Proposal Psikoedukasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL KEGIATAN PSIKOEDUKASI DI POLIKLINIK RSKJ SOEPRAPTO PROVINSI BENGKULU TAHUN 2020



Disusun Oleh: Kelompok 6 Indah Havizah Ilmi P0 5120420 Winda Aprilia P0 5120420 Wisti Agustina P0 5120420 Yohana Dewi Abriani P0 5120420 Yola Anggraeni P0 5120420



013 033 034 036 037



Mengetahui, Preseptor Akademik



Preseptor Lahan



(Ns. Ervan., M. Kep., Sp. Kep. J)



(Ns. Previ., S. Kep)



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES BENGKULU JURUSAN KEPERAWATAN PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS T.A. 2020/2021



PRE PLANNING KEGIATAN PSIKOEDUKASI A. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang mampu mengendalikan diri dalam menghadapi stressor di lingkungan sekitar dengan selalu berpikir positif dalam keselarasan tanpa adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir & Muhith, 2011). Kesehatan jiwa merupakan seseorang yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat, dan bahagia, (Yusuf dkk, 2015). Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial (Kemenkes RI, 2012). Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berkaitan langsung dengan distress (penderitaan) dan menimbulkan hendaya (disabilitas) langsung pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat dkk, 2015). Salah satu kendala dalam upaya penyembuhan pasien gangguan jiwa adalah kurangnya pengetahuan masyarakat dan keluarga tentang gangguan jiwa. Adanya anggapan keluarga dan masyarakat bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang memalukan dan membawa dampak negative bagi keluarga. Penilaian masyarakat terhadap gangguan jiwa sebagai akibat dari dilanggarnya larangan, guna-guna, santet, kutukan dan sejenisnya berdasarkan kepercayaan supranatural. Dampak kepercayaan yang salah dipersepsikan oleh masyarakat dan keluarga mengakibatkan pasien gangguan jiwa dibawa berobat kedukun atau paranormal. Kondisi ini diperberat dengan sikap keluarga yang cenderung memperlakukan pasien dengan cara disembunyikan, diisolasi, dikucilkan bahkan sampai ada yang dipasung (Hawari, 2003).



Keluarga seharusnya mampu memberikan dukungan, perhatian serta perawatan yang maksimal bagi anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa. Namun pada kenyataannya, keluarga sebagai support system bagi pasien belum mampu memberikan dukungan, perhatian serta perawatan secara penuh dan sebaliknya keluarga menganggap kehadiran masalah gangguan kejiwaan pada salah anggota keluarganya sebagai beban keluarga. Keluarga



dituntut



menjadi



tempat



individu



untuk



belajar,



mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku. Dengan pemahaman yang tepat, diharapkan anggota keluarga dapat berfungsi dan berperan secara kondusif sebagaimana fungsinya (Gyamfi et al, 2009). Sebagaimana UndangUndang telah mengamanatkan pentingnya peran serta masyarakat dalam memberikan bantuan kepada ODGJ berupa tenaga, dana fasilitas dan pengobatan (Undang-Undang Kesehatan Jiwa, 2014). Berdasarkan hal tersebut diketahu bahwa peran penting keluarga terhadap proses kesembuhan ODGJ sebagai pemberi perawatan lanjutan tidak mengalami stress bahkan depresi akibat kehadiran pasien di tengah keluarga. Dibutuhkan kondisi keluarga yang terapeutik guna mendukung kesembuhan dan mencegah kekambuhan pasien. Pemberdayaan keluarga dalam mendukung kesembuhan orang dengan gangguan jiwa menjadi sangat penting untuk diwujudkan. Salah satu bentuk pemberdayaan keluarga adalah memberikan psikoedukasi yang bertujuan untuk memberikan informasi pada keluarga untuk meningkatkan ketrampilan mereka dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Diharapkan keluarga akan mempunyai koping yang positif terhadap stress dan beban yang dialaminya ketika sudah dibekali informasi tentang perawatan ODGJ yang memadai (Goldenberg & Goldenberg, 2004; Lefley, 2009; Lucksted, Downing, McFarlane, 2012). Varcarolis (2006) dan Fisher (2009) menambahkan bahwa tujuan utama pemberian terapi psikoedukasi keluarga adalah saling bertukar informasi tentang perawatan kesehatan mental akibat penyakit fisik yang dialami, membantu anggota keluarga



mengerti tentang penyakit anggota kelurganya seperti gejala, pengobatan yang dibutuhkan untuk menurunkan gejala dan lainnya.



B. Rumusan Masalah Keluarga merupaka support system terbesar yang dimiliki pasien dengan gangguan jiwa. Namun, masih banyak kasus kekambuhan pasien dengan gangguan jiwa di rumah dikarenakan kurangnya pengetahuan keluarga tentang perawatan orang dengan gangguan jiwa dirumah. Untuk itu saat ini kami Mahasiswa Prodi Profesi Ners Angkatan 3 Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu tahun 2020 ini ingin melakukan penyuluhan tentang “Peran Aktif Keluarga dalam Proses Penyembuhan Pasien dengan Gangguan Jiwa di Rumah”. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan diharapkan keluarg dapat menambah



pengetahuan



tentang



peran



keluarga



dalam



proses



penyembuhan pasein dengan gangguan jiwa 2. Tujuan Khusus Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan diharapkan keluarga mampu: a. Diketahui pengetahuan keluarga tentang pengertian, tanda dan gejala gangguan jiwa b. Diketahui pengetahuan keluarga tentang peran keluarga dalam proses penyembuhan pasien D. Pelaksanaan Kegiatan 1. Topik/Judul Kegiatan Penyuluhan “Peran Aktif Keluarga dalam Proses Penyembuhan Pasien dengan Gangguan Jiwa di Rumah”



2. Sasaran/Target Seluruh keluarga yang datang di Poliklinik RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu 3. Metode Ceramah dan tanya jawab 4. Media dan Alat a. LCD b. Laptop c. Speaker d. Microphone e. Leaflet (Materi: Terlampir) f. Power Point g. Kabel Panjang 5. Waktu dan Tempat a. Hari/tanggal



:



,



Oktober 2020



b. Jam



: 09.00-10.00 WIB



c. Tempat



: Ruangan Poliklinik RSKJ Soeprapto Provinsi



Bengkulu 6. Pengorganisasian a. Moderator



: Winda Aprilia



1) Membuka acara 2) Memperkenalkan pelaksanaan kegiatan 3) Menjelaskan tujuan penyuluhan 4) Membuat kontrak waktu b. Penyaji



: Yola Anggraeni



1) Memberikan penyuluhan pada lansia 2) Menjawab pertanyaan c. Notulen



: Indah Havizah Ilmi



Mencatat pelaksanaan dan hasil tanya jawab d. Observer



: Yohana Dewi Abriani



1) Mengamati proses pelaksanaan kegiatan penyuluhan dari awal sampai akhir 2) Membuat laporan hasil penyuluhan yang dilaksanakan e. Fasilitator



: Wisti Agustina, Indah Havizah Ilmi



1) Memfasilitasi peserta untuk berperan aktif selama penyuluhan f. Operator



: Yohana Dewi Abriani



1) Menjalankan pengoperasian power point E. Setting Tempat



Keterangan: : Pembimbing : Penyaji : Notulen : Fasilitator : Moderator : Keluarga : Observer



B. Susunan Acara



No. 1.



2.



Acara Pembukaan  Memberi salam  Menjelaskan kontrak waktu dan tujuan pertemuan Pelaksanaan  Mengkaji pengetahuan warga tentang gangguan jiwa



 



Menjawab salam Mendengarkan memperhatikan







Mengemukakan pendapat Mendengarkan memperhatikan Mendengarkan memperhatikan Mendengarkan memperhatikan Mendengarkan memperhatikan







Memberi reinforcement











Menjelaskan pengertian gangguan jiwa Menjelaskan tanda dan gejala gangguan jiwa Menjelaskan peran keluarga dalam proses penyembuhan pasien dengan gangguan jiwa Mendiskusikan pengetahuan responden terhadap materi yang disampaikan Mengevaluasi pengetahuan responden secara sumatif dan formatif







    3.



Kegiatan Audiens



Penutup  Bersama menyimpulkan materi  Memberi salam



 



Waktu 5 menit dan 35 menit



dan dan dan dan







Mengememukakan pertanyaan







Menjawab pertanyaan yang dikemukan penyaji 10 menit



warga







Ikut menyimpulkan







Menjawab salam



C. Rencana Evaluasi Kriteria evaluasi 1. Struktur a. Lebih dari 85% peserta menghadiri acara sampai selesai b. Alat dan media sesuai dengan rencana c. Peran dan fungsi masing-masing sesuai dengan yang direncanakan 2. Proses a. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang direncanakan b. Peserta penyuluhan mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir c. Peserta berperan aktif selama jalannya diskusi 3. Hasil Setelah penyuluhan diharapkan 80% keluarga dapat: a. Menyebutkan pengertian gangguan jiwa b. Menyebutkan tanda dan gejala gangguan jiwa



c. Menyebutkan peran keluarga dalam proses penyembuhan pasien dengan gangguan jiwa



Lampiran 1. Materi A. Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologi dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat. B. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa 1. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan b. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap c. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya d. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster e. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan f. Merasakan rasa seperti darah, urine atau feses g. Merasa takut atau senang dengan halusinasi h. Bicara atau tertawa sendiri i. Marah-marah tanpa sebab j. Mengarahkan telinga ke arah tertentu k. Menutup telinga l. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu m. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas n. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu o. Menutup hidung p. Sering meludah q. Muntah



r. Menggaruk-garuk permukaan kulit 2. Risiko Perilaku Kekerasan a. Ungkapan berupa ancaman b. Ungkapan kata-kata kasar c. Ungkapan ingin memukul atau melukai d. Wajah memerah dan tegang e. Pandangan tajam f. Mengapit rahang dengan kuat g. Mengepal tangan h. Bicara kasar i. Suara tinggi, mejerit, atau berteriak j. Mondar-mandir k. Melempar atau memukul benda atau orang lain 3. Gangguan Isi Pikir: Waham a. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan b. Klien tampak tidak mempunyai orang lain c. Curiga d. Bermusuhan e. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan f. Takut dan sangat waspada g. Tidak tepat menilai lingkungan/realitas h. Ekspresi wajah tegang i. Mudah tersingung 4. Risiko Bunuh Diri a. Merasa hiduonya tidak berguna lagi b. Ingin mati c. Pernah mencoba bunuh diri d. Mengancam bunuh diri e. Merasa bersalah, sedih, marah, putus asa, tidak berdaya



f. Ekspresi murung g. Tak bergairah h. Banyak diam i. Ada bekas percobaan bunuh diri 5. Isolasi Sosial a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain c. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain d. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu e. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan f. Klien merasa tidak berguna g. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup h. Tidak memiliki teman dekat i. Menarik diri j. Tidak komunikatif k. Tindakan berulang dan tidak bermakna l. Asik dengan pikirannya sendiri m. Tidak ada kontak mata n. Tampak sedih, apatis, afek tumpul 6. Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah a. Bergantung pada pendapat orang lain b. Ekspresi rasa bersalah c. Ekspresi rasa malu d. Enggan mencoba hal baru e. Kegagalan hidup berulang f. Kontak mata berkurang g. Melebih-lebihkan umpan balik negative tentang diri sendiri h. Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri i. Meremehkan kemampuan mengatasi masalah j. Pasif k. Perilaku bimbang



l. Perilaku tidak asertif m. Secara berlebiha klien mencari penguatan n. Seringkali klien mencari penegasan C. Upaya Keluarga dalam Proses Penyembuhan Pasien dengan Gangguan Jiwa di Rumah 1. Memberikan perhatian dan rasa kasih sayang dan penghargaan sosial kepada penderita 2. Memberikan kegiatan/kesibukan dengan membuatkan jadwal sehari-hari 3. Selalu menemani dan tidak membiarkan penderita sendiri dalam melakukan suatu kegiatan, misalnya makan bersama, bekerja bersama, berpergian dan lain-lain 4. Meminta keluarga atau teman untuk menyapa klien, jika klien mulai menyendiri atau berbicara sendiri 5. Mengajak ikut aktif dan berperan serta dalam kegiatan masyarakat, misalnya pengajian, kerja bakti dan lainnya 6. Berikan pujian, umpan balik atau dukungan untuk keterampilan sosial yang dapat dilakukan klien 7. Jangan mengkritik penderita jika penderita melakukan kesalahan 8. Menjauhkan penderita dari pengalaman atau keadaan yang menyebabkan penderita merasa tidak berdaya dan tidak berarti 9. Mengontrol kepatuhan minum obat secara benar sesuai dengan resep dokter 10. Jika klien malas minum obat, anjurkan untuk minum obat secara halus dan empati. Hindari tindakan paksa yang menimbulkan trauma bagi klien 11. Kontrol suasana lingkungan/pembicaraan yang dapat memancing terjadinya marah 12. Mengenali tanda-tanda yang muncul sebagai gejala kekambuhan 13. Segera kontrol ke dokter/rumah sakit jika muncul perubahan perilaku yang menyimpang atau obat habis



D. Faktor



Penyebab



Berkurangnya



Peran



Keluarga



Terhadap



Penyembuhan Pasien Penyakit Jiwa 1. Status Sosial Ekonomi Keluarga Keadaan ekonomi keluarga pasien sakit jiwa yang berbeda-beda menjadikan pemenuhan kebutuhan sehari-hari keluarga juga berbeda. Beberapa penelitian mengemukakan keluarga yang status ekonomi sosial menengah kebawah kebutuhan kontrol ulang pasien tidak menjadi prioritas utama dikarenaka kendala biaya terutama jika rumah sakit tempat pasien kontrol harus menempuh jarak yang jauh. Namun tidak sedikit



pula



keluarga



yang



berekonomi



menengah



kebawah



memperhatikan kesembuhan pasien. Ada juga keluarga pasien yang ekonomi menengah keatas sehingga memiliki status yang tinggi pula, anggota keluarga enggan datang ke rumah sakit jiwa karena keluarga takut status sosialnya yang tinggi tercemar dan kesibukan yang membuat keluarga tidak dapat mengantar pasien untuk kontrol ulang 2. Kendala Geografis Jarak atau lokasi rumah sakit tempat pasien diobati dari tempat tinggal keluarga pasien sehingga untuk kontrol memakan waktu lama dan biaya yang cukup tinggi. Dengan lokasi yang jauh dari tempat tinggal keluarga mengakibatkan keluarga harus mencari waktu yang tepat agar tidak mengganggu aktivitas atau kesibukan anggota keluarga untuk kontrol ulang pasien. 3. Keluarga Malu Banyak pasien yang sudah pulang tetapi anggota keluarganya tidak peduli terhadap pasien sehingga tidak terjadi penerimaan pada pasien setelah pulang kerumah bahkan terdapat keluarga yang tidak mengakui jika pasien adalah anggota keluarganya 4. Pendidikan Keluarga Tingkat pendidikan keluarga klien bermacam-macam ada yang berpendidikan tamatan SD, SMP dan SMA tapi ada pula pendidikan



keluarga sampai strata I dan menduduki jabatan di suatu instansi pemerintahan. Namun dilihat juga keluarga yang berpendidikan SMP kebawah tingkat kepedulian anggota keluarga terhadap klien tinggi karena ada perasaan senasib dan kasihan E. Pengertian Kekambuhan Kekambuhan adalah kembalinya suatu penyakit setelah tampaknya mereda. Kekambuhan, yaitu kembalinya gejala-gejala peyakit sehingga cukup parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari dan memerlukan rawat inap dan rawat jalan yang tidak terjadwal F. Penyebab Kekambuhan 1. Tidak teratur minum obat, pemakaian obat neuroleptic yang lama dapat menyebabkan efek samping tardive dyskinesia (gerakan tidak terkontrol) 2. Lingkungan dengan stressor tinggi 3. Keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi 4. Kurangnya aktivitas dan latihan 5. Suplai nutrisi G. Tahap Kekambuhan 1. Tahap I: Penderita memperlihatkan ketegangan yang berlebihan (overextension), sering mengeluh cemas terus-menerus, tidak dapat berkonsentrasi, lupa kata-kata dalam pertengahan kalimat, adanya hambatan mental dalam aktivitas dan penampilan diri yang menurun. 2. Tahap II: Memperlihatkan keterbatasan tingkat kesadaran (retriction conciusness), depresi, mudah bosan, apatis, obsesional dan fobia, mengeluh sakit di seluruh tubuh (somatisasi), menarik diri dari aktivitas sehari-hari dan membatasi stimulus eksternal.



3. Tahap III: Kadang-kadang menunjukkan penampilan psikotik, hipomania, gangguan persepdi, gangguan isi pikir dan gagal memakai mekanisme pembelaan yang matang 4. Tahap IV: Memperlihatkan gejala psikotik yang jelas, adanya halusinasi, waham dan lainnya secara terus-menerus. 5. Tahap V: Penderita tidak lagi mengenal keluarga dan menganggap keluarga sebagai penipu, dapat pula mengamuk 6. Tahap VI: Penderita nampak seperti robot, bingung dan gelisah