yang nyata dengan disertai perubahan sistem saraf otonom dan perasaan adanya tekanan, rasa takut maupun gelisah (Spielberger C. D., 2020). Pratiwi, (2017) menjelaskan bahwa penyebab kecemasan seseorang dibagi menjadi dua diantaran faktor predisposisi serta presipitasi. Faktor predisposisi yaitu pandangan terhadap suatu obyek maupun subyek, mekanisme koping, tipe kepribadian, dan biologis. Faktor presipitasi yaitu berupa ancaman terhadap integritas fisik maupun terhadap sistem diri. Penelitian Kurniawati, (2012) menjelaskan bahwa tipe kepribadian seseorang menentukan tingkat kecemasannya dalam mengahadapi masalah. Seseorang dengan kepribadian introvert lebih cenderung suka memendam masalahnya dan selalu dipikirkan, sehingga cenderung meinimbulkan rasa pesimis yang pada akhirnya menyebabkan perasaan cemas. Selain tipe kerpibadian, cara bagaimana menangani atau mengatasi masalah individu juga berperan penting dalam menentukan tingkat kecemasan. Fay, (2017) menjelaskan bahwa ketika seorang berada dalam situasi yang terancam, maka respons koping perlu segera di bentuk. Mekanisme koping yang dapat diterapkan oleh individu yaitu mekanisme koping adaptif dan mekanisme koping maladaptif. Jika individu mempunyai koping yang efektif maka kecemasan akan diturunkan dan energi digunakan langsung untuk istirahat dan penyembuhan. Tetapi jika koping tidak efektif atau gagal akan cenderung menggunakan mekanisme koping yang maladaptif maka keadaan tegang akan meningkat, terjadi peningkatan kebutuhan energi dan respon pikiran serta tubuh akan meningkat. Hendriani, (2018) menyatakan bahwa strategi koping digunakan



seseorang dalam menyesuaikan tuntutan kondisi lingkungan sekitarnya dengan kondisi yang ada didalam dirinya sendiri. Penggunaan strategi koping yang lebih tepat dan efektif terhadap situasi menekan akan menghasilkan adaptasi yang lebih positif. Koping yang biasa digunakan pasien pre operasi yaitu dengan bercerita terhadap orang lain seperti keluarga. Keluarga memiliki peran dalam memberikan dukungan untuk memberikan ketenangan dan kenyamanan pada saat ada anggota keluarganya yang sedang mengalami sakit. Menurut Ulfah, (2017) bahwa pasien yang menjalani operasi memerlukan orang terdekat untuk memberikan dukungan baik secara fisik maupun psikologis dalam memberikan ketenangan dan kenyamanan selama menjalani pengobatan. Keluarga berperan dalam mengatasi setiap masalah yang dihadapi pasien saat akan menjalani operasi. Berdasarkan beberapa uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan mekanisme koping dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Jampangkulon“. B. Rumusan Masalah Kecemasan pasien pre operasi disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah faktor pengetahuan, dukungan keluarga, komunikasi atau sikap perawat dalam mengaplikasikan pencegahan kecemasan pada pasien pre operasi, dan jenis operasi. Kecemasan berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan Tindakan pembiusan. Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awal yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.



Berdasarkan latar belakang tersebut bahwa rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “Bagaimana Hubungan mekanisme koping dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Jampangkulon Kabupaten Sukabumi? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea yang akan menjalani pembedahan di RSUD Jampangkulon. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui karakteritik pasien pre operasi sectio caesarea yang akan menjalani pembedahan di RSUD Jampangkulon. b. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea



yang



akan



menjalani



pembedahan



di



RSUD



Jampangkulon. c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea yang akan menjalani pembedahan di RSUD Jampangkulon. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pihak Rumah Sakit Diharapkan dapat menjadi masukan kepada petugas pelayanan kesehatan khususnya perawat dan bidan agar mengetahui hubungan mekanisme koping dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea, sehingga dapat menyusun intervensi yang tepat untuk pasien dalam mengatasi mekanisme koping dengan tingkat kecemasan pre operasi sectio caesarea untuk ke depannya. 2. Bagi Peneliti Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat, dan dapat dijadikan sebagai referensi, serta dapat memberikan solusi atas permasalahan pasien mengenai mekanisme koping dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea.



3. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan penelitian ini bisa memberikan referensi untuk peneliti selanjutnya serta peneliti selanjutnya bisa mengembangkan dengan variabel yang lain seperti dukungan keluarga, pengalaman operasi sectio caesarea terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mekanisme Koping Mekanisme koping adalah sebuah cara yang dilaksanakan dalam menyelesaikan suatu permasalahan, penyesuaian diri terhadap perubahan, dan juga respon terhadap situasi yang mengancam diri, atau sebuah upaya seseorang dalam menghadapi perubahan lingkungan yang tujuannya untuk menghilangkan stress tersebut (Mundung et al., 2019) Menurut Nasi & Muhits, 2011 dalam (Madaniah, 2020) Mekanisme koping adalah usaha yang sudah biasa di lakukan oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah dan mengelola ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan seseorang dalam kondisi stress. Dengan kata lain kondisi seseorang pada saat memiliki tekanan makai a akan mengambil sebuah Tindakan untuk mengatasi stress yang dialaminya tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa mekanisme koping merupakan suatu usaha seseorang agar dapat mengendalikan stress yang dialami, atau juga pada saat adanya perubahan dalam situasi kehidupannya B. Karakteristik Mekanisme Koping Menurut (Setiawaty & Yuliana, 2021) Mekanisme Koping dibagi menjadi 2, yaitu Mekanisme koping adaftif dan mekanisme koping mal adaftif.



1. Mekanisme koping adaftif Yaitu mekanisme koping yang mendukung fungsi suatu integrasi belajar dan mencapai suatu tujuan, contohnya seperti pengendalian diri, koping aktif, pertolongan, perencanaan, penerimaan, agama, humor, dan penyusunan positif. Dapat menceritakan secara verbal tentang perasaan, mengembangkan tujuan yang realistis, dapat mengidentifikasi sumber koping, dapat mengembangkan mekanisme coping yang efektif, mengidentifikasi alternatif, memilih strategi yang tepat, menerima dukungan. 2. Mekanisme koping maladaftif Merupakan menurunkan



koping otonomi



yang dan



tidak



mendukung



cenderung



fungsi



menguasai



integrasi, lingkungan,



contohnya seperti adanya penolakan dari individu itu sendiri, penggunaan zat, penggunaan dukungan emosional, ketidakberdayaan, pelepasan, dan menyalahkan diri sendiri, menyatakan tidak mampu, perasaan lemah, takut, irritable, tegang, gangguan fisiologis, adanya stress kehidupan, dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar. C. Sumber Koping Menurut Stuart 2013 dalam (Madaniah, 2020) sumber koping merupakan pilihan-pilihan atau strategi yang membantu seseorang menentukan apa yang dapat dilakukan dan apa yang menurutnya beresiko, terdiri dari dua jenis sumber antara lain : 1. Sumber koping internal merupakan sesuatu yang berseumber dari pengetahuan, keterampilan, komitmen, tujuan hidup, kepercayaan diri, agama, control diri, komitmen, dan tantangan seseorang, hal tersebut merupakan sumber mekanisme koping yang kuat dimana stressor tersebut dapat dirubah menjadi suatu tantangan. 2. Sumber koping eksternal disebut juga sebagai sumber koping yang utama, dimana adanya dukungan sosial sebagai rasa memiliki informasi terhadap seseorang atau lebih, menyebabkan dirinya merasa dianggap atau dihargai sehingga disebut dukungan harga diri.



Dukungan ini dapat meningkatkan kepribadian mandiri dan tidak menyebabkan ketergantungan terhadap individu lainnya. D. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan adalah merupakan respon psikologis yang timbul terhadap stress (Zahroh, R., 2017). Menurut Herdman, (2018), kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan, terlihat jelas bahwa kecemasan ini mempunyai dampak terhadap kehidupan seseorang, baik dampak positif maupun negatif. 2. Rentang respon ansietas



Gambar 2.1. Rentang respon ansietas Sumber: (Stuart.G ail. W, 2016) a. Respon Adaptif Hasil yang positif akan didapatkan jika individu dapat menerima dan mengatur kecemasan. Strategi adaptif biasanya digunakan seseorang untuk mengatur kecemasan antara lain dengan berbicara kepada orang lain, menangis, tidur, latihan, dan menggunakan teknik relaksasi. b. Respon Maladaptif Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu menggunakan mekanisme koping yang disfungsi dan



tidak berkesinambungan dengan yang lainnya. Koping maladaptif mempunyai banyak jenis termasuk perilaku agresif, bicara tidak jelas isolasi diri, banyak makan, konsumsi alkohol, berjudi, dan penyalahgunaan obat terlarang.



7



8



3. Klasifikasi Kecemasan Menurut Stuart.G ail. W, (2016) kecemasan dibagi menjadi empat tingkat, yaitu: a. Kecemasan ringan Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. b. Kecemasan sedang Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang memilik rentang yang lebih selektif namun masih dapat melakukan sesuatu lebih terarah. c. Kecemasan berat Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi individu/ seseorang. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi keteganggan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain. d. Panik Tingkatan panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah, kekhawatiran, dan teror. Hal yang terinci terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Tingkat kecemasan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Menurut Harahap, (2016), faktor kecemasan pasien antara lain :



yang



mempengaruhi



9



a. Faktor-faktor intrinsik, antara lain: 1) Usia Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun. 2) Paritas Paritas dapat mempengaruhi kecemasan, karena terkait dengan aspek psikologis. Pada ibu yang baru pertama kali melahirkan, belum ada bayangan mengenai apa yang akan terjadi saat bersalin dan ketakutan karena sering mendengar cerita mengerikan dari teman atau kerabat tentang pengalaman saat melahirkan seperti sang ibu atau bayi meninggal dan ini akan mempengaruhi mindset ibu mengenai proses persalinan yang menakutkan (Harahap, M.S., 2016). 3) Pengalaman pasien menjalani pengobatan Pengalaman awal pasien dalam pengobatan merupakan bagian penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari. b. Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain: a) Kondisi medis (diagnosis penyakit) Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi medis, misalnya: pada pasien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa pembedahan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan klien. Sebaliknya pada pasien yang dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan. b) Tingkat pendidikan Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing-masing. Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam



10



mengidentifikasi stresor dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus. c) Pekerjaan Pekerjaan responden dapat mempengaruhi kecemasannya dalam menjalani operasi, hal ini disebabkan karena responden yang tidak bekerja merasa menjadi beban tangungan keluarga, dan merasa cemas kerena tidak dapat langsung melakukan aktivitas pekerjaannya (Ahsan, Lestari, 2017). d) Proses adaptasi Tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus internal dan eksternal yang dihadapi individu dan membutuhkan respon perilaku



yang



terus



menerus.



Proses



adaptasi



sering



menstimulasi individu untuk mendapatkan bantuan dari sumbersumber di lingkungan



dimana



dia



berada.



Perawat



merupakan sumber daya yang tersedia di lingkungan rumah sakit yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan untuk membantu pasien mengembalikan atau mencapai ke seimbangan diri dalam meng hadapi lingkungan yang baru. e) Jenis tindakan Klien yang akan menjalani pembedahan mungkin merasa khawatir atau gelisah. Sebagian mereka merasa takut akan merasa nyeri. Beberapa khawatir akan kehilangan kesadaran, beberapa lainnya takut mereka akan meninggal (Rosdahl, C. B., & Kowalski, 2014). f) Komunikasi terapeutik Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi perawat maupun pasien. Terlebih bagi pasien yang akan menjalani pembedahan. Hampir sebagian besar pasien yang menjalani pembedahan mengalami



kecemasan.



Pasien



sangat



mem



butuhkan



penjelasan yang baik dari perawat. Klien perlu membicarakan perasaan mereka, untuk mendapatkan pendidikan kesehatan



11



pre operasi yang memadai, dan untuk mengetahui bahwa mereka penting sebagai individu. 5. Manifestasi kecemasan Menurut Stuart.G ail. W, (2016) manifestasi respon kecemasan dapat berupa perubahan respon fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif antara lain: a. Respon fisiologi 1) Sistem kardiovaskuler: palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meninggi, tekanan darah menurun, rasa mau pingsan, denyut nadi menurun. 2) Sistem pernafasan: nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas dangkal, terengah engah, sensasi tercekik. 3) Sistem neuromuskular: reflek meningkat, mata berkedip kedip, insomnia, tremor, gelisah, wajah tegang, rigiditas, kelemahan umum, kaki goyah. 4) Sistem gastrointestinal: kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, muntah, diare. 5) Sistem traktus urinarius: tidak dapat menahan kencing, sering berkemih. 6) Sistem integument: wajah kemerahan, berkeringat setempat, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh. b. Respon perilaku: gelisah, ketegangan fisik, tremor, bicara cepat, kurang koordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal, menghindari, melarikan diri dari masalah, cenderung mendapat cedera. c. Respon kognitif: perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir, kreatifitas menurun, bingung. d. Respon afektif: meliputi hambatan berpikir, bidang persepsi menurun, kreatifitas dan produktifitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran meningkat, kehilangan objektifitas, khawatir kehilangan



12



kontrol, khawatir pada gambaran visual, khawatir cidera, mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, kekhawatiran, tremor, gelisah. 6. Alat Ukur Kecemasan Mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah tidak cemas, ringan, sedang, berat atau panik orang akan menggunakan alat ukur untuk mengetahuinya. Ada berbagai macam alat ukur kecemasan yang dapat digunakan, diantaranya: Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), Depression Anxiety Stress Scale (DASS), Zung Self Rating Anxiety Scale (ZSRAS), TaylorManifest Anxiety Scale (TMAS), Chinese version of the State Anxiety Scale for Children (CSASC), dan Amsterdam Preoperative anxiety and Information Scale (APAIS). (Stuart.G ail. W, 2016). 7. Dampak Kecemasan Pre Operasi Kecemasan pre operasi dapat menimbulkan adanya perubahan secara fisik maupun psikologis yang akhirnya mengaktifkan saraf otonom simpatis sehingga meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, frekuensi nafas, dan secara umum mengurangi tingkat energi pada pasien, dan akhirnya dapat merugikan pasien itu sendiri karena akan berdampak pada pelaksanaan operasi (Stuart.G ail. W, 2016). 8. Penanganan Kecemasan Pre Operasi Kecemasan



pre



operasi



dapat



diatasi



dengan



pemberian



antiansietas yaitu benzodiazepin dan barbiturat. Kedua obat ini bekerja pada reseptor gamma amino butyric acid (GABA) yang merupakan syaraf penghambat



transmisi



utama



di



otak



dapat



menurunan aktivitas sel syaraf pusat dan dapat menimbulkan efek sedasi, hipnosis, anastesi (Stuart.G ail. W, 2016). Untuk



mengefisiensikan



penggunaan



obat-obatan



diperlukan



terapi pelengkap dalam mengatasi kecemasan pasien, seperti terapi komplementer yang banyak dikembangkan di bidang kesehatan. Terapi komplementer adalah pengobatan yang dilakukan sebagai pendukung pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar



pengobatan



komplementer



medis



yang



mengontrol kecemasan



biasa



yang



konvensional.



digunakan



untuk



Beberapa menurunkan



terapi atau



13



diantaranya;



tehnik



bernafas



dalam,



relaksasi



menyiapkan informasi, tehnik distraksi,



terapi



otot,



imagery,



energi



dan



penggunaan metode koping sebelumnya (Shari, W.W., Suryani, & Emaliyawati, 2014). E. Sectio Caesaria 1. Pengertian Sectio caesaria merupakan suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram



(Zahroh, R., 2017). Operasi sectio caesaria merupakan



tindakan melahirkan janin beserta plasenta dan selaput ketuban secara transabdominal melalui insisi uterus (Rahayu, Sukamto, & Fitriani, 2014). Sectio



Caesarea



(SC)



didefinisikan



sebagai



suatu



metode



melahirkan janin melalui insisi dinding abdomen dan dinding uterus. Definisi ini tidak mencakup pengangkatan janin dari kavum abdomen dalam kasus ruptur uteri/kehamilan abdominal. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah



kematian



ibu



dan bayi karena kemungkinan-



kemungkinan komplikasi yang dapat timbul bila persalinan tersebut berlangsung pervaginam (Cunningham, et al, 2018). 2. Epidemiologi Di seluruh dunia, terjadi peningkatan operasi caesar baik di negara maju maupun negara berkembang. Di Amerika tengah terjadi peningkatan 31%, di Amerika utara 24%. Di eropa terjadi peningkatan sekitar 25% dari seluruh persalinan, sedangkan di amerika serikat diperkirakan meningkat 32,2%. Pada tahun 2000 di Uni Eropa terdapat 221 operasi sesar dari setiap 1000 kelahiran hidup dan 2011 jumlahnya meningkat menjadi 268 per 1000 kelahiran hidup. Di Jerman. Presentase kelahiran melalui operasi caesar lebih dari dua kali lipat antara tahun 1991 (15,3%) dan 2012 (31,7%). Jumlah prosedur obstetri lainnya mengalami sedikit penurunan seperti



14



penggunaan forsep yang menurun menjadi 0,5%. (Mylonas I, Friese K, 2015). Saat ini, di negara maju, sekitar 30% dari operasi caesar adalah operasi caesar berulang setelah operasi caesar primer, 30% dilakukan untuk distosia, 11% dilakukan untuk presentasi bokong dan 10% dilakukan untuk distress. Pada beberapa negara-negara Amerika bagian selatan dikatakan sebanyak 80% Namun kematian ibu untuk operasi caesar darurat diketahui meningkat empat kali bila dibandingkan dengan persalinan pervaginam (Cunningham, et al, 2018). Dari tahun 1970 sampai 2010, tingkat kelahiran sesar di Amerika Serikat naik dari 4,5 persen dari seluruh persalinan menjadi 32,8 persen. Pada tahun 2010, tingkat ini sebenarnya menurun dari puncaknya 32,9 persen pada tahun 2009. Alasan peningkatan angka pelahiran caesar yang terus menerus ini tidak dipahami sepenuhnya, tetapi terdapat beberapa penjelasan, diantaranya : a) Wanita memiliki jumlah anak yang lebih sedikit, sehingga presentase kelahiran lebih besar terjadi pada nulipara yang mempunyai risiko lebih tinggi untuk operasi caesar b) Usia ibu rata – rata meningkat, dan wanita yang lebih tua, terutama nulipara memiliki risiko yang lebih tinggi untuk pelahiran caesar c) Alat pemantauan janin elektronik sudah banyak digunakan. Teknik ini menyebabkan makin meningkatnya angka kelahiran caesar. Meskipun pelahiran caesar dilakukan terutama pada keadaan “gawat janin. d) Sebagian besar janin presentasi bokong e) Insiden pelahiran dengan forsep dan vakum telah menurun f) Angak induksi persalinan terus meningkat, dan persalinan yang diinduksi, terutama pada nulipara meningkatkan risiko pelahiran secara caesar g) Prevalensi obesitas meningkat dan meningkatkan risiko pelahiran caesar



15



h) Angka pelahiran caesar pada wanita dengan preeklamsia telah meningkat, sedangkan angka induksi persalinan pada pasien – pasien ini telah menurun i) Kelahiran pervaginam setelah caesar (VBAC) telah menurun setinggi 26 persen pada tahun 1996 menjadi 8,5 persen pada tahun 2007 j) Pelahiran caesar elektif makin banyak dilakukan untuk berbagai indikasi termasuk cedera dasar panggul akibat lahiran pervaginam, untuk mengurangi risiko cedera janin, dan karena permintaan pasien k) Tuntutan malpraktik terus berperan secara bermakna pada angka pelahiran caesar saat ini. Dalam sebuah kompilasi data klaim malpraktik kedokteran selama tahun 1985 – 2003, bagian kebidanan melaporkan jumlah biaya klaim yang terbanyak. (Cunningham, et al, 2018) Pada tahun 2011, satu dari tiga wanita yang melahirkan di Amerika Serikat melakukannya dengan sesar. Peningkatan pesat dalam tingkat kelahiran sesar 1996-2011 tanpa bukti yang jelas dari penurunan bersamaan morbiditas atau kematian ibu atau bayi menimbulkan keprihatinan yang signifikan terhadap operasi sesar berlebihan. Indikasi yang paling umum untuk sesar utama termasuk distosia persalinan, normal atau tak tratur denyut jantung janin, malpresentation janin, kehamilan multipel, dan makrosomia janin. Versi sefalik eksternal untuk presentasi sungsang dan percobaan persalinan pervaginam untuk wanita dengan kehamilan kembar saat anak pertama dengan presentasi kepala adalah contoh dari intervensi yang dapat membantu untuk aman menurunkan tingkat kelahiran sesar. American College of Obstetricians dan Gynecologists (ACOG) merekomendasikan bahwa semua wanita yang memenuhi syarat dengan presentasi sungsang dengan jarak yang dekat harus ditawarkan External Cephalic Version (ECV) untuk mengurangi tingkat keseluruhan sesar (Mylonas I, Friese K, 2015). 3. Indikasi Keputusan untuk melakukan operasi caesar terutama didasarkan pada pertanyaan tentang apa yang terbaik bagi ibu dan anak. Indikasi untuk



16



operasi caesar karena itu dapat dibagi menjadi indikasi absolut dan relatif. operasi caesar elektif, dilakukan semata-mata keinginan ibu, tanpa indikasi medis, dianggap sebagai indikasi terpisah.Keputusan sering dibuat atas dasar penilaian risiko, setelah diskusi yang luas dengan bidan dan dokter yang terlibat, bersama-sama dengan ibu hamil dan keluarganya. a. Distosia Beberapa bentuk distosia merupakan indikasi tersering pelahiran caesar di Amerika Serikat. Namun, analisis mengenai distosia adalah faktor predisposisi terhadap angka pelahiran caesar sulit dilakukan karena adanya pewarisan heterogen pada kondisi ini (Cunningham,et al, 2018). Di negara maju meningkatnya tingkat operasi caesar untuk distosia atau



buruknya



kemajuan



persalinan



pervaginam



memberikan



kontribusi setidaknya sepertiga untuk tingkat operasi caesar secara keseluruhan, dan dilakukannya operasi caesar pada persalinan saat ini dan operasi caesar berikutnya juga memberikan kontribusi. Distosia didiagnosis ketika tingkat dilatasi serviks pada fase aktif persalinan lebih lambat dari rata-rata.Penggunaan partograms sebagai alat sederhana untuk diagnosis dini partus lama yang dianjurkan oleh WHO. Penyebab proses persalinan yang lama tidak dapat ditentukan secara pasti, dpat disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus atau terdapatnya diporporsi. Setelah diagnosis partus lama ditegakkan, maka tindakan pertama yang harus diambil adalah mengoptimalkan aktivitas uterus. Hal ini biasanya dilakukan dengan melakukan amniotomi dan pemberian oksitosin. Disertai dengan dukungan orang sekitar akan meningkatkan kemajuan dalam proses persalinan. Sehingga dapat menurunkan kejadian partus lama dan operasi caesar. Jika aktivitas uterus telah dioptimalkan, seperti di atas, dan persalinan masih tidak maju,, maka faktor mekanik dapat terlibat. Mungkin ada yang disproporsi sefalopelvik mutlak atau disproporsi sefalopelvik relatif karena malposisi dari kepala. Beberapa malposisi relatif dapat dilakukan



persalinan



pembukaan lengkap.



pervaginam



dibantu



bila



sudah



terjadi



17



b. Gawat janin Pemantauan janin elektronik dilakukan pada 85% persalinan di Amerika Serikat pada tahun 2003. Kasus ini meningkatkan angka pelahiran caesar, mungkin hingga sebanyak 40%. Meskipun mulanya optimis,



penatalaksanaan



berdasarkan



pemantauan



elektronik



sayangnya diketahui tidak lebih baik dalam menurunkan kelumpuhan serebral atau kematian perinatal daripada penatalaksanaan berdasarkan auskultasi denyut jantung intermiten. Bahkan, pelahiran caesar sendiri tidak berhubungan dengan prognosis pertumbuhan saraf bayi. Sehubungan



dengan



diagnosis



gawat



janin



merupakan



rekomendasi American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynecologist (2007) yang menyatakan bahwa fasilitas – fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan obstetri mampu untuk memulai pelahiran caesar dalam waktu 30 menit setelah keputusan tindakan. Pada beberapa keadaan, pelahiran dengan bedah tidak perlu dilakukan dalam waktu 30 menit, Bloom dkk, 2001 melaporkan untuk Maternal – Fetal Medicine Units (MFMU) bahwa 69% dari 7.450 caesar yang dilakukan pada persalinan dimulai lebih dari 30 menit setelah keputusan tindakan. Pada penelitian kedua, bloom dkk (2006) mengevaluasi pelahiran caesar yang dilakukan untuk indikasi darurat. Mereka melaporkan bahwa kegagalan untu mencapai keputusan hingga waktu insisi pelahiran caesar kurang dari 30 menit tidak menyebabkan pengaruh negati pada prognosis neonatus. Di sisi lain, saat berhadapan dengan kondisi janin yang sangat memburuk dan akut, pelahiran caesar biasanya diindikasikan secepat mungkin dan tidak mungkin ditunda (Cunningham, et al, 2018). c. Presentasi bokong Kekhawatiran atas cidera janin, dan kriteria percobaan persalinan yang tidak sering terpenuhi pada presentasi bokong, menyebabkan kontribusi presentasi bokong pada angka pelahiran caesar akan tetap relatif statis (Cunningham, et al, 2018).



18



Peran operasi caesar untuk persalinan bayi dengan letak sungsang tetap belum terpecahkan meskipun di beberapa negara tingkat operasi caesar untuk presentasi sungsang sekarang dari urutan 80%. Ulasan atau meta-analisis dari cases menyatakan bahwa direncanakannya elektif caesar dibandingkan dengan persalinan pervaginam kan berdampak pada bayi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko kematian perinatal berhubungan dengan persalinan pervaginam mungkin dua sampai lima kali lebih tinggi daripada yang terkait dengan operasi caesar yang direncanakan, tidak termasuk bayi dengan kelainan bawaan mematikan. (Cunningham, et al, 2018). d. Persalinan caesar karena persalinan caesar sebelumnya Salah satu indikasi yang paling umum untuk operasi caesar adalah persalinan secara caesar sebelumnya. Ketika operasi sebelumnya adalah “classical caesarean section” hal yang ditakutkan adalah rupturnya bekas operasi akibat persalinan pervaginam. Sehingga dianggap wajib untuk melakukan operasi caesar pada persalinan berikutnya apabila persalinan pertama melalui operasi SC. Pada tahun 1993, persentase wanita yang melahirkan melalui vagina setelah operasi caesar di Amerika Serikat hanya 25,4% Keengganan untuk mnganjurkan percobaan persalinan setelah operasi caesar sebelumnya mungkin karena berbagai alasan. Pertama, dengan operasi caesar yang dianggap sebagai prosedur yang aman dan nyaman. Kedua, dokter juga cenderung menganggap prosedur operasi caesar sebagai rutinitas, aman dan nyaman, dan tentu saja cenderung menimbulkan komplikasi bekas luka (Cunningham, et al, 2018). e. Solusio plasenta Dalam uji coba non-acak, tingkat kematian perinatal lebih tinggi telah dijelaskan untuk persalinan pervaginam bila dibandingkan dengan operasi caesar (Okonofua dan Olatubosum 52% dibandingkan 16% 32 and Hurdetal 20% berbanding 15%) Studi retrospektif lain telah menunjukkan hanya sedikit keuntungan bahkan tidak ada keuntungan untuk janin yang dilahirkan melalui operasi caesar. Dalam solusio



19



plasenta yang tidak terlalu parah maka perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti adanya gawat janin, keadaan serviks dan adanya komplikasi obstetri lainnya. pemantauan janin terus menerus wajib dilakukan jika mencoba persalinan pervaginam, untuk meminimalkan mortalitas (Cunningham, et al, 2018). f. Plasenta previa Diagnosis plasenta previa biasanya merupakan indikasi untuk persalinan melalui operasi caesar. Namun jika previa ringan (jenis I ± II) dan kepala janin bergerak, percobaan persalinan pervaginam dapat dicoba.Operasi caesar adalah terapi yang direkomendasikan terhadap plasenta previa berat (jenis III ± IV). g. Operasi caesar untuk melahirkan bayi kembar Usaha optimal persalinan bayi kembar masih kontroversial. Tergantung pada korionisitas dari kehamilan, adanya komplikasi janin atau ibu tambahan, kehamilan pada persalinan dan presentasi akhir dari kedua bayi kembar pada awal persalinan. Insiden kehamilan ganda meningkat karena meningkatnya usia ibu dan dampak dari konsepsi yang dibantu (Cunningham, et al, 2018) h. Operasi caesar untuk prolaps tali pusat Kematian dari komplikasi ini telah menurun, persalinan cara apapun, selama beberapa tahun terakhir dari 430 per 1.000 untuk 55 per 1.000. Umumnya, operasi caesar prompt urged57, meskipun interval dari prolaps pengiriman bukan satu-satunya penentu dari hasil untuk neonate.58 Namun, sekitar 20 ± 30% kasus prolaps tali pusat hadir ketika serviks berdilatasi dan kepala berada pada atau di bawah duri, dan kemudian pengiriman segera dengan forceps dimungkinkan. i. Kondisi ibu Operasi caesar telah dianjurkan untuk berbagai penyakit ibu. Operasi caesar disarankan untuk penyakit jantung bawaan atau diperoleh,atau penyakit lainnya yang mungkin dapat memperburuk prognosis ibu.



20



j. Makrosomia Janin makrosomia (dari sebab apapun) menyebabkan morbiditas baik pada janin maupun pada ibu meningkat. Operasi caesar disarankan pada janin dengan berat diperkirakan 4000 – 4500gr. Wagner et al menyarankan bahwa pemilihan operasi caesar pada pasien diabetes dengan bayi makrosomia diharapkan akan mengurangi risiko



distosia



bahu,



tetapi



dianjurkan



percobaan



persalinan



pervaginam. k. Permintaan ibu Operasi caesar atas permintaan ibu dengan tidak adanya indikasi obstetri ini terus meningkat. Melakukan operasi caesar jika tidak ada indikasi klinis secara etika dianggap tidak pantas, tapi pandangan mungkin berubah. Bukti yang mendukung peningkatan tingkat komplikasi ibu untuk caesar dilakukan di bawah anestesi regional dengan cover antibiotik yang sesuai dan thromboprophylaxis. Dalam penyelidikan baru-baru ini ke dalam kematian maternal, ada 45 kematian ibu langsung mengikuti operasi caesar, meskipun banyak yang mungkin karena sudah ada penyakit. jangka panjang kerusakan dasar panggul telah dikaitkan dengan persalinan pervaginam. Keselamatan janin intrapartum juga dapat menjadi faktor untuk wanita memilih melahirkan caesar. Risiko yang tepat dari persalinan pervaginam untuk janin tidak diketahui tetapi bayi normal dengan berat lebih dari 1500 g saat lahir diperkirakan memiliki risiko kematian dari 1 dari 1500 di UK dan , tambahan, 1 dari 1750 hasil terdapat ensefalopati iskemik hipoksik. Memilih operasi caesar mungkin terkait dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi dalam budaya tertentu, atau mungkin peningkatan keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan dengan menyediakan pilihan mode dan waktu persalinan (Cunningham, et al, 2018). 4. Kontra Indikasi Kontra indikasi dilakukan sectio caesarea adalah tidak adanya indikasi yang tepat untuk melakukan sectio caesarea. Adapun secara lebih rinci dari kontra indikasi sectio caesarea adalah janin mati,



21



syok, anemia berat, kelainan kongenital berat, infeksi progenik pada dinding abdomen, minimnya fasilitas operasi sectio caesarea (Yaeni, 2013). 5. Komplikasi a. Peningkatan angka morbiditas dan mortalitas ibu dua kali lipat b. Infeksi (seperti : endometriosis postpartum, fascia dehiscence, luka) penyakit tromboemboli (misalnya, trombosis vena dalam, septik tromboflebitis pelvis) c. komplikasi anestesi d. cedera bedah (misalnya, laserasi uterus; kandung kemih, usus, luka ureter) e. atonia uterus f. Tertunda kembalinya fungsi usus (Cunningham, et al, 2018). 6. Pre Operasi Fase pre operasi ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan berakhir ketika pasien berada di meja operasi sebelum pembedahan dilakukan.Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencangkup pengkajian dasar pasien tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operasi dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan dan pembedahan.Pre anestesi penting sebagai indikator keberhasilan tindakan anestesi dan operasi. Pelayanan pre anestesi meliputi pengkajian pasien secara komprehensif, mempersiapkan mental, fisik, melihat riwayat penyakit dahulu dan sekarang, menenukan status fisik ASA, pemilihan jenis anestesi dan inform consent serta melihat kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjad pada saat intra dan post anestesi Kurniawan (2018). Fase pre operasi dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien berada di meja operasi sebelum pembedahan dilakukan. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup waktu pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operasi, dan menyiapkan



22



pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan (Majid, Jundha, & Istianah, 2011). a. Tujuan perawatan pre operasi 1) Menciptakan hubungan yang baik dengan pasien, memberikan penyuluhan tentang tindakan anestesia 2) Mengkaji, merencanakan, dan memenuhi kebutuhan pasien 3) Mengetahui akibat tindakan anestesia yang akan dilakukan 4) Mengantisipasi dan menanggulangi kesulitan yang mungkin timbul b. Persiapan fisik Menurut Kurniawan (2018), persiapan fisik pre operasi yang dilakukan pada pasien sebelum operasi adalah : 1) Status kesehatan fisik secara umum 2) Status nutrisi 3) Keseimbangan cairan dan elektrolit 4) Kebersihan lambung dan kolon 5) Pencukuran daerah operasi 6) Personal hygiene 7) Pengosongan kandung kemih c. Persiapan mental atau psikis Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi, karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan atau kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain: 1) Takut nyeri setelah pembedahan 2) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image)



23



3) Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti) 4) Takut atau cemas akan mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama 5) Takut



atau



ngeri



menghadapi



ruang



operasi,



peralatan



pembedahan dan petugas 6) Takut mati saat dibius atau tidak sadar lagi 7) Takut operasi gagal F. Keaslian Penelitian Tabel 2.1 Daftar Penelitian Sebelumnya No



Nama Peneliti



Judul Penelitian



1



Ida Harum (2019)



Sari



Hubungan tindakan persiapan perawatan pre operasi Dengan tingkat kecemasan pasien di ruang rawat Inap bedah RST dr. Soedjono Magelang



2



Suhadi dan Ayu Pratiwi (2020)



Pengaruh Hipnosis Lima Jari Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di Ruang Perawatan Bedah RSUD Pakuhaji



Temuan Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasional dengan desain crosssectional. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode accidental sampling dengan jumlah sampel sebanyak 52 responden. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan tindakan persiapan perawatan pre operasi dengan tingkat kecemasan pasien di ruang rawat inap bedah RST dr. Soedjono Magelang kuat (p value = 0,000). Desain penelitian: quasi experiment menggunakan rancangan One Group Pretest – Posttest. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pre operasi di RSUD Pakuhaji Kabupaten Tangerang tahun 2020 sebanyak 220 orang. Sampel diambil dengan menggunakan rumus Slovin dengan jumlah sampel sebanyak 114 responden. Pengambilan sampel menggunakan tehnik accidental sampling. Penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji Wilcoxon. Hasil: berdasarkan analisis univariat dari 142 orang, pada pasien pre operasi yang belum diberikan terapi hipnosis lima jari mayoritas mengalami cemas berat sebanyak 58 orang (40,8%) dan pada pasien pre operasi yang sudah diberikan terapi hipnosis lima jari mayoritas mengalami cemas ringan



24



3



Yuli Permata Sari (2020)



Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat Kecemasan pada pasien preoperasi bedah mayor di Ruang Teratai



4



Sri Sakinah dan Rahmawati (2017)



Hubungan Mekanisme Koping Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pra Operasi



5



Andi Palla, (2019)



Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Orang Tua pada Anak Pra-operasi Di Ruang Bedah Anak



dkk



sebanyak 58 orang (40,8%). Berdasarkan hasil uji Wilcoxon diketahuii bahwa p value 0,000 yang berarti terdapat perbedaan kecemasan antara kelompok pre test dan post test. Jenis penelitian adalah deskriptif analitik dengan rancangan “cross sectional study”. Sampel adalah pasien preoperasi bedah mayor di ruang teratai sebanyak 99 orang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan angket dan wawancara terpimpin. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara faktor internal (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, pengalaman, tipe kepribadian) dan faktor eksternal (dukungan keluarga) dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi bedah mayor. Variabel yang paling berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi bedah mayor adalah pengetahuan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan dekskriptif analitik dengan menggunakan metode Cross Sectional Study. Jumlah sampel sebanyak 49 responden. Analisis data menggunakan uji Chi-Square dengan program komputer SPSS16. Hasil uji statistic untuk mekanisme koping diperoleh nilaip=0,000 Penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional study telah dilakukan di RSUP dr. M. Djamil Padang. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling dengan jumlah sampel 30 orang. Waktu pengumpulan data dilakukan 20 Juni 30 Juli 2016. Analisis data menggunakan independent sampel t- test, dengan p r tabel, maka butir atau variabel tersebut valid.



b.



Jika r hasil tidak positif, serta r hitung < r tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak valid.



34



c.



Jika r hitung > r tabel, tapi bertanda negatif maka butir atau variabel tersebut tidak valid.



d.



Untuk melihat r hitung dapat dilihat pada corrected item-total correlation. Peneliti menggunakan kuesioner STAI (State Trait Anxiety Inventory) untuk



tingkat kecemasan. Taryana, dkk. (2017) melakukan uji validitas STAI dengan hasil koefisien korelasi item berkisar antara 0,65-0,88. Sehingga kuesioner STAI (State Trait Anxiety Inventory) ini valid dan sahih. 2. Uji Reliabilitas Uji Reliabilitas merupakan uji kehandalan yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh sebuah alat ukur dapat dihandalkan atau dipercaya. Kehandalan berkaitan dengan estimasi sejauh mana suatu alat ukur, apabila dilihat dari stabilitas atau konsistensi internal dari jawaban atau pernyataan jika pengamat dilakukan secara berulang. Apabila suatu alat ukur digunakan berulang dan hasil yang diperoleh relatif konsisten maka alat ukur tersebut dianggap handal (reliabilitas). Pengujian



Reliabilitas



terhadap



semua



item



atau



pernyataan



yang



dipergunakan pada penelitian ini akan menggunakan formula Cronbach Alpha (Koefisien Alpha Cronbach), dimana secara umum dianggap reliable apabila nilai Alpha Cronbac ≥ r table maka instrument tersebut reliable, dan sebaliknya nilai Alpha Cronbac < r table maka instrument tersebut tidak reliable. Instrument yang dapat digunakan dalam suatu penelitian minimal mempunyai nilai reliability 0.80. sedangkan menurut Arikunto, (2019) pernyataan dikatakan reliable apabila nilai Alpha Cronbac ≥ 0.60. Rumus Alpha Cronbac sebagai berikut : 2



r11¿ [



∑σ t k ][1− 2 ] ( k−1 ) σt



Keterangan: r11 = reliabilitas instrument k = banyaknya butir pertanyaan ∑σ 2t = jumlah varian butir pertanyaan 2



σ t =¿varian total (Arikunto, 2006).



Jika nilai alpha > 0.7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability) sementara jika alpha > 0.80 ini mensugestikan seluruh item reliable dan seluruh tes secara konsisten memiliki reliabilitas yang kuat. Atau ada pula yang memaknakannya sebagai berikut: Jika alpha > 0.90 maka reliabilitas sempurna.Jika alpha antara 0.70-0.90 maka reliabilitas tinggi. Jika alpha 0.50-0.70 maka reliabilitas moderat. Jika alpha < 0.50



35 maka reliabilitas rendah. Jika alpha rendah kemungkinan satu atau beberapa item tidak reliabel. Kuesioner STAI (State Trait Anxiety Inventory) sudah di uji reliabilitas oleh Taryana, dkk. (2017) dengan koefisiensi reliabilitas alphauntuk state anxiety sebesar 0,93 dan trait anxiety sebesar 0,91. Hal ini menunjukan bahwa Kuesioner STAI telah memenuhi keandalan alat ukur atau reliabel.



H. Prosedur Pengumpulan Data 1. Data Primer dan Data Sekunder a) Data Primer Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea yang akan menjalani pembedahan di RSUD Jampangkulon diperoleh dengan cara kuesioner wawancara. b) Data Sekunder Data



sekunder



adalah



data



yang



diperoleh



dari



RSUD



Jampangkulon tentang jumlah pasien yang menjalani operasi sectio caesarea pada bulan Oktober. 2. Prosedur Pengumpulan Data Langkah-langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan data bagi responden perawat adalah sebagai berikut: a. Tahan Persiapan 1) Peneliti



mengajukan



surat



permohonan



izin



kepada



bagian



administrasi umum Fakultas Kesehatan yang telah mendapatkan persetujuan dan disahkan oleh dosen pembimbing. 2) Peneliti menyerahkan surat pengantar dari Fakultas Kesehatan Universitas



Muhammadiyah



Sukabumi



ke



Direktur



RSUD



Jampangkulon untuk mendapatkan izin pengambilan data awal dan izin penelitian. 3) Menyusun proposal penelitian dan alat pengumpulan data berupa kuesioner. b. Tahap Pelaksanaan 1) Peneliti meminta izin kepada Kabid Keperawatan dan Kepala Ruangan OK (operatie kamer) RSUD Jampangkulon untuk mengadakan penelitian guna mendapatkan data mengenai responden.



36



2) Menejelaskan tentang penelitian dan tujuan penelitian kepada responden. 3) Penjelasan Informed Consen, setelah memahami tentang penelitian dan tujuannya, responden diminta menandatangani informed consen pasien yang terpilih menjadi responden diberi kuesioner dan diminta untuk mempelajari terlebih dahulu, kemudian memberi kesempatan untuk bertanya tentang redaksi kalimat yang ada, bila sudah tidak ada pertannyan dilanjutkan untuk mulai mengisinya, bila kuesioner telah di isi selanjutnya kuesioner dikumpulkan lansung kepada peneliti untuk di analisis. c. Tahap Akhir Pengolahan data kuantitatif, terlebih dahulu dilakukan Editing, Coding, dan Entry Data. Pengolahan data dengan menggunakan SPSS for Windows 20. I. Pengolahan Data Data yang telah terkumpul diteliti kelengkapannya, jika ada data yang kurang lengkap dapat segera dilengkapi. Kemudian mengklasifikasikan jawaban dengan cara memberikan simbol-simbol atau kode angka.Langkahlangkah pengolahan data adalah sebagai berikut: a.



Editing Penyuntingan data dimulai di lapangan dan setelah data terkumpul, kuesioner diperiksa dan apabila terdapat kuesioner yang tidak lengkap jawabannya, maka kuesioner tersebut akan dilengkapi kembali.



b.



Coding Apabila semua data terkumpul dan selesai di edit, kemudian peneliti melakukan Coding atau pemberian kode pada data, untuk memudahkan Entry dan menganalisis data.



c.



Entry Data Peneliti memasukkan data dari kuesioner ke komputer selanjutnya di Input ke dalam lembar kerja SPSS For Windows 20.



37



d.



Cleaning Data Cleaning



data



dilakukan



pada



semua



lembar



kerja



untuk



membersihkan kesalahan yang mungkin terjadi selama proses input data. (Arikunto, 2019). J. Analisa Data Metode analisis data yang dilakukan sebagai berikut: a.



Analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi sehingga menghasilkan distribusi dan persentase setiap variabel penelitian (Arikunto, 2019).



b.



Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis hubungan antara setiap variabel independen yang diteliti dengan variable dependen. Analisis bivariat akan dilakukan dengan menggunakan uji chi-square. Uji chi- square digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan dua buah variabel menggunakan program SPSS for Windows 20. (Arikunto, 2019).



K. Etika Penelitian Etika penelitian merupakan bagian prosedur penelitian, dimana kedua belah pihak memiliki hak dan kewajibannya sesuai dengan prinsip etika dan moral (Komisi Nasioanal Etik Penelitian Kesehatan) dalam diantaranya sebagai berikut: a.



Informed Consent Pada penelitian ini, peneliti memberikan informed consent (lembar persetujuan) kepada responden yang berisi tentang informasi yang lengkap tentang tujuan penelitian dan prosedur penelitian. Responden yang bersediamenjadi subyek penelitian, diminta untuk menandatangani informed consent (formulir persetujuan) Namun, terhadap responden yang menolak, peneliti tidak melakukan paksaan ataupun ancaman apapun.



b.



Confidentiality Pernyataan bahwa informasi apapun yang berkaitan dengan responden tidak dilaporkan dengan cara apapun dan tidak mungkin diakses oleh orang lain selain peneliti. Pada penelitian ini, kerahasiaan responden dijaga



38



dengan tidak menunjukkan data hasil penelitian kepada orang lain. Kerahasiaan informasi atau data yang diperoleh dari responden akan dijamin oleh peneliti dan hanya hanya akan digunakan pada penelitian ini saja (confidentiality) serta akan dimusnakan setelah proses pelaporan penelitian diterima sebagai hasil penelitian yang sah. c.



Anonymity Anonymity yaitu suatu jaminan kerahasiaan identitas dari responden. Identitasresponden dirahasiakan dan diberi kode tertentu sehingga bukan nama terang responden, peneliti hanya mencatumkan kode yang akan dilampirkan dalam hasil penelitian. Kesesuaian nama responden dan kode tersebut hanya diketahui peneliti.



d.



Beneficence Prinsip beneficence menekankan pada manfaat dan kebaikan yang akan diterima oleh responden. Manfaat penelitian ini bagi responden antara lain sebagai masukan bagi perawat dan para praktisi mempunyai implikasi sebagai bahan pertimbangan kebijaksanaan (policy) dalam menghadapi dan memahami masalah antara beban kerja terhadap tingkat stres perawat di ruang rawat inap.



e.



Non-memaleficence Tidak ada perlakuan apapun pada subjek penelitian. Subjek penelitian hanya diminta untuk mengisi lembar kuesioner terkait dengan pengaruh beban kerja terhadap tingkat stres perawat di ruang rawat inap bedah.



f.



Justice Prinsip justice diwujudkan dengan memperlakukan setiap orang dengan moral yang benar dan pantas member setiap orang haknya, serta menekankan pada distribusi seimbang dan adil antara beban dan manfaat keikutsertaan. Penerapan prinsip ini dilakukan oleh peneliti dengan cara memberikan perlakuan yang adil mencakup seleksi subyek yang adil dan tidak diskriminatif, perlakuan yang tidak menghukum bagi mereka yang menolak atau mengundurkan diri dari keikutsertaan dalam penelitian, subyek dapat mengakses penelitian setiap saat untuk mengklarifikasi informasi, subyek berhak mendapatkan penjelasan jika diperlukan.



39



DAFTAR PUSTAKA A. Aziz Alimul Hidayat. (2013). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika. Ahsan, Lestari, R. dan S. (2017a). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pre Operasi Pada Pasien Sectio Caesarea di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang’. Jurnal Keperawatan, 8(1), 1–12. Ahsan, Lestari, R. dan S. (2017b). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pre Operasi Pada Pasien Sectio Caesarea di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. Jurnal Keperawatan, 8(1), 1–12. Arikunto, S. (2019). Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Cunningham, F. G. (2018). Obstetri Williams. EGC. Eka Dwi Kusyati. (2018). Hubungan Antara Mekanisme Koping Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik Yangmenjalani Hemodialisis di RSUD Wates. 13–1), 3( U‫ ااااا‬U‫اااا‬. http://dx.doi.org/10.1186/s13662- 017-11216%0Ahttps://doi.org/10.1007/s41980-018-01012%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.cnsns.2018.04.019%0Ahttps://doi.org/10.101 6/j.cam.2017.10.014%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.apm.2011.07.041%0Aht tp://arxiv.org/abs/1502.020 Fay. (2017). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Mekanisme Koping Pada Pasien CKD (Chronic Kidney Disease) Yang Menjalani Hemodialisa Di RS Condong Catur Yogyakarta. Jurnal Kesehatan, 8(1). Harahap, M.S., & F. (2016). Gambaran tingkat kecemasan pada ibu hamil dalam menghadapi persalinan di desa tualang teungoh kecamatan langsa kota kabupaten kota langsa tahun 2014. Jurnal Kedokteran, 16(1), 6–13. Hasibuan. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara.



40



Hendriani. (2018). Resiliensi Psikologis: Sebuah Pengantar. Prenadamedia Group. Herdman, T. H. dan S. K. (2018). Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 (Edisi 11). EGC. Irawati D. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ibu menghadapi persalinan Sectio Caesarea (SC) di RSUD R. A. Basoeni Kab. Mojokerto. J. Ners Dan Kebidanan (Journal Ners Midwifery)., 3(3), 310. Kementrian Kesehatan RI. (2018). Profil Kesehatan Indonesia 2017. Kurniawati. (2012). Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada Remaja Dengan Ciri Kepribadian Introvert Dan Ekstrovert Di Kelas X SMA Negeri 4 Surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Notoatmodjo, S. (2016). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Nursalam. (2016). Metodologi penelitian ilmu keperawatan pendekatan praktis (4th ed.). Salemba Medika. Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:Pendekatan Praktis. Salemba Medika. PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Pratiwi. (2017). Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kecemasan Pasien Kanker Payudara dalam Menjalani Kemoterapi. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 3(2). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2 0%0A18/Hasil Riskesdas 2018.pdf – Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Edisi 10. EGC.



41



Shari, W.W., Suryani, & Emaliyawati, E. (2014). Terapi Komplementer ada Penurunan Kecemasan Pasien yang Akan Menjalani Intervensi Koroner Perkutan (IKP) :Telaah Literatur. BIMIKI, 2(1). Spielberger C. D. (2020). State-Trait anxiety inventory. John Wiley & Sons. In Inc. Stuart.G ail. W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Elsever. Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alphabet. Ulfah. (2017). Dukungan Keluarga Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Terencana Di RSU DR. Saiful Anwar Malang. Jurnal Ilmu Keperawatan, 5(1). WHO. (2019). Provinsial Reproductive Health and MPS Profile of Indonesia. https://www.who.int/bulletin/volumes/97/7/18-224303/en/.%0D Zahroh, R., & M. (2017). Pengaruh Slow Deep Breathing Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan.



42 Lampiran 2 PENJELASAN PENELITIAN KepadaYth Bapak/Ibu Di_ RSUD Jampangkulon Dengan hormat, Saya bernama, Rudi Sugiarto, NIM : 2132325011 adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sukabumi memohon bantuan Anda, yaitu Bapak/Ibu/Sdr/Sdri Pasien RSUD Jampangkulon, agar berkenan memberikan jawaban kuesioner yang telah saya sajikan dalam lembar berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Mekanisme Koping dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea di Ruang Ok Rsud Jampang Kulon



Kabupaten



Sukabumi. Daftar pertanyaan dalam kuesioner berjumlah pertanyaan yang hendaknya diisi dengan lengkap dan mohon jangan dibiarkan tidak terjawab. Kelengkapan jawaban akan sangat mempengaruhi hasil analisis dalam penelitian ini dan tidak mempengaruhi penilaian Rumah Sakit terhadap anda. Data pribadi anda tidak akan dipublikasikan, sehingga anda dapat memberikan opini secara bebas. Kerahasiaan informasi yang diperolehakan dijaga dengan baik dan informasi tersebut hanya akan digunakan untuk kepentingan akademik. Besar harapan saya atas partisipasi Anda terhadap pengisian kuesioner ini karena jawaban Anda tersebut merupakan kontribusi yang berharga baik bagi peneliti dan ilmu pengetahuan, maupun bagi kemajukan Rumah Sakit. Atas perhatian Anda, saya ucapkan terimakasih. Sukabumi, Oktober 2022 Peneliti,



Rudi Sugiarto NIM : 2132325011



43



Lampiran 3 Perihal : Permohonan Pengisian Kuesioner KepadaYth, Bapak/Ibu Pasien RSUD Jampangkulon Di_ Tempat Dengn hormat, Dalam rangka memenuhi syarat penyelesaian proses pendidikan sebagai Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sukabumi, dengan ini saya meminta kesediaan bapak/ibu untuk mengisi kuesioner yang diberikan. Saya mengharapkan bapak/ibu mengisi kuesioner sesuai dengan kondisi yang dirasakan saat ini di rumah sakit saudara. Saya akan menjamin kerahasiaan setiap informasi yang bapak/ibu sampaikan. Demikian permohonan ini saya sampaikan, atas partisipasinya diucapkan terima kasih. Sukabumi, Oktober 2022 Peneliti,



Rudi Sugiarto NIM : 2132325011



44



Lampiran 4 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN



Setelah saya mendapatkan informasi dengan jelas dan membaca penjelasan penelitian pada lembar penjelasan penelitian, maka saya memahami dan bersedia menjadi respon den dalam penelitian ini. Saya mengetahui bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Mekanisme Koping Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea Di Ruang Ok Rsud Jampang Kulon



Kabupaten Sukabumi. Saya mengetahui bahwa penelitian ini tidak



menimbulkan resiko bagi saya. Segala informasi yang saya berikan pada penelitian ini akan dijaga dan dijamin kerahasiaannya. Informasi dan penjelasan yang diberikan membuat saya percaya bahwa penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keperawatan di rumah sakit. Saya



bersedia



menjadi



responden



dalam



penelitian



ini



dengan



menandatangani lembar persetujuan ini dalam keadaan sadar dan tanpa adanya paksaan dari siapapun.



Tanda tangan responden,



(……………………………..)



Peneliti,



(Rudi Sugiarto)



45



Lampiran 5 KUESIONER PENELITIAN Kode kosioner : A. Karakteristik Responden Pilih salah satu jawaban yang menurut persepsi rekan sejawat paling sesuai, caranya dengan memberikan tanda check list (√ ) pada kotak yang tersedia. 1. Nama (Inisial)



:



2. Umur



: 20-25 tahun



26-30 tahun



31-40 tahun



> 40 tahun



3. Tingkat Pendidikan



: SMA/SMK, Akademi/D3 Perguruan Tinggi



B. KUESIONER MEKANISME KOPING Cara pengisian: 1. Pernyataan dibawah ini adalah pernyataan yang berisi tentang respon saudara/i ketika menghadapi hemodialisis. 2. Berikan tanda checklist (√) pada kolom yang ada disebelah kanan pada masing-masing pernyataan dengan pilihan yang sesuai dengan yang Anda alami. TP : Tidak pernah JR : Jarang KK : Kadang-kadang SR : Sering NO



PERNYATAAN



A 1



Optimis terhadap masa depan Saya yakin bahwa keadaan saya akan baik-baik saja Saya percaya bahwa Operasi Sectio Caesarea akan membantu persalinan saya Saya memikirkan cara lain untuk persalinan saya selain dengan Operasi Sectio Caesarea Saya menyemangati diri sendiri karena saya harus tetap tegar dan tidak boleh menyerah



2 3 4



SKALA JAWABAN TP JR KK SR 1 2 3 4



46



B 5 6



7 8 9 C



Menggunakan dukungan sosial Saya mencari informasi tentang Operasi Sectio Caesarea dari buku, atau media lain Saya menceritakan masalah yang saya hadapi dalam menjalani Operasi Sectio Caesarea dengan orang yang juga menjalani Operasi Sectio Caesarea. Saya membicarakan masalah yang saya alami selama menjalani Operasi Sectio Caesarea kepada petugas kesehatan Saya meminta dukungan dan bantuan dari keluarga Saya menyerahkan semua keputusan tentang Operasi Sectio Caesarea kepada keluarga Menggunakan sumber spiritual



E



Saya berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan Saya mencari ketenangan diri dengan relaksasi atau rekreasi Saya berpikir untuk terbunh saat menjalani Operasi Sectio Caesarea Saya yakin bahwa Tuhan akan selalu memberi kekuatan bagi saya Saya melakukan suatu hal untuk mengatasi kecemasan meski tidak yakin akan berhasil Mencoba tetap mengontrol situasi atau perasaan Saya menyalahkan diri sendiri karena tidak bisa menjaga kesehatan Saya menyembunyikan perasaan sedih saya dan berusaha untuk tegar dihadapan orang lain Saya tetap mengikuti kegiatan yang pernah saya ikuti sebelumnya Saya menahan diri terhadap hal-hal yang bertentangan dengan terapi Saya berusaha menikmati Operasi Sectio Caesarea Saya berusaha untuk tetap tenang dan santai saat menjalani hemodialisis Mencoba menerima kenyataan yang ada



21



Saya menerima keadaan apa adanya



22



Saya mencoba menemukan hikmah dari kondisi saya saat ini Saya menganggap pantangan-pantangan Operasi Sectio Caesarea itu adalah sesuatu yang baik



10 11 12 13 14 D 15 16 17 18 19 20



23



47



Saya menerima Operasi Sectio Caesarea sebagai suatu kenyataan yang harus dihadapi 25 aya melakukan hal-hal yang masih bisa saya lakukan untuk keluarga Sumber : (Eka Dwi Kusyati, 2018) 24



B. KUESIONER TINGKAT KECEMASAN STATE TRAIT ANXIETY INVENTORY (STAI) Petunjuk pengisian: a. Pernyataan dibawah ini adalah pernyataan yang berisi tentang perasaan saudara/i ketika menghadapi hemodialisis. b. Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang disediakan, yang dianggap sesuai dengan keadaan yang dialami.



NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18



SSTM : Sama sekali tidak merasakan SDM : Sedikit merasakan CM : Cukup merasakan SM : Sangat merasakan PERTANYAAN (State Anxiety) Saya merasa tenang Saya merasa aman Saya merasa tegang Saya merasa tertekan Saya merasa tenteram Saya merasa kesal Saya merasa khawatir akan mengalami kegagalan dalam menjalani Operasi Sectio Caesarea Saya merasa puas Saya merasa takut Saya merasa nyaman Saya merasa percaya diri Saya merasa gugup Saya merasa gelisah Saya merasa tidak dapat memutuskan sesuatu Saya merasa santai Saya sudah merasa cukup dengan kondisi saya saat ini Saya merasa khawatir Saya merasa bingung



SKALA JAWABAN SSTM SDM CM SM 1 2 3 4



48



Saya merasa kuat dalam menghadapi kondisi saya saat ini 20 Saya merasa senang Sumber : (Eka Dwi Kusyati, 2018) 19